• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat resiliensi korban bencana alam letusan Gunung Sinabung (studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat resiliensi korban bencana alam letusan Gunung Sinabung (studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

i

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh:

Zena Vania Br Ginting 131114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi deskriptif pada siswa/i kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran , Karo, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

oleh:

Zena Vania Br Ginting 131114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO

TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi

ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau

mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari

ini kaulakukan dengan setia

Ulangan 28 : 13

Hidup ini sederhana, pikiranmulah yang rumit. Jika ingin lebih bahagia,

sederhanakan pikiramu

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk…

Tuhan Yesus yang senantiasa melimpahkan berkatnya, menuntun,menjaga dan memberikan kekuatan setiap waktu.

Tanah Karo Simalem. Kampung Halamanku

Orangtua terkasih,

Bapak Firman Ginting dan Mamak Johanna Br Sembiring yang telah memberikan cinta,nasihat,dukungan dan yang selalu mengingatkan bahwa hidup ini adalah hal

mengasihi dan perjuangan.

Abang tercinta Gio Vanni Ginting yang selalu saya banggakan dan saya kagumi.

Adek Rhea Aldora Br Ginting tersayang yang selalu bersedia menjadi teman bertengkar dan menjadi semangat untuk memberikan contoh yang baik.

Keluarga besar Ginting dan Sembiring yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang yang tak terhingga.

Serta seluruh teman-teman dan sahabat yang selalu setia

mengingatkan,mendengarkan dan menemani Zena selama menjalani pendidikan di Universitas Sanata Dharma

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT RESILIENSI KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG

(Studi Deskriptif pada siswa/I kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran,Karo Sumatera Utara)

Zena Vania Br Ginting Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai : 1) tingkat resiliensi pada siswa/i SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam Letusan Gunung Sinabung, 2) aspek-aspek resiliensi yang mana pada siswa/I kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran Korban Bencana Alam Letusan Gunung Sinabung yang mendapat skor terendah.

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskrpitif.Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran yang berjumlah 40 orang.Instrumen penelitian ini berupa kuesioner resiliensi yang diadaptasi dari Resilience Quotient Test (RQ Test) oleh Reivich & Shatte terdiri dari 56 item yang dikembangkan dari aspek-aspek resiliensi Reivich & Shatte. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabulasi skor dari masing-masing item,menghitung skor total masing-masing-masing-masing responden,menghitung skor total dari masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi,tinggi,sedang,rendah dan sangat rendah.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Resiliensi pada siswa SMP Negeri 1 Naman Teran termasuk dalam kategori sangat rendah (100%).(2) Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi, diperoleh 3 butir item yang masuk kedalam aspek Pencapaian (Reacing Out), Regulasi Emosi (Emotion Regulation), Kemampuan Menganalisis Masalah (Casual Analysis).

(10)

ix ABSTRACT

RESILIENCY LEVEL OF THE NATURAL DISASTER VICTIMS OF MT. SINABUNG ERUPTION

(A descriptive study on 2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School, Karo, North Sumatera) Naman Teran 1 Junior High School.

The research is a descriptive research with the 40 students of 2nd grade students of Naman Teran 1 Junior High School. The instrument applied to this research is an adapted version of resiliency questionnaire from Resilience

Quotient Test (RQ Test) from Reivich and Shatte with 56 items of questions

developed from their respective resilience aspects. The analysis techniques are score tabulation of each item, calculation of the total score of each respondent, calculation of the total score of each item, and classification based on the level of students resiliency based on normal distribution level. The category consists of five levels; very high, high, medium, low, and very low.

The results of the research are: (1) The resiliency level on the students of Naman Teran 1 Junior High School is noted at a very low level (100%). (2) Based on the analysis of the resiliency items, there are 3 items included in the aspects; Reaching Out, Emotion Regulation, and Casual Analysis.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karuniaNya yang sangat luar biasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Disadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Bapak Drs. R. Budi Sarwono, M.A. yang saya kagumi dari semester satu hingga saat ini dan selaku dosen pembimbing Skripsi.

5. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling : Ibu Indah, Ibu Hayu,Ibu Retno, Ibu Retha dan Bapak Sinurat.

6. Mas Moko atas segala bantuan pelayanan administrasi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

Hlm.

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………… vii

ABSTRAK ... viii 1. Pengertian Resiliensi ... 12

2. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi ... 13

3. Aspek Resiliensi ... 16

4. Faktor-Faktor Resiliensi ... 19

5. Ciri-ciri Remaja Memiliki Resiliensi ... 24

6. Cara Meningkatkan Resiliensi ... 26

B. Hakikat Siswa 1. Pengertian Remaja ... 27

2. Pengertian Siswa ... 28

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 28

4. Karateristik Masa Remaja ... 31

5. Resiliensi Remaja C. Bencana Alam 1. Pengertian Bencana Alam ... 33

2. Jenis-Jenis Bencana Alam ... 35

3. Gangguan Psikologis Korban Bencana Alam ... 36

4. Gunung Sinabung ... 40

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

C. Subjek Penelitian ... 46

(14)

xiii

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Instrumen ... 52

2. Reliabilitas Instrumen ... 55

G. Tehnik Analisis Data ... 57

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 60

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 63

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan Penelitian ... 72

C. Saran ... 73

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2. 1 Sejarah Erupsi Gunung Sinabung ... 42

2. Tabel 3.1 Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban ... 49

3. Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi ... 54

4. Tabel 3.3 Rincian item yang Valid dan Tidak Valid ... 55

5. Tabel 3.4 Jumlah item valid dan tidak valid ... 56

6. Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Kuesiner Resiliensi ... 56

7. Tabel 3. 6 Kriteria Guilford ... 56

8. Tabel 3.7 Norma Kategorisasi Karakter Subjek Penelitian ... 58

9. Tabel 3.8 Kategorisasi Norma Resiliensi Siswa ... 56

10.Tabel 4.1 Kategorisasi Deskripsi Resiliensi Siswa ... 60

11.Tabel 4.2 Kategorisasi Item Resiliensi ... 62

12.Tabel 4.3 Item-item resiliensi Kategori Sangat Rendah ... 68

13.Grafik 1 Diagram Deskripsi Resiliensi Siswa ... 61

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Resiliensi ... 77 LAMPIRAN 2 Hasil Komputasi Uji Validitas Item Total Instrumen

Penelitian... 83 LAMPIRAN 3 Tabulasi Data ... 87 LAMPIRAN 4 Metode Menggambar Untuk Meningkatkan Resiliensi

Pada Remaja Pasca Bencana ... 88 LAMPIRAN 5 Metode Menulis Cerita Untuk Meningkatkan Resiliensi

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi

masalah,pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang

Bencana merupakan gejala/fenomena alam yang tidak bisa diprediksi

kapan dan dimana akan tierjadi. Ketika bencana terjadi, maka akan

berdampak terhadap segala inti kehidupan sosial. Tidak hanya dalam sistem

sosial, serta tatanan ekonomi, akan tetapi dampak psikologis juga akan

menjadi bagian dari bencana tersebut.

Berbagai bencana alam terjadi di Indonesia seperti, banjir,gempa

bumi,tanah longsor,gunung meletus dan sebagainya.Menurut

Undang-Undang No.24 Tahun 2007,bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Contohnya, banjir di Jakarta,gempa di aceh,gunung sinabung meletus di

Tanah Karo dan lain sebagainya. Semua yang dikatakan bencana pasti akan

mengrugikan baik itu materi maupun psikologis.

Penelitian ini berangkat dari kejadian bencana gunung Sinabung

meletus di Kabupaten Karo pada akhir September 2013 lalu.Bencana alam

(18)

2

ini bukan untuk yang pertama kali tetapi sudah pernah terjadi sebelumnya

pada tahun 2010 yang lalu. Catatan PVMBG (Pusat Vulcanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi) menyebutkan bahwa Gunung Sinabung sebelum

tahun 2010 dikelompokkan sebagai gunung bertipe B yang tidak berbahaya

dan tidak terlalu sering diamati. Dicatat dalam sejarah, letusan terahir gunung

Sinabung terjadi pada tahun 1600an. Namun tiba – tiba, Sinabung meletus

pada tanggal 29 Agustus 2010 tengah malam, dan kemudian menjadikan

gunung api tipe A. Aktivitas gunung Sinabung tersebut membuat masyarakat

Karo, secara khusus masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lereng

Sinabung menjadi trauma, karena kejadian tersebut merupakan kejadian yang

pertama sekali mereka hadapi (Sinabung Post, 2013).

Aktivitas gunung Sinabung yang meningkat pada tahun 2010 tersebut

tidak berlangsung cukup lama, kerugian dalam bidang materi bisa dikatakan

belum ada, tetapi aktivitas gunung tersebut menyebabkan trauma yang cukup

mendalam bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lereng. Tidak pernah ada

pengalaman dari masa lalu, tidak ada kisah-kisah yang pernah diceritakan

secara turun – temenurun tentang apa yang harus dilakukan ketika gunung

meletus. Beberapa waktu kemudian gunung Sinabung kembali normal dan

masyarakat yang mengungsi diperkenankan untuk kembali ke rumah

masing-masing, namun pihak PVMBG tetap memberikan peringatan kepada warga

yang berada di sekitar lereng Sinabung agar tetap waspada menghadapi

kemungkinan meningkatnya aktivitas gunung Sinabung (Sinabung Post,

(19)

3

Setelah letusan di tahun 2010 surut, aktivitas masyarakat yang berada

di sekitar lereng gunung Sinabung berangsur kembali normal.Mereka sudah

kembali ke desa masing masing dan menjalankan aktivitas dengan

normal.Tetapi kehidupan normal masyarakat tidak berlangsung lama.Pada

tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali.Letusan pertama terjadi pada

tanggal 15 September, sampai 18 September 2013, telah terjadi 4 kali

letusan.Peristiwa tersebut membuat spontan masyarakat yang bertempat

tinggal di sekitar lereng kembali terusik, dimana mereka langsung dibayangi

masa trauma yang sudah pernah mereka alami di tahun 2010.Letusan kali ini

menimbulkan penderitaan berkelanjutan yang sebenarnya telah menunggu

masyarakat di sekitar lereng Gunung Sinabung.Letusan kali ini melepaskan

awan panas dan abu vulkanik.Tidak ada tanda-tanda sebelum adanya

peningkatan aktivitas gunung Sinabung, sehingga tidak ada peringatan.Hujan

abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi.Hingga saat ini awan panas

sinabung telah menelan 16 korban jiwa, ribuan warga pemukiman sekitar

terpaksa mengungsi ke kawasan aman menurut pemerintah.

Ada 17 desa di empat kecamatan dalam wilayah Kabupaten Karo yang

paling parah terkena dampak letusan ini antara lain: Kecamatan Payung yaitu

desa Gurukinayan, Selandi, Sukameriah, Kecamatan Simpang empat yaitu

desa Berastepu, Sibintun, Gamber, Kuta Tengah, Kecamatan Namanteran

yaitu desa dusun Lau Kawar, Bekerah, Simacem, Kutarayat, Sigarang –

garang, Kebayaken, Kuta Tonggal, Kuta Gugung, Sukanalu; dan Kecamatan

(20)

4

puncak gunung masuk dalam wilawah zona merah.Penduduk dari 17 desa ini,

pertengahan September 2013 hingga saat ini masih tinggal di posko-posko

pengungsian.

Jumlah pengungsi pada tanggal 13 Desember 2016

(http://www.karokab.go.id/) sebanyak 9,317 jiwa, Mereka bertempat tinggal

disembilan titik pengungsian wilayah Kabupaten Karo yang dianggap

menjadi zona aman. Tenda pengungsian berada Jambur (balai pertemuan),

aula – aula Gereja.

AkibaterupsiGunung Sinabung,sebanyak22sekolahdiliburkan,terdiri

dari 15Sekolah Dasar dengan siswa sebanyak 2.374 orang,6 Sekolah

MenengahPertamadan1SekolahMenengahAtasdengansiswasebanyak

2.312orang.Sekolahyang paling banyak diliburkan berada diKecamatan

NamanTeran antaralain SD Negeri 040478 dan SDN 043950 di Desa

Sigarang-garang,2SD diDesaGuru Kinayan dan masing-masing 1SD di Desa

Sukanalu dan Desa Simacem. Sementara 6SMP yang diliburkan

antaralainSMPNegeri 1Simpang Empat,SMPN1NamanTeran danSMP

SatuAtapdiKecamatanPayung.SedangkanSMAyangdiliburkanyakni

SMANegeri1 SimpangEmpat.

SMP Negeri 1 Naman Teran adalah salah satu sekolah menengah

pertama yang sangat dekat dengan gunung Sinabung, saat ini sekolah ini

sudah rata dengan tanah dan tidak berpenghuni lagi.Peneliti memilih sekolah

(21)

5

dari bencana alam gunung Sinabung, desa Naman Teran adalah desa pertama

yang harus mengungsi karena berada di zona merah.

Hidup di tenda pengungsian menuntut semua korban gunung

Sinabung untuk menyesuaikan diri.Tinggal didalam sebuah tenda dengan

sejumlah orang didalamnya tidaklah perkara gampang untuk para korban

gunung Sinabung.Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dari seorang

relawan bernama ibu Apel Setia Br Ginting, ibu ini mengatakan bahwa

anak-anak korban gunung Sinabung merasa minder terhadap anak-anak-anak-anak yang

tinggal di sekitar tenda pengungsian mereka. Anak-anak ini menganggap

bahwa orang yang tinggal di kota adalah orang yang hebat-hebat, kaya dan

pintar. Oleh sebab itu maka anak-anak ini tidak mampu bergaul dengan

orang-orang sekitarnya dan memiliki kecendrungan merusak fasilitas sekolah,

memiliki catatan membolos yang cukup banyak.

Bayang-bayang pada saat gunung meletus sangat membekas bagi

anak-anak korban bencana ini.Hal diperkuat dengan pendapat salah seorang

Guru sekolah minggu di Gereja yang mengajak anak-anak menyanyikan lagu

“Biarpun Gunung –gunung Beranjak” anak-anak pengungsian tidak mau ikut

menyanyi karena mereka takut. Apabila mendengar suara sirine dari

mobil-mobil bantuan, anak-anak ini langsung menghampiri ibunya dan berkata

Mak deleng otah kiam kita” yang artinya “ibu gunung meletus lagi, kita

lari”. Ketika guru sekolah minggu ini bertanya mengapa mereka takut mereka

(22)

6

subuh hari dan langsung diangkat ke mobil truk untuk mengungsi ke

Kabanjahe (Hasil wawancara Enda Mia Keriahenta Br Tarigan).

Laskar Relawan (Laskar Karo Erdilo digagas sejak 2014 silam.

Dengan relawan terdiri dari beragam profesi seperti pelajar, mahasiswa,

karyawan, musisi, jurnalis dan berbagai profesi lainnya) memaparkan tak

sedikit anak-anak Sinabung yang masih bersekolah itu memiliki sifat tertutup

dan merasa terbebani dengan kondisi Sinabung. Belum lagi bila ternyata ia

harus menyaksikan sendiri bagaimana orangtuanya kesusahan untuk hidup

sehari-hari karena lahan pertanian mereka satu-satunya harus porak poranda

diterjang abu vulkanik (Tribun News Minggu, 27 Maret 2016 15.31).

Pengaruh usia bagi seseorang saat menghadapi bencana tergantung

pada berbagai faktor. Meskipun stres dan trauma akan selalu menimbulkan

pengaruh-pengaruh yang kuat pada seorang anak, namun anak-anak juga

bisa beradaptasi dengan baik terhadap kehilangan orang tua mereka pada

usia dini jika mereka memperoleh dukungan yang sesuai. Pada lansia, hal

seperti ini bisa menjadi sesuatu yang juga lebih sulit. Kedua kelompok usia

ini memang memiliki karakteristik yang rentan terhadap trauma. Anak-anak

umumnya belum memiliki kemampuan memadai untuk mengatasi

pencederaan fisikal dan emosional dari peristiwa traumatik yang ekstrim,

sedangkan insan-insan lanjut usia umumnya tidak cukup luwes untuk

mengembangkan cara mengatasi efek trauma secara efektif didukung juga

oleh tingkat resiko yang lebih tinggi terhadap keterasingan pada orang-orang

(23)

7

mengatasi peristiwa yang menekan daripada kelompok individu yang lebih

muda ataupun kelompok usia yang lebih tua (Danieli, 1996; 297).

Bencana alam menantang wilayah-wilayah, lingkungan, dan

komunitas yang menjadi korban untuk bangkit dan memegang kendali

kembali atas kehidupan dan masa depannya. Keberhasilan dari usaha ini

secara langsung berkaitan dengan kapasitas korban untuk membangun

kembali struktur dan organisasi sosialnya.Tingkat kekenyalan yang membuat

seseorang mampu untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan

kondisi yang demikian dinamakan resiliensi.

Resiliensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mengatasi atau beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan

kesengsaraan.Individu dianggap sebagai seseorang yang memiliki resiliensi

jika mereka mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum

trauma dan terlihat kebal dari berbagai peristiwa kehidupan yang negatif.

Reivich and Shatte (2002;1) menyampaikan bahwa resiliensi merupakan

kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan

kondisi sulit.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik

untuk mengangkat judul “TINGKAT RESILIENSI KORBAN

BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG SINABUNG” dalam penelitian

(24)

8 B. Indentifikasi Masalah

1. Terdapatnya 22 sekolah yang harus pindah dan mencari gedung sekolah

sendiri di zona aman.

2. Ditemukan beberapa anak merasa minder dengan orang sekitar tenda

pengungsian.

3. Beberapa anak tidak mampu bergaul dengan orang sekitar tenda

pengungsian.

4. Ditemukan beberapa anak merusak fasilitas sekolah.

5. Beberapa anak memiliki catatan membolos yang cukup banyak.

6. Beberapa anak korban bencana alam letusan gunung Sinabung memiliki

trauma yang tinggi.

7. Ditemukan beberapa anak memiliki sikap tertutup dan merasa terbebani

dengan kondisi gunung Sinabung.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada menjawab masalah

yang teridentifikasi di atas khususnya mengenai “Tingkat Resiliensi” pada

siswa/i kelas VII SMP Neger 1 Naman Teran Korban bencana Alam Letusan

Gunung Sinabung.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah terkait dengan resiliensi siswa/i korban bencana alam

letusan Gunung Sinabung dapat diindentifikasi berbagai masalah sebagai

(25)

9

1. Seberapa tinggi tingkat resiliensi pada siswa/i kelas VII SMP VII SMP

Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung

Sinabung?

2. Pada aspek – aspek resiliensi yang mana pada siswa/i kelas VII SMP

Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung Sinabung

mendapat skor terendah?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka yang akan

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan tingkat resiliensi pada siswa/i kelas VII SMP VII

SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan Gunung

Sinabung.

2. Mengindentifikasi aspek – aspek resiliensi yang mana pada siswa/i

kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran korban bencana alam letusan

Gunung Sinabung mendapat skor terendah.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan mengenai tingkat resiliensi pada siswa/I

kelas VII SMP Negeri 1 Naman Teran Korban bencana Alam Letusan

Gunung Sinabung.

2. Manfaat Praktis

(26)

10

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi

bagi pendidik baik guru maupun orangtua dalam rangka

memahami siswa berkaitan dengan resiliensi yang dimiliki. Serta

melalui hasil penelitian ini nantinya guru maupun orang tua

mampu membantu, membina dan meningkatkan resiliensi pada

siswa

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi

mengenai tingkat resiliensi pada remaja (khususnya siswa kelas

VII SMP Negeri 1 Naman Teran).

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti di kemudian

hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan dan

konseling, baik secara kelompok maupun individual, kepada siswa

yang memiliki tingkat resiliensi yang rendah.

G. Batasan Istilah

Adapun defenisi oprasional variabel dalam penelitian ini yaitu :

1. Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi atau beradaptasi

terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan.

2. Anak SMP adalah Sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja.

Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena

sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan dalam kehidupan

(27)

11

3. Bencana Alam adalah sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan

kesusahan, kerugian atau penderitaan

4. Gunung Sinabung adalah gunung api di Dataran Tinggi Karo,

Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Sinabung menjadi puncak tertinggi

(28)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat resiliensi, hakikat remaja, dan bencana alam.

A. Hakikat Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Reivinch dan Shatte (dalam Sella, 2014) mendifinisikan resiliensi

sebagai beikut :“Resilience is the capacity to respond in healthy and

productive ways and when adversity or trauma, that it is essential for

managing the daily stress of life.” Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif

ketika berharap dengan adversity atau trauma, dimana hal tersebut sangat

penting untuk mengendalikan tekanan hidup sehari – hari. Bisa diartikan

bahwa seseorang mampu merespon masalahnya dengan positif.

Rirkin dan Hoopman (Desmita 2009;200) merumuskan defenisi

tentang resiliensi secara khusus ditujukan pada siswa dan pendidik, yang

berisikan elemen – elemen pembangunan resiliensi disekolah yaitu : “the

capacity to spring back,rebound,successfully adapt in the face of

adversity, and develop social, academic, and vocational competence

despite exposure to severe stress or simply to the stress that is inherent in

today’s world”. Dapat diartikan bahwa seseorang memiliki kapasitas

untuk bangkit kembali, beradaptasi ketika menghadapi kesulitan,

sehingga seseorang tersebut mampu tetap mengembangkan akademiknya

maupun sosialnya walaupun tekanan dari kesulitan yang dihadapi masih

(29)

13

Grotberg (Desmita 2009) mengartikan resiliensi sebagai “the

human capacity to face,overcome, be strengthened by, and even be

transformed by experiences of adversity”. Artinya, seseorang mampu

untuk menghadapi, mengatasi, serta diubahkan dan lebih berkembang

lagi melalui permasalahan yang dihadapi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa resiliensi akan

membentuk seseorang untuk berhasil menyesuaikan diri ketika

mengghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat tetap

mengembangkan diri sekalipun berada dibawah tekanan kondisi yang

tidak menyenangkan.

2. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi

Empat prinsip yang dijadikan Reivinch dan Shatte (2002) sebagai

dasar bagi keterampilan resiliensi adalah sebagai berikut :

a. Manusia dapat berubah

Manusia bukanlah korban dari leluhur atau

masalalunya.Setiap orang bebas mengubah hidupnya kapan saja

ketika memiliki keinginan dan dorongan.Setiap orang dilengkapi

dengan keterampilan yang sesuai.Individu merupakan pemimpin

bagi keberuntungan sendiri.Hasil penelitian mendukung bahwa

manusia dapat berubah secara positif dan menetap.

Menurut Frankl (dalam Jacob 2014 ) manusia memiliki

kebebasan berkeinginan (Freedom of will) yang artinya setiap

(30)

14

diri. Kebebasan bertanggung jawab adalah manusia mampu

menyikapi situasi dan mengembangkan potensi diri, dengan

bertanggung jawab manusia akan menemukan nilai, makna dan

tujuan hidup meskipun dalam situasi penderitaan.

b. Pikiran adalah Kunci untuk Meningkatkan Resiliensi

Emosi menentukan siapa yang tetap resiliensi dan

mengalah.Beck mengembangkan system terapi yang dinamakan

terapi kognitif dimana pasien belajar mengubah pikirannya untuk

mengatasi deprivasi dan kecemasan.

c. Ketepatan Berfikir adalah Kunci

Penelitiam menunjukkan bahwa individu yang memiliki

optimisme yang tidak realistis cendrung menyelesaikan resiko yang

akan terjadi pada kesehatan mereka, sehingga justru menjadi tidak

tertolong. Optimisme realistis, tidak mengasumsikan bahwa hal –

hal baik akan datang dengan sendirinya. Hal – hal baik hanya akan

terjadi melalui usaha, pemecahan dan pemecahan masalah dan

perencanaannya.

Menurut Branden (dalam Jacob 2014) berfikir adalah cara

efektif untuk merespon tantangan dalam hidup. Branden juga

percaya bahwa setiap manusia layak untuk bahagia,sukses,

berprestasi dan memiliki rasa cinta. Sehingga dengan ketepatan

berfikir setiap manusia akan mampu mengatasi tantangan dalam

(31)

15

d. Fokus pada kekuatan manusia

Positif psychology memiliki dua tujuan utama, yakni (1)

meningkatkan pemahaman tentang kekuatan manusia (human

strengths) melalui perkembangan system dan metode klasifikasi

untuk mengukur kekuatan tersebut; dan (2) menanamkan

pengetahuan ini kedalam program dan intervensi efektif yang

terutama dirancang untuk membangun kekuatan partisipan daripada

untuk memperbaiki kelemahan mereka. Resiliensi merupakan

kekuatan dasar (basic strength) yang mendasari semua karakteristik

positif pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Kurangnya

resiliensi tidak akan ada keberanian, rasionalitas dan insight

(Reivich dan Shatte, 2002).

Menurut Wong (dalam Jacob 2014) Setiap pribadi individu

dapat diajak untuk menggunakan kekuatannya dan menantang

jiwanya agar mampu melampaui kondisi yang sedang dialami

sehingga bergerak kearah yang positif, hal ini akan menjadikan

pribadi tersebut mampu menerima keberadaan dirinya, keadaan

fisik,kepribadian yang rapuh, emosi yang tidak terkontrol dan

pengalaman yang menyakitkan. Tujuannya adalah membantu

pribadi setiap individu untuk memilih sikap yang benar, mengatasi

dirinya sendiri dan mengembangkan kekuatan yang ada dalam

(32)

16 3. Aspek aspek Resiliensi

Reivich & Hatte (2002) memaparkan tujuh aspek resiliensi. Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Emotion Regulation / Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang

meskipun mengalami tekanan. Orang – orang yang resilien

menggunakan seperangkat keterampilan yang sudah matang yang

membantu mereka mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya.

Reivich dan Shatte juga mengemukakan ada dua hal penting

terkait dengan pengaturan emosi yaitu Calming (Ketenangan) dan

Focus(Fokus). Contohnya, dapat mengendalikan diri apabila

sedang marah, sedih, takut dan cemas.

b. Impulse Control / Impuls Kontrol

Control terhadap implus adalah kemampuan individu untuk

mengendalikan implus atau dorongan – dorongan dalam dirinya,

dan dengan mengontrol implus akan membawa kepada

kemampuan berfikir yang jernih dan akurat. Control terhadap

implus ini sangat erat kaitannya dengan pengaturan emosi.

Individu yang memiliki control implus yang redah biasanya

percaya pada pemikiran implusnya sehingga seseorang tersebut

bertindak sesuai dengan situasi yang tersebut. contohnya, mudah

(33)

17

c. Optimism / Optimis

Orang yang memiliki resiliensi adalah orang yang optimis.

Optimism berarti bahwa kita percaya akan adanya kemampuan

untuk mengatasi kesulitan – kesulitan yang akan menghadang.

Orang optimis memiliki kesehatan yang baik dan sangat kecil

kemungkinan untuk mengalami depresi, biasanya orang yang

optimis memiliki prestasi yang baik di sekolah, lebih produktif

dalam pekerjaan dan memiliki prestasi di berbagai bidang.

Contohnya, seoerang yang jarang mengalami depresi dan lancar

dalam sekolah/kuliah maupun pekerjaan.

d. Casual Analysis /Kemampuan Menganalisis Masalah

Kemampuan menganalisis masalah menunjukkan bahwa

seseorang memiliki kemampuan untuk mengindentifikasi

penyebab masalahnya secara akurat.Jika seseorang mampu

mengindentifikasi penyebab masalah secara akurat. Jika

seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara

akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus

menerus (Reivich dan Shatte, 2002). Kemampuan seseorang

menganalisis masalah berfungsi untuk mencari kejelasan dari

permasalahan tersebut secara tepat. Contohnya, tidak

menyalahkan orang lain ketika sedang menghadapi masalah.

(34)

18

Empati merupakan kemampuan individu untuk bisa

membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang

lain. Mereka dikenal memaksakan emosi dan keinginan orang

lain. dengan kemampuan ini, individu dapat memahami

bagaimana cara mengahadapi orang lain sehingga mampu

mengatasi permasalahan yang dihadapainya (Reivinch & Shatte,

2002). seseorang yang memiliki empati akan cendrung memiliki

hubungan sosial yang baik. Contohnya, seseorang mampu

memahami orang lain dan mau untuk saling berbagi.

f. Self Efficiacy /Efikasi Diri

Efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu

mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan

akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan –

permasalahan tersebut. Menurut Bandura (1997), individu yang

memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam

menghadapi tantangan. Dengan keyakinan yang dimiliki individu,

ia pasti akan mampu bertahan dan menjadi individu yang

resiliensi. Contohnya, individu memiliki komitmen yang tinggi

dan bekerja keras.

g. Reacing Out /Pencapaian

Revich dan Shatte (2002) memaparkan resiliensi

merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif

(35)

19

hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu : (1)

mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2)

memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran

besar dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek

positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan

hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan

interpersonal dan pengendalian emosi. Seseorang dikatakan

mampu meningkatkan aspek positif dalam kehidupannya jika

seseorang itu sudah mampu mengatasi ketakutan – ketakutannya

dan keluar dari “zona aman”.Contohnya, ketika seseorang berfikir

positif dan bersikap realistis.

4. Faktor Faktor Resiliensi

Menurut Grotberg ( dalam desmita : 229) disebutkan ada tiga

faktor sumber dari resiliensi (three sources of resilience). Pertama I

have( Aku punya) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan

dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan

oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Sumber I have (Aku punya) ini

memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi

pembentukan resiliensi, yaitu hubungan yang dilandasi oleh

kepercayaan penuh, struktur dan peraturan di rumah, model peran,

dorongan untuk mandiri serta akses terhadap layanan kesehatan,

pendidikan, keamanan dan kesejahteraan. Kedua, I am (Aku ini)

(36)

20

yang dimiliki oleh remaja, yang terdiri dari perasaan, sikap dan

keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I

am(Aku ini) adalah disayang dan disukai oleh banyak orang,

mencitai,empati, dan kepedulian pada orang lain, bangga pada dirinya

sendiri, bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima

konsekuensinya, percaya diri,optimistik dan penuh harap. Ketiga, I can

(Aku dapat) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saya

yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan-

keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan–keterampilan ini

meliputi kemampuan berkomunikasi. Memecahkan masalah, mengelola

perasaan dan implus, mengkur tempramen sendiri dan orang lain serta

menjalin hubungan yang saling mempercayai.

Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari ketiga faktor di

atas.Untuk menjadi seorang yang resilien tidak cukup hanya memiliki

satu resiliensi saja melainkan harus di topang oleh faktor – faktor

lainnya. Contohnya, seorang siswa mungkin di cintai (I have), tetapi

jika ia tidak memiliki kekuatan dalam dirinya (I am) atau tidak

memiliki keterampilan – keterampilan interpersonal dan sosial (I can)

dan tidak ada orang yang membantunya (I have), maka ia tidak menjadi

resilien. Interaksi ketiga faktor – faktor tersebut sangat dipengaruhi

oleh kualitas lingkungan sosial, termasuk rumah, sekolah dan

masyarakat dimana siswa hidup. Menurut Grotberg ada 5 faktor yang

(37)

21

1) Trust

Kepercayaan akan menjadi sumber pertama bagi

pembentukan resiliensi pada siswa. Perasaan percaya ini akan

sangat menentukan seberapa jauh siswa memiliki kepercayaan

terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan –

kebutuhannya dan perasaan – perasaannya, serta kepercayaan

terhadap diri sendiri, terhadap kemampuan, tindakan dan masa

depannya.

2) Autonomy

Autonomy (otonomi), yaitu faktor resiliensi yang berkaitan

dengan seberapa jauh siswa menyadari bahwa dirinya terpisah

dan berbeda dari lingkungan sekitar sebagai kesatuan

diri-pribadi. Pemahaman bahwa dirinya juga merupakan sosok

mandiri yang terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar,

akan membentuk kekuatan tertentu pada siswa. Kekuatan ini

akan menentukan tindakan siswa ketika menghadapi masalah.

3) Initiative

Initiative (inisiatif), yaitu faktor ketiga pembentukan

resiliensi yang berperan dalam penumbuhan minat siswa

melakukan sesutu yang baru. Dengan inisiatif siswa

(38)

22

berbagai macam aktivitas, dimana ia dapat mengambil bagian

untuk berperan aktif dari setiap aktivitas yang ada.

4) Industry

Industry (industri), yaitu faktor resiliensi yang

berhubungan dengan pengembangan keterampilan –

keterampilan berkaitan dengan aktivitas rumah, sekolah dan

sosialiasai.Melalui penguasaan keterampilan tersebut, siswa

mampu mencapai prestasi, baik di rumah, sekolah maupun

lingkungan sosial. Dengan prestasi tersebut, akan menentukan

penerimaan siswa di lingkungannya.

5) Identity

Identity (identitas), yaitu faktor resiliensi yang

berkaitan dengan pengembangan pemahaman siswa akan

dirinya sendiri,baik kondisi fisik maupun psikologisnya.

Identitas membantu siswa mendefinisikan dirinya dan

mempengaruhi self-imagenya.

Menurut Bernard (dalam Patrisia 2016), individu yang

resilien dapat dilihat dari profilnya.Pertama, individu resilien dapat

dilihat dari kompetensi sosialnya, misalnya memiliki kualitas

responsive yang baik, fleksibel, empati dan peduli, keahlian

komunikasi, selera humor, dan perilaku sosial lainnya. Individu resilien

juga memiliki selera humor bahwa mereka memiliki kemampuan untuk

(39)

23

alternatif untuk menghasilkan kehidupan yang menyenangkan dan

menemukan cara alternatif untuk melihat segala sesuatunya baik seperti

menertawakan diri sendiri dan situasi yang aneh. Selain itu, dari masa

kanak-kanak awal, mereka cendrung membangun hubungan yang lebih

poditif dengan orang lain, termasuk dalam pertemanan dan teman

sebaya. Kedua, keahlian memecahkan masalah, termasuk kemampuan

berfikir reflektif, fleksibel dan mampu mencoba cara pemecahan secara

kognitif maupun sosial. Ketiga, otonomi berkenaan dengan

kemandirian, internal locus of control dan individu yang kuat.Selain

itu, otonomi dikenal sebagai harga diri dan efikasi diri.Otonomi juga

dijelaskan sebagai displin diri dan pengendalian terhadap

dorongan-dorongan.Lebih lanjut, otonomi menjelaskan tentang rasa memiliki

identitas diri dan mampu bertindak secara mandiri serta menggunakan

controll terhadap lingkungannya.Individu yang resilien juga mampu

untuk memisahkan atau menjauhkan diri dari lingkungan keluarga yang

tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Keempat, arti tujuan dan

masa depan berhubungan dengan harapan untuk sehat, tujuan yang

terarah, orientasi untuk sukses, motivasi berprestasi, cita-cita

pendidikan, ketekunan, pengharapan,daya tahan, keyakinan akan masa

depan yang cerah, antisipasi, dan perhatian akan masa depan.

5. Ciri ciri Remaja yang Memiliki Resiliensi

Menurut Wolins (dalam Desmita 2009;202), mengajukan tujuh

(40)

24

a. Initiative (inisiatif), yang terlihat dari upaya mereka melakukan

eksplorasi terhadap lingkungan mereka dan kemampuan individual

untuk mengambil peran.

b. Independence (independen), yang terlihat dari kemampuan

seseorang menghindar atau menjauh diri dari keadaan yang tidak

menyenangkan.

c. Insight (berwawasan), yang terlihat dari kesadaran kritis seseorang

terhadap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam

lingkungannya atau bagi orang dewasa ditunjukkan dengan

perkembangan presepsi tentang apa yang salah dan menganalisis

mengapa ia salah.

d. Relationship (hubungan), yang terlihat dari upaya seseorang

menjalin hubungan dengan orang lain.

e. Humor (humor), yang terlihat dari kemampuan seseorang

mengungkapkan perasaan humor di tengah situasi yang

menegangkan atau mencairkan suasana kebekuan.

f. Creativitas (kreativitas), yang ditunjukkan melalui permainan

permainan kreatif dan pengungkapan diri.

g. Morality (moralitas), yang ditunjukkan dengan pertimbangan

seseorang tentang baik dan buruk, mendahulukan kepentingan

orang lain dan bertindak dengan integritas.

Menurut Henderson dan Milstein (dalam Desmita 2009 ;203),

(41)

25

1) Kediaan diri untuk melayani orang lain.

Menggunakan keterampilan – keterampilan hidup;

mencakup keterampilan mengambil keputusan dengan baik,

tegas, keterampilan mengontrol implus – implus dan

problem solving.

2) Sosiabilitas; kemampuan untuk menjadi seorang teman,

kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang

positif.

3) Memiliki perasaan humor

4) Lokus control internal

5) Otonomi, idependen

6) Memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan.

7) Fleksibilitas

8) Memiliki kapasitas untuk terus belajar

9) Motivasi diri

10) Kompetensi personal

11) Memiliki harga diri dan percaya diri.

6. Cara Meningkatkan Resiliensi

Menurut Lemer (dalam Eem 2014) Remaja melalui dua

cara berbeda untuk melalui priode kedua dalam hidupnya. Pertama

remaja berhasil menjalani periode perkembangan ini tanpa melalui

(42)

26

dengan berbagai masalah, diantaranya adalah meningkatnya

masalah kesehatan mental, ancaman terhadap kesehatan fisik,

depresi, penyalahgunaan zat-zat terlarang, kekerasan seksual,

kemiskinan dan konflik keluarga.

Dampak negatif dari suatu kemalangan dapat membawa

remaja pada kerentanan terhadap perilaku salah suai.Hal tersebut

dapat diatasi apabila remaja memiliki kemampuan untuk mengelola

dampak negatif dari masalah yang dihadapinya menjadi kekuatan

dan keterampilan untuk bertahan dalam lingkungan dan bangkit

kembali menuju keberfungsian normal yang dikenal dengan

resiliensi.Menurut Isaacson resiliensi adalah kemampuan individu

untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan,

tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.beberapa

individu tetap baik-baik saja meskipun telah mengalami situasi

yang menekan, sementara beberapa individu lainnya mengalami

gagal adaptasi dalam keadaan tertekan.

Pendekatan konseling atau psikoterapi salah satu teori atau

pendekatan yang dianggap sesuai untuk meningkatkan resiliensi

adalah teknik Bibliocounseling menggunakan pikiran rasionel

untuk mengubah individu menjadi agen aktif lingkungan yang

(43)

27 B. Hakikat Remaja

1. Pengertian Remaja

Hurlock (1990 : 206) mengatakan kata “adolescence” berasal dari

kata Latin yaitu adolescere, yang berarti “tumbuh” atau bertumbuh

kearah kematangan” . Masa remaja adalah masa transisi individu

mengalami perubahan secara fisik maupun psikologisnya dari anak

menuju kedewasaan. Usia remaja menurut Hurlock (1990 :206) pada

perempuan sekitar usia 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan laki – laki

sekitar 14-17 tahun.

Menurut Papalia dan Olds (dalam Rini 2016), masa remaja adalah

perjalanan dari masa kanak – kanak ke masa Dewasa yang di tandai oleh

periode transisional dengan adanya perubahan baik secara

biologis,psikologis,kognitif, dan psikosoial. Masa remaja dimulai pada

usia 11 atau 12 sampai awal usia dua puluhan.

Berdasarkan dua definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat

disimpulkan bahwa secara umum remaja diartikan sebagai salah satu

tahap perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak – kanak

menuju masa dewasa yang di tandai dengan banyak perubahan baik

secara fisik, psikologis, kognitif dan psikososial.

2. Pengertian Siswa

Siswa adalah individu yang datang pada institusi pendidikan

(44)

28

pertumbuhan diaman siswa tersebut membutuhkan bantuan, bimbingan

dan arahan untuk melewati setiap tahap – tahap tugas perkembangannya.

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa siswa anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

pembelajaran yang tersedia pada jarum, jenjang, dan jenis pendidikan

tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa adalah individu yang unik

dan sedang berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan dan

secara sengaja datang pada institusi pendidikan untuk belajar.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Yusuf (dalam Rini 2016) mengemukakan tugas

perkembangan remaja antara lain :

a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau orang

dewasa lainnya

c. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi

d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan

e. Mempesiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga

f. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga

g. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang

perlu bagi kompetensi sebagai warga Nergara.

Tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (teen task

(45)

29

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa,

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian sosial

e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang

sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota

masyarakat,

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai – nilai orang dewasa

dan orang tua

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab

kehidupan keluarga.

Menurut Havighurst (Dalam dasar-dasar BK, 2004; hal 161)

mengemukakan tugas perkembangan remaja:

a. Mencapai hubungan-hubungan yang baru dan lebih matang

dengan teman sebaya antar jenis klamin yang sama dan berbeda.

b. Mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita.

c. Menerima kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan

(46)

30

d. Mencapai kemerdekaan emosional terhadap orangtua dan orang

dewasa lainnya.

e. Mencapai keadaan dimilikinya jaminan untuk kemerdekaan

ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.

g. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan

berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep

yang perlu untuk kehidupan sebagai warga Negara.

i. Mengembangkan hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah

laku yang dapat dipertimbangkan secara sosial.

j. Menguasai seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman.

Tugas-tugas perkembangan fase remaja sangat berkaitan

dengan kembangan kognitifnya, yaitu fase oprasional formal.

Kematangan pencapaian fase kognitif akan membantu kemampuan

dalam melaksanakan tugas – tugas perkembangannya dengan baik.

Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan,

diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini

banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya

4. Karateristik Masa Remaja

Masa remaja, seperti masa sebelumnya ciri – ciri khusus yang

memberdakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah

(47)

31

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Masa ini dikatakan

penting karena semua perkembangan remaja memerlukan

penyesuaian mental,sikap,nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai masa peralihan. Periode peralihan dari masa

kanak – kanak menuju masa dewasa, dimana remaja meninggalkan

sifat kekanak – kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku yang

baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan pada masa

remaja akan meninggalkan emosi, perubahan fisik,minat dan peran

didalam kelompok sosial, perubahan minat dan perilaku, memiliki

sifat abivalen, menuntut kebebasan namun ragu atas kemampuan

bertanggungjawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Banyak perubahan yang

terjadi dalam diri remaja membuat sebagian remaja mengalami gagal

dalam penyesuaian diri dengan pola perilaku yang baru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini mereka

mulai mendambakan indentitas diri dan tidak puas lagi dengan

menjadi sama dengan teman – teman dalam segala hal.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan karena

adanya pandangan bahwa remaja itu masa yang negative, rawan dan

dianggap anak yang tidak memperhatikan kerapian, tidak dapat

bertanggung jawab dan dipercaya, cendrung merusak sehingga

(48)

32

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistic. Remaja selalu

mempunyai harapan dan berangan – angan yang tinggi namun belum

mengetahui dan mengenal kemampuannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Pada saat menjelang

dewasa, mereka merasa gelisah dan untuk meninggalkan umur

belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk memiliki pola

perilaku sebagai orang dewasa, mereka mulai berprilaku sebagai

status orang dewasa seperti meniru cara berpakaian, merokok dan

lain sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang

diinginkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, karateristik remaja adalah masa

yang sangat penting, peralihan perubahan, masa bermasalah, mencari

identitas, usia penuh ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang

kedewasaan.

5. Resiliensi Remaja

Remaja sebagai individu yang berapa pada masa peralihan

dimana terjadinya perubahan besar terhadap perkembangan aspek

fisik, psikososial dan kognitif.Remaja juga berada pada tahap

pencarian identitas diri yang rentan mengalami suatu kriris.

Remaja yang memiliki sumber-sumber resiliensi dalam diri

maupun lingkungan serta sumber-sumber tersebut saling menopang

(49)

33

mampun untuk menjadi resilien. Apabila remaja resilien maka

remaja dapat mengatasi resiko dan kesulitan tanpa memperoleh

dampak negatif dari bencana alam. Sumber pembentuk resiliensi

pada remaja antara lain I have (Aku punya), I Am (Aku ini), I can

(Aku dapat). Bila remaja hanya memiliki satu sumber, tidak saling

menopang dan berinteraksi, maka remaja tidak akan resilien. Remaja

tersebut tidak mampu menghadapi, mencegah, meminimalkan

bahkan menghilangkan dampa-dampak bencana alam.Dengan

demikian, melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan

gambaran resiliensi remaja korban bencana alam.

C. Bencana Alam

1. Pengertian Bencana Alam

Manusia pada umumnya memiliki naluri untuk mencari dan bebas

memilih tempat bermukiman di daerah yang aman dan dekat dengan

tempat mereka mencari nafkah.Kita tinggal di wilayah Indonesia, negeri

agraris yang terletak di daerah tropis dimana dikaruniai Tuhan dengan

kesuburan air yang melimpah. Namun di sisi lain keadaan geologi

Indonesia sangat unik, terletak di antara dua lempeng benua yang selalu

bergerak. Gempa tektonik, gempa vulkanik, gerakan tanah, dan banjir

merupakan pristiwa alam yang terjadi sebelum manusia menghuni dunia

ini. Hal ini berlandaskan konsep geologi secara universal yaitu “the

present is the key to the past” yang dapat diartikan bahwa kejadian saat

(50)

34

lampau seumur bumi ini.Pristiwa alam dikatakan sebagai bencana

apabila mengakibatkan korban harta benda, bahkan jiwa manusia.

Artinya, sejauh peristiwa alam tidak menimbulkan korban hal itu belum

dapat dikatakan sebagai bencana, namun semua peristiwa alam akan

menimbulkan dampak negatif yang merugikan manusia dan perlu segera

diantisipasi agar akibat negatif yang diderita oleh masyarakat tidak

berkepanjangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai

arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian

atau penderitaan. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana

adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu

yangmenyebabkanataumenimbulkankesusahan,kerugianatau penderitaan

2. Jenis – jenis Bencana Alam

a. Gempa Bumi, Gempa bumi merupakan hentakan asli dari bumi

yang bersumber didalam bumi dan merambat melalui

permukaan sehingga menembus bumi. Jenis – jenis gempa

(51)

35

b. Vulkanisme, Vulkanisme adalah gejala alam yang terjadi akibat

adanya aktivitas magma.

c. Tsunami berasal dari kata tsu dan name ( bahasa Jepang), yang

artinya gelombang menuju darat atau pelabuhan. Tsunami tidak

lain adalah gelombang balik akibat pergeseran lempeng yang

terjadi di laut.

d. Banjir, adalah pristiwa yang terjadi ketika aliran air yang

berlebihan merendam daratan.

e. Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu

daerah dalam masa berkepanjangan (beberapa bulan hingga

bertahun – tahun).

f. Angin Topanadalah pusaran angina kencang dengan kecepatan

angina 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah

tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah –

daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa.

g. Kebakaranadalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang

berlangsung dengan cepat dari satu bahan bakar yang disertai

dengan timbulnya api/penyalaan. Tiga unsur penting dalam

kebakaran antara lain : Bahan bakar dalam jumlah yang cukup.

h. Erosi /Abrasi proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang

laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya

(52)

36

ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai

tersebut.

3. Gangguan Psikologis Korban Bencana Alam

Bencana alam menimbulkan dampak baik secara fisik maupun

psikologis.Kehilangan harta benda dan kesedihan mendalam pastinya

dirasakan oleh korban bencana.Akan tetapi, kondisi penyikapan dari para

korban berbeda. Dampak psikologis ini akan mempengaruhi pikiran,

emosi, dan perilaku korban bencana. Pengaruh ini dapat berlangsung

dalam waktu singkat maupun lama, bahkan hingga seumur hidup.

Psiko dipahami sebagai jiwa, pikiran, emosi/perasaan dan

perilaku, hal – hal yang diyakini, sikap, presepsi, dan pemahaman akan

diri. Adapun sosial mengarah pada oranglain, tatanan, norma, nilai dan

aturan yang berlaku, system kekerabatan, dan religi dalam masyarakat

(Heni 2008)

Dampak dari bencana menyentuh semua aspek kehidupan

masyarakat.Salah satu perubahan besar yaitu kehilangan kehidupan yang

terartur. Keadaan kehilangan ini memaksa korban untuk beradaptasi

secara cepat dengan lingkungan baru dan memungkinkan munculnya

stress karena tekanan yang datang bertubi – tubi

Secara umum, stress adalah tekanan yang dirasakan oleh

seseorang akibat suatu situasi atau peristiwa, atau penjelasan lain,

sehingga terjadi kesenjangan (gap) antara keinginan dan kenyataan yang

(53)

37

menuntut, mengancam, atau adanya hambatan. Seseorang kemudian

menghindari siatuasi tersebut.

Stress terjadi karena adanya situasi di luar diri (eksternal) yang

berpotensi menimbulkan tekanan disebut dengan Stressor. Stress juga

dapat disebabkan oleh faktor lain dalam diri (internal) seperti proses

mental yaitu dengan adanya harapan yang terlalu tinggi pada korban

yang tidak tercapai sehingga stress dapat muncul.

Menurut Berwi 2015 dampak psikologis pada korban bencana

alam terbagi pada tiga tahap:

a. Tahap Tanggap Darurat

Tahap ini yaitu pada masa beberapa jam atau hari setelah

bencana. Dampak yang terlihat pada tahapan ini yaitu

numbing” atau mati rasa secara psikis, tertegun, linglung,

apatis dan tatapan mata kosong. Tidak lama kemudian, korban

akan mengalami perasaa takut yang sangat kuat, disertai dengan

ransangan fisiologis, jantung berdebar – berdebar, ketegangan

otot, nyeri otot, gangguan gastrointestinal, dan ketidakstabilan

emosi. Maka pada tahap ini korban bencana masih bingung

untuk memilih mengahadapi atau bahkan lari dari persoalan

yang dia hadapi.

b. Tahap Pemulihan

Pada tahap ini korban bencana telah berada pada

(54)

38

sudah mulai berkurang. Korban harus bisa meghadapi realita

yang ada dan optimis tentang masa depan yang dikenal dengan

fase “Honey moon”.Maka bisa di artikan pada tahap ini korban

mulai membuka pikirannya untuk memulai hal yang baru dan

bangkit dari keterpurukannya.

c. Tahap Rehabilitasi dan Rekontruksi

Fase ini sekitar satu tahun atau lebih setelah bencana.

Pada fase ini, sebagian besar korban bencana sudah sembuh

namun resiko lain dapat meningkatkan seperti bunuh diri,

kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan

minat dalam kegiatan, dan kesulitan berfikir logis, bahkan

hingga konflik internal dalam komunitas.

Dampak psikologis yang mungkin terjadi pada korban bencana

berdasarkan tingkatan usia :

1. Anak Pra Sekolah

Menurut Norris (dalam Berwi 2015 ) Anak – anak

korban bencana mengalami gangguang psikis seperti

mengompol, gigit jempol, mimpi buruk, mudah marah, temper

tantrum, hiperaktif, agresif, “Baby Talk” dan peningkatan

intensitas.

2. Anak Usia Sekolah

Menurut mandalakas (dalam Berwi 2015) Anak usia

(55)

39

keluhan somatic, dan gangguan tidur. Selain itu mereka juga

mengalami gangguan prestasi sekolah, menarik diri dari

pertemanan, apatis, dan enggan berteman.Kondisi traumatic

pasca bencana sangat memungkinkan terjadi pada mereka dan

pertengkaran sesame teman.

3. Anak Usia Remaja

Kondisi traumatik pada remaja menjadi mereka akan

menarik diri dari aktivitas sosial dan sekolah, menjadi anak

pemberontak, mengalami gangguan makan, tidur, dan

kurangnya konsentrasi. Hal yang paling ditakuti pada gangguan

psikologis yang terjadi pada usia remaja yaitu pelampiasan

traumatik pada penyalahgunaan alcohol ataupun seks bebas

4. Wanita

Kaum perempuan mengalami berbagai goncangan

psikologis akibat bencana seperti kehilangan rasa percaya diri,

khawatir yang berlebihan, gejala ketakutan berlebihan dan

trauma yang tinggi dari tekanan hidup yang bertubi-tubi. Situasi

setelah bencana terkadang menurunkan motivasi bagi

perempuan untuk mempertahankan hidup dan mereka pun akan

kembali mengalami traumatis untuk melakukan adaptasi

(56)

40 5. Lansia

Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan

fisik dan mental sehngga sulit untuk melakukan adaptasi

kembali setelah kejadian bencana.Kaum lansia juga telah

kehilangan peran sehingga merasa dirinya tidak berarti dan

tidak lagi sibutuhkan orang – orang sekitarnya.

4. Gunung Sinabung

Menurut Tjetjep (2011) di wilayah Indonesia terdapat sekitar 129

buah gunung berapi tersebut, sebanyak 13% terbentang dari pulau Sumatra

menyusuri pulau Jawa kemudan menyebrang ke Bali dan Nusa tenggara

hingga bagian timur Maluku dan berbelo kearah Sulawesi.Tipe gunung di

Indonesia disesuaikan dengan riwayat erupsinya. Tipe A yaitu gunung api

yang pernah meletus sejak tahun 1600 dan aktif sampai sekarang, tipe B

adalah yang mempunyai kawah dan memiliki lapangan solfatara atau

fumarole tetapi tidak diketahui erupsinya sejak tahun 1600, dan tipe C

adalah gunung api yang hanya mempunyai lapangan solfatara atau

fumarole saja dan tidak ada rekaman erupsi sejak tahun 1600.

Gunung Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Koordinat puncak Gunung Sinabung adalah 3ᵒ 10’ LU dan 98ᵒ 23’ BT

dengan ketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan disertai 4 kawah

yaitu (Kawah I,II,III, dan IV). Gunung bertipe strato ini terakhir meletus

(57)

41

gunung ini masuk ke dalam tipe B yang bersejarah erupsinya tidak

diketahui sejak tahun 1600.

Tabel 2.1

Sejarah Erupsi Gunung Sinabung

Keadaan sosial warga berubah drastis pasca erupsi Gunung

Sinabung. Sektor pertanian menjadi dampak terbesar yang mengakibatkan

warga beralih menjadi pekerja buruh lepas harian ( dalam bahasa Karo

disebut aron).Masyarakat setiap hari membuat pos jaga yang dilakukan

Tahun Erupsi

1600 Memuntahkan batu piroklastik serta aliran lahar yang mengalir kea rah selatan 1912 Aktivitas Solfatara terlihat di puncak dan lereng atas

2010 7 April – 27 Agustus

Beberapa kali erupsi yang diantaranya merupakan freatik. Status Gunung Sinabung berubah dari bertipe B menjadi A

7 September

Erupsi dengan lontaran sebu vulkanik hingga 5.000 meter ke udara dan suara erupsi terdengar hingga jarak 8KM

23 September

Aktivitas Gunung Sinabung menurun menjadikan status dari AWAS (level IV) ke SIAGA (level II)

7 Oktober

Status Gunung Sinabung kembali turun dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II) 2013 15 September pukul 02.51 WIB

Erupsi pada hari minggu dini hari masih terjadi hingga beberapa kali kemudian. Status gunung berada pada level III atau SIAGA

29 September

Status Gunung Sinabung diturunkan dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II) 3 November pukul 16.18 WIB

Erupsi mengeluarkan Debu Vulkanik setinggi 2.500 meter arah angina ke Barat. Radius 3 KM dari lokasi harus dikosongkan (4 Desa)

2014 3 Januari

Guguran lava pijar dan awan panas masih terus terjadi. Warga yang dievakuasi mencapai 20.000 orang. Status gunung turun menjadi SIAGA (level III)

29 Juni pukul 19.50 WIB

Gunung Sinabung mengeluarkan awan panas, dengan tinggi kolom erupsi setinggi 400 meter dan 4,5 meter kearah tenggara.

2015 September

Gunung Sinabung mengeluarkan 2 kali awan panas sejauh 3000 meter dan terjadi 56 Kali gempa Guguran, lama gempa 5-10 detik.

November 2015

Guguran lava pijar sejauh 2000 meter dan terjadi 12 kali gempa. 2016 September

Selama bulan September terjadi 101 gempa vulkanik dangkal Oktober

Gambar

Tabel 2.1 Sejarah Erupsi Gunung Sinabung
Tabel 3.1 Penentuan Skor Tiap Alternatif Jawaban
Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi
Tabel 3.3  Rincian item yang Valid dan Tidak Valid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

menghadapi situasi yang menekan seperti bencana. Resilience sangat penting bagi kehidupan korban bencana letusan gunung Sinabung di Kabupaten karo untuk tetap dapat

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi gunung

Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. 1) Sampah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat dan strategi hidup masyarakat pasca erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis jamur pelarut fosfat (JPF) hasil isolasi dari tanah Andisol di kecamatan Naman Teran kabupaten Karo yang terkena dampak erupsi

Respon Masyarakat Terhadap Program Pemulihan Tempat Tinggal Bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung Oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Di Desa