• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015 Tria Noviana

128114110 INTISARI

Hipertensi merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat di indonesia dengan prevalensi yang terus meningkat. Hipertensi menjadi faktor risiko untuk berbagai jenis penyakit sehingga pengobatan yang aman diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat prospektif dengan rancangan case series. Data diambil melalui catatan medis pasien rawat inap bangsal cempaka. Terdapat 17 pasein yang menjadi subjek penelitian dengan 90 kasus. Interaksi obat dikelompokkan sesuai mekanisme dan tingkat keparahan interaksi dan dievalusi dengan melihat tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.

Hasil penelitian menunjukkan 51 kasus menggunakan obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah captopril yaitu 45 kasus (88,2%) dalam terapi tunggal sedangkan kombinasi adalah antara captopril dengan amlodipin yaitu 4 kasus (66,7%). Terdapat 69 kasus (76,7%) memiliki interaksi obat dengan total 286 kejadian interaksi, 96 kejadian (33,6%) diantaranya melibatkan obat antihipertensi. Interaksi yang paling banyak adalah interaksi antara captopril dan furosemid yaitu 26 kejadian (27,1%), kategori interaksi yang paling banyak adalah ketegori signifikan yaitu 89 interaksi (92,7%), mekanisme interaksi yang paling banyak adalah farmakodinamik 27 kejadian (28,1%). Kejadian interaksi palig banyak adalah potensial yaitu 40 kejadian (41,7%).

(2)

INTERACTION EVALUATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS USAGE TO INPATIENT AT CEMPAKA WARDS PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL HOSPITAL IN AUGUST 2015 Tria Noviana

128114110 ABSTRACT

Hypertension is a medical problem in the Indonesia society with prevalence that increasing straightly. Hypertension are the risk factor for many diseases, so safety treatment hopefully can decrease count of patient morbidity and mortality of hypertension. This study aims to know about antihypertensive drug in Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul inpatient ward at august 2015, by reviewing the drug interaction.

This studies is prospective observasional descriptive studies with case

series contrivance. Data was taken from inpatient medical record of Cempaka ward.

There are 17 patient became subject, with 90 cases. The drug interaction divided by their mechanism and the interaction severity level and evaluated by seeing the sign and patient laboratory checkup result.

The result show that there are 51 cases using the antihypertensive drug. The most antihypertensive drug that used was captopril, there are 45 cases (88.2%) in single therapy, whereas there are 4 cases (66.7%) for the combination of captopril and amlodipine. There are 69 cases (76.7%) that have an interaction from total 286 interaction, including 96 cases (33.6%) involve the antihypertensive drug. Captopril and furosemide have the most widely interaction, there are 26 cases (27.1%), the most interaction category that happen are significant, there are 89 interaction (92.7%), the most mechanism that happen are pharmacodynamic, there are 27 cases (28.1%). The most interaction that happen are potential, there are 40 cases (41.7%).

(3)

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tria Noviana NIM: 128114110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tria Noviana NIM: 128114110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

Halaman Persembahan

Kala kamu berupaya membahagiakan orang lain

yang paling bahagia adalah dirimu sendiri

(Rinai Hujan)

Ku persembahkan untuk:

Lao Mu Tuhan yang penuh kasih, Buddha Maitreya penuntun hidupku

Kedua orang tua, kakak, Po dan keluarga yang ku cintai

Keluarga besar Sukhacitta Maitreya Yogyakarta

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien

Rawat Inap Di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015” sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung berupa moral, materiil, dan

spiritual. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul yeng telah memberikan ijin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Panembahan Senopati

Bantul

2. Pak Pur selaku kepala bangsal, seluruh perawat dan staff yang bertugas di

bangsal Cempaka atas segala bantuan yang diberikan selama proses

pengambilan data.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk terus membimbing dan

memberikan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt

selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran sehingga

(11)

viii

5. Papa dan Mama yang penulis cintai dan kasihi. Terimakasih atas segala kasih

sayang, perhatian dan motivasi yang diberikan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

6. K Ming dan C Acin sebagai kakak yang senantiasa memotivasi dan

memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman seperjuangan Wulan, Ira dan Mega yang senantiasa mengingatkan

untuk terus semangat dalam pengerjaan skripsi.

8. Seluruh keluarga besar Sukhacitta Maitreya Yogyakarta, sebagai keluarga

kedua penulis selama di Yogyakarta. Terimakasih atas kebersamaan dan

persaudaraan yang sudah terjalin, persaudaraan yang tidak dapat penulis

temukan di tempat lain.

9. Teman teman angkatan 2012 atas dinamika sukacita nya selama ini yang

memberikan penulis semangat untuk terus maju.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak

kekurangan sehingga penulis menerima kritik, saran dan masukan yang

membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi

banyak pihak.

Yogyakarta, Mei 2016

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian Penelitian ... 3

3. Manfaat ... 5

B. Tujuan ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

(13)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Hipertensi ... 6

1. Definisi ... 6

2. Etiologi ... 6

3. Patofisiologi ... 7

4. Klasifikasi Tekanan Darah ... 10

5. Manifestasi Klinis ... 10

6. Diagnosis ... 11

7. Komplikasi Hipertensi ... 12

B. Terapi Hipertensi ... 12

1. Terapi Non Farmakologi ... 13

2. Terapi Farmakologi ... 14

C. Interaksi Penggunaan Obat ... 20

1. Interaksi Farmakokinetik ... 20

2. Interaksi Farmakodinamik ... 22

3. Interaksi pada Obat Antihipertensi... 23

D. Keterangan Empiris ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional... 28

(14)

xi

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Instrumen Penelitian... 32

F. Lokasi Penelitian ... 32

G. Tatacara Penelitian ... 32

1. Analisis Situasi ... 33

2. Pengambilan Data ... 33

3. Analisis Data ... 33

H. Tatacara Analisis Hasil ... 34

I. Keterbatasan Dan Kelemahan Penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Karakteristik Pasien ... 36

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Lama Perawatan . 36 2. Distribusi Penyakit Penyerta dan Komplikasi ... 38

B. Profi Penggunaan Obat Antihipertensi... 40

C. Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi ... 6

Tabel II. Klasifikasi tekanan darah ... 10

Tabel III. Faktor Risiko Hipertensi ... 11

Tabel IV. Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi ... 14

Tabel V. Obat golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 15

Tabel VI. Obat golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 16

Tabel VII. Obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 16

Tabel VIII.Obat golongan Diuretik, dosis dan frekuensi penggunaannya ... 18

Tabel IX. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama perawatan pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 36

Tabel X. Klasifikasi penyakit penyerta dan komplikasi pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 38

(16)

xiii

Tabel XII. Profil penggunaan obat antihipertensi berdasarkan golongan obat yang

diterima pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan

Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 41

Tabel XIII. Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 42

Tabel XIV. Mekanisme dan Sifat Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal

Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 43

Tabel XV. Kejadian Interaksi Obat Berdasarkan Keparahan pada Pasien

Rawat Inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati

Bantul Periode Agustus 2015 ... 44

Tabel XVI. Efek dan Monitoring Kejadian Interaksi Obat Antihipertensi pada

Pasien Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati

Bantul Periode Agustus 2015 ... 47

Tabel XVII. Kejadian Interaksi Obat pada Pasien yang Menerima Obat

Antihipertensi di Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron ... 9

Gambar 2. Algoritma Terapi Hipertensi Menurut JNC 8 ... 19

Gambar 3. Skema Penelitian ... 30

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen pengambilan data rekam medis pasien rawat inap bangsal

Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus

2015 ... 57

Lampiran 2. Data Interaksi Obat pada Pasien Rawat Inap Bangsal Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 58

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta .. 86

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari BAdan Perncanaan Pembangunan Daerah

(BAPEDA) Kabupaten Bantul ... 87

(19)

xvi INTISARI

Hipertensi merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat di indonesia dengan prevalensi yang terus meningkat. Hipertensi menjadi faktor risiko untuk berbagai jenis penyakit sehingga pengobatan yang aman diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat prospektif dengan rancangan case series. Data diambil melalui catatan medis pasien rawat inap bangsal cempaka. Terdapat 17 pasein yang menjadi subjek penelitian dengan 90 kasus. Interaksi obat dikelompokkan sesuai mekanisme dan tingkat keparahan interaksi dan dievalusi dengan melihat tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.

Hasil penelitian menunjukkan 51 kasus menggunakan obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah captopril yaitu 45 kasus (88,2%) dalam terapi tunggal sedangkan kombinasi adalah antara captopril dengan amlodipin yaitu 4 kasus (66,7%). Terdapat 69 kasus (76,7%) memiliki interaksi obat dengan total 286 kejadian interaksi, 96 kejadian (33,6%) diantaranya melibatkan obat antihipertensi. Interaksi yang paling banyak adalah interaksi antara captopril dan furosemid yaitu 26 kejadian (27,1%), kategori interaksi yang paling banyak adalah ketegori signifikan yaitu 89 interaksi (92,7%), mekanisme interaksi yang paling banyak adalah farmakodinamik 27 kejadian (28,1%). Kejadian interaksi palig banyak adalah potensial yaitu 40 kejadian (41,7%).

(20)

xvii ABSTRACT

Hypertension is a medical problem in the Indonesia society with prevalence that increasing straightly. Hypertension are the risk factor for many diseases, so safety treatment hopefully can decrease count of patient morbidity and mortality of hypertension. This study aims to know about antihypertensive drug in Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul inpatient ward at august 2015, by reviewing the drug interaction.

This studies is prospective observasional descriptive studies with case

series contrivance. Data was taken from inpatient medical record of Cempaka ward.

There are 17 patient became subject, with 90 cases. The drug interaction divided by their mechanism and the interaction severity level and evaluated by seeing the sign and patient laboratory checkup result.

The result show that there are 51 cases using the antihypertensive drug. The most antihypertensive drug that used was captopril, there are 45 cases (88.2%) in single therapy, whereas there are 4 cases (66.7%) for the combination of captopril and amlodipine. There are 69 cases (76.7%) that have an interaction from total 286 interaction, including 96 cases (33.6%) involve the antihypertensive drug. Captopril and furosemide have the most widely interaction, there are 26 cases (27.1%), the most interaction category that happen are significant, there are 89 interaction (92.7%), the most mechanism that happen are pharmacodynamic, there are 27 cases (28.1%). The most interaction that happen are potential, there are 40 cases (41.7%).

(21)

1 BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Kalpan dan Weber, 2010). Peningkatan

tekanan darah merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner dan

iskemik serta stroke hemoragik. Tingkat tekanan darah telah terbukti positif dan

terus berhubungan dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Dalam

beberapa kelompok usia, risiko penyakit kardiovaskular dua kali lipat untuk setiap

kenaikan 20/10 mmHg tekanan darah, mulai dari 115/75 mmHg. Selain penyakit

jantung koroner dan stroke, komplikasi tekanan darah mengangkat termasuk gagal

jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan

gangguan penglihatan (World Health Organization, 2015).

Secara global, prevalensi peningkatan tekanan darah pada orang dewasa

berusia 25 tahun ke atas sekitar 40% pada tahun 2008. Faktor pertumbuhan

penduduk dan penuaan, jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol

meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar pada tahun 2008

(World Health Organization, 2013).

Berdasarkan data dari Riskesdas 2007 dan 2013, prevalensi hipertensi

meningkat dari 7,6% di tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Data juga

menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi hipertensi usia ≥ 18 tahun

tertinggi pada tahun 2013 adalah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian

disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9‰)

(22)

Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2010 kasus hipertensi di Provinsi

DIY mencapai 35,8 % diatas rata-rata seluruh Indonesia yang mencapai 31,7%.

Bersasarkan data dari seluruh RSUD di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit

kardiovaskuler seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit

CVD (cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian

pada tahun 2011 (Dinas Kesehatan DIY, 2013).

Laporan Sistem Informasi RSUD (SIRS) tahun 2013 menjelaskan bahwa

kunjungan rawat jalan di RSUD, khususnya RSUD Panembahan Senopati sudah

didominasi oleh penyakit tidak menular. Hal ini mempertegas kesimpulan bahwa

di Kabupaten Bantul telah terjadi transisi epidemiologi dengan semakin

menonjolnya penyakit-penyakit tidak menular khususnya penyakit hipertensi dan

pembuluh darah (cardiovascular disease). Penyakit hipertensi menjadi penyakit

terbanyak pertama dalam rawat inap maupun rawat jalan (Dinas Kesehatan

Kabupaten Bantul, 2014).

Berdasarkan alasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Evaluasi Intaraksi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Inap di

Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”.

Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati karena merupakan rumah

sakit rujukan di kabupaten Bantul, sedangkan pengambilan data dari pasien rawat

(23)

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apakah profil penggunaan obat antihipertensi yang diberikan pada

pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode

Agustus 2015?

b. Seperti apakah interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap

di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus

2015?

2. Keaslian Penelitian

Bedasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian dengan judul

“Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat antihipertensi pada Pasien Rawat Inap di

Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015”

belum pernah dilakukan.

Terdapat beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya

diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2007), dengan judul penelitian

“Profil Peresepan dan Evaluasi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien Geriatri

di Instalasi Rawat Inap RSUD Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005”. Perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam hal tempat, waktu, subjek

penelitian dan sifat penelitian serta kajian yang dicakup dimana penelitian Fitriani

mengkaji mengenai pola peresepan dan interaksi obat antihipertensi pada pasien

geriatri. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengambilan data,

(24)

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Ikawati, Djumini, dan Putu (2008),

dengan judul “Kajian keamanan Pemakaian Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia

Lanjut Instalasi Rawat Jalan RS DR Sardjito”.Perbedaan dengan penelitian yang

akan dilakukan yaitu waktu, tempat, subjek penelitian. Persamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam sifat penelitian yaitu prospektif dan cara

pengambilan data yaitu dengan mengambil rekam pengobatan pasien.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Pratama (2014), dengan judul “Studi

Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Desember Tahun 2013”.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada waktu, sifat penelitian

dimana dalam penelitian ini bersifat retrospektif sedangka penelitian yang akan

dilakukan bersifat prospektif, tempat subjek penelitian dimana dalam penelitian

Pratama (2014) subjek yang diambil yaitu pasien geriatri rawat jalan dan kajian

yang dibahas dimana dalam penelitian Pratama mengkaji mengenai pola peresepan

dan interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri. Persamaan dengan penelitian

yang akan diteliti yaitu pengambilan data diambil dari catatan rekam pengobatan

pasien.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Supraptia, Nilamsari, Hapsari,

Muzayana, dan Firdausi (2014), dengan judul penelitian “Permasalahan terkait

Obat Antihipertensi pada Pasien Usia Lanjut di Poli Geriatri RSUD Dr. Soetomo

Surabaya”. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada waktu,

tempat, subjek penelitian dimana dalam penelitian sebelumnya subjek yang diambil

(25)

adalah pasien rawat inap, dan kajian yang dibahas. Persamaan dengan penelitian

yang akan diteliti yaitu pengambilan data diambil dari catatan rekam pengobatan

pasien dan penelitian dikakukan dengan subjek pasien hipertensi geriatri.

3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

penggunaan obat antihipertensi di RSUD Panembahan Senopati Bantul termasuk

bangsal rawat inap Cempaka pada periode Agustus 2015. Evaluasi ini diharapkan

juga dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi penggunaan obat

antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan

Senopati periode Agustus 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien

rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembagan Senopati Bantul periode

Agustus 2015.

b. Mengetahui interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap

di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus

(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A.Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah adanya peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013).

2. Etiologi

Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) dan hipertensi

sekunder (non esensial). Hipertensi primer terjadi karena keturunan hal ini

menunjukkan faktor genetik berperan didalamnya. Pada hipertensi sekunder,

disfungsi renal akibat penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyebab yang

paling sering selain penyakit-penyakit komorbid dan penggunaan obat-obatan

tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik, 2006).

Tabel I. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

Penyakit Obat

Penyakit gagal ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH

Hiperaldosteronisme pimer Esterogen (pil KB kadar esterogen tinggi

Penyakit renovaskular NSAID, COX-2 inhibitor

Sindrom Cushing Fenilpropalamin dan analog

Pheochromocytoma Cyclosporin dan tacrolimus

Koarktasi aorta Eritropoetin

Penyakit tiroid atau paratiroid Sibutramin

(27)

Hipertensi dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi

sekunder) dan dapat disebabkan karena etiologi yang tidak spesifik (hipertensi

primer atau esensial). Kurang dari 10% hipertensi sekunder disebabkan oleh

penyakit gagal ginjal kronis (CKD) atau renovaskular (Wells, 2015). Renovaskular

merupakan penyakit pada parenkim ginjal seperti glomerulonephritis akut dan

menahun (Tambyong, 2000).

Kondisi lain yang mempengaruhi hipertensi sekunder adalah Chusing

syndrome disebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid akibat adanya penyakit

adrenal atau disfungsi hipofisis. Koarktasio aorta merupakaan keadaan terjadinya

konstriksi aorta pada tinggat ductus arteriosus, dengan peningkatan tekanan darah

di atas kosntriksi dan penurunan tekanan darah dibawah konstriksi.

Feokromositoma adalah tumor medulla adrenal yang mengakibatkan peningkatan

sekresi katekolamin adrenal. Aldosteronisme primer merupakan peningkatan

sekresi aldosteron akibat adanya tumor adrenal (Tambyong, 2000).

3. Patifisiologi

a. Sistem Renin-angiotensin Aldosteron (RAAS)

RAAS adalah sistem endogen kompleks yang terlibat dalam pengaturan

regulasi untuk mempertahankan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi

terutama diatur oleh ginjal. RAAS mengatur natrium, kalium, dan keseimbangan

cairan. Akibatnya, sistem ini secara signifikan mempengaruhi tonus pembuluh

darah dan aktivitas sistem saraf simpatik dan merupakan kontributor paling

(28)

Renin adalah enzim yang disimpan dalam sel juxtaglomerular, yang

terletak di arteriol aferen ginjal. Sekresi renin dimodulasi oleh beberapa faktor:

faktor intrarenal (misalnya, tekanan ginjal perfusi, katekolamin, angiotensin II),

dan faktor ekstrarenal (misalnya, natrium, klorida, dan kalium). Renin

disekresikan ketika terjadi penurunan natrium, klorida, tekanan arteri dan aliran

darah ginjal. Katekolamin meningkatkan pelepasan renin dengan merangsang

saraf simpatis pada arteriol aferen kemudian akan mengaktifkan sel

juxtaglomerular (Gray, 2005).

Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin

I dalam darah. Angiotensin I yang kemudian dikonversi menjadi angiotensin II

oleh angiotensin-converting enzyme (ACE). Setelah mengikat pada reseptor

tertentu (diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 atau AT2), angiotensin II

memberikan efek biologis di beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di otak,

ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini

penting untuk kardiovaskular dan fungsi ginjal. Reseptor AT2 terletak di

jaringan medulaadrenal, uterus, dan otak. Stimulasi reseptor AT2 tidak

mempengaruhi regulasi tekanan darah.

Angiotensin II dapat menyebabkan vasokonstriksi langsung, stimulasi

pengeluaran katekolamin dari medula adrenal, danpeningkatan aktivitas sistem

saraf simpatik. Angiotensin II juga merangsang sintesis aldosteron dari korteks

adrenal. Hal ini menyebabkan meningkatnya reabsorbsi natrium dan air yang

akibatnya terjadi peningkatan volume plasma, resistensi perifer total, dan

(29)

Gambar 1. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (Dipiro, 2008)

Selain menstimulasi sekresi aldosterone, Angiotensin II juga

meningkatkan sekresi hormone antidiuretic (ADH). ADH diproduksi di

hipotelamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume

urin. Peningkatan ADH maka sangat sedikit urine yang dikeluarkan tubuh

sehingga urin menjadi pekat dan memiliki osmolaritas yang tinggi. Hal ini

mengakibatkan penarikan cairan intraseluler ke ekstraseluler sehingga volume

darah meningkat dan tekanan darah meningkat (Gray, 2005).

b. Disfungsi endothelium

Endotelium pembuluh darah dan otot polos memiliki peran penting

dalammengatur regulasi tekanan darahyang dimediasi melalui zat vasoaktif yang

(30)

bradikinin) atau kelebihan zat vasokonstriksi (angiotensin II dan endothelin I)

dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi esensial, aterosklerosis, danpenyakit

kardiovaskular lainnya (Dipiro, 2008). Oksida nitrat merupakan vasodilator

yang diproduksi di endothelium, berfungsi melemaskan sel epitel pembuluh

darah. Pasien dengan hipertensimungkin memiliki kekurangan oksida nitrat,

yang mengakibatkan vasodilatasi yang tidak memadai (Gray, 2005).

4. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah pada populasi umum berdasarkan European

Society of Hypertension (ESH).

Tabel II. Klasifikasi tekanan darah

(European Society of Hypertension (ESH), 2013)

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

5. Manifestasi Klinis

Secara unum pasien hipertensi tidak memunculkan manifestasi klinis

yang khas. Pasien hipertensi akan terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah

memiliki faktor risiko tambahan tetapi kebanyakan asimptomatik (Direktorat Bina

(31)

Tabel III. Faktor Risiko Hipertensi (Dipiro, 2005)

Faktor Risiko

Umur ( ≥55 tahun untuk pria 65 tahun untuk perempuan )

diabetes mellitus

Dislipidemia (peningkatan low-density lipoprotein [ LDL ] kolesterol, kolesterol total atau trigliserida; rendah high-density lipoprotein [ HDL ] kolesterol )

Mikroalbuminuria

Riwayat keluarga penyakit jantung prematur

Obesitas ( indeks massa tubuh ≥ 30 kg / m2 )

aktivitas fisik

penggunaan tembakau

Pasien dengan hipertensi primer biasanya tidak menunjukkan gejala

namun pada pasien hipertensi sekunder pasien mungkin akan mengalami beberapa

kejadian seperti memiliki sakit kepala, berkeringat, takikardia dan palpitasi

(Walls,2015).

6. Diagnosis

Hipertensi sering dikenal dengan istilah “silent killer” karena pasien

dengan hipertensi primer biasanya tanpa gejala. Meningkatnya tekanan darah dalam

pemeriksaan merupakan tanda pemeriksaan fisik yang dapat dijumpai pada pasien

hipertensi. Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan berdasarkan satu kali

pengukuran tekanan darah. Diagnosis hipertensi dapat dilakukan jika dalam

minimal dua kali pengukuran tekanan darah yang dilakukan selama dua atau lebih

pertemuan klinis memberikan nilai rata-rata tekanan darah. Nilai rata-rata tekanan

datah kemudian digunakan untuk menetapkan diagnosis dan untuk

(32)

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan

nitrogen urea darah (BUN), serum kreatinin, nilai lipid puasa, glukosa darah puasa,

serum kalium, dan pemeriksaan urinalisis. Dapat juga dilakukan tes diagnostik

lainnya seperti 12-lead elektrokardiogram (untuk mendeteksi LVH) dan protein

C-reaktif (konsentrasi tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular)

(Dipiro, 2005).

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel

arteri dan mempercepat proses aterosklerosis. Komplikasi yang dapat terjadi pada

penderita hipertensi adalah rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak

dan pembuluh darah besar. Hipertensi juga menjadi faktor risiko utama untuk

penyakit serebrovaskular (stroke dan transient ischemic attack), penyakit arteri

koroner (infark miokard dan angina), gagal ginjal, demensia dan arterial fibralasi.

Pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan risiko untuk penyakit coroner,

stroke, penyakit arteri perifer dan gagal jantung (Dosh, 2001)

B.Terapi Hipertensi 1. Target Terapi Hipertensi

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan nilai mortilitas dan

morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortilitas dan morbiditas ini

berhubungan dengan kerusakan organ target (misalkan kejadian kardiovaskular

(33)

Komunitas dan Klinik, 2006). Target terapi hipertensi berdasarkan JNC 8 adalah

sebagai berikut:

a. Populasi umum usia ≥ 60 tahun: menurunkan tekanan darah sistolik menjadi

<150 mmHg dan diastolik menjadi <90 mmHg

b. Populasi umum berumur< 60 tahun, terapi dimulai ketika tekanan darah

diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah < 90

mmHg.

c. Populasi umum usia < 60 tahun, terapi dimulai ketika tekanan darah

sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah

sistolik menjadi < 140 mmHg

d. Populasi usia ≥ 18 tahun menderita penyakit ginjal kronik, terapi dimulai

ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah

sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.

e. Populasi usia 18 tahun yang menderita diabetes, terapi dimulai ketika

tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90 mmHg. Target

terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan

diastolik < 90 mmHg (James, 2014).

2. Terapi Non Farmakologi

Penderita hipertensi perlu melakukan perubahan dalam gaya hidup untuk

mengurangi perkembangan hipertensi. Beberapa modifikasi gaya hidup yang dapat

(34)

Tabel IV. Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi (Dipiro, 2008)

Modifikasi Rekomendasi

Perkiraan

Approaches to Stop Hypertension)

Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dan mengurangi lemak jenuh dan lemak total

8 – 14

Mengurangi asupan garam

Mengurangi asupan garam, idealnya mengkonsumsi≈65 mmol / hari (1,5 g /

hari natrium, atau 3,8 g / hari natrium klorida)

2 – 8

Aktivitas fisik Aerobik secara teratur (minimal 30 menit/hari, setiap hari dalam seminggu)

4 – 9

Mengatur asupan alkohol

Memkonsumsi untuk ≤ 2 kali/hari pada pria dan ≤ 1 kali/hari pada wanita

2 – 4

3. Terapi Farmakologi

Terdapat 4 golongan obat yang menjadi lini pertama dalam terapi

hipertensi golongan obat tersebut adalah Angiotensin-converting enzyme inhibitors

(ACEi), angiotensin II receptor blockers (ARB), calcium channel blockers (CCB),

Diuretik (Wells, 2015).

a. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)

ACE inhibitor merupakan pilihan obat lini pertama bekerja dengan

memblok konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE inhibitor adalah

suatu vasokonstriktor poten dan stimulator sekresi aldosteron. ACE inhibitor

juga menghambat degradasi dari bradikinin dan merangsang sintesis zat

vasodilatasi lainnya, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Dosis awal

(35)

inhibitor menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi kalium

serum, namun hiperkalemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan CKD

(Wells, 2015)

Tabel V. Obat golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi), dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Obat Dosis Penggunaan

(mg/hari)

b. Angiotensin II receptor blockers (ARB)

Angiotensin II yang dihasilkan oleh sistem renin angiotensin (yang

melibatkan ACE) dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti

chymases. ACE inhibitor memblokir hanya jalur renin-angiotensin, sedangkan

ARB memblok reseptor angiotensin II sehingga angiotensin II tidak dapat

berikatan dengan reseptornya (Wells, 2015) yaitu reseptor AT1 yang

(36)

Tabel VI. Obat golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), dosis dan frekuensi penggunaannya

Obat Dosis Penggunaan

(mg/hari)

c. Calcium channel blockers (CCB)

Tabel VII. Obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB), dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Golongan Obat

Dosis

Verapamil oral 100-400 1 (malam)

Calcium channel blockers (CCBs) penyebabkan relaksasi otot jantung

dan mengurangi sensitifitas kanal kalsium, sehingga mengurangi masuknya

kalsium yang ada di ekstraseluler ke dalam sel. Hal ini menyebabkan

vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah. Kanal kalsium non dihidropiridin

(37)

mungkin memiliki efek negative ionotropik. Dihidropiridin menyebabkan

peningkatan refleks baroreseptor yang dimediasi denyut jantung karena adanya

efek vasodilatasi perifer. (Wells, 2015)

d. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis

yang mengakibatkan turunya volume plasma turunnya cardiak output. Diuretik

thiazide adalah diuretik yang sering digunakan untuk sebagian besar pasien

hipertensi (Wells, 2015).

Diuretik thiazide bekerja pada segmen awal tubulus distal dengan

menghambat reabsorbsi NaCl (Suparsari, 2006) sehingga dapat menyebabkan

penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan akibatnya akan menurunkan

tekanan darah (Wells, 2015). Penggunaan diuretik tiazid pada pasien dengan

riwayat gout atau hiperglikemia memerlukan pemantauan (Dipiro, 2008) karena

dapat menghambat ekskrei urat oleh ginjal sehingga meningkatkan kasar asam

urat serta menghambat pelepasan insulin dari pankreas (Komala, 2008).

Diuretik loop bekerja pada segmen angsa henle asendens dengan

menghanbat reabsorbsi NaCl. Diuretik loop memiliki efek diuresis yang lebih

kuat dari diuretik thiazide namun bukan yang ideal jika digunakan untuk pasien

hipertensi kecuali untuk pasien hipertensi yang mengalami edema akibat CKD

yang dialami pasien ketika nilai GFR kurang dari 30 ml/menit/1, 732m2 (Dipiro,

2008) selain digunakan untuk pasien yang memiliki nilai GFR rendah, diuretik

loop digunakan juga untuk pasien yang mengalami kedaruratan hipertensi dan

(38)

Penggunaan diuretik loop perlu diperhatikan karena penggunaan dengan dosis

tinggi dapat menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan

menyebabkan ketulian (Suparsari, 2006).

Diuretik hemat kalium merupakan diuretik yang penggunaannya sering

dikombinasikan dengan diuretik lainnya yang akan membuang kalium (Wells,

2015). Diuretik hemat kalium bekerja dengan menurunkan reabsorbsi Na+

dengan memblok kanal Na+ sehingga potensial listrk epitel tubulus menurun

akibatnya sekresi K+ terhambat (Suparsari, 2006).

Spironolakton dan Eplerenon merupakan diuretik yang bekerja dengan

menurunkan reabsorbsi Na+ dengan mekanisme antagonis aldosterone sehingga

terjadi retensi Na+ (Suparsari 2006), Spironolakton memiliki kerja serupa

dengan diuretik hemat kalium (Chandranata, 2004).

Tabel VIII. Obat golongan Diuretik, dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Golongan Obat Range dosis

(mg/hari)

Frekuensi pemakaian

Diuretik tiazid

Klortalidon 12.5-25 1

Hidroklortiazid 12.5-25 1

Idapamide 12.5-25 1

Diuretik Hemat Kalium Amilorid 5-10 1 atau 2

Triamterin 50-100 1 atau 2

Antagonis Aldosteron Eplerenon 50-100 1 atau 2

(39)

Alogaritma terapi hipertensi menurut JNC 8

(40)

C. Interaksi Penggunaan Obat

Interaksi obat didefinisikan sebagai penggunaan dua atau lebih obat pada

waktu yang sama yang dapat memberikan efek masing-masing atau saling

berinteraksi. Interaksi yang terjadi dapat brsifat potensiasi atau antagonis satu obat

oleh obat lainnya atau dapat menumbulkan efek yang lainnya. Interaksi obat dapat

dibedakan menjadi interaksi yang bersifat farmakokinetik dan farmakodinamik

(Badan POM, 2015).

1. Interaksi Farmakokinetik

Studi farmakokinetik suatu obat meliputi tahapan absorbsi, distribusi,

metabolisme dan ekskresi obat. Suatu obat dinyatakan berinteraksi secara

farmakokinetik jika interaksi antara kedua obat mempengaruhi proses absorbs,

distribusi, metabolism dan ekskresi (Syamsudin, 2011). Karena terjadi perubahan

pada proses ADME maka interaksi ini akan mengurangi atau meningkatkan jumlah

obat yang tersedia dalam tubuh untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya

(BPOM, 2015).

a. Absorbsi

Interaksi yang mempengaruhi absobsi suatu obat terjadi melalui beberapa

mekanisme yaitu perubahan pH lambung, pembentukan kompleks, perubahan

motilitas gastrointestinal dan induksi atau inhibisi protein transfer. Absorbsi obat

ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah

parameter terkait formulasi obat sehingga penggunaan obat lain yang dapat

merubah pH akan mempengaruhi proses absorbsi. Sebagian besar obat akan

(41)

akan mempengaruhi proses absorbsi obat. Propantelin misalnya, menghambat

pengosongan lambung sehingga mengurangi penyerapan parasetamol (Stockley,

2008).

b. Distribusi

Penggunaan dua obat atau lebih secara bersamaan dapat mempengaruhi

proses distribusi obat dalam tubuh. Dua obat yang berikatan tinggi pada protein atau

albumin akan bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin dalam

plasma sehingga akan terjadi penurunan pada ikatan protein salah satu atau lebih

obat. Akibatnya banyak obat bebas dalam plasma yang bersirkulasi dan dapat

menyebabkan toksisitas. Obat yang tidak berikatan dengan plasma atau obat bebas

dapat mempengaruhi respon farmakologik (Stockley, 2008). Jika terdapat dua obat

yang berikatan tinggi pada protein dan harus dipakai bersamaan perlu dilakukan

penurunan dosis salah satu obat untuk menghindari terjadinya toksisitas.

c. Metabolisme dan Biotransformasi

Beberapa metabolisme obat terjadi dalam serum, ginjal, kulit dan usus,

tetapi paling banyak dilakukan oleh enzim yang ditemukan dalam membrane

retikulum endoplasma (Stockley, 2008). Suatu obat dapat meningkatkan

metabolisme obat lain dengan menginduksi enzim pemetabolisme dihati.

Metabolisme yang meningkat akan mempercepat proses eliminasi obat dan

menurunkan konsentrasi obat dalam plasma. Sehingga perlu diketahui apakah obat

yang digunakan adalah jenis obat aktif atau bukan, karena jika obat yang

(42)

sehingga metabolit yang dihasilkan semakin banyak karena metabolism meningkat

(Anugerah, 1996).

d. Ekskresi

Pada nilai pH tinggi (basa) obat-obat yang bersifat asam lemah (pKa 3–

7,5) sebagian besar ditemukan dalam molekul terionisasi lipid yang tidak dapat

berdifusi dalam sel tubulus sehingga akan tetap berada dalam urin dan dikeluarkan

dari tubuh dan sebaliknya untuk basa lemah dengan pKa 7,5-10,5. Dengan

demikian peubahan pH dapat meningkatkan/mengurangi jumlah obat dalam bentuk

terionisasi yang mempengaruhi hilangnya obat dari tubuh (Stockley, 2008).

2. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi obat farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat

yang bekerja pada system reseptor, tempat kerja atau system fisiologis yang sama

sehingga dapat menimbulkan efek yang aditif, sinergis atau antagonis tanpa

mempengaruhi kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Dalam interaksi

farmakodinamik tidak ada perubahan kadar obat dalam darah, namun terjadi

perubahan efek obat yang disebabkan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat

(Syamsudin, 2011)

a. Efek adisi atau aditif terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang sama

digabungkan yang menghasilkan jumlah efek tersendiri berdasarkan dosis yang

digunakan. Efek ini mungkin menguntungkan atau dapat juga merugikan,

(43)

b. Efek sinergis terjadi ketika penggunaan dua obat atau lebih dengan atau tanpa

efek yang sama digunakan bersamaan dan memiliki efek atau outcome yang

lebih besar dari komponen salah satu obat.

c. Efek antagonis merupakan interaksi yang terjadi dari penggunaan dua obat atau

lebih dengan atau tanpa efek yang sama sehingga menghasilkan efek yang lebih

rendah dari komponen masing masing (Syamsudin, 2011).

3. Interaksi pada Obat Antihipertensi

Untuk obat yang digunakan sebagai komponen dalam terapi kombinasi

atau penggunaan obat yang dapat menyebabkan interaksi yang dapat

mempengaruhi efikasi dan keamanan obat perlu dilakukan pemeriksaan terlebih

dahulu. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan hasil studi non klinis seperti

farmakokinetik, toksisitas dan farmakologinya, jika perlu studi klinis juga

dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan interaksi yang

terjadi dan keuntungan pada terapi yang diberikan kepada pasien.

d. Agiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)

Penggunaan awal obat penghambat ACE pada pasien yang sedang

menggunakan diuretik diberikan dengan hati hati. Antihipertensi dapat terjadi pada

pasien dengan penggunaan diuretik dois tinggi, diet rendah garam, dialisis atau

pasien dengan gagal ginjal. Fungsi ginjal sebaiknya selalu dipantau sebelum

ataupun selama pemberian terapi, dan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal

dosis diturunkan (Badan POM RI, 2008)

Penggunaan bersma dengan diuretik dapat meningkatkan efek

(44)

diinginkan, namun dosis yang diberikan harus disesuaikan terlebih dahulu. Salah

satu efek antihipertensi dari penghambat ACE adalah menstimulasi sintesis

vasodilator prostaglandin. Obat obat NSAIDs seperti aspirin dan salisilat

menghambat sintesis vasodilator prostaglandin sehingga penggunaan bersama

dengan penghambat ACE dapat mengurangi efek untuk menurunkan tekanan darah

(Mozayani, 2008).

e. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Golongan obat penghambat ACE bekerja dengan menghambat

angiotensing converting enzyme yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan senyawa vasokonstiktor.

Sedangkan ARB bekerja dengan manghambar reseptor angiotensin II. Kombinasi

antara penghambat ACE dan ARB dapat memperkuat efek antihipertensi karena

kedua golongan ini bekerja pada system RAAS (Syamsudin, 2011).

Penggunaan bersama penghambat ACE dengan ARB dapat meningkatkan

kadar litium sehingga perlu dilakukan pemantauan. Losartan adalah ARB yang

menunjukkan interaksi yang signifikan dengan CYP3A4 meskipun losartan

merupakan substrat dari CYP2C9. Obat lain yang bersifat menginduksi atau

menginhibisi jalur ini dapat meningkatkan atau menurunkan efektivitas losartan

sebagai obat yang bersifat antihipertensi. Meskipun berpotensi untuk menimbulkan

namun belum banyak interaksi obat yang secara klinis ditemukan pada pasien yang

(45)

f. Calcium Channel Blocker (CCB)

Penggunaan bersama CCB dengan obat golongan antidepresan depat

meningkatkan kadar obat antidepresan, dan dapat mengingkatkan efek

antihipertensi jika diberikan bersamaan dengan obat yang bekerja dengan

menghambat MAO (monoamine oksidase). Sedangkan penggunaan bersama

dengan diuretik dapat menigkatkan efek antihipertensi (Badan POM RI, 2008).

g. Diuretika

Penggunaan bersama diuretik dengan obat yang memiliki sifat

antihipertensi atau diuretik lain dapat memberikan efek aditif. Pada beberapa pasien

tertentu efek ini mungkin diinginkan namun perlu dilakukan penyesuaian dosis.

Selain itu penggunaan bersama diuretik dengan diuretik hemat kalium bertujuan

untuk menjaga kadar kalium dalam tubuh, sehingga diuretik hemat kalium biasanya

digunakan sebagai alternatif untuk suplemen kalium (Mozayani, 2008).

Pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat menurunkan kerja diuretik,

melalui penghambatan sintesis prostaglandin di ginjal. Pemberian bersamaan juga

meningkatkan risiko gagal ginjal akibat penurunan aliran darah ginjal, sehingga

perlu dilakukan pemantauan terhadap fungsi ginjal pasien (Mozayani, 2008).

Penggunaan bersamaan dengan allopurinol dapat meningkatkan risiko

hipersensitif terutama pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal.

Penggunaan bersama dengan agen antagonis kalsium seperti amlodipine dapat

meningkatkan efek antihipertensi (Badan POM RI, 2008).

Interaksi obat yang sering terjadi dan perlu diwaspadai adalah interaksi

(46)

(captopril). Furosemid menyebabkan penurunan volume darah yang bersirkulasi

karena efeknya untuk mengurangi cairan dalam tubuh. Oleh karena itu

keseimbangan air dan elektorlit dalam tubuh harus diperhatikan sebelum pemberian

bersamaan dengan vasodilator. Penggunaan bersama furosemid dengan prednison

dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar kalium yang cukup besar, sehingga

perlu diberikan suplemen kalium (Mozayani, 2008).

D. Keterangan Empiris

Angka prevalensi hipertensi baik di Indonesia maupun dunia cukup tinggi.

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan nilai mortilitas dan morbiditas yang

berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi pada umumnya terjadi dengan adanya

komplikasi dengan penyakit lain, sehingga pasien akan menggunakan lebih dari

satu jenis obat (polifarmasi). Polifarmasi mempunyai risiko untuk terjadinya drug

related problem yang dapat membahayakan pasien. Keamanan penggunaan obat

merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi. Evaluasi

keamanan penggunaan obat dikaji dari adanya kemungkinan interaksi obat.

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan menjamin pengobatan atau terapi yang

diterima pasien aman dan dapat mencapai target atau tujuan terapi.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai interaksi

penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD

(47)

27 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap

di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015

merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian case series yang

bersifat prospektif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan atau

mendeskripsikan suatu fenomena, kejadian, kondisi, fakta, dan lain-lain. Penelitian

observasional tidak membandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya dan

tidak memerlukan hipotesis, sehingga tidak perlu melakukan uji statistik (Swarjana,

2012).

Penelitian case series adalah penelitian yang terdiri dari sekelompok

pasien yang telah terdiagnosis dengan kondisi yang sama selama periode tertentu

dimana tidak terdapat kelompok pembanding. Case series menetapkan kasus

tunggal spesifik dan menjadikannya dalam satu laporan. Penelitian prospektif

merupakan salah satu penelitian yang mengikuti proses perjalanan penyakit

kedepan berdasarkan urutan waktu (Apparasu, 2015).

Pengambilan data pasien dilakukan dengan mengikuti perjalanan penyakit

kedepan dengan memantau kondisi pasien setiap hari berdasarkan lembar rekam

medis dan informasi hasil klarifikasi tenaga kesehatan lain yaitu perawat yang

(48)

B. Variable Penelitian Dan Definisi Opersional 1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini berupa hasil pemeriksaan laboratorium,

penggunaan obat antihipertensi dan kondisi pasien rawat inap di bangsal cempaka

RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

2. Definisi operasional

a. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah hasil pemeriksaan

hematologi, hitung jenis, fungsi hati, fungsi ginjal, glukosa sewaktu, dan

elektrolit. Hasil pemeriksaan laboratorium ini digunakan untuk melihat apakah

efek interaksi obat terjadi pada pasien.

b. Obat antihipertensi adalah obat-obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan

darah dan efeknya dapat terlihat melalui penurunan tekanan darah saat dilakukan

pengukuran yaitu golongan ACEi, ARB, CCB dan diuretik golongan tiazid (JNC

8, 2014).

c. Kondisi pasien yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda vital yang terdapat

dalam rekam medis meliputi suhu, tekanan darah, laju pernapasan dan denyut

nadi.

d. Evaluasi interaksi penggunaan obat dilakukan dengan membedakan interaksi

berdasarkan kriteria sifat interaksi meliputi minor, signifikan, serius dan

mekanisme interaksi meliputi interaksi farmakokinetik dan interaksi

(49)

e. Interaksi obat adalah kemungkin terjadinya interaksi antara obat antihipertensi

dengan obat lain yang digunakan pasien selama menjalani pengobatan di rumah

sakit berdasarkan Medscape (2015).

f. Interaksi minor adalah jika kemungkinan potensial interaksi kecil dan efek

interaksi yang terjadi tidak menimbulkan perubahan pada status klinis pasien.

g. Interaksi signifikan adalah kemungkinan potensial interaksi dan efek interaksi

yang terjadi mengakibatkan perubahan pada kondisi klinis pasien.

h. Interaksi serius adalah jika kemungkinan kejadian interaksi tinggi dan efek

samping interaksi yang terjadi dapat membahayakan nyawa pasien.

i. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang menyebabkan perubahan pada

proses absorbsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi dari suatu obat karena

pengaruh obat lain.

j. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang bekerja

pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologis yang sama sehingga

dapat menimbulkan efek yang aditif, sinergis, atau antagonis tanpa

mempengaruhi kadar obat dalam plasma.

k. Interaksi aktual adalah interaksi yang berdasarkan referensi menunjukkan

adanya interaksi obat dan interaksi tersebut terjadi pada pasien yang dilihat dari

kondisi klinis pasien berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan tanda

vital. Sedangkan interaksi potensial adalah interaksi yang berdasarkan referensi

menunjukkan adanya interaksi tetapi interaksi tersebut tidak terjadi pada pasien.

(50)

interaksi aktual atau potensial karena tidak terdapat hasil pemeriksaan

laboratorium sebagai indikator.

l. Komplikasi penyakit hipertensi yang dimaksud adalah gangguan pada jantung,

mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar, penyakit arteri koroner, gagal

ginjal, demensia dan arterial fibralasi.

m.Penyakit penyerta yang dimaksud adalah anemia, vertigo, pneumonia, bronkhitis

kronis, infeksi saluran kemih, dan GERD.

n. Kasus yang dimaksud adalah setiap hari rawat masing masing pasien selama

menjalani rawat inap. Kasus yang dievaluasi adalah setiap hari rawat subjek

penelitian.

C.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersama beberapa mahasiswa Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma yang secara garis besar bertujuan untuk

mengevaluasi penggunaan obat pada pasien terdiagnosa hipertensi dan diabetes

mellitus yang dirawat di instalasi rawat inap bangsal Cempaka dan Bakung RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015. Kajian penelitian ditunjukkan

dalam gambar 3.

Gambar 3. Skema Penelitian

(51)

D.Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015. Kriteria inklusi subjek adalah

pasien rawat inap di dibangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul yang

menerima terapi obat antihipertensi pada periode agustus 2015, dan masuk rumah

sakit melalui poli atau IGD. Kriteria eksklusi subjek adalah pasien yang

dipindahkan ke bangsal lain dan pasien yang menggunakan obat hipoglikemi.

Sebagai subjek wawancara adalah perawat yang sedang bertugas, wawancara

dilakukan untuk konfirmasi mengenai data rekam medis yang kurang lengkap atau

tidak dapat terbaca.

Penelitian di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul

selama bulan Agustus 2015 terdapat 19 responden yang menerima obat

antihipertensi. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi penelitian adalah

17 pasien. Terdapat 2 pasien yang dieksklusi.

Gambar 4. Skema subjek penelitian

62 pasien di bangsal Cempaka Periode Agustus 2015

19 pasien memenuhi kriteria inklusi

2 pasien dieksklusi

(52)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah blanko pengambilan data

yang terlampir dalam lampiran 1. Blanko pengambilan data mencakup data

identitas pasien (no. RM, nama, jenis kelamin, usia), tanggal masuk dan keluar

rumah sakit, anamese, diagnosis penyakit, hasil pengukuran tanda vital, hasil

pengukuran laboratorium, obat yang digunakan pasien saat di bangsal, status

pulang, obat yang dibawa pulang dan catatan rekomendasi untuk pasien.

Blanko pengambilan data disusun berdasarkan hasil studi pendahuluan

yang telah dilakukan sebelumnya. Isi blanko pengambilan data disesuaikan dengan

data yang diperlukan untuk penelitian ini.

F. Lokasi Penelitan

Penelitian tentang evaluasi penggunaan obat antihipertensi ini dilakukan

di ruang rawat inap bangsal Cempaka, ruang rekam medis, dan ruang instalasi

farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul. RSUD

Panembahan Senopati Bantul terletak di jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Bantul,

Yogyakarta.

G.Tatacara Penelitian

Penelitian tentang evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada

pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul meliputi

(53)

1. Analisis Situasi

Tahap analisis situasi dimulai dengan mengidentifikasi obat antihipertensi

yang digunakan di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Kemudian diperoleh ijin penelitian dari kantor gubernur DIY, Bappeda Bantul, dan

RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Sebelum memulai penelitian di RSUD Panembahan Senopati, dilakukan

penelusuran informasi dan pembuatan instrument penelitian. Penelusuran informasi

dilakukan dengan wawancara terhadap apoteker untuk mengetahui formularium

yang digunakan di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Setelah perijinan dan instrument penelitian selesai selanjutnya adalah menemui

kepala bangsal cempaka dan memperkenalkan diri serta didapatkan informasi

mengenai jam efektif penggambilan data agar tidak mengganggu pekerjaan petugas

kesehatan lainnya.

2. Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti perkembangan pasien

melalui rekam medis pasien yang ada di bangsal cempaka RSUD Panembahan

Senopati Bantul. Data yang dikumpulkan dalam instrumen penelitian sebagai data

sekunder. Sedangkan data primer diperoleh ketika melakukan konfirmasi data

sekunder kepada perawat yang sedang berjaga di bangsal cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

3. Analisis data

Data pengobatan pasien rawat inap di bangsal Cempaka periode agustus

(54)

pasien. Hasil temuan yang berkaitan dengan interaksi pada pengobatan

dikonfirmasi ke apoteker di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Setiap obat

dievaluasi kemungkinan interaksi yang terjadi dengan melihat kondisi klinis pasien

serta data hasil laboratorium yang ada. Hasil evaluasi disajikan dalam bentuk tabel.

Data yang diperoleh kemudian dievaluasi untuk melihat keamanan pengobatan

meliputi kajian interaksi obat. Evaluasi interaksi obat dilakukan berdasakan

Medscape (2015).

H. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mengelompokkan data

berdasarkan:

1. Golongan obat antihipertensi yang digunakan pasien yaitu golongan Diuretik,

Angiotensin converting enzyme inhibitor, Angiotensin II receptor blocker,

Calcium Channel blocker.

2. Menyajikan hasil evaluasi keamanan yang berupa temuan interaksi obat

antihipertensi dalam bentuk tabel.

I. Keterbatasan Dan Kelemahan Penelitian

Penelitian dengan topik evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi

hanya mengkaji interaksi obat yang mungkin dapat terjadi pada pasien sedangkan

evaluasi efek samping obat tidak dapat dilakukan karena peneliti tidak bertemu

langsung dengan pasien sehingga evaluasi efek samping sulit untuk dilakukan.

Dengan demikian penelitian ini tidak dapat memberikan gambaran secara

keseluruhan evaluasi keamanan penggunaan obat antihipertensi yang diterima

(55)

sehingga dalam proses pengambilan data mangalami kesulitan ketika terdapat data

yang memerlukan konfirmasi ke perawat atau apoteker dibagian rawat inap.

Kejadian interaksi pada pasien ditentukan berdasarkan hasil laboratorium

dan pemeriksaan tanda vital, sehingga adanya penyakit penyerta dan komplikasi

dapat mempengaruhi penilaian kejadian interaksi pada pasien. Oleh karena itu

kejadian interaksi yang ditemukan pada penelitian ini tidak dapat digambarkan

dengan jelas apakah merupakan kejadian akibat interaksi obat yang terjadi pada

pasien. Selain itu tidak dilakukan penelusuran terkait riwayat pengobatan

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam tiga

bagian yaitu karakteristik pasien, profil penggunaan obat antihipertensi, evaluasi

tentang interaksi penggunaan obat antihipertensi yang diberikan kepada pasien

rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode

Agustus 2015.

A.Karakteristik Pasien

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Lama Perawatan

Tabel IX. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama perawatan pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

Karakteristik Jumlah pasien (%) Kasus (%)

Jenis Kelamin

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil pengambilan data diperoleh 17 dari 19 pasien yang

menjadi subjek penelitian. Pasien berjenis kelamin wanita berjumlah 12 orang dan

5 orang pasien berjenis kelamin pria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien

yang menerima terapi obat antihipertensi di bangsal cempaka RSUD Panembahan

(57)

Temuan hipertensi pada wanita lebih basar daripada pria, hal ini sama

dengan penelitian yang dilakukan Irza (2009) di sumatera barat bahwa kejadian

hipertensi lebih banyak ditemukan pada wanita (66,7%) daripada pria (33,3%).

Kejadian hipertensi pada wanita dengan usia > 45 tahun lebih besar dibandingkan

pada pria (Dipiro, 2008). Hipertensi lebih banyak ditemukan pada wanita karena

pengaruh hormone esterogen. Wanita pasca menopause memiliki esterogen yang

lebih sedikit sehingga efek penurunan LDL di hati oleh esterogen menurun. Hal ini

menyebabkan terjadinya atheroskerosis yang merupakan factor risiko hipertensi

b. Karakteristik berdasarkan usia

Usia pasien dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu ≤ 44 tahun, 45 –

64 tahun, dan ≥ 65 tahun. Berdasarkan data rekam medis diketahui bahwa kelompok

usia yang mendapatkan terapi obat antihipertensi di bangsal cempaka RSUD

Panembahan Senopati periode Agustus 2015 paling banyak adalah usia ≥ 65 tahun

yaitu 11 pasien (64,71%).

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa hipertensi banyak ditemukan

pada usia ≥ 65 tahun, hal ini terjadi karena seiring berjalannya usia fungsi fisiologis

seseorang akan menurun. Pasien dengan usia lanjut akan terjadi penurunan

elastisitas pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi lebih kaku. Kekakuan

pada pembuluh darah menyebabkan beban jantung untuk memompa darah

(58)

c. Karakteristik berdasarkan lama perawatan

Lama perawatan pasien di rumah sakit adalah 2 hari untuk batas bawah

dan 11 hari untuk batas atas. Lama perawatan pada pasien yang menerima obat

antihipertensi di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode

Agustus 2015 dibagi dalam 2 kategori seperti dalam tabel IX. Lama perawatan yang

paling banyak adalah 2 – 6 hari yaitu 13 pasien (76,5%).

2. Distribusi Penyakit Penyerta dan Komplikasi

Tabel X. Klasifikasi penyakit penyerta dan komplikasi pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

Klasifikasi Jenis

Jumlah

Gagal Jantung Kongestif 3 (17,7) 17 (18,9)

Stroke 2 (11,7) 13 (14,4)

Gagal Jantung Kongestif + Bronkitis

Kronis 1 (5,9) 3 (3,3)

Gagal Jantung Kongestif + ISK + GERD 1 (5,9) 4 (4,4)

Total 17 (100,0) 90 (100,0)

n = 17 Pasien, 90 Kasus

Hipertensi jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya bebagai

komplikasi yang dapat memperburuk keadaan pasien. Hasil pengelompokan pasien

terdapat 9 pasien (41,2%) dengan komplikasi, 5 pasien (29,4%) dengan penyakit

penyerta, 3 pasien (17,6%) dengan komplikasi dan penyakit penyerta. Berdasarkan

Gambar

Tabel XIV. Mekanisme dan Sifat Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal
Gambar 1.    Sistem Renin Angiotensin Aldosteron ..............................................
Tabel I. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi  (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)
Gambar 1. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (Dipiro, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 dan Penjelasannya, permohonan pengangkatan anak di pengadilan agama selain dilakukan oleh

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan mangrove yang terjadi di kawasan pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak

Penerapan kurikulum demikian membutuhkan tenaga pendidikan bermutu dalam jumlah yang cukup, sumber dana dan sarana, lingkungan serta fasilitas pendidikan termasuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah apa saja yang telah diterapkan oleh PT.Kusumahadi Santosa untuk menekan jumlah kerusakan kain cotton dan rayon, apakah

[r]

Discussions frequently involve software development tools and processes, comparisons of commercial real-time operating systems, and suggestions for processor selection