ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI PALA (Myristicae semen) TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOZOA
PADA MENCIT GALUR Swiss Webster
Analia Sandjaja, 2007, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr.,M.Kes Pembimbing II : Kartika Dewi,dr.,M.Kes
Pilihan kontrasepsi yang terbatas menyebabkan kurangnya partisipasi laki-laki dalam program Keluarga Berencana. Tumbuhan obat merupakan pilihan dalam pengembangan kontrasepsi yang efektif dan aman. Pala merupakan tumbuhan obat untuk kontrasepsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa.
Penelitian menggunakan metode prospektif eksperimental laboratorium sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang komparatif. Hewan coba yaitu 24 ekor mencit jantan yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan (n=6) kemudian diberi Ekstrak Etanol Biji Pala (EEBP) dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB, dan kontrol (Na CMC 1%). Setelah 15 hari mencit dikorbankan dan dibuat suspensi spermatozoa dari kauda epididimisnya. Data yang diamati adalah jumlah spermatozoa (ekor/mm3) dan viabilitas spermatozoa (%). Analisis data secara statistik menggunakan uji ANAVA Satu Arah dilanjutkan dengan uji beda rata-rata metode Tukey HSD dengan α = 0.05.
Hasil penelitian membuktikan jumlah spermatozoa pada dosis 125mg/kgBB berbeda signifikan dengan kelompok kontrol (p=0.046), dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB berbeda sangat signifikan dengan kelompok kontrol (p=0.003) dan (p=0.000) Viabilitas spermatozoa pada dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, dan 500 mg/kgBB berbeda sangat signifikan dengan kelompok kontrol (p=0.004), (p=0.000), dan (p=0.000).
Kesimpulan penelitian adalah ekstrak etanol biji pala menurunkan jumlah dan viabilitas spermatozoa.
Universitas Kristen Maranatha v ABSTRACT
THE EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF NUTMEG SEED (Myristicae semen) ON SPERM COUNT AND VIABILITY OF
Swiss Webster MICE
Analia Sandjaja, 2007, 1st Tutor : Sugiarto Puradisastra, dr.,M.Kes 2nd Tutor : Kartika Dewi,dr.,M.Kes seed (Myristicae semen) on sperm count and viability.
This experiment is based on the real experimental perspective method using Random Complete Design with comparative characteristic. Twenty four male mice of Swiss Webster strain were divided into four groups (n=6). The treated groups were administered with ethanolic extract of nutmeg seed (EENS), 125 mg/kgBW, 250 mg/kgBW, and 500 mg/kgBW orally. The control group was administered with 1% of Na CMC solution. After 15 days, the mice were sacrificed, the cauda epididymis were taken to make sperm suspension. Sperm count per mm3 suspension and sperm viability (%) were observed. Data was analyzed using oneway ANOVA, followed with Tukey HSD test with α = 0.05.
The result shows that sperm count at 125 mg/kgBW of EENS is significantly different with the control group (p=0.046), at 250 mg/kgBW and 500 mg/kgBW are very significantly different (p=0.003) and (p=0.000). Sperm viability at 125 mg/kgBW, 250 mg/kgBW, and 500 mg/kgBW are very significantly different with the control group (p=0.004), (p=0.000), and (p=0.000).
The conclusion is ethanolic extract of nutmeg seed reduces sperm count and viability.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ... 4
1.3.1 Maksud Penelitian ... 4
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ... 4
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 5
1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 5
Universitas Kristen Maranatha vii
1.7.1 Lokasi ... 6
1.7.2 Waktu ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Reproduksi Laki-laki ... 7
2.3 Pala (Myristica fragrans Houtt.) ... 28
2.3.1 Taksonomi ... 28
2.3.2 Karakteristik Tanaman ... 29
2.3.3 Komposisi Kimia Biji Pala ... 30
2.3.4 Mekanisme Kerja ... 31
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 36
3.1.1 Alat-alat Penelitian ... 36
3.1.2 Bahan-bahan Penelitian ... 37
3.2 Persiapan Penelitian ... 37
3.2.1 Hewan Percobaan ... 37
3.2.2 Bahan Uji ... 37
3.3 Metode Penelitian ... 38
3.3.1 Metode Penarikan Sampel ... 38
3.3.2 Variabel Penelitian ... 38
3.3.3 Prosedur Penelitian ... 39
3.3.3.1 Prosedur Penghitungan Jumlah Spermatozoa ... 40
3.3.3.2 Prosedur Penghitungan Viabilitas Spermatozoa ... 40
3.4 Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan ... 42
4.1.1 Jumlah Spermatozoa ... 42
4.1.2 Viabilitas Spermatozoa ... 47
Universitas Kristen Maranatha ix
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN ... 60
RIWAYAT HIDUP ... 70
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Jumlah Spermatozoa Mencit (ekor/mm3) ... 42
Tabel 4.2 ANAVA Satu Arah Jumlah Spermatozoa ... 43
Tabel 4.3 Uji Beda Rata-rata Tukey HSD Jumlah Spermatozoa ... 44
Tabel 4.4 Viabilitas Spermatozoa Mencit (%) ... 47
Tabel 4.5 ANAVA Satu Arah Viabilitas Spermatozoa ... 48
Universitas Kristen Maranatha xi DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Organ Reproduksi Laki-laki ... 7
Gambar 2.2 Testis ... 8
Gambar 2.3 Spermatogenesis ... 13
Gambar 2.4 Morfologi Spermatozoa ... 17
Gambar 2.5 Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Gonad ... 19
Gambar 2.6 Target Kontrasepsi Laki-laki ... 26
Gambar 2.7 Buah Pala ... 30
Gambar 2.8 Biji Pala ... 31
Gambar 2.9 Myristicin ... 32
Gambar 2.10 Eugenol ... 33
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Universitas Kristen Maranatha xiii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Pala ... 60
LAMPIRAN 2 Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Biji Pala ... 61
LAMPIRAN 3 Analisis Data ... 63
LAMPIRAN 1
PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BIJI PALA
Biji pala diperoleh dari Bogor karena dari penelitian yang dilakukan oleh jurusan Farmasi FMIPA ITB dengan menggunakan destilasi uap diketahui bahwa biji pala yang berasal dari Bogor menghasilkan 0,43% minyak atsiri, 2,23% minyak lemak, sedangkan yang dari Bandung menghasilkan 0,45% minyak atsiri dan 2,72% minyak lemak (Depkes RI, 1989). Saat itu pohon pala di Bandung sedang tidak berbuah. Biji-biji pala yang dipilih yang sudah tua dan kering dengan berat awal 1050 gram, kemudian dibuka cangkangnya dan diperoleh berat cangkang 423 gram dan biji 627 gram. Biji pala yang sudah digiling atau diserbuk seberat 620 gram kemudian dimasukkan ke dalam wadah simplisia di mesin ekstraktor. Serbuk pala lalu direndam dengan etanol 95% dengan perbandingan 1 : 5 berat per volume pada suhu 500C. Proses dilakukan dengan kontinu sehingga semua senyawa dalam simplisia telah terekstrasi sempurna selama 4 jam. Campuran kemudian diperas dan diperoleh ekstrak etanol pala cair sebanyak 3,5 liter.
Ekstrak cair tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam lemari pengering selama 40 jam dengan suhu 400C hingga diperoleh ekstrak yang hampir kering, karena ekstrak pala tetap masih berminyak, tetapi sudah berbentuk padatan sebanyak 122 gram. Ekstrak lalu digiling sampai halus seperti granul.
Universitas Kristen Maranatha 61
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN DOSIS EKSTRAK ETANOL BIJI PALA
Dari 620 gram biji pala diperoleh 122 gram ekstrak etanol biji pala
Dosis biji pala yang berefek terhadap testis mencit berkisar antara 100 mg/kgBB – 500 mg/kgBB (Olaleye, Akinmoladun, Akindahunsi, 2006).
Dosis ekstrak etanol biji pala yang digunakan : Ekstrak etanol biji pala 1 = EEBP 1 = 125 mg/kgBB Ekstrak etanol biji pala 2 = EEBP 2 = 250 mg/kgBB Ekstrak etanol biji pala 3 = EEBP 3 = 500 mg/kgBB
Berat badan rata-rata mencit = 21,38875 gram
Untuk dosis 500 mg/kgBB = 500 10,694375 1000
Volume lambung mencit = 0,5 ml
Dalam 0,5 ml terdapat 10,694375 mg ekstrak etanol biji pala
Volume larutan yang diperlukan untuk 24 mencit = 24 × 0,5 ml = 12 ml
Untuk mengantisipasi kesalahan dalam percobaan maka volume larutan yang
62
Pelarut yang digunakan adalah NaCMC 1%
Na CMC 1% = 1 gram / 100 ml
Untuk larutan 20 ml diperlukan bubuk NaCMC sebanyak = 1 100
20
× gram = 0,2 gram
Ekstrak etanol biji pala dihaluskan sambil ditambahkan bubuk NaCMC dan 20 ml
aquadest untuk membuat larutan ekstrak etanol biji pala dosis 500 mg/kgBB (larutan
EEBP3) yang sudah siap diberikan pada mencit.
Untuk dosis 250mg/kgBB dan 125 mg/kgBB maka dilakukan pengenceran dengan
menambahkan larutan Na CMC 1% sampai dicapai dosis yang diharapkan.
Dosis 250 mg/kgBB :
Pengenceran yang dibutuhkan = 2×
Larutan EEBP 3 diambil 3 ml kemudian ditambahkan larutan NaCMC 1 % sebanyak
3 ml.
Dosis 125 mg/kgBB :
Pengenceran yang dibutuhkan = 4×
Larutan EEBP 3 diambil 2 ml kemudian ditambahkan larutan NaCMC 1% sebanyak
Universitas Kristen Maranatha
6 9550000.0 2357881.995 962601.29 7075554.600 12024445.40 7065000 13447500
6 7635000.0 2893666.791 1181334.5 4598282.939 10671717.06 3817500 10890000
6 5600000.0 1154957.791 471509.54 4387946.131 6812053.869 4335000 7200000
6 13910000 3619480.626 1477646.8 10111588.03 17708411.97 10492500 20677500 24 9173750.0 4000629.434 816625.06 7484432.347 10863067.65 3817500 20677500 EEBP 1
EEBP 2
EEBP 3
Kontrol Total
64
Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
Universitas Kristen Maranatha
6 33.0000 9.03327 3.68782 23.5202 42.4798 17.00 42.00
6 25.8333 11.01665 4.49753 14.2721 37.3946 11.00 39.00
6 19.6667 13.20480 5.39084 5.8091 33.5243 3.00 35.00
6 55.8333 4.56800 1.86488 51.0395 60.6272 49.00 62.00
24 33.5833 16.79264 3.42778 26.4924 40.6742 3.00 62.00
EEBP 1
EEBP 2
EEBP 3
Kontrol
Total
66
Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
Universitas Kristen Maranatha
67
LAMPIRAN 4
FOTO-FOTO PENELITIAN
Alat dan Bahan
68
Pemberian Ekstrak Etanol Biji Pala pada Hewan Coba
Universitas Kristen Maranatha
69
Jumlah Spermatozoa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi penduduk dunia telah berlipat ganda jumlahnya dalam kurun waktu 40
tahun terakhir ini dan mencapai 6 milyar penduduk pada tahun 1999. Walaupun
angka fertilitas total menurun, diperkirakan jumlah penduduk dunia dapat bertambah
3 milyar penduduk dalam waktu setengah abad mendatang (Grimes, et al., 2000).
Pertumbuhan penduduk yang cepat di negara berkembang menyebabkan semakin
terbatasnya sumber daya esensial dan menekan pertumbuhan ekonomi. Indonesia
sebagai negara berkembang juga mengalami permasalahan serupa. Dari hasil Sensus
Penduduk tahun 2000 diperoleh data jumlah penduduk Indonesia yang tersebar di
berbagai wilayah administrasi adalah 206.264.595 orang (Badan Pusat Statistik,
2002). Para pakar masalah kependudukan memperkirakan jumlah penduduk
Indonesia akan terus bertambah hingga mencapai jumlah sekitar 298 juta jiwa pada
tahun 2050 sebelum akhirnya akan terjadi keseimbangan antara jumlah yang lahir dan
jumlah yang meninggal yang disebut penduduk tanpa pertumbuhan. Pada saat ini,
menurut data di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah
penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 220 juta orang. Tingkat pertumbuhannya
sekitar 1,48% per tahun dan angka fertilitas total (total fertility rate) sebesar 2,6‰
(BKKBN, 2005).
Penurunan angka fertilitas total secara global dalam kurun waktu 50 tahun terakhir
ini dipengaruhi oleh adanya program keluarga berencana di seluruh dunia. Pada tahun
1960 hanya 15% pasangan di negara berkembang yang menggunakan kontrasepsi
Universitas Kristen Maranatha
2
Pilar penting dalam program Keluarga Berencana adalah kontrasepsi. Akseptor
kontrasepsi yang lebih dikenal dengan istilah akseptor KB kebanyakan adalah
perempuan. Hal tersebut diduga kuat berhubungan dengan masyarakat Indonesia
yang sebagian besar menganut pola paternalistik, di mana laki-laki lebih berkuasa dan
kebanyakan dari laki-laki menginginkan istrinya saja yang menggunakan kontrasepsi
dan kurangnya sosialisasi KB pada laki serta terbatasnya pilihan kontrasepsi
laki-laki. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 ada
sekitar 27 juta akseptor KB, 90 persen diantaranya adalah perempuan, sementara
partisipasi laki-laki hanya sekitar 1,3 %. Hasil Survei Mini BKKBN menunjukkan
kesertaan laki-laki dalam ber-KB semakin menurun yaitu 1,1 % tahun 2004, turun
menjadi 0,9 % pada tahun 2005 (GEMA PRIA BKKBN, 2006).
Alat kontrasepsi yang digunakan untuk mengendalikan jumlah penduduk antara
lain alat mekanik contohnya diafragma, kondom, IUD, alat fisiologik contohnya pil
oral, dan pembedahan contohnya tubektomi dan vasektomi. Kontrasepsi pada
laki-laki terutama dengan agen antispermatogenik yang menekan produksi sperma,
penghambat maturasi sperma, penghambat transpor sperma melalui vas deferens, dan
pencegahan penempatan sperma (pada saluran reproduksi perempuan) (Sharma,
Rajalakshmi, Jeyaraj, 2001).
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati kedua terbesar di dunia setelah hutan
hujan Amazon. Kekayaan alam ini menyebabkan tumbuhan obat di Indonesia
beragam dan digunakan sebagai pilihan utama masyarakat tradisional dalam
mengatasi berbagai penyakit (Elfahmi, 2006). Penggunaan jamu atau tumbuhan obat
sebagai kontrasepsi telah lama dikenal masyarakat Indonesia (M.Wien Winarno dan
Dian Sundari, 1997).
Dari beberapa pustaka, tercatat 74 tanaman yang secara empiris digunakan oleh
masyarakat di beberapa daerah untuk kontrasepsi tradisional. Pala (Myristica
fragrans Houtt.) adalah salah satu tanaman yang digunakan untuk kontrasepsi
(M.Wien Winarno dan Dian Sundari, 1997; Unny, Chauhan, Joshi, Dobhal, Gupta,
3
Pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Malaise Archipel, yaitu
gugusan kepulauan Banda dan Maluku yang kemudian menyebar ke pulau-pulau
lainnya (Departemen Pertanian Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya, 1986).
Bagian tanaman pala yang sering digunakan adalah bijinya, walaupun
bagian-bagian lain juga digunakan. Biji pala (Myristicae semen) mengandung minyak atsiri
sampai 13% (Bruneton, 1999).
Percobaan yang pernah dilakukan dengan menggunakan ekstrak air biji pala
membuktikan bahwa pala dapat menurunkan jumlah spermatozoa sehingga dapat
menyebabkan infertilitas pada laki-laki (Olaleye, Akinmoladun, Akindahunsi, 2006).
Berdasarkan kenyataan tersebut tanaman pala diduga dapat menyebabkan
infertilitas, namun pengaruh ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap
jumlah dan persentase spermatozoa hidup (viabilitas spermatozoa) belum terungkap
dengan jelas, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
ekstrak etanol biji pala terhadap jumlah dan persentase spermatozoa hidup (viabilitas
spermatozoa) pada mencit.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) menurunkan jumlah
spermatozoa.
2. Apakah ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) menurunkan viabilitas
Universitas Kristen Maranatha
4
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1Maksud penelitian
Mengembangkan tumbuhan obat tradisional sebagai alternatif kontrasepsi oral
untuk laki-laki.
1.3.2Tujuan penelitian
1. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap
jumlah spermatozoa.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap
viabilitas spermatozoa.
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.1 Manfaat Akademis
Manfaat akademis penelitian ini adalah memberikan informasi dalam bidang
Farmakologi tentang pengaruh ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap
jumlah dan viabilitas spermatozoa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dari penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui pengaruh ekstrak
etanol biji pala (Myristicae semen) terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa dan
selanjutnya dapat dikembangkan sebagai alat kontrasepsi oral alternatif untuk
5
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman yang dapat digunakan untuk
kontrasepsi (M.Wien Winarno dan Dian Sundari, 1997; Unny, Chauhan, Joshi,
Dobhal, Gupta, 2003).
Biji pala mengandung minyak atsiri dengan kadar sampai 13%, antara lain
myristicin (5-12%), eugenol (2%), dan isoeugenol (2%) (Food and Agriculture
Organization of The United Nations, 1994).Tumbuhan obat yang mengandung terpen
dan minyak atsiri mengganggu proses transportasi sperma (M.Wien Winarno dan
Dian Sundari, 1997).
Myristicin dalam pala dimetabolisme hepar menjadi 3-methoxy-4,5-
methylenedioxyamphetamine (MMDA) yang menyebabkan morfologi spermatozoa
abnormal dan mengganggu fungsi sel Leydig untuk menghasilkan testosteron
(Bruneton, 1999; Alfiah Hayati dan Achmad Basori, 2000). Metabolit pala ternyata
juga menunjukkan degenerasi dari sel epitel germinal testis pada tikus jantan.
(Olaleye, Akinmoladun, Akindahunsi, 2006).
Penghambatan pada COX-1 oleh eugenol dan isoeugenol dalam pala
menyebabkan terganggunya lingkungan epididimis dan menyebabkan gangguan pada
spermatozoa (Bruneton, 1999; Wong, et al., 1999). Gangguan pada komposisi cairan
dan elektrolit di epididimis menyebabkan terganggunya lingkungan optimal bagi
spermatozoa sehingga kemampuan hidup spermatozoa menurun.
Pala termasuk tanaman herbal yang dapat berikatan dengan reseptor progesteron
dan bersifat antagonis terhadap progesteron (antiprogestin) (Zava, Dollbaum, Blen,
1998) yang dapat menyebabkan supresi luteinizing hormone (LH) dan testosteron
Universitas Kristen Maranatha
6
gangguan pada spermatogenesis (Molina, 2001) sehingga jumlah spermatozoa
menurun.
1.5.2 Hipotesis
1. Ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) menurunkan jumlah spermatozoa.
2. Ekstrak etanol biji pala (Myristicae semen) menurunkan viabilitas
spermatozoa.
1.6 Metodologi
Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental laboratorium sungguhan dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bersifat komparatif. Data yang diamati adalah
jumlah spermatozoa (ekor/mm3) dan viabilitas spermatozoa (%).
Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode uji ANAVA Satu
Arah dengan = 0.05 dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata metode Tukey HSD.
Tingkat kemaknaan berdasarkan nilai p 0.05.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.7.1 Lokasi
Lokasi penelitian adalah Laboratorium Farmakologi FK UKM
1.7.2 Waktu
DAFTAR PUSTAKA
Aitken R. J., Clarkson J. S., Fishel S. 1989. Generation of Reactive Oxygen Species, Lipid Peroxidation, and Human Sperm Function. Biology of Reproduction, 40 : 183-97
Alfiah Hayati dan Achmad Basori. 1999. The Effect of Amphetamine on Sperm Morphology of Male Rat (Rattus norvegicus L). Folia Medica Indonesiana, 3(35)
_______2000. The Effect of Amphetamine on The Ultra structure of The Rat Leydig Cell (Rattus norvegicus L). Folia Medica Indonesiana, 4(36)
Anderson R. A. and Baird D. T. 2002. Male Contraception. Endocrine Reviews, 23 (6) : 735-62
Andrology.be. 2006.Report LIFE 98 : Detection and elimination of human exposure to environmental hormone disrupting substances.
www.andrology.be/life98/pict/figure1.jpg, 27 Juni 2007
Axxora Platform. 1992. Chemopreventive Agents & Inhibitor of Carcinogenesis. http://www.axxora.com/chemopreventive_agents__inhibitors_of_carcinogenesis-ALX-350-222/opfa.1.1.ALX-350-222.1108.4.1.html, 10 Juni 2007
Badan Pusat Statistik. 2002. Hasil Sensus Penduduk 2000. Berita Resmi Statistik, 6 (5) : 2
BKKBN. 2005. Kenapa UU Kependudukan dan Keluarga Sejahtera Diamandemen?
http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=345, 25 April 2007
_______. 2006. Tanpa Keseriusan, Program KB Pria Terancam Gagal. http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=494, 25 April 2007
Universitas Kristen Maranatha 55
Chrousos G. P., Zoumakis E., Gravanis A. 2002. Hormon-hormon Gonad dan Penghambatnya. Dalam B. G. Katzung ed.: Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 1. Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika. hal. 624
Committee of Experts on Flavouring Substances. 2005. Active Principles (Constituents of Toxicological Concern) Contained in Natural Sources of Flavourings.http://www.coe.int/t/e/social_cohesion/socsp/public_health/flavourin g_substances/1Active%20principles.pdf , 5 Mei 2007
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Pala. Dalam : Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. hal. 219-22
Departemen Pertanian Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya.1986. Pala dan Pengolahannya.http://www.pustaka-deptan.go.id/agritech/ppua0158.pdf.,12 Maret 2007
Dorland W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.Jakarta: EGC. hal.
1966, 2032
Drake R.L., Vogl M., Mitchell A.W.M. 2005. Pelvis and Perineum. In R. L. Drake, M. Vogl , A. W. M. Mitchell. eds.: Gray’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier. p. 406-10
Elfahmi. 2006. Jamu:Indonesian Traditional Herbal Medicine. In Phytochemical and Biosynthetic Studies of Lignans with a Focus on Indonesian Medicinal Plants. Derivatives. http://www.fao.org/docrep/V4084E00.htm, 10 Mei 2007
56
Fritzgerald P. A. 2002. Hormon-hormon Hipotalamus dan Pituitari. Dalam B. G. Katzung ed.: Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 1. Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika. hal. 524-5
GEMA PRIA BKKBN. 2006. Soal KB, Pria Tidak Boleh Ketinggalan…!!
http://pikas.bkkbn.go.id/gemapria/article-detail.php?artid=61, 25 April 2007
Gong D., Leung G. P. H., Cheuk B. L. Y., Wong P.Y.D. 2000. Interference with the formation of the epididymal microenvironment - a new strategy for male
contraception? Asian Journal of Andrology, 2 : 39-45
Grimes D. A., Chaney E. J., Connell E. B., Creinin M. D., Emans, S. J., Goldzieher J. W., et al. 2000. Population Growth and Family Planning : Six Billion and Beyond. The Contraception Report, 6 (10) : 8
Guyton A. C. and Hall J. E. 1997. Fisiologi Reproduksi dan Hormonal Pria (dan Kelenjar Pineal). Dalam A.C. Guyton and J. E. Hall eds. : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. hal. 1265-8, 1274-5.
Halal Guide Info. 2007. Manfaat Pala.
http://www.halalguide.info/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=814, 12 Juni 2007
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 2. Jakarta : Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. hal. 783
Kalman D. 2004. 10 Foods that will lower your Testosterone!
http://labrada.com/members/towarchive/week186.php, 29 Juni 2007
Katzer G. 2004. Nutmeg and Mace (Myristica fragrans Houtt.). http://www.uni-graz.at/~katzer/engl/Myri_fra.html, 23 April 2007
Universitas Kristen Maranatha 57
Kholkute S. D., Patil R. K., Sharma S., Elger W. A. G., Puri C. P. 1990. Suppression of Bioactive Luteinizing Hormone and Testosterone by a Progesterone Antagonist ZK 98.374 in Adult Male Common Marmosets, Callithrix jacchus. Biology of Reproduction, 42 : 808-14
Klapholz H. 2007. Pregnancy Termination Technology.
http://ocw.mit.edu/NR/rdonlyres/Health-Sciences-and-Technology/HST-071Fall-2005/37ACA265-32C8-482A-A6E0-93D4F54C6C92/0/pregnancy_termi.pdf., 26 Juni 2007
Leon C. 1997. Myristica fragrans Houtt.
http://www.intox.org/databank/documents/plant/myristic/pim355.htm., 27 Mei 2007
Lenzi A., Gandini L., Maresca V., Rago R., Sgro P., Dondero F., et al. 2000. Fatty acid composition of spermatozoa and immature germ cells. Molecular Human Reproduction, 3 (6) : 226-31
Luetjens C.M., Didolkar A., Kliesch S., Paulus W., Jeibmann A., Bocker W., et al. 2006. Tissue expression of the nuclear progesterone receptor in male non human primates and men. Journal of Endocrinology, 189 : 529-39
M. Wien Winarno dan Dian Sundari. 1997. Informasi Tanaman Obat untuk Kontrasepsi Tradisional. Cermin Dunia Kedokteran, 120 : 25-28
Mader S.S.1997. Inquiry Into Life.
http://www.mhhe.com/biosci/ap/dynamichuman2/contents/gifts/0236B.gif, 27 Juni 2007
Mann T. 1974. Biochemical Aspects of Sperm Maturation and Survival. In R. E. Mancini and L. Martini eds. : Male Fertility and Sterility. London: Academic Press. p. 89-103
58
Molina, P. E. 2004. Male Reproductive System. In P. E. Molina ed. : Endocrine Physiology. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill. p. 181-203
Nalbandov A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. hal. 250-51
Nukman Moeloek. 1983. Analisis Semen Manusia.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_AnalisisSemenManusia.pdf/16_Analisis SemenManusia.htm, 15 April 2007
Olaleye M. T., Akinmoladun A. C., Akindahunsi A. A. 2006. Antioxidant properties of Myristica fragrans (Houtt) and its effect on selected organs of albino rats.
African Journal of Biotechnology, 13 (5) : 1274-1278
Pope G. 2003. Male Reproductive System.
http://www.chadevans.co.uk/asite/Alevel/u02/ln/reproduc3.htm. , 27 Juni 2007
Prasad M.R.N., Rajalakshmi M., Gupta G., Dinakar N., Arora R., Karkun T. 1974. Epididymal Environment and Maturation of Spermatozoa. In R. E. Mancini and L. Martini eds. : Male Fertility and Sterility. London: Academic Press. p. 460-469
Sfetcu N. 2006. Nutmeg. http://www.drugs.infohealth.info/Nutmeg.html, 25 Februari 2007
Sharma R.S., Rajalakshmi M., Jeyaraj D. A. 2001. Current status of fertility control methods in India. J. Biosci, 4 (26) : 391-405
Soehadi K. dan Arsyad K.M. 1983. Analisis Sperma. Surabaya: Airlangga University Press.
Tajuddin, Ahmad S., Latif A., Qasmi I. A. 2005. An experimental study of sexual function improving effect of Myristica fragrans Houtt. BMC Complementary and Alternative Medicine, 5 : 16
Universitas Kristen Maranatha 59
Thompson D. and Eling T. Mechanism of inhibition of prostaglandin H synthase by eugenol and other phenolic peroxidase substrates. Journal of Molecular
Pharmacology, 5 (36) : 809-17
Unny R., Chauhan A. K., Joshi Y. C., Dobhal M. P., Gupta R.S. 2003. A review on potentiality of medicinal plants as the source of new contraceptive principles.
Phytomedicine : International Journal of Phytotherapy and Phytopharmacology, 10 (2-3) : 233-60
United States Department of Agriculture. 2007. Plants Profile for Myristica fragrans Houtt.http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=MYFR3&format=Print&photoI D=, 27 Juni 2007
Waites, G. M. H. 2003. Male Contraception Recent Developments. http://www.gfmer.ch/Books/Reproductive_health/Male_contraception.html, 20 Maret 2007
Wikimedia Commons. 2005. Eugenol.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/archive/4/4d/20050617000520! Eugenol.PNG, 10 Juli 2007
Wildan Yatim. 1994. Reproduksi & Embryologi untuk Mahasiswa Biologi & Kedokteran. Edisi 3. Bandung: Penerbit Tarsito. hal. 28-43
Wong P.Y. D., Chan H. C., Leung P. S., Chung Y. W., Wong Y. L., Lee W. M., et al. 1999. Regulation of anion secretion by cyclo-oxygenase and prostanoids in cultured epididymal epithelia from the rat. The Journal of Physiology, 3 (514) : 809-20
WHO. 1988. Penuntun laboratorium WHO untuk Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Sperma-Getah Serviks. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 3-17, 32, 36