• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resistensi perempuan JAWA pada nasihat tentang budi pekerti dari Serat Wulangreh Putri.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resistensi perempuan JAWA pada nasihat tentang budi pekerti dari Serat Wulangreh Putri."

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk: mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis proses tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis substansi tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester 1 yang berjumlah 4 orang dengan latar budaya Jawa. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan seleksi subjek dan klasifikasi bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahap yaitu; wawancara informatif, kuesioner skala resistensi dan Focus Group Discussion yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek afeksi nasihat dari serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Data wawancara informatif dan wawancara dalam Focus Group Discussion penelitian dianalisis dengan menggunakan coding. Data kuesioner skala resistensi dianalisis dengan perhitungan manual dan pembuatan grafik resistensi. Kategorisasi resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri digolongkan menjadi tiga tingkat resistensi yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

(2)

ABSTRACT

WOMEN RESISTANCE ON JAVA OF ADVICE ABOUT ETHICS FROM SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Sanata Dharma University

2015

The research is descriptive-qualitative research who have purposes to: described women resistance on Java of advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of process advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of substantive advice about ethics from serat Wulangreh putri.

The subject of this research is university student of Sanata Dharma Yogyakarta first semester who have 4 people with Javanese cultural. Before doing the research, the researcher performs the selection of subject and classification research material used in this research. An instrument of data collection was done through three stages there are: informative informative, questionnaire the scale of resistance and focus group discussion compiled by researchers based on aspects of the advice of afeksi serat Wulangreh Putri Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Informative interview data and interview in focus group discussion were analyzed using research the coding. The questionnaire scale of resistance data analyzed by calculation manually and the manufacture of a chart resistance. Women resistance on Java categorization of advice about ethics from serat Wulangreh putri grouped into three levels of resistance i.e. high , being , and low.

(3)

i

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Hieronia Intan Permatasari NIM: 101114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv MOTTO

“Keinginan yang kuat untuk meraih kesuksesan ditentukan oleh besarnya mimpi dan kekuatan untuk mengatasi kekecewaan yang pernah dialami”

“Guncangan hidup tidak akan bisa menggoyahkan orang dengan semangat yang membara oleh api antusiasme”

(7)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan bagi:

Tuhan Y esus K ristus,

A lmamaterku, Universitas Sanata Dharma Y ogyakarta,

Program Studi Bimbingan dan K onseling,

Orangtuaku, Drs. CH. Risnanto W ahyono dan Dra. CH. Sri W ahyuni,

Suamiku, Leonardus Bramantyo Suryasusatmo,

Putriku, I gnatia A ria Gayatri Permataputri,

A dikku, Y ohanes K risostomus Jalu K urniawan

K akakku, Zita Dewi Sumarah dan Seto K umoro

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk: mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis proses tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis substansi tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester 1 yang berjumlah 4 orang dengan latar budaya Jawa. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan seleksi subjek dan klasifikasi bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahap yaitu; wawancara informatif, kuesioner skala resistensi dan Focus Group Discussion yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek afeksi nasihat dari serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Data wawancara informatif dan wawancara dalam Focus Group Discussion penelitian dianalisis dengan menggunakan coding. Data kuesioner skala resistensi dianalisis dengan perhitungan manual dan pembuatan grafik resistensi. Kategorisasi resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri digolongkan menjadi tiga tingkat resistensi yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

(11)

ix ABSTRACT

WOMEN RESISTANCE ON JAVA OF ADVICE ABOUT ETHICS FROM SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Sanata Dharma University

2015

The research is descriptive-qualitative research who have purposes to: described women resistance on Java of advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of process advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of substantive advice about ethics from serat Wulangreh putri.

The subject of this research is university student of Sanata Dharma Yogyakarta first semester who have 4 people with Javanese cultural. Before doing the research, the researcher performs the selection of subject and classification research material used in this research. An instrument of data collection was done through three stages there are: informative informative, questionnaire the scale of resistance and focus group discussion compiled by researchers based on aspects of the advice of afeksi serat Wulangreh Putri Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Informative interview data and interview in focus group discussion were analyzed using research the coding. The questionnaire scale of resistance data analyzed by calculation manually and the manufacture of a chart resistance. Women resistance on Java categorization of advice about ethics from serat Wulangreh putri grouped into three levels of resistance i.e. high , being , and low.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi penulis untuk belajar dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah penulis dapatkan selama proses penyelesaian skripsi berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan selama penyelesaian skripsi.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian skripsi. 3. R. Budi Sarwono, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian ... 4

D. Pertanyaan Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Serat Wulangreh Putri... 9

2. Nasihat Tentang Budi Pekerti dari Serat Wulangreh Putri ... 14

(15)

xiii

4. Nasihat Jenis Substansi ... 17

5. Resistensi ... 18

6. Perempuan Jawa ... 18

7. Nasihat dalam Konseling Barat... 22

8. Nasihat dalam Konseling Indonesia ... 25

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 30

BAB III: METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 32

1. Wawancara... 33

2. Kuesioner Skala Resistensi ... 36

3. Focus Grup Discussion ... 37

4. Observasi ... 38

E. Keabsahan Data ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Data ... 45

B. Pelaksanaan Wawancara dan Hasil ... 59

C. Pembahasan ... 70

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran-saran ... 93

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Serat Wulangreh dan terjemahannya (suntingan Sutji Hartiningsih)

yang dipakai dalam penelitian ... 12 Tabel 2: Klasifikasi variabel yang akan diteliti... 44 Tabel 3: Tabel data wawancara informatif yang dianalisis ... 46 Tabel 4: Skala resistensi subjek berdasarkan jawaban pada lembar kuesioner 52 Tabel 5: Perhitungan skala resistensi subjek dan kesimpulan skala resistensi

(17)

xv

DAFTAR GRAFIK

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Klasifikasi Wulangreh putri yang dipakai dan tidak dipakai .. 96

Lampiran 2: Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau substansi ... 97

Lampiran 3: Verbatim Wawancara Informatif... 100

Lampiran 4: Kuesioner Skala Resistensi ... 108

Lampiran 5: Verbatim Wawancara Focus Group Discussion (FGD)... 112

Lampiran 6: Coding Wawancara Informatif ... 125

Lampiran 7: Coding Wawancara FGD ... 131

Lampiran 8: Penghitungan Skala Resistensi ... 137

Lampiran 9: Triangulasi Data Penelitian ... 139

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(20)

ditumbuhkan pada tokoh-tokoh muda, maka teori di bidang konseling tidak akan berkembangan sesuai dengan perkembangan zaman.

Perkembangan teori konseling di Amerika pada umumnya menyatakan bahwa konselor tidak dianjurkan memberi nasihat kepada konseli. Nasihat merupakan sesuatu yang diragukan manfaatnya dalam praktik konseling. Ada puluhan alasan yang mendasari teori ini, tiga alasan yang sering tampak yaitu ; 1). Pemberi nasihat oleh konseli akan dinilai lebih bermakna dan lebih pintar dibidang hidupnya sendiri (Koestoer:1982); 2). Memberi nasihat menimbulkan kesan konselor kurang mendengarkan konseli (Gordon:1993); 3). Konseli adalah ‘ahli’ dalam kehidupnya masing-masing (Winkel:2012).

Winkel (2012) menyatakan bahwa nasihat biasanya diberikan setelah fase penyelesaian masalah. Namun yang menjadi hal menarik bagi peneliti adalah benarkah sebuah nasihat akan diterima dan dimaknai dengan cara yang sama oleh konseli dari berbagai latar budaya? Pertanyaan tersebut menjadi inti dari penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

(21)

peneliti bahwa nasihat mampu menafsirkan pengalaman hidup manusia yang berpengaruh efektif pada perilaku manusia.

Nasihat dari segi latar budaya berlaku pada masyarakat Jawa. Mendengarkan nasihat dalam ajaran Jawa adalah nilai utama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Namun berbeda dengan sikap berupa penerimaan masyarakat barat terhadap pemberian nasihat. Masyarakat barat akan lebih banyak memberikan resistensi pada nasihat. Perbedaan sikap dasar penerimaan masyarakat Jawa dan masyarakat barat terhadap pemberian nasihat ini akan menjadi kajian penelitian yang perlu dicermati. Berikut ini adalah pendapat seorang praktisi BKI (Bimbingan Konseling Islam) bahwa nasihat merupakan elemen penting dalam konseling Islami:

“Nasihat dalam konseling merupakan elemen penting yang harus ada pada setiap proses konseling. Dengan nasihatlah konselor mampu memberikan arahan-arahan baik kepada klien. Dalam setiap permasalahan klien, konselor juga harus pandai memilih alternatif kalimat-kalimat persuasif untuk memberikan pemahaman kepada klien. Dengan demikian konselor Islam yang mumpuni akan terwujud melalui nasihat-nasihat yang ia sampaikan dalam mengentaskan permasalahan klien” http://kangsumar.blog.com/

(22)

akan memperkaya khasanah pendapat apakah nasihat dibutuhkan atau tidak dalam proses konseling.

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian

Spesifiknya, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki resistensi konseli putri yang berlatar belakang masyarakat Jawa terhadap nasihat dalam konseling. Partisipan perempuan dalam penelitian ini dipilih karena dalam budaya Jawa, nasihat sudah dikemas sedemikian rupa dalam kitab atau serat sesuai dengan yang ditujukan. Terdapat bagian yang berisi khusus kepada kaum perempuan Jawa pada serat Wulangreh (ditulis oleh Pakubuwana IV) yang akan dikemas dan digunakan sebagai instrument penelitian ini. Serat Wulangreh yang digunakan peneliti akan disebut serat Wulangreh putri. Selain itu, pemilihan partisipan perempuan memiliki alasan supaya penelitian ini lebih spesifik dan unik. Penelitian ini lebih difokuskan pada serat Wulangreh putri yang memiliki aspek afeksi yaitu nasihat tentang budi pekerti perempuan Jawa. Berikut ini adalah penjelasan definisi dari batasan penelitian.

(23)

Islami menyatakan bahwa nasihat merupakan elemen penting dalam proses konseling. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa konselor merupakan penasihat, sedangkan konseli merupakan orang yang dinasihati.

2.

Resistensi dalam penelitian ini menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berusaha melawan, menentang, menolak adanya pemberian nasihat dalam serat wulangreh tentang budi pekerti. Resistensi dapat dilihat dari munculnya kata “tidak”, “tidak setuju”, “terlalu menggurui” atau kata-kata yang menunjukkan bahwa konseli merasa tidak nyaman dan tidak setuju dengan nasihat yang diberikan oleh konselor selama proses konseling.

3.

Perempuan Jawa yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan perempuan yang memiliki latar belakang budaya Jawa. Subjek dipilih melalui seleksi dengan kriteria yaitu mahasiswi BK USD semester 1, berlatar belakang suku Jawa, memiliki ikatan adat istiadat Jawa dan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Jumlah subjek yang terseleksi dalam metode awal dari penelitian ini adalah 4 perempuan Jawa. 4. Budi Pekerti merupakan tema pokok yang terkandung dalam serat

(24)

5.

Nasihat Jenis Proses dalam penelitian ini merupakan jenis nasihat serat wulangreh tentang budi pekerti yang memiliki ciri-ciri adanya suatu proses pada nasihat dalam serat wulangreh putri. Nasihat proses lebih dilihat dari urutan kegiatan maupun kejadian yang saling terkait atau berinteraksi. Nasihat proses tentang budi pekerti menunjukkan adanya strategi dalam melaksanakan nilai-nilai nasihat tentang budi pekerti.

6.

Nasihat Jenis Substansi dalam penelitian ini lebih dilihat dari isi nasihat yang menunjukkan watak dan memberikan ajaran maupun anjuran tentang bagaimana cara menghadapi hidup maupun permasalahan hidup yang terkait dalam tema budi pekerti. Nasihat Substansi dalam serat wulangreh ini dinilai dari adanya sebab akibat, “jika” dan “maka” yang menunjukkan inti pesan dari nasihat.

D. Pertanyaan Penelitian

Setelah melihat permasalahan teoritik yang telah dipaparkan dalam uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini dirumuskan menjadi :

1. Bagaimana resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri?

2. Bagaimana resistensi konseli perempuan Jawa terhadap nasihat proses yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri?

(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dan substansi tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri.

2. Memberikan wawasan baru terhadap teori konseling barat yang cenderung menentang penggunaan nasihat dalam konseling.

3. Memberikan masukan teoritik bagi perkembangan teori konseling di Indonesia.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Sebagai sumbangan referensi pengetahuan untuk mengetahui lebih jauh tentang resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti yang dikemas dalam serat Wulangreh putri. Penelitian ini dapat menjadi metode baru yang menarik dalam pemberian praktek konseling yang ditinjau dari perspektif budaya.

2. Manfaat praktis

(26)

b. Bagi peneliti sendiri, dari proses penelitian ini akan dijadikan pengalaman yang dapat menambah wawasan pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengatasi permasalahan dalam bidang yang ditempuh.

(27)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan tentang hal-hal yang menjadi konsep penelitian, meliputi; serat Wulangreh putri, nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri, nasihat jenis proses, nasihat jenis substansi, resistensi, perempuan Jawa, nasilhat dalam konseling barat, nasihat dalam konseling Indonesia. Konsep penelitian ini akan diuraikan pada masing-masing sub bab.

A.

Kajian Teori

1. Serat Wulangreh Putri a) Serat Wulangreh

Wulangreh atau serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Sri Susuhunan Pakubuwana IV bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820. Sri Susuhunan Pakubuwana IV adalah seorang raja sekaligus sastrawan dalam kebudayaan Jawa.

(28)

Megatruh, 16 bait tembang Kinanthi, 23 bait tembang Pocung, 25 bait tembang Grisa, 27 bait tembang Wirangrong. Pada masing-masing bait dalam serat wulangreh memiliki arti nilai kehidupan. Nilai kehidupan yang tertulis dalam serat wulangreh berupa perjalanan hidup manusia sejak dalam kandungan hingga meninggal. Tujuan penulisan serat Wulangreh adalah untuk menjadi sumber ajaran moral bagi masyarakat Jawa.

b) Nasihat dalam Serat Wulangreh

Serat Wulangreh berisi pesan atau nasihat yang mengajarkan tentang kebaikan dalam hidup. Nasihat dalam serat Wulangreh oleh Susuhan Pakubuwana IV diharapkan menjadi panutan hidup masyarakat Jawa. Serat Wulangreh bersifat menasihati, menggugah dan mengingatkan kita tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan takwa kepada Tuhan.

c) Serat Wulangreh menjadi Serat Wulangreh Putri

(29)

oleh Siti Hartiningsih ini kemudian akan diimplementasikan dalam setting wawancara.

Tembang serat Wulangreh putri yang digunakan penelitian ini yaitu Mijil, Kinanthi, Dandanggula, Asmarandana. Setiap tembang memiliki sifat sendiri-sendiri yaitu; Kinanthi bersifat senang, kasih, cinta, untuk menguraikan ajaran, filsafat, cerita yang bernuasana asmara, keadaan mabuk cinta; Asmarandana, memikat hati, sedih, kesedihan karena asmara, digunakan untuk menceritakan cerita asmara; Mijil digunakan untuk melahirkan perasaan, menguraikan nasihat, tetapi dapat juga digubah untuk orang mabuk asmara; Dhandhanggula berwatak halus, lemas. Umumnya untuk melahirkan sesuatu ajaran, berkasih-kasihan, untuk penutup suatu tembang.

(30)

Tabel 1 : Serat Wulangreh Putri dan terjemahannya (Suntingan Sutji Hartiningsih) yang dipakai dalam penelitian

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

MIJIL 2. Nora gampang babo wong

alaki // luwih saking abot // kudu weruh ing tata titine // miwah cara-carane wong laki // lan wateke ugi // den awas den emut ///

Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga harus tahu cara-cara

sapakon //nadyan sireku putri arane// nora kena ngandelken sireki //yen putreng narpati//temah dadi luput///

Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra raja, akhirnya tidak baik.

PROSES

ASMARANDANA 7. Badan iki mapan darmi //

nglakoni osiking manah //yen ati ilang elinge // ilang jenenging manungsa // yen manungsane ilang // amung rusak kang tinemu // tangeh manggiha raharja ///

Badan adalah hanya sekedar pelaksana geraknya hati, melaksanakan kemauan hati, jika hati hilang kesadarannya, hilang sifat kemanusiaannya, apabila sifat kemanusiaannya hilang, hanya kerusakan yang didapatkan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan. wong lali kaisen setan ///

Itu orang yang jahat, tidak menyadari hidupnya, bahwa hidupnya ada yang mencipta, mengapa tidak dirawat, syaratnya orang hidup, jangan sampai salah langkah, orang yang lupa menjadi perbuatan setan.

SUBSTANSI

10. Pan wus panggawening eblis//yen ana wong lali bungah // setane njoged angleter // yen ana wong lengus lanas // iku den aku kadang // tan wruh dadalan rahayu // tinuntun panggawe setan ///

Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada pekerjaan setan.

(31)

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan, tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan (diciptakan), itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut.

PROSES

DANDANG GULA 10. Nisthaning krama

sawaleng batin // ing lahire nadyan lastariya // ing wuri sumpeg manahe // ing kang den sihi // ngamungna ingsun dhawak///

Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja.

PROSES

11. Tan kawetu mung ciptaneng batin // nisthanira tan wus saking driya // durjana iku ambege // pasthi den bubuk mumuk // bumi langit padha nekseni // nalutuh ing sajagad // dosane gendhukur // widodari akeh ewa // ing delahan ing nraka den engis-engis // ing widodari kathah ///

Hanya dipikirkan di dalam hati, kejelekan orang itu tidak selamanya melekat di hati, orang jahat itu menganggap pasti itu penyakit bodoh, bumi dan langit menyaksikan, kotoran di dunia, dosanya bertumpuk, semua bidadari tidak senang, kelak masuk neraka dan diperolok-olok, oleh bidadari-bidadari.

SUBSTANSI

KINANTHI 2. Bekti nastiti ing kakung //

kaping telune awedi // lahir batin aja esah // anglakoni satuhuning // laki ciptanenbendara // mapan wong wadon puniki ///

Bebakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang terhormat, bukankah perempuan itu.

(32)

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

9. Sakabehe anak ingsun // pawestri kang kanggo laki // kinasihan ing Kang priya // pan padha bektiya laki // padha lakinya sapisan // dipun kongsi nini-nini ///

Semua putraku, yang putri terpakailah oleh suami, semoga dikasihi oleh suami, dan berbaktilah kepada suami, bersuamilah sekali saja, mudah-mudahan sampai nenek-nenek.

SUBSTANSI

2. Nasihat Tentang Budi Pekerti Dalam Serat Wulangreh Putri

(33)

Budi Pekerti merupakan tema pokok nasihat dalam serat Wulangreh putri. Ajaran tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri telah ditemukan peneliti setelah melakukan beberapa proses pengklasifikasian yang ditinjau dari keempat tembang Wulangreh suntingan Siti Hartiningsih. Sikap dan perilaku dalam pengertian budi pekerti dipandang peneliti sebagai isi dari serat Wulangreh putri yang banyak memberikan pesan atau nasihat menurut ukuran kebaikan dan keburukan norma, moral, etika, tata krama. Usaha dalam pengertian budi pekerti dipandang peneliti sebagai perbuatan atau tindakan pemberian nasihat berupa pesan norma, moral, etika dalam proses konseling. Nasihat tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri lebih mengarah pada ajaran tentang bagaimana seorang perempuan Jawa itu hendaknya memiliki etika, tata krama, tata susila, takwa kepada Tuhan, berbakti, mengelola amarah, pengabdian, tanggung jawab, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan berumah tangga maupun kehidupan sehari-hari.

3. Nasihat Jenis Proses

(34)

dari dua macam, yaitu nasihat tentang proses dan nasihat tentang substansi. Nasihat proses yakni ketika konselor mengajarkan kepada konseli strategi untuk memecahkan masalah. Konselor bisa mengatakan “Mungkin kamu ingin memecahkan masalahmu sesuai dengan nilai nilai yang kamu yakini” Coba bandingkan dengan nasihat ini “Kamu mestinya pergi ke Jakarta”. Nasihat kedua adalah nasihat substantive. Nasihat Proses dalam penelitian ini merupakan jenis nasihat serat wulangreh yang memiliki ciri-ciri adanya suatu strategi tentang bagaimana memecahkan masalah pada nasihat dalam serat Wulangreh putri. Nasihat proses lebih dilihat dari urutan kegiatan maupun kejadian yang saling terkait atau berinteraksi dalam memecahkan masalah. Seperti kutipan nasihat proses dalam tembang mijil bait ke 3

Yen pawestri tan kena mbawani//tumindak sapakon //nadyan sireku putri arane// nora kena ngandelken sireki //yen putreng narpati//temah dadi luput///

Terjemahan: Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putri raja, akhirnya tidak baik.

(35)

Nasihat tersebut menunjukkan proses adanya strategi yang memunculkan gambaran tentang dampak maupun hasil akhir pemecahan masalah.

4. Nasihat Jenis Substansi

Substansi dalam KBBI (2012) adalah watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti. Anderson & Handelsman (2010), Nasihat substantive adalah ketika konselor memberikan nasihat khusus untuk solusi permasalahan tertentu. Intinya, konselor memberikan nasihat tentang cara menyelesaikan masalah. Nasihat jenis substansi dalam penelitian ini lebih dilihat dari isi nasihat yang menunjukkan watak dan memberikan cara bagaimana menghadapi hidup maupun permasalahan hidup (tidak langsung pada hasil akhir seperti nasihat proses). Nasihat substansi lebih mengarah pada pemberian saran berupa cara-cara dalam menyelesaikan masalah. Seperti kutipan nasihat substansi dalam tembang mijil

Nora gampang babo wong alaki // luwih saking abot // kudu weruh ing tata titine // miwah cara-carane wong laki // lan wateke ugi // den awas den emut ///

Terjemahan: Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah dan ingatlah.

(36)

mengetahui aturan dalam berumah tangga, watak suami, memahami perannya sebagai seorang ibu dan istri. Nasihat substansi dalam serat wulangreh menunjukkan inti pesan nasihat dan memberikan ajaran tentang cara-cara dalam memecahkan masalah.

5. Resistensi

Resistensi dapat didefinisikan secara luas sebagai apapun yang diletakkan klien untuk menghalangi jalannya proses konseling dan helping. Resistensi berupa feelings (perasaan), pikiran dan communication (komunikasi) klien yang menggagalkan, menghalangi, memperlambat dan kadang-kadang menghentikan prosesnya (Richard Nelson: 2012). Resistensi sebagian besar disebabkan karena adanya perasaan yang tidak enak, pikiran yang tidak sama, beda paham, beda pendidikan, tidak setuju, maupun faktor kebiasaan. Penyebab tersebut menjadikan proses konseling gagal, terhambat, tidak ditemukan jalan keluarnya. Sebaliknya, tidak adanya resistensi membuat proses konseling akan berjalan dengan lancar, ditemukan solusi, efektif.

6. Perempuan Jawa

a. Pengertian perempuan Jawa

(37)

mahir/berkuasa’, atau pun ‘kepala’, ‘hulu’, atau ‘yang paling besar’; maka, kita kenal kata empu jari ‘ibu jari’, empu gending ‘orang yang mahir mencipta tembang’. Perempuan Jawa adalah perempuan yang berasal dari Jawa.

b. Perempuan Jawa dalam serat Wulangreh

Ajaran tentang moral, ketuhanan, budi pekerti maupun kehidupan dalam rumah tangga yang tertulis dalam serat Wulangreh karangan Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebenarnya ditujukan bagi perempuan Keraton, tetapi juga mempunyai pengaruh bagi perempuan pada umumnya.

c. Kedudukan perempuan Jawa

(38)

norma-norma, nilai-nilai, rite keagamaan, adat-istiadat dan semua orde yang mengatur bentuk-bentuk komunikasi dan relasi manusiawi. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, kaum laki-laki menguasai nasib diri perempuan. Perempuan dikendalikan sesuai dengan rencana-rencana dan kebutuhan kaum laki-laki.

d. Sifat dan ciri khas perempuan Jawa

Kartini Kartono (1977) mengungkapkan sifat-sifat kelembutan dan rendah hati itu banyak dituntut (terutama dituntut oleh kaum laki-laki) dimanapun dan pada saat apapun. Kartini Kartono menambahkan, ciri khas kewanitaan lainnya yang banyak disebut-sebut baik oleh orang awam maupun oleh para sarjana ialah memelihara (besorgend). Sifat memelihara ini kemudian dikembangkan menjadi tuntutan ethis dan bersumberkan pada cinta kasih tanpa pamrih, disertai dengan pengorbanan (sering juga pengorbanan diri) dan penyerahan diri. Karakter yang sangat khas pada perempuan Jawa, yakni sabar, sumarah, sumeleh.

e. Kehidupan Perempuan Jawa

1) Aktivitas dan tanggung Jawab perempuan Jawa

(39)

bukan semata-mata karena kepadatan aktivitas, tapi sekaligus menggambarkan bentuk tatanan norma yang ada (Petuguran, 2010).

Perempuan pada umumnya memiliki aktivitas yang luar biasa banyak dan padat. Sebagai contohnya: setiap pagi perempuan bertugas menyiapkan sarapan, menyeduhkan kopi untuk suami, menyiapkan air hangat untuk anak-anaknya; siang hari perempuan mempunyai kesibukan membersihkan rumah, mencuci, menyetrika pakaian, belanja, dan masak. Semua aktivitas tersebut menuntut perempuan bangun lebih awal. Kesibukan semacam itu juga dialami perempuan menjelang tidur. Meskipun suami dan anak-anak sudah tidur, perempuan umumnya masih terjaga. Mereka memiliki kewajiban untuk menghangatkan makanan, menyiapkan berbagai keperluan suami dan anak-anak, sekaligus memastikan keperluan mereka esok.

(40)

2) Pengabdian perempuan Jawa

Handayani dalam Petuguran (2010) mengatakan, sejak masa kanak-kanak perempuan dididik untuk berbakti pada suami, sedangkan anak laki-laki dididik untuk bertanggungJawab terhadap keluarga. Didikan berupa nasihat semacam itu hingga sekarang masih dipertahankan, menginspirasi para perempuan untuk membuktikan bakti dan kesetiaannya.

3) Perempuan Jawa dalam mengelola kemarahan

Handayani (2004) mengatakan, banyak ditemukan wajah wanita Jawa yang cenderung mengalah untuk kepentingan orang lain. Wanita mempunyai ketahanan yang sangat tinggi untuk menderita. Rahasia ketahanan perempuan untuk menderita adalah kepasrahan yang total kepada Tuhan. Perempuan Jawa hampir tidak pernah menunjukkan kejengkelan meski ia marah. Ia tidak pernah mengatakan “jangan” secara verbal, meski hendak melarang. Strategi yang biasa dilakukan adalah dengan “diam” (pasif) dan secara halus.

7. Nasihat Dalam Konseling Barat

(41)

konseli. Nasihat menjadi salah satu hal yang membuat konseli enggan mengatakan lebih lanjut apa yang harus diceritakan dalam proses konseling. Nasihat menjadi halangan (handicap) bagi komunikasi dalam proses konseling.

(42)

itu menuntut ketergantungan pada diri klien. Metode nasihat ini kurang dapat digunakan untuk mengurangi simptom-simptom dan mengabaikan elemen-elemen emosional”.

Gordon (1993) seorang ahli komunikasi parenting dari Amerika bahkan memasukkan nasihat sebagai satu dari dua belas penghambat komunikasi antara orang tua dan anak. Ia mengajukan tiga teori tentang akibat pemberian nasihat kepada anak; a). Anak akan menolak memodifikasi tingkah lakunya jika ia diberitahu bagaimana mereka harus berubah, atau bagaimana seharusnya, atau hal yang lebih baik dalam perubahan. b). Sebuah nasihat akan mengirim pesan kepada anak bahwa Anda tidak mempercayai anak bahwa ia dapat memilih sendiri pemecahannya. c). Menasihati anak berarti mengirim pesan bahwa kebutuhan Anda lebih penting daripada kebutuhan anak. Ia akan merasa ia harus melakukan apa yang Anda nasihatkan, tidak peduli dengan kebutuhannya.

(43)

Lebih lanjut Winkel (2012) menuliskan, “Nasihat biasanya baru diberikan dalam fase-fase penyelesaian masalah, bila seluk beluk permasalahan sudah jelas dan konselor yakin bahwa usul atau sarannya memang cocok dengan keadaan konseli. Untuk itu konselor harus minta umpan balik (tentang nasihat itu) kepada konseli.”

Dari pendapat para ahli peneliti menyimpulkan bahwa dalam praktek konseling barat, nasihat tidak sepenuhnya diberikan selama proses konseling. Nasihat hanya diberikan pada waktu yang diperlukan dan tepat bagi konseli sebagai bentuk bombongan dalam proses konseling.

8. Nasihat Dalam Konseling Indonesia

a. Nasihat menurut Bimbingan Konseling Islami

Nasihat dalam praktek Bimbingan Konseling Islami (BKI) menempati posisi penting. Hal ini diungkapkan oleh seorang praktisi Bimbingan Konseling Islami sebagai berikut:

“Nasihat merupakan elemen pokok dalam agama Islam sehingga orang yang menganut Islam harus bisa memberikan nasihat kepada teman atau saudaranya. Sebagaimana dalam sebuah hadits disampaikan Al-Dinu Al-Nashihah, hal ini menunjukkan pentingnya nasihat dalam agama. Dengan nasihat konselor mampu memberikan motivasi kepada klien. Terutama nasihat-nasihat yang mampu membuat hati klien terbuka dan ikhlas dalam menjalani nasihat itu” (kangsumar.blog.com).

(44)

dari segala kotoran. Bisa juga bermakna “khâtha” (طﺎﺧَ َ ), yaitu menjahit. Konseling Islami mengartikan para penasihat selalu menginginkan kebaikan bagi orang yang dinasihatinya, seperti seseorang yang memperbaiki pakaiannya yang sobek. Nasihat, secara bahasa dari akar kata ‘nash’ yang berarti halus, bersih atau murni, lawan dari curang atau kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan harus jauh dari kecurangan dan motivasi kotor. Nasihat adalah kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat atau memberikan arahan yang baik melalui perkataan atau ucapan dengan jujur dan penuh motivasi (Akhyar:2007).

Konseling Islami menyatakan bahwa elemen kejujuran, kata-kata baik, halus, bersih murni dan bersifat memotivasi perlu diperhatikan konselor dalam memberikan praktek konseling. Elemen-elemen nasihat tersebut akan diterapkankan dalam penelitian ini. Serat Wulangreh Putri yang masih berupa tembang dalam penelitian ini akan diubah menjadi seperangkat nasihat khususnya tentang budi pekerti yang diupayakan memiliki elemen-elemen seperti yang telah dipaparkan pada Konseling Islami.

(45)

dinasihati. Sehingga para konselor perlu memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu diri sebagai seorang penasihat.

b. Nasihat Menurut Serat Maduboso

Serat Maduboso yang ditulis oleh Raden Ngabehi Padmosusastro berisi nasihat kepada para penasihat. Serat Maduboso merupakan nasihat parenting kepada para orang tua dalam menasihati anak-anaknya. Uraian tentang serat Maduboso dibawah ini diambil dari sebuah blog milik Iwan Muljono yang diunduh dari http://iwanmuljono.blogspot.com berisi tentang nasihat kepada para penasihat.

Serat Maduboso berisi tentang nasihat atau yang disebut pitutur. “Meta Pitutur” ini mengingatkan penasihat untuk berhati-hati sebelum memberikan nasihat kepada orang lain. Meskipun sifatnya menghimbau kepada para penasihat, tetapi pengarang serat ini tidak bisa mengingkari pentingnya nasihat dalam budaya Jawa. Kepada para penutur (orang yang memberikan pitutur), diantaranya Padmosusastro mengingatkan supaya para pemberi pitutur sudah lebih dulu melakukan apapun yang dinasihatkan kepada orang lain. Ia menulis

(46)

Teks diatas mengingatkan supaya sebelum memberi nasihat, seseorang telah melakukan apapun yang dinasihatkan. Teks itu juga bernada pesimistik, bahwa tidak semua penasihat telah melakukan apapun yang dinasihatkan. Jika hal itu yang terjadi maka sebuah nasihat akan menjadi boomerang bagi orang yang memberikannya. Inti dari pesan Padmosusastro ialah supaya seseorang tidak terlalu mudah untuk memberikan nasihat kepada orang lain sebelum ia sendiri terbukti melakukan apa yang dinasihatkan.

Nasihat dalam konteks ini memiliki kandungan beban moral yang tinggi, karena dalam budaya Jawa-pun berlaku hukum modeling, dimana seseorang mencontoh perilaku orang lain yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Nasihat, dalam pemahaman serat Maduboso mensyaratkan kredibilitas yang tinggi bagi penasihat. Konselor yang hidupnya tidak tertata dengan baik sudah pasti sangat rentan jika menggunakan nasihat sebagai metodenya. Padmosusastro berulangkali mengingatkan betapa mudah seseorang memberi petuah, tetapi betapa sulitnya untuk melakukannya. Ia menulis, mituturi bêcik iku gampang, anggêre ora dikon anglakoni dhewe.

(47)

kejadian yang dialami oleh yang dinasihati. Akankah nasihat didengarkan oleh orang yang dinasihati? Padmosusastro menulis

Wong nganggit piwulang iku gampang: nanging ênggone nglakoni sing angèl, dening sing nganggit piwulang durung mêsthi yèn wis tau anglakoni dhewe apa kang winulangake, suprandene isining layang kabar kêbak piwulang. Bèn, aja kuwatir ora-orane digugu. Ana piwulang ing dalêm kabar: rukun agawe santosa. Iya bênêr dhasar unine mêngkono, nanging mung ana ing lambe, bae, ora têrus ing ati.

TERJEMAHAN: memberi nasihat itu gampang, tetapi menjalaninya yang sulit. Apalagi yang memberi nasihat belum pernah mengalami kejadian tentang apa yang dinasihatkannya. Walau demikian isi surat kabar tetap banyak pituturnya. Biarkan saja. Tidak usah khawatir, paling-paling tidak ada yang mengikutinya. Contohnya: Nasihat bahwa “bersatu kita teguh”. Memang benar bunyinya demikian, tetapi hanya di bibir tidak masuk dalam sanubari.

Meskipun ada sisi-sisi sulit dalam mempraktekkan nasihat kepada orang lain, Padmasusastra tetap berpendapat bahwa nasihat itu perlu.

Wong kang ora anggugu piwulang bêcik, iku prasasat nadhahi rubuhe kayu gurda, ngandêle yèn wis anglakoni, apa kowe dhêmên mangkono.

TERJEMAHAN: Orang yang tidak mengindahkan nasihat baik, ibarat ditimpa robohnya pohon beringin (gurda). Dia baru percaya kalau sudah mengalami. Apa kamu mau seperti itu?

(48)

memperhatikan teori nasihat berdasarkan kultur Jawa , sifat ekperiensial juga mengacu pada sifat-sifat nasihat yaitu jujur, baik, halus, bersih murni dan bersifat memotivasi seperti tertulis dalam teori Bimbingan Konseling Islami.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

(49)

31 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, antara lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001) menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metodologi kualitatif menghasilkan data deskriptif kualitatif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif-kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, maupun rekaman kaset atau video.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(50)

C. Subjek dan Objek Penelitian

Poerwandari (1998) menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian. Subjek penelitian adalah mahasiswi Universitas Sanata Dharma. Mereka adalah mahasiswi yang berasal dari suku Jawa, menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi sehari-hari, dan terikat dengan budaya Jawa dalam keseluruhan hidupnya. Sepuluh wanita Jawa putri yang terpilih telah diseleksi sesuai dengan keaslian suku Jawanya. Penelitian ini adalah penelitian payung, sehingga sepuluh subjek wanita Jawa dibagi pada masing-masing peneliti. Subjek penelitian dalam penelitian ini terdapat 4 subjek dengan nama samaran : Mawar, Melati, Lily, Rosa. Subjek masuk ke dalam topik utama yang sudah diklasifikasikan, yaitu: Budi Pekerti (aspek afeksi) dalam jenis nasihat proses (2 subjek: Mawar dan Melati) dan nasihat substansi (2 subjek: Lily dan Rosa). Jumlah nasihat pada masing-masing subjek sekitar 5 nasihat dalam serat wulangreh putri.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(51)

yang diteliti dalam penelitian ini sengaja dimasukkan sebagai sebuah perlakuan khusus di dalam setting laboratorium/ ruang khusus.

Teknik penulisan data dalam penelitian ini adalah naratif recording yaitu dengan menceritakan kembali suatu kejadian, keadaan lingkungan yang bertujuan untuk memperoleh data yang luas dan komprehensif tentang seberapa besar resistensi perempuan terhadap nasihat yang telah diberikan melalui proses konseling tahap pertama. Metode pengumpulan data ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu wawancara informatif, memberikan skala resistensi pada lembar kuesioner (setelah melalui proses wawancara) dan mencatat perilaku verbal dengan menggunakan tappe recorder dan handycam. 1. Wawancara

(52)

Emzir (2010) menyatakan bahwa terdapat 3 karakteristik wawancara berdasarkan bentuk pertanyaan yang diajukan, yaitu:

a. Wawancara tertutup

Wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang menuntut jawaban-jawaban tertentu. Misalnya, pertanyaan yang memerlukan jawaban-jawaban ya atau tidak, atau setuju, ragu-ragu, tidak setuju. Wawancara tertutup mempunyai keistimewaan dalam hal mudahnya mengklasifikasikan dan menganalisis data secara statistik.

b. Wawancara Terbuka

Wawancara ini dilakukan peneliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan-pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang pengajaran campuran laki-laki dan perempuan?. Wawancara terbuka memiliki kelebihan dari segi kekayaan datanya, akan tetapi sulit untuk mengklasifikasikan jawaban yang diajukan.

c. Wawancara Tertutup dan Terbuka

(53)

suaminya?” kemudian peneliti beralih pada pertanyaan terbuka, “mengapa?” atau “apa alasannya? Dapatkah Anda menjelaskan pendapat Anda secara detail?” dan sebagainya.

Dari uraian karakteristik wawancara berdasarkan bentuk pertanyaan yang diajukan, penelitian ini menggunakakan wawancara tertutup dan terbuka. Proses wawancara pada penelitian ini ada dua macam yaitu wawancara informatif dan wawancara penskalaan resistensi.

1) Wawancara Informatif

(54)

penelitian ini yaitu; subjek masuk ke dalam ruangan khusus, di dalam ruangan itu hanya ada konselor dan konseli, konselor kemudian memberikan nasihat kepada konseli dari serat Wulangreh putri, konseli kemudian memberikan tanggapan tentang nasihat yang telah diberikan konselor.

2) Wawancara penskalaan resistensi

Selain wawancara informatif, pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner skala resistensi. Setelah mengisi kuesioner skala resistensi kemudian subjek masuk dalam wawancara penskalaan resistensi pada focus grup discussion.

Verbatim wawancara peneliti dengan subjek peneliti dalam wawancara informatif terdapat pada lampiran 3.

2. Kuesioner Skala Resistensi

(55)

kuesioner skala resistensi ini berawal pada skala dari angka 1 (mewakili penolakan) sampai 10 (mewakili penerimaan) dalam kuesioner. Skala tersebut mewakili subjek dalam menyikapi nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif. Fokus utama dalam kuesioner skala resistensi ini adalah nasihat tentang budi pekerti. Kuesioner skala resistensi terdapat pada lampiran 4.

3. Focus Group Discussion (FGD)

Burhan (2001) menjelaskan, FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif. FGD adalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (dalam Uzaimi, 2011) didefinisikan sebagai “suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok” . Uzaimi (2011) menyatakan, FGD adalah metode penelitian yang cocok untuk menjawab pertanyaan how dan why, bukan untuk menjawab pertanyaan what dan how many.

“In addition to being especially useful for gaining the types of research information listed above, focus groups also overlap with in-depth interviewin types of data they can produce: Both offer the ability to drill down into the ‘how’ and ‘why’ of human experience, behavior, perceptionsm and beliefs; with sufficient sample sizes, both can give some indication of norms and range perspectives on a given a topic; and both are frequently used as a supplement to quantitative data.”(Guest, Greg dkk,1963: 174)

(56)

mereka hasilkan : Keduanya menawarkan kemampuan untuk menelusuri ke 'bagaimana ' dan ' mengapa' dari pengalaman manusia , perilaku , perceptionsm dan keyakinan ; dengan ukuran sampel yang cukup , keduanya dapat memberikan beberapa indikasi norma dan berbagai perspektif pada topik tertentu ; dan keduanya sering digunakan sebagai suplemen untuk data kuantitatif.”

Metode FGD ini akan menjadi metode utama dalam penelitian ini. Menurut peneliti, FGD dapat memberikan jawaban dari persoalan yang diangkat dalam penelitian ini. Penelitian FGD ini dapat membantu menurunkan teori beserta penjelasan teori yang sulit jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang lain. Variabel yang digali melalui FGD ini adalah:

a. Mengingatkan kata-kata dari nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif tahap pertama.

b. Mempertanyakan alasan subjek memberikan skala dari angka 1 (mewakili penolakan) sampai 10 (mewakili penerimaan) dalam kuesioner. Skala tersebut mewakili subjek dalam menyikapi nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif.

(57)

4. Observasi

Observasi dilakukan oleh sejawat. Observasi dalam pelaksanaan penelitian ini secara sistematis, sehingga pengamatan penelitian terkontrol. Observasi sistematik berbeda dengan observasi sederhana dalam hal tujuannya untuk mengumpulkan data yang lebih mendalam tentang gejala-gejala topik penelitian yang membantu dalam perumusan hipotesis atau pengujian hipotesis, kebalikan dari pengamatan sederhana yang mempunyai tujuan pengumpulan data awal dalam penelitian survei (Garabiyah, 1981:34). Penelitian ini menggunakan media camera sehingga pengamatan dapat dilihat berulang kali dari hasil video wawancara informatif. Peran peneliti dalam observasi sebagai penonton atau penyaksi dalam pelaksanaan FGD. Data observasi juga didapat dari observer lainya (peneliti lain). Hasil observasi terdapat pada lampiran 10.

E. Keabsahan Data

(58)

Gambar 1.1 Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data F. Teknik Analisis Data

Strauss dan Cobin (1990:59) menyatakan bahwa pengumpulan data dan analisis data merupakan proses antar jaringan (interwoven process) yang erat dan harus terjadi secara bergantian karena analisis mengarahkan pengambilan sampel data. Data FGD dikelompokkan menurut tema yang sudah ditentukan. Penelitian ini melalui 3 jenis pengodean menurut Strauss dan Cobin (1990:58), yaitu (1) pengodean terbuka (open coding), (2) pengodean berporos (axial coding) dan (3) pengodean selektif (selective coding). Pada akhir proses klasifikasi pengodean pada penelitian ini, data yang tidak relevan dengan penelitan disingkirkan supaya tidak mengganggu proses analisis. Pengkodingan data penelitian terdapat pada lampiran 6 dan lampiran 7.

W aw ancara Informatif Kuesioner Skala Resistensi

Focus Group Discussion

(59)

1. Persiapan

a. Menentukan subjek, yaitu sepuluh mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

b. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat Proses dan nasihat Subtansi

c. Klasifikasi topik pada masing-masing serat Wulangreh putri d. Pemilahan atau seleksi antara nasihat dan bukan nasihat

e. Klasifikasi nasihat yang relevan (dipakai) dan tidak relevan (tidak dipakai)

f. Menentukan variabel yang akan diteliti.

g. Menentukan sasaran subjek dengan jumlah 4 orang yang diteliti berdasarkan topik yang telah diseleksi

h. Pengujian instrumen oleh ahli yang dilakukan oleh peneliti dan dosen peneliti

2. Pelaksanaan

a. Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu, 24 September 2014 pukul 09.00 – 14.00 WIB di R. Laboraturium Prodi BK, USD.

(60)

c. Pengisian kuesioner skala resistensi

d. Subjek masuk ke dalam Focus Grup Discussion

e. Mengulas kembali hasil diskusi pada wawancara informatif dan alternatif jawaban subyek yang tersedia dalam kuesioner skala resistensi.

f. Subjek kembali mengikuti wawancara Focus Group Disscusion dengan pertanyaan utama wawancara, yaitu “apa alasan subjek memilih skala …. dari angka 1 sampai 10?”, “bagaimana” dan “mengapa”.

3. Analisis Data

Berikut ini tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data:

a. Jenis data didapatkan melalui wawancara informatif, skala resistensi, data FGD dan data observasi dari catatan peneliti maupun catatan observer lain.

b. Data tersebut dibuat verbatim, khususnya dari hasil rekaman video. c. Kemudian data tersebut diberi kode/ coding.

d. Menentukan skala resistensi subjek terhadap pemberian nasihat dengan melihat angka yang dipilih subjek, yaitu angka 1 – 4 resistensi terhadap nasihat tinggi, angka 5 – 7 resistensi terhadap nasihat sedang dan angka 8 – 10 resistensi terhadap nasihat rendah.

(61)

g. Analisis data dengan menggabungkan data penelitian dalam metode trianggulasi

h. Kesimpulan hasil penelitian 4. Klasifikasi Data

Tahapan analisis dilakukan oleh peneliti berdasarkan transkip FGD yang telah dibuat. Sebelum dianalisis, data FGD dikelompokkan menurut tema yang sudah ditentukan. Pengelompokan tema ini dilakukan agar peneliti lebih mudah dalam menganalisis data dan memberi arti pada kumpulan data yang sudah terkumpul. Data yang tidak relevan dengan penelitian akan disingkirkan supaya tidak mengganggu proses analisis. Berikut ini adalah rangkaian tahap klasifikasi data FGD hasil pengodean menurut Strauss dan Cobin.

a. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau subtansi dan penentuan topik pada masing – masing nasihat dalam serat Wulangreh putri. Data yang telah diklasifikasikan menjadi jenis proses atau jenis substansi dan inti topik dari teks Wulangreh putri ini kemudian diklasifikasikan kembali menjadi nasihat dan bukan nasihat. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau substansi terdapat pada lampiran 2.

(62)

efektif dalam kehidupan masyarakat. Selain itu fokus tahap klasifikasi ini ditujukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Klasifikasi serat Wulangreh putri yang dipakai dan tidak dipakai ini terdapat pada lampiran 1.

c. Klasifikasi variable yang diteliti menjadi akhir seleksi topik yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel yang memiliki relevansi yang paling banyak akan dipilih menjadi topik nasihat dalam proses penelitian selanjutnya.

Tabel 2: Klasifikasi Variabel yang akan Diteliti

VARIABEL PROSES SUBSTANSI

Budi Pekerti

M5, M8, M9, M10, A6, A14, A17, D11, D14, D19, K2, K21, K26, K28, K30

M6, D3, D7, D10, K9

Keterangan:

M: Mijil D: Dandang Gula A: Asmarandana K: Kinanthi

(63)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri. Bab ini berisi tentang deskripsi data, pelaksanaan wawancara dan hasil, pembahasan.

A. Deskripsi Data

Penelitian ini meneliti tentang seberapa besar resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dan substansi tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri. Berdasarkan hasil analisis data wawancara informatif, pengisian kuesioner dan data FGD, resistensi perempuan Jawa terhadap pemberian nasihat budi pekerti dalam serat Wulangreh putri adalah rendah. Pernyataan ini akan dideskripsikan lebih lanjut dengan berbagai proses olahan data sebagai berikut.

1. Data Wawancara Informatif

(64)

mendukung data grafik resistensi, data ini kemudian akan dibahas dalam pembahasan dari laporan penelitian. Verbatim wawancara informatif terdapat pada lampiran 3.

Tabel 3 : Tabel Data Wawancara yang Dianalisis

Nasihat Data Wawancara Informatif Proses 1

Mawar

“Kalau menurut aku, dalam keluarga suami itu seorang ayah sudah menjadi kepala keluarga. Sebaiknya kita berkonsultasi dulu atau berunding dulu dengan suami. Misalnya kan ada suami yang suka atau tidak suka dengan wanita karir. Kita sendiri pinginnya kita cari uang jadi wanita karir. Tapi kita tanya ke suami dulu, “Pak, saya gini..gini..gini. Saya ingin bekerja. Boleh atau tidak?” Itu sebenarnya harus didiskusikan dulu. Nah kalau boleh kita baru bisa melangkah lagi lebih lanjut. Soalnya restu dari suami membawa pengaruh dari kita. Tetapi di sisi lain, kalau keputusan yang kita ambil itu sebenarnya baik menurut kita dan bagi semua orang itu baik, ya kita harus menanggung resiko walaupun suami belum bisa berpikir itu nanti baik buruknya gimana. Jadi bila suami tidak

“Pengabdian istri kepada suami ya kita harus nurut kepada suami. Kita tidak boleh membangkang kepada suami. Kalau kita sudah nikah otomatis ikut suami. Tidak bergantung kepada orang tua. Itu suami yang nuntun kita, itu arahnya kita nanti kemana yang menuntun adalah suami. Dan kita itu juga harus menuruti apa kemauan suami. Kita sebagai wanita harus mencukupi lahiriah dan batiniah. Jadi kita harus patuh terhadap suami.”

(WR/HWK/NP2/K1/24-32) Proses 2

Melati

(65)

Nasihat Data Wawancara Informatif dan di situ aku menyadari marah itu gara-gara apa. Kadang nangis sendiri, kadang teriak,“Tuhan.. gini..gini..gini..” Nah, selain itu di sisi lain, aku bisa mengontrol kemarahanku dengan dengerin musik. Aku dengan mendengarkan musik kayaknya bisa luluh gitu. Nah, jadi bisa tenang, bisa damai. Tetapi kalau marahku udah bener-bener marah, gak kuat, aku tidak pernah menyakiti diri sendiri dan tidak berbuat apa-apa. Cuman orang yang membuat aku marah itu, aku sindir secara tapi itu nanti akan terasa seperti yang aku alami akhir-akhir ini, aku difitnah. Aku hanya menyindir secara halus halus di depanku aja kamu terlihat baik, tetapi di belakang kamu kok kayak gitu. Dia langsung kerasa, langsung minta maaf sendiri. Itu nanti kemarahan yang ada dalam sendiri langsung luluh sendiri. Dia yang mengakui.” (WR/HWK/NP3/K1/37-58)

Proses 3 Melati

Kalau aku mengelola kemarahan dengan atur nafas, kalau masih marah lalu air wudu, kalau masih marah lalu duduk sama mikirkan yang bagus-bagus. Dan dengan menyebut nama Allah.(WR/HWK/NP3/K2/59-62)

Proses 4 Mawar

Misalnya kayak mengerjakan tugas kelompok gitu, ketika saat dunia SMA masih sering menggantungkan. Tetapi ini udah di dunia perkuliahan, seharusnya pikiran sudah dewasa, udah maju. Kalau ada tugas kelompok kita kerjakan bareng-bareng. Tapi saya mengakui sendiri, di kelompok saya gak suka dengan teman saya yang tidak mau mengerjakan tugas. Kadang aku udah mengingatkan dia kalau kamu dah dewasa. Pikiran kamu seharusnya ke depan. Aku mikirnya kelompokku kalau maju nilainya bagus. Presentasinya bagus. Tetapi kok tidak sesuai cuman angan-angan. Soalnya ada salah satu temenku yang gak mau kerja. Rasanya ndongkol kayak pingin memberontak. Kamu gak usah ikut kelompokku. Aku bener-bener cari yang mau berfikir kritis, yang mau dengan bekerja keras. (WR/HWK/NP4/K1/63-79)

Proses 4 Melati

(66)

Nasihat Data Wawancara Informatif Substansi 1

Lily

Karena untuk menjalin sebuah komunikasi antara suami dan istri harus mengetahui watak masing-masing. Kalau kita menghargai suami pasti suami juga menghargai seorang istri. Seorang istri juga perlu mengetahui watak suami agar bisa bertukar pendapat, saling mengerti, saling menghargai tanpa memandang perbedaan antara status, misal statusnya suami mungkin bisa dikatakan orang kaya dan istri dari menengah kebawah, agar tidak terjadi perbedaan tersebut maka seorang istri harus mengetahui watak-watak suami dan suami harus juga menerima istri apa adanya.

(WR/HWFGD/NS1/K3/72-95) Substansi 1

Rosa

Karena tidak mudah untuk menerima sifat orang lain. Sebagai istri harus menerima suaminya walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetap harus menerima. Istri memang harus memahami suaminya, suami pun juga harus memahami istrinya. Jangan mau menang sendiri. (WR/HWFGD/NS1/K4/96-107)

Substansi 2 Lily

Hubungan antara jiwa, raga dan kebahagiaan itu saling berkaitan. Jika jiwa kita mengalami kebahagiaan, tentu raga kita juga mengalami bahagia, tidak tertekan, tidak depresi. Hubungan kebahagiaan itu tersebut bisa dikatakan antara raga kita berpikir tenang, maka jiwa kita merasa tenang jadi otomasi kebahagiaan akan datang dengan sendirinya walaupun tidak berupa materi ataupun kebahagiaan misalnya yang rumahnya bagus, mobil ada, itu tidak. Tetapi kebahagiaan itu ada dalam hati kita masing-masing. Jadi ketenangan hati tidak bisa tergantikan dengan materi apapun karena kebahagiaan ada dalam hati kita masing-masing.(WR/HWK/NS2/K3/107-119)

Substansi 2 Rosa

Kalau orang merasa merasa bahagia, pasti raganya juga kelihatan lebih segar. Jiwanya juga tidak terganggu dalam artian seperti itu. Tetapi kalau orang sudah tertekan dari segi kebahagiaan, maksudnya kebahagiaannya sudah dikekang, pasti akan berdampak ke jiwa sama ke raganya dia. Misal tidak dibolehin ini itu, padahal suka tetapi akan mempengaruhi ya walaupun gak banyak tetapi mempengaruhi banget. (WR/HWK/NS2/K4/120-128)

Substansi 3 Lily

(67)

Nasihat Data Hasil Wawancara Konseling Substansi 3

Rosa

Kalau batin itu bagian dalam, paling tidak mengikuti adat dalam arti kalau tidak boleh “gini” ya diikuti. Meskipun sekarang zaman modern, tetapi paling tidak adat-adat Jawa itu jangan sampai dilupakan. Misal kalau cewek Jawa itu gak boleh aneh-aneh, atau gak boleh apa, harus kalem, paling tidak harus ditunjukkan. Tetapi kita tetap gak boleh kolot, walaupun di jaman modern. Intinya menjaga ke-Jawa-annya.(WR/HWK/NS2/K4/138-146)

Substansi 4 Lily

Kesetiaan itu di mana seorang, salah satu pribadi bisa menghargai yang orang itu lakukan pada pasangannya. Setia juga bukan berarti selalu bertemu atau tatap muka, belum tentu hatinya juga setia, karena setia juga bisa dikatakan kita percaya pada masing-masing, saling melengkapi, bertukar pikiran, tidak saling egois, saling mengerti kesibukan masing-masing, itu juga bisa dikatakan setia. Setia juga misalnya dalam pacaran Long Distanceatau pacaran jarak jauh, itu juga bisa menguji kesetiaan kita di mana salah satu pasangan bisa menjaga pandangan kita, hati kita, yang mungkin kasarannya gampang tergoda dengan wanita lain atau pria lain.(WR/HWK/NS4/K3/147-159)

Substansi 4 Rosa

Menurut saya, komitmen di antara dua orang yang berhubungan untuk saling menghargai, saling menghormati. Setia dalam persahabatan ya saling menjaga, saling tolong menolong. Kan ada istilah setia kawan. Setia itu intinya adalah ikatan batin yang benar-benar kuat dan sulit dilepaskan dalam artian, kalau sudah setia dengan orang lain ya setia dengan orang itu saja. Kata “setia” hanya diucapkan untuk orang yang kita mau serius, atau kita mau menjalin hubungan yang serius dengan orang itu. Jangan sampai kita mematahkan kesetiaan atau kepercayaan itu.

(WR/HWK/NS4/K4/160-171)

2. Data Kuesioner Skala Resistensi

Data kuesioner skala resistensi nasihat jenis proses dan substansi dideskripsikan berdasarkan proses pengolahan data.

a. Standar tinggi rendahnya skala resistensi

(68)

resistensi dalam penelitian ini dijelaskan peneliti bahwa semakin tinggi angka skala yang dipilih subjek, maka resistensi subjek terhadap nasihat serat wulangreh adalah rendah. Sebaliknya, semakin rendah angka skala yang dipilih subjek, maka resistensi subjek terhadap nasihat serat wulangreh adalah tinggi.

Grafik 1: Standar tinggi rendahnya skala resistensi

Berikut ini adalah penjelasan strandar skala resistensi. 1) Skala 1-4 , Resistensi Terhadap Nasihat Tinggi

Jika skala resistensi yang diberikan subjek menunjuk angka 1-4, maka resistensi subjek terhadap pemberian nasihat adalah tinggi. Penerimaan subjek terhadap nasihat adalah rendah.

2) Skala 5-7, Resistensi Terhadap Nasihat Sedang

(69)

3) Skala 8-10, Resistensi Terhadap Nasihat Rendah

Jika skala resistensi yang diberikan subjek menunjuk angka 8-10, maka resistensi subjek terhadap pemberian nasihat adalah rendah. Penerimaan subjek terhadap nasihat adalah tinggi.

Skala resistensi dalam penelitian ini merupakan suatu kebalikan. Salah satu contohnya, jika subjek menunjuk angka 10 maka resistensi atau penolakan terhadap pemberian nasihat adalah rendah. Angka tertinggi dalam penskalaan resistensi merupakan resistensi yang paling rendah, artinya bahwa subjek sangat menerima pemberian nasihat dalam wawancara. Kuesioner skala resistensi terdapat pada lampiran 4. b. Angka skala resistensi subjek terhadap nasihat jenis proses dan

substansi dalam serat Wulangreh putri tentang budi pekerti

(70)

Angka Skala Jenis

Nasihat Peserta Nasihat

1 Nasihat 2 Nasihat 3 Nasihat 4

Mawar 8 10 10 8

Proses

Melati 8 9 8 8

Lily 9 8 10 8

Substansi

Rosa 7 9 6 10

Tabel 4 : Skala Resistensi Subjek berdasarkan jawaban pada lembar Kuesioner

Tabel di atas kemudian diolah ke dalam grafik resistensi yang akan menunjukkan tinggi rendahnya resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dan substansi dalam serat Wulangreh putri tentang budi pekerti.

c. Grafik skala resistensi subjek terhadap nasihat Wulangreh putri jenis proses dan substansi tentang budi pekerti

(71)

Grafik 2: Grafik resistensi subjek terhadap nasihat budi pekerti jenis proses dan substansi dalam serat Wulangreh Putri

Grafik di atas menunjukkan bahwa resistensi Mawar dan Melati terhadap nasihat jenis proses adalah rendah, sedangkan resistensi Lily dan Rosa terhadap nasihat jenis substansi adalah rendah dan sedang. Berikut ini ada deskripsi data dari pembacaan grafik skala resistensi masing-masing subjek.

Gambar

Tabel 1: Serat Wulangreh dan terjemahannya (suntingan Sutji Hartiningsih)
Grafik 2: Grafik resistensi subjek terhadap nasihat budi pekerti jenis proses dan
Tabel 1 : Serat Wulangreh Putri dan terjemahannya (Suntingan Sutji Hartiningsih) yang dipakai dalam penelitian
Gambar 1.1 Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cianjur merupakan kota agamis yang biasanya kepemimpinan dari tingkat desa sampai pusat dipimpin oleh laki-laki, tapi di Desa Padaluyu kecamatan Cugenang Cianjur

diagram konteks. Proses input atau edit data penduduk,data kepala keluarga merupakan proses menyimpan dan mengambil data penduduk dari tabel penduduk, proses input atau edit

Untuk diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan;

mengalokasikan sebagian besar dari biaya tidak langsung departemental adalah sulit dan bersifat arbitrer. Yang terbaik yan dapat dilakukan adalah melakukan..

Hasil penelitian terhadap keputusan pembelian menunjukkan bahwa: Pada item pertama, 27,0% responden menyatakan sangat setuju, 46,0% responden menyatakan setuju,

Danserau (2007) menyatakan bahwa pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan siswa dapat mempelajari materi yang lebih banyak dari

Hal ini sesuai dengan penelitian Oktariani (2014) yang menyatakan bahwa anggota koperasi mampu meningkatkan keunggulan kompetitif karena mampu memberikan transfer input yang

 Badan Usaha Jasa Konstruksi yang dibentuk dalam rangka kerja sama modal harus memenuhi persyaratan kualifikasi besar dan wajib memiliki Izin Usaha1.  Wajib memiliki IZIN USAHA