GAMBARAN MAKROSKOPIS GINJAL MENCIT (Mus musculus) JANTAN MODEL UROLITHIASIS DENGAN PEMBERIAN INFUSUM SELEDRI (Apium
graveolens)
Erfan Andrianto Aritonang1), Agus Sjafarjanto2), Rondius Solfaine3)
1)Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kususma Surabaya
2)Bagian Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kususma Surabaya
3)Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kususma Surabaya
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran maksroskopis ginjal mencit (Mus musculus) model urolithiasis dengan pemberian infusum seledri (Apium graveolens).
Penelitian terbagi dalam empat perlakuan yaitu K 1 (akuades); K 2 (induser urolithiasis);
S 1 (infusum seledri 20%, setelah satu jam kemudian diberi induser urolithiasis); dan S 2 (infusum seledri 40%, setelah satu jam kemudian diberi induser urolithiasis). Induser urolithiasis adalah 0,75% etilen glikol dan 2% amonium klorida. Perlakuan dilakukan selama 10 hari, nekropsi dan analisis makroskopis ginjal dilakukan pada hari ke-11.
Analisis makroskopis meliputi skoring gambaran makroskopis ginjal, panjang dan tebal ginjal, serta bobot ginjal mencit. Data hasil skoring gambaran makroskopis ginjal di analisis menggunakan uji Chi Kuadrat, sedangkan panjang dan tebal ginjal serta bobot ginjal dianalisis menggunakan uji Anova. Hasil skoring gambaran makroskopis ginjal kelompok S 1 dan S 2 terhadap kelompok K 2 menunjukan adanya perbedaan yang nyata (p>0,05). Hasil rata-rata panjang dan tebal ginjal kanan setiap kelompok adalah 0,80;
0,38(K 1); 1,08; 0,50(K 2); 1,05; 0,48 (S 1); dan 0,975; 0,47(S 2) dan rata-rata panjang dan tebal ginjal kiri setiap kelompok adalah 0,83; 0,36(K 1); 0,94; 0,44(K 2); 0,94; 0,44(S 1); 0,89; 0,39(S 2). Hasil rata-rata bobot ginjal setiap kelompok adalah 0,259 ± 0,50(K 1);
0,372 ± 0,44(K 2); 0,370 ± 0,41(S 1); dan 0,325 ± 0,079(S 2). Uji statistik ANOVA terhadap ukuran dan bobot ginjal mencit kelompok S 1 dan S 2 terhadap kelompok K 2 tidak berbeda nyata (p>0,05).
Kata kunci: Ginjal, Infusum, Kalkuli, Seledri, Urolithiasis Pendahuluan
Urolitiasis merupakan penyakit non infeksius yang sering dilaporkan terjadi pada anjing dan kucing. Urolitiasis ditandai dengan pembentukan batu (kalkuli) pada saluran kemih yang terbentuk akibat peningkatan akumulasi mineral dalam urin, sehingga menyebabkan konsentrasi urin menjadi jenuh dan terjadi supernatanasi. Kristal yang paling sering ditemukan adalah kalsium oksalat dan magnesium amonium fosfat, masing- masing dengan prosentase sebesar 46,3% dan 42,4%. Sejak dibukanya Canadian Veterinary Urolith Centre (CVUV) dilaporkan 40.100 ekor anjing dan 10.200 ekor kucing dengan kasus urolitiasis berhasil di analisa (Damayanti, dkk., 2015; Hartiningsih,dkk., 2012; Hesse and Neiger 2008).
Ditinjau dari lokasinya, urolithiasis dibagi kedalam 2 bentuk, yaitu urolithiasis atas (nefriolithiasis/batu ginjal) dan bawah (vesikotoiliasis/batu kandung kemih). Nefriolithiasis merupakan keadaan awal sebelum dapat berkembang menjadi vesikotoiliasis apabila kristal berpindah lokasi dan terakumulasi di kandung kemih (Rusdiana, dkk., 2015).
Tindakan terapi kasus urolithiasis dengan instrumentasi kedokteran modern yang umum dilakukan meliputi tindakan bedah guna mengangkat kalkuli, katerisasi, dan penggunaan obat kimia (Chaussy, et al., 2007; Damayanti, dkk., 2015). Namun terapi- terapi tersebut relatif mahal serta mengindikasikan adanya efek samping, terutama pada
penggunaan obat kimia. Selain itu kekambuhan urolithiasis juga dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan preventif (Sparkes and Philippe, 2008).
Tren pemanfaatan herbal sebagai pengobatan alternatif urolithiasis saat ini semakin berkembang di Indonesia, salah satunya adalah seledri (Apium graveolens).
Penelitian Dewi dkk., (2016) menyimpulkan bahwa ekstrak air seledri 20% memiliki aktivitas antikalkuli secara in vitro. Tanaman seledri mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tannin, triterpenoid, glikosida polifenol, saponin, protein, belerang, kalsium, besi, fosfor, vitamin A, B1, dan C (Rusdiana, dkk., 2015; Shanmugapriya and Ushadevi, 2014;
Chanan, 2008). Kandungan flavonoid dan kalium berpengaruh terhadap peluruhan dan pencegahan penempelan kristal penyebab kalkuli (Kolarovic, et al., 2010; Ratu dan Hardjoeno, 2006).
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan pengujian seledri sebagai antiurolithiasis secara in vivo. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis gambaran makroskopis, panjang dan tebal ginjal, serta bobot ginjal mencit model urolithiasis dengan pemberian infusum seledri. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai gambaran makroskopis ginjal mencit model urolithiasis dengan pemberian infusum seledri serta menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut guna menguji secara in vivo aktifitas antikalkuli infusum seledri dengan parameter yang berbeda.
Metodologi Penelitian Pembuatan Simplisia
Seledri dibersihkan dari kotoran dengan air mengalir lalu ditiriskan, kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Simplisia yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak guna mendapatkan serbuk halus sebanyak 100 gram.
Pembauatan Infusum
Serbuk simplisia 100 gram dimasukkan ke dalam erlemeyer dan ditambahkan akuades sebanyak 1000 ml, kemudian dipanaskan di dalam waterbath selama 15 menit terhitung mulai suhu 90°C sambil sesekali diaduk. Cairan pekat di dinginkan, lalu disaring dan dibuat menjadi konsentrasi 20% dan 40%.
Pengelompokan Mencit
Mencit dibagi ke dalam 4 kelompok menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yaitu K1, K2, S1, dan S2. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 mencit yang dikandangkan secara berkelopok. Sebelum diberi perlakuan mencit di aklimatisasikan selama tujuh hari yang diberi pakan secukupnya dan minum secara adlibitum. Kelompok K 1 (Kelompok kontrol negatif, akuades 1 ml); K 2 (Kelompok kontrol positif, larutan induser kalkuli); S 1 (infusum seledri 20%, setelah satu jam diberi induser kalkuli); S 2 (infusum seledri 40%, setelah satu jam diberi induser kalkuli).
Pemberian Model Urolithiasis pada Mencit
Larutan induser kalkuli adalah 0,75% etilen glikol dan 2% amonium klorida.
Volume pemberian adalah 6 ml/100 gram BB/hari (Anggraeni, 2013; Arifin, dkk., 2014).
Pengujian Infusum Seledri pada Mencit
Infusum seledri di berikan dengan volume 1 ml/100 gram BB. Induser kalkuli dan infusum seledri diberikan selama 10 hari secara per oral. Setelah perlakuan hari ke-10 tikus di puasakan. Pada hari ke-11 tikus di korbankan dengan teknik mematikan dislokasi leher, selanjutnya dilakukan nekropsi guna mengangkat ginjal mencit.
Analisis Makroskopis Ginjal Mencit
Analisis makroskopis ginjal mencit model urolithiasis meliputi gambaran makroskopis ginjal, ukuran ginjal, serta bobot ginjal. Analisis gambaran makroskopis dilakukan dengan cara skoring, yaitu skoring 1 (warna merah kecokelatan); skoring 2 (hiperemi); skoring 3 (hemoragi); skoring 4 (nekrosis).
Perhitungan rasio bobot mencit dan berat badan mencit dan presentase penurunan rasio bobot ginjal dan berat badan mencit
Perhitungan rasio bobot ginjal dan berat badan mencit dan presentase penurunan rasio bobot ginjal dan berat badan dengan menggunakan rumus (Anggraeni, 2013).
Rasio bobot ginjal dan berat badan/ 100 gram =
Presentase Penurunan Rasio bobot ginjal dan berat badan/ 100 gram =
Analisis Data
Data skoring gambaran makroskopis ginjal di uji statistik menggunakan Chi Kuadrat. Data ukuran ginjal dan bobot ginjal di uji statistik menggunakan Analisa Varian (ANOVA).
Hasil dan Pembahasan
Hasil Pemeriksaan Gambaran Makroskopis Ginjal
Uji statistik pemeriksaan gambaran makroskopis ginjal mencit model urolithiasis yang dilakukan menggunakan Chi Kuadrat pada kelompok K 2, S 1, dan S 2 menunjukan adanya perbedaan nyata (p<0,05).
Tabel 1. Hasil skoring gambaran makroskopis ginjal mencit setiap kelompok
Kelompok Jumlah (ekor)
Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3 Skoring 4
K 1 6 0 0 0
K 2 1 2 0 0
S 1 3 3 0 0
S 2 5 1 0 0
Gambar 1. Skoring makroskopis ginjal mencit (A. skoring 1; B. skoring 2) Hasil Pengukuran Ukuran Ginjal Mencit
Hasil rata-rata panjang dan tebal ginjal kanan mencit masing-masing kelompok adalah 0,80; 0,38(K 1); 1,08; 0,50(K 2); 1,05; 0,48(S 1); dan 0,975; 0,47(S 2). Hasil rata- rata panjang dan tebal ginjal kiri mencit masing-masing kelompok adalah 0,83; 0,36(K 1);
0,94; 0,44(K 2); 0,94; 0,44(S 1); dan 0,89; 0,39(S 2). Hasil rata-rata panjang dan tebal ginjal kanan dan kiri mencit terendah adalah kelompok K 1, sedangkan rata-rata panjang dan tebal ginjal yang tertinggi adalah kelompok K 2. Hasil rata-rata panjang dan tebal ginjal kelompok S 1 dan S 2 menunjukan adanya selisih rata-rata panjang dan tebal ginjal daripada kelompok K 2. Uji statistik yang dilakukan pada kelompok K 2, S 1, dan S 2 pada
Bobot ginjal mencit (gram) Berat badan mencit (100 gram)
(rata-rata bobot ginjal kelompok kontrol positif) – (rata-rata rasio bobot ginjal dengan berat dan kelompok uji)
rata-rata bobot ginjal kelompok kontrol positif x 100%
A B
hasil ukuran ginjal kanan dan kiri mencit menggunakan ANOVA menunjukan tidak ada perbedaan nyata (p>0,05).
Tabel 2. Hasil rata-rata ukuran ginjal kanan dan kiri mencit setiap kelompok
Kelompok
Rata-rata ukuran ginjal mencit (cm) Ginjal kanan Ginjal kiri Panjang Tebal Panjang Tebal
K 1 0,88 0,38 0,83 0,36
K 2 1,08 0,50 0,94 0,44
S 1 1,05 0,48 0,94 0,44
S 2 0,975 0,47 0,89 0,39
Hasil Pengukuran Bobot Ginjal Mencit
Hasil rata-rata bobot ginjal mencit masing-masing kelompok adalah 0,259 ± 0,50(K 1); 0,372 ± 0,44(K 2); 0,370 ± 0,41(S 1); dan 0,325 ± 0,079(S 2). Hasil rata-rata bobot ginjal terendah adalah kelompok K 1, sedangkan rata-rata bobot ginjal yang tertinggi adalah kelompok K 2. Hasil rata-rata bobot ginjal kelompok S 1 dan S 2 menunjukan adanya selisih rata-rata bobot ginjal daripada kelompok K 2, tetapi uji statistik yang dilakukan pada kelompok K 2, S 1, dan S 2 menggunakan ANOVA menunjukan tidak ada perbedaan nyata (p>0,05).
Tabel 4. Hasil rata-rata bobot ginjal mencit setiap kelompok Kelompok Rata-rata bobot ginjal (gram)
(Rata-rata ± Standar deviasi)
K 1 0,259 ± 0,050
K 2 0,372 ± 0,044
S 1 0,370 ± 0,041
S 2 0,325 ± 0,079
Pembuktian pengaruh infusum seledri sebagai antikalkuli yang ditinjau dari keadaan makroskopis ginjal pada penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan perhitungan rasio bobot ginjal dan berat badan mencit yang digunakan untuk mengkoreksi faktor berat badan yang lebih besar akan memiliki bobot ginjal yang lebih besar pula.
Mencit yang di induksi etilen glikol dosis tinggi akan terjadi penurunan berat badan dan kenaikan bobot ginjal dan rasio bobot ginjal dan berat badan, artinya semakin banyak akumulasi kalsium oksalat (indikasi batu ginjal) maka rasio bobot ginjal dan berat badan semakin besar (Cruzan et al., 2004). Hal inilah yang akan dibandingkan antara semua kelompok perlakuan. Data hasil rata-rata hasil perhitungan rasio bobot ginjal dan berat badan di tunjukan pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil rata-rata rasio berat ginjal dan berat badan mencit setiap kelompok
Kelompok
Rata-rata rasio bobot ginjal dan berat badan mencit (gram/100 gram)
(Rata-rata ± Standar deviasi)
K 1 0,259 ± 0,050
K 2 0,372 ± 0,044
S 1 0,370 ± 0,041
S 2 0,325 ± 0,079
Hasil rata-rata rasio bobot ginjal dan berat badan mencit masing-masing kelompok adalah 1,257 ± 0,328 (K 1); 1,529 ± 0,115 (K 2); 1,510 ± 0,099 (S 1); dan 1,367 ± 0,327 (S 2). Hasil rata-rata rasio bobot ginjal dan berat badan terendah adalah kelompok K 1, sedangkan rata-rata rasio bobot ginjal dan berat badan yang tertinggi adalah kelompok K 2. Hasil rata-rata bobot ginjal kelompok S 1 dan S 2 menunjukan adanya selisih rata-rata rasio bobot ginjal dan berat badan dengan kelompok K 2. Setelah diketahui rasio berat ginjal dan berat badan di lanjutkan dengan menghitung presentase penurunan rasio berat ginjal dan berat badan pada kelompok S 1 dan S 2 terhadap kelompok K 2. Hasil presentase penurunan rasio bobot ginjal dan berat badan ditunjukan pada tabel 6.
Tabel 6. Presentase penurunan rasio bobot ginjal dan berat badan mencit kelompok S1 dan S2
Kelompok Presentase penurunan rasio bobot ginjal dan berat badan mencit
S 1 1,243 %
S 2 10,595 %
Perhitungan presentase penurunan rasio bobot ginjal kelompok S 1 terhadap kelompok K 2 adalah sebesar 1,243 %, sedangkan presentase penurunan rasio berat ginjal kelompok S 2 terhadap kelompok K 2 cukup besar yaitu sebesar 10,595 %. Hal ini berarti pemberian infusum seledri dengan dosis yang makin besar (40%) memberikan pengaruh terhadap perbaikan fungsi ginjal yang dibuktikan dengan rasio bobot ginjal dan berat badan yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok K 2 dan S1.
Pembahasan
Pelarutan kalsium oksalat dalam ginjal oleh seledri merupakan efek dari kandungan kalium dan flavonoid. Kalium akan berkompetisi dan memisahkan kalsium dengan oksalat, yang akan membentuk senyawa garam yang mudah larut dengan air sehingga kalsium akan terlarut dan terekskresikan melalui urin. Daya melarutkan kalium terhadap kalsium oksalat ini karena letak kalium berada sebelum kalsium dalam deret volta. Flavonoid seperti apigenin dan apiin yang terkandung dalam seledri dapat meningkatkan urinasi (diuretik) dan meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Peningkatan filtrasi glomerulus akan berdampak pada percepatan pengeluaran toksik dalam ginjal melalui urin dan berpengaruh terhadap peluruhan dan pencegahan penempelan kristal penyebab kalkuli. Pengeluaran kalsium oksalat dapat meminimalisir akumulasi kalsium oksalat dalam ginjal serta berkurangnya reaksi radang yang terjadi, sehingga akan memberikan pengaruh pada gambaran makroskopis ginjal mencit yang di induksi etilen glikol dan amonium klorida (Maharani, dkk., 2012; Adha, 2009; Guyton and Hall, 1997;
Kolarovic, et al., 2010; Ratu dan Hardjoeno, 2006).
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Pemberian induksi kalkuli dengan infusum seledri (Apium graveolens) dosis 20% dan 40% memilki perbedaan nyata (p<0,05) terhadap gambaran makroskopis ginjal mencit (Mus musculus) yang hanya diberi induksi kalkuli.
2. Pemberian induksi kalkuli dengan infusum seledri (Apium graveolens) dosis 20% dan 40% memilki perbedaan tidak nyata (p>0,05) terhadap panjang dan tebal ginjal serta bobot ginjal mencit (Mus musculus) yang hanya diberi induksi kalkuli.
Daftar Pustaka
Adha, C., 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana mill) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague Dawley. [Skripsi].
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni, S., 2013. Uji Aktivitas Penghambatan Batu Ginjal (Anti Nefrolithiasis) Ekstrak Etanol dari Herba Pegangan (Centellaasiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan.
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Hidayatullah Jakarta.
Arifin, H., Resviana V. dan Elisma, 2014. Pengaruh Ekstrak Daun Binahong (Anrederacordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Volume Urindan Hambatan Pembentukan Batu Ginjal pada Tikus Terinduksi Etilen Glikol. J. Farm Hig. 6(2), 145-156.
Chanan, E., 2008. Seledri, Penyedap Yang Juga Jadi Obat. Diakses 2 Januari 2018 dari //http.sman1payakumbuh.net/Index2.php?option=comcontent&dopdf=1%id44.Faku as Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Chaussy, M. D., Eisenberger M. D. and Forssmann, 2007. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL): a Chronology. J. of Endouro. 21(11), 1249-1253.
Cruzan, G., Corley R. A., Hard G. C., Martens J. J. M. W., McMartin K. E., Snelling W. M., Gingell R., Deyo J. A., 2004. Subchronic Toxicity of Ethylene Glicol in Wistar and F- 334 Rats Related to Metabolism and Clearance of Metabolism. Toxic Scien. 81(2), 502-511.
Damayanti, L., Trisunuwati P. dan Muwarni S., 2015, Efek Perasan Daun dan Tangkai Semanggi Air (Marsileacrenata) terhadap Kualitas Urin pada Hewan Model Urolithiasis Tikus Putih (Rattus norvegicus), Program Kedokteran Hewan.
Universitas Brawijaya.
Dewi, E. K. M., Walanda D. K. dan Sabang S. M., 2007. Pengaruh Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Kelarutan Kalsium dalam Batu Ginjal. J. Akad. Kim. 5(3), 127-132.
Guyton A. and Hall J., 19997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Edisi ke-9.
Hartiningsih, Devi A., Widiyono I.dan Wuryastuti H., 2012, Keterkaitan Panhisterektomi dan Suplemen 1,25-Dihidroksivitamin D3 dengan Resiko Urolitiasis pada Tikus, J.
Vet, vol 13 no 3, 313-321.
Hesse, A. and Neiger R., 2008. Harnsteinebei Kleintieren. EnkeVerlag. Germany.
Kolarovic, J., Popovic and M., Zlinska J., 2010. Antioxdidant Activities of Celery and Parsley Juices in Rats Treated with Dexorubicin. Molecules. 15, 6193-6204.
Maharani, E. T., Mukaromah, A. H., dan Susilo, J. 2012. Analisis Kalium dan Prosentase daya larut Calsium Oksalat oleh kalium dalam Air teh Daun Sukun (Artocarpus altilis). LPPM Unimus.
Ratu, G. dan Hardjoeno A. B., 2006. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboratorium Patologi Klinik. Ind. J of Clin Path and Med.12(3), 114-117Rusdiana, T., Sriwidodo J., Solahudin E., Halimah A.W., Irwan S., Amin S.A., Sumiwi dan Abdasah M., 2015.
Pengujian Efek Antikalkuli dari Herba Seledri (Apium graveolens L.) Secara In Vitro.
IJPST. 2(2), 63-67.
Shanmugapriya, R. and Ushadevi T., 2014. In Vitro Antibacterial and Antioxdidant Activities of Apium graveolens L. Seed Extract. Int. J. Drug Dev. & Res. 6(3), 165- 170.
Sparkes, A. H and Phillipe C. J., 2008. Urolithiasis in Cats: Managing The Risks. Nestle Purina Pet Care. 12(1), 1-7.