• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENYIRAMAN SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENYIRAMAN SKRIPSI OLEH :"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

SITI NAMIRA / 140301073

AGROTEKNOLOGI - BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

SKRIPSI

OLEH :

SITI NAMIRA / 140301073

AGROTEKNOLOGI - BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)
(4)

(Ipomoea batatas L.) pada Berbagai Tingkat Penyiraman yang dibimbing oleh, NINI RAHMAWATI dan LISA MAWARNI.

Respons tanaman terhadap kekurangan air dapat dilihat berdasarkan aspek fisiologi, morfologi, tingkat pertumbuhan, dan juga produktivitas. Pertumbuhan sel merupakan proses yang terjadi pada tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel. Penggunaan varietas ubi jalar toleran kekeringan merupakan salah satu cara mengurangi kehilangan hasil. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan April sampai Agustus 2018, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis karakter fisiologi (klorofil a, b dan total klorofil, enzim superoksida dismutase, hidrogen peroksida, kadar air relatif daun dan kandungan betakaroten pada umbi) beberapa genotipe ubi jalar (Ipomoea batatas L.) (varietas Beta-1 warna umbi orange, aksesi lokal Perbaungan warna umbi kuning, dan aksesi lokal Binjai warna umbi orange) pada berbagai tingkat penyiraman (P1 = penyiraman sangat terbatas (disiram sampai 1 bulan interval 10 hari), P2 = penyiraman terbatas (disiram sampai 2 bulan interval 10 hari) dan P3 = penyiraman optimum (disiram sampai 4 bulan interval 10 hari)). Parameter amatan diamati pada 2 bulan dan 3 bulan setelah tanam (BST). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa genotip ubi jalar memiliki respons yang berbeda terhadap tingkat penyiraman. Genotipe ubi jalar menunjukkan perbedaan nyata pada karakter fisiologi. Genotipe lokal Binjai berumbi oranye menghasilkan rataan tertinggi pada klorofil b pada 2 BST, klorofil a, b dan total klorofil pada 3 BST, hidrogen peroksida pada 3 BST, kadar air relatif pada 2 BST serta kandungan betakaroten pada umbi. Perbedaan tingkat penyiraman ubi jalar menunjukkan perbedaan nyata pada karakter fisiologi.

Penyiraman sampai umur 4 bulan dengan interval 10 hari menghasilkan rataan tertinggi pada klorofil b pada 2 BST, klorofil a, b dan total klorofil pada 3 BST, enzim superoksida dismutase, hidrogen peroksida pada 3 BST, serta kandungan betakaroten pada umbi.

Kata Kunci : cekaman kekeringan, karakter fisiologis, ubijalar.

(5)

potato (Ipomoea batatas L.) genotypes on various watering level were guided by NINI RAHMAWATI and LISA MAWARNI.

The response of plants to water shortages can be seen based on physiological, morphology aspects, growth rate, and also productivity. Cell growth is a process that occurs in plants that are most sensitive to water shortages. Lack of water in plants will affect cell turgor so that it will affect cell growth and development, protein synthesis, and cell wall synthesis. The use of drought tolerant sweet potato varieties are one way to reduce yield loss. The research was conducted at the experimental field of Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in April to August 2018, using Randomized Block Design (RBD) with 2 factors. This research aim was to analyze the physiological characters (chlorophyll a, b and total chlorophyll, superoxide dismutase enzymes, hydrogen peroxide, the relative water content of leaves, and beta-carotene content in tubers) of several sweet potatoes genotypes (Beta-1 variety, Perbaungan local accession, and Binjai local accession) on various levels of watering (very limited watering (watered to 1 month with 10 days interval), limited watering (watered to 2 months with 10 days interval) and optimum watering (watered to 4 months with 10 days interval)). The observation parameters were observed two months and three months after planting (BST). The results of this experiment showed that sweet potato genotypes had a different response to the level of watering. Sweet potato genotype shows significant differences in physiological characters. Local genotype Orange Binjai produces the highest average chlorophyll b at 2 BST, chlorophyll a, b and total chlorophyll at 3 BST, hydrogen peroxide at 3 BST, relative water content at 2 BST and beta-carotene content in tubers. The difference in watering levels of sweet potatoes shows significant differences in physiological characters. Watering to 4 months of age with a 10-day interval produces the highest average chlorophyll b at 2 BST, chlorophyll a, b and total chlorophyll at 3 BST, superoxide dismutase enzyme, hydrogen peroxide at 3 BST, and beta-carotene content in tuber.

Keywords: drought stress, physiological character, sweet potato

(6)

dari 3 bersaudara dari ayahanda Muhammad Chairuddin dan Ibunda Masdelyna.

Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Medan dan pada tahun 2014 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroteknologi), asisten praktikum di Laboratorium Agroklimatologi dan Ekologi Tanaman pada tahun 2017-2018 serta Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Pangan pada tahun 2018.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Hari Sawit Jaya, Kebun Negeri Lama Selatan, Bilah Hilir, Labuhan Batu pada Juli-Agustus tahun 2017.

(7)

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Karakter Fisiologi Beberapa Genotipe Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Berbagai Tingkat Penyiraman” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nini Rahmawati, S.P, M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu

Dr. Ir. Lisa Mawarni, M.P., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Muhammad Chairuddin, Ibunda Masdelyna, kakanda Chairunnisa, adinda Muhammad Ali Ayubi atas semangat, do’a dan dukungannya serta kepada teman-teman di Laboratorium Agroklimatologi dan Ekologi Tanaman.

Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2019

Penulis

(8)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim... 5

Tanah ... 6

Cekaman Kekeringan... 7

Genotipe Ubi Jalar ... 9

Tingkat Penyiraman ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian... 17

Persiapan Lahan ... 17

Pembuatan Rumah Plastik ... 17

Persiapan Bibit ... 17

Persiapan Media Tanam ... 17

(9)

Pengambilan Sampel Daun ... 19

Pemeliharaan ... 19

Penyulaman ... 19

Pengangkatan Batang ... 19

Penyiangan dan Pembumbunan ... 19

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Panen ... 20

Parameter Pengamatan... 20

Kandungan Klorofil a, b dan total ... 20

Kandungan Betakaroten pada Umbi ... 21

Aktivitas Enzim SOD ... 22

Hidrogen Peroksida (H2O2) ... 23

KAR (Kandungan Air Relatif) Daun ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 48

(10)

1. Kandungan Klorofil a, b dan total beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST ... 25 2. Kandungan Klorofil a, b dan total beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST ... 26 3. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman pada 2 BST ... 28 4. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman pada 3 BST ... 29 5. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar

terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST ... 29 6. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar

terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST ... 30 7. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman pada 2 BST ... 31 8. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman pada 3 BST ... 31 9. Kandungan Betakaroten beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman ... 32

(11)

1. Karakter Morfologis Tanaman Ubi Jalar Genotip Beta 1 ... 56 2. Karakter Morfologis Tanaman Ubi Jalar Genotip Lokal Perbaungan

Kuning ... 57 3. Karakter Morfologis Tanaman Ubi Jalar Genotip Lokal Binjai oranye ... 58

(12)

1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 48

2. Bagan Plot Penelitian ... 49

3. Bagan Penanaman pada Plot ... 50

4. Deskripsi Varietas Ubi Jalar Beta-1 ... 51

5. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Dasar Tanaman Ubi Jalar ... 53

6. Volume Penyiraman ... 54

7. Prosedur Analisis Enzim Superoksida Dismutase (SOD) ... 55

8. Data Klorofil a pada 2 BST ... 59

9. Sidik Ragam Klorofil a pada 2 BST ... 59

10. Data Klorofil b pada 2 BST ... 60

11. Sidik Ragam Klorofil b pada 2 BST ... 60

12. Data Total Klorofil pada 2 BST ... 61

13. Sidik Ragam Total Klorofil pada 2 BST ... 61

14. Data Klorofil a pada 3 BST ... 62

15. Sidik Ragam Klorofil a pada 3 BST ... 62

16. Data Klorofil b pada 3 BST ... 63

17. Sidik Ragam Klorofil b pada 3 BST ... 63

18. Data Total Klorofil pada 3 BST ... 64

19. Sidik Ragam Total Klorofil pada 3 BST ... 64

20. Data Hidrogen Peroksida pada 2 BST ... 65

(13)

24. Data Enzim SOD pada 2 BST ... 67

25. Sidik Ragam Enzim SOD pada 2 BST ... 67

26. Data Enzim SOD pada 3 BST ... 68

27. Sidik Ragam Enzim SOD pada 3 BST ... 68

28. Data Enzim SOD pada 2 BST setelah transformasi √ ... 69

29. Sidik Ragam Enzim SOD pada 2 BST setelah transformasi √ ... 69

30. Data Enzim SOD pada 3 BST setelah transformasi √ ... 70

31. Sidik Ragam Enzim SOD pada 3 BST setelah transformasi √ ... 70

32. Data Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST ... 71

33. Sidik Ragam Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST ... 71

34. Data Kadar Air Relatif Daun pada 3 BST ... 72

35. Sidik Ragam Kadar Air Relatif Daun pada 3 BST ... 72

36. Data Kandungan Betakaroten Umbi ... 73

37. Sidik Ragam Kandungan Betakaroten Umbi ... 73

38. Foto Bentuk Daun Genotipe Ubi Jalar di Lahan Penelitian ... 74

39. Foto Kegiatan Penelitian ... 75

40. Foto Kegiatan Analisis ... 76

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L. (Lam.) atau dikenal juga dengan istilah ketela rambat merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai keistimewaan ditinjau dari nilai gizinya yaitu memiliki kandungan betakaroten yang tinggi dibanding dengan jenis tanaman pangan lainnya dan merupakan sumber karbohidrat yang penting sehingga komoditas ini bisa menjadi salah satu

alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan (Astuti, et al., 2010).

Senyawa betakaroten yang terkandung pada umbi ubi jalar kuning / orange dan antosianin pada ubi jalar ungu dapat bermanfaat bagi kesehatan. Betakaroten memiliki 100% aktivitas provitamin A dan antosianin dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga berperan positif terhadap pemeliharaan kesehatan tubuh.

Senyawa fenol pada ubi jalar juga berfungsi sebagai antioksidan, kandungan serat pangan dan nilai glikemik indeks (GI) ubi jalar yang relatif rendah memberi nilai tambah bagi komoditas ini sebagai pangan fungsional (Ginting et al., 2011).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara (2016), produksi ubi jalar tahun 2016 sebanyak 91531,4 ton, mengalami penurunan sebanyak 30830,6 ton dibandingkan tahun 2015. Penurunan produksi ubi jalar sebesar 8,70% akan tetapi permintaan ubi jalar dua tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 0,89% menjadi 1,24%.

Upaya yang masih mungkin dapat dilakukan untuk meningkatan produksi ubi jalar antara lain dengan menggunakan bibit unggul maupun bibit lokal yang mampu mengatasi masalah pada lahan. Dengan menggunakan bibit unggul

(15)

maupun bibit lokal diharapkan dapat mengetahui klon ubi jalar yang tahan terhadap kekeringan. (Sasongko, 2009).

Varietas unggul baru merupakan komponen teknologi produksi yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan produksi ubi jalar karena berkaitan dengan potensi hasil yang tinggi. Varietas lokal Lubuk Pakam dan Perbaungan memiliki kelebihan bobot umbi lebih besar, jumlah umbi lebih banyak, sulur tanaman tidak banyak. Kekurangannya yaitu tidak tahan terhadap kadar air tinggi sehingga menyebabkan umbi pecah pada saat panen, lebih rentan terserang hama (Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2011).

Analisis terhadap karakter fisiologi tanaman penting dilakukan karena analisis meliputi berbagai pengamatan, perhitungan, serta hubungan yang bervariasi antara proses tumbuh kembangnya tanaman dengan hasilnya. Artinya dengan proses pertumbuhan yang baik, maka akan didapatkan pula hasil tanaman yang baik karena didukung oleh berbagai faktor lingkungan yang cocok dengan karakter tumbuh tersebut (Sarawa, 2009).

Respons tanaman terhadap kekurangan air dapat dilihat berdasarkan aspek fisiologi, morfologi, tingkat pertumbuhan, dan juga produktivitas. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air.

Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel (Solichatun et al., 2005).

Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda, tergantung jenis tumbuhan dan fase pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan cekaman air (water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran

(16)

dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan.

Sebaliknya pada musim penghujan, tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air (Levitt, 1980).

Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan ditunjukkan oleh kemampuannya berproduksi pada kondisi kekeringan, yang dapat diukur dengan penurunan hasil relatif pada kondisi normal. Varietas ubi jalar toleran kekeringan merupakan salah satu cara mengurangi kehilangan hasil (Blum, 1998).

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian terhadap beberapa genotipe ubi jalar untuk mengetahui pengaruh cekaman kekeringan dengan mengatur berbagai tingkat penyiraman pada tanaman ubi jalar.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis karakter fisiologi beberapa genotipe ubi jalar (Ipomoea batatas L.) pada berbagai tingkat penyiraman.

Hipotesis Penelitian

Adanya perbedaan respons fisiologi beberapa genotipe ubi jalar (Ipomoea batatas L.), tingkat penyiraman, dan interaksi keduanya terhadap

cekaman kekeringan.

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman ubi jalar adalah kingdom Plantae, divisio

Spermatophyta, sub-divisio Angiospermae, kelas Dicotyledoneae,

ordo Convolvulales, famili Convolvulaceae, genus Ipomoea, spesies Ipomoea batatas (L.) Lam (Steenis, 2003).

Tanaman ubi jalar memiliki 2 tipe akar, yaitu akar penyerap hara disebut akar sejati dan akar penyimpanan energi hasil fotosintesis yang disebut umbi.

Akar serabut dapat tumbuh di kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan dengan tanah (Sarwono, 2005).

Batang tanaman ubi jalar berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku - buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar). Panjang tanaman bertipe tegak antara 1 – 2 m, sedangkan pada tipe merambat (menjalar) antara 2 – 3 m. Ukuran batang dibedakan atas 3 macam yaitu besar, sedang, kecil. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu–unguan (Rukmana, 1997).

Daun ubi jalar berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata, sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun adapula yang bersifat menjari. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang (Suparman, 2007).

Mahkota bunga menyatu membentuk terompet, berdiameter 3-4 cm, berwarna merah jambu pucat dengan leher terompet kemerahan, ungu pucat atau ungu. Bunga mekar pada pagi hari, dan menutup serta layu dalam beberapa jam.

Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Biji dalam kapsul, sebanyak 1-4 biji. Biji matang berwarna hitam, bentuknya memipih, dan keras, dan biasanya

(18)

memerlukan pengausan (skarifikasi) untuk membantu perkecambahan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Berdasarkan bentuk umbi, ubi jalar mempunyai 9 tipe umbi, yaitu bulat (round), bulat elips (round elliptic), elip (elliptic), oval dibawah (ovale), oval diatas (obote), bulat panjang ukuran kecil (oblong), bulat panjang ukuran besar (long oblong), elip ukuran panjang (long elip) dan panjang tak beraturan (long irregulaer). Berdasarkan warna kulit, terdiri dari 9 tipe, yaitu putih (white), krem

(crem), kuning (yellow), jingga (orange), jingga kecoklatan (brown orange), merah muda (pink), merah tua (red), merah ungu (purple red), dan biru tua (dark purple) (Apriliyanti, 2010).

Syarat Tumbuh Iklim

Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan apabila persyaratan iklimnya sesuai selama pertumbuhannya. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah 10oC, suhu maksimum 40oC dan suhu optimumnya adalah 21oC – 27oC. Di Indonesia tanaman ubi jalar dapat ditanam mulai dari pantai sampai ke pegunungan dengan ketinggian 1700 meter diatas permukaan laut, suhu rata – rata 27°C dan lama penyinaran 11 – 12 jam per hari (Jedeng, 2011).

Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebaran terletak pada 300 lintang utara dan 300 lintang selatan.

Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 meter diatas permukaan laut. Di dataran tinggi (pegunungan) berketinggian 1000 meter diatas permukaan laut, ubi jalar masih

(19)

dapat tumbuh dengan baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah (Rukmana, 1997).

Tanaman ubi jalar membutuhkan intensitas sinar matahari yang sama dengan tanaman padi atau setara dengan tanaman jagung dalam ketahanannya terhadap kekeringan. Ubi jalar dapat ditanam pada kelembaban yang sama dengan kelembaban yang dibutuhkan oleh jagung. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh subur apabila iklim panas dan lembab. Ubi jalar memerlukan paling sedikit empat bulan musim panas dan jumlah sinar yang cukup selama periode pertumbuhannya (Jedeng, 2011).

Kelembaban memiliki pengaruh yang menentukan pertumbuhan ubi dan produksi. Kadar air daun adalah (86%), batang (88,4%) dan umbi (70,6%).

Kelembaban penting untuk mencapai perkecambahan yang baik. Tanah juga harus tetap basah selama masa pertumbuhan (60-120 hari), meskipun pada panen kelembaban harus rendah untuk mencegah busuk umbi (Sartika, 2011).

Tanah

Ubi jalar dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun hasil terbaik akan didapat bila ditanam pada tanah lempung berpasir yang kaya akan bahan organik dengan drainase yang baik. Perkembangan umbi akan terhambat oleh struktur tanah bila ditanam pada tanah lempung berat, sehingga dapat mengurangi hasil dan bentuk umbinya sering berbenjol - benjol dan kadar seratnya tinggi. Apabila ditanam pada lahan yang sangat subur akan banyak tumbuh daun tetapi hasil umbinya sangat sedikit. Derajat kemasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan ubi jalar berkisar antara 5,5 - 7,5. pH tanah optimum untuk

(20)

pertumbuhan tanaman ubi jalar adalah 6,1 - 7,7 akan tetapi ubi jalar masih tahan tumbuh pada pH tanah yang relatif rendah (Jedeng, 2011).

Ubi jalar dapat ditanam di tegalan atau sawah. Penyiapan lahan ditujukan untuk menciptakan media tumbuh yang gembur dan subur. Tanah diolah dan dibuat guludan dengan lebar 40-60 cm dan tinggi 25-30 cm. Jarak antar guludan 80-100 cm. Pada tanah berat (berlempung) untuk membuat guludan yang gembur

perlu ditambah 10 ton bahan organik/ha (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2010).

Tanaman ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang becek atau berdrainase buruk dan akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning dan umbi membusuk. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) 4,5-7,5, tetapi yang optimal untuk pertumbuhan umbi pada pH 5,5-7.

Sewaktu muda tanaman membutuhkan kelembaban tanah yang cukup (Sartika, 2011).

Cekaman Kekeringan

Air merupakan komponen yang sangat vital bagi tanaman karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kehilangan air pada jaringan tanaman dapat menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makromolekul serta senyawa-senyawa berberat molekul rendah yang terakumulasi serta mempengaruhi membran sel dan potensial air sel tanaman. Karena air berperan penting bagi tanaman, maka secara langsung ataupun tidak langsung kekurangan air dapat mempengaruhi semua proses metabolisme tanaman yang selanjutnya menurunkan pertumbuhan tanaman (Ai dan Patricia, 2013).

(21)

Cekaman kekeringan merupakan kondisi lingkungan tanaman tidak menerima asupan air yang cukup, sehingga tanaman tidak dapat melakukan proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Cekaman kekeringan adalah masalah utama pada hasil produksi tanaman di seluruh dunia. Cekaman kekeringan identik dengan kekurangan air, jadi apabila tanaman mengalami kekurangan air maka stomata yang berada pada daun akan menutup dan akan mengakibat CO2 terhambat untuk masuk serta menurunkan aktivitas fotosintesis pada tanaman tersebut. Selain itu tanaman juga akan mengalami keterhambatan dalam mensintesis protein dan dinding sel (Farooq et al., 2009).

Kebutuhan air setiap tanaman berbeda, tergantung pada jenis tanaman dan fase pertumbuhannya. Kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi dengan adanya penyerapan air oleh akar. Jumlah air yang diserap oleh akar sangat bergantung pada kandungan air tanah, kemampuan partikel tanah untuk menahan air serta kemampuan akar untuk menyerap air (Nio et al., 2010).

Ketersediaan air tanah yang berkurang serta perubahan iklim yang tidak menentu menyebabkan kekurangan air bagi tanaman. Pada saat kekurangan air akar berperan penting dalam adaptasi tanaman karena akar mampu mengabsorbsi air dengan memaksimalkan sistem perakaran. Beberapa karakter morfologi akar yang menunjukkan resistensi tanaman terhadap kekurangan air ialah pemanjangan akar ke lapisan tanah yang lebih dalam, pertambahan luas dan kedalaman sistem perakaran, perluasan distribusi akar secara horizontal dan vertikal, pertambahan volume akar dan yang lainnya (Ai dan Patricia, 2013).

Tanaman yang mengalami kekurangan air umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh secara normal.

(22)

Kekurangan air dapat menurunkan hasil produksi tanaman yang sangat signifikan

dan bahkan bisa menjadi penyebab kematian pada tanaman (Nio dan Banyo, 2011).

Chunsheng et al. (1993) menyebutkan bahwa ubi jalar dikatakan (1) toleran terhadap kekeringan: apabila penurunan hasil umbi kurang dari 10%

terhadap penyiraman normal, (2) moderat toleran: apabila penurunan hasil umbi berkisar antara 11–20% terhadap penyiraman normal, (3) peka: penurunan hasil umbi berkisar antara 21–40%, dan (4) sangat peka: penurunan hasil >40%

terhadap penyiraman normal.

Lizhen (1995) meneliti pada dua varietas ubi jalar dan melaporkan bahwa fase kritis tanaman ubi jalar terhadap deraan kekeringan adalah pada awal pertumbuhan yaitu pada umur 1–60 hari setelah tanam (hst). Pada umumnya fase pembentukan umbi ubi jalar berkisar pada umur 30–45 hst. Pada fase tersebut apabila terjadi deraan kekeringan akan menurunkan bobot tajuk, luas daun, dan hasil umbi.

Cekaman kekeringan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan vegetatif tanaman seperti bobot tajuk, luas daun, panjang sulur dan jumlah cabang juga menurun namun kepadatan stomata cenderung meningkat pada tanaman yang mendapat cekaman kekeringan (Rahayuningsih, 2002).

Genotipe Ubi Jalar

Varietas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang mudah diadopsi oleh petani. Penanaman ubi jalar yang ditujukan untuk konsumsi lebih menyukai varietas yang rasanya manis, bentuk umbi yang baik, dan kandungan air yang rendah (Yusnita, 2010).

(23)

Varietas unggul baru yang mempunyai karakter sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pengguna juga relatif mudah diterima petani, dan kompatibel dengan komponen teknologi budidaya lain. Hingga tahun 2014, Badan Litbang Pertanian telah melepas masing-masing 10 varietas unggul ubi kayu dan 25 ubi jalar, masing-masing dengan sifat keunggulan. Varietas unggul Beta 1 memiliki kelebihan ketahanan terhadap hama boleng (Cylas formicarius) dan tahan penyakit kudis (Sphaceloma batatas), kandungan beta karoten tinggi, rasa enak dan cocok ditanam pada lahan tegalan dari sawah sesudah tanaman padi.

Kekurangan produksi rendah, daya adaptasi rendah, bobot umbi lebih kecil dan tidak tahan terhadap kadar air tinggi (Saleh, 2011).

Beta – 1 adalah varietas ubi jalar yang memiliki kandungan beta-karoten cukup tinggi, melebihi kandungan beta-karoten sebesar 12.032 μg/100gram umbi bahkan lebih tinggi dari kadar beta-karoten pada wortel. Tingginya kandungan beta-karoten dapat diduga dari warna daging umbinya yang berwarna orange.

Potensi hasil varietas ini mencapai 35,7 ton/ha dengan umur panen 4,0-4,5 bulan.

Keunggulan varietas ubi jalar Beta-1 memiliki potensi produksi tinggi.

Kandungan beta-karoten tinggi (Jusuf et al., 2008).

Dengan tersedianya varietas unggul yang memiliki toleransi yang baik terhadap kekeringan maka ubi jalar dapat diusahakan secara komersial dan kehilangan hasil serta biaya produksi dapat ditekan. Pemuliaan tanaman ubi jalar yang ditujukan untuk perbaikan toleransi terhadap kekeringan belum secara khusus dilakukan di Indonesia (Jusuf et al., 2005).

Sejauh ini pengolahan ubi jalar cenderung secara tradisional dan kurang dapat diaplikasikan untuk produk yang lebih luas. Jenis ubi jalar yang berpotensi

(24)

untuk dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu ubi jalar kuning yang merupakan sumber karbohidrat cukup tinggi dan memiliki senyawa antioksidan alami beta- karoten. Ubi jalar kuning memiliki beragam varietas. Ubi jalar kuning varietas Sari memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yaitu 32 % dan total karoten sebesar 398,11 μg/100gram (Kautsary et al., 2015).

Varietas ubi jalar lokal Lubuk Pakam dapat meningkatkan jumlah umbi, panjang umbi, bobot umbi dan indeks panen. Hal ini diduga karena penggunaan varietas lokal Lubuk Pakam mampu meningkatkan produktivitas tanaman ubi jalar. Hal ini diduga karena pada varietas lokal Lubuk Pakam adanya proses hasil dari fotosintesis yang sebagian besar ditranslokasikan ke umbi sehingga produksi pada varietas ini lebih besar daripada varietas lain, varietas lokal Lubuk Pakam dan Perbaungan sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan tanam sedangkan varietas Beta 1 malang harus beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan tanam (Zulkadifta, 2018).

Varietas ubi jalar lokal Perbaungan dapat meningkatkan bobot rataan umbi dan indeks panen. Hal ini dikarenakan varietas lokal mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan adaptasi tanaman juga pertumbuhan yang sangat baik sehingga memperoleh umbi yang baik (Zulkadifta, 2018).

Tingkat Penyiraman

Peningkatan produksi tanaman ubi jalar dapat dilakukan melalui pemupukan dan penyiraman. Ketersediaan air merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan menjaga ketersediaannya dalam tanah beserta distribusinya diperlukan penyiraman.

(25)

Komponen lain dalam peningkatan produksi ialah penyiraman yang merupakan faktor essensial bagi tanaman (Sari et al., 2016).

Kelembaban tanah yang dibutuhkan tanaman ubi jalar pada awal pertumbuhan berkisar antara 60-70 %, pada pertengahan pertumbuhan 70-80%, dan akhir pertumbuhan memerlukan kelembaban 60%. Namun demikian, durasi kekeringan yang panjang dapat menghambat pertumbuhan umbi sehingga berpengaruh terhadap hasil (Flach dan Rumawas, 1996).

Fase kritis ubi jalar pada kondisi defisit air adalah pada awal pertumbuhan (1-60 HST). Penurunan bobot tajuk, luas daun dan hasil umbi dapat terjadi pada kondisi tersebut. Kehilangan hasil umbi segar akibat cekaman kekeringan dilaporkan berkisar 2,53-63,52%. Besarnya kehilangan hasil umbi sangat bergantung dari intensitas cekaman yang diberikan, jenis tanah dan varietas/klon yang digunakan (Lizhen, 1995).

Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan dengan kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

Kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan kandungan air di dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas (Mulyadi, 2010).

Sebagai salah satu organ tanaman, akar berperan penting pada saat tanaman merespons kekurangan air dengan cara mengurangi laju transpirasi untuk menghemat air. Pada umumnya tanah mengering dari permukaan tanah hingga ke lapisan tanah bawah selama musim kemarau. Keadaan ini menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah yang dangkal, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang terdapat

(26)

di lapisan tanah lebih dalam masih dikelilingi oleh tanah yang lembab, sehingga akar tersebut akan terus tumbuh. Dengan demikian sistem akar akan memperbanyak diri dengan cara memaksimumkan pemaparan air tanah (Campbell et al., 2003).

Rahayuningsih et al. (2000) melakukan evaluasi 50 klon ubi jalar terhadap deraan kekeringan pada tahun 1995 dengan perlakuan penyiraman normal sejak tanam hingga menjelang panen dan perlakuan penyiraman terbatas hingga umur 1,5 bulan setelah tanam (bst). Diperoleh hasil bahwa kisaran kehilangan hasil umbi antara 2,53–63,52% pada kondisi terdera kekeringan.

Menurut Hapsari et al. (2011) menyatakan pengairan pada tanaman ubi jalar pada kekeringan yang terdiri atas tiga tingkatan pengairan yaitu: P0 (pengairan sangat terbatas) = pertanaman diairi sejak tanam hingga umur empat minggu dengan selang waktu 10 hari, P1 (pengairan terbatas) = pertanaman diairi sejak tanam hingga umur delapan minggu dengan selang waktu 10 hari, P2 (pengairan optimum) = pertanaman diairi sejak tanam hingga panen dengan selang waktu 10 hari.

Hapsari dan Mejaya (2016) meneliti pengairan terbatas pada ubi jalar menyebabkan kehilangan hasil sebesar 5-30% dan varietas unggul Beta-2 mampu memberikan hasil umbi/plot 51,34 kg pada pengairan terbatas dan 61,93 kg pada pengairan normal. Kekeringan pada ubi jalar dapat menyebabkan penurunan panjang sulur sebesar 25% (60 hst) dan 29% (90 hst). Deraan kekeringan juga menyebabkan luas daun berkurang 30% dan bobot umbi kategori sangat besar (>300g) berkurang 33%.

(27)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan April sampai dengan Agustus 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu bibit setek pucuk ubi jalar varietas Beta-1, aksesi lokal Perbaungan dan aksesi lokal Binjai sebagai objek yang akan diamati, Styrofoam box untuk wadah tanaman, pupuk Urea, TSP, dan KCl untuk pemupukan dasar, plastik kaca sebagai atap rumah plastik, plastik sebagai pembalut styrofoam box agar tanah tidak tercuci, air untuk menyiram tanaman, kertas saring, label, aluminium foil, akuades, Monokalium fosfat (KH2PO4), K2HPO4, EDTA (Ethylen Dinitril Tetra Acetic Acid Dihidrat), L-Methionin, NBT (Nitro Blue Tetrazolium Chloride), riboflavin, TCA (Asam Trikloroasetat), KI (Kalium Iodida), Hidrogen Peroksida (H2O2) 30%, ethanol 96%, ethanol 80%, petroleum ether, PVP (Polyvinylpyrrolidone), nitrogen cair, NaOH dan bahan- bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan yaitu cangkul untuk membersihkan gulma, bambu sebagai kerangka rumah plastik, kawat untuk mengikat antara tiap bambu, pisau/cutter untuk memotong plastik dan bahan tanam, pacak sampel sebagai penanda, meteran untuk mengukur lahan, tang untuk mengikat kawat, parang untuk memotong bambu, timbangan analitik untuk menimbang bahan-bahan, gembor untuk menyiram tanaman, selang pada media tanam untuk memudahkan penyiraman, handsprayer, gelas ukur, tabung reaksi, oven, mortal dan alu, pH

(28)

meter, spektrofotometer UV/VIS, kalkulator, sentrifuse, tube, tip pipet serta alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor :

Faktor I : Genotipe ubi jalar (G) dengan 3 jenis, yaitu : G1 = Varietas Beta-1

G2 = Aksesi Lokal Perbaungan G3 = Aksesi Lokal Binjai

Faktor II : Tingkat Penyiraman (P) dengan 3 taraf, yaitu :

P1 = Penyiraman Sangat Terbatas (disiram sampai 1 bulan interval 10 hari) P2 = Penyiraman Terbatas (disiram sampai 2 bulan interval 10 hari)

P3 = Penyiraman Optimum (disiram sampai 4 bulan interval 10 hari) Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 9 kombinasi, yaitu :

G1P1 G2P1 G3P1 G1P2 G2P2 G3P2

G1P3 G2P3 G3P3

Jumlah ulangan (blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 27 plot

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman Jumlah sampel/plot : 4 tanaman

(29)

Jumlah sampel seluruhnya : 108 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4 Dimana:

Yijk : Data hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan genotipe (G) taraf ke-i dan tingkat penyiraman (P) ke-j dan pada ulangan ke-k

µ : Nilai tengah ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan genotipe pada taraf ke-j

βk : Efek perlakuan tingkat penyiraman pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara perlakuan genotipe taraf ke-j dan tingkat penyiraman taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, perlakuan genotipe taraf ke-j dan tingkat penyiraman taraf ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1995).

(30)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Areal lahan yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang tumbuh dan sisa-sisa akar tanaman pada areal tersebut. Kemudian lahan diolah dan digemburkan dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman olah 20 cm. Lalu dibuat plot percobaan dengan dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 100cm, dan tinggi 30 cm dengan jarak antar blok 50 cm dan jarak antar plot 30 cm. Pada sekeliling daerah dibuat parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari adanya genangan air di sekitar areal penelitian.

Pembuatan Bedengan

Pembuatan bedengan dilakukan pada saat setelah dilakukan persiapan lahan dengan ukuran 200 cm x 100 cm dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm dengan media tanam yang digunakan adalah tanah lahan yang sudah digemburkan dan dicampur dengan kompos.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan adalah Varietas Beta-1 berasal dari Balikabi Malang, aksesi lokal Perbaungan, aksesi lokal Binjai. Panjang stek pucuk 25 cm dan ukuran bibit relatif sama.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang diisi adalah tanah top soil pada styrofoam box dengan ukuran berat 30 kg dan dibalut dengan plastik dari dalam styrofoam box untuk menjaga media tanam yang ada di dalam styrofoam box tersebut agar tidak terjadi pengurangan air.

(31)

Pemasangan Selang

Selang sepanjang 25 cm dipasang di bagian pinggiran styrofoam box untuk mempermudah penyerapan air pada saat penyiraman.

Penanaman

Stek pucuk ditanam tegak lurus dengan pangkal stek dibenamkan (1/3 bagian stek) sehingga tinggi 2/3 bagian stek berada di atas permukaan tanah.

Jarak tanam yang digunakan adalah 30 x 100 cm. Setiap lubang ditanami dengan 1 stek. Penanaman dilakukan di dalam styrofoam box.

Pemupukan Dasar

Pemupukan dasar dilakukan satu minggu setelah tanam. Pupuk yang diberikan berdasarkan penelitian Zulkadifta (2018) dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk ubi jalar yaitu Urea 200 kg/ha (40 g/plot (7,2 g/styrofoam)), TSP 100 kg/ha (20 g/plot (3,6 g/styrofoam)) dan KCl 100 kg/ha (20 g/plot (3,6 g/styrofoam)). Pupuk diaplikasikan secara larikan dan ditutup kembali dengan tanah.

Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan pada pagi dan sore hari sesuai perlakuan yang telah ditetapkan menurut Hapsari et al., (2011) yaitu, penyiraman sangat terbatas (penyiraman sejak tanam hingga umur empat minggu dengan selang waktu 10 hari), penyiraman terbatas (penyiraman sejak tanam hingga umur delapan minggu dengan selang waktu 10 hari), penyiraman optimum (penyiraman sejak tanam hingga panen dengan selang waktu 10 hari). Dalam setiap penyiraman dilakukan dengan mempertahankan kapasitas lapang tanaman.

(32)

Pengambilan Sampel Daun

Sampel daun diambil 2x dari lahan percobaan yaitu pada 2 bulan setelah tanam (2 BST) dan tiga bulan setelah tanam (3 BST). Lizhen (1995) menyatakan bahwa fase kritis tanaman ubijalar terhadap deraan kekeringan adalah pada awal pertumbuhan yaitu pada umur 1–60 hari setelah tanam (hst). Sampel daun digunakan untuk analisis parameter klorofil a, b, dan total klorofil, kadar air relatif, enzim superoksida dismutase dan hidrogen peroksida.

Pemeliharaan Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada saat 1 MST setelah penanaman di lapangan bertujuan untuk mengganti adanya setek yang rusak atau tidak tumbuh.

Pengangkatan Batang

Pengangkatan batang bertujuan mencegah terbentuknya umbi-umbi kecil.

Pengangkatan atau pembalikan batang dilakukan pada umur 50 HST atau pengangkatan batang dilakukan berdasarkan pengamatan adanya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu. Pembumbunan dilakukan pada umur 4 MST hingga 8 MST dengan interval satu minggu.

(33)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan cara manual dengan mencabut tanaman yang terkena penyakit dan diganti dengan tanaman transplanting, sedangkan pada tanaman yang terkena penyakit menjelang tanaman panen tidak diganti dengan tanaman transplanting. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Panen

Panen dilakukan pada saat ubi jalar berumur 18 MST dengan kriteria panen dapat dilihat warna daun mulai menguning dan kemudian rontok. Panen dilakukan dengan cara mencangkul guludan dan mengangkat tanaman hingga terlihat bagian umbi di dalam tanah. Tanaman dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel. kemudian umbi dipotong dari pangkal batang tanaman.

Parameter Pengamatan

Kandungan Klorofil a, b dan total

Analisis klorofil dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam menghitung kandungan klorofil a, b dan total adalah metode Wintermans and De Mots (1965).

Klorofil diekstraksi dengan cara daun digerus menggunakan ethanol 96%. Setelah itu disaring menggunakan kertas saring, kemudian larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi sehingga diperoleh ekstrak daun sebanyak 25 ml. Disiapkan alat spektrofotometer UV/VIS dan diatur panjang gelombangnya, dimasukkan larutan ethanol 96% (blanko) sebagai penetral, dikeluarkan larutan blanko tersebut kemudian secara bergantian dimasukkan larutan ekstrak tersebut ke dalam alat

(34)

spektrofotometer UV/VIS. Larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Total klorofil, klorofil a, klorofil b dalam satuan g/ml dihitung dengan menggunakan rumus:

Klorofil a = {(13.7 x A665) – (5.76 x A649)} /10 Klorofil b = {(25.8 x A649) – (7.60 x A665)} / 10 Total klorofil = {(6.10 x A665) + (20.0 x A649)} / 10 A665 = absorbansi ekstrak klorofil pada 665 nm

A649 = absorbansi ekstrak klorofil pada 649 nm Kandungan Betakaroten pada Umbi

Sampel berupa umbi dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 10 g.

Setelah itu sampel dicampurkan dengan 50 ml etanol 95% dan ditempatkan ke dalam water bath dengan suhu 70-80ºC selama 20 menit sambil diaduk. Larutan dipindahkan dan dinginkan kemudian hitung volume awal. Larutan kemudian ditambah 15 ml aquadestilata dan didinginkan di dalam kontainer es batu selama 5 menit.

Larutan dipindahkan ke corong pisah dan kemudian ditambah 25 ml petroleum eter dan dituangkan etanol perlahan-lahan hingga terbentuk dua lapisan yang terpisah. Lapisan bawah dilepaskan ke dalam gelas kimia sementara lapisan atas dikumpulkan ke dalam erlemenyer 250 ml. Lapisan bawah dipindahkan ke corong dan diekstraksi kembali dengan 10 ml petroleum eter. Ekstraksi dilakukan 5-6 kali hingga diperoleh larutan dengan warna kuning muda.

Seluruh larutan hasil ektraksi petroleum eter ditempatkan ke dalam erlemenyer 250 ml dan dipindahkan ke corong pisah untuk diekstraksi kembali dengan etanol 80% sebanyak 50 ml. Ekstrak terakhir ini diukur dan dimasukkan

(35)

ke dalam botol sampel dan di tempatkan ke dalam spektrofotometer untuk diukur kadar betakaroten yang terkandung dalam sampel yang telah dibuat.

Ekstrak absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 436 nm. Sebuah cuvette berisi petroleum ether (blanko) digunakan untuk mengkalibrasi spektrofotometer sampai titik nol. Sampel masing-masing ekstrak ditempatkan di cuvette. Perhitungan diulang 5-6 kali untuk setiap sampel dan dicatat pembacaan rata-rata. Konsentrasi betakaroten dihitung dengan menggunakan Hukum Bear-Lamberts, yang menyatakan bahwa absorbansi (A) sebanding dengan konsentrasi (C) pigmen, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan:

A ∞L (jika konsentrasi (C) konstan).

A=ECL; C=A/EL

Keterangan:

C = konsentrasi pigmen A = absorbansi

E = koefisien betakaroten = 1,25 x 104 μg/l L = ketebalan cuvette (panjang lintasan) = 1 cm

(Association of Official Analytical Chemists (AOAC), 1980) Aktivitas Enzim SOD (Superoksida Dismutase)

Aktivitas enzim pada tanaman ubi jalar dapat diketahui dengan menganalisis enzim superoksida dismutase yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis SOD diamati berdasarkan metode yang dilakukan oleh Beauchamp dan Fridovich (1971) (Lampiran 7). Aktivitas SOD dinyatakan dalam satuan unit/mg protein.

(36)

Tangen kontrol – Tangen sampel 0.5 x Tangen kontrol Aktivitas SOD =

mg protein

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Analisis radikal bebas yaitu hidrogen peroksidase dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Analisis diamati berdasarkan metode yang dilakukan oleh Sergiev et. al., (1997).

Analisis dilakukan dengan mencampurkan ekstrak enzim daun sebanyak 0,1 g dengan 1 ml TCA (Asam Trikloroasetat), lalu disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh sebanyak 200 μL lalu ditambahkan dengan 0,5 ml buffer potasium fosfat 10 mM pH 7 dan 1 ml KI.

Larutan blanko yang digunakan adalah H2O2. Pengukuran aktivitas hidrogen peroksida dihitung dengan spektrofotometer UV/VIS pada panjang gelombang 390 nm. Aktivitas hidrogen peroksida dinyatakan dalam satuan μmol/g.

Kandungan Air Relatif (KAR) Daun

Analisis kandungan air relatif daun dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kandungan air relatif daun dianalisis menggunakan metode Prochazkova et. al., (2001). Kadar air relatif ditentukan dengan cara mengambil 10 potongan daun. Potongan daun tersebut ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mengetahui bobot segar (BS).

Kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ). Untuk mengetahui bobot kering (BK) maka potongan daun tersebut dikeringovenkan pada suhu 800C

(37)

selama 48 jam. Aktivitas kandungan air relatif dinyatakan dalam satuan %.

Kandungan air relatif dihitung dengan rumus:

Bobot segar – Bobot kering

KAR = x 100%

Bobot jenuh – Bobot kering

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Kandungan Klorofil a, b dan total

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil daun pada 2 BST (Lampiran 8-12). Rataan kandungan klorofil daun pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Klorofil a, b dan total beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST

Genotipe

Penyiraman

Rataan Klorofil a

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 69,84 36,90 45,64 50,79

Perbaungan (G2) 51,14 51,98 28,34 43,82

Binjai (G3) 26,55 29,79 28,69 28,34

Rataan 49,18 39,55 34,22

Genotipe

Penyiraman

Rataan Klorofil b

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 31,60 25,24 28,87 28,57

Perbaungan (G2) 27,85 29,45 29,95 29,08

Binjai (G3) 32,35 36,57 34,60 34,51

Rataan 30,60 30,42 31,14

Genotipe

Penyiraman

Rataan Total Klorofil

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 34,20 18,82 23,07 25,36

Perbaungan (G2) 25,46 25,97 15,38 22,27

Binjai (G3) 14,78 16,61 15,94 15,78

Rataan 24,81 20,47 18,13

(39)

Tabel 1 menunjukkan rataan tertinggi klorofil a terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu 50,79 mg/g dan terendah pada genotipe lokal Binjai yaitu 28,34 mg/g. Rataan klorofil a tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 49,18 mg/g dan terendah pada perlakuan P3

(penyiraman 4 bulan) yaitu 34,22 mg/g.

Rataan tertinggi klorofil b terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 34,51 mg/g dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 28,57 mg/g. Rataan klorofil b tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 31,14 mg/g dan terendah pada perlakuan P2 (penyiraman 2 bulan) yaitu 30,42 mg/g.

Rataan tertinggi total klorofil terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu 25,36 mg/g dan terendah pada genotipe lokal Binjai yaitu 15,78 mg/g. Rataan total klorofil tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 24,81 mg/g dan terendah pada perlakuan P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 18,13 mg/g.

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil daun pada 3 BST (Lampiran 14-18). Rataan kandungan klorofil daun pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan rataan tertinggi klorofil a terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 23,18 mg/g dan terendah pada Beta-1 yaitu 13,74 mg/g. Rataan klorofil a tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 21,05 mg/g dan terendah pada perlakuan P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 15,04 mg/g.

(40)

Rataan tertinggi klorofil b terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 20,82 mg/g dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 12,59 mg/g. Rataan klorofil b tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 19,37 mg/g dan terendah pada perlakuan P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 13,25 mg/g.

Rataan tertinggi total klorofil terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 12,26 mg/g dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 7,29 mg/g. Rataan total klorofil tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 11,17 mg/g dan terendah pada perlakuan P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 7,93 mg/g.

Tabel 2. Kandungan Klorofil a, b dan total beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST

Genotipe

Penyiraman

Rataan Klorofil a

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 11,51 11,38 18,34 13,74 c

Perbaungan (G2) 14,75 20,31 18,42 17,83 b

Binjai (G3) 18,86 24,28 26,39 23,18 a

Rataan 15,04 c 18,66 b 21,05 a

Genotipe

Penyiraman

Rataan Klorofil b

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 10,61 10,43 16,73 12,59 c

Perbaungan (G2) 13,10 17,50 17,14 15,91 b

Binjai (G3) 16,05 22,17 24,25 20,82 a

Rataan 13,25 c 16,70 b 19,37 a

Genotipe

Penyiraman

Rataan Total Klorofil

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g...

Beta 1 (G1) 6,11 6,04 9,72 7,29 c

Perbaungan (G2) 7,79 10,67 9,79 9,42 b

Binjai (G3) 9,89 12,87 14,00 12,26 a

(41)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris pada masing- masing rataan menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5 %.

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh nyata terhadap hidrogen peroksida (H2O2) pada 2 BST (Lampiran 20-21). Rataan hidrogen peroksida (H2O2) pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5 %.

Tabel 3 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu 1,32 μmol/g dan terendah pada genotipe lokal Binjai yaitu 0,45 μmol/g. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 1,17 μmol/g dan berbeda nyata terhadap perlakuan P2 dan P3.

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh nyata terhadap hidrogen peroksida (H2O2) pada 3 BST (Lampiran 22-23). Rataan hidrogen peroksida (H2O2) pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 4.

Rataan 7,93 c 9,86 b 11,17 a

Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

... μmol/g ……...

Beta 1 (G1) 2,14 0,81 1,00 1,32 a

Perbaungan (G2) 1,02 0,96 0,60 0,86 b

Binjai (G3) 0,35 0,43 0,58 0,45 c

Rataan 1,17 a 0,73 b 0,73 b

(42)

Tabel 4. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5 %.

Tabel 4 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 1,35 μmol/g dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 0,47 μmol/g. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 1,14 μmol/g dan berbeda nyata terhadap perlakuan P1 dan P2.

Enzim Superoksida Dismutase (SOD)

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap enzim superoksida dismutase pada 2 BST (Lampiran 24-25). Rataan enzim superoksida dismutase pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST

Tabel 5 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

... μmol/g ……...

Beta 1 (G1) 0,39 0,56 0,44 0,47 c

Perbaungan (G2) 0,44 0,65 1,44 0,84 b

Binjai (G3) 1,39 1,13 1,54 1,35 a

Rataan 0,74 b 0,78 b 1,14 a

Genotipe

Penyiraman

Rataan 1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan SOD

(P1) (P2) (P3)

...unit/mg protein...

Beta 1 (G1) 1990,56 1925,90 2077,69 1998,05

Perbaungan (G2) 1487,81 1422,10 1099,41 1336,44

Binjai (G3) 582,07 816,92 1729,00 1042,66

Rataan 1353,48 1388,31 1635,37

(43)

unit/mg protein. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 1635,37 unit/mg protein dan terendah pada perlakuan P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 1353,48 unit/mg protein.

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap enzim superoksida dismutase pada 3 BST (Lampiran 26-27). Rataan enzim superoksida dismutase pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST

Tabel 6 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu 802,02 unit/mg protein dan terendah pada genotipe lokal Perbaungan yaitu 238,57 unit/mg protein. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 581,55 unit/mg protein dan terendah pada perlakuan P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 308,13 unit/mg protein.

Kandungan Air Relatif (KAR) Daun

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata sedangkan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan air relatif pada 2 BST (Lampiran 32- 33). Rataan kandungan air relatif pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 7.

Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...unit/mg protein...

Beta 1 (G1) 447,76 1088,01 870,30 802,02

Perbaungan (G2) 201,53 200,37 313,82 238,57

Binjai (G3) 275,10 434,12 560,53 423,25

Rataan 308,13 574,17 581,55

(44)

Tabel 7. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 2 BST

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5 %.

Tabel 7 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 42,66% dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 29,47%. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 39,22% dan terendah pada perlakuan P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 35,17%.

Perlakuan genotipe dan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan air relatif pada 3 BST (Lampiran 34-35). Rataan kandungan air relatif pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman pada 3 BST

Tabel 8 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe Beta-1 yaitu 44,48% dan terendah pada genotipe lokal Perbaungan yaitu 42,17%. Rataan

Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

... % ………...

Beta 1 (G1) 32,91 26,92 28,59 29,47 c

Perbaungan (G2) 39,69 37,66 37,04 38,13 b

Binjai (G3) 45,06 43,02 39,89 42,66 a

Rataan 39,22 35,87 35,17

Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

... % ………...

Beta 1 (G1) 48,54 45,43 39,48 44,48

Perbaungan (G2) 44,60 40,40 41,51 42,17

Binjai (G3) 44,90 42,49 41,59 42,99

Rataan 46,01 42,78 40,86

(45)

tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P1 (penyiraman 1 bulan) yaitu 46,01% dan terendah pada perlakuan P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 40,86%.

Kandungan Betakaroten pada Umbi

Perlakuan genotipe berpengaruh nyata sedangkan tingkat penyiraman berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan betakaroten umbi (Lampiran 36).

Rataan kandungan betakaroten pada beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada genotipe lokal Binjai yaitu 7,62 mg/g dan terendah pada genotipe Beta-1 yaitu 4,21 mg/g. Rataan tertinggi pada perlakuan tingkat penyiraman P3 (penyiraman 4 bulan) yaitu 7,07 mg/g dan terendah pada perlakuan P2 (penyiraman 2 bulan) yaitu 5,23 mg/g.

Tabel 9. Kandungan Betakaroten beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai tingkat penyiraman

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5 %.

Pembahasan

Pengaruh karakter genotipe ubi jalar terhadap fisiologi tanaman ubi jalar Hasil analisis daun pada 2 bulan setelah tanam (2 BST) menunjukkan bahwa ketiga genotipe tidak berbeda nyata pada parameter klorofil a, b dan total klorofil. Varietas Beta-1 memiliki kandungan klorofil a dan total klorofil paling tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya, sedangkan kandungan klorofil b

Genotipe

Penyiraman

Rataan

1 Bulan 2 Bulan 4 Bulan

(P1) (P2) (P3)

...mg/g………...

Beta 1 (G1) 3,58 3,49 5,57 4,21 a

Perbaungan (G2) 7,20 6,01 6,98 6,73 a

Binjai (G3) 8,02 6,19 8,66 7,62 a

Rataan 6,26 5,23 7,07

(46)

tertinggi dihasilkan genotipe lokal Binjai. Diduga pada awal penanaman, kandungan air pada daerah rizosfer masih mencukupi untuk proses pertumbuhan ketiga genotipe ubijalar, termasuk pembentukan klorofil. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil antara lain gen, cahaya, dan unsur N, Mg, Fe sebagai pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratama and Laily (2015) bahwa semua tanaman hijau mengandung klorofil a dan klorofil b. Klorofil a menyusun 75 % dari total klorofil. Kandungan klorofil pada tanaman adalah sekitar 1% berat kering.

Hidayat (2008) juga melaporkan bahwa pembentukan klorofil pada daun paling banyak dipengaruhi oleh cahaya matahari, namun umur daun juga mempengaruhi kadar klorofil yang terdapat pada suatu daun.

Tanaman yang mampu beradaptasi pada lingkungan akan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak mampu beradaptasi. Hasil analisis daun menunjukkan bahwa kandungan klorofil berbeda nyata pada masing-masing genotip pada 3 BST. Genotipe lokal Binjai memiliki kandungan klorofil a, b dan total paling tinggi dibandingkan genotipe lain. Hal ini dikarenakan genotipe lokal Binjai memiliki daya adaptasi yang baik walaupun ditanam pada lingkungan yang berbeda dari daerah asalnya. Jusuf et al., (2008) menyatakan bahwa varietas/klon/genotip yang beradaptasi luas memiliki keuntungan yaitu dapat memberikan hasil yang tinggi pada agroekosistem yang beragam. Chipungu et al., (2018) juga menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti jenis tanah, pH tanah, ketinggian, musim tanam, dan temperatur sangat mempengaruhi hasil umbi bila dibandingkan dengan genotip dan interaksi genotip dan lingkungan.

Gambar

Gambar  1.  Karakter  Morfologis  Tanaman  Ubi  Jalar  Genotip  Beta  1  :  (a)  Daun  Pucuk  Ubi  Jalar,  (b)  Daun  Tua  Ubi  Jalar,  (c)  Batang  Ubi  Jalar,   (d) Umbi Ubi Jalar, (e) Daging Umbi Ubi Jalar, (f) Tanaman Ubi Jalar
Gambar  2.  Karakter  Morfologis  Tanaman  Ubi  Jalar  Genotip  Lokal  Perbaungan  Kuning  :  (a)  Daun  pucuk  ubi  jalar,  (b)  Daun  tua  ubi  jalar  (c)  Batang  ubi jalar (d) Umbi ubi jalar (e) Daging umbi ubi jalar (f) Tanaman ubi  jalar

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen SMA Negeri 9 Pontianak pada materi larutan penyangga, maka dapat disimpulkan

Bentuk Tari Jathilan yang digunakan dalam proses terapi pada penderita rehabilitan gangguan jiwa (Skizofrenia) melalui Tari Jathilan di Rumah Sakit Jiwa Magelang mencangkup

Hasil dari penelitian yang berjudul opini Masyarakat Surabaya mengenai program acara Pesbukers ANTV yaitu Masyarakat Surabaya memiliki opini positif, namun tidak

Padi varietas Superwin menunjukkan respons yang cepat terhadap cekaman kekeringan pada hari ke-3 perlakuan dengan rata-rata skor kelayuan 1,0 lebih tinggi dibandingkan

yang berbahan baku dari kalakai adalah keripik daun kalakai. Keripik kalakai imur merupakan salah satu produk oleh-oleh khas Kota Palangka Raya yang banyak digemari

Devi Afrianti 2015, judul skripsi: ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan). Skripsi ini mendeskripsikan: “Organisasi Perempuan Aisyiyah di Kota Medan. Kajian

Berdasarkan persentase rekapitulasi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPS kelas V Se-Gugus 7 Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Perbincangan yang bakal dikemukakan juga hanya mencari asas keharusan dalam pemberian zakat dan sedekah kepada bukan Islam dan bukannya menonjolkan keutamaan agihan kepada