Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini indera manusia memegang peranan yang penting dalam merasakan suatu lanskap.
Sedangkan Rachman (1984) dalam Setiawati (2002) mengartikan lanskap sebagai wajah karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi ini dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menangkap dan membayangkan. Beberapa obyek yang dapat menjadi bidang pengamatan lanskap adalah kota, jalan, lapangan golf, sungai, pantai, permukiman, sekolah, kampus, dan lain-lain.
Menurut Farina (1998), lanskap adalah karakter total dari suatu wilayah yang merupakan konfigurasi partikel topografi, tanaman penutup, permukaan lahan dan pola kolonisasi yang tidak terbatas, beberapa koherensi dari kealamian dan proses kultural serta aktivitas. Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat digolongkan menjadi lanskap yang baik dan lanskap yang tidak baik. Lanskap yang dikatakan baik dan indah (beautiful) apabila memiliki kesatuan harmonis dalam hubungan antara seluruh komponen pembentuknya. Lanskap yang tidak baik adalah apabila tidak terdapat unsur kesatuan (unity) diantara komponen-komponen pembentuknya.
Jalan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 menyatakan bahwa jalan merupakan suatu prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang dibutuhkan bagi lalu lintas. Hal ini senada dengan pengertian jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996) yaitu jalan sebagai suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi semua jalan termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Sedangkan Simonds (1983), menyatakan bahwa jalan merupakan suatu kesatuan yang harus lengkap, aman, efisien, menarik, memiliki sirkulasi dan interaksi yang baik serta mampu memberikan pengalaman yang menarik bagi pengguna jalan. Beberapa bagian dari jalan antara lain :
1. Daerah Manfaat jalan (Damaja): meliputi badan jalan, bahu jalan dan ambang pengamannya. Badan jalan adalah jalur lalu lintas dengan atau tanpa median jalan. Sedangkan ambang pengaman adalah bagian yang terletak paling luar dari damaja untuk mengamankan bangunan jalan
2. Daerah Milik Jalan (Damija): meliputi damaja dan sejalur tanah tertentu di luar damaja untuk pelebaran dikemudian hari
3. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja): ruang sepanjang jalan di luar damija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan untuk pengamanan konstruksi jalan
Pada setiap jalan, perlengkapan serta kelengkapan suatu jalan sangat diperlukan. Beberapa perlengkapan dan kelengkapan pada jalan antara lain :
1. Peralatan pengatur lalu lintas berfungsi agar lalu lintas lancar dan menjaga keselamatan pengguna jalan, meliputi marka jalan, patok penuntu/delineator, patok km, keping penggoncang dan rambu lalu lintas
Gambar 1. Bagian-bagian dari Jalan
2. Bangunan pelengkap jalan meliputi jembatan, ponton, lintas atas (overpass), lintas bawah (underpass), gorong-gorong, tembok penahan, saluran air jalan dan tempat istirahat
3. Peralatan komunikasi berupa telepon darurat
4. Asesoris jalan berfungsi menambah keindahan, landmark, memberi informasi, berupa patung, jam dan papan iklan
5. Penerangan jalan berfungsi mengarahkan pemakai jalan pada malam hari, menunjukkan tempat tertentu, memperindah lanskap jalan.
Menurut Haris dan Dines (1988), jalan sebagai sarana sirkulasi harus mempunyai beberapa fungsi antara lain :
1. Memberikan akses kepada pengguna jalan dan bangunan 2. Sebagai jalur penghubung antar suatu wilayah
3. Menciptakan sarana pergerakan manusia dan barang
Jalan Tol
Peraturan Pemeritah RI Nomor 15 Tahun 2005 menyebutkan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Beberapa bagian yang ada di jalan tol adalah damija jalur utama, median jalan, gerbang tol, on dan off ramp, interchange, tempat istirahat, serta tempat parkir.
Jalan tol memiliki beberapa persyaratan teknis yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, antara lain :
1. Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi
2. Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh) kilometer per jam, dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam
3. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat (MST)
4. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan 5. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan tol, harus
diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan
6. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas.
Beberapa spesifikasi terkait jalan tol yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 tahun 2005 adalah sebagai berikut.
a. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya;
b. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh;
c. Jarak antar simpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan;
d. Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;
e. Menggunakan pemisah tengah atau median; dan
f. Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu- lintas sementara dalam keadaan darurat.
Lanskap Jalan
Menurut Simonds (1983), lanskap jalan harus bermanfaat dan secara kualitas menyenangkan bagi pengguna jalan, jika memiliki keharmonisan dan kesatuan dengan topografi dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan fungsi secara fisik dan visual. Konsep dasar lanskap jalan adalah memberikan keamanan, kenyamanan, identitas dan keselamatan bagi pengguna jalan dan dapat mengeliminasi pengaruh negatif dari aktivitas jalan terhadap masyarakat sekitarnya.
Lanskap jalan memiliki ciri yang khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diupayakan dapat menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan (Departemen Pekerjaan Umum, 1996).
Perencanaan Lanskap Jalan
Prinsip yang biasa digunakan dalam merencanakan suatu lanskap adalah dengan mengeliminasi elemen-elemen yang buruk dan menonjolkan elemen- elemen yang baik. Dalam lanskap, karakter tapak yang menarik harus diciptakan atau dipertahankan sehingga semua elemen yang banyak variasinya ini menjadi kesatuan yang harmonis (Simonds, 1983). Nurisyah (2004) menyatakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk utama kegiatan arsitektur lanskap.
Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional , estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya.
Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan lanskap jalan yang baik adalah bervariasi dalam bentuk, ukuran, tekstur, warna, serta mempertimbangkan panorama (view) di sekitarnya melalui pembingkaian pemandangan yang baik dan penutupan pemandangan yang buruk. Pemandangan yang bebas ke arah gunung, persawahan, padang rumput atau bentukan lain yang menyenangkan manusia yang melihatnya merupakan salah satu potensi yang dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga mudah dilihat. Dalam merencanakan suatu lanskap jalan, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :
1. Jarak pandang, yaitu jarak pandang horizontal dan vertikal yang cukup untuk waktu observasi minimal 10 detik pada kecepatan jalan yang diizinkan.
2. Pembukaan rangkaian pemandangan (view), penampakan tapak dan bangunan.
3. Kemampuan jalan dalam semua kondisi cuaca serta keamanannya.
5. Panjang minimal serta gangguan lanskap minimal.
6. Pengalaman mengemudi yang menyenangkan.
Penanaman Jalur Hijau Jalan
Penanaman pohon pada tepi jalan dimaksudkan untuk membedakan area melalui kualitas lanskap yang unik, melapisi jalur jalan lalu lintas, memperkuat jajaran path dan jalan raya, memberikan penekanan pada nodes jalur sirkulasi, sebagai peneduh dan daya tarik, screen atau penghalang/penutup pemandangan yang kurang bagus, menghilangkan kesilauan serta mengurangi polusi udara dan suara (Simonds, 1983). Menurut Jasa Marga (1992), tujuan umum penataan tanaman pada jalan tol antara lain peredam silau, peredam kebisingan, pencegah erosi, penutup pemandangan buruk, pengarah sirkulasi, efek bayangan, penyangga, dan juga sebagai landmark.
Carpenter, et al. (1975), menyatakan bahwa penggunaan tanaman pada lanskap jalan dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu kontrol visual, pengarah angin, modifikasi radiasi, matahari dan suhu, kontrol kelembaban dan hujan, penyaring polutan, kontrol kebisingan, kontrol erosi, serta habitat alami dan estetika. Menurut Grey dan Deneke (1978), jenis tanaman yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang rindang.
Jenis vegetasi yang digunakan dalam lanskap jalan sebaiknya yang tidak membutuhkan perawatan yang intensif dan pemeliharaan minimum, mampu beradaptasi dengan lingkungan, tahan terhadap tekanan lingkungan dan serangan hama penyakit (Arnold, 1980). Selain itu, kehadiran vegetasi jalan bertujuan untuk menciptakan efek ruang bagi pengguna jalan tersebut. Menurut Lynch (1981), tujuan jalur penanaman pohon pada jalan adalah untuk memisahkan pejalan kaki dari jalan raya dengan alasan keselamatan dan kenyamanan, memberi ruang bagi utilitas dan pelengkap jalan, baik yang terletak di atas maupun yang terletak di bawah permukaan tanah. Sedangkan Dahlan (2004) menyatakan, jalur di kiri dan kanan jalan tol yang paling dekat dengan jalur kendaraan sebaiknya ditanami dengan semak yang batangnya liat dan tidak berduri yang dirambati dengan jenis tanaman yang merambat atau dapat pula dengan pisang hutan yang buahnya tidak dapat dimakan. Di sebelah luar dari jalur tanaman tadi hendaknya
ditanami pula dengan perdu dan di sisi paling luar baru ditanami dengan pohon yang tinggi. Tanaman yang berlapis-lapis itu diharapkan dapat menjadi penahan dan penangkap kendaraan yang sangat baik.
Konsep Tata Hijau Jalan Tol
Menurut Jasa Marga (1992), ada 5 aspek yang terkandung dalam konsep tata hijau pada jalan tol, antara lai :
1. Tata hijau penyangga
Ditanam di sekitar pemukiman penduduk dengan mengembangkan fungsi tanaman sebagai peredam kebisingan, pembatas fisik/pandangan dan penyerap polutan
2. Tata hijau konservasi
Ditanam untuk melindungi area yang relatif kritis karena memiliki topografi yang curam, untuk melindungi tanah dan air dan sebagai habitat satwa.
3. Tata hijau pengarah
Ditanam untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengendara dengan penggunaan tanaman yang mengarahkan pengendara agar tetap pada jalur yang benar
4. Tata hijau estetis/identitas
Ditanam untuk memberi identitas/ciri khas daerah tertentu yang ditetapkan pengelola, sehingga dapat dijadikan sebagai orientasi bagi pengguna jalan 5. Tata hijau penahan silau dan peredam kecelakaan
Tanaman yang ditempatkan pada median jalan yang berfungsi sebagai pembatas dua jalur yang berlawanan arah, menahan silau lampu, sehingga dapat meredam kecelakaan.
Beberapa aspek dalam konsep tata hijau tersebut dapat diimplementasikan ke dalam bagian-bagian jalan yang meliputi :
1. Daerah Milik Jalan (Damija) / Right of Way
Menggunakan area ini sebagai jalur hijau penyangga yang mengeliminasi pengaruh negatif dari jalan, membentuk pemandangan indah sedemikian rupa melalui penataan buatan maupun perlindungan terhadap lingkungan sekitar,
sehingga membantu pengendara untuk menikmati perjalanan tanpa mengganggu konsentrasi saat berkendara.
2. Median jalan
Pemisah dua jalur jalan lintas yang berlawanan arah, dikembangkan sebagai area yang dapat menjaga keselamatan dan keamanan lalu lintas dengan mengontrol silau lampu kendaraan, meningkatkan konsentrasi pengendara, sebagai penyangga kemungkinan kendaraan yang memotong jalur dan dapat memperkecil bahaya atau kerusakan akibat kecelakaan
3. Simpang susun
Dijadikan sebagai kawasan konservasi, pemberi landmark yang dapat dijadikan titik orientasi bagi pengguna kendaraan.
4. Gerbang, off dan on ramp
Penataan mengarahkan kendaraan, mencirikan kesan selamat datang/jalan, memberi identitas dan kesan estetika menarik.
Jalan Tol Kanci-Pejagan
Jalan Tol Kanci-Pejagan merupakan salah satu program pemerintah untuk membangun jalan tol Trans Jawa. Pengerjaan jalan tol ini direncanakan mulai dari bulan Juni 2008 hingga bulan Juli 2009 atau selama 14 bulan. Pekerjaan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama dari bulan Juni hingga Desember 2008 dan tahap kedua dari Januari hingga Juli 2009 (www.antara.co.id, diakses pada 15 Maret 2009). Anggaran yang dibutuhkan mencapai 2,2 triliun rupiah berasal dari pinjaman bank sebesar 70 %, dan sisanya berasal dari dana investor/pemilik proyek.