• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PERBAIKAN STRATEGI PEMELIHARAAN PADA STASIUN PAPER MACHINE DI PT. XYZ TESIS. Oleh: DEJOI IRFIAN SITUNGKIR / TI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RANCANGAN PERBAIKAN STRATEGI PEMELIHARAAN PADA STASIUN PAPER MACHINE DI PT. XYZ TESIS. Oleh: DEJOI IRFIAN SITUNGKIR / TI"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh:

DEJOI IRFIAN SITUNGKIR 147025002 / TI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik

dalam Program Studi Teknik Industri

pada Fakultas Teknik Universitas Usmatera Utara

Oleh:

DEJOI IRFIAN SITUNGKIR 147025002 / TI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : Dr. Ir. Nazaruddin, MT

Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT

(4)
(5)

oleh adanya kerusakan maupun perbaikan. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang menghasilkan produk berupa kertas rokok dalam bentuk bobbin (gulungan kecil) dan ream (lembaran kertas A3). Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa tingginya kegagalan fungsi mesin menyebabkan efisiensi mesin sangat rendah. Efisiensi mesin memberikan pengaruh yang cukup besar bagi produktivitas perusahaan. Rendahnya efisiensi mesin mengakibatkan perusahaan tidak bisa lebih leluasa memperluas pasar dan pesanan pelanggan dalam kuantitas yang tinggi. Dalam hal ini, dilakukan upaya peningkatan efisiensi paper machine menggunakan metode Reliability Centered Maintenance. Hasil analisa FMEA menunjukkan bahwa bearing bush, antifriction bearing, carbon guide, press capter dan lock washer merupakan komponen yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi.Tindakan pemeliharaan yang dapat dilakukan perusahaan berdasarkan penelitian ini adalah untuk menyesuaikan ukuran perawatan dengan kategori komponen penting. Komponen dengan kategori Condition Directed diperlakukan melalui pembersihan dan inspeksi. Kategori Time Directed diperlakukan dengan mengganti dan memperbaiki komponen sesuai dengan jadwal yang dihitung melalui pendekatan pengujian distribusi dan Mean Time To Failure (MTTF). Hasil perhitungan RCM menunjukkan adanya perbedaan rata - rata nilai reliabilitas sebelum dan sesudah aplikasi RCM yaitu 0,5231 dengan 0,9393. Kenaikan nilai reliabilitas ini menyebabkan turunnya nilai downtime yang dibuktikan dengan meningkatnya ketersediaan (Availability) komponen kritis.

Keywords: Strategi Pemeliharaan, Mean Time To Failure (MTTF), Reliability Centered Maintenance

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Dejoi Irfian Situngkir lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 28 Januari 1989, merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Durman Situngkir, SH dan Ibu Sri Maszone Br. Manik. Penulis menikah pada tanggal 28 Januari 2017 dengan Erika Silvia Br. Silaban, S.Kom. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD St. Petrus Medan pada tahun 2000, pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 10 Medan pada tahun 2003, dan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 17 Medan pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 melanjutkan kuliah di Politeknik Negeri Medan, dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2009. Pada tahun 2009, melanjutkan kuliah di Universitas Sumatera Utara program S-1 Ekstensi Teknik Industri, dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2013.

Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Sumatera Utara Departemen Teknik Industri. Pada saat ini merupakan Fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan Ahli Pertama di laboratorium Instrument dan Pengolahan Pabrik Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Pencipta alam semesta atas berkat penyertaan, pertolongan, dan pimpinan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Nazaruddin Matondang, MT selaku Ka. Prodi Teknik Industri Sekolah Pasca Sarjana USU yang sekaligus juga sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh Dosen pengajar di Prodi Teknik Industri Sekolah Pasca Sarjana USU yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng., Bapak Prof. Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, D.E.A, Bapak Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S., Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng, dan Ibu Dr. Ir. Juliza Hidayati, MT, Ibu Dr.

Meilita Tryana Sembiring, ST, MT, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan peneliti. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pimpinan PT. XYZ beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan untuk meneliti, membantu dan

(9)

Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Drs, Mujiono, MM dan seluruh jajaran Pusdiklat Kemenperin RI, dan Kepada Bapak Direktur Politeknik Teknologi Kimia Industri yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menyelesaikan perkuliahan ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan pegawai Politeknik Teknologi Kimia Industri yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas support dan doanya. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada abangda dan kakanda Mahasiswa Teknik Industri Pasca Sarjana USU khususnya angkatan 19 yang telah memberikan dorongan moril dan doa, dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini. Peneliti juga menyampaikan terimakasih kepada ayahanda Durman Situngkir, SH, dan Ibunda Sri Maszone Br.

Manik yang telah senantiasa memberikan seluruh dukungan dan doanya. Peneliti juga menyampaikan terimakasih kepada Istriku tercinta Erika Silvia Br. Silaban, S. Kom. yang tidak habisnya memberikan semangat dan dukungan serta doa dalam penyelesaian tesis ini. Peneliti juga menyampaikan terimakasih kepada Abang Setiady Laksono Situngkir, SH, MHum dan Kakak Novalina Kristina Manurung, SH, MH, Adik-adik semuanya Monika Situngkir, Mega Situngkir, dan Daniel Situngkir, dan seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan peneliti. Doa dan harapan peneliti tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca dan mempelajarinya.

Peneliti,

Dejoi Irfian Situngkir

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan ... 5

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Pemeliharaan (Maintenance) ... 7

2.2 Jenis-Jenis Pemeliharaan ... 9

2.2.1 Preventive maintenance ... 10

2.2.2 Corrective Maintenance ... 11

2.3 Strategi Pemeliharaan ... 12

(12)

2.5 Reliability Centered Maintenance (RCM) ... 15

2.6 Langkah-langkah Penerapan RCM ... 20

2.6.1 Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi ... 20

2.6.2 Pendefenisian Batasan Sistem ... 22

2.6.3 Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi ... 22

2.6.4 Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi ... 24

2.6.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... 24

2.6.6 Criticality Analysis untuk Komponen-Komponen Plant ... 29

2.6.7 Logic Tree Analysis (LTA) ... 29

2.6.8 Pemilihan Tindakan ... 31

2.7 Keandalan (Reliability) ... 32

2.8 Identifikasi Distribusi ... 34

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN... 36

3.1 Model Konseptual ... 36

3.2 Definisi Operasional ... 37

3.2.1 Variabel Dependen……… 37

3.2.2 Variabel Independen……….. 38

BAB 4 RANCANGAN PENELITIAN ... 39

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Jenis Penelitian ... 39

4.3 Metode Penelitian ... 39

4.3.1 Pengumpulan Data ... 40

4.3.2 Pengolahan Data ... 41

4.4 Rekomendasi ... 42

4.5 Kesimpulan dan Saran ... 43

BAB 5 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 44

5.1 Pengumpulan Data ... 44

(13)

5.1.2 Data Historis Kerusakan Paper Machine ... 45

5.1.3 Data Interval Waktu Antar Kerusakan Komponen Paper Machine ... 46

5.1.4 Waktu Perbaikan Korektif Komponen Kritis ... 48

5.2 Pengolahan Data ... 49

5.2.1 Identifikasi Sistem Perawatan Aktual ... 49

5.2.2 Reliability Centered Maintenance ... 50

5.2.3 Pemilihan Pola Distribusi ... 75

5.2.4 Perhitungan Indikator Fungsi Kehandalan ... 77

5.2.5 Perbandingan Kehandalan Sebelum dan Sesudah Perbaikan ... 84

BAB 6 PEMBAHASAN ... ... 88

6.1 Analisis Failure Mode and Effect Analysis ... 88

6.2 Analisis Pengkategorian Komponen Kritis dengan Logic Tree Analysis ... 89

6.3 Perawatan Berdasarkan Pemilihan Tindakan RCM ... 92

6.4 Rekomendasi Jadwal Pergantian Komponen Kritis ... 94

6.5 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Perbaikan Melalui Pendekatan RCM ... 95

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 99

7.1 Kesimpulan ... 99

7.2 Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Data Downtime Paper Machine PT. XYZ Tahun 2016 ... 3

2.1 Permasalahan dalam kegagalan komponen mesin ... 7

2.2 Kasus kegagalan material akibat perawatan /pemeliharaan komponen mesin ... 7

2.3 Penyebab kegagalan dalam komponen mesin ... 8

2.4 Penentuan Nilai Severity ... 27

2.5 Penentuan Nilai Occurrence ... 28

2.6 Penentuan Nilai Detection ... 28

5.1 Data Downtime Paper Machine Tahun 2016... 44

5.2 Uraian Kerusakan Komponen Paper Machine ... 45

5.3 Interval Waktu Kerusakan Komponen Kritis Paper Machine ... 46

5.4 Data Waktu Perbaikan Komponen Kritis Paper Machine Tahun 2016 ... 48

5.5 SWBS Paper Machine ... 57

5.6 Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi ... 58

5.7 Penentuan Risk Priority Number ... 62

5.8 Logic Tree Analysis... 66

5.9 Pemilihan Tindakan Perawatan Komponen Paper Machine PT. XYZ ... 72

5.10 Hasil Pengujian Distribusi Komponen Paper Machine ... 76

(15)

5.11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Indikator Kehandalan Komponen

Kritis Paper Machine ... 82 5.12 Rencana Jadwal Perawatan Komponen Kritis pada Paper Machine . 83 6.1 RPN Kegagalan Komponen Paper Machine ... 88 6.2 Rekapitulasi Hasil Penyusunan LTA ... 91 6.3 Tindakan Perawatan Condition Directed (CD) pada Paper Machine 93 6.4 Tindakan Perawatan Finding Failure (FF) pada Paper Machine ... 94 6.5 Rekapitulasi Perhitungan MTTF (Mean Time To Failure)... 95

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Tindakan Preventive Maintenance……….. 10

2.2 Struktur Logic Tree Analysis……..………. 30

3.1 Kerangka Konseptual………... 37

4.1 Penerapan Reliability Centered Maintenance ... 42

5.1 Blok Fungsi Paper Machine Pembuatan Kertas Rokok ... 56

5.2 Logic Tree Analysis ... 66

5.3 Flowchart Pemilihan Tindakan Perawatan... 71

5.4 Perbandingan Nilai Reliability Sebelum dan Sesudah Melakukan Perbaikan dengan Metode Reliability Centered Maintenance ... 86

5.5 Perbandingan Nilai Availability Sebelum dan Sesudah Melakukan Perbaikan dengan Metode Reliability Centered Maintenance ... 87

6.1 Perbandingan Reliabiliy Sebelum dan Sesudah Penerapan RCM ... 97

6.2 Peningkatan Nilai Availability Komponen Kritis pada Paper Machine ... 98

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi saat ini, perusahaan harus kompetitif agar mampu bersaing dengan industri serupa baik pada skala nasional maupun internasional.

Kompetisi tersebut ditandai dengan adanya perkembangan teknologi dan permintaan pasar. Pesatnya perkembangan teknologi dan meningkatnya permintaan pasar merupakan tantangan bagi pihak manajemen, salah satunya adalah pada peralatan/mesin produksi. Permintaan pasar yang berubah-ubah memaksa peralatan/mesin produksi bekerja ekstra sehingga memperpendek siklus hidup peralatan/mesin tersebut (Wayenbergh & Pintelon, 2002).

Pemeliharaan peralatan/mesin merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat menjaga siklus hidup peralatan/mesin. Menurut Dhillon (2002), maintenance (pemeliharaan) sebagai kombinasi dari kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan komponen atau mesin ke keadaan di mana ia dapat terus melakukan fungsi yang ditetapkan. Pemeliharaan biasanya melibatkan perbaikan dalam hal kegagalan (tindakan korektif) atau tindakan pencegahan (preventive). Di sisi lain British Standard mendefinisikan pemeliharaan (B.S., 1993) “kombinasi dari semua tindakan teknis dan administratif, dimaksudkan untuk mempertahankan item didalamnya, atau mengembalikannya ke posisi di mana ia dapat memerlukan tindakan”.

(18)

Pada saat ini, pemeliharaan sudah menjadi sebuah isu manajemen, sesuai dengan fungsinya sebagai kontributor terhadap keuntungan dimana biaya pemeliharaan adalah bagian utama biaya operasional dari seluruh manufaktur atau production plants. Tergantung pada spesifikasi industrinya, biaya pemeliharaan dapat menunjukkan antara 10% dan 40% dari biaya produksi barang. Oleh karena itu, agar tetap dapat kompetitif dalam persaingan pasar, maka perusahaan harus membuat strategi pemeliharaan yang benar seperti penggabungan terbaik antara korektif, preventif, condition-based, dan pemeliharaan proaktif untuk hal mendasar peralatan (Jasiulewicz-Kaczmarek, 2015).

Industri kertas rokok merupakan salah satu industri yang harus bekerja keras untuk menjaga siklus hidup peralatan/mesin produksinya, sehingga industri ini dapat bersaing dengan perusahaan serupa, baik itu produk dari kompetitor internasional terutama China maupun dari kompetitor nasional.

PT. XYZ merupakan perusahaan yang menghasilkan produk berupa kertas rokok dalam bentuk bobbin (gulungan kecil) dan ream (lembaran kertas A3). Produk yang dihasilkan sebesar 40% dikirim ke perusahaan rokok PT. Sempoerna dan selebihnya perusahaan rokok yang terdapat di sumatera dan jawa.

PT. XYZ memiliki 1 (satu) mesin yaitu paper machine yang beroperasi selama 24 jam secara continue process dan merupakan mesin lama yang beroperasi sejak didirikan, sehingga perlu diperhatikan pemeliharaan paper machine tersebut agar tetap handal untuk mencapai performansinya dalam memenuhi kebutuhan

(19)

Pada kenyataannya strategi pemeliharaan yang berlaku saat ini yaitu mengutamakan preventive maintenance masih belum optimal dalam mengurangi downtime mesin. Hal tersebut terlihat dari nilai downtime perbulan sebesar 17,83%

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1 dimana nilai downtime saat ini masih memiliki gap dengan target perusahaan yaitu sebesar 12%.

Tabel 1.1 Data Downtime Paper Machine PT. XYZ Tahun 2016 Bulan Downtime (Jam) Jam Operasi (Jam) % Downtime

Januari 92,79 599,22 15,49%

Februari 102,57 651,84 15,74%

Maret 123,98 700,34 17,70%

April 108,19 634,29 17,06%

Mei 164,68 648,05 25,41%

Juni 125,64 676,83 18,56%

Juli 77,35 585,04 13,22%

Agustus 118,77 676,57 17,55%

September 80,27 565,10 14,20%

Oktober 144,22 714,80 20,18%

November 102,87 551,22 18,66%

Desember 112,76 557,44 20,23%

Rata-rata 112,84 630,06 17.83%

Sumber: PT. XYZ

Berdasarkan data Tabel 1.1 tersebut terlihat bahwa rata-rata downtime pada paper machine mencapai 17,83% perbulan atau 112,84 jam per bulan. Bila kapasitas produksi 18 ton per hari (24 jam), maka potensial loss yang terjadi pada perusahaan dalam setahun adalah sebesar 112,8424 x 18 to𝑛 = 84,63 ton atau Rp. 20.000.000 x 84,63ton = Rp1.692.600.000, −. Walaupun pada kenyataannya tidak pernah terjadi komplain pelanggan terkait keterlambatan pesanan, tetapi

(20)

dimanfaatkan untuk memperluas pasar/market sehingga menambah keuntungan perusahaan.Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap strategi yang berlaku saat ini dan mengusulkan perbaikan strategi pemeliharaan untuk mengoptimalkan preventive maintenance dengan mengimplementasikan Reliability centered Manintenance (RCM). Dengan mengoptimalkan preventive maintenance, maka downtime dan kegagalan prematur mesin dapat dicegah (Mobley, 2004). Metode RCM digunakan karena mengarahkan program maintenance yang berfokus pada preventif maintenance (Yssaad, 2014; Afefy, 2010).

Menurut Mungani & Visser (2013), untuk proses produksi yang bersifat continious process, Sistem perawatan yang disarankan adalah dengan menggunakan Reliability centered Manintenance (RCM) dibandingkan dengan metode Total Produktive Maintenance (TPM) atau Bussiness Centered Maintennace (BCM).

Jasiulewicz (2015) menyatakan bahwa metode RCM focus pada fungsi system dan mengarahkan upaya pemeliharaan di bagian-bagian dan unit-unit mana kehandalan kritis. Dikarenakan proses poduksi di PT. XYZ bersifat continious process dan penelitian ini difokuskan pada fungsi sistem dalam meningkatkan efisiensi mesin, maka peneliti menggunakan metode RCM untuk melakukan perbaikan sistem maintenance.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dapat di

(21)

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan downtime mesin?

2. Bagaimana strategi pemeliharaan yang seharusnya dijalankan perusahaan agar downtime dapat diminimisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengusulkan strategi maintenance, sehingga dapat meminimalkan downtime mesin sehingga siklus hidup mesin terjaga pada PT. XYZ.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: sebagai masukan bagi perusahaan dalam upaya mereduksi delay proses produksi dengan meminimumkan downtime mesin dan meminimalkan biaya maintenance.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan

Adapun yang menjadi ruang lingkup dan batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Mesin-mesin yang diteliti adalah mesin-mesin pada Paper machine.

2. Tidak membahas kompetensi Sumber Daya Manusia.

3. Fokus pada kegiatan pemeliharaan mesin yang dapat menurunkan jumlah kegagalan atau paling tidak menurunkan jumlah kerusakan akibat kegagalan fungsi.

4. Tidak membahas sampai pada tahap pengaplikasian usulan strategi

(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemeliharaan (Maintenance)

Maintenance sangat dibutuhkan oleh industri untuk menjamin produksi dapat berjalan dengan lancar. Maintenance merupakan kombinasi dari kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan komponen atau mesin ke keadaan di mana ia dapat terus melakukan fungsi yang ditetapkan (Dhillon, 2002).

Menurut Onawoga (2010), pada prinsipnya tujuan dari pelaksanaan maintenance adalah:

1. Memperpanjang masa pakai dari barang/peralatan.

2. Meningkatkan ketersediaan dari peralatan yang dipasang.

3. Meyakinkan semua operasional peralatan yang dibutuhkan siap terutama untuk tujuan emergensi.

4. Meyakinkan keamanan dari orang (personel) yang menggunakan peralatan.

5. Menghindari biaya yang lebih besar pada saat perbaikan peralatan yang mungkin terjadi jika beberapa peralatan tidak dipelihara (di-maintain) dan rusak.

Pada dasarnya menurut sumber-sumber penelitian yang ada di dunia industri (Brooks 2002). Faktor penyebab kegagalan yang sering terjadi di dunia industri dapat

(23)

1. Faktor kesalahan pemilihan material

Hasil penelitian mengenai faktor kegagalan material yang dominan yaitu faktor kesalahan dalam memilih material. Tabel 2.1 di bawah ini menunjukkan statistik tentang permasalahan dalam kasus kegagalan material.

Tabel 2.1 Permasalahan dalam kegagalan komponen mesin (Brooks 2002)

Permasalahan %

Kesalahan pemilihan material 38

Cacat produksi 15

Kesalahan perlakuan panas 15 Kesalahan desain mekanik 11 Kondisi operasi yang berlebihan 8 Kondisi lingkungan yang tidak terkontrol 6 Pemeriksaan yang kurang baik 5 Material yang tidak jelas 2

2. Perawatan/pemeliharaan komponen yang kurang baik

Proses perawatan/pemeliharaan komponen mesin yang kurang baik termasuk salah satu penyebab kegagalan yang paling dominan. Tabel 2.2 menunjukan data mengenai kasus kegagalan material yang terjadi.

Tabel 2.2 Kasus kegagalan material akibat perawatan/pemeliharaan komponen mesin (Brooks 2002)

Permasalahan %

Perawatan yang kurang baik 44

Cacat saat fabrikasi 17

Defisiensi desain 16

Pemakaian yang abnormal 10

Cacat material 7

Penyebab yang tidak jelas 6

(24)

3. Kesalahan dalam perancangan komponen

Faktor kesalahan dalam proses perancanagan komponen mesin adalah sebagai berikut:

a. Kegagalan ulet akibat pembebanan yang melebihi kekuatan material.

b. Kegagalan getas akibat beban kejut.

c. Kegagalan pada temperatur tinggi (pemuluran).

d. Static delayed fracture.

e. Proses perancangan yang terlalu banyak memicu konsentrasi tegangan seperti takikan.

f. Analisa tegangan komponen yang kurang detail yang menyebabkan rawan terjadi kegagalan akibat overload.

g. Kesalahan dalam menentukan material dari komponen mesin sehingga mempengaruhi hitungan yang dilakukan.

4. Kondisi kerja yang ekstrim

Permasalahan yang spesifik dalam kegagalan komponen mesin akibat kondisi kerja yang ekstrim disajikan dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penyebab kegagalan dalam komponen mesin (Brooks 2002)

Penyebab Kegagalan %

Korosi 29

Kelelahan (fatigue) 25

Kegagalan getas (brittle fracture) 16

Kelebihan beban 11

Korosi temperature tinggi 7

(25)

Tabel 2.3 (Lanjutan)

Penyebab Kegagalan %

Korosi retak tegang, korosi lelah, penggetasan hydrogen 6

Pemuluran ( creep ) 3

Abrasi, Erosi 3

Menurut Nanang, dkk (2014), salah satu jenis kegagalan yang terjadi pada komponen yang diakibatkan beban dinamis (pembebanan yang berulang-ulang dan berubah-ubah) dapat menyebabkan suatu material mengalami fracture. Diperkirakan 50%-90% kegagalan mekanis adalah disebabkan oleh kelelahan (fatigue). Kegagalan komponen atau struktur dapat dibedakan menjadi dua katagori utama yaitu: pertama kegagalan quasi statik (kegagalan yang tidak tergantung pada waktu, dan ketahanan terhadap kegagalannya dinyatakan dengan kekuatan). Kedua kegagalan yang tergantung pada waktu (ketahanan terhadap kegagalannya dinyatakan dengan umur atau life time). Pada penelitian ini, masalah kegagalan yang diteliti adalah kegagalan yang diakibatkan oleh perawatan/pemeliharaan yang kurang baik.

2.2 Jenis-Jenis Pemeliharaan

Dalam pelaksanaan pemeliharaan menurut Patrick (2001), Rausand (2004), konsep pemeliharaan yang dilakukan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance) serta perawatan pencegahan (preventive maintenance). Kedua sistem perawatan tersebut memiliki peranan yang sama pentingnya dan umumnya dilakukan bersamaan dan saling mendukung.

(26)

2.2.1 Preventive maintenance

Menurut pendapat Patrick (2001, 401) preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan- kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi.

Menurut Bloon (2006), tindakan preventive maintenance itu sendiri terbagi atas tiga tindakan yaitu time directed, condition directed, dan Failure Finding, dimana masing-masing tindakan tersebut digunakan pada tingkatan yang berbeda.

Time directed dan condition directed mencegah terjadinya kegagalan pada tingkat komponen, sedangkan Failure finding adalah tindakan preventive maintenance yang bertujuan mencegah timbulnya konsekuensi kegagalan pada tingkat plant. Hal tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Tindakan Preventive Maintenance

Pemeliharaan preventif, tidak seperti pemeliharaan korektif, merupakan praktik mengganti komponen atau subsistem sebelum gagal dalam rangka

(27)

didasarkan pada pengamatan perilaku sistem masa lalu, mekanisme keausan komponen dan pengetahuan komponen mana yang penting untuk operasi sistem yang berkelanjutan. Biaya selalu menjadi faktor dalam penjadwalan perawatan preventif.

Reliabilitas juga bisa menjadi faktor tapi biaya adalah istilah yang lebih umum karena kehandalan dan risikonya dapat dinyatakan dari sisi biaya. Biasanya, secara finansial lebih bijaksana untuk mengganti komponen atau komponen yang tidak gagal pada interval yang telah ditentukan daripada menunggu kegagalan sistem yang dapat menyebabkan gangguan operasi yang mahal (Oseghale, 2014).

2.2.2 Corrective Maintenance

Menurut pendapat Patrick (2001, p401) corrective maintenance (CM) merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

Kegiatan CM ini sering disebut dengan kegiatan reparasi atau perbaikan. CM biasanya tidak dapat kita rencanakan dahulu karena kita hanya bisa memperbaikinya setelah terjadi kerusakan, bahkan terkadang perbaikan tersebut bisa tertunda dan terlambat.

Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya preventive maintenance maupun telah diterapkannya preventive maintenance, akan tetapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas produksi atau peralatan yang ada tetap rusak. Dalam hal ini, kegiatan corrective maintenance

(28)

bersifat perbaikan yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali normal.

2.3 Strategi Pemeliharaan

Peralatan / mesin merupakan bagian yang tidak terpisahkan di lantai produksi.

Seiring dengan pertambahan usia dan ditambah lagi dengan permintaan pelanggan yang berubah-ubah tentu akan mempengaruhi kehandalan dan masa pakai peralatan (Wayenbergh & Pintelon, 2002). Oleh karena itu, perlu dibuat strategi pemeliharaan yang baik untuk menjaga kehandalan dan menambah masa pakai peralatan.

Strategi pemeliharaan adalah teknik pendekatan untuk sebuah kebijakan yang bergantung kepada beberapa faktor/indikator untuk mencapai tujuan perawatan/

maintenance (Alsyouf, 2007). Menurut Pintelon (2006), strategi pemeliharaan secara umum menunjukkan perpektif dari kebijakan pemeliharaan. Menurut Stanojevic et. al (2000 &2004), strategi pemeliharaan merupakan satu dari banyak faktor yang mempengaruhi keefektifan dari sistem maintenance. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi pemeliharaan berkaitan dengan kebijakan pemeliharaan yang diambil oleh pihak manajemen yang bergantung pada beberapa faktor/indikator sebagai upaya untuk mempengaruhi keefektifan system pemeliharaan.

(29)

Dalam penelitian Afefy (2010) yang menjadi faktor/indikator dalam strategi pemeliharaan adalah Mean-time between failure (MTBF), total maintenance cost, mean time to repair (MTTR), dan Availability dengan tujuan untuk mengurangi perbaikan peralatan yang rusak tiba-tiba. Jian, et.al (2016) menggunakan safety, availability, kesiapan operasi, Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time Between Unscheduled Replacement (MTBUR) untuk mengoptimasi interval pemeliharaan preventif. Nafis, et.al (2015) dalam artikelnya menjadikan MTBF, MTTR, total biaya pemeliharaan, pelaksanaan pemeliharaan korektif, safety, tindakan preventif yang berlebih, kemampuan respon pada plan yang padam (keseluruhan atau sebagian), dan lingkungan dengan tujuan meminimumkan maintenance dan downtime serta meminimumkan biaya siklus hidup peralatan sebagai faktor untuk strategi pemeliharaannya. Yssaad, et. al (2014) melihat beberapa faktor / indikator dalam strategi pemeliharaannya yaitu, reliability, unreliability, failure rate, costs, MTBF, MTTR, availability, dan maintainability. Yssaad, et. al (2015) menggunakan reliability, maintainability, mean availability, safety, unreliability, costs, MTTF, failure rate, MDT, mean uptime, repair rate, MTTR.

2.4 Pemilihan Strategi Maintenance

Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak penelitian telah dilakukan di seluruh dunia mengenai pemilihan strategi perawatan. Beberapa di antaranya adalah M. Bevilacqua dkk. (Maret 2000), penelitian ini membahas tentang pemilihan strategi

(30)

perawatan di pabrik yang masih dalam tahap konstruksi. Kemungkinan alternatif dipertimbangkan sebagai pencegahan, perawatan berbasis kondisi, perbaikan dan oportunistik. Ada sekitar 200 fasilitas yang harus dipilih oleh kebijakan perawatan terbaik. Sebuah strategi ditetapkan berdasarkan kondisi teknis di lapangan dan biaya yang ditimbulkannya (Mahapatra, 2015).

Strategi pemeliharaan adalah "metode manajemen yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeliharaan". Definisi ini memberikan indikasi yang jelas tentang betapa pentingnya strategi pemeliharaan, karena memerlukan banyak hal untuk dipertimbangkan sekaligus, seperti jenis perawatan, tenaga kerja, waktu dan tempat yang paling sesuai untuk mencapai tujuan pemeliharaan. Strategi perawatan bergantung pada serangkaian proses yang terorganisir, seperti pencarian dan seleksi, sebelum keputusan diterapkan (Albarkoly, 2015).

Penelitian terus dikembangkan agar dapat menemukan strategi pemeliharaan yang sesuai dengan spesifikasi industri yang ada. Pemilihan strategi yang salah akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, seperti kehilangan pangsa pasar yang diakibatkan downtime peralatan/mesin yang tinggi sehingga jumlah produksi yang dihasilkan tidak maksimal, biaya pemeliharaan yang dikeluarkan menjadi tinggi dikarenakan kegagalan premature peralatan/mesin, dan bahkan kehilangan asset yang diakibatkan oleh kegagalan peralatan/mesin. Menurut Jian, et.al (2016), rencana maintenance tradisional berbasis usia yang dihasilkan berdasarkan rekomendasi dari

(31)

manufaktur, otoritas, dan standar yang ada biasanya tidak dapat menghindari sebagian besar kegagalan yang tidak terduga.

Menurut Mobley (2004), dengan mengoptimalkan preventive maintenance, maka downtime dan kegagalan prematur mesin dapat dicegah. Preventive maintenance dan replacement dapat meningkatkan reliability dan availibility dari suatu system (Kamran S. Moghaddam and John S.Usher, 2010). Pengaplikasian preventive maintenance juga dilakukan oleh Jian, et. al (2016) dalam penelitiannya untuk menjaga peralatan dan menurunkan kegagalan tidak terduga yang dapat menyebabkan perawatan korektif mahal dan kehilangan produksi.

Banyak penelitian menggunakan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dalam mengidentifikasi kebutuhan preventive maintenance seperti tulisan Cheng, et. al (2008) yang menyatakan bahwa RCM sebagai prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan preventive maintenance dari sistem yang kompleks yang sudah diakui dan diterima di berbagai industri. Penelitian yang dilakukan J.H. Heo, et. al (2014) adalah mengiplementasikan RCM untuk komponen transmisi pada industri tenaga listrik dengan menggunakan partical swarm optimization (PSO) untuk mengekstrak strategi maintenance yang optimal berdasarkan usia komponen.

2.5 Reliability Centered Maintenance (RCM)

Pada tahun 1960, sebuah konsep baru, Reliability Centered Maintenance (RCM) telah dikembangkan. Awalnya RCM digunakan pada industri pesawat

(32)

terbang, dan berorientasi pada perawatan pesawat terbang (Dekker, 1996). RCM adalah kerangka kerja terstruktur dan proses secara logis untuk mengoptimalkan sumber daya pemeliharaan dan pemeliharaan aset fisik. RCM difokuskan untuk melestarikan fungsi sistem, bukan melestarikan aset fisik. RCM menganalisis fungsi, potensi kegagalan peralatan dan dilakukan melalui tujuh langkah sistematis untuk mengevaluasi "reliabilitas inheren", manajemen risiko. RCM dimungkinkan dengan pemilihan strategi perawatan yang efektif dan akan menawarkan "keandalan"

peralatan (Altaf, 2014).

Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan system keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Dengan kata lain Reliability Centred Maintenance (RCM) dapat didefenisikan suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap aset fisik terus melakukan apa pun yang penggunanya ingin lakukan dalam konteks operasi (Moubray, 1997).

Reliability Centered Maintenance merupakan teknik yang lebih maju dan merupakan pengembangan Preventive Maintenance dalam menjamin aset beroperasi sesuai dengan fungsi dan desain aslinya. Disisi lain, Al-Ghamdi, dkk (2005) juga berpendapat bahwa metode Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah pendekatan yang efektif untuk pengembangan program-program PM dalam

(33)

meminimalkan kegagalan peralatan dan menyediakan plant di industri dengan alat- alat yang efektif dan kapasitas optimal untuk memenuhi permintaan pelanggan dan unggul dalam persaingan (Berger, 2007).

Dengan penerapan sistem kebijaksanaan perawatan yang tepat dan sistematis, metode RCM dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dengan mereduksi biaya perawatan namun tetap mempertahankan nilai dan keandalan dari asset yang dimiliki oleh suatu perusahaan sebagai strategi dalam menghadapi lingkungan yang kompetitif. Selain itu, metode RCM mempunyai keunggulan dalam menentukan program pemeliharaan yang berfokus pada komponen atau mesinmesin yang kritis (critical item list) dan menghilangkan kegiatan perawatan yang tidak diperlukan dengan menentukan interval pemeliharaan yang optimal.

Menurut Rousand (1998) dalam proses RCM diperlukan 7 (tujuh) pertanyaan mengenai aset atau system dalam melakukan tinjauan, adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apa fungsi dan standar performa yang diharapkan dari aset dalam pengoperasiannya (fungsi)?

2. Dalam wujud apa saja dapat aset tersebut tidak memenuhi fungsinya (kegagalan fungsi)?

3. Apa yang menyebabkan kegagalan (moda kegagalan)?

4. Apa yang terjadi saat terjadi kegagalan (efek kegagalan)?

5. Apa akibat dari masing-masing kegagalan (konsekuensi kegagalan)?

(34)

6. Apa yang sebaiknya dilakukan untuk meramalkan atau mencegah kegagalan (tindakan preventif dan intervalnya)?

7. Apa yang sebaiknya dilakukan apabila tidak ditemukan tindakan preventif yang cocok (tindakan standar)?

Program RCM secara umum adalah sebuah program yang digunakan oleh industri/pabrik untuk menjaga kehandalan peralatan/fasilitas sesuai dengan standard performance peralatan/fasilitas yang ada di dalamnya. Program preventif maintenance (PM) yang berlaku baik dan efektif akan mampu menciptakan kehandalan sesuai standard performance.

Menurut Bloom (2006) program RCM memiliki tiga fase/tahap, yaitu:

1. Tahap yang terdiri dari mengidentifikasi peralatan yang penting untuk keselamatan instalasi, pembangkit (atau produksi), dan perlindungan aset.

2. Tahap yang terdiri dari menentukan tugas-tugas yang diperlukan PM untuk peralatan diidentifikasi dalam fase 1. Tugas-tugas ini harus berjalan dengan baik dan efektif.

3. Tahap yang terdiri dari pelaksanaan tugas yang ditentukan dalam fase 2 dengan benar.

Penerapan RCM terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah operasi yang dilakukan oleh mesin atau peralatan, kegagalan fungsi yang berpotensi terjadi, konsekuensi dan alternatif pencegahan yang dapat dilakukan. Satu hal yang menarik menurut peneliti yang sangat diperhatikan oleh RCM yaitu

(35)

kegagalan fungsi. Kegagalan merupakan kondisi yang tidak memuaskan. Akibatnya, jika informasi kegagalan ditemukan sangat banyak di lantai produksi, maka hal ini akan membutuhkan beberapa pengetahuan tentang kondisi yang relevan. Seorang pengawas di ruang mesin mungkin sering mengamati dan mencatat kegagalan beberapa elemen. Oleh karena itu, pertanyaan tentang prevalensi kegagalan sangat dibutuhkan untuk menghasilkan jawaban yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Kegagalan dapat dideteksi saat melakukan operasi, dengan pengamatan, atau mereka dapat ditemukan melalui sebuah program pencegahan. Kegagalan tersebut adalah "kegagalan fungsional", ketidakmampuan item (system-equipment-unit-part) untuk memenuhi standard kinerja yang ditentukan. Kehilangan fungsi yang lengkap jelas merupakan kegagalan fungsional. Setelah mendefinisikan kegagalan fungsional tertentu, mungkin dapat dilakukan untuk mengidentifikasi atau menentukan beberapa kondisi pra-kegagalan yang mengindikasikan bahwa kegagalan sudah dekat. Kondisi seperti ini disebut "potensi kegagalan". Kemampuan untuk menentukan dan mendeteksi potensi kegagalan merupakan bagian yang sangat penting dalam perancangan program perawatan modern.

Konsekuensi paling penting dari kegagalan adalah ancaman terhadap keselamatan. Ancaman terhadap keselamatan adalah ancaman terhadap kehidupan, anggota badan, atau kesehatan kru atau orang lain. Ancaman terhadap kondisi peralatan tidak termasuk. Konsekuensi paling mendesak berikutnya dari kegagalan

(36)

adalah ancaman terhadap kemampuan operasional. Perlu diingat bahwa jika sistem yang menyediakan kemampuan operasional memiliki redundansi yang mencegah beberapa kegagalan menyebabkan hilangnya fungsi sistem, maka kehilangan kemampuan operasional bukanlah konsekuensi dari kegagalan tunggal. Kegagalan fungsi tersembunyi atau jarang digunakan tidak menimbulkan konsekuensi langsung.

Kendati demikian, konsekuensi utama mereka mungkin berdampak buruk pada kemampuan keselamatan atau operasional. Hasil ini mungkin sangat parah jika fungsi tersembunyi, pada kenyataannya akan menyebabkan kegagalan fungsional yang lebih kritis (Catola, 1983).

2.6 Langkah-langkah Penerapan RCM

Menurut SAE (2002) yang dikutip dari Jagathy, RCM merupakan sebuah pendekatan yang dapat diterapkan dalam spektrum industri yang luas. Implementasi RCM yang dijelaskan dalam standar panduan adalah melalui proses 7 langkah berikut ini:

2.6.1 Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.

(37)

1. Pemilihan Sistem

Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:

a. Sistem yang akan dilakukan analisis.

Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.

b. Proses Analisis

Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem. Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas (mesin/peralatan) yang dibahas.

2. Pengumpulan Informasi

Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan

(38)

dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan

2.6.2 Pendefinisian Batasan Sistem

Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

2.6.3 Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi

Menurut IAEA-TEC DOC 658 (1992), deskripsi sistem dan diagram blok fungsi merupakan representasi dari fungsi-fungsiutama sistem yang berupa blok–blok yang berisi fungsi–fungsi dari setiap subsistem yang menyusun sistem tersebut, maka dibuat tahapan identifikasi detail dari sistem yang meliputi: deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan System Work Breakdown Structure (SWBS).

1. Deskripsi Sistem

Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen- komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi.

(39)

Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan. Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah:

a. Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di kemudian hari.

b. Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.

c. Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan sistem.

2. Blok Diagram Fungsi

Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas.

3. System Work Breakdown Structure (SWBS)

System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan Program Evaluation and Review Technique (PERT) oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem.

Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari subsistem/komponen.

(40)

2.6.4 Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem.

2.6.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut (Dyadem Engineering Corp. 2003). Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi perusahaan. Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan (kemunginan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, dan kemungkinan pencegahan).

Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau penyelidikan kegagalan.

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu teknik sistematis pertama untuk analisis kegagalan. Ini dikembangkan oleh para insinyur

(41)

keandalan pada akhir tahun 1950 untuk menentukan masalah yang dapat timbul dari pada sistem militer. Modus Kegagalan dan Analisis Efek sering menjadi langkah awal dalam studi sistem keandalan. Ini melibatkan peninjauan sebanyak mungkin tentang komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi kemungkinan mode kegagalan dan sebab dan akibat dari kegagalan tersebut. Untuk setiap komponen, mode kegagalan dan efek yang dihasilkannya pada keseluruhan sistem ditulis ke bentuk FMEA tertentu (Vatn, 2007).

FMEA secara harfiah adalah:

1. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat.

2. Mode yaitu penentuan mode kegagalan.

3. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan.

4. Analysis yaitu perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab.

FMEA berusaha mengidentifikasi kemungkinan failure mode (deskripsi fisik kegagalan), failure mechanism (proses yang menyebabkan kegagalan, dan failure effect (akibat yang ditimbulkan oleh kegagalan) pada kinerja.FMEA mengidentifikasikan metode mendeteksi failure mode dan kemungkinan pencegahannya. FMEA juga merupakan suatu pendekatan sistematis yang mengidentifikasikan failure mode yang potensial. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi failure mode. Peran FMEA antara lain:

(42)

1. Mengevaluasi sistematis produk dan proses.

2. Pembuktian kegagalan dan identifikasi kegagalan.

3. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat.

Kegunaan FMEA adalah:

1. Meningkatkan kualitas, reliability, dan keamanan dari produk dan proses.

2. Meningkatkan daya saing.

3. Meningkatkan kepuasan konsumen.

4. Mengurangi waktu dan biaya untuk pengembangan produk.

5. Melakukan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko.

Risk Priority Number (RPN) adalah sebuah pengukuran dari resiko yang bersifat relatif. RPN diperoleh melalui hasil perkalian antara rating Severity, Occurrence dan Detection. RPN ditentukan sebelum mengimplementasikan rekomendasi dari tindakan perbaikan, dan ini digunakan untuk mengetahui bagian manakah yang menjadi prioritas utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.

RPN = Severity * Occurrence * Detection

RPN = S * O * D ………(2.1) Hasil RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN . Ketiga komponen tersebut adalah:

(43)

1. Severity (Keparahan)

Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Severity tersusun atas angka 1 hingga 10. Kriteria penentuan severity dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Penentuan Nilai Severity

EFEK RANKING KETERANGAN

Berbahaya tanpa ada peringatan

10

Tingkat keseriusan operator maintenance dan keselamatan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak disertai peringatan.

Berbahaya dan ada

peringatan 9

Tingkat operator maintenance dan keselamatan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang disertai peringatan

Sangat Tinggi 8 Downtime lebih dari 8 jam Tinggi 7 Downtime diantara 4 – 8 jam Sedang 6 Downtime diantara 1 - 4 jam Rendah 5 Downtime diantara 0,5 – 1 jam Sangat Rendah 4 Downtime diantara 10 - 30 menit

Kecil 3 Downtime terjadi hingga 10 menit

Sangat Kecil 2

Variasi parameter proses tidak didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses lainnya dibutuhkan selama produksi.Tidak terdapat downtime

Tidak Ada 1

Variasi parameter proses didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses dapat dilakukan selama maintenance rutin.

2. Occurence (Frekuensi Kejadian)

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.

Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi.Tingkatan

(44)

Tabel 2.5 Penentuan Nilai Occurrence Rating Probability of Occurance

10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan 9 35-50 per 7200 jam penggunaan

8 31-35 per 7200 jam penggunaan 7 26-30 per 7200 jam penggunaan 6 21-25 per 7200 jam penggunaan 5 15-20 per 7200 jam penggunaan 4 11-14 per 7200 jam penggunaan 3 5-10 per 7200 jam penggunaan

2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan 1 Tidak pernah sama sekali

Sumber: Dyadem Engineering Corp.

3. Detection (Deteksi)

Detection diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Penentuan Nilai Detection Rating Detection Design Control 10 Tidak mampu terdeteksi

9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi 8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi 7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi 4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi 3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi 2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi 1 Pasti terdeteksi

(Sumber: Harpco Systems)

(45)

2.6.6 Criticality Analysis untuk Komponen-Komponen Plant

Analisis kekritisan adalah sebuah alat untuk mengevaluasi bagaimana kegagalan peralatan-peralatan mempengaruhi kinerja organisasi dari dalam rangka sistematis peringkat aset-aset pabrik untuk pelaksaan pekerjaan prioritas, klasifikasi bahan, pengambangan PM/PdM, dan inisiatif perbaikan kehandalan (Gomaa. 2003).

2.6.7 Logic Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:

1. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem?

2. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan?

3. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti?

(46)

4. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:

a. Kategori A (Safety problem) b. Kategori B (Outage problem) c. Kategori C (Economic problem) d. Kategori D (Hidden failure)

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis (LTA).

Gambar 2.2 Struktur Logic Tree Analysis (Desphande& Modak. 2002)

(47)

2.6.8 Pemilihan Tindakan

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Perawatan preventif (PM) dilakukan sesuai dengan tugas yang terencana atau spesifikasi yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah atau menemukan kegagalan perangkat keras sebelum berdampak pada keselamatan, atau operasi atau beberapa fungsi pendukung penting lainnya. Rencana atau spesifikasi ini setidaknya memiliki dua elemen penting yaitu objek dan waktu pelaksanaan. Seluruh gagasan tentang pemeliharaan preventive bergantung pada keyakinan bahwa, semua hal dipertimbangkan, pengguna akan lebih baik dengan melakukan tugas PM daripada tidak melakukannya (Catola, 1983).

Menurut Neil B. Bloom (2006) terdapat tiga jenis tindakan yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi dari mesin atau peralatan yang digunakan.

1. Condition Directed (CD) adalah tindakan yang diambil biasanya menganalisa, memantau kondisi suatu komponen untuk menentukan apakah operasi akan berjalan lancar atau gagal.

2. Time Directed (TD) adalah tindakan yang diambil biasanya mencakup pergantian dan perbaikan komponen mesin dengan prioritas tertentu.

3. Finding Failure (FF) adalah tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.

(48)

2.7 Keandalan (Reliability)

Reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah ditentukan (Ebelling. 1997). Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir- akhir ini konsep keandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penentuan interval penggantian komponen mesin.

Fungsi reliabilitas adalah fungsi matematis yang menunjukkan hubungan reliabilitas dengan waktu. Nilai reliabilitas adalah nilai probabilitas, dan kemudian nilai fungsi reliabilitas (R) berada pada rentang 0≤R≥1. (Beetling, 1997) dilambangkan sebagai fungsi reliabilitas R(t) dari sistem m jika digunakan untuk unit t Dari waktu. Konsep waktu dalam kehandalan adalah time to failure (TTF). Pada dasarnya perhitungan reliabilitas mengikuti fungsi yang sesuai dengan distribusi masing-masing komponen atau mesin. Terdapat empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam perhitungan fungsi reliabilitas yaitu weibull, normal, lognormal dan eksponential.

Jika distribusi waktu kegagalan suatu komponen, subsistem atau sistem mengikuti distribusi Weibull, maka:

(49)

1. Persamaan fungsi distribusi Weibull reliabilitas (Dhilon B.2005, Ebeling C.1997)

R(t) =





 

 

 

exp t ……….(2.2)

2. Laju kegagalan distribusi Weibull

λ =

1



 

t

………..……….(2.3)

3. Mean Time to Failure (MTTF)

MTTF = 

 

 

 

r 1 1 ……….(2.4)

Jika distribusi waktu antara kegagalan sistem mengikuti distribusi normal (Dhilon B.2005, Ebeling C.1997).

1. Keandalan persamaan fungsi distribusi normal sebagai berikut.

𝑅 𝑡 = 1 − 𝜙 𝑡−𝜇𝜎 ...(2.5) 2. Laju kegagalan distribusi normal

𝜆 𝑡 = exp ⁡[−

𝑡−𝜇 2 2𝜎 2 ]

exp ⁡[−𝑡 𝑡−𝜇 22𝜎2]𝑑𝑡………..………(2.6) 3. Mean time to failure (MTTF)

MTTF= μ……….(2.7) Jika distribusi waktu antara kegagalan mengikuti distribusi lognormal, (Dhilon B.2005, Ebeling C.1997).

(50)

1. Persamaan fungsi distribusi reliabilitas lognormal

2. Laju kegagalan distribusi lognormal

3. Mean time to failure (MTTF)

Jika distribusi waktu antara kegagalan sistem mengikuti distribusi eksponensial, (Dhilon B.2005, Ebeling C.1997).

1. Fungsi reliabilitas persamaan distribusi eksponensial

2. Laju kegagalan distribusi eksponensial

3. Mean time to failure (MTTF)

2.8 Identifikasi Distribusi

Pengujian distribusi data merupakan tugas yang sangat umum dalam statistik dan terdiri dari pemilihan pemodelan distribusi probabilitas variabel acak, serta

………….……….(2.8)

………….……… ………(2.9)

……….……… …..…(2.10)

……….……… ……..…(2.11)

……..…….……… ……..…(2.12)

……..…….……… …..…(2.13)

(51)

estimasi parameter untuk distribusi tersebut. Hal ini membutuhkan pertimbangan dan keahlian dan umumnya membutuhkan proses iteratif pilihan distribusi, estimasi parameter, dan kualitas penilaian. Pemilihan distribusi dilakukan berdasarkan nilai P- value yang terbesar dengan menggunakan Software Easy Feat Professional.

Pengujian distribusi dilakukan untuk menemukan estimasi parameter yang terpilih (Muller, 2015).

Dengan mengumpulkan data, pencocokan distribusi secara teoritis dapat dipandang sebagai 3 tahapan proses yang terdiri dari:

1. Identifikasi distribusi, rumus-rumus yang digunakan dapat dilihat pada lampiran.

2. Pendugaan parameter distribusi kehandalan.

3. Menampilkan distribusi data dengan uji Goodness of fit test.

(52)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

3.1 Model Konseptual

Kerangka teoritis adalah suatu model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor/ variabel yang telah diidentifikasi penting untuk menganalisis masalah penelitian. Dengan kata lain, kerangka teoritis menjelaskan pola hubungan antar semua faktor/variabel yang terkait.

Menurut Yssaad, Dkk (2014) Reliability Centered Maintenane (RCM) merupakan sebuah teknik yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan strategi perawatan dengan biaya yang efektif dan peningkatan kapabilitas (kemampuan) dari mesin yang digunakan. Pada penelitian ini indikator yang digunakan dalam strategi perawatan (maintenance) adalah nilai kehandalan (reliability), ketidakhandalan (unreliability), laju kegagalan (failure rate), rata-rata tingkat kegagalan (MTBF), rata-rata tingkat perbaikan (MTTR) dan ketersedian pengoperasian mesin (availability).

Berdasarkan penjelasan dan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengurangan downtime paper machine dengan cara memperbaiki strategi maintenance. Dengan demikian yang menjadi kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

(53)

Kehandalan

Ketidakhandalan

Laju Kegagalan

MTBF

MTTF

Ketersediaan

Strategi Pemeliharaan

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

3.2 Defenisi Operasional 3.2.1. Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah variabel kriteria yang nilainya atau valuenya dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai variabel lain. Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini adalah:

1. Strategi Maintenance

Merupakan teknik pendekatan untuk sebuah kebijakan yang bergantung kepada beberapa faktor/indikator untuk mencapai tujuan perawatan/

maintenance (Alsyouf, 2007).

(54)

3.2.2 Variabel Independen

Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif ataupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

1. Kehandalan, kemampuan mempertahankan fungsi dari mesin/ peralatan pada prestasi yang diharapkan dan pada kondisi yang ditentukan (Dhillon, 2006).

2. Ketidakhandalan, merupakan kebalikan dari reliability yang menunjukkan ketidakmampuan fungsi peralatan untuk menghasilkan prestasi dan kondisi yang diharapkan (Dhillon, 2006).

3. Laju Kegagalan, merupakan tingkat waktu probabilitas kegagalan suatu fungsi dari mesin/ peralatan (Smith, 2004).

4. Mean Time Beetween Failure (MTBF), waktu rata-rata yang dibutuhkan sebuah komponen dari awal pengoperasian sampai pengoperasian selanjutnya setelah melewati fase kerusakan (Vatn, 2007).

5. Mean Time To Repair (MTTR), merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memperbaiki fungsionalitas sistem atau komponen yang gagal (Nasa, 2008).

6. Ketersedian mesin, waktu ketersediaan sistem atau mesin dapat digunakan atau dioperasikan dengan baik (Nasa, 2008).

(55)

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi kertas rokok (cigarette paper) dalam bentuk bobbin dan kertas A3 yang berlokasi di Medan. Penelitian ini dilakukan pada Januari 2017 sampai April 2017.

4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan (action research).

Penelitian tindakan ialah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan temuan-temuan praktis/untuk keperluan pengambilan keputusan operasional (Sinulingga, 2011). Tujuannya adalah untuk pengambilan keputusan operasional guna mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan baru.

4.3 Metode Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak manajemen dan bagian maintenance mengenai hal yang berkaitan dengan objek penelitian serta dalam melengkapi data yang diperoleh selama observasi dilakukan.

(56)

4.3.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari perusahaan. Data primer dalam penelitian ini melalui wawancara yang dilakukan pada bagian maintenance dan pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder terdiri dari data mesin produksi, frekuensi kerusakan mesin, data downtime dan interval waktu kerusakan.

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu:

1. Teknik observasi

Teknik observasi yaitu teknik yang dilakukan dengan pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang dilakukan. Data yang dikumpulkan dengan teknik observasi ini yang dikumpulkan secara langsung sehingga memberikan data dan informasi yang jauh lebih lengkap dan jelas.

2. Teknik wawancara

Teknik wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan format tanya jawab yang terstruktur maupun tidak terstruktur untuk memenuhi kelengkapan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Belanja Modal Barang 117,201,240 8 Unit INHU APBD Januari Februari Maret April. 9 1.20.10 BKD Belanja Modal Pengadaan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa yang dijadikan subjek penelitian bahwa dapat di simpulkan hasil pembahasan penelitian yaitu: (1)

Data yang diperoleh dari pernyataan pertama bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) 46,2% setuju dan 7,7% sangat setuju dengan kebijakan pemerintah terkait pembatasan

Di kota Banjarmasin ini ada tiga Madrasah Aliyah yang berstatus negeri dibawah naungan Departemen Agama, yaitu Madrasah Aliyah Negeri 1 Banjarmasin, Madrasah

Integrasi Model Kano dan Dimensi Kualitas Produk Setelah mendapatkan hasil berupa atribut kuat dan lemah dari pengolahan kuesioner dimensi kualitas produk, dan atribut

Tetapi konsep tentang listrik dinamis (dalam hal ini hukum Ohm) lebih dikenal daripada konsep konduksi termal. Karena itu, dalam Model ADA-Glynn, konsep-konsep

Ini membuktikan bahawa latihan pliometrik (hantaran sisi menggunakan medicine ball) menunjukkan perbezaan yang signifikan (p<0.05) dalam meningkatkan kekuatan otot

Menuju Raja Ampat kalau ingin menikmati alamnya saja memang lebih baik bersama2 teman, semakin banyak semakin baik karena bisa patungan harga sewa Speedboat sangat mahal