• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada akhir tahun 2019 tepatnya pada bulan Desember, dunia dihebohkan dengan Coronavirus tahun 2019 (Covid-19) yang membuat masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi resah. Permasalahan ini sangat berdampak pada sektor kesehatan dan ekonomi (Rizal, 2020). Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada laju kegiatan bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian serta kurangnya kebutuhan alat kesehatan. Langkah cepat yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menerapkan protokol new

normal untuk menekan angka penularan (Tursina, 2020).

New normal, adalah adaptasi kebiasaan baru yang disebabkan oleh

pandemi dengan cara menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas seperti dengan memakai masker, mencuci tangan, menggunakan desinfektan, social

distancing, work from home dan lain-lain. Namun kebijakan ini menimbulkan

permasalahan lain yaitu munculnya gangguan kecemasan pada masyarakat. Keterbatasan mobilitas masyarakat selama COVID-19 berpotensi memicu kecemasan, depresi dan stress (Bohlken, 2020). Dampak pandemi terhadap gangguan kecemasan adalah dapat menurunkan imunitas tubuh, memudahkan terserang penyakit, hingga skenario terburuk dapat membuat orang mengambil nyawanya sendiri.

Kecemasan timbul di saat masyarakat Indonesia khawatir mengenai ekonomi, kesehatan, edukasi, teknologi karena menghambat kehidupan sehari-hari dan diperlukan penyesuaian maksimal dengan gaya hidup baru. Adanya PHK, tidak dapat bertahannya UMKM, terbatasnya akses internet yang menyebabkan tidak dapat ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar, dan banyak hal lainnya yang bisa menjadi sumber kecemasan. Tidak terbatas oleh umur, jenis kelamin, maupun profesi, siapapun pada masa pandemi COVID-19 ini memiliki resiko terserang gangguan kecemasan. Berdasarkan hasil penelitian dari Megatsari (2020), dapat disimpulkan bahwa dari 8.031 responden, yang mengalami tingkat

(2)

2

kecemasan tinggi didominasi oleh kelompok umur 20-29 tahun, dengan persentase 45.0% dan disusul dengan kelompok umur 30-39 dengan persentase 23.8%. Rentang usia tersebut dapat dikategorikan sebagai generasi milenial.

Gambar 1.1 Tabel Hasil Penelitian (sumber: Megatsari, dkk, 2020)

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei mengenai kesehatan mental melalui swa periksa yang dilakukan secara daring pada bulan April 2020. Pemeriksaan dilakukan terhadap 1.552 responden berkenaan dengan tiga masalah psikologis yaitu cemas, depresi, dan trauma. Responden paling banyak berasal dari Jawa Barat 24%, DKI Jakarta 17.7%, Jawa Timur 13.4%, Jawa Tengah 12.4%, dan Banten 7.2%. Kesimpulan yang dapat diambil dari survei adalah 65.3% responden memiliki gangguan kecemasan dan depresi. (pdskji.org/ home, 23 April 2020).

(3)

3

Gambar 1.2 Infografis Hasil Survei April 2020 (sumber: PDSKJI, 2020)

Pada bulan Mei 2020, PDSKJI melakukan survei kembali. Pemeriksaan dilakukan terhadap 2.364 responden dan terlihat adanya peningkatan dalam dua masalah psikologis yaitu cemas dan depresi. Hal ini menandakan bahwa pandemi Covid-19 dapat memicu kesehatan mental hingga ke tingkat yang serius dan parah.

Gambar 1.3 Infografis Hasil Survei Mei 2020 (sumber: PDSKJI, 2020)

(4)

4

Gambar 1.4 Perbandingan Bulan April dan Mei 2020 (sumber: PDSKJI, 2020)

Kecemasan adalah kondisi yang paling langka dilaporkan atau bahkan diungkapkan karena dianggap tidak penting dikarenakan stigma yang ada. Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan (Davison,dkk 2004). Dikarenakan hal tersebut, mayoritas yang menderita kecemasan sukar untuk konsultasi pada dokter. Tak hanya itu, stigma bahwa konsultasi pada dokter atau psikolog memiliki makna bahwa penderita memiliki gangguan jiwa, juga menjadi salah satu hambatan terbesar untuk mendapatkan pertolongan atau perawatan yang sesuai dapat menyebabkan masalah yang lebih besar seperti isolasi sosial serta depresi hingga kematian. Dari hasil survei yang telah dilakukan PDSKJI, terlihat bahwa 49% berpikir kematian pada masa pandemi Covid-19.

Gambar 1.5 Infografis Hasil Survei Mei 2020 (sumber: PDSKJI, 2020)

(5)

5

Sejauh ini kampanye mengenai kesehatan mental, tidak terbatas mengenai gangguan kecemasan dilakukan melalui berbagai macam media dari industri kreatif, mulai dari poster, komik, video, film dan lainnya. Disinilah keterbatasan interaksi sosial dimana masyarakat bergantung pada teknologi dan media sosial berperan penting. Penggunaan internet semakin meningkat, tidak terbatas umur karena baik pelajar maupun pegawai beraktivitas dari rumah. Menurut CEO Alvara Hasanuddin Ali, penggunaan internet dan durasi waktu yang dihabiskan meningkat di masa pandemi yang sebelumnya rata-rata 3 hingga 6 jam, menjadi 7 hingga 10 jam. Dengan ini, kemungkinan bahwa kampanye atau bentuk konten informasi, akan terekspos dengan baik dan menjangkau lebih banyak masyarakat dari berbagai umur yang memiliki akses internet.

Konten digital merupakan jalan pintas untuk mengakses informasi, dan keunggulan multi modalitasnya (teks, gambar, atau elemen visual lainnya). Media digital lebih sesuai untuk kebutuhan instan (Dewayani, 2017). Berdasarkan hasil penelitian terhadap generasi milenial (15-34 Tahun) di Universitas Indonesia dengan jumlah 102 responden (Naldo, 2018). Hasil menunjukkan bahwa 99% generasi milenial adalah pengguna social network aktif dan dapat disimpulkan bahwa generasi milenial, sudah sangat dekat dengan perkembangan teknologi.

Penyebaran informasi menggunakan buku ilustrasi merupakan langkah untuk memberikan wawasan mengenai gangguan kecemasan dari sudut pandang penderita. Menurut Tapscott (2009), setidaknya ada delapan norma utama para generasi milenial yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka pada internet. Yaitu kebebasan, kustomisasi, penyelidikan, integritas, kolaborasi, hiburan, kecepatan dan yang terakhir, inovasi. Ilustrasi merupakan salah satu bentuk hiburan yang ada pada era digital. Menurut Pujiarohman (2015), secara psikologis gambar atau ilustrasi yang menarik dapat membuat perasaan seseorang menjadi lebih senang dan gembira, dapat membangkitkan suatu emosi dari suatu individual.

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh sebuah gambar atau perancangan ilustrasi merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan untuk menjadi media

(6)

6

informasi mengenai anxiety disorder. Seperti yang dikatakan oleh psikoanalisa Heinz Kohut (2009),

"Empathy is the capacity to think and feel oneself into the inner life of another person."

Empati adalah kapasitas untuk berpikir dan merasakan diri sendiri ke dalam kehidupan batin orang lain.

Melalui resonansi emosional, masyarakat dapat menjelajahi dunia perasaan orang lain melalui gambaran yang diberikan oleh penderita di ilustrasi. Tanpa perawatan dan pengobatan yang tanpa ada belas kasihan ataupun empati, akan menyebabkan pasien tidak puas atau senang. Kemungkinan untuk menindaklanjuti dengan rekomendasi pengobatan, kecil untuk dilakukan dan hanya akan memperburuk kondisi penderita atau pasien (Riess, 2017).

Untuk memberikan suatu solusi terhadap permasalahan yang ada, yaitu mengenai kecemasan di masa pandemi Covid-19, maka diperlukannya media informasi yang mudah diakses dan sesuai dengan segmentasi yang dituju. Hal tersebut diwujudkan melalui sebuah buku ilustrasi digital melalui visual yang sesuai dan dapat menumbuhkan empati yang berjudul “Sepatu Mereka”, dimana rasa sakit penderita berlangsung lama dan tidak menentu kapan datangnya kecemasan tersebut. Buku ilustrasi dirancang untuk memberikan informasi mengenai gambaran emosi yang dialami oleh penderita kecemasan. Harapannya, pembaca buku akan terbangun empatinya sehingga dapat mendukung orang-orang terdekat bila ada yang sedang menghadapi kondisi serupa. Pada perancangan ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner dan wawancara mendalam dengan narasumber.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka ditemukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana merancang buku ilustrasi digital sebagai media informasi mengenai anxiety disorder?

(7)

7

2. Bagaimana merancang buku ilustrasi digital digital untuk membangun empati terhadap penderita anxiety disorder?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka ditemukan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Merancang buku ilustrasi digital untuk memberikan informasi mengenai

anxiety disorder.

2. Merancang buku ilustrasi digital untuk membangun empati terhadap penderita

anxiety disorder.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dibuat agar penulis tidak keluar dari permasalahan utama dan fokus dalam perancangan. Dalam perancangan ini terdapat beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Perancangan buku ilustrasi dibuat berdasarkan target audience, yaitu generasi milenial yang familiar dengan internet.

2. Perancangan dilakukan dalam ruang lingkup ilustrasi yang menjelaskan gangguan kecemasan dari sudut pandang penderita anxiety disorder yang terfokus pada generalized anxiety disorder.

3. Perancangan akan dilakukan sampai dengan tahap prototype dalam bentuk pdf untuk digital dan A5 dengan hard cover untuk buku fisik tanpa dikampanyekan, dipublikasikan atau dijual.

4. Penarikan sampel dilakukan secara purposif dengan batasan waktu survey dikarenakan tidak diketahuinya populasi penderita anxiety disorder.

5. Peneliti menggunakan fenomena pandemi Covid-19 dan rentangan perancangan dilakukan mulai 6 April 2021 sampai dengan 26 Agustus 2021.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada:

(8)

8 1) Bagi akademik

Sebagai salah satu bentuk sumber ilmu dan referensi dalam perancangan dan dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian selanjutnya.

2) Bagi peneliti

Dapat menambah sumber ilmu mengenai salah satu mental illness yang dapat dituangkan menjadi suatu karya yang bermanfaat.

3) Bagi masyarakat

a) Dengan perancangan buku ilustrasi ini diharapkan akan menambah wawasan kepada masyarakat mengenai anxiety disorder.

b) Sebagai sumber referensi ilmu mengenai anxiety disorder yang terfokus pada salah satu kategori yaitu generalized anxiety disorder.

(9)

9

1.6 Kerangka Berpikir

Gambar

Gambar 1.1  Tabel Hasil Penelitian  (sumber: Megatsari, dkk, 2020)
Gambar 1.2 Infografis Hasil Survei April 2020  (sumber: PDSKJI, 2020)
Tabel 1.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen kesehatan yang tidak baik pada pasien Diabetes Mellitus dapat meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau dapat memperpanjang maupun

Menurut Pramudiarja, (2011) upaya pengobatan penderita diare non spesifik sebagian besar adalah dengan terapi rehidrasi atau dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh

Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui oleh masyarakat, yang menandai kesadaran untuk

Untuk mengurangi jumlah ODHA yang tidak patuh terhadap pengobatan ARV perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pengobatan ARV

Pasien ini mempunyai kondisi penyakit yang kompleks, berupa DI dengan komorbid GPPH, adanya sindrom nefrotik dan epilepsi, diharapkan dengan diikutsertakannya

Antimikroba untuk pengobatan penyakit infeksi pada pasien anak dapat diklasifikasikan dalam 4 golongan, yaitu penisilin dengan derivatnya, sefalosporin, aminoglikosida, dan

Mereka menyimpulkan pengobatan suportif vitamin D yang menyertai pengobatan Oral Anti Tuberculosis (OAT) standar dapat mempercepat kesembuhan penderita tuberkulosis dengan

Pemeriksaan MRI post mortem pada pada pasien Skizofrenia dapat membantu tugas dokter untuk menentukan kondisi jenazah sebelum kematian dan memastikan diagnosa Skizofrenia tersebut... 3