• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TUGAS AKHIR

STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP

BIAYA KONSTRUKSI

DUDUN ANUGERAH WADI NRP 3107100109

Dosen Pembimbing:

Ir. Retno Indryani, MS

Endah Wahyuni, ST, MSc, PhD JURUSAN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

(2)
(3)

STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA

KONSTRUKSI

Oleh:

Dudun Anugerah Wadi Dosen Pembimbing:

Ir. Retno Indryani, MS.

Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD

Abstrak

Sekitar 40-60 % biaya konstruksi diserap oleh material. Hal ini membuat efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan biaya konstruksi. Sementara itu, sekitar 60%

material yang digunakan di Indonesia adalah beton bertulang. Penggunaan beton bertulang menyebabkan pemilihan sistem struktur lantai beton bertulang yang tepat dapat memberikan keuntungan yang bernilai ekonomi. Selain dikarenakan pemilihan sistem struktur lantai, penghematan juga dapat diperoleh dari pemilihan bentang yang efektif .

Penelitian ini mencoba mengkorelasikan hubungan antara sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi. Sistem struktur lantai yang dipilih untuk dianalisa adalah sistem konvensional (two way slab supported by beam) dan sistem flat slab. Tiap sistem struktur lantai tersebut selanjutnya dimodelkan menggunakan bentang yang berbeda dimulai dari 4x4 meter hingga 8x8 meter. Pemodelan floor column model dipilih untuk pemodelan struktur sebagai persyaratan dalam tahap desain dan analisa struktur.

Setelah analisa struktur selesai, dilakukan perhitungan biaya berdasarkan hasil perencanaan tersebut. Perhitungan biaya dalam penelitian ini mengacu pada indeks harga satuan yang tercantum dalam SNI DT 91-0008- 2007 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Bangunan Gedung dan Perumahan.

Dari hasil analisa data, didapatkan bahwa sistem struktur lantai flat slab selalu memiliki biaya yang lebih tinggi daripada sistem konvensional. Bentang 6 meter memberikan biaya terendah untuk kedua jenis sistem struktur lantai. Untuk sistem struktur lantai konvensional, urutan bentang mulai dari yang

memiliki biaya terendah adalah 6 meter, 4 meter, 5 meter, 7 meter, dan 8 meter. Untuk sistem struktur lantai flat slab, urutannya adalah 6 meter, 8 meter, 7 meter, 4 meter, dan 5 meter.

Kata kunci: Sistem struktur lantai, Sistem Konvensional, Flat Slab, Biaya konstruksi, Floor Column Mode

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% meterial yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 2004: 135). Perpaduan ini biasa disebut sebagai beton bertulang. Berbeda dengan baja yang harus dibuat di pabrik, pembuatan beton untuk keperluan praktis misalnya rumah tinggal tidak memerlukan sumber daya berkeahlian khusus dalam pembuatannya. Hal ini membuat material beton semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam dunia konstruksi.

Di sisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Lebih dari separuh total biaya proyek diserap oleh material yang digunakan (Nugraha dkk, 1985). Menurut Ritz (1994), material memiliki konstribusi sebesar 40-60% dalam biaya proyek. Hal ini menyebabkan efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan total biaya konstruksi. Dengan efisiensi biaya material, maka penghematan terbesar telah dilakukan (Damodara, 1999).

Biaya material sendiri merupakan hasil dari kombinasi dua variabel berbeda. Kedua variabel ini adalah harga satuan material dan volume pekerjaan. Harga satuan material lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu hukum permintaan dan penawaran. Artinya, pelaku konstruksi tidak bisa mengubah harga yang telah ditetapkan pasar. Berbeda dengan hal ini,

(4)

volume pekerjaan relatif lebih dapat dikendalikan oleh perencana. Dalam sistem struktur beton, volume pekerjaan dipengaruhi oleh desain perencanaan yang nantinya akan menentukan dimensi dari struktur beton itu sendiri.

Penggunaan beton sebagai material menyebabkan perencana harus cermat dalam memilih sistem struktur lantai yang tepat. Yang dimaksud dengan sistem struktur lantai disini adalah jenis struktur berdasarkan komponen penyusun strukturnya (balok, pelat, drop panel, dsb). Dalam perencanaan sistem struktur lantai beton dikenal empat jenis sistem yang umum digunakan oleh para perencana. Keempat sistem tersebut adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau waffle. Sebagai studi awal, penelitian ini hanya akan mengambil dua jenis sistem struktur lantai yakni sistem konvensional dan sistem flat slab.

Sejauh ini, penggunaan kedua sistem ini yakni sistem konvensional dan sistem flat slab hanyalah berdasarkan pada permintaan owner, arsitek, maupun konsultan perencana.

Pertimbangan ekonomis seringkali tidak dilibatkan dalam pemilihan kedua sistem struktur lantai tersebut sehingga keputusan yang diambil bukanlah merupakan keputusan ekonomis.

Selain berasal dari perbedaan sistem struktur lantai, penghematan biaya juga dapat berasal dari pemilihan bentang yang tepat untuk masing- masing sistem struktur lantai. Bentang yang lebih besar tentu akan menyebabkan dimensi dari komponen struktur lantai menjadi lebih besar. Penulangan yang lebih banyak juga diperlukan pada bentang yang lebih besar.

Dengan kata lain, pemilihan bentang yang berbeda akan mempengaruhi biaya konstruksi.

Oleh karena itu, penelitian ini juga akan mencoba menerapkan kedua tipe struktur tersebut yakni sistem konvensional dan flat slab kedalam lima bentang yang berbeda yakni 4x4 m, 5x5 m, 6x6 m, 7x7 m, dan 8x8 m.

Dengan dua variabel tersebut, yakni jenis sistem struktur lantai dan penggunaan bentang berbeda, diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang konvensional dan flat slab terhadap biaya konstruksi. Dengan demikian, efisiensi biaya material beton dapat diwujudkan di dalam proyek.

Dalam ekonomi konstruksi, dikenal dua versi penghematan yang dikategorikan berdasarkan tujuan dilakukannya penghematan tersebut. Dua versi ini adalah versi kontraktor dan versi owner (Asiyanto, 2003:46).

Yang dimaksud dengan versi owner adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan biaya konstruksi baik itu pada tahap pra konstruksi maupun tahap konstruksi dengan tujuan menurunkan nilai kontrak. Dengan menurunkan nilai kontrak, maka sebuah proyek akan dapat menjadi lebih layak secara finansial karena memiliki biaya investasi yang lebih kecil.

Ekonomi konstruksi versi kontraktor memiliki tujuan yang berbeda. Yang dimaksud dengan versi kontraktor adalah upaya yang dilakukan baik itu pada masa pra konstruksi maupun masa konstruksi yang bertujuan untuk mengendalikan pembiayaan, agar dapat memperoleh laba yang direncanakan dan menghindari resiko kerugian.

Berdasarkan pengertian di atas, upaya untuk menggunakan jenis sistem struktur lantai serta bentang yang tepat dapat dikategorikan sebagai versi owner. Dengan menggunakan sistem struktur lantai yang tepat serta bentang yang efektif, maka nilai kontrak akan menurun dan sebuah proyek akan menjadi lebih layak secara finansial.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan suatu perumusan masalah. Rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah:

“Bagaimana pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi?”

Dari permasalahan utama ini, kemudian dapat disusun detail permasalahan untuk menjawab permasalahan utama. Detail permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Berapa usulan dimensi komponen sistem struktur lantai konvensional dan flat slab untuk masing-masing bentang?

2. Berapa biaya konstruksi untuk masing- masing sistem struktur lantai?

3. Berapa bentang yang memberikan biaya konstruksi termurah untuk masing- masing sistem struktur lantai?

(5)

1.3 Batasan Masalah

. Batasan-batasan masalah pada penelitian ini adalah:

a) Sistem struktur lantai beton bertulang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem yang membentuk pelat dua arah dimana perbandingan bentang panjang dan pendeknya adalah kurang dari 2 (dua). Walaupun demikian, akan terdapat beberapa bentang sisa yang akan membentuk pelat satu arah.

Pelat tersebut terdapat dalam bentang 5x5 m, 6x6 m, dan 7x7 m.

b) Penelitian ini tidak mempertimbangkan pengaruh segi arsitektural dalam bangunan.

c) Mutu beton yang digunakan dalam penelitian ini adalah f’c 31,2 Mpa (K350).

d) Yang dimaksud dengan biaya konstruksi dalam penelitian ini adalah biaya yang akan berubah ketika sistem struktur lantai dan bentang berubah. Biaya tersebut adalah biaya pembuatan beton, pembesian, dan pembuatan bekisting.

e) Tinggi dari lantai ke plafond (tinggi lantai) ditentukan sebesar 4 meter agar perbandingan yang dilakukan lebih objektif.

f) Analisa kekuatan struktur yang akan dilakukan hanya menggunakan beban arah gravitasi yakni beban mati serta beban hidup lantai perpustakaan tanpa meninjau beban gempa.

g) Analisa biaya kostruksi dilakukan menggunakan indeks harga satuan yang tercantum dalam SNI DT 91- 0008-2007.

h) Sistem pelat yang dipilih untuk dianalisa ditetapkan merupakan sistem pelat menerus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah:

“Untuk mengetahui pengaruh sistem struktur lantai terhadap biaya konstruksi.”

Dari tujuan utama ini, dapat diketahui pula detail tujuan yang disusun berdasar detail permasalahan. Detail tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendapatkan usulan dimensi komponen sistem struktur lantai konvensional dan flat slab untuk masing-masing bentang.

2. Untuk mengetahui biaya konstruksi untuk masing-masing sistem struktur lantai.

3. Untuk mengetahui bentang yang memberikan biaya paling murah untuk tiap sistem struktur lantai.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Dapat menjadi pertimbangan baik bagi perencana maupun owner ketika memilih jenis sistem struktur lantai sehingga pemilihan yang dilakukan bernilai ekonomi.

2. Dapat menjadi pertimbangan untuk perencana ketika menentukan bentang yang ekonomis untuk masing masing sistem struktur lantai.

3. Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang terkait

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Material merupakan komponen yang penting dalam menentukan biaya sebuah proyek. Lebih dari separuh biaya proyek diserap oleh pemakaian material dalam proyek (Nugraha dkk, 1985). Hal ini menyebabkan efisiensi material amat diperlukan guna memperkecil biaya proyek.

Material yang digunakan dalam proyek dapat digolongkan menjadi dua golongan (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Consumable Material, merupakan material yang pada akhirnya akan

(6)

menjadi bagian dari struktur fisik bangunan.

2. Non Consumable Material, merupakan material penunjang dalam proses konstruksi dan bukan menjadi bagian dari fisik bangunan ketika bangunan tersebut telah selesai.

2.2 Sistem Struktur Lantai Beton Bertulang

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan dengan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-2847-2002 ps. 3.13)

Pada struktur gedung yang menggunakan beton bertulang terdapat empat jenis sistem struktur lantai yang umum digunakan dalam perencanaan. Keempat sistem ini adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau waffle. Keempat sistem ini memiliki keunggulan dan kelemahan masing- masing.

2.2.1 Sistem struktur lantai konvensional Sistem konvensional atau yang biasa disebut sebagai sistem struktur lantai biasa adalah sistem lantai yang memiliki pelat dan balok sebagai komponen penyusunnya.

Keunggulan dari pemakaian sistem jenis ini adalah defleksi yang terjadi hanya di daerah lapangan. Penggunaan sistem ini akan menyebabkan defleksi di daerah tepi amat kecil.

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Timoshenko (1959) dalam gambar berikut ini:

Defleksi yang relatif dapat dikontrol, membuat sistem ini sangat populer dan lebih fleksibel untuk berbagai tipe partisi. Lendutan yang berlebihan seringkali menyebabkan partisi tertentu seperti kaca tidak dapat digunakan di dalam bangunan.

2.2.2 Sistem struktur lantai flat plate Flat plate (pelat datar) adalah pelat beton pejal dengan tebal merata yang mentransfer beban secara langsung ke kolom pendukung tanpa bantuan balok atau kepala kolom atau drop panel (ACI-308-08/ PCA EB708).

2.2.3 Sistem struktur lantai flat slab Sistem Flat Slab adalah sistem lantai flat plate yang diperkuat dengan mempertebal pelat di sekeliling kolom (drop panel), dan dengan penebalan kolom di bawah pelat (kepala kolom/

capital). Biasanya, perbandingan antara panjang-panjang drop panel dan capital dibatasi sebagai berikut : lx < ly < 2lx (Caprani, 2007).

Lendutan pada flat slab maupun flat plate terjadi sepanjang tepi pelat karena pelat tidak ditumpu oleh balok (Timoshenko, 1959). Hal ini seperti yang terlihat pada gambar 2.5.

Konsekuensi dari hal ini adalah sistem flat slab maupun sistem flat plate kurang cocok untuk partisi yang peka terhadap lendutan seperti kaca.

Gambar 2.2 Two way Beams Supported Slab (sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)

Gambar 2.5 Sistem Flat Slab (Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)

Gambar 2.3 Lendutan pada Sistem Konvensional (Sumber: Timoshenko, 1959)

Gambar 2.6 Batasan Panjang Drop Panel dan Capital (Sumber: Caprani, 2007) Gambar 2.4 Sistem Flat Plate (sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)

(7)

Gambar 2.7 Lendutan pada Flat Slab (Sumber: Timoshenko, 1959) 2.2.4 Sistem struktur lantai joist/ waffle

Sistem lantai waffle slab adalah sistem balok T dengan jarak yang dekat (Charif, 2010).

Keunggulan sistem ini yang paling menonjol terletak pada ketahanannya terhadap getaran.

Sistem ini akan sangat cocok jika digunakan pada bangunan yang memerlukan peredam getaran tinggi seperti lantai dansa (getaran berasal dari langkah manusia), pabrik (getaran dari mesin) dan laboratorium yang tidak mengijinkan getaran. Sistem ini juga sangat diperlukan untuk bangunan gedung yang memiliki persyaratan tinggi terhadap getaran seperti hi-tech semiconductor factories yang memiliki kepekaan terhadap getaran hingga di tingkat nano (Oktora, 2010).

2.3 Analisa Biaya Konstruksi

Analisa biaya konstruksi atau yang biasa disebut dengan ABK adalah suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi (Khalid, 2008).

2.3.1 Biaya konstruksi

Biaya konstruksi proyek merupakan penjumlahan antara biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost) dalam proyek.

2.3.1.1 Biaya langsung (direct cost)

Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan proyek konstruksi. Contoh dari biaya langsung adalah:

a) Biaya material

b) Biaya upah tenaga kerja c) Biaya peralatan

2.3.1.2 Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan keberlangsungan proyek, namun keberadaannya tetap dibutuhkan.

Contoh dari biaya tidak langsung ini adalah:

a) Biaya upah supervisi b) Biaya upah keamanan

2.3.2 Rencana anggaran dan biaya (RAB) Menurut Ibrahim (1993), yang dimaksud rencana anggaran biaya (begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut.

Rencana Anggaran dan Biaya atau yang sering disebut RAB merupakan dokumen rencana biaya proyek yang diperoleh dari perkalian antara harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan.

RAB = ∑ (Volume x Harga Satuan Pekerjaan) (sumber: Administrasi Kontrak dan Anggaran Borongan)

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penyusunan urutan pekerjaan ini adalah Work Breakdown Structure (WBS).

2.3.3 Analisa harga satuan

Perhitungan harga satuan pekerjaan di Indonesia umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok metode. Tiga metode tersebut adalah metode BOW, SNI, dan lapangan.

2.3.3.1 Metode BOW (Burgerlijke Openbare Werken)

BOW ialah suatu ketentuan dan ketetapan umum yang ditetapkan Dir. BOW tanggal 28 Februari 1921 Nomor 5372 A pada zaman Pemerintahan Belanda (Khalid, 2008).

Gambar 2.8 Sistem Joist/ Waffle (Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)

(8)

2.3.3.2 Metode SNI (Standar Nasional Indonesia)

Analisa biaya konstruksi yang kedua adalah analisa biaya yang menggunakan indeks berdasarkan SNI. Untuk pekerjaan beton, perhitungan biaya konstruksi umumnya mengacu pada SNI DT-91-0008-2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk bangunan gedung dan perumahan.

2.3.3.3 Metode lapangan

Yang dimaksud dengan metode lapangan adalah metode yang dimiliki oleh kontraktor sendiri. Kontraktor umumnya membuat harga penawaran berdasarkan analisa yang tidak seluruhnya berpedoman pada analisa BOW maupun analisa SNI. Para kontraktor lebih cenderung menghitung harga satuan pekerjaan berdasarkan dengan analisa mereka sendiri yang didasarkan atas pengalaman terdahulu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi, walaupun tidak terlepas dari analisa BOW ataupun analisa SNI (Khalid, 2008).

2.3.4 Perhitungan volume pekerjaan Menurut Ibrahim (2003), yang dimaksud dengan volume suatu pekerjaan ialah menghitung jumlah banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan. Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Volume (kubikasi) suatu pekerjaan, bukanlah merupakan volume (isi sesungguhnya), melainkan jumlah volume bagian pekerjaan dalam satu kesatuan.

2.4 Peraturan Perencanaan Bangunan Desain sebuah bangunan gedung umumnya direncanakan sesuai dengan peraturan perancangan antara lain:

1. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971

2. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

3. Pedoman Perancangan Pembebanan Indonesia Untuk Rumah dan Gedung (PPIUG) 1987.

4. RSNI 03-1727-2002 mengenai pembebanan dan faktor reduksi.

5. ACI 318-08 (American Concrete Institute) khusus untuk pendetailan Beton Bertulang.

2.4.1 Pembebanan

Pembebanan yang akan diberikan kepada sebuah struktur harus disesuaikan dengan fungsi dari bangunan gedung tersebut. Beberapa jenis beban yang bekerja pada sebuah struktur adalah:

beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban angin.

2.4.2 Sistem struktur gedung

Perbedaan jenis struktur gedung maupun sistem struktur akan menyebabkan perbedaan baik dalam prosedur perencanaan maupun kontrol perencanaan.

2.4.2.1 Struktur gedung

Pembagian keteraturan gedung diatur dalam SNI 03-1726-2002. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:

a) Struktur gedung beraturan b) Struktur gedung tidak beraturan 2.4.2.2 Sistem struktur

Sistem struktur yang digunakan pada perancangan gedung merupakan hal yang perlu diperhatikan. Faktor daya tahan terhadap gempa mengharuskan suatu bangunan gedung memiliki sistem struktur yang sesuai berdasar SNI-03- 1726-2002. Pembagian sistem struktur menurut wilayah gempanya dibagi menjadi tiga yakni wilayah gempa resiko rendah, resiko menengah, dan resiko tinggi.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dalam tugas akhir ini secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Latar belakang.

2. Identifikasi masalah.

3. Perumusan masalah 4. Studi literatur.

5. Pembatasan kriteria desain.

6. Penentuan bentang antar kolom.

7. Penentuan tata letak kolom.

8. Perencanaan struktur.

9. Analisa struktur menggunakan software SAP 2000.

10. Kontrol desain.

(9)

11. Perhitungan harga satuan pekerjaan 12. Perhitungan volume pekerjaan.

13. Perhitungan biaya.

14. Analisa Bentang Ekonomis 15. Kesimpulan.

Alur tahapan penelitian seperti yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian (Lanjutan)

BAB 4

ANALISA STRUKTUR

4.1 Data Perencanaan

Struktur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem struktur berbahan beton bertulang dengan data perencanaan sebagai berikut:

Tipe Bangunan : Perpustakaan (2 lantai) Zone Gempa : (tidak diperhitungkan) Lebar Bangunan : 16 m

Panjang Bangunan : 16 m Mutu Beton (fc’) : 31.2 MPa Mutu Baja (fy) : 400 MPa Mutu Sengkang (fy) : 300 MPa 4.2 Pembebanan

1. Beban Gravitasi a. Beban Mati

Berat sendiri beton bertulang = 2400 kg/m3 Adukan finishing beton bertulang= 42 kg/m2

Tegel = 24 kg/m2

Plafond+rangka = 18 kg/m2

Plumbing = 40 kg/m2

Studi Literatur

Pembatasan kriteria desain

Penentuan Bentang Antar Kolom

Penentuan Tata Letak Kolom

Perencanaan Struktur Latar Belakang

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Analisa Struktur Menggunakan Software SAP2000 Sistem Konvensional Sistem Flat Slab

A

Kontrol Hasil Desain

Perhitungan Biaya

B

Perhitungan Volume Perhitungan Harga Satuan

Kesimpulan Analisa Bentang dan Sistem

Ekonomis

Ok Not OK

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

B

A

(10)

b. Beban Hidup

Lantai Perpustakaan = 732 kg/m2 4.3 Preliminary Desain

4.3.1 Sistem konvensional

Untuk lebih mempermudah dalam mengidentifikasi komponen sistem struktur lantai, maka dilakukan penamaan. Penamaan tersebut seperti yang terlihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Penamaan Komponen Struktur Konvensional

4.3.1.1 Pelat

Perkiraan tebal pelat minimum dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3(2).

Berdasarkan pasal ini, maka tebal pelat rencana untuk semua bentang dicoba sebesar 12 cm.

4.3.1.2 Balok

Penentuan tinggi balok minimum (hmin) dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 Psl.

11.5.2.3.b dimana bila persyaratan ini telah dipenuhi maka tidak perlu dilakukan kontrol terhadap lendutan.

h min 1 16 l

Untuk fy selain 400 Mpa, nilainya harus dikalikan dengan 0.4+700fy. Jadi, untuk mutu baja 400 Mpa dan mutu beton 31.2 Mpa dimensi dari balok bentang 4 meter adalah sebagai berikut:

h min 1

16 x40.25 m25 cm Untuk balok luivel, dimensi balok adalah:

h min1 8 l

4.3.1.3 Kolom

Tebal pelat rencana : 12 cm Tinggi tiap tingkat : 400 cm

Untuk bentang 4 meter, perhitungan pembebanan berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.1 adalah sebagai berikut:

Beban Mati

Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 = 4608 kg Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 = 288 kg Balok induk x = 4 x 0.18x 0.25 x 2400 = 432 kg

Balok induk y = 4 x 0.18 x 0.25 x 2400 = 432 kg

Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 = 3.84 kg

Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 = 6.72 kg

Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m = 640 kg

Berat Total = 6410.56 kg kg

Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1 Beban Hidup

Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m2x 0.8 = 9369 kg

Berat Total = 9369 kg

Jadi berat total → W = 1,2 x DL + 1,6 x LL

= 1,2 (6410.56) + 1,6 (9369)

= 22726.8 kg

Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2 diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65).

Mutu beton = 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 = 318.2 kg/cm2

Rencana Awal → A = ' fc W

Φ = 0.65*318.2 8 . 22726

=109.88 cm2

A B C D E

1

2

3

4

5 4PkA 4PkB

4PkC

400.00 400.00 400.00 400.00

400.00

400.00

400.00

400.00

4PkA

4PkA 4PkA

4PkB

4PkB 4PkB

4PkB

4PkB

4PkB 4PkC

4PkC 4PkC

4PkB

4KA1 4KA1

4KA1 4KA1

4KB1 4KB1 4KB1

4KB1

4KB1

4KB1 4KB1

4KB1 4KB2 4KB2 4KB2 4KB1

4KB2 4KB2 4KB2

4KB2 4KB2 4KB2

(11)

Dimensi awal → b2= 109.88 cm2 b = 10.482 cm ≈30 cm Jadi dimensi kolom bentang 4 meter digunakan 30/30 cm.

4.3.2 Sistem flat slab

Untuk lebih memudahkan dalam mengidentifikasian, maka dilakukan penamaan komponen sebagai berikut:

Gambar 4.2 Penamaan Komponen Sistem Flat Slab

4.3.2.1 Pelat

Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan mempunya rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari dua harus memenuhi ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3.

Untuk tebal pelat tanpa balok interior dengan fy = 400 Mpa, tebal pelat diisyaratkan:

hLn 36

Dengan demikian, tebal pelat untuk bentang 400 cm adalah 400/36 = 11.11 ≈ 12 cm.

4.3.2.2 Drop panel

Lebar drop panel harus direncanakan ≥1/6 L bentang bersih dari as kolom ke kolom. Tebal drop panel harus direncanakan ≥1/4 h pelat dan

≤1/4 jarak tepi kolom ke tepi drop panel.

Dengan demikian, untuk bentang 4 meter dengan tebal pelat rencana 12 cm, lebar drop panel adalah 1/6*400 = 67 cm ≈ 70 cm dari as kolom sehingga lebar drop panel keseluruhan adalah 140 cm. Tebal drop panel tidak boleh kurang dari ¼ x 12 = 3 cm dan tidak boleh lebih dari ¼ x 40 = 10 cm. Dengan dua ketentuan di atas, maka diambil tebal drop panel adalah 10 cm.

4.3.2.3 Kolom

Untuk perencanaan kolom, perlu dihitung dahulu pembebanan yang terjadi untuk masing- masing bentang.

Tebal pelat rencana : 12 cm Tinggi tiap tingkat : 400 cm

Untuk bentang 4 meter, perhitungan pembebanan berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.1 adalah sebagai berikut:

Beban Mati

Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 kg/m3= 4608 kg

Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 kg/m3= 288 kg Drop panel = 1.4 x 1.4 x 0.1 x 2400 kg/m3

= 470.4 kg

Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 = 3.84 kg Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 kg/m2= 6.72 kg

Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m2= 640 kg Berat Total = 6016.96 kg

Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1 Beban Hidup

Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m2x 0.8

= 9370 kg

Berat Total = 9370 kg

Jadi berat total →

W = 1,2 x DL + 1,6 x LL

= 1,2 (6016.96) + 1,6 (9370)

= 22212 kg

Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2 diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65).

Mutu beton = 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 = 318.2 kg/cm2

4PfsA

DP4

A B C D E

1

2

3

4

5

400.00 400.00 400.00 400.00

400.00

400.00

400.00

400.00

DP4c DP4b

4PfsA 4PfsA

4PfsA 4PfsA

4PfsA 4PfsA 4PfsA

4PfsA 4PfsA

4PfsA 4PfsA

4PfsA 4PfsA 4PfsA 4PfsA

DP4 DP4

DP4 DP4 DP4

DP4 DP4 DP4

DP4b DP4b

DP4b DP4b DP4b

DP4b

DP4b

DP4b DP4b DP4b DP4b

DP4c

DP4c DP4c

4fsA1 4fsB1

4fsB2 4fsB2 4fsB2

4fsB2 4fsB2 4fsB2

4fsB2 4fsB2 4fsB2

4fsB1 4fsB1

4fsB1

4fsB1

4fsB1 4fsA1

4fsA1

4fsA1 4fsB1 4fsB1 4fsB1

4fsB1

4fsB1

4fsB1

(12)

Rencana Awal → A = fc' W

Φ =

2 . 318

* 65 . 0

22212

=107.394cm2

Dimensi awal → b2= 107.394 cm2 b = 10.36 cm ≈30 cm Jadi dimensi kolom bentang 4 meter digunakan 30/30 cm.

4.4 Analisa Struktur Sistem Konvensional 4.4.1 Perhitungan pelat

Pelat Tipe 4PkB (Pelat Konvensional Bentang 4 meter tipe B)

Gambar 4.3 Pelat Tipe 1

Mutu baja = 400 MPa

Mutu Beton = 31.2 MPa Tebal pelat rencana = 12 cm Ln = 400 – 18= 382 cm Sn = 400 – 18 = 382 cm

β = Ln/Sn = 1 (pelat dua arah) Mencari bentang efektif:

Nilai be adalah nilai terkecil dari:

be = bw + 8 Hf= 18 + (8x12) = 114 cm be = L/4 = 400/4 = 100 cm

maka dipilih be 100 cm Menghitung nilai k:

+

+

+

+

=

hw x hf bw be

hw x hf bw be hw hf hw x hf hw x hf bw

be

k

1 1

1 4

6 4 1

1

3 2

Dimana :

be= lebar efektif, harga minimum (cm) bw= lebar balok (cm)

hf= tebal rencana pelat (cm) hw= tinggi balok (cm)

747 . 2 25

1 12 18 1 100

25 1 12 18 100 25 4 12 25 6 12 25 4 1 12 18 1 100

3 2

=

+

+

+

+

=

x

x x

x k

Menghitung momen inersia:

Balok: 

 K b h3 = 

 x 2.747x 18 x 253 = 63288.612 cm3

Pelat: Ly x Hf

3

12

= 382x 123/12 = 55008 αm = Ibalok/Ipelat = 63288.612/55080 = 1.171 Balok Tepi:

be = bw + L/12 = 18 + (400/12) = 52 cm be = bw + 6 hf = 18 + (6x12) = 90 cm

be = bw + 0.5 x jarak bersih ke balok berikutnya

= 18 + (400/2) = 218 cm maka dipilih be = 52 cm

071 . 2 25

1 12 18 1 52

25 1 12 18 52 25 4 12 25 6 12 25 4 1 12 18 1 52

3 2

=

+

+

+

+

=

x

x x

x k

Menghitung momen inersia:

Balok: 

 K b h3 = 1/12 x 2.075 x 18 x 253 = 25163 cm3

Pelat:Ly x Hf3

12

= 382.5 x 123/12 = 55008 αm = Ibalok/Ipelat = 47297.90112/55080 = 0.458 Dari perhitungan didapat αm = mmmm) / 4 = (1.171+1.171+1.171+0.458) / 4 = 0.99275 Dikarenakan nilai tersebut memenuhi kriteria 0.2 < αm <2, maka tebal pelat harus memenuhi:

Nilai h1 tersebut tidak boleh kurang dari 12 cm.

Dengan demikian, tebal pelat tipe 4PkA minimum adalah:

PkB

400.00

hf bw

hw be

[

0.2

]

5 36

8 1500 . 0

1 + −



 +

×

=

m n

L fy

h βα

[

0.9565 0.2

]

10.25

1 5 36

1500 8 400 . 0 5 . 382

1 =

− +



 +

×

= x

h

(13)

Jadi tebal pelat tipe 4PkB diambil adalah 12 cm.

Perhitungan penulangan pelat tipe 4PkA Data-data perencanaan untuk penulangan atap:

a) Dimensi plat: 4 x 4 m2 b) Tebal plat: 120 mm c) Tebal decking: 40 mm

d) Diameter tulangan rencana: 10 mm e) Mutu tulangan baja: 400 MPa f) Mutu beton: 31.2 MPa

g) dx = 120 – 40 – ½ (10) = 75 mm h) dy = 120 – 40 – 10 – ½ (10) = 65 mm Perhitungan nilai β1:

β1 = 0.85-8 (### !"#)  0.8408 Menentukan batasan tulangan:



 

= +

fy fy

b fc

600 600 '

1 85 .

0 β

ρ =

03343 . 400 0 600

600 400

2 . 31 8408 . 0 85 .

0 =

 

= x x +

ρb

ρb

ρmax=0.75 = 0.75x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 Dengan mengunakan koefisien momen PBI 1971 tabel 13.3.2 didapat persamaan momen sebagai berikut : (Iy/Ix = 1)

Mlx = 0.001.qu.Lx2 .X : 0.001x1666 x 3822 x 36

= 8637921 Nmm

Mtx = -0.001.qu.Lx2.X : 0.001x1666x3822 x36

= -8637921 Nmm

Mly = 0.001.qu.Lx2 .X : 0.001x1666x3822 x36 = 8637921 Nmm

Mty = -0.001.qu .Lx2.X : 0.001x1666x3822 x36

= -8637921 Nmm

Dimana : Mlx = Momen lapangan arah x Mly = Momen lapangan arah y Mtx = Momen tumpuan arah x Mty = Momen tumpuan arah y X = Nilai konstanta dari tabel PBI Perhitungan penulangan tumpuan dan lapangan arah X

Mu = 8615352 Nmm

Mn= φ Mu =

8 , 0 8615352

= 10769191 Nmm

Rn = bdx2

Mn =

1000x752

10769191

= 2.393 mm2

N = 2.4 MPa

ρperlu = 



 ×

− fy

Rn 1 2m

m 1

1 =





 × ×

− 400

393 . 2 083 . 15 1 2

083 1 . 15

1 =

0.006299

Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:

ρ

b

ρ

max=0.75 = 0.75 x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

karena

ρmin perlumax

Asperlu = ρ. b .d

= 0.006299 x 1000 x 75

= 472.4438 mm2

Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur φφφφ10-100

As pakai 709.676 mm2

Perhitungan tulangan tumpuan & lapangan arah Y identik dengan arah X

Kebutuhan tulangan susut

Rasio tulangan susut sesuai dengan SNI 03- 2847-2002 ps 9.12 adalah 0.0018 dengan jarak tidak boleh lebih dari lima kali tebal pelat atau 450 mm.

4.4.2 Perhitungan balok Perhitungan balok 4A1-B1

Gambar 4.6 Balok Tipe 4A1-B1 Data perencanaan

Mutu Bahan = Baja ( fy ) = 400 MPa Beton ( f’c ) = 31.2 MPa

A B

PkA PkB

400.00 400.00

(14)

Selimut beton = 40 mm

Ukuran tulangan balok diameter 16 mm (rencana)

Ukuran tulangan sengkang diameter 10 mm (rencana)

Perhitungan penulangan lentur balok tipe A Dari hasil perhitungan analisa struktur dengan SAP 2000 versi 14.1 didapat :

Mu tumpuan maksimum = -23819372 Nmm Mu lapangan maksimum = 14150666 Nmm Tulangan tumpuan

d’ = 40 + 10 + ½.16 = 58 mm d = 250 mm – 58 mm = 192 mm Untuk f’c = 31.2 MPa β

=0,85–0.008.(f’c–30)= 0.8404

Untuk Struktur lentur tanpa beban aksial,maka koefisien reduksi kekuatan

Ø = 0,8

ρb = 0,85. ' . fy

c f ß1.(

+ fy 600

600 ) =

0.033431

ρmax = 0,75. ρb = 0,75 x 0.033431= 0.02507 ρmin = 1,4 / fy = 1,4 / 400 = 0,0035

Balok dianalisa menggunakan penampang persegi bertulangan tunggal dengan tulangan tekan = 50 % tulangan tarik.

Tulangan tumpuan Direncanakan :

Mu = 23819372 Nmm Rn = 2

.b.d Mu

φ

= 0,8.180.1922 23819372

= 3.89 MPa

m =

c f' . 0,85

fy =

2 . 31 . 85 , 0

400 = 15.0829

ρperlu = 2. . ))

( 1 1 1 (

fy Rn m

m − − = 0,01057

As perlu = ρ.b.d = 0,01057.180.192 = 365.455 mm2

Dipakai: As = 387.09 mm2 …….(3-D13) Untuk Tulangan Tekan : 50 % tulangan tarik Maka untuk tulangan tekan : 4-D10 ...(As = 283.87 mm2)

Tulangan lapangan

Rn = 2 .b.d Mu

φ = 0,8.180.1922 14150666

= 2.665 MPa

m = fy 0,85 . f'c =

2 . 31 . 85 , 0

400 = 15.0829

ρperlu = 2. . ))

( 1 1 1 (

fy Rn m

m − − = 0.00703

As perlu = ρ . b . d = 0,00703. 180 . 192 = 243.226 mm2

Dipakai : As 283.8704 mm2 …….(4-D10) Untuk Tulangan Tekan : 50 % tulangan tarik Maka untuk tulangan tekan : 2-D13 ...(As = 258.06 mm2).

Penulangan geser

Ketentuan perhitungan tulangan geser adalah:

1. Vu ≤ 0,5 φ Vc → Tidak perlu penulangan geser.

2. 0,5 φ Vc < Vu < φ Vc → Dipakai tulangan geser minimum.

3. φVc < Vu < φ (Vc + Vs min) → Diperlukan tulangan geser.

4. φ (Vc+VSmin ) < Vu ≤ → Perlu tulangan geser.

Nilai Vu yang bekerja langsung diambil dari analisa struktur menggunakan SAP 2000. Untuk balok tipe 4A1-B1, nilai Vu adalah 28719 N.

Perhitungan kemampuan beton menahan geser

Vc = %&'(

) *+ , -  √".) , 180 , 192  32174 0

0.5 φ Vc = 0.5 x 0.6 x 32174 = 9652.2 N φ Vc = 19304

Vs min =

Vs min = 15691 N

(perlu tulangan geser)

.bw.d) fc' φ(Vc+13

32174 6

, 0

28719 φ Vc

Vutump

=

− .bw.d) fc' φ(Vc+31

N 57912 .180.192)

31.2

0.6(32174+31 =

(15)

Direncanakan menggunakan dua tulangan polos diameter 8 mm. Dengan demikian, luas tulangan geser adalah 

1, 2 , 8, 2  100 332 φ Vn > Vu

19304 + φ Vs > 28719 φ Vs > 28719 – 19304 φ Vs > 9415 N Vs > 15692 N 45  67 89 -

5

S < 100 x 300 x 192 / 15692 = 367 mm

Menurut SNI 03-2847-2002 ps 25.7.5 batas maksimum spasi sengkang adalah d/2 atau 600 mm.

d/2 = 192 / 2 = 96 mm = 9.6 cm dipasang s = 75 mm

Kebutuhan sengkang di luar sendi plastis Vu = 24918 N

Direncanakan menggunakan dua tulangan polos diameter 8 mm. Dengan demikian, luas tulangan geser adalah 

1, 2 , 8, 2  100 332 φ Vn > Vu

19304 + φ Vs > 24918 φ Vs > 24918 – 19304 φ Vs > 5614 N Vs > 9357 N 45  67 89 -

5

S < 100 x 300 x 192 / 9357 = 615 mm

Agar lebih praktis, sengkang di luar sendi plastis dipasang sengkang dengan jarak 2x jarak pasang pada sendi plastis yakni 150 mm.

4.4.3 Perhitungan kolom

Perhitungan kolom menggunakan program bantu PCA Column. Perhitungan kolom untuk kolom 4KA1 adalah sebagai berikut:

Data Perencanaan Kolom 4KA1 (didapatkan dari program bantu SAP2000)

Pu max = 42, 371 KN Mu max = 6.65 KNm Vu max = 3067 N Asumsi ρ perlu = 0.015

As perlu = 0.015 x 300 x 300 = 1350 mm Digunakan tulangan 8D-16

As pakai = 1600

ρ pakai = 1600/ 90000 = 0.0177

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam program bantu PCA Column sehingga didapatkan diagram interaksi.

Dari diagram interaksi tersebut terlihat bahwa untuk Pu dan Mu max yang didapatkan dari SAP2000, kolom 30x30 dengan tulangan yang telah direncanakan kuat memikul beban dan momen tersebut sehingga kolom dapat dipakai.

Perhitungan tulangan geser untuk kolom Vu Max = 3067 N

Vc dihitung sesuai rumus yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.1.2

4:  (1 + 0;

146<) , %=′:

6 , *+ -

4:  ?1 + 42.371

14.300.300@ , √31.2

6 , 300.244

 70382 0 φ Vc = 42229 N

0.5 φ Vc = 21114 N Karena 0.5 φ Vc > Vu

Maka tulangan geser tidak diperlukan. Namun, untuk keperluan praktis pemasangan di

(16)

lapangan, akan dipasang tulangan geser sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 9.10.5

4.5 Analisa Struktur Sistem Flat Slab 4.5.1 Perhitungan pelat

Perhitungan tebal eqivalen h  L panel

L panel+L drop panel . h pelat + L drop panel

L panel+L drop panel . (h pelat+h drop panel)

h  400x400

(400x400)+(140x140) . 12 + 140 x 140

(400x400)+(140x140) .(12+10)10.69+1.0912 cm Perancangan pelat

Pembebanan pada pelat:

Beban mati ( DL )

Berat sendiri plat = 0,12 x 2400= 288 Kg/m2 Berat plafond+rangka= 11 + 7= 18 Kg/m2 Finishing (2 cm)= 2 x 21= 42 Kg/m2 Berat ducting & plumbing= 40 Kg/m2 Berat keramik= 1 x 24= 24 Kg/m2+

DL= 412 Kg/m2 Beban hidup (LL)

Ruang perpustakaan: LL =

732 Kg/m2

Kombinasi pembebanan (qu) qu = 1,2 DL + 1,6 LL

= 1,2 x 412 + 1,6 x 716 = 1666 Kg/m2

Data perencanaan

Mutu Beton = 31.2 Mpa Mutu Baja = 400 Mpa

Selimut Beton = 20 mm (SNI 03-2847-2002 Ps 9.7.1)

Tebal Pelat = 12 cm H drop panel = 10 cm

Dimensi drop panel = 140 x 140 cm2 Dimensi Kolom = 30 x 30 cm.

Momen yang digunakan pada perencanaan pelat menggunakan momen rata-rata pada masing- masing arah.

Perencanaan pelat arah sumbu X bentang 4 meter

Penulangan lajur kolom

Dari perhitungan SAP 2000 v. 14.2 untuk lajur kolom di dapatkan momen:

Mu Tumpuan = 238042000 Nmm Mu Lapangan = 28910000 Nmm Penulangan tumpuan

Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22)

= 189 mm

d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1:

β1 = 0.85-8 (f1000'c-30)0.8408 Menentukan batasan tulangan:



 

= +

fy fy

b fc

600 600 '

1 85 .

0 β

ρ =

03343 . 400 0 600

600 400

2 . 31 8408 . 0 85 .

0 =

 

= x x +

ρb

ρb

ρmax=0.75 = 0.75x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5

Rn =

16 . 2 4

^ 189 1000 8 . 0

238042000 )

5 . 0 1 ( 2

^ ) 1

( − =

− =

x x bd

Mu φ

δ

ρδ= 



 − − ×

fy Rn 1 2m

m 1

1 =





 × ×

− 400

16 . 4 083 . 15 1 2

083 1 . 15

1 = 0.0114

− =

= fy d d bd Mu

) ' ' (

φ ρ δ

0125 . 189 0 1000 ) 31 189 ( 400 8 . 0

238042000 5

.

' 0 =

= −

x x

ρ x

ρ = ρδ + ρ’ = 0.0114 + 0.0125 = 0.0238 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:

ρ

b

ρ

max =0.75 = 0.75 x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035 karena

ρmin perlumax

Asperlu = ρ. b .d

= 0.0238 x 1000 x 189

(17)

= 4507 mm2

Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D22-80

As pakai = 4654 mm2

Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

¼ x As = ¼ x 4654 = 1163.5 mm2

Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

1/3 x As = 1/3 x 4654 = 1535.82 mm2 As’ = ρ’ x b x d

= 0.0125 x 1000 x 189 = 2354 mm2 >

1535.82 mm2 (OK)

Dipasang tulangan lentur D22-140 As pakai = 2715.09 mm2

Penulangan lapangan Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22)

= 189 mm

d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1:

β1 = 0.85-8 (f1000'c-30)0.8408 Menentukan batasan tulangan:



 

= +

fy fy

b fc

600 600 '

1 85 .

0 β

ρ =

03343 . 400 0 600

600 400

2 . 31 8408 . 0 85 .

0 =

 

= x x +

ρb

ρb

ρmax=0.75 = 0.75x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5

Rn =

5058 . 2 0

^ 189 1000 8 . 0

28910000 )

5 . 0 1 ( 2

^ ) 1

( − =

− =

x x bd

Mu φ

δ

ρδ= 



 ×

− fy

Rn 1 2m

m 1

1 =





 × ×

− 400

5058 . 0 083 . 15 1 2

083 1 . 15

1 =

0.0013

− =

= fy d d bd Mu

) ' ' (

φ ρ δ

0015 . 189 0 1000 ) 31 189 ( 400 8 . 0

28910000 5

.

' 0 =

= −

x x

ρ x

ρ = ρδ + ρ’ = 0.0013 + 0.0015 = 0.0028 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:

ρ

b

ρ

max=0.75 = 0.75 x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035 karena

ρperluminmax

Asperlu = ρ. b .d

= 0.0035 x 1000 x 189

= 661.5 mm2

Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D10-80

As pakai = 851.61 mm2

Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

¼ x As = ¼ x 851.61 = 212.9 mm2

Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

1/3 x As = 1/3 x 851.61 = 281.036 mm2 As’ = ρ’ x b x d

= 0.0035 x 1000 x 189 = 661.2 mm2 >

281.036 mm2 (OK)

Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2

Penulangan lajur tengah

Dari perhitungan SAP 2000 v. 14.2 untuk lajur tengah di dapatkan momen:

Mu Tumpuan = 55578000 Nmm Mu Lapangan = 22534000 Nmm Penulangan tumpuan

Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22)

= 189 mm

d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1:

β1 = 0.85-8 (f1000'c-30)0.8408 Menentukan batasan tulangan:



 

= +

fy fy

b fc

600 600 '

1 85 .

0 β

ρ =

03343 . 400 0 600

600 400

2 . 31 8408 . 0 85 .

0 =

 

= x x +

ρb

ρb

ρmax=0.75 = 0.75x 0.03343 = 0.02507

(18)

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5

Rn =

9724 . 2 0

^ 189 1000 8 . 0

55578000 )

5 . 0 1 ( 2

^ ) 1

( − =

− =

x x bd

Mu φ

δ

ρδ= 



 ×

− fy

Rn 1 2m

m 1

1 =





 − − × ×

400

9724 . 0 083 . 15 1 2

083 1 . 15

1 =

0.0025

− =

= fy d d bd Mu

) ' ' (

φ ρ δ

0029 . 189 0 1000 ) 31 189 ( 400 8 . 0

55578000 5

.

' 0 =

= −

x x

ρ x

ρ = ρδ + ρ’ = 0.0025 + 0.0029 = 0.0054 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:

ρ

b

ρ

max=0.75 = 0.75 x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035 karena

ρmin perlumax

Asperlu = ρ. b .d

= 0.0054 x 1000 x 189

= 1017.84mm2

Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D16-160

As pakai = 1200 mm2

Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

¼ x As = ¼ x 1200 = 300 mm2

Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

1/3 x As = 1/3 x 1200 = 400 mm2 As’ = ρ’ x b x d

= 0.0035 x 1000 x 189 = 661.5 mm2 > 400 mm2 (OK)

Dipasang tulangan lentur D13-150 As pakai = 774.18 mm2

Penulangan lapangan

Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22)

= 189 mm

d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1:

β1 = 0.85-8 (f1000'c-30)0.8408 Menentukan batasan tulangan:



 

= +

fy fy

b fc

600 600 '

1 85 .

0 β

ρ =

03343 . 400 0 600

600 400

2 . 31 8408 . 0 85 .

0 =

 

= x x +

ρb

ρb

ρmax=0.75 = 0.75x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035

m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5

Rn =

3943 . 2 0

^ 189 1000 8 . 0

22534000 )

5 . 0 1 ( 2

^ ) 1

( − = − =

x x bd

Mu φ

δ

ρδ= 



 ×

− fy

Rn 1 2m

m 1

1 =





 × ×

− 400

3943 . 0 083 . 15 1 2

083 1 . 15

1 =

0.001

− =

= fy d d bd Mu

) ' ' (

φ ρ δ

0012 . 189 0 1000 ) 31 189 ( 400 8 . 0

22534000 5

.

' 0 =

= −

x x

ρ x

ρ = ρδ + ρ’ = 0.001 + 0.0012 = 0.0022 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:

ρ

b

ρ

max=0.75 = 0.75 x 0.03343 = 0.02507

fy 4 . min =1

ρ =

400 4 .

1 = 0.0035 karena

ρperluminmax

Asperlu = ρ. b .d

= 0.0035 x 1000 x 189

= 661.5 mm2

Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm

(19)

Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2

Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

¼ x As = ¼ x 851.61 = 212.9 mm2

Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X

1/3 x As = 1/3 x 851.61 = 281.036 mm2 As’ = ρ’ x b x d

= 0.0035 x 1000 x 189 = 661.2 mm2 >

281.036 mm2 (OK)

Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2

Penulangan pelat arah sumbu Y identik dengan perhitungan di atas.

Penulangan geser pelat

Dari perhitungan SAP 2000 v 14.2 di dapat

Vu = 272,9 kg Mu = 730,4 kgm

Gambar 4.8 Penampang kritis kolom sejauh d/2 dari muka kolom

d = 220 – 20 – 22 – 0.5*22 = 167 c1 = c2 = 0.3 m

c cd + c ab = c1 + d

c1 + d = 0.3 + 0.167 = 0.467 = 0.47 m c’ cd = c’ ab = 0.235 m

Ac = 2d (c1+c2+2d)

Ac = 2x0.167(0.3+0.3+2x0.167) Ac = 0.312 m2

Jc = d (c1+d)

3

6 + (c1+d)

3

6 + d (c2+d)(c1+d)2 2

Jc =

0.167 (0.3+0.167)3

6 + (0.3+0.167)3

6 + 0.167 (0.3+0.167)(0.3+0.167)2 2

Jc = 0.0028+0.016+0.0085 = 0.0283 m4 γv = 1- 1

1+ 2

3 Jc1+dc2+d 1

1+ 2

3 J0.50.5 = 0.4

Vu Ab = Vu

Ac+ γv Mu Cab

Jc

Vu Ab = 272.9

0.312+ 0.4x730.4x0.235

0.0283 =3299.60 kg Vu cd =Vu

Ac- γv Mu CcdJc Vu cd = 272.9

0.312- 0.4x730.4x0.235

0.0283 =- 1550.2 kg Jadi Vu yang dipakai adalah 3299.60 kg = 32996 N

Φ Vc = Φ x 1/6 x f’c^0.5 x bo x d

= 0.75 x 1/6 x 31.2^0.5 x 1000 x 167

= 116601.4 N

Karena Vu < Φ Vc maka tidak perlu penulangan geser.

4.5.2 Perhitungan kolom

Data Perencanaan Kolom bentang 4 meter Dimensi kolom = 30x30 cm

Tebal pelat = 120 mm

Mutu Beton = 31.2 Mpa

Mutu Baja = 400 Mpa

Tulangan utama = D-16 Selimut Beton = 40 mm

Sengkang = ϕ 10

L kolom = 4000 mm

Perhitungan kolom menggunakan program bantu PCA Column. Perhitungan kolom untuk kolom 4FsA1 adalah sebagai berikut:

Pu max = 36.116 KN Mu max = 7.304 KNm Asumsi ρ perlu = 0.015

As perlu = 0.015 x 300 x 300 = 1350 mm Digunakan tulangan 8D-16

As pakai = 1600

ρ pakai = 1600/ 90000 = 0.0177

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam program bantu PCA Col sehingga didapatkan diagram interaksi.

Perhitungan tulangan geser untuk kolom Vu Max = 2729 N

Vc dihitung sesuai rumus yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.1.2

Vc(1+ Nu

14Ag ) x √f'c 6 x bw d

A

B D

C B C-2

C1+d C-CD

C-1 C-AB C'

C'

Kolom Penampang Kritis

Referensi

Dokumen terkait

The following observations and evaluations on the structured grid generation methodologies are important to consider before the development of overall grid generation process:

Dari hasil survei awal yang dilakukan pada 15 orang WUS di dusun Kopeng dengan cara wawancara untuk mengetahui alasan WUS belum melakukan pemeriksaan IVA, didapatkan hasil

Jam’u wa al-Taufiq adalah taufiq (kompromi), dari yang al- ‘Imrānī membicarakan perihal perceraiannya namun dasar al- Maūṣilī menggunakan dasar kewajiban dari

mengulurkannya sehingga berlebih- lebihan (boros) dalam berinfak karena nanti akan menyesal tidak memiliki kemampuan karena telah kehabisan harta. Maka dari itu, memberi

1. Bab 1 tentang pendahaluan yang berisi overview materi pembahasan, kompetensi yang diharapkan, pentingnya mempelajari modul ini, dan tujuan yang diharapkan.. Bab 2

Pada gambar 2.1 bahwa seorang manajer pusat laba yang berkemampuan tinggi dan berbakat di dalam mencapai target pendapatan dan atau biaya akan menghasilkan kinerja