• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBUTUHAN TULANGAN PELAT LANTAI BETON BERTULANG PADA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEBUTUHAN TULANGAN PELAT LANTAI BETON BERTULANG PADA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017

ANALISIS KEBUTUHAN TULANGAN PELAT LANTAI BETON BERTULANG PADA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Tripoli1, Nurisra2, dan Mubarak3

1, 2, 3Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syeh abdul Rauf No. 7 Banda Aceh

Email: tripoli_jci@yahoo.com

ABSTRAK

Anggaran biaya dari sebuah konstruksi sangat ditentukan oleh besarnya kebutuhan (requirement) material, peralatan, dan tenaga kerja. Pada konstruksi beton bertulang, material utama yang dibutuhkan terdiri dari besi tulangan, semen, dan agregat. Kebutuhan tulangan dalam tiap m3 beton sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama terkait dengan beban yang diterima oleh komponen tersebut. Bila perencanaan sebuah bangunan dikaitkan dengan potensi beban akibat gempa bumi, maka dapat diduga besarnya tulangan yang dibutuhkan juga akan berbeda. Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis besarnya penggunaan tulangan untuk tiap m3 beton berdasarkan zonasi wilayah gempa. Penelitian ini difokuskan pada kebutuhan penggunaan tulangan untuk konstruksi pelat lantai beton bertulang bangunan gedung. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data gambar dan biaya konstruksi pelat lantai pada Zona 15, meliputi wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Penentuan zonasi mengacu pada Peta Zonasi Gempa Indonesia SNI 1726:2012. Objek bangunan yang dianalisis merupakan bangunan gedung berlantai 2 dengan fungsi sebagai bangunan perkantoran, hunian, dan pendidikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan tulangan rerata untuk tiap m3 beton pada pada Zona 15 sebesar 187,41 kg. Nilai tersebut lebih tinggi dari 24,94% dari nilai kebutuhan yang tersebut pada Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dalam SNI 7394:2008 yaitu 150 kg/m3 beton. Dari sisi fungsi, rasio kebutuhan tulangan terbesar adalah untuk fungsi bangunan pendidikan dan diikuti oleh fungsi hunian dan perkantoran. Penggunaan AHSP tersebut untuk bangunan pada wilayah yang tercakup dalam Zona 15 berpotensi menghasilkan estimasi biaya yang tidak akurat. Ketidak- akuratan tersebut menghasilkan nilai estimasi biaya dibawah nilai yang semestinya dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi pelat lantai.

Kata kunci: rasio kebutuhan tulangan, pelat lantai, beton bertulang, bangunan gedung.

1. PENDAHULUAN

Perencanaan konstruksi seperti bangunan gedung, jalan, jembatan, bangunan sipil lainnya perlu mempertimbangkan adanya potensi gempa bumi yang mungkin terjadi pada sebagian besar wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainya saling bertemu di wilayah Indonesia (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson, 1992). Perencanaan konstruksi tahan gempa di Indonesia mulai diaplikasikan pada tahun 1983 berpedoman pada peta percepatan maksimum gempa dan PPTI- UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung). Pedoman tata cara perencanaan konstruksi tahan gempa Indonesia terus mengalami perkembangan, hingga pada saat ini perencanaan berpedoman pada SNI 1726:2012 (Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung).

Kontruksi bangunan merupakan bentuk struktur atau bentuk fisik yang dihasilkan dari serangkaian proses yang dimulai dengan desain oleh perencana dan pembangunan oleh kontraktor. Proses ini melibatkan organisasi dan koordinasi dari semua sumberdaya proyek untuk menyelesaikan proyek tepat waktu, sesuai anggaran serta standar kualitas dan kinerja yang ditentukan. Keberhasilan melaksanakan proyek konstruksi tepat waktu dengan anggaran yang sesuai rencana adalah sasaran dan harapan pemilik proyek maupun kontraktor. Dalam pelaksanaan proyek kontruksi, keterampilan sumber daya menjadi faktor penting tercapainya akurasi penawaran harga yang lebih kompetitif dan efektif dari kompetitor yang bersaing. Tidak hanya itu, akurasi harga penawaran juga berpengaruh positif bagi pemilik (owner) dalam mengelola anggaran yang terbatas.

Salah satu acuan yang digunakan dalam proses estimasi biaya adalah Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI mengatur AHSP untuk sejumlah pekerjaan. Khusus untuk

(2)

pekerjaan beton, AHSP ditetapkan melalui SNI 7394:2008 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Standar ini menetapkan kebutuhan (requirement) terkait dengan material dan tenaga kerja untuk tiap satuan harga. Ada sejumlah analisis yang dapat digunakan untuk menentukan langsung harga satuan dari beberapa jenis konstruksi beton bertulang, seperti pondasi, sloof, balok, kolom, pelat, dan dinding. Analisis tersebut dapat dipakai tanpa harus menghitung harga satuan beton, tulangan, dan bekisting secara terpisah. Pembatasan penggunaan analisis ditetapkan hanya berdasarkan berat tulangan (dalam kg) yang digunankan dalam tiap meter kubik beton. Sebagai ilustrasi, analisis harga satuan untuk konstruksi pelat beton bertulang secara khusus disebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32. Penggunaan analisis tersebut dibatasi untuk struktur pelat dengan jumlah tulangan sebesar 150 kg per meter kubik beton.

Bila dikaji dengan mempertimbangkan beragamnya intensitas gempa sesuai dengan jumlah zonasi gempa yang ada di Indonesia, penetapan jumlah tulangan tersebut dapat menimbulkan potensi bias pada estimasi biaya. Pola tersebut memberi peluang terhadap tidak akuratnya estimasi biaya yang dihasilkan, baik dalam bentuk potensi ‘terlalu mahal’ atau ‘terlalu murah’. Dengan demikian, diperlukan adanya kajian yang dapat memberi informasi sejauh mana analisis tersebut dapat diaplikasikan bila dikaitkan dengan bangunan gedung yang dibangun pada wilayah dengan zonasi gempa yang berbeda. Menindaklanjuti kondisi tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk menganalisis besarnya rasio penggunaan tulangan pada tiap meter kubik beton. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan merekomendasikan sejauhmana standar AHSP dapat diaplikasikan pada zonasi tertentu.

2. TINJAUAN PUSTAKA Zonasi gempa bumi Indonesia

Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainya saling bertemu di wilayah Indonesia (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi (Milson, 1992).

Perencanaan konstruksi tahan gempa di Indonesia mulai diaplikasikan pada tahun 1983 berpedoman pada peta percepatan maksimum gempa dan Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung (PPTIUG).

Pedoman tata cara perencanaan konstruksi tahan gempa Indonesia terus mengalami perkembangan, hingga pada saat ini perencanaan berpedoman pada peta zonasi gempa SNI 1726:2012 (Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung). Pembaruan yang ditekankan pada standar tersebut terkait dengan : 1. Periode ulang

Pada SNI 2012, kemungkinan pelampauan (probability of exceedance) diambil sebesar 2% dalam 50 tahun.

Dengan persamaan yang sama, didapat periode ulang gempa sebesar 2.475 tahun atau dibulatkan menjadi 2.500 tahun. Kemungkinan pelampauan merupakan faktor langsung terhadap berubahnya periode ulang. Semakin kecil kemungkinan pelampauan semakin besar periode ulang, sekaligus semakin kecil kemungkinan terjadi gempa diatas gempa rencana hingga dapat terhindar dari kejadian gempa.

2. Pendekatan Deterministik

SNI 2012,menambahkan satu konsep yang disebut Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA). Pada konsep ini, probabilitas gempa tidak hanya diturunkan dari statistic terjadinya gempa yang tercatat. Probabilitas juga diturunkan dengan mengidentifikasi adanya subduksi lapisan bumi dan sesar aktif (active faults) pada suatu wilayah.

3. Uniform Hazard vs Uniform Risk

Peta gempa SNI 1726 2012 mengadopsi konsep uniform risk yang artinya beban gempa didasarkan pada resiko keruntuhan bangunan yang sama yaitu 1% resiko keruntuhan dalam 50 tahun. Oleh karena itu, percepatan gempa pada peta SNI 1726 2012 disebut sebagai risk targeted ground motion yaitu percepatan tanah yang sudah disesuaikan untuk mencapai target resiko keruntuhan 1% dalam 50 tahun. Konsep risk of collapse mengindikasikan bahwa tidak semua gedung yang terkena beban gempa diatas gempa rencana tidak selamat atau menunjukan kegagalan struktur sesuai prediksi desain.

4. Koefisien pada Respon Spektra

Peta gempa SNI 1726 2012 memberikan tambahan koefisien spektra berupa PGA (percepatan di batuan dasar),

(3)

Peta zonasi wilayah gempa menunjukkan posisi seluruh wilayah Indonesia berdasarkan tingkat respon sprektra gempa dan warna berbeda untuk setiap batasan nilai respon sprektra atas dan bawah dalam satuan gravity (g). Nilai sprektra ini dijadikan acuan untuk mendesain beban gempa dalam perencanaan suatu bangunan gedung di Indonesia.

Peta zonasi gempa SNI 1726:2012 ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Zonasi Gempa Indonesia (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)

Konstruksi pelat beton bertulang

Pelat lantai atau slab didenisikan sebagai struktur beton bertulang untuk membuat pondasi atau lantai yang ditumpukan pada kolom/dinding struktural bangunan, berupa material pracetak atau dicor langsung ke dalam bekisting (Elliott, 2012). Berdasarkan posisi peletakan tumpuan, pelat lantai dapat diklasifikasikan sebagai pelat dengan 1 arah tumpuan dan pelat dengan 2 arah tumpuan (Ching, 2014). Pada posisi 1 arah, pelat ditumpukan pada dua ujung pelat dengan posisi sejajar, sedangkan untuk 2 arah, pelat ditumpukan pada keempat sisinya. Penggunaan pelat dengan 2 arah lebih lazim dipakai (Gambar 2).

Sebagai salah satu komponen struktur bangunan gedung, ada beberapa metode kontruksi pelat lantai yang lazim dipakai (Ahadi, 2013), yaitu :

a. Metode konvensional, pada metode ini seluruh struktur pelat lantai dikerjakan ditempat, bekisting menggunakan plywood dengan perancah scaffolding. Ini merupakan cara lama yang paling banyak digunakan namun membutuhkan waktu lama serta biaya tinggi.

b. Metode half slab, merupakan struktur pelat lantai yang sebagian dikerjakan dengan sistem precast, bagian tersebut bisa dibuat di pabrik lalu dikirim ke lokasi proyek untuk dipasang, selanjutnya dilakukan pemasangan besi tulangan bagian atas lalu dilakukan pengecoran separuh pelat ditempat.

c. Metode full precast, merupakan sistem paling cepat, namun yang perlu diperhatikan jika menggunakan metode ini adalah segi kekuatan alat angkat, misalnya kuat angkat ujung tower crane harus lebih besar dari total berat beton precast.

d. Metode bondek, dilaksanakan dengan menghilangkan tulangan bawah dan fungsinya digantikan oleh pelat bondek, dengan begini diharapkan ada penghematan besi tulangan dan bekisting dibawahnya.

(4)

1) Isometri Bentuk Pelat Lantai

2) Tampak Atas Pelat Lantai

3) Potongan Pelat Lantai

Gambar 2. Konstruksi Pelat Lantai (Ching, 2014)

Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)

Analisis harga satuan pekerjaan didefinisikan sebagai analisis harga yang dihitung berdasarkan analisis harga satuan bahan dan upah (SNI 7394:2008). Besarnya harga bahan dan upah ditentukan oleh nilai indeks bahan dan tenaga kerja. Indeks tersebut berperan sebagai faktor pengali atau koefisien yang menjadi dasar penghitungan biaya bahan dan upah kerja. Analisis harga satuan suatu pekerjaan konstruksi dijabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja, untuk penyelesaian per satuan pekerjaan.

Untuk konstruksi pelat lantai dapat digunakan Analisis No. 6.32 pada SNI 7394:2008 (Tabel 1).

Tabel 1. Kebutuhan 1 m3 pelat beton bertulang (150 kg besi + bekisting)

Kebutuhan Satuan Indeks

Bahan

Kayu kelas III m3 0,320

Paku 5 cm – 12 cm kg 3,200

Minyak bekisting liter 1,600

Besi beton polos kg 157,500

Kawat beton kg 2,250

Portland Cement kg 336,000

Pasir Beton m3 0,540

Kerikil m3 0,810

Kayu kelas II balok m3 0,120

Plywood 9 mm lembar 2,800

Dolken kayu galam, φ (8-10) cm, panjang 4 m batang 32,000

Tenaga kerja

Pekerja OH 5,300

Tukang batu OH 0,275

Tukang kayu OH 1,300

Tukang besi OH 1,050

Kepala tukang OH 0,265

Mandor OH 0,265

(5)

3. METODE PENELITIAN Objek penelitian

Penelitian ini melakukan analisis berdasarkan objek bangunan gedung yang di bangun di wilayah Provinsi Aceh.

Objek penelitian difokuskan pada bangunan gedung dengan klasifikasi sederhana dan non sederhana sebagaimana didefinisikan dalam Peraturan Menteri PU No. 45 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Bangunan tersebut merupakan gedung berlantai dua yang difungsikan sebagai bangunan hunian, perkantoran, dan pendidikan.

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan berdasarkan peta zonasi gempa SNI 1726:2012 untuk Zona 15 (respon sprektra percepatan gempa 1,2 – 1,5 g). Bangunan yang dikaji berlokasi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Data yang dikumpulkan bersumber dari dokumen kontrak proyek bangunan gedung yang telah dibangun dari tahun 2012 sampai dengan 2015. Data tersebut berupa daftar kualitas harga (bill of quantity), dan gambar bestek.

Analisis

Proses pengolahan data dilakukan sesuai dengan tahapan berikut :

1) Pengelompokan data. Data diklasifikasikan berdasarkan fungsi bangunan gedung pendidikan (BGP), bangunan gedung hunian (BGH), dan bangunan gedung perkantoran (BGK).

2) Analisis kebutuhan material tulangan dan beton. Analisis kebutuhan tulangan pelat lantai dilakukan berdasarkan dimensi penampang, jenis tulangan (polos), dan diameter tulangan yang dipakai. Hasil analisis memberikan informasi jumlah tulangan (dalam kg) yang dibutuhkan pada tiap bangunan gedung. Jumlah penggunaan beton (dalam m3) dianalisis berdasarkan dimensi tebal pelat dan luas lantai.

3) Rekapitulasi hasil analisis kebutuhan tulangan pelat lantai. Hasil analisis dikelompokkan berdasarkan fungsi bangunan.

4) Analisis rasio penggunaan tulangan per meter kubik beton untuk konstruksi pelat lantai. Rasio ini diperoleh dari perbandingan volume tulangan yang digunakan (dalam kg) dengan volume beton (dalam m3). Analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk menentukan nilai rerata, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi.

4. HASIL DAN DISKUSI Deskripsi objek

Objek yang ditinjau pada penelitian ini adalah 10 bangunan gedung yang dibangun pada lokasi Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Barat Daya di Provinsi Aceh. Lokasi terletak pada Zona 15 sesuai peta zonasi gempa SNI 1726:2012. Seluruh bangunan merupakan bangunan gedung 2 lantai. Berdasarkan fungsi bangunan, kajian dilakukan pada 3 bangunan gedung pendidikan (BGP), 3 bangunan gedung hunian (BGH), dan 4 bangunan gedung perkantoran (BGK). Objek yang ditinjau merupakan bangunan yang dibangun dalam masa waktu tahun 2012 sampai 2015. Deskripsi bangunan yang dianalisis ditunjukkan dalam Tabel 2.

Penggunaan material beton dan tulangan pada konstruksi pelat lantai

Perhitungan kuantitas beton dan tulangan pelat lantai dilakukan berdasarkan gambar bestek yaitu gambar konstruksi pelat lantai beserta detail konstruksi. Besarnya kuantitas beton dianalisis berdasarkan informasi ketebalan pelat dan luasan lantai. Volume tulangan dianalisis berdasarkan panjang tulangan sesuai bentuk terpasang. Total panjang tulangan tersebut kemudian dikonversikan dalam ukuran berat tulangan (kg). Pada seluruh kasus yang dianalisis, tulangan yang digunakan merupakan besi polos dengan diameter 10 mm. Rekapitulasi hasil analisis volume beton dan tulangan untuk setiap objek berdasarkan zona gempa dapat dilihat pada Tabel 3.

(6)

Tabel 2. Deskripsi Bangunan Gedung yang Ditinjau No Nama/Kode

Bangunan

Lokasi Tahun

Pembangunan

Fungsi Bangunan

Tebal Pelat (cm)

Luas Lantai (m2)

1 BGH 15-1 Banda Aceh 2015 Hunian 12 164,50

2 BGH 15-2 Banda Aceh 2015 Hunian 12 384,00

3 BGH 15-3 Banda Aceh 2013 Hunian 12 380,80

4 BGK 15-1 Banda Aceh 2015 Kantor 12 162,00

5 BGK 15-2 Banda Aceh 2014 Kantor 12 288,00

6 BGK 15-3 Aceh Barat Daya 2014 Kantor 12 304,50

7 BGK 15-4 Banda Aceh 2015 Kantor 12 507,50

8 BGP 15-1 Banda Aceh 2015 Pendidikan 12 256,50

9 BGP 15-2 Aceh Barat Daya 2015 Pendidikan 12 148,00

10 BGP 15-3 Banda Aceh 2012 Pendidikan 12 122,50

Rerata 271,83

Max 507,50

Min 122,50 Std Deviasi 125,95 Tabel 3. Hasil Analisis Penggunaan Tulangan dan Beton Pada Konstruksi Pelat Lantai

No Nama Bangunan Fungsi Bangunan Tebal Pelat (cm)

Luas Lantai (m2)

Jumlah Penggunaan Material Beton

(m3)

Tulangan (kg)

1 BGH 15-1 Hunian 12 164,50 19,74 3.577,16

2 BGH 15-2 Hunian 12 384,00 46,08 8.630,10

3 BGH 15-3 Hunian 12 380,80 45,70 8.428,91

4 BGK 15-1 Kantor 12 162,00 19,44 3.268,14

5 BGK 15-2 Kantor 12 288,00 34,56 6.170,27

6 BGK 15-3 Kantor 12 304,50 36,54 5.573,25

7 BGK 15-4 Kantor 12 507,50 60,90 12.424,67

8 BGP 15-1 Pendidikan 12 256,50 30,78 7.080,13

9 BGP 15-2 Pendidikan 12 148,00 17,76 3.494,13

10 BGP 15-3 Pendidikan 12 122,50 14,70 2.811,13

Rasio kebutuhan tulangan per m

3

beton pada konstruksi pelat lantai

Rasio tulangan dianalisis dengan membandingkan kuantitas tulangan dan beton yang digunakan dalam sebuah bangunan. Nilai rasio tersebut memberikan indikasi besaran kebutuhan tulangan untuk tiap meter kubik beton dari tiap konstruksi beton bertulang. Dari hasil analisis, diketahui bahwa rasio penggunaan tulangan untuk Zona 15 berada dalam rentang 152,52 kg/m3 - 230,02 kg/m3 beton dan rerata 187,41 kg/m3 beton. Nilai rasio untuk seluruh konstruski pelat lantai seluruhnya lebih besar dari nilai kebutuhan tulangan sebesar 150 kg/m3 beton sebagaimana tersebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32. Hasil analisis rasio tulangan untuk seluruh objek kajian ditunjukkan dalam Tabel 4.

Bila dikaji berdasarkan fungsi bangunan, rasio tulangan terbesar terlihat pada bangunan dengan fungsi pendidikan, kemudian diikuti oleh fungsi hunian dan perkantoran. Nilai rerata untuk ketiga fungsi tersebut masing-masing adalah 206,00 kg/m3, 184,31 kg/m3, dan 175,80 kg/m3. Dengan mempertimbangkan standar deviasi yang muncul pada ketiga fungsi bangunan, terlihat bahwa rasio tulangan untuk konstruksi pelat lantai tidak berbeda secara signifikan. Bila dibandingkan dengan kebutuhan tulangan seperti tersebut dalam SNI 7394:2008 pada Analisis No. 6.32, nilai rasio tulangan aktual seluruhnya bernilai lebih besar. Deskripsi hasil analisis rasio tulangan untuk tiga fungsi bangunan ditunjukkan dalam Tabel 5.

(7)

Tabel 4. Rasio Kebutuhan Tulangan Konstruksi Pelat Lantai No Nama/Kode

Bangunan

Fungsi Bangunan

Jumlah Penggunaan Material

Rasio Tulangan

(kg/m3) Beton

(m3)

Tulangan (kg)

1 BGH 15-1 Hunian 19,74 3.577,16 181,21

2 BGH 15-2 Hunian 46,08 8.630,10 187,29

3 BGH 15-3 Hunian 45,70 8.428,91 184,44

4 BGK 15-1 Kantor 19,44 3.268,14 168,11

5 BGK 15-2 Kantor 34,56 6.170,27 178,54

6 BGK 15-3 Kantor 36,54 5.573,25 152,52

7 BGK 15-4 Kantor 60,90 12.424,67 204,02

8 BGP 15-1 Pendidikan 30,78 7.080,13 230,02

9 BGP 15-2 Pendidikan 17,76 3.494,13 196,74

10 BGP 15-3 Pendidikan 14,70 2.811,13 191,23

Rerata 187,41

Max 230,02

Min 152,52 Std Deviasi 20,84 Tabel 5. Rasio Kebutuhan Tulangan Konstruksi Pelat Lantai Berdasarkan Fungsi Bangunan No Nama/Kode

Bangunan

Fungsi Bangunan

Jumlah Penggunaan Material

Rasio Tulangan (kg/m3) Beton

(m3)

Tulangan (kg)

Rerata Standar Deviasi

1 BGH 15-1 Hunian 19,74 3.577,16

184,31 3,04

2 BGH 15-2 Hunian 46,08 8.630,10

3 BGH 15-3 Hunian 45,70 8.428,91

4 BGK 15-1 Kantor 19,44 3.268,14

175,80 21,64

5 BGK 15-2 Kantor 34,56 6.170,27

6 BGK 15-3 Kantor 36,54 5.573,25

7 BGK 15-4 Kantor 60,90 12.424,67

8 BGP 15-1 Pendidikan 30,78 7.080,13

206,00 20,99

9 BGP 15-2 Pendidikan 17,76 3.494,13

10 BGP 15-3 Pendidikan 14,70 2.811,13

Perbadingan yang dilakukan secara keseluruhan dan berdasarkan fungsi bangunan mengindikasikan penggunaan tulangan yang lebih besar dari nilai tersebut pada SNI 7394:2008 (150 kg/m3 beton konstruksi pelat lantai).

Besarnya deviasi yang muncul pada tiap bangunan bervariasi mulai dari yang terendah 2,52 kg/m3 (1,68%) sampai dengan yang tertinggi 80,02 kg/m3 (53,35%), dan rerata 37,41 kg/m3 (24,94%). Bila dikaji berdasarkan fungsi bangunan, deviasi rerata terendah terlihat pada fungsi bangunan perkantoran (25,80 kg/m3 atau 17,20%) dan tertinggi pada fungsi bangunan pendidikan (56,00 kg/m3 atau 37,33%). Deviasi rasio tulangan secara keseluruhan dan berdasarakan fungsi bangunan ditunjukkan dalam Tabel 6.

Aplikasi AHSP berdasarkan SNI 7394:2008 untuk konstruksi pelat lantai pada bangunan gedung di Zona 15 berpotensi menghasilkan estimasi biaya yang tidak akurat. Kondisi ini terlihat dari besarnya jumlah material tulangan yang belum terpenuhi sesuai hasil perencaan pada zonasi gempa tersebut. Indeks kebutuhan material tulangan konstruksi pelat lantai untuk Zona 15 ternyata lebih besar dari 150 kg/m3 beton. Penggunaan AHSP tersebut dapat berdampak pada jumlah harga satuan yang tidak mencukupi untuk bagi pelaksanaan konstruksi. Bagi kontraktor, kondisi ini tentu sangat merugikan dan dapat berpengaruh menghambat proses penyelesaian pekerjaan.

Bagi konsultan perencana, penggunaan AHSP tersebut dapat berpengaruh pada akurasi nilai engineer estimate (EE) yang akan dilaporkan pada pemilik proyek.

(8)

Tabel 6. Perbandingan Rasio Kebutuhan Tulangan dan SNI 7394:2008 No Nama/Kode

Bangunan

Fungsi Bangunan

Rasio Tulangan per m3 Beton

Deviasi Deviasi Rerata Berdasarkan Fungsi

Bangunan Aktual SNI

7394:2008

kg/m3 % kg/m3 %

1 BGH 15-1

Hunian

181,21 150 31,21 20,81

34,31 22,88

2 BGH 15-2 187,29 150 37,29 24,86

3 BGH 15-3 184,44 150 34,44 22,96

4 BGK 15-1

Kantor

168,11 150 18,11 12,08

25,80 17,20

5 BGK 15-2 178,54 150 28,54 19,03

6 BGK 15-3 152,52 150 2,52 1,68

7 BGK 15-4 204,02 150 54,02 36,01

8 BGP 15-1

Pendidikan

230,02 150 80,02 53,35

56,00 37,33

9 BGP 15-2 196,74 150 46,74 31,16

10 BGP 15-3 191,23 150 41,23 27,49

Rerata 187,41 37,41 24,94 38,70 25,80

Max 230,02 80,02 53,35 56,00 37,33

Min 152,52 2,52 1,68 25,80 17,20

Std Deviasi 20,84 20,84 13,89 15,57 10,38

5. KESIMPULAN

Hasil analisis dan diskusi yang telah dibuat pada bagian terdahulu menunjukkan bahwa rasio kabutuhan tulangan aktual bervariasi menurut bangunan dan fungsinya. Nilai rasio kebutuhan tulangan tersebut seluruhnya lebih besar dari nilai standar yang ditetapkan dalam SNI 7394:2008 Analisis No. 6.32 untuk konstruksi pelat lantai beton bertulang. Potensi deviasi yang mungkin timbul adalah rata-rata 37,41 kg/m3 atau 24,94% dari kebutuhan aktual pada Zona 15.

Penelitian lebih lanjut untuk aplikasi standar tersebut masih diperlukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemilik proyek, kontraktor, maupun konsultan. Potensi ketidak-akuratan estimasi dapat muncul mengingat belum tersedianya informasi yang memadai terhadap pengggunaan AHSP pada zonasi gempa yang lain (zona dengan respon sprektra percepatan gempa kurang dari 1,2g). Penelitian ini baru mampu mengindikasikan bahwa aplikasi standard AHSP pada Zona 15 atau zona dengan respon sprektra percepatan gempa lebih besar dari 1,2g.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini terlaksana atas dukungan pendanaan dari Hibah Penelitian Produk Terapan Tahun Anggaran 2017 No.

55/UN11.2/PP/SP3/2017, pada Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Penulis menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang telah memberi kontribusi dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Rita Safitri dan tim peneliti lainnya yang berkontribusi mulai dari pengumpulan data sampai dengan selesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahadi, 2013, Macam-macam Metode Struktur Pelat Lantai Gedung, http://www.ilmusipil.com/macam-macam- metode-struktur-pelat-lantai-gedung, tersedia pada 3 November 2013.

Bird, P, 2003, ‘An Update Digital Model of Pelate Boundaries’, Geochemistry, Geophysics, Geosystems, Vol. 4, No. 3, pp. 1-52.

Ching, FDK, 2014, Building Construction Illustrated, 5th Edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.

Elliott, F, 2012, Dictionary of Construction Terms, Informa UK Ltd., London.

Milsom, J, Masson, D, Nichols, G, Sikumbang, N, Dwiyanto, B, Parson, L, and Kallagre, H, 1992, ‘The Manokwari Trought and The Western End of The New Guinea Trench’, Tectonic, Vol. 11, No. 1, pp. 145-153.

(9)

SNI 1726:2012 tentang Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung.

SNI 7394:2008 tentang Tata cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.

(10)

Gambar

Gambar 1. Peta Zonasi Gempa Indonesia (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)  Konstruksi pelat beton bertulang
Gambar 2. Konstruksi Pelat Lantai (Ching, 2014)  Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)

Referensi

Dokumen terkait

Kekebalan aktif buatan: adalah sistem kekebalan yang sengaja dibuat dengan cara menambahkan sejumlah kecil antigen yang berupa vaksin ke dalam tubuh. Vaksin adalah bibit atau

Pada gambar 2.1 bahwa seorang manajer pusat laba yang berkemampuan tinggi dan berbakat di dalam mencapai target pendapatan dan atau biaya akan menghasilkan kinerja

Sementara perilaku yang terkait dengan dirinya maka mahasiswa relati menoleransinya (Falah,2012). Hal ini menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan karena bila nanti menjadi

In the study conducted by Bonadio et al, 3 4% of infants with urinary tract infection had positive simultaneous blood cultures which were consistent with the findings of the

Ho : ρ = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengembangan sumber daya manusia terhadap prestasi kerja pegawai di Kantor Kecamatan Pagaden Barat

Melalui gambar 2.2 pfd diatas yang lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran A bahwa untuk memproduksi produk STPP diperlukan Spray Dryer untuk membentuk OrthoPhos

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui riset, proses perencanaan, proses desain, koordinasi, dan evaluasi yang dilakukan LOOKATS Project