BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Serat Tunggal
4.1.1 Pengukuran diameter Serat Sisal
Pengukuran diameter serat dilakukan untuk input data pada alat uji tarik untuk mengetahui tegangan tarik, regangan, dan modulus elastisitas serat. Pada penelitian ini pengukuran serat dilakukan menggunakan mikroskop optic. Hasil pengukuran ditunjukan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal 4.1.2 Sifat Tarik Serat Tunggal
Hasil pengujian serat tunggal sisal bagian tengah yang mengacu pada ASTM DC1557 – 03diperoleh kuat tarik sebagai berikut (Tabel 4.1.)
44
(1) Lenght 196 μm (1) Lenght 206.64 μm
(2) Lenght 208 μm (2) Lenght 206.64
μm
(3) Lenght 208 μm
(3) Lenght 191.88 μm
(4) Lenght 191.88 μm (4) Lenght 196 μm
(5) Lenght 206.64 μm (5) Lenght 298 μm
Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D3379-75
Dari data table di atas diketahui hasil rata – rata kekuatan serat tunggal sisal sebesar 337,433 MPa, regangan tarik sebesar 3,933 % dan modulus elastisitas sebesar 8,73 GPa. Untuk data sifat mekanis serat E-Glass diperoleh dari Horby J et al., (2006) (Tabel 2.2.), dengan kekuatan tarik sebesar 2000 MPa, regangan tarik sebesar 0.5, dan modulus elastisitas sebesar 70 GPa. Hasil kekuatan tarik serat tunggal tersebut akan mempengaruhi kekuatan tarik komposit hibrida.
4.1.3 Morfologi Permuakaan Serat Sisal dan Serat E-Glass
Untuk melihat struktur permukaan serat sisal dilakukan uji SEM. Gambar 4.2. dan Gambar 4.3. menampilkan foto permukaan serat sisal yang diperoleh dari uji SEM sebagai berikut.
Gambar 4.2. Foto SEM Serat sisal sebelum alkalisasi (Sosiati., et al, 2016)
No Diameter
(mm) Lc (mm) Fmax (N) Tensile Strength (MPa)
Strain at Fmax %
Modulus Elastisitas (Gpa)
1 0,20164 50 6,37 199,47 4,54 4,4
2 0,20732 50 9,68 286,749 3,76 7,6
3 0,19994 50 14,48 461,189 3,88 11,9
4 0,19394 50 15,78 534,173 4,22 12,7
5 0,25232 50 7,83 156,591 3,27 4,8
10,83 327,6344 3,93 8,3
Rata-rata
Gambar 4.3. Foro SEM serat sisal setelah alkalisasi
Dari hasil foto mikro menggunakan perbesaran 500 kali dengan skala 100 μm, serat sisal sebelum alkalisasi (Gambar. 4.2.) menunjukkan adanya bercak pengotor (lilin atau kotoran asing) dan terlihat seperti adanya lapisan pembungkus pada permukaan serat. Hal yang sebaliknya terlihat pada (Gambar 4.3) menunjukkan serat yang sudah mengalami proses alkalisasi memiliki permukaan yang bersih dari pengotor seperti yang terlihat pada tanda panah.
Hasil foto tersebut menunjukkan bahwa perlakuan alkalisai pada permukaan serat dapat melarutkan material pengotor pada permukaan serat, yang akan mempengaruhi ikatan permukaan antara serat dengan matriks. Adanya pengotor pada permukaan mengakibatkan lemahnya ikatan antar serat dengan matriks, yang mengakibatkan kekuatan tarik komposit menjadi rendah.
Foto permukaan serat E-Glass hasil uji SEM ditunjukkan pada (Gambar. 4.4.) serat E-Glass dengan diameter = 23,18 μm memiliki permukaan yang halus atau bersih (lihat anak panah). Permukaan serat yang halus pada E-Glass akan mengurangi ikatan matrik dan serat.
Gambar 4.4. Foto SEM serat E-Glass 4.2 Karakterisasi Morfologi Struktur Patah Komposit Hibrida
Komposit hibrida dengan 3 paremeter yang masing – masing parameter memiliki 5 spesimen telah dibuat dan dibentuk menjadi spesimen uji tarik komposit mangacu pada ASTM D638-02 (Gambar. 4.5.b)
Serat dan matrik yang selesai dicetak menjadi papan komposit hibrida (Gambar. 4.5. a) kemudaian dibentuk menjadi spesimen uji tarik (Gambar. 4.5. b).
Gambar 4.5. Komposit hibrida. (a) papan komposit (b) spesimen uji tarik komposit
(a) (b)
Smooth surface
4.2.1 Hasil Pengujian Tarik Komposit Hibrida
Pengujian tarik komposit hibrida mengasilkan tiga parameter data kekuatan mekanik komposit diantaranya kekuatan tarik komposit hibrida, regangan tarik komposit hibrida, dan modulus elastisitas tarik komposit hibrida.
(a). Kekuatan Tarik Komposit Hibrida
Hasil analisa dan pengolahan data uji tarik didapat nilai kekuatan tarik komposit hibrida yang dihitung menggunakan persamaan (2.1) ditunjukkan pada Tabel 4.2. sebagai berikut.
Tabel 4.2. Data kekuatan tarik komposit hibrida
Gambar 4.6. Hubungan tegangan tarik terhadap fraksi volume serat Grafik hubungan antara kekuatan tarik terhadap fraksi volume serat sisal/E- Glass dengan matriks polypropylene (Gambar. 4.6.) menunjukkan peningkatan yang signifikan dari setiap bertambahnya volume serat sisal di dalam komposit
Minimal Maksimal Rata - rata
1 10:20 29,64 37,23 33,853 2,729 8,062
2 15:15 36,251 46,936 41,135 4,168 10,134
3 20:10 41,089 49,921 45,341 3,726 8,217
No. Variasi fraksi volume serat Sisal/E-Glass (%)
Kekuatan tarik komposit hibrida (MPa) Standar Deviasi
Coef. Of Variation (%)
33,853
41,135
45,341
25 30 35 40 45 50 55
10:20 15:15 20:10
Keuatan Tarik (MPa)
Perbandingan fraksi volume serat (sisal/E-Glass)
hibrida. Pada perbandingan serat sisal/E-Glass 10:20 didapat kekuatan yang paling rendah yaitu 33,85 MPa dan kekuatan meningkat pada perbandingan 15:15 sebesar 41,13. Begitu pula ketika bertambahnya volume serat sisal sebesar 20% pada perbandingan 20:10 kekuatan tarik komposit meningkat menjadi 45,341 MPa. Pada penelitian ini serat E-Glass memiliki kontribusi yang sangat rendah sebagai bahan penguat komposit hibrida. Hal tersebut terlihat pada setiap peningkatan volum serat E-Glass dari perbandingan 10 %, 15%, dan 20%. Kekutan tarik komposit dengan perbandingan fraksi volume serat sisal/E-Glass 10:20 dan 15:15 cenderung lebih getas dan rapuh dibanding perbandingan 20:10. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat hasil regangan komposit dan perhitungan modulus elastisitasnya pada setiap variasi.
Dari hasil pengujian tarik komposit hibrid sisal-E-Glass/Polypropylene, didapatkan kekuatan tarik yang sangat baik dengan kekutan maksimal 45,341 MPa.
Sedangkan bahan interior otomotif pada umumnya yang hanya menggunakan plastik polypropilene saja hanya menghasilkan kekutan tarik sebesar 35 MPa (Ana R. Morales, et al., 2012). Maka hasil penelitian komposit hibrid ini dapat diaplikasikan pada interior otomotif seperti door panel, dashboard, seatback, dst.
(b). Regangan Tarik Komposit Hibrida
Hasil analisa dan pengolahan data uji tarik didapat nilai kekuatan regangan tarik komposit hibrida yang dihitung menggunakan persamaan (2.2) ditunjukkan pada Tabel 4.3. sebagai berikut.
Tabel 4.3. Data regangan tarik komposit hibrida
Minimal Maksimal Rata - rata
1 10:20 0,046 0,065 0,058 0,008 13,016
2 15:15 0,059 0,074 0,068 0,006 8,889
3 20:10 0,064 0,091 0,073 0,011 15,782
Coef. Of Variation (%) Variasi fraksi volume
serat Sisal /E-Glass (%)
Regangan Tarik (mm/mm) Standar Deviasi No.
Gambar 4.7. Hubungan regangan tarik terhadap fraksi volume serat
Grafik pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata regangan tarik cenderung naik secara berurutan dari fariasi 10:20, 15:15, dan 20:10. Regangan tarik komposit semakin naik dengan meningkatnya fraksi volum serat sisal dan menurunnya fraksi volume serat E-Glass dengan nilai regangan secara berurutan dari 0,058 mm/mm, 0,068 mm/mm, dan 0,073 mm/mm.
(c). Modulus Elastisitas Tarik Komposit Hibrida
Hasil analisa dan pengolahan data uji tarik didapat nilai kekuatan modulus elastisitas tarik komposit hibrida yang dihitung menggunakan persamaan (2.3) ditunjukkan pada tabel 4.4. sebagai berikut.
Tabel 4.4. Data nilai modulus elastisitas tarik komposit hibrida
0,058
0,068 0,073
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
10:20 15:15 20:10
Regangan Tarik(mm)
Perbandingan fraksi volume serat (sisal/E-Glass)
Minimal Maksimal Rata - rata
1 10:20 1,25 1,90 1,64 0,26 6,35
2 15:15 1,28 1,53 1,38 0,11 13,95
3 20:10 0,99 1,68 1,27 0,25 31,75
No. Variasi fraksi volume serat Sisal /E-Glass (%)
Modulus Elastisitas (GPa) Standar Deviasi
Coef. Of Variation (%)
Gambar 4.8. Hubungan modulus elastisitas terhadap fraksi volume serat Berdasarkan grafik hubungan modulus elastisitas terhadap fraksi volume serat sisal/E-Glass dengan matriks polypropylene yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 bahwa pada variasi serat perbandingan 10:20 memiliki nilai modulus elastisitas sebesar 1638,36 MPa, perbandingan 15:15 mempunyai nilai modulus elastisitas rata – rata sebesar 1380,01 MPa, dan perbandingan 20:10 mempunyai nilai modulus elastisitas rata – rata sebesar 1272,92 MPa. Nilai modulus elastisitas pada komposit hibrida dengan perbandingan fraksi volume serat sisal/E-Glass 10:20, 15:15, dan 20:10 meningkat dengan semakin banyaknya volume serat E-Glass.
Modulus elastisitas pada komposit ini meningkat dengan signifikan jika dibandingkan dengan polypropylene murni yang digunakan pada interior otomotif.
Hasil pengolahan data dari grafik uji tarik dihasilkan bahwa modulus elastisitas maksimal komposit sisal-E-Glass/polypropylene sebesar 1,6 GPa. Sedangkan pada polypropylene murni sebesar 336 MPa (Ana R. Morales, et al., 2012).
4.2.2 Analisis Struktur Patahan
Analisis struktur patahan hasil uji tarik menggunaan uji SEM. Pengujian SEM digunakan untuk mempelajari morfologi struktur ikatan antara serat dengan matriks, serta mengetahui distribusi serat sisal dan E-Glass pada matrik, sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya penurunan atau kenaikan kekuatan mekanik
1,64
1,38
1,27
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00
10:20 15:15 20:10
Modulus Elastisitas (GPa)
Perbandingan fraksi volume serat (sisal/E-glass)
pada komposit. Sampel yang dipilih untuk dilakukan SEM yaitu bagian patahan hasil uji kekuatan tarik (Gambar. 4.7.) dengan variasi 20% serat E-Glass. Komposit dengan variasi 20:10 dipilih karena dengan bertambahnya serat E-Glass kekuatan mekanik komposit semakin menurun yang berlawanan dengan hasil-hasil penelitian komposit hibrid sisal/E-Glass sebelumnya (Jarukumjorn, 2009). Hal ini menjadi alasan pemilihan variasi tersebut untuk pengujian SEM. Sebelum dilakukan uji SEM, sampel terlebih dahulu diberi perlakuan coating agar sifatnya konduktif.
Gambar 4.9. Hasil uji tarik komposit (a) setelah diuji tarik (b) permukaan patahan hasil uji Tarik
Ikatan antara serat dengan matrik dan distribusi serat sangat mempengaruhi kekuatan mekanik komposit hibrida. Semakin tinggi ikatan serat dengan matrik dan distribusi serat yang merata maka akan semakin tinggi pula kekuatan mekanik komposit. Hasil dari foto uji SEM pada permukaan patah hasil uji tarik sebagai berikut (Gambar 4.10)
(a) (b)
Gambar 4.10. Foto SEM ikatan antara matriks dan serat E-Glass
Foto SEM (Gambar.4.10) menunjukkan ikatan serat E-Glass dan matrik yang lemah, dimana ikatan serat E-Glass dengan matriknya (debonding) tidak merekat secara sempurna karena timbunya gap (lihat tanda panah). Selain itu hasil foto SEM menunjukan serat E-Glass lepas dari matriknya (fiber pullout). Hal ini menyebabkan menurunnya kekuatan mekanik pada komposit dengan fraksi volume serat E-Glass 20%.
Hasil foto SEM pada penampang patahan secara lebih luas (Gambar. 4.11.) menunjukan bahwa matrik dan serat kurang bercampur dengan baik. Hal ini disebabkan karena proses pencampuran serat hibrida tidak merata secara sempurna karena masih menggunakan metode manual. Distribusi serat E-Glass yang tidak merata dan berlapis-lapis (lihat panah layer E-Glass) menyebabkan lapisan antar matrik tidak saling mengikat karena terhalang lapisan serat yang rapat sehingga pada komposit dengan fraksi volume 20% serat E-Glass rawan terjadi gagal tarik pada saat menerima gaya tarik pada komposit.
E-Glass Fiber pullout
Sisal
Debonding
Gambar 4.11. Foto SEM lapisan matrik dan fiber komposit
Hasil foto SEM (Gambar.4.12) menunjukkan bahwa distribusi antara serat sisal dan E-Glass tidak merata pada matriks (tidak homogen). Hal ini disebabkan karena proses pencampuran serat sisal/E-Glass tidak tercampur secara sempurna.
Foto SEM menunjukkan serat E-Glass dan serat sisal masih berkelompok, sehingga kekuatan setiap daerah komposit berbeda-beda dan kekutan komposit menjadi lemah.
Selain distribusi serat hibrid, ukuran serat sisal yang tidak homogen menghasilkan ikatan serat yang baik pada matriknya, sehingga pada penelitian ini semakin banyak fraksi volume serat sisal kekuatan komposit semakin baik.
Sedangkan ukuran serat E-Glass yang homogen (Gambar 4.4) memungkinkan serat mudah lepas pada matriknya pada saat menerima gaya tarik.
Layer matriks
Serat E-Glass menumpuk
Layer E-Glass
Gambar 4.12. Foto SEM distribusi serat sisal dan serat E-Glass komposit hibrida Dari Hasil kekuatan tarik komposit hibrida rata-rata adalah fraksi volume sisal/E-Glass pada perbandingan 20:10 sebesar 45,341 MPa, pada perbandingan 15:15 sebesar 41,135 MPa, dan pada perbandingan 10:20 sebesar 33,928 MPa.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Jarukumjorn et all., (2009) komposit sisal-E-Glass/polypropylene dengan perbandingan serat dengan matriks 30:70 dengan panjang serat 4mm dan menggunakan metode injection menghasilkan kekuatan tarik komposit dengan perbandingan fraksi volume sisal/E- Glass 20:10 sebesar 29,62, perbandingan 15:15 sebesar 31,48, dan perbandingan 10:20 sebesar 31,59 MPa, dari hasil tersebut kekuatan tarik komposit hibrid dari penelitian ini lebih tinggi dibanding komposit hibrid penelitian sebelumnya.
Panjang serat sangat berpengaruh terhadap kekuatan komposit, komposit yang difabrikasi dengan metode hot press dapat mencetak komposit dengan banyak variasi panjang serat sesuai yang diinginkan. Hal ini menjadi keunggulan metode hot press dan dapat berkompetisi dengan metode injection dalam menghasilkan produk komposit serat alam.
Distribusi serat hibrida tidak homogen
Selain komposit hibrid, jarkumjorn, et al., (2009) melakukan penelitian komposit sisal/polypropylene dengan hasil uji tarik sebesar 23,83 MPa, sedangkan pada penelitian ini kekuatan komposit sisal/polypropylene dengan penambahan serat E-Glass sebesar 20% diperoleh kekuatan tarik 33,928, dari hasil uji tarik tersebut menunjukkan penambahan serat E-Glass pada komposit sisal/polypropylene dapat meningkatkan kekutan tarik komposit.
Pada penelitian komposit hibrid yang dilakukan oleh jarkumjorn, et al., (2009) serat E-Glass diberi perlakukan termal dengan temperatur 500 ºC untuk menghilangkan zat pengotor pada permukaan serat, sedangkan pada penelitian ini serat E-Glass tidak diberi perlakukan termal. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya daya ikatan antara serat E-Glass dan matrik pada penelitian komposit hibrid ini.