• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI DAN VALIDASI MODEL DISPERSI KARBON MONOKSIDA (CO) DI SEKITAR PINTU TOL BARANANGSIANG BOGOR YUDITH VEGA PARAMITADEVI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI DAN VALIDASI MODEL DISPERSI KARBON MONOKSIDA (CO) DI SEKITAR PINTU TOL BARANANGSIANG BOGOR YUDITH VEGA PARAMITADEVI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

   

YUDITH VEGA PARAMITADEVI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

SIMULASI DAN VALIDASI MODEL DISPERSI KARBON MONOKSIDA (CO)

DI SEKITAR PINTU TOL BARANANGSIANG BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

 

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Simulasi dan Validasi Model Dispersi Karbon Monoksida (CO) di sekitar pintu tol Baranangsiang Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tesis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 2 Mei 2014

Yudith Vega Paramitadevi NIM F4 511 20071  

(3)

RINGKASAN

YUDITH VEGA PARAMITADEVI. Simulasi dan Validasi Model Dispersi Karbon Monoksida (CO) di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan MEISKE WIDYARTI.

Karbon monoksida merupakan polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Dispersi polutan tersebut dalam udara berpengaruh terhadap kualitas udara regional yang berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Bogor sebagai kota tujuan wisata akhir pekan memiliki beban volume kendaraan bermotor yang tinggi di beberapa tempat seperti persimpangan jalan, jalan protokol dan pintu tol. Obyek dalam penelitian ini adalah pintu tol Baranangsiang Bogor karena diduga menghasilkan banyak gas CO akibat antrian kendaraan bermotor. Penelitian ini dilakukan untuk membuat simulasi dan validasi dispersi CO dengan metode Finite Length Line Sources berbasis Gaussian model serta merekapitulasi angka kejadian penyakit yang berdampak terhadap masyarakat di sekitar pintu tol tersebut.

Tahapan dalam penelitian ini antara lain pengumpulan data sekunder, penyusunan simulasi FLLS, pengumpulan dan analisis data primer, validasi, visualisasi dilanjutkan dengan rekapitulasi angka kejadian penyakit. Tahap pengumpulan data sekunder yakni terdiri dari beberapa instansi seperti BMKG Dramaga dan Citeko untuk data meteorologi, BLH Kota Bogor dan BPLHD Jawa Barat untuk data kualitas udara CO di beberapa titik sekitar Baranangsiang Bogor, PT Jasa Marga untuk data volume kendaraan bermotor di sekitar pintu tol.

Simulasi FLLS disusun berdasarkan data sekunder yang diperoleh. Tahap pengumpulan data primer dilaksanaan selama seminggu pada tanggal 26 Agustus- 1 September 2013. Sampling dilaksanakan pada empat (4) titik, dua titik pertama berjarak 20 m dan dua titik selanjutnya 190 m dari sumber. Pengambilan data primer mengacu pada SNI No 19-7119.6-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien, analisis data primer mengacu pada SNI No 19-4848-1996 tentang Metode Pentoksida. Tahap validasi secara statistik menggunakan Willmot’s index of agreement, fractional bias, koefisien korelasi Pearson, normalized mean square error, dan persentase data. Visualisasi dilakukan agar diperoleh isopleth hasil simulasi. Tahap rekapitulasi angka kejadian penyakit diperoleh dari rekam medis Puskesmas sekitar Baranangsiang yakni Bogor Utara, Bogor Timur dan Pulo Armyn.

Sumber emisi CO di sekitar pintu tol Baranangsiang Bogor sebagian besar dihasilkan dari jenis kendaraan penumpang golongan I dan II. Konsentrasi CO dari hasil permodelan FLLS berkisar antara 3671-5453 μg/Nm3 pada titik bahu kiri dan kanan jalan (± 20 m dari sumber, sebelah timur dan barat ruas jalan utama) dengan konsentrasi tertinggi pada 1 September 2013 di titik bahu jalan kiri pukul 15.40-16.40 WIB sebesar 5453 μg/Nm3. Pada titik perumahan penduduk di KPP IPB Baranangsiang 4 dan Kampung Sawah (± 190 m dari sumber) kisaran konsentrasi CO antara 728-1128 μg/Nm3 dan diperoleh konsentrasi tertinggi tanggal 1 September 2013 di Kampung Sawah pada pukul 15.40-16.40 WIB sebesar 1128 μg/Nm3. Konsentrasi CO yang diperoleh dari hasil permodelan FLLS dibandingkan dengan baku mutu CO untuk pengukuran 1 jam dan 24 jam

(4)

dengan nilai masing-masing 30 000 μg/Nm3 dan 10 000 μg/Nm3. Didapatkan konsentrasi CO seluruhnya masih berada di bawah baku mutu tersebut. Analisis validasi menunjukkan Willmot’s index of agreement mendekati 1, fractional bias mendekati nol, normalized mean square error kurang dari 0.5, korelasi Pearson per titik rendah namun secara keseluruhan mendekati 1. Performa permodelan CO dibandingkan dengan kenyataan mendekati kriteria yang ada. Hasil visualisasi selama bulan Juli-September 2013 menunjukkan arah angin rata-rata menuju ke timur yakni Kampung Sawah.

Penyakit yang diklasifikasikan sebagai intoksikasi CO adalah penyakit sistem pembuluh darah, eksaserbasi obstruktif paru-paru kronis dan ISPA. Hasil rekapitulasi menunjukkan tingginya jumlah pasien dengan penyakit eksaserbasi obstruktif paru-paru kronis terbesar ada di Kampung Sawah Kel. Baranangsiang yakni sebesar 116-308 penyakit. Hal yang sama ditemukan pada penyakit sistem pembuluh darah dan ISPA yakni 0-4 dan 419-439 penyakit.

Simpulan dari penelitian ini adalah simulasi dispersi polutan CO telah berhasil dibuat dalam bentuk software dan divisualisasikan berupa isopleth.

Validasi secara statistik memiliki keakuratan 14-15.5 %, masih dalam rentang kriteria permodelan Gaussian (10-20 %). Hasil rekapitulasi angka kejadian penyakit yang tinggi di Kampung Sawah harus dikaji lebih lanjut dalam kaitannya dengan pola dispersi polutan CO.

Kata kunci: Angka kejadian penyakit, Dispersi, Finite Length Line Sources, Intoksikasi, Karbon monoksida

(5)

SUMMARY

YUDITH VEGA PARAMITADEVI. Simulation and Validation of Carbon Monoxide (CO) Dispersion Model in The Vicinity of Baranangsiang Toll Gates in Bogor. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and MEISKE WIDYARTI.

Carbon monoxide is a pollutant emitted by motor vehicles. The dispersion of pollutants in the air affects the regional air quality which adversely affected public health. Bogor as a weekend tourist destination has a high volume of vehicles in some places such as crossroads, main roads and toll gates. The object in this study was Baranangsiang toll gate for it was allegedly produced a lot of CO due to the vehicle queue. This study was conducted to simulate and validate the dispersion of CO using Finite Length Line Sources (FLLS), a Gaussian-based model, as well as to recapitulate the incidence of disease that affects people around the toll booth.

The stages in this study were secondary data collection, preparation of FLLS simulation and analysis of primary data collection, validation, visualization followed by a recapitulation of the incidence of the disease. Secondary data collection was gained from several institutions such as BMKG Dramaga and Citeko for meteorological data, BLH Bogor and BPLHD West Java for CO air quality data at several points around Baranangsiang Bogor, PT. Jasa Marga for vehicle volume data around the toll booth. FLLS simulation was compiled based on the availability of secondary data. The phase of primary data collection was implemented for a week, from 26 August to 1 September 2013. Sampling was conducted on four (4) points, two points within the first 20 m and next two points within 190 m further from the source. Primary data collection refers to the SNI No. 19-7119.6-2005 on the Location Determination of Controlling Test Sample of Ambient Air Quality. The analysis of primary data refers to the SNI No. 19-4848- 1996 on Pentoxide Method. Statistical validation phase was made by using Willmot’s index of agreement, fractional bias, Pearson’s correlation coefficient, normalized mean square error, and the percentage of data. Visualization was made in order to obtain isopleth simulation results. Recapitulation of the incidence of the disease phase was obtained from medical records in the Public Health Centers around Baranangsiang like North Bogor, East Bogor and Pulo Armyn.

CO emission sources in the vicinity of Baranangsiang Bogor toll gate were dominantly caused by Class I and II vehicles. The CO concentration of FLLS modeling results was ranged from 3671 to 5453 μg/Nm3 at the left and right of the roadside (± 20 m from the source, at east and west side of the main toll road segment) with the highest concentration on 1 September 2013 at the left of the roadside at 5453 μg/Nm3 (15.40-16.40 WIB). In the IPB Baranangsiang 4 housing and Kampung Sawah settlement (± 190 m from the source), the CO concentration was ranged between 728-1128 μg/Nm3 and the highest concentration was obtained on 1 September 2013 in Kampung Sawah at 1128 ug/Nm3 (15.40-16.40 WIB). CO concentration was obtained from the FLLS modeling, it was then compared to the CO quality standards for 1-hour and 24-hours measurements with 30.000 and 10.000 μg/Nm3 for each results. All of simulated CO concentrations were still under the quality standards. Validation analysis showed that Willmot's

(6)

index of agreement approached 1, the fractional bias was closed to zero, the normalized mean square error was less than 0.5, the Pearson’s correlation was below 1. The performance of CO modeling compared to existing criteria (50%) was between 28 to 31%. The visualization result during July-September 2013 showed that the wind direction mostly moved to the Eastern, to Kampung Sawah.

The diseases which had been classified as CO intoxication were blood vessels, chronic obstructive pulmonary disease and respiratory systems. The result showed that there were 116-302 patients with chronic obstructive pulmonary diseases in Kampung Sawah housing. The same thing was found in vascular system and ISPA disease with 0-4 and 419-439 patients.

The conclusion of this study was the simulation of dispersion of CO pollutant had been successfully created in the form of software and visualized in the form of isopleth. Statistical validation had 14-15.5 % accuracy in the range of the Gaussian modeling criteria (10-20 %), but the recapitulation of the high incidence of disease in Kampung Sawah should be studied further in relation to the pattern of dispersion of CO pollutant.

Keywords: Carbon monoxide, Dispersion, Finite Length Line Sources, Intoxication, The incidence of the disease

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(7)

                               

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

 

(8)

 

   

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SIMULASI DAN VALIDASI MODEL DISPERSI KARBON MONOKSIDA (CO)

DI SEKITAR PINTU TOL BARANANGSIANG BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

YUDITH VEGA PARAMITADEVI

(9)

                         

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Yuli Suharnoto, MEng  

                     

(10)

Judul Tesis : Simulasi dan Dispersi Model Dispersi Karbon Monoksida (CO) di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor

Nama : Yudith Vega Paramitadevi

NIM : F451120071

   

Disetujui oleh Komisi Pembimbing  

 

   

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pascasarjana Teknik Sipil

dan Lingkungan

Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr  

Tanggal Ujian : 12 Mei 2014 Tanggal Lulus :  

     

Dr Ir Arief Sabdo Yuwono, MSc Ketua

Dr Ir Meiske Widyarti, MEng Anggota

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah kualitas udara, dengan judul Simulasi Model Dispersi Karbon Monoksida (CO) di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Arief Sabdo Yuwono, MSc. dan Dr Ir Meiske Widyarti, MEng. selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada :

1. Ayah dan Ibu, keluarga Prof Vincent Didiek, MBA., PhD.

2. Suami, Thomas Ari Negara, ST.

3. Anak-anak penulis, Mikhael Adhi Negara dan Gabriella Caline Negara.

4. Seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya.

5. Direktur Program Diploma IPB, Prof Dr Ir M. Zairin Junior, MSc-Periode 2005-2014, untuk bantuan finansial selama pelaksanaan penelitian.

6. Staf HRD dan Teknik PT Jasa Marga (Persero) cabang Jagorawi, Staf Laboratorium Geometeorologi FMIPA dan Budidaya Perikanan IPB, Staf Bidang III Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Bogor, Staf Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat di Bandung, Staf Bagian Data BMKG Stasiun Dramaga dan Citeko, Staf Dinas Kesehatan Kota Bogor, Puskesmas Bogor Timur, Puskesmas Pulo Armyn dan Puskesmas Bogor Utara, atas bantuan data dalam penelitian ini.

7. Rekan-rekan SIL 2012.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, 2 Mei 2014

Yudith Vega Paramitadevi NIM F4 511 20071   

   

(12)

Daftar Isi 

DAFTAR TABEL xi 

DAFTAR GAMBAR xi 

DAFTAR LAMPIRAN xiii 

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 1 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 2 

Ruang Lingkup Penelitian 2 

TINJAUAN PUSTAKA 3 

Gambaran Umum Kota Bogor 3 

Kondisi Lingkungan Pintu Tol Baranangsiang Bogor 3 

Pencemaran Udara 4 

Pengertian 4 

Meteorologi Pencemaran Udara 4 

Klasifikasi Sumber Pencemar 5 

Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor 5 

CO (Karbon Monoksida) 6 

Model Dispersi Polutan Udara 6 

Model Dispersi Kepulan Gaussian

Model Line Source Gaussian

Validasi Model 9 

METODE 10 

Kerangka Penelitian 10 

Asumsi yang Dipergunakan 11 

Waktu dan Lokasi Pengukuran Polutan CO 12 

Alat dan Bahan 13 

Prosedur Simulasi dan Validasi Model 16 

Prosedur Visualisasi Model 19 

Prosedur Analisis Data Rekaman Kesehatan 19 

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 

Kondisi Kepadatan Lalu Lintas  

di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor 20 

Total Beban Emisi Line Source CO 22 

Kondisi Meteorologis Wilayah Kajian 24 

Kestabilan Atmosfer 24 

Distribusi Angin 25 

Kualitas Udara Hasil Pengukuran  

di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor 26 

(13)

Analisis Hasil Permodelan FLLS 28

Kesesuaian Konsentrasi CO antara Hasil Permodelan

dan Baku Mutu 28 

Perbandingan antara Hasil Permodelan FLLS dan Hasil

Pengukuran CO 31 

Validasi Hasil Permodelan FLLS 33 

Simulasi Hasil Permodelan 35 

Analisis Rekam Medis Penduduk di Sekitar Pintu Tol

Baranangsiang Bogor 37

Pengaruh Volume Lalu Lintas terhadap Konsentrasi CO 39 

SIMPULAN 41 

SARAN 41 

DAFTAR PUSTAKA 42 

RIWAYAT HIDUP 56 

 

DAFTAR TABEL

1 Kelas kestabilan Pasquill 4 3 Kecepatan angin yang menjelaskan kelas Pasquill 5

4 Waktu sampling pada hari kerja dan hari libur 14 5 Puskesmas di sekitar pintu tol Baranangsiang 15 6 Faktor emisi kendaraan bermotor dari sejumlah tipe

kendaraan di India dengan kecepatan 0-60 km/ jam 17 7 Konstanta untuk menghitung koefisien dispersi 18 8 Hasil sampling roadside oleh BLH Kota Bogor dan BPLHD

Jawa Barat 30

9 Validasi statistik hasil permodelan CO 34 10 Rekapitulasi rekam medis pada penyakit yang berhubungan

dengan intoksikasi polutan CO 38

11 Hasil analisis One Way ANOVA 40

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 12

2 Metode kurva kalibrasi 16

3 Prosedur simulasi dan validasi model 19

4 Prosedur visualisasi model 19

(14)

5 Jumlah kendaraan bermotor per tahun melalui pintu tol

Baranangsiang (2010-2012) 20

6 Jumlah kendaraan per minggu : (a) Agustus 2013; (b)

September 2013 21

7 Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi CO di pintu tol Baranangsiang Bogor pada hari libur (rerata tahun 2010-

2013) 23 8 Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi CO di pintu

tol Baranangsiang Bogor pada hari kerja (rerata tahun 2010-

2013) 23 9 Persentase kestabilan atmosfer rerata Stasiun Dramaga dan

Citeko selama periode 2008-2012 24

10 Hasil Windrose data lima tahun (2008-2012) rerata Stasiun

Dramaga dan Citeko 25

11 Konsentrasi CO pengukuran roadside tanggal 26 Agustus-

1 September 2013 pada titik bahu jalan 26

12 Konsentrasi CO pengukuran pada tanggal 26 Agustus-1

September 2013 pada titik perumahan penduduk 27 13 Konsentrasi CO hasil permodelan dibandingkan dengan baku

mutu pengukuran 24 jam 28

14 Perbandingan antara CO hasil pengukuran dan permodelan dua titik sampling sejauh 20 m dari sumber pada tanggal 26

Agustus-1 September 2013 31

15 Perbandingan antara CO hasil pengukuran dan permodelan dua titik sampling sejauh 190 m dari sumber pada tanggal 26

Agustus-1 September 2013 32

16 Plot Quantile-Quantile hasil permodelan CO dengan hasil

pengukuran roadside 33

17 Preface Software FLLS Jagorawi Bogor 35

18 Simulasi dispersi polutan CO (a) bulan Juli 2013; (b) bulan

Agustus 2013 dan (c) bulan September 2013 36 19 Konsentrasi CO dengan jumlah kendaraan pada jarak

reseptor 20 m dari titik sumber pintu tol Baranangsiang 39 20 Konsentrasi CO dengan jumlah kendaraan pada jarak

reseptor 190 m dari titik sumber pintu tol Baranangsiang 40

 

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi pengukuran CO di sekitar pintu tol Baranangsiang

Bogor 47 2 Data meteorologi pada saat pengukuran CO di lapangan pada

tanggal 26 Agustus-1 September 2013 48

3 Data input permodelan FLLS 52

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karbon monoksida (CO) dari kendaraan bermotor yang diemisikan ke udara bebas dapat menyebabkan polusi udara. Proses terbentuknya CO tergantung pada kondisi ambien di atmosfer, kondisi meteorologi, parameter emisi seperti lapisan dalam atmosfer, kondisi awal momentum emisi, temperatur, arah angin, dan kecepatan angin sebagai faktor turbulen (Yu dan Ignacio 2005). Para ahli lingkungan tertarik dalam proses dilusi udara yang melibatkan polutan CO disebabkan dispersi polutan tersebut dalam udara berpengaruh terhadap kualitas udara regional yang berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat (Emad et al.

2010).

Dalam beberapa tahun terakhir di berbagai negara, CO yang bersumber dari asap kendaraan tersebut meningkat disebabkan pertambahan kendaraan pertahun, sejalan dengan peningkatan kebutuhan alat transportasi konsumen (Mayer 2009; Sharma dan Khare 2011; Nagendra dan Khare 2012).

Permodelan dispersi polutan dari emisi sumber bergerak merupakan salah satu alat yang memudahkan dalam kontrol dan manajemen polutan, terutama CO.

The US Environmental Protection Agency (US EPA) dan lembaga peneliti lain di dunia mengembangkan berbagai macam permodelan tersebut, baik secara deterministik atau statistik, dalam penggambaran distribusi CO pada jalan raya (Nagendra dan Khare 2012).

Bogor sebagai kota wisata akhir pekan memiliki beban yang cukup berat dalam hal volume kendaraan bermotor. Beberapa tempat yang memiliki konsentrasi CO yang cukup tinggi di Bogor adalah persimpangan jalan, jalan protokol, pintu masuk tol, dan kawasan industri (Pasha 2011). Obyek dalam penelitian ini adalah pintu tol Baranangsiang. Di pintu masuk tol tersebut seringkali terdapat kemacetan kendaraan bermotor, yang diduga menghasilkan banyak gas CO. Pada penelitian ini digunakan model matematis Line Source Gaussian Model untuk mengetahui pola dispersi dan konsentrasi CO di sekitar pintu tol Baranangsiang.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Kota Bogor yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan atau peraturan daerah berkenaan dengan ambang batas emisi CO yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor beroda empat dan memberikan hasil penelitian kepada pihak terkait mengenai pola dispersi polutan CO, sehingga dapat diterapkan dalam rangka penyempurnaan upaya pengelolaan kualitas udara di kota Bogor.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk membuat simulasi konsentrasi CO dengan Line Source Gaussian Model di sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor dan merekapitulasi jenis penyakit yang berhubungan dengan dampak CO terhadap masyarakat di sekitar pintu tol tersebut. Ide penelitian muncul karena CO menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, yakni sakit pada dada, gangguan paru-paru kronis, gejala seperti flu, dan sakit kepala (Clarke et al.

(17)

2012). Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Simulasi dispersi Line Source Gaussian CO menggunakan Finite Length Line Source (FLLS).

2. Validasi dari hasil perhitungan konsentrasi CO dengan Line Source Gaussian Model terhadap data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan.

3. Pengaruh polutan CO terhadap angka kejadian penyakit pada warga yang menetap di sekitar pintu tol Baranangsiang, Bogor.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat simulasi dispersi CO Line Source Gaussian Model.

2. Memvalidasi hasil perhitungan konsentrasi CO dengan Line Source Gaussian Model terhadap data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran secara langsung di lapangan.

3. Menganalisis pengaruh konsentrasi polutan CO terhadap angka kejadian penyakit pada warga yang menetap di sekitar pintu tol Baranangsiang, Bogor.

Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat :

1. Memberikan informasi kepada pemerintah kota Bogor yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan berkenaan dengan ambang batas emisi CO yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor beroda empat atau lebih.

2. Memberikan hasil penelitian kepada pihak terkait mengenai pola dispersi polutan CO dan pengaruhnya terhadap kesehatan warga sehingga dapat diterapkan dalam rangka penyempurnaan upaya pengelolaan kualitas udara di kota Bogor.

3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penerapan Line Source Gaussian Model hanya pada polutan CO.

2. Atmosfer udara yang ditinjau adalah atmosfer udara ambien di atas kota Bogor.

3. Data primer yakni data konsentrasi CO dari pengambilan sampel langsung di lapangan selama 1 (satu) minggu pada bulan Agustus 2013 dengan menggunakan peralatan impinger.

4. Data jumlah kendaraan di pintu tol Baranangsiang diperoleh dari pengamatan langsung pada tanggal 26 Agustus–1 September 2013 dengan peralatan manual counter. Selain itu juga digunakan data sekunder 3 (tiga) tahun terakhir dari PT Jasa Marga Bogor.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kota Bogor

Secara Geografis Kota Bogor terletak di antara 106048’ BT dan 6036’LS (Bappeda Kota Bogor 2009). Jarak antara Kota Bogor dan Jakarta kurang lebih 56 km. Dengan ketinggian antara 190-330 m di atas permukaan laut, suhu di Kota Bogor relatif sejuk yakni 260C dan memiliki kelembaban relatif 70%. Curah hujan rata-rata setiap tahun di kota Bogor adalah 4000-4500 mm/tahun (BLH Kota Bogor 2012).

Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, nama Kotamadya Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Batas wilayah Kota Bogor saat ini adalah sebagai berikut (BPS 2011) :

1. Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

2. Timur: berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

3. Utara: berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

4. Barat: berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

Kondisi Lingkungan Pintu Tol Baranangsiang Bogor

Pada tahun 1978, pemerintah Republik Indonesia meresmikan jalan tol bernama Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Jalur yang menuju ke Bogor dihubungkan dengan pintu tol bernama Baranangsiang. Pintu tol ini terletak pada 6.5°LS dan 106.8°BT dan dengan ketinggian 249.6 m dpl. Gerbang tolnya memiliki sembilan gardu tol yang terdiri dari empat gardu sebagai loket tiket dan empat gardu sebagai loket pembayaran serta satu gardu cadangan yang dapat berfungsi sebagai loket tiket maupun loket pembayaran. Pada Juli 2012, dilakukan penambahan empat gardu tol. Gerbang tol ini aktif selama 24 jam dengan pergantian shift masing-masing gardu selama 8 jam.

Berdasarkan data lalu lintas PT. Jasa Marga (2011), volume lalu lintas yang memasuki kota Bogor setiap tahun mencapai 9 hingga 11 juta unit kendaraan.

Rerata kendaraan masuk ke Bogor tiap harinya sekitar 42 000 unit. Jam puncak kendaraan (peak hours) terjadi pada sore hari dan tiap akhir pekan. Klasifikasi jenis kendaraan yang diacu oleh PT Jasa Marga adalah KEPMEN PU No. 514 Th.

2009 tentang Penyesuaian Tarif Tol pada Beberapa Ruas Jalan Tol dan No. 02 Th.

2011 tentang Penetapan Perubahan Sistem Pengumpulan Tol pada Seksi Jakarta 1C-Cimanggis dan Tarif Tol pada Ruas Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi.

(19)

Pencemaran Udara Pengertian

Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sesuai PP tersebut, pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/

atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien.

Menurut US EPA (2009) polutan udara didefinisikan sebagai berikut:

“Polutan udara adalah segala substansi di udara yang dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan. Polutan, baik alami maupun buatan, berbentuk padat, cair atau gas. Polutan tersebut terbagi menjadi berbagai macam jenis, diantaranya partikulat, Volatile Organic Compounds (VOCs) dan Halogen compounds. Jenis polutan lainnya antara lain timbal, merkuri, dan asbestos.”

Meteorologi Pencemaran Udara

Kondisi meteorologi pada polusi di perkotaan terbentuk karena terjadinya proses transportasi dan dispersi yang disebut dengan lapisan Ekman (Costabile dan Allegrini 2007). Sekitar tahun 1960an, cara paling umum yang digunakan untuk mengklasifikasikan turbulensi di atmosfer adalah Pasquill. Turbulensi di atmosfer diklasifikasikan menjadi enam kelas yaitu A, B, C, D, E dan F dengan kelas A adalah kelas yang paling tidak stabil, dan kelas F adalah kelas paling stabil atau paling kecil turbulensinya. Tabel 1 memperlihatkan enam kelas tersebut. Tabel 2 menunjukkan kondisi meteorologi yang menjelaskan tiap kelas.

Tabel 1 Kelas kestabilan Pasquill Kelas kestabilan Definisi

A Sangat Tidak Stabil

B Tidak Stabil

C Agak Tidak Stabil D Netral E Agak Stabil F Stabil Sumber : Hung (2010)

(20)

Tabel 2 Kecepatan angin yang menjelaskan kelas Pasquill Kecepatan

Angin

Permukaan Besaran Radiasi Siang Hari Tutupan Awan Malam Hari m/ detik Kuat Medium Lemah > 50 % < 50 %

< 2 A A - B B E F

2 - 3 A - B B C E F

3 - 5 B B - C C D E

5 - 6 C C - D D D D

> 6 C D D D D

Sumber : Hung (2010)

Pada masa lampau, kelas kestabilan Pasquill biasa digunakan untuk menjelaskan turbulensi atmosfer. Sekarang, permodelan dispersi polusi udara tidak menggunakan kelas kestabilan yang umum digunakan seperti pada Tabel 2.

Permodelan yang paling muthakir menggunakan bentuk Monin-Obukov, teori yang sama digunakan pada model AERMOD dan ADMS 3 (Dept. of Env. and Conservation New South Wales 2005).

Klasifikasi Sumber Pencemar

Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber titik, garis, area atau volume (Beychok 2006) :

1. Point source, biasa digunakan untuk mengidentifikasi cerobong di industri. Karakter dari sumber titik ini adalah volume emisinya, ketinggian cerobong dan diameter cerobong.

2. Line source, biasa untuk mendefinisikan kendaraan bermotor dari jalan.

Sumber ini merupakan satu dimensi emisi udara.

3. Area source, adalah sumber dua dimensi emisi udara. Di perkotaan, sumber ini digunakan untuk mengidentifikasi emisi yang berasal dari rumah tangga.

4. Volume source adalah sumber tiga dimensi emisi udara. Sumber ini menggambarkan emisi yang berasal dari pertambangan (misal pertambangan batu kapur).

Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor

Aktivitas transportasi diidentifikasi sebagai sumber utama dalam pencemaran udara di daerah perkotaan (Onursal dan Gautam 2004) dengan dampak kesehatan terhadap manusia yang negatif (Coville et al 2006; Chan et al.

2007). Kota yang sedang berkembang, Bogor, memiliki volume lalu lintas yang besar, terutama saat jam kantor dan akhir pekan, dengan tingkat kemacetan yang cukup besar. Peningkatan CO terjadi ketika kendaraan bermotor berjalan dengan kecepatan rendah disebabkan frekuensi pengereman yang sering. Kendaraan bermotor berkontribusi setidaknya 90% dari emisi CO di perkotaan (Mukherjee dan Visvanathan 2006).

(21)

Di Kota Bogor, kendaraan bermotor roda empat berkorelasi langsung terhadap emisi CO, terutama di pintu masuk tol Baranangsiang pada akhir pekan dan sore hari. Sebanyak 20 000 sampai 25 000 unit kendaraan melewati pintu tol pada saat hari kerja dan 25 000 sampai 30 000 pada saat hari libur, kepadatan tertinggi sekitar 285 unit kendaraan perjam di tiap gerbang tol terjadi sore hari pada hari libur (Pasha 2011). Pasha (2011) juga menjelaskan bahwa konsentrasi CO tertinggi hari kerja adalah 7845 μg/Nm3 sedangkan pada hari libur sebesar 8708 μg/Nm3. Konsentrasi CO di dalam udara ambien dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni banyaknya kemacetan dalam hubungannya dengan waktu, jenis kendaraan, komposisi kendaraan, topografi dan kondisi meteorologinya (Comrie dan Diem 2004; Sharma et al. 2004; Sivacoumar dan Thanasekaran 2004; Chan dan Liu 2006; Chan et al. 2007).

Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar menghasilkan proporsi gas buang yang berbeda. Emisi CO yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar sekitar 2.67 gram/liter sedangkan kendaraan berbahan bakar bensin adalah 2.32 gram/liter (US EPA 2005). Dalam hal gas buang kendaraan bermotor, komposisi CO yang diemisikan oleh bahan bakar bensin lebih besar dibandingkan solar. Hanya saja solar mengemisikan HC, NOx, aldehida dan SO2 lebih besar dibandingkan bensin (US EPA 2007).

CO (Karbon Monoksida)

CO adalah gas beracun yang diproduksi dari proses pembakaran tidak sempurna bahan bakar karbon, seperti batubara, kayu dan minyak (Prockop dan Chichkova 2007). Dalam bentuk gas itulah, CO dapat menyebabkan kematian karena gangguan kardiovaskular, pernafasan dan pengrusakan sistem syaraf (Homer et al. 2005; Chee et al. 2008).

Afinitas CO terhadap Hemoglobin (Hb) sekitar 240 kali lebih besar dibandingkan dengan afinitas CO terhadap Oksigen (O2). Hal ini menyebabkan terbentuknya carboxyhaemoglobin (COHb), penyebab utama timbulnya hypoxaemia (Greaves et al. 2009). Clarke et al. (2009) menyebutkan bahwa gejala pasien yang terpapar COHb adalah sakit kepala, kesulitan bernafas dan pada akhirnya pingsan. Dalam hubungannya dengan baku mutu, sesuai Lampiran PP No. 41 Tahun 1999, baku mutu udara ambien CO dengan pengukuran 1 jam adalah 30 000 μg/ m3 sedangkan pengukuran 24 jam adalah 10 000 μg/ m3.

Hubungan antara CO dan penyakit pernafasan pada anak-anak usia 0–13 tahun di Afrika, penyebab utama pemaparan CO pada anak-anak tersebut adalah letak tempat tinggal dan sekolah mereka yang dekat dengan jalan raya yang ramai serta penuh kemacetan (Venn et al. 2005; Brunekreef et al. 2009; Mustapha 2011).

Model Dispersi Polutan Udara

Model dispersi polutan udara adalah simulasi matematis dispersi polutan dari suatu sumber ke udara ambien. Model digunakan untuk mendeskripsikan proses fisika dan kimia sehingga konsentrasi polutan pada lokasi tertentu dapat dihitung (Vardoulakis et al. 2008). Model dispersi dapat digunakan untuk memperhitungkan atau memprediksi konsentrasi polutan udara dari sumber

(22)

emisinya, seperti kendaraan dan cerobong asap. Jumlah emisi yang dilepaskan dapat ditentukan dari proses atau pengukuran aktual (Hung 2010).

Menurut Holmes dan Morawska (2006), ada lima tipe permodelan yang umum digunakan, yaitu: Box Model, Gaussian Model, Lagrangian Model, Eulerian Model dan Computational Fluid Dynamics (CFD) Model.

Model Dispersi Kepulan Gaussian

Model kepulan Gaussian berdasarkan sistem koordinat, yakni x adalah tegak lurus jalan, y searah sumber dan z tinggi polutan. Berdasarkan Hassan (2006), rumusan Gaussian adalah:

Persamaan 1 dengan

C : konsentrasi polutan (kg/ m3) : kecepatan angin rata-rata (m/ s)

: konstanta difusi searah sumbu x : konstanta difusi searah sumbu y Pada kondisi batas :

(1) , , . Persamaan 2a Dengan Q adalah kekuatan sumber titik polutan dalam satuan gram.m/ detik.

Kondisi ini ekivalen dengan kondisi fisis bahwa fluks per satuan waktu melintang sebuah bidang yang tegak lurus arah angin (sejajar dengan bidang YZ) adalah sama dengan laju emisi Q (sumber terletak pada (0,0,h)), yaitu :

, , Persamaan 2b h adalah tinggi dari sumber, dipilih h = 0 dalam persamaan 3 berikut dan simbol- simbol yang lain memiliki arti umum.

(2) 0 ∞

(3) 0 0 Persamaan 2c (4) 0 ∞

Solusi dari persamaan 1 yang memenuhi kondisi batas di atas adalah :

, , Persamaan 3

dengan dan

(23)

yang menunjukkan bahwa pola konsentrasi mengikuti distribusi normal dengan dan sebagai parameter dispersi.

Model Line Source Gaussian

Di dalam beberapa situasi, seperti deretan pabrik-pabrik sepanjang jalan atau lalu lintas yang padat sepanjang jalan tol, masalah polusi dapat dimodelkan sebagai suatu emisi line source tak hingga (Goyal dan Khrisna 2013). Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan line source gaussian ini. Endrayana (2009) menggunakan model line source gaussian untuk menggambarkan pola penyebaran pencemar CO pada pintu tol Dupak 3 Surabaya.

Aspek yang masih perlu ditingkatkan adalah data kecepatan angin sebaiknya diperoleh langsung pada lokasi pengamatan bukan diperoleh dari data sekunder. Selain itu beberapa data meteorologi yang digunakan bukan yang terbaru sehingga seiring dengan perubahan cuaca, data tersebut sebenarnya tidak sahih lagi.

Dalam penelitian ini, line source gaussian model adalah pengembangan dari model gaussian plume dengan mengasumsikan bahwa sebuah line source adalah sebuah deret point source, yang saling tergantung (mutually dependent), yang masing-masing menghasilkan kepulan polutan. Dengan demikian, konsentrasi suatu titik di sisi jalan dihitung sebagai jumlah konsentrasi dari deret titik-titik sumber pada jalan tersebut.

Jika angin bertiup searah sumbu x yang tegak lurus terhadap jalan raya, sumbu y adalah sepanjang jalan raya, maka konsentrasi polutan tidak tergantung pada y, karena dianggap gerakan polutan hanya disebabkan oleh angin yang tegak lurus saja, sehingga variabel y tidak diperhitungkan, artinya konsentrasi polutan pada sumbu y diasumsikan seragam. Difusi dapat diabaikan pada arah sejajar jalan, sehingga pada saat arah angin adalah tegak lurus (normal) terhadap garis emisi, konsentrasi sejajar jalan diperoleh dari persamaan sebagai berikut (Hassan 2006) :

, , dy Persamaan 4 dimana Q adalah kekuatan emisi line source dalam gram.m/detik. m dan h adalah ketinggian emisi. Dari persamaan 4 diperoleh :

, Persamaan 5 Persamaan tersebut merupakan model infinite length line source yang memperhitungkan arah angin tegak lurus terhadap line source sehingga polutan hanya terdispersi pada sumbu vertikal saja. Sedangkan pada sumbu y, konsentrasi polutan akan seragam untuk infinite line source.

Modifikasi dari infinite length line source yang digunakan dalam penghitungan line source gaussian adalah model finite length line source (FLLS).

Metode FLLS lebih ampuh dalam menentukan konsentrasi polutan (Hassan 2006 dan Venkatram 2006). Metode ini menentukan konsentrasi polutan termasuk penyebarannya dengan membagi ruas-ruas tiap line source menjadi segmen- segmen terkecilnya. Setelah didapatkan segmen-segmen terkecil maka dilakukan

(24)

perhitungan jarak dari reseptor sampai sumber bergaris dengan tujuan menentukan parameter dispersi tiap reseptor. Model FLLS ini digunakan dalam bentuk software CALINE yang diperkenalkan oleh US EPA (Lin dan Ge 2006; Goyal dan Khrisna 2013; Batterman 2010). Modifikasi persamaan 5 menjadi persamaan FLLS menurut Hassan (2006) dapat dilihat pada persamaan 6.

, 2 1 Persamaan 6 dengan :

.

2 1 /

2 ; 1

Keterangan :

Q : Laju emisi sumber polutan. Pada finite point source digunakan satuan gram/ detik, pada finite line source digunakan gram.m/detik

: Kecepatan angin pada posisi x (m/detik)

: Parameter dispersi konsentrasi pada posisi z (m)

z : Posisi arah z pada koordinat kartesius (pada penelitian ini z=0) H : Ketinggian efektif sumber emisi (pada penelitian ini H=0) B : Rasio panjang ruas jalan terhadap parameter dispersi (

Validasi Model

Validasi yang sering digunakan untuk membandingkan data model dengan data hasil observasi di lapangan, terutama pemodelan kualitas udara, antara lain Wilmott’s Index of Agreement (d), Normalized Mean Square Error (NMSE), Korelasi Pearson (R), Fractional Bias (FB) dan Factor of 2 (Fa2) (Ganguly et al.

2009 dan Willmott et al. 2011).

Index of Agreement (d) menjelaskan tingkat kesesuaian antara model dan hasil pengukuran di lapangan, dengan nilai d mendekati 1 menandakan bahwa tingkat kesesuaian antara model dengan hasil pengukuran tinggi. NMSE adalah parameter dasar dalam statistik (Hassan 2006), NMSE memberikan informasi mengenai besarnya error pada model. Normalisasi menjamin bahwa NMSE tidak menimbulkan data bias pada model, baik diatas (over-predict) maupun dibawah (under-predict) perkiraan. Nilai rerata NMSE sekitar 0.5 menjelaskan bahwa terjadi kesetaraan (Fa2 = 50%) antara model dengan kenyataan. Koefisien korelasi Pearson (R) menggambarkan perubahan proporsional pada dua kondisi, namun tidak dapat menjelaskan besarnya keragaman pada kondisi tersebut. Baik d, NMSE dan R mengukur kesesuaian antara konsentrasi model dengan konsentrasi hasil pengukuran dalam prosedur yang urut (time series) (Goyal dan Khrisna 2013). Fractional Bias (FB) mengukur kesesuaian rerata dua kondisi dengan nilai

(25)

antara +2 dan -2, dimana nilai +2 menandakan kondisi under-prediction secara ekstrim dan nilai -2 adalah over-prediction secara ekstrim. Fa2 merupakan statistik kasar namun mudah dimengerti dalam membandingkan model dengan kenyataannya. Rumusannya adalah (Ganguly et al. 2009) :

1 | | Persamaan 7

Persamaan 8

Persamaan 9

Persamaan 10

, 0.5 2 Persamaan 11

dimana :

Cpred : Konsentrasi CO model (μg/Nm3)

Cobs : Konsentrasi CO hasil observasi di lapangan (μg/Nm3) : Rerata konsentrasi CO model (μg/Nm3)

: Rerata konsentrasi CO hasil observasi di lapangan (μg/Nm3) σpred : Standar deviasi CO model

σobs : Standar deviasi CO hasil observasi di lapangan

Menurut Kumar et al. (2003), performa model kualitas udara yang baik berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. NMSE dalam kisaran 0.5.

2. FB dalam rentang -2 sampai dengan 2.

3. Nilai R dan d mendekati 1.

4. Fa2 sekitar 50%.

METODE

Kerangka Penelitian

Penelitian ini mencakup penyusunan model dispersi Line Source Gaussian menggunakan metode Finite Length Line Source (FLLS), pengumpulan data primer konsentrasi CO dimana data tersebut akan dianalisis dengan spektrofotometri, validasi model tersebut, visualisasi pola dispersi polutan CO serta rekapitulasi data kesehatan penduduk. Apabila dalam validasi performa model berbeda jauh dari kriteria yang sudah ditetapkan, maka penelitian ini akan kembali pada penyesuaian model dengan angka koreksi.

(26)

Langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian ini diawali dengan pengumpulan data sekunder, penyusunan model Gaussian Line Source, pengumpulan dan analisis data primer, validasi model, visualisasi model dilanjutkan dengan analisis rekaman kesehatan penduduk dan simpulan serta saran. Langkah-langkah penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Asumsi yang Dipergunakan

Asumsi pada model FLLS terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Prinsip konservasi massa digunakan dalam aliran polutan. Polutan CO tidak bersifat reaktif, yaitu tidak mengalami perubahan fisis dan kimia akibat bereaksi dengan partikel lain. Laju perubahan bentuk serta penghilangannya tidak diperhitungkan.

2. Kondisi meteorologi yang relatif konstan dengan kondisi angin yang tenang. Data meteorologi dianggap sahih.

3. Transpor aliran angin dalam bidang horizontal yang konstan.

4. Absorpsi polutan oleh permukaan tanah diabaikan.

5. Konsentrasi polutan total diperoleh dari penjumlahan masing-masing konsentrasi dari setiap segmen jalan. Jika titik reseptor berjarak sama maka polutan CO juga memiliki nilai yang sama.

6. Pengaruh dari emisi kendaraan bermotor beroda dua diabaikan.

(27)

  Gambar 1 Diagram alir penelitian

Waktu dan Lokasi Pengukuran Polutan CO

Kriteria penentuan lokasi pengambilan sampel kualitas udara ambien mengacu pada SNI No 19-7119.6-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien. Pengambilan dan pengukuran sampel CO dilakukan di empat (4) titik di sekitar pintu tol Baranangsiang Bogor

(28)

yang dikelola oleh pihak PT. Jasa Marga selama satu minggu pada tanggal 26 Agustus sampai dengan 1 September 2013.

Selanjutnya analisis sampel CO dilakukan di Laboratorium Budi Daya Perairan IPB pada bulan September-Oktober 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Program Diploma IPB pada bulan Juli-Oktober 2013.

Gambar lokasi pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian ini antara lain : 1. Alat/ perangkat keras :

a. Personal Computer berbasis Windows b. Impinger dilengkapi dengan pompa udara

c. Termometer normal dengan rentang suhu 0–1000 C d. Anemometer, memiliki ketentuan sebagai berikut :

- Dilengkapi dengan alat penunjuk angin - Batas ukuran (0-1) m, (0-30) m

- Suhu (0-80)0 C, ketelitian 2%, tenaga AC 100 volt atau DC 12 volt, ukuran 86 mm x 123 mm x 180 mm

e. Spektrofotometer, dengan spesifikasi :

- Pengukuran satuan (0-10) ppm, (0-20) ppm, (0-50) ppm f. Peralatan Laboratorium Kimia :

- Labu takar 100 ml merk Pyrex - Beaker glass 200 ml merk Pyrex - Pipet ukur 10 ml merk Pyrex - Tabung reaksi merk Pyrex g. Tripod

h. Manual Counter

i. Global Positioning System (GPS) merk Garmin j. CO Meter portabel merk Lutron seri GCO-2008 2. Bahan/ Perangkat Lunak :

a. Microsoft Office 2007

b. Program Global Mapper versi 11.0 c. Program Microsoft Visual Basic 6.0 d. Program Surfer versi 8.0

e. Larutan atau cairan kimia :

- Larutan KI sebagai penyerap CO

- Larutan Standar Iod sebagai larutan induk

a. Kebutuhan data terdiri dari data primer berupa data konsentrasi polutan dan data meteorologi sesaat. Sedangkan data sekunder terdiri dari data meteorologi tahunan, data volume lalu lintas dan data rekam medis penduduk. Uraian rinci tentang data tersebut diuraikan dalam bagian berikut.

1. Data Konsentrasi Polutan

Data pengukuran lapang yang digunakan adalah data primer berupa hasil pengukuran konsentrasi CO dalam udara ambien di sekitar pintu tol

(29)

Baranangsiang Bogor. Hasil konsentrasi CO tersebut diperoleh dengan menggunakan tabung Impinger. Tatacara sampling CO di lapangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sampling dilakukan selama seminggu pada 26 Agustus 2013 sampai dengan 1 September 2013.

b. Sampling 2 titik pertama dilakukan di tepi jalan (roadside), sejauh ± 20 m dari sumber polutan.

c. Sampling 2 titik pertama tersebut dilakukan pada jam puncak (peak hour).

Jam puncak tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Pasha (2011), dimana volume kendaraan rata-rata tinggi saat memasuki pintu tol Baranangsiang. Tabel 3 memperlihatkan waktu sampling pada hari kerja dan hari libur untuk empat titik sampling.

Tabel 3 Waktu sampling pada hari kerja dan hari libur Hari Kerja Hari Libur

09.00-10.00 WIB 11.00-12.00 WIB 10.00-11.00 WIB 12.00-13.00 WIB 15.00-16.00 WIB 15.00-16.00 WIB 16.00-17.00 WIB 16.00-17.00 WIB  

d. Sampling 2 titik berikutnya dilakukan dengan radius sejauh ± 190 m tegak lurus terhadap sumbu jalan di samping poros utama pintu tol.

e. Sampling 2 titik reseptor tersebut dilakukan di sekitar perumahan penduduk. Waktu sampling dapat dilihat pada Tabel 3.

f. Lama sampling masing-masing titik tanpa pengulangan adalah 60 menit.

g. Apabila terjadi hujan maka sampling diundur sampai ± 3 jam.

Prosedur pengukuran CO dengan impinger adalah sebagai berikut :

a. Absorban CO yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam tabung impinger.

b. Impinger dihubungkan dengan pompa penghisap.

c. Impinger yang berisi larutan penyerap CO dipasang pada tripod dengan ketinggian 1 meter dari permukaan tanah.

d. Pompa penghisap udara dihidupkan, kemudian kecepatan aliran udara diatur sebesar 1 liter per detik.

e. Setelah waktu cukup, pompa penghisap dimatikan dan impinger dilepaskan dari pompa penghisap.

2. Data Meteorologi

Simulasi dispersi CO yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data meteorologi yang diukur selama seminggu di bulan Agustus 2013 dan data dari BMKG sebagai data sekunder. Parameter yang digunakan antara lain suhu, kestabilan atmosfer, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Sebelum dilakukan sampling, dilakukan pengukuran suhu, arah dan

(30)

kecepatan angin, titik koordinat sumber dan reseptor. Alat yang digunakan adalah anemometer untuk mengukur kecepatan angin, GPS untuk mengukur titik koordinat, dan termometer untuk mengukur suhu.

3. Data Volume Lalu Lintas

Data volume lalu lintas diperoleh dari pihak PT. Jasa Marga. Data volume lalu lintas yang digunakan untuk melihat pola kecenderungan kenaikan volume lalu lintas per minggu adalah data bulan Agustus-September 2013.

Sedangkan data volume lalu lintas yang digunakan untuk melihat pola kecenderungan kenaikan volume lalu lintas dalam kurun waktu 3 tahun terakhir adalah data dari tahun 2010 hingga 2012.

Data pengamatan volume lalu lintas selama penelitian dilakukan pada saat sampling menggunakan manual counter.

4. Data Rekaman Medis Penduduk

Rekaman medis penduduk diperoleh dari Puskesmas sekitar pintu tol Baranangsiang. Daftar Puskesmas sekitar pintu tol Baranangsiang disajikan pada Tabel 4.

Penyakit yang relevan dengan konsentrasi konsentrasi CO yang tinggi adalah infeksi saluran nafas atas, terutama adalah penyakit yang berhubungan dengan jantung (kardiovaskular) dan jantung serta paru-paru (kardiopulmoner) disertai gejala pusing, mual dan pingsan.

Tabel 4 Puskesmas di sekitar pintu tol Baranangsiang

No. Nama Puskesmas Alamat

1 Puskesmas Bogor Timur Jl. Pakuan No. 6

2 UPTD Puskesmas Pulo Armyn Jl. Pajajaran No. 53 Kec. Bogor Timur

3 Puskesmas Bogor Utara Jl. Cimanuk Blok B2 No 13 Perum Bogor Baru Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bogor (2012)

b. Teknik Pengukuran CO di Laboratorium

Pengujian sampel CO di udara ambien dengan metode Pentoksida mengacu pada SNI No 19-4848-1996. Metode yang digunakan dalam analisis kandungan CO di udara ambien adalah metode kurva kalibrasi dan pengujian contoh uji.

1. Metode Kurva Kalibrasi

Gambar 2 menyajikan metode kurva kalibrasi untuk analisis sampling CO yang berasal dari pengumpulan data primer.

(31)

Gambar 2 Metode kurva kalibrasi

Setelah dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer, konsentrasi CO dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

CO A 0,0021 x V x 2980C x 22,4 L

0,3897 x Fr x t menit x 2730 Cx 28 g Persamaan 12 Keterangan:

V = volume larutan penyerap (ml) Fr = kecepatan aliran udara (menit/l) t = waktu (menit)

[CO] = konsentrasi CO (ppm)

Prosedur Simulasi dan Validasi Model

Prosedur simulasi dan validasi model terdiri dari pengelompokan menurut data emisi, data faktor meteorologi dan data primer kualitas udara di pinggir jalan (roadside). Perhitungan yang dilakukan pada model menggunakan persamaan 5 meliputi kekuatan emisi untuk memperoleh nilai Q, kecepatan angin untuk memperoleh nilai , panjang jalan dan lokasi reseptor untuk memperoleh nilai

serta B1 dan B2. Data perhitungan faktor emisi dapat dilihat pada Tabel 5.

1. Perhitungan beban emisi

Beban emisi (Q) merupakan volume emisi yang dikeluarkan per satuan waktu. Beban emisi (Q) diperoleh dengan persamaan (Yamin et al 2009):

∑ Persamaan 13 dimana :

Q = Kekuatan emisi (mikrogram/m.detik)

EFi = Faktor emisi kendaraan setiap jenis kendaraan (gram/km) V = Volume kendaraan (kendaraan/jam)

t = Lama waktu pengamatan (detik) i = Jenis kendaraan

(32)

Tabel 5 Faktor emisi kendaraan bermotor dari sejumlah tipe kendaraan di India dengan kecepatan 0-60 km/ jam

Kecepatan (km/ jam)

CO (g/km) Roda

2 4 Tak

Roda 3 4 Tak

Roda 4 Bensin

Roda 4 Diesel Mesin Lama (< tahun 2003)

Roda 4 Diesel Mesin Baru

(≥ tahun 2003) Bus-Truk

0 - - - - - -

10 1.6 5.2 16.0 3.1 1.9 6.1

20 1.1 0.9 11.5 2.4 1.4 4.6

30 1.0 0.4 10.3 2.4 1.2 4.6

40 1.4 0.6 29.8 2.0 1.1 3.8

50 3.3 1.6 39.0 1.8 1.0 3.9

60 3.2 1.5 52.0 1.8 1.1 4.0

Sumber : Mittal dan Sharma (2003)

Faktor emisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor emisi India dengan pertimbangan kecepatan yang bervariasi dari 0–60 km dan jangka waktu pemeliharaan kendaraan bermotor antara India dan Indonesia yang relatif sama yakni antara 10–15 tahun.

2. Kecepatan angin efektif

Arah dan kecepatan angin efektif ( ) turut diperhitungkan dalam aplikasi model ini. Arah angin selanjutnya dihitung agar tegak lurus terhadap masing-masing ruas jalan. Kecepatan efektif dan arah angin pada masing- masing ruas jalan ditentukan dengan persamaan 14 (Hassan, 2006).

. | | Persamaan 14

Dimana :

ū = kecepatan angin efektif

v angin = kecepatan angin di lokasi sampling θ - α = sudut angin relatif terhadap jalan

(untuk arah angin θ > 180 = arah angin – (180-kemiringan jalan)) (untuk arah angin θ < 180 = arah angin – kemiringan jalan)

Kecepatan angin efektif yang telah diperoleh ini merupakan kecepatan angin yang telah tegak lurus terhadap ruas jalan.

3. Penentuan panjang jalan dan lokasi reseptor

Dalam penelitian ini digunakan satu segmen jalan A-B sepanjang ± 400 m. Kemiringan jalan terhadap arah utara sebesar 760. Koordinat geografik yang telah diperoleh dari segmen jalan pada Lampiran 1 selanjutnya diplotkan dalam Global Mapper versi 11.0 untuk memperoleh panjang segmen jalan dan panjang total dalam satuan meter beserta posisi dan arah mata anginnya.

(33)

Nilai x adalah jarak tegak lurus (downwind) sesuai arah angin dari titik dasar sumber emisi. Nilai x selanjutnya digunakan untuk menentukan parameter dispersi masing-masing FLLS berdasarkan kondisi kestabilan atmosfer setempat. Nilai sigma ( ditentukan dengan Tabel 6 berdasarkan jarak jalan x terhadap posisi reseptor berada. Persamaan

yang digunakan dalam penelitian ini menurut Venkatram (2006) dapat dilihat di persamaan 15.

Persamaan 15  

Tabel 6 Konstanta untuk menghitung koefisien dispersi

Kestabilan a b*

x < 1 km x > 1 km c d f c d f A 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 B 156 106.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2 C 104 61 0.911 0 61 0.911 0 D 58 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 E 50.5 22.8 0.678 -1.3 55.4 0.305 -34 F 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6 b* = 0.894 untuk semua kelas atmosfer dan semua jarak x Sumber : Venkatram (2006)

Nilai y2 dan y1 merupakan jarak reseptor sejajar (crosswind) dengan ruas jalan A-B. Selanjutnya nilai B1 dan B2 masing-masing ruas jalan dapat diperoleh melalui tabel bilangan normal untuk dispersi Gaussian.

Model disusun menggunakan bahasa Visual Basic 6.0. Setelah penyusunan dilakukan, simulasi model dijalankan. Validasi dilakukan dengan membandingkan data primer kualitas udara di pinggir jalan (roadside) dengan hasil perhitungan model serta data sekunder dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Bogor dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat. Gambar 3 menunjukkan prosedur simulasi dan validasi model yang digunakan dalam penelitian ini.

(34)

  Gambar 3 Prosedur simulasi dan validasi model

Prosedur Visualisasi Model

Apabila data yang dihasilkan dari pemodelan sudah melalui validasi dan terbukti sahih, proses berikutnya adalah melakukan visualisasi data menggunakan Surfer versi 8.0. Data yang diolah menggunakan Surfer berupa data koordinat, sehingga pola dispersi polutan terlihat menurut isopleth dari pemodelan. Langkah kerja Surfer dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 4.

  Gambar 4 Prosedur visualisasi model Prosedur Analisis Data Rekaman Kesehatan

Peta isopleth dari Surfer yang selesai dibuat digunakan untuk menganalisis data rekam medis penduduk di sekitar Baranangsiang. Rekomendasi diberikan apabila rekam medis penduduk menunjukkan korelasi yang positif dengan peta isopleth tersebut.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kepadatan Lalu Lintas di Sekitar Pintu Tol Baranangsiang Bogor

Pintu tol Baranangsiang Bogor merupakan salah satu bagian gerbang tol Jagorawi yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Pintu tol Baranangsiang memiliki sembilan gardu tol yang terdiri dari empat gardu sebagai loket tiket (Entrance) dan empat gardu sebagai loket pembayaran (Exit) serta satu gardu cadangan yang

dapat berfungsi sebagai loket tiket maupun loket pembayaran (Entrance/Exit).

PT. Jasa Marga mencatat, total volume lalu lintas di kota Bogor setiap tahunnya mencapai 9 hingga 10 juta unit. Rata-rata jumlah kendaraan yang melewati satu gardu tol per satu jam adalah sebanyak 270 unit. Gambar 5 menunjukkan peningkatan jumlah kendaraan yang masuk dan keluar kota Bogor melalui pintu tol Baranangsiang dari tahun 2010 hingga 2012.

Gambar 5 Jumlah kendaraan bermotor per tahun melalui pintu tol Baranangsiang (2010-2012)

Puncak kepadatan jumlah kendaraan yang masuk dan keluar kota Bogor melalui pintu tol terjadi pada akhir pekan yakni hari Sabtu serta pada hari-hari libur nasional. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 6 (a) dan (b), dimana kenaikan jumlah kendaraan pada bulan Agustus dan September pada tahun 2013 memiliki pola yang sama. Secara konsisten dapat dilihat pada grafik bahwa jumlah kendaraan cenderung stabil pada saat hari kerja dan meningkat pada akhir pekan yakni Sabtu dan Minggu, kemudian mengalami penurunan kembali pada saat hari Senin. Sementara itu, kepadatan antrian di pintu tol ini terjadi pula pada hari libur nasional.

8.8 9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4

2010 2011 2012

Jumlah Kendaraan (unit) 106

Tahun

(36)

(a)

(b)

Gambar 6 Jumlah kendaraan per minggu : (a) Agustus 2013; (b) September 2013 Pada akhir pekan, total rata-rata kendaraan yang tercatat melewati pintu tol Baranangsiang dapat mencapai 60 000 hingga 70 000 unit. Sementara pada hari kerja total rata-rata kendaraan hanya mencapai sekitar 55 000 hingga 60 000 unit.

Kepadatan lalu lintas yang terjadi pada hari libur disebabkan oleh aktivitas wisata keluarga dengan daerah tujuan utama kota Bogor. Berbeda halnya dengan hari kerja dimana jumlah kendaraan relatif konstan karena hanya didominasi oleh aktivitas perkantoran yang melalui Jakarta-Bogor.

Puncak kepadatan antrian pada pintu Exit selama hari kerja pada umumnya terjadi pada saat sore hari sekitar pukul 16.00-18.00 WIB sedangkan pada pintu Entrance terjadi di pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB. Kepadatan antrian pada jam tersebut biasanya dipengaruhi oleh waktu masuk dan keluar perkantoran.

(37)

Sementara untuk hari libur pada umumnya terjadi sore hari sekitar pukul 14.00-16.00 WIB di pintu Exit dan pukul 15.00-18.00 WIB di pintu Entrance.

Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Jasa Marga, selama tahun 2010- 2012, jenis kendaraan yang paling dominan melewati pintu tol adalah kendaraan pribadi. Kendaraan tersebut tergolong dalam kendaraan berbahan bakar bensin dan solar dua gandar atau golongan I, sekitar 97%. Setelah itu diikuti oleh kendaraan golongan II yakni truk kecil dan bus kecil berbahan bakar solar dua gandar (3.05%), sisanya 0.17% adalah golongan III, golongan IV dan V masing- masing 0.03% dan 0.02%. Mitra (2011) menyatakan bahwa kendaraan penumpang beroda empat merupakan kendaraan yang paling umum ditemui pada jalan tol di India. Hal yang sama ditemukan di Eropa, sekitar 66% kendaraan bergandar dua mendominasi jalan tol (Einbock 2006).

Besar kecilnya volume kendaraan yang di sekitar pintu tol sangat berpengaruh terhadap jumlah emisi gas buang yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Pada penelitian ini jumlah unit kendaraan yang tercatat selama satu jam selama pengamatan pada hari kerja adalah sebanyak 241 unit sedangkan pada hari libur sebanyak 272 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian dilakukan, volume kendaraan berada dalam kondisi normal.

Total Beban Emisi Line Source CO

Perhitungan beban emisi dalam penelitian ini berdasarkan data jumlah kendaraan pada tahun 2010-2012. Faktor emisi yang digunakan adalah hasil kajian dari Mittal dan Sharma (2003), dimana kendaraan bermotor cenderung melaju pada kecepatan 0-10 km/jam saat mengantri di pintu tol. PT. Jasa Marga mengklasifikasikan kendaraan di jalan tol menjadi golongan I sampai V. Dengan demikian perhitungan beban emisi CO dalam penelitian ini merupakan jumlah total dari perkalian antara faktor emisi dan jenis kendaraan berdasarkan golongannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gupta et al. (2011) bahwa perhitungan beban emisi akan semakin akurat jika melibatkan jenis kendaraan dengan faktor emisi berdasarkan kecepatan yang beragam.

Nilai total beban emisi CO selama 24 jam di pintu tol Baranangsiang Bogor sebesar 148 674 gram/m.detik dan sebesar 173 100 gram/m.detik untuk hari libur dari perhitungan persamaan 13. Hal ini terkait dengan dominasi volume kendaraan berbahan bakar bensin sebagai penyumbang utama emisi CO, yakni mencapai 28 004 unit kendaraan pada hari kerja dan 32 628 unit kendaraan pada hari libur.

(38)

Gambar 7 Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi CO di pintu tol Baranangsiang Bogor pada hari libur (rerata tahun 2010-2012)

Gambar 8 Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi CO di pintu tol Baranangsiang Bogor pada hari kerja (rerata tahun 2010-2012)

Grafik pada Gambar 7 dan 8 menunjukkan beban emisi CO dan volume kendaraan di pintu tol Baranangsiang Bogor. Hasil perhitungan beban emisi CO baik pada hari kerja maupun hari libur di lokasi ini umumnya memiliki pola yang serupa dengan volume kendaraan yang melintas pada waktu yang sama. Pada hari libur, beban emisi maksimum CO terjadi pada pukul 15.00-16.00 WIB sebesar 12 262 gram/m.detik dengan volume kendaraan maksimum mencapai 4621 unit.

Pada hari kerja, volume kendaraan maksimum pada pukul 16.00-17.00 WIB sebesar 3938 unit dan memiliki beban emisi CO sebesar 10 111 gram/m.detik.

Sebelumnya pada hari Rabu tanggal 19 Desember 2012, BPLHD Jawa Barat juga mencatat beban emisi CO di Jl. Pajajaran menuju pintu tol Baranangsiang Bogor sekitar 26 991 gram/m.detik dengan total kendaraan non sepeda motor sekitar 14 864 unit. Beban emisi CO maksimum sebesar 4376 gram/m.detik pada sore hari dengan volume kendaraan maksimum mencapai 2342 unit. Faktor emisi

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

0 1000 2000 3000 4000 5000

Beban Emisi CO (gram/m. detik)

Jumlah Kendaraan (Unit)

Waktu

Kendaraan di Hari Libur Emisi CO di Hari Libur

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

0 1000 2000 3000 4000 5000

Beban Emisi CO (gram/m. detik)

Jumlah Kendaraan (Unit)

Waktu

Kendaraan di Hari Kerja  Emisi CO di Hari Kerja

(39)

CO yang digunakan dalam penghitungan adalah 10-20 km/jam disebabkan rerata kecepatan kendaraan yang melewati ruas Jl. Pajajaran dalam rentang 12-23 km/jam. Hal ini pula yang menyebabkan beban emisi CO tersebut lebih rendah dibandingkan beban emisi CO dalam penelitian ini.

Kondisi Meteorologis Wilayah Kajian

Data meteorologi berguna untuk memperkirakan besaran dan dispersi polutan (Hassan 2006). Dalam penelitian ini data yang digunakan antara lain stabilitas atmosfer dan distribusi angin. Data tersebut berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Dramaga dan Stasiun Citeko. Data rerata Stasiun Dramaga dan Stasiun Citeko digunakan karena letak pintu tol diantara dua stasiun tersebut.

Kestabilan Atmosfer

Kelas kestabilan Pasquill mengacu pada kondisi kecepatan angin dan radiasi matahari (Hung 2010). Selama periode pengamatan tahun 2008-2012, diperoleh rerata kestabilan atmosfer antara Stasiun Dramaga dan Citeko dengan prosentase 75% kelas kestabilan B, disusul kelas kestabilan C sebesar 23% dan sisanya 2%

kelas kestabilan A-B. Kelas kestabilan B dipengaruhi oleh kecepatan angin dibawah 2 m/detik dan radiasi matahari yang berkisar antara 7.5-15 cal/cm2/jam.

Gambar 9 menunjukkan kestabilan atmosfer wilayah kajian.

Gambar 9 Persentase kestabilan atmosfer rerata Stasiun Dramaga dan Citeko selama periode 2008-2012

Pada kondisi kestabilan atmosfer B, yakni kondisi tidak stabil, massa udara cenderung bergerak turun karena temperatur massa udara lebih rendah dibandingkan temperatur atmosfer. Akibatnya konsentrasi polutan per satuan volume udara akan menjadi besar yang berakibat penambahan konsentrasi polutan. Morbidelli et al. (2011) juga menjelaskan bahwa ciri dari kondisi atmosfer yang tidak stabil adalah terjadinya arus vertikal kuat untuk gerakan massa udara naik dan turun sehingga menghasilkan pencampuran polutan yang cepat.

Kestabilan  A‐B 2%

Kestabilan B 75%

Kestabilan C 23%

(40)

Distribusi Angin

Windrose digunakan sebagai alat bantu dalam menentukan arah dan kecepatan angin dominan sebagai besaran vektor per satu periode. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah rerata dua stasiun BMKG yakni Stasiun Dramaga dan Stasiun Citeko. Hasil perhitungan Windrose selama pengamatan lima tahun periode 2008-2012 menunjukkan bahwa kecepatan dominan 1.26 m/detik sedangkan resultan arah dominan sebesar 3020. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Hasil Windrose data lima tahun (2008-2012) rerata Stasiun Dramaga dan Citeko

Hasil Windrose menunjukkan arah angin dominan sebagian besar dari arah Barat (3020) hingga Utara (3600). Apabila arah angin dominan yang berhembus melewati ruas jalan sekitar pintu tol Baranangsiang, maka tidak seluruh arah angin tersebut tegak lurus terhadap jalan. Hanya arah angin dari Barat (3020) saja yang tegak lurus, sisanya memiliki nilai sudut antara 3150-3600 terhadap ruas jalan tersebut.

Persentase kecepatan angin dominan yang bertiup di sekitar pintu tol Baranangsiang umumnya berada di bawah 2 m/detik. Kecepatan angin yang rendah yakni 1.26 m/detik cenderung memperlambat proses adveksi polutan sehingga terjadi difusi lebih cepat. Akibatnya konsentrasi polutan akan menjadi lebih tinggi pada wilayah kajian. Hal ini didasarkan pada penelitian Essa dan El- Otaify (2007) dan Sharan et.al. (2009).

Referensi

Dokumen terkait

pada hal ini untuk mengatasi permasalahan tersebut lahirlah forum -forum yang peduli untuk mengatasi kejahatan - kejahatan (Cyber Crime) pada komputer dan undang -

Kajian ini hanya dilakukan terhadap juruukur tanah berlesen di Pulau Pinang maka dapatan dalam kajian in hanya boleh merujuk kepada juruukur tanah berlesen di Pulau

Intervensi yang GLODNXNDQ GHQJDQ PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ 0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ EHUVLIDW  NDOL OHELK KDOXV dari sutra dan 30 kali lebih halus dari katun,

Gambar di bawah menunjukkan berbagai macam elusi untuk mengambil uranium pada kolom yang berisis silika-TBP: Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan eluen

Strategi kebahasaan Presiden Jokowi dalam menanamkan ideologi dan menifes- to pemerintahan dilakukan dengan me- manfaatkan aspek-aspek formal teks pidatonya yang berjudul Di

Obat bius local / anastesi local atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local pada jaringan saraf dengan kadar 

Penyampaian informasi juga ru- tin dilakukan Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bogor melalui kerjasama dengan media massa, baik cetak mau- pun elektronik dan

Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi makanan dan minuman tidak boleh merugikan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yang