POLA KOMUNIKASI PASANGAN SUAMI ISTRI PASCA
PERSELINGKUHAN DALAM MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGA
(Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Pasangan Suami Istr i Pasca Per selingkuhan Dalam Memper ta hankan Rumah Tangga Studi Kasus
Per selingkuhan Salah Satu Diantar a Mer eka)
SKRIPSI
Oleh :
ESTIKA RAHMADHANY PUTRI INDRIYATNA
0843010167
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2012
DIANTARA MEREKA
(
Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Pasangan Suami Istr i Yang Ber selingkuh Dalam Memper tahankan Rumah Tangga Studi Kasus Per selingkuhan SalahSatu Diantara Mer eka) Disusun Oleh :
ESTIKA RAHMADHANY PUTRI INDRIYATNA NPM. 0843010167
Telah disetujui untuk mengikuti ujian skr ipsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
J uwito S.Sos, M.Si. NPT. 3 6704 95 0036 1
Mengetahui DEKAN
Dr a . Hj. Supar wati, Msi NIP.195 507 181 983 022 001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
POLA KOMUNIKASI PASANGAN SUAMI ISTRI PASCA PERSELINGKUHAN DALAM MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGA
(Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Pasangan Suami Istr i Pasca Per selingkuhan Dalam Memperta hankan Rumah Tangga Studi Kasus Per selingkuhan Salah Satu
Diantar a Mer eka) Oleh:
ESTIKA RAHMADHANI PUTRI INDRIYATNA 0843010167
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Pembangunan nasional “Veteran” Jawa Timur Pada 14 Juni 2012
TIM PENGUJ I
Pembimbing Utama 1. Ketua
J uwito S.Sos, M.Si J uwito S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1 NPT. 3 6704 95 0036 1
2. Sek er tar is
Dr s. Saifuddin Zuhr i, MSi NPT 3 7006 94 00351 3. Anggota
Dr s. Kusnar to, M.Si
NIP. 1958 0801 1984 0210 04
Mengetahui, DEKAN
Dr a. EC. Hj. Supar wati, M.Si NIP : 195 5071 8198 3022 001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
DALAM MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi suami istri pasca perselingkuhan. Karena setiap pasangan memiliki cara berkomunikasi dalam rumah tangganya terutama setelah perselingkuhan terjadi dalam hubungan tersebut. Disamping itu, hubungan pernikahan merupakan suatu hubungan yang terdiri dari suami, istri dan anak, tidak ada pihak lain baik wanita lain, atau pria lain.
Teori komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi yaitu pola keseimbangan, pola keseimbangan terbalik, pola pemisah tidak seimbang, pola monopoli. Teori – teori ini menggambarkan bagaimana pola komunikasi suami – istri sehari – hari. Penelitian menggunakan teknik wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban dari narasumber
Hasil dari penelitian yang dilakukan diketahui jika pola komunikasi suami istri dalam mempertahankan rumah tangga pada kasus perceraian yaitu bola komunikasi pemisah tidak seimbang. Alasan dari perselingkuhan dari informan diantaranya adalah masalah ekonomi, lingkungan, perhatian, dan kebiasaan.
ABSTRACT
This study aims to determine the communication patterns of post-marital affair. Because each partner has a way of communicating in the household, especially after the affair occurred in the relationship. In addition, the marriage relationship is a relationship that consists of husband, wife and children, none of the other party either another woman or another man.
Communication theory used is the communication pattern is a pattern of balance, the pattern reversed the balance, not balanced separator pattern, the pattern of monopoly. Theory - This theory describes how the communication patterns husband - wife a day - today. Research using in-depth interview techniques to obtain answers from the interviewees
The results of the research conducted is unknown if the pattern of marital communication in maintaining the household in case of divorce that is not balanced separator communication sphere. The reason of the infidelity of the informants include economic issues, environmental concerns, and habits.
Kata kunci : Pola Komunikasi Suami Istr i, Selingkuh
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “POLA KOMUNIKASI PASANGAN SUAMI ISTRI PASCA PERSELINGKUHAN DALAM MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGA (Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Pasangan Suami Istr i Pasca Per selingkuhan Dalam Memper tahankan Rumah Tangga Studi Kasus Per selingk uhan Salah Satu Diantar a Mer eka)” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Juwito, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Selain itu penulis juga menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ec. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Sumardjijati, M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, terima kasih untuk segala ilmunya.
6. Sayang ku (Eko Irianto) terima kasih buat Doa dan Supports nya yang tanpa henti. Always Love you!
7. Buat teman – teman seperjuangan Nindy Ragil, Sheila Charlina, Fitra Nanda, Hendrico Sebastian, Duwi Novitasari, Dinduth, Embah Ayu, makasih udah ikut kasi dukungan semangat ngerjain skripsinya, hhoo
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini akan ditemukan banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Surabaya, 18 Juni 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 14
1.3 Tujuan Penelitian ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
2.1 Landasan Teori ... 16
2.1.1 Komunikasi ………... 16
2.1.2 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 16
2.1.3 Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 19
2.1.4 Pengertian Pola Komunikasi... 20
2.1.5 Informan ... 22
2.1.6 Pernikahan ... 23
2.1.7 Pengertian Suami Istri ... 24
2.1.8 Peranan Suami Istri ... 25
2.1.9 Hubungan Romantis Berkomitmen Dalam Pernikahan ... 25
2.1.10Komunikasi Keluarga ... 27
2.1.11Fungsi Keluarga ... 28
2.1.12Fase Kritis Dalam Pernikahan ... 31
2.1.13Ketertarikan Dalam Hubungan Romantic Diluar Pernikahan...………...32
viii
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Metode Penelitian ... 40
3.2 Konsep Operasional ... 41
3.3 Informan ... 42
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.5 Teknik Analisis Data ... 44
3.6 Identitas Informan………... 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 47
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ……… 47
4.1.1 Gambaran Ummum Objek Penelitian………. 47
4.1.2 Penyajian Data ……… 48
4.1.3 Identitas Informan ……….. 49
4.2 Analisis Data ……… ... 51
4.2.1 Pola Komunikasi Antar Suami Istri……… 51
4.2.1.1 Keluarga 1 ………. 51
4.2.1.2 Keluarga 2 ……… 56
4.2.1.3 Keluarga 3 ……… 61
4.2.1.4 Keluarga 4 ……… 66
4.3 Pembahasan ………. 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
ix
DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Di era informasi, sangat banyak sumber infromasi yang dapat dipilih
untuk dipelajari, digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan atau
sekedar untuk sarana bersenang-senang. Ada berbagai cara sekarang untuk
mendapatkan informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik. Informasi yang
dapat kita peroleh dari media cetak yaitu melalui surat kabar dan juga tabloid salah
satu contohnya, begitu juga media elektronik yang bisa kita dapatkan melalui TV
maupun radio.
Dari berbagai informasi pemberitaan, peneliti tertarik dengan pemberitaan
tentang pasangan suami istri yang menggugat cerai. Dari 3945 kasus perceraian di
kota Surabaya pada tahun 2011, terdiri beberapa factor diantaranya cemburu
sebanyak 566 kasus, ekonomi sebanyak 660 kasus, tidak ada tanggung jawab
sebanyak 893 kasus, gangguan pihak ketiga 915 kasus, dan tidak adanya
keharmonisan sebanyak 911 kasus.
Salah satu yang menjadi daya tarik peneliti yaitu kasus perceraian dengan
kasus gangguan pihak ketiga dengan jumlah 915 kasus dari total 3945 kasus
perceraian yang tercatat di pengadilan agama Surabaya, maka perceraian dengan
gangguan pihak ketiga dengan besarnya prosentase 23%. Tergolong paling banyak
2
penggugat kasus perceraian dengan alasan pihak ketiga atau biasa disebut
perselingkuhan.
Namun, dari sekian banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi
perselingkuhan, peneliti juga banyak menemukan kasus perselingkuhan tidak dengan
akhir perceraian. Jadi tidak semua kasus perselingkuhan berakhir dengan kata
perceraian.
Extra Marital Affair,
istilah modern yang kerap dipakai untuk
mengartikan selingkuh sebagai “selingan indah keluarga utuh”, yang sesungguhnya
tidaklah memberikan keindahan dalam keluarga, apalagi dalam menjaga keutuhan
sebuah keluarga. Perselingkuhan bisa dikatakan sebagai bentuk penghianatan tehadap
komitmen yang telah dibuat saat pasangan mengucapkan janji pernikahan. Akibat
dari prselingkuhan tentunya kemunduran dalam hubungan suami istri atau bahkan
keluarga bersangkutan dan akan diikuti keruntuhan pernikahan tersebut.
Sebuah pernikahan pada awalnya didasari oleh sebuah hubungan romantis
yang berkomitmen. Hubungan ini sifatnya
voluntary, atau sukarela, antara dua
induvidu yang akan saling mengisi satu sama lain dalam kehidupan mereka. Dalam
hal ini tentunya posisi masing-masing induvidu tidak bisa digantikan oleh orang lain,
tidak seperti berganti tetangga atau teman sekantor. Seorang psikolog Amerika,
Robert J. Sternberg, mengembangkan Teori Segitiga Cinta. Menurut beliau, semua
jenis hubungan, baik itu hubungan pertemanan, kekasih, pasangan hidup ataupun
belahan jiwa, memiliki salah satu dari 3 elemen : passion (gairah), commitment, dan
intimacy
(keintiman). Tetapi untuk suatu hubungan romantic, harus terdiri dari 3
elemen tersebut. Meskipun kita bisa melihat dimensi ini secara berbeda-beda, namun
sesungguhnya ketiga dimensi ini saling melengkapi satu sama lain.
Passion misalnya, merupakan perasaan positif tentang orang tertentu,
seperti rasa tertarik pada saat pertama kali kita bertemu seorang laki-laki atau
perempuan. Contoh lainya adalah perasaan rindu jika kita telah lama tidak bertemu
dengan pasangan kita. Dalam sebuah hubungan romantic tentunya kita tidak bisa
mengandalkan gairah saja, karena gairah bisa naik turun seiring berjalanya waktu,
misalnya seiring perubahan fisik pasangan kita setelah istri melahirkan atau pada saat
suami sudah mulai bertambah tua. Kita perlu dimensi yang kedua yaitu komitmen,
karena dalam suatu hubungan romantic, dua individu memutuskan untuk menjadi
bagian dari satu sama lain serta menghabiskan sisa hidup mereka bersama-sama. Saat
passion mulai turun dalam hubungan pernikahan, commitment berperan sangat
penting dalam menjaga keutuhan hubungan suami istri, karena dalam commitment
terkadang tanggung jawab, salah satunya terhadap janji pernikahan, dan bukan hanya
nafsu atau gairah.
Intimacy, atau keintiman adalah dimensi ketiga yang paling bisa
dikatankan dasar dari kedua dimensi diatas. Suatu hubungan romantis akan
mengalami perkembangan seiring dengan waktu, kedua individu akan semakin
mengenal satu dengan yang lain, mereka akan mengetahui kebiasaan masing-masing,
4
kebaikan ataupun keburukan dari pasanganya. Lewat pengenalan lebih lanjut,
disinilah akan terjalin hubungan yang semakin intim dimana komitmen juga
bertumbuh seiring dengan keintiman yang semakin terbangun. Jika kedua individu
semakin hari semakin menemukan ketertarikan diantara mereka maka seiring dengan
berjalanya waktu, komitmen mereka untuk bersama akan semakin kuat, begitu juga
passion diantara mereka, sebaliknya jika dalam proses saling mengenal didapati
hal-hal yang saling bertentangan maka komitmen maupun passion mereka bisa pudar.
Keintiman melibatkan perasaan dekat antara kedua pasangan lewat hubungan yang
telah di jalin. Antara passion dengan intimacy mempunyai hubungan yaitu keduanya
sama-sama terlibat dalam perasaan positif yang kuat, sedangkan keintiman dengan
komitmen juga mempunyai hubungan yaitu mereka bertumbuh seiring dengan
pengenalan satu sama lain dan kecocokan diantara pasangan tersebut.
Proses membangun keintiman memerlukan waktu dan keterbukaan antara
kedua belah pihak, kadang saat membangun hubungan romantic, banyak hal-hal
ataupun kebiasaan buruk yang ditutup-tutupi. Kedua belah pihak saling menunjukan
sisi positif masing-masing, lalu memutuskan untuk menjalin hubungan pernikahan.
Saat pernikahan mulai dibangun, pasangan suami istri akan mulai lebih banyak
menghabiskan waktu untuk bersama. Dalam proses ini tentunya tidak hanya hal-hal
baik yang akan terungkap, tapi akan juga banyak hal-hal buruk dalam diri
masing-masing pasangan akan terlihat. Kejadian seperti ini sering terjadi karena dalam proses
membangun hubungan menuju pernikahan, seringkali banyak hal-hal tertentu yang
tidak terungkap jika belum tinggal bersama dalam satu atap serta bertemu hampir
setiap hari sejak bangun tidur hingga malam nanti.
Saat pasangan mulai menikah, maka hal-hal mengejutkan akan terjadi.
Mulai dari hal-hal kecil seperti mendengkur saat tidur, sifat manja, hingga malas yang
berlebihan. Hal-hal ini cenderung berhubungan dengan kebiasaan hidup
masing-masing pasangan. Namun bisa juga datang dari orang tua, mertua, saudara maupun
pasangan kita. Mungkin orang tua atau mertua kita terlalu banyak ikut campur dalam
urusan rumah tangga kita dan pasangan kita terlalu peduli dengan adik-adiknya
sehingga sering menghabiskan penghasilan untuk membantu keluarga adik-adiknya
dan kurang peduli dengan uang sekolah anaknya sendiri.
Saat masalah-masalah diatas mulai terjadi, maka diperlukan komitmen
yang kuat serta usaha-usaha untuk mempertahankan dan membangun keintiman
hubungan pernikahan tersebut. Jika tidak ada komitmen yang kuat, proses
membangun keintiman tidak pernah terjadi, yang ada justru adalah perasaan ‘salah
pilih’ terhadap pasangan yang sedang ada bersama mereka saat ini. Jika perasaan ini
dibiarkan, sudah tentu akan sering terjadi pertengkaran serta keretakan dalam rumah
tangga tersebut dan hilangnya passion (gairah) dalam hubungan mereka. Saat itu
berbagai masalah-masalah kecil bisa menjadi besar siap untuk menenggelamkan
bahtera pernikahan mereka.
6
Saat pasangan kita terlihat buruk di pandangan kita, dan ada pihak ketiga
yang serta merta lebih baik mungkin lebih perhatian, lebih menjanjikan secara
ekonomi, lebih muda serta lebih cantik dan tampan, maka mulai terbuka kesempatan
dan keinginan untuk berselingkuh. Bahkan setelah memutuskan untuk berselingkuh,
ada pasangan – pasangan yang meninggalkan suami maupun istri mereka dan pergi
jauh untuk hidup dengan selingkuhan mereka di tempat yang menurut mereka labih
baik, dan tentunya lebih aman untuk berselingkuh.
Perselingkuhan tidak selalu terjadi lewat proses kemunduran hubungan
yang bertahap, ada kalanya dalam rumah tangga yang berjalan sangat baik, tiba – tiba
terbongkar bahwa salah satu dari pasangan tersebut ada yang selingkuh, saat itu salah
satu pasangan biasanya akan mengalami guncangan yang sangat berat. Namun, jika
perselingkuhan itu terjadi lewat kemunduran yang sifatnya bertahap, bisa jadi karena
salah satu pasangan menjalin kedekatan dengan seorang lain dan hubungan yang baru
ini perlahan-lahan menyingkirkan hubungan yang lama.
Joseph A. Devito mencatat kemunduran ini karena salah satu pasangan
tidak lagi menemukan ketertarikan secara fisik maupun personal terhadap
pasangannya, atau juga kala dia tidak lagi merasakan kedekatan dalam hubungan
tersebut dan perbedaan yang ada mulai menjadi masalah yang berarti. Dia juga
menambahkan bahwa kemunduran dalam suatu hubungan bisa terjadi saat kita
merasakan bisamelakukan hal-hal yang lebih baik dengan orang lain dibanding
dengan pasangan kita sekarang. Dia juga menambahkan factor financial sebagai salah
satu penyabab berakhirnya suatu hubungan, separti kesulitan membiayai kebutuhan
sehari-hari pasangan tersebut. (Devito, 2004 : 264-265 )
Rumah tangga artis Robby Sugara adalah salah satu yang pernah
mengalaminya. Pada tahun 1984, dunia perfilman Indonesia mengalami goncangan
sehingga Robby Sugara harus mencari cara lain untuk mendapatkan penghasilan.
Dengan harapan nama Robby Sugara sebagai direktur bisa mendatangkan keuntungan
terhadap perusahaan yang akan dibangun, Robby memulai bisnis dengan seorang
temannya. Bisnis ini akhirnya bangkrut dan menyedot banyak asset pribadinya.
Keadaan financial Robby semakin terjepit, karena harus menghidupi
seorang istri dan tujuh anak. Ditengah krisis tersebut, rekan bisnisnya mengenalkan
Robby dengan seorang wanita, yang menurutnya memiliki koneksi dan relasi bisnis
luas sampai ke pejabat tinggi dan keluarga Cendana. Harapan mereka saat itu adalah
nama besar Robby Sugara sebagai artis berwajah ganteng bisa membuat wanita itu
tertarik memberikan banyak bisnis besar pada mereka. Harapannya tekabul, wanita
itu langsung tertarik pada Robby Sugara. Bahkan bukan hanya sampai di bisnis saja,
hubungan pribadi Robby dan wanita tersebut semakin hari semakin dekat, dan
keluarga semakin terabaikan. Puncaknya Robby pergi jauh dari Jakarta dan
menikmati hidup dengan wanita tersebut. Robby meninggalkan Bertha istrinya
beserta tujuh anaknya, yang paling kecil berusia 9 bulan. (
www.lintasberita.com
)
8
Saat menuturkan kesaksian diatas pada salah satu perkumpulan pengusaha
di Surabaya, dia bercerita bahwa saat itu dirinya dihadapkan pada 2 pilihan,
kehidupan yang lebih baik dengan status financial yang lebih tinggi atau menjaga
komitmen pernikahannya dengan istri dan ketujuh anaknya. Jika Robby memutuskan
untuk kembali kepada keluarganya, maka dia harus menanggung hutang perusahaan
yang besar dan biaya makan serta sekolah anak-anaknya. Akhirnya nama besar serta
iming-iming kehidupan financial yang baik bersama rekan bisnisnya yang baru
membuat Robby menghianati komitmen pernikahanya.
Perselingkuhan tentunya akan merugikan salah satu pihak dalam
hubungan tersebut, khususnya dari pihak pasangan yang merasa telah memegang
teguh komitmen tersebut. Selanjutnya, dampak berupa kemunduran hubungan suami
dengan istri dalam suatu pernikahan adalah hal yang akan terjadi. Saat itu kualitas
dan kuantitas komunikasi akan semakin menurun seiring juga tumbuhnya kebencian
dan dendam atas apa yang menimpa hidup masing-masing. Pada masa-masa seperti
ini pemulihan biasanya semakin sulit terjadi, karena pasangan cenderung untuk tidak
mau berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Mereka menghindari masalah
yang sedang terjadi, cenderung lari dari kenyataan dan menilai diri sendiri maupun
pasanganya menurut persepsinya masing-masing. ( Julia T. Wood, 2004 : 306-307 )
Namun pemulihan hubungan dalam keluarga yang pernah retak atau
bahkan telah hancur, bukanlah hal yang mustahil. Rumah tangga artis Robby Sugara
dengan Bertha, istrinya adalah salah satu yang berhasil pulih dari kehancurannya.
Robby yang akhirnya meninggalkan Bertha dan anak-anaknya selama 14 tahun
karena berselingkuh dengan rekan bisnisnya akhirnya kembali kepada keluarganya
dan saat ini pasangan tersebut telah mengalami pemulihan masalah rumah tangga
mereka yang luar biasa.
Robby sempat menuturkan tentang kerinduan terhadap ke tujuh anaknya
yang telah membawanya kembali kepada keluarganya dan meninggalkan
selingkuhannya beserta segala kemewahan hidup. Pada awalnya kesaksian Robby
masalah financial adalah masalah utama yang dia pergi meninggalkan keluarganya
saat itu. Krisis financial tersebut salah satunya juga akibat dari banyaknya anak yang
dimiliki Robby bersama Bertha istrinya. Disini, anak bisa jadi penyebab terjadinya
keretakan dalam keluarga namun juga bisa menjadi pemersatu yan ampuh dalam
keluarga. Dalam pembahasan Julia T. wood tentang Family Life Cycle dia
menuliskan tentang keretakan yang mungkin dialami oleh keluarga, baik yang tidak
bisa memiliki anak maupun yang mempunyai anak dalam suatu keluarga. Anak
dalam keluarga dapat memberikan kebahagiaan, namun juga dapat berpotensi
menjadi akibat dari keretakan dalam rumah tangga.
Tidak sedikit suami istri yang berselingkuh memiliki keinginan untuk
lepas dari pasangan selingkuhannya dan kembali kepada keluarganya, namun ada
banyak hal yang menghalangi, mulai dari ego ataupun hambatan-hambatan dalam
berkomunikasi. Peneliti juga menemui pasangan suami istri berselingkuh yang rindu
mengalami pemulihan dalam rumah tangga mereka, namun hingga kini konflik dan
10
pertengkaran masih terus mewarnai hubungan mereka. Beberapa dari mereka bahkan
sudah lebih dari 5 tahun berjuang melewati masa-masa yang berat tersebut, hanya
saja belum bisa membangun hubungan yang berkualitas seperti Robby Sugara.
Namun pemulihan bukan hal yang mustahil karena keluarga adalah system
kemanusiaan sehingga mereka mempunyai potensi untuk bertumbuh dan berubah kea
rah yang diusahaka, meskipun beberapa perubahan akan membutuhkan usaha, rasa
sakit, dan resiko yang lebih besar.
Salah satu ukuran pemulihan keluarga yang bisa dipakai adalah
keberhasilan pasangan tersebut menjadi sebuah keluarga yang sehat pasca
perselingkuhan, atau yang disebut Galvin sebagai functional family. Dalam bukunya,
Family Communcation : Coeson and Change, Galvin tidak memberikan definisi
secara langsung terhadap keluarga yang fungsional ini, namun ada pola-pola yang
diberikan oleh Galvin sebagai ukuran terhadap kesehatan keluarga. Pola itu meliputi :
penghargaan terhadap sesama anggota keluarga yang tinggi ; komunikasi yang terjadi
secara langsung, jelas, spesifik, dan jujur; peraturan yang ada cenderung fleksibel,
berperikemanusiaan, layak, dan bisa berubah; keluarga ini juga memiliki hubungan
ke lingkungan social mereka dengan baik dan terbuka. ( Kathleen M. Galvin, 1992 :
312 )
Dari berbagai pendekatan yang ada di buku tersebut, kita bisa melihat
hubungan komunikasi yang baik antara anggota keluarga selalu menjadi topic utama
dalam berbagai pemulihan program keluarga yang ditulis di buku tersebut. Dari
hubungan keluarga yang baik kita bisa juga menemukan peran orangtua juga mertua
dalam membantu proses membangun hubungan keluarga menuju
functional family.
Meskipun dalam buku trsebut tidak dibahas secara mendalam tentang kasus-kasus
pemulihan keluarga yan mengalami perselingkuhan, namun ada 5 unsur yang penting
disimpulkan oleh Galvin.
Menurut Galvin, dalam meningkatkan hubungan keluarga kita perlu
menaruh perhatian pada hal-hal berikut : komunikasi yang berempati, penghargaan
terhadap perasaan masin-masing, kemampuang dalam mengungkapkan sesuatu,
keterbukaan diri, dan fleksibilitas behavioral atau perubahan dan pembentukan
kebiasaan – kebiasaan baru yang lebih membangun. Bahkan dalam kesimpulan yang
diberikan Galvin, pembentukan dan pengarahan terhadap kemampuan berkomunikasi
mendapat penekanan yng lebih. Hal ini menunjukan pentingnya komunikasi dalam
meningkatkan maupun menjaga kualitas hubungan dalam keluarga.
Disini peneliti akan melihat lebih jauh tentang kekuatan komunkasi dalam
hubungan pasangan suami istri, yang bukan saja telah mengalami kemunduran,
namun yang sudah hancur karena perselingkuhan. Pola komunikasi yang digunakan
dari hari ke hari akan sangat menentukan arah hubungan suami istri yang sedang
dibangun kembali dari awal ini. Dalam beberapa kasus seringkali ditemui
pasangan-pasangan yang memulai pemulihan mereka dengan tekad baja, namun mengalami
banyak kegagalan karena menemui hambatan daam berkomunikasi dengan pasangan.
12
Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara mendalam
dengan para pasangan yang telah pernah mengalami perselingkuhan dalam keluarga.
Setiap pasangan dalam penelitian ini pernah mengalami goncangan dalam rumah
tangga mereka akibat perselingkuhan, mereka disakiti dan ditinggalkan oleh
pasangannya. Namun sekarang mereka telah mengalami pemulihan dan memiliki
keluarga yang sehat, beberapa diantara mereka bahkan menjadi konselor dan
membimbing banyak pasangan menuju pemulihan seperti yang mereka alami.
Hal-hal yang harus dilewati tentunya adalah permintaan maaf akan
kesalahan di masa lalu, namun pihak yang disakiti harusrela menerima permintaan
maaf dengan lapang dada kembalinya pasangan yang telah berselingkuh. Begitu juga
pelaku perselingkuhan juga harus meninggalkan pasangan selingkuhannya dan
berkomitmen untuk tidak akan kembali ataupun mengulang kesalahan yang sama. Hal
ini tentunya juga diimbangi leh pihak pasangan yang telah disakiti untuk memberikan
kesempatan belajar dan tidak mengungkit-ungkit kesalahan terkait dengan
perselingkuhan di masa lalu.
Pasangan pasca perselingkuhan yang berhasil pulih tentunya mempunyai
pola komunikasi yang produktif dalam membangun hubungan pernikahan mereka
kembali, karena luka yang ada akibat perselingkuhan tidaklah mudah sembuh.
Bayang-bayang penghianatan yang pernah terjadi tentunya akan kerap menghantui
pemulihan yang diinginkan oleh setiap pasangan. Pertengkaran dan saling
mengungkit kesalahan masing-masing sangat mungkin terjadi, karena komunikasi
diantara mereka tidak akan serta merta puli seperti janji pernikahan yang baru saja
diucapkan. Permintaan maaf dan penyesalan adalah langkah awal, akan tetapi tidak
bisa begitu saja dijadikan sbagai landasan hubungan yang berhasil di kemudian hari.
Cara komunikasi yang mereka gunakan dalam menjaga serta membangun hubungan
kembali rumah tangga pasangan suami istri pasca perselingkuhan inilah yang akan
menjadi point dari penelitian ini.
Setelah pasangan melewati masa-masa gelap dalam kehidupan pernikahan
karena perselingkuhan, pemulihan yang telah terjadi harus terus dibangun dengan
baik menuju hubungan yang lebih tinggi, bahkan jika mungkin melebihi hubungan
romantic sebelum perselingkuhan. Dalam beberapa rumah tangga, suami istri mulai
mengidentifikasi masalah-masalah yang ada merencanakan strategi untuk
mengatasinya. Apabila kekerasan dan kata-kata kasar selama ini menjadi
permasalahan dalam hubungan mereka, maka pasangan tersebut harus mulai berlatih
untuk tidak saling menyakiti seperti dulu lagi, mereka mau tidak mau harus mulai
belajar untuk tidak menggunakan kata-kata kasar dan menjadikan kekerasan fisik
untuk setiap jalan keluar permasalahan, satu hal yang juga mmpengaruhi cepat
lambatnya pemulihan adalah kemampuan pasangan untuk mengendalikan diri dan
tidak mengungkit-ungkit kesalahan masalalu dari pasangan yang berselingkuh.
Selanjutnya hal-hal yang penting dan tidak boleh dilupakan adalah
mencari dan menyediakan waktu – waktu yang berkualitas untuk dihabiskan bersama,
misalnya untuk makan, karaoke, rekreasi, atau sekedar berbincang-bincang satu sama
14
lain. Kegiatan tersebut juga akan membangun komunikasi dalam keluarga jika antara
anak dan orang tua ada waktu untuk bersama, seperti ibu yang sering berkomunikasi
dengan anak perempuanya seputar kehidupan romantic ataupun untuk sekedar pergi
berbelanja bersama, lalu anak laki-laki dengan ayah nya membangun keintiman
dalam kegiatan dalam hobby yang sama. Galvin juga menuturkan tentang dampak
positif dari bulan madu kedua bagi pasangan – pasangan yang ingin meningkatkan
hubungan pernikahan mereka.
Pola komunikasi pasangan suami istri pasca perselingkuhan dalam
membangun keluarga yang sehat inilah yang menjadi perhatian utama dalam
penelitian ini. Secara ringkas bila dikatakan, peneliti ingin menggambarkan pola
komunikasi pasangan dalam memperbaiki hubungan mereka pasca perselingkuhan
dan serta membangun hubungan rumah tangga mereka hingga menjadi keluarga yang
sehat.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana pola komunikasi suami-istri pasca perselingkuhan dalam
mempertahankan rumah tangga?
1.3
Tujuan Penelitian
Menggambarkan pola komunikasi suami istri pasca perselingkuhan dalam
mempertahankan rumah tangga mereka
1.4
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran bagaimana pola
komunikasi yang bisa dipakai pasangan suami istri pasca perselingkuhan
dalam mempertahankan rumah tangga
16
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i 2.1.1 Komunikasi
Istilah komunikasi, berasal dari kata Latin Comminicare atau communis yang berarti sama ataumenjadikan milik bersama. Dalam komunikasi terdapat istilah komunikator yaitu menyampaikan pesan, sedangkan Komunikan yaitu orang yang menerima pesan. Berikut beberapa definisi komunikasi menurut beberapa ahli yaitu :
1. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang – lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (Komunikan). ( Carl I. Hovland )
2. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku penerima. ( Everett M. Rogers )
3. Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih (Tubbs & Moss ). ( Mulyana, 2005 )
2.1.2 Penger tian Komunikasi Inter per sonal
Menurut Muhamad (1995:158), komunikasi interpersonal merupakan komunikasi didalam diri. Di dalam diri manusia terdapat komponen-komponen
komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi hubungan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula dari diri orang.
Setelah melalui proses interpersonal tersebut, maka pesan-pesan disampaikan kepada orang lain. Menurut Muhamad (1995:159), Komunikasi interpersonal merupakan proses pertukaran informasi antara individu dengan individu lainnya, atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Dengan bertambahnya orang-orang yang terlibat dlam berkomunikasi, menjadi bertambah komplekslah komunikasi tersebut.
Komunkasi antarpribadi didefinisikan oleh Joshep A. DeVito dalam bukunya”The Inter-personal Communication Book” (DeVito 1989:4) sebagai ‘proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika”.
Berdasarkan definisi DeVito itu, komunikasi interpersonal dapat berlangsung antara dua orang yang sedang berdua-dua seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam satu pertemuan, misalnya anatara penyaji makalah dengan peserta seminar dan ketika seorang memberikan nasehat kepada anaknya yang nakal, seseorang instruktur yang memberikan petunjuk tentang cara mengoprasikan sebuah mesin, dan sebagainya. Pentingnya situasi komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang
18
menunjukan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi dalam bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Disitu terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.
Dibanding dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena itu terjadi kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi komunikator menyetir pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediat feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan, pada ekspresi wajah, dan gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan terus mepertahankan gaya komunikasi, sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.
Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan itulah, maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali dipergunakan untuk melontarkan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan dan rayuan. Dengan demikian maka
setiap pelaku komunikasi akan melakukan empat tindakan, yaitu membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan dan mengolah pesan dan keempat tindakan tersebut lazimnya berlangsung secara berurutan, oleh karena itu membentuk pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan tertentu.
2.1.3 Efek tivitas Komunikasi Inter per sonal
Menurut Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Comunication Book yang dikutip oleh Soemiati ada beberapa hal yang mendukung terciptanya efektivitas dalam komunikasi interpersonal yaitu :
1. Keterbukaan
Yakni adanya kemauan untuk membuka diri dalam menyatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya tepat disembunyikan yang berhubungan dengan komunikasi pada saat itu serta keterbukaan dalam member tanggapan secara spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain.
2. Empati
Sebagai suatu perasaan individu yang merasa sama seperti yang dirasakan orang lain (menempatkan diri pada posisi orang lain).
3. Dukungan
Yakni suatu dukungan situasi terhadap kritik maupun caci maki.
20
4. Rasa positif
Dimana komunikasi akan positif bila dirasakan situasi yang positif sehingga mau aktif dan membuka diri.
5. Kesamaan
Kesamaan baik dalam bidang pengalaman seperti sikap, perilaku, nilai, dan sebagainya.
2.1.4 Penger tian Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004 : 1)
Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengkaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah – langkah pada suatu aktifitas dengan komponen - komponen yang merupakan bagian terpenting hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.
Terdapat empat pola komunikasi antara suami intsri menurtu Joseph A. Devito (2007 : 277-278) mempunyai empat dasar komunkasi akan diperkenalkan dan tiap hubungan perorangan akan menunjukan sebagai suatu perubahan pada satu dari pola dasar adalah :
1. Pola keseimbangan
Pola keseimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya, tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada hubungan yang penting. Komunikasi yang terjalin antara suami istri sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin ataupun yang dipimpin, karena semua anggota kedudukannya sama.
2. Pola keseimbangan terbalik
Dalam pola keseimbangan terbalik, masing-masing anggota keluarga (suami-istri) mempunyai orientasi diatas daerah atau wewenang yang berbeda. Masing-masing suami istri adalah sebagai pembuat keputusan konflik yang terjadi antara keduanya (suami-istri), dianggap bukan ancaman oleh si suami atau istri karena keduanya memiliki keahlian sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya.
Dalam pola ini, suami dan istri memiliki keahlian masing-masing, sehingga antara suami istri yang sedang mengalami masalah, tidak akan saling meminta bantuan kepada pasangannya karena mereka mengerti akan kemampuan dan keahlian pasangannya dalam menyelesaikan konflik.
3. Pola pemisah tidak seimbang
Pola pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat antara kedua belah pihak (si suami atau istri). Sedangkan anggota
22
keluarga (si suami atau istri) yang dikendalikan membiarkannya untuk memenangkan argumentasi ataupun membuat keputusan.
Antara suami dan istri, ada salah satu pihak yang mendominasi, akan tetapi antara suami dan istri tidak memonopoli proses komunikasi yang terjadi. Mendominasi akan tetapi tetap memberikan kesempatan bagi pasangannya untuk membuat keputusan. Dalam pola ini, kesenjangan antara suami dan istri masih bisa diatasi, karena pasangan suami istri masih menghormati dan menghargai pasangannya.
4. Pola monopoli
Pola komunikasi keluarga monopoli ini, salah satu anggota keluarga (bisa istri ataupun suami) tampak sebagai pemilik otoritas. Dalam keluarga, hanya akan muncul sedikit argumen atau opini, karena semua anggota keluarga tahu siapa yang memimpin dan siapa yang akan menang argumennya. Konflik akan semakin pahit karena anggota keluarga tidak terlatih untuk membuat sebuah penyelesaian konflik. 2.1.5 Infor man
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Riset kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset. Hasil riset lebih kontekstual dan kaustik yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu riset dilakukan. Karena itu pada riset kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subyek penelitian (Krisyantono, 2007 : 161)
Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subyek penelitian yaitu pasangan suami istri yang berselingkuh baik pada pihak istri maupun
suami yang memiliki perbedaan dari segi budaya, kepercayaan, usia, dan jenjang pendidikan hingga pada pasangan yang tidak memiliki perbedaan tersebut karena dari segi usia, keyakinan, dan tingkat pendidikan pada posisi yang setara.
2.1.6 Penger tian Pernikahan
Pernikahan menurut Nowan, adalah ungkapan iman, yaitu terjadi persatuan dua tubuh dan pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang menaruh makna dan kebahagiaan hidupnya di dalam diri seseorang lainnya (Nowan, 2007:105).
Menurut Blood (1969), pernikahan itu sendiri merupakan sebuah kesatuan peran elemen yang terikat di dalamnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Jika salah satu mengalami hambatan atau tidak melaksanakan perannya maka akan terjadi ketimpangan sehingga terkadang elemen lainnya harus menggantikan untuk menjalankan peran tersebut. Jika istri sedang sakit, maka terkadang suami harus menggantikannya mengurus anak, mencuci piring, dan lain sebagainya.
Ketika suami istri berikrar untuk menikah, berarti masing-masing mengikatkan diri pada pasangan hidup. Kebebasan sebagai individu dikorbankan, pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Tiap pasangan harus belajar mengenai kehidupan bersama dan harus menyiapkan mental untuk menerima kelebihan sekaligus kekeurangan pasangannya dengan kontrol diri yang baik.
24
Suami istri adalah dua insan yang berbeda dalam hampir segala sifatnya. Sifat-sifat berbeda diantar keduanya sulit dipersatukan kecuali ada kesadaran diri untuk saling memahami satu sama lain. Salah satu ketidakcocokan dalam keluarga khususnya suami istri disebabkan karena adanya perbedaan pendapat yang memicu timbulnya konflik.
2.1.7 Penger tian Suami-Istr i
Suami dapat diibaratkan sebagai tiang dalam keluarga karena suami yang bertanggung jawab penuh kepada keluarga terutama istri. Suami harus menghormati dan menghargai istrinya begitu juga sebaliknya. Sebagai seorang suami, sudah seharusnya menjadi pendorong utama terhadap istri dalam beribadah dan beragama. Seorang istri sejatinya menjadi pasangan sumber kekuatan bagi suaminya untuk melaksanakan ibadah dan ritual yang diajarkan agamanya.
Istri adalah perempuan yang harus menjadi pendamping dan mendampingi suami dalam bahtera rumah tangganya. Istri harus mampu menjadi sahabat dan kawan dalam suka maupun duka bagi suaminya. Kewajiban dan tugas seorang istri adalah menjadi “psikologis” bagi suaminya yang sedang resah, stress dan depresi dalam persaingan dan kompetisi bisnis dan pekerjaan kantor. Begitu pentingnya fungsi istri sebagai pendamping kebahagiaan suami ( Mohammad Monib dan Ahmad Nurcholis, 2008:193-194).
2.1.8 Per anan Suami-Istr i
Suami istri secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam suatu keluarga. “Apakah peranan masing-masing” menurut (Dagun, 1990:46)
a. Peranan Suami :
1. Sumber kekuasaan dasar identifikasi 2. Penghubung dengan dunia luar 3. Pelindung terhadap ancaman dari luar 4. Pendidik segi rasional
b. Peranan Istri :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang 2. Tempat mencurahkan isi hati
3. Pengatur kehidupan rumah tangga 4. Pembimbing kehidupan rumah tangga 5. Pendidik segi emosional
6. Penyimpan tradisi
2.1.9 Hubungan Romantis Ber komitmen dalam Per nikahan
Saat lahir kedunia, kita tidak bisa memlih siapa yang akan menjadi keluarga atau ibu yang melahirkan kita, saat masuk ke bangku sekolah, kita juga tidak dapat memilih teman – teman yang akan belajar satu kelar dengan kita, saat kita membeli rumah di atu bagian kota tertentu, kita juga tidak bisa menentukan siapa saja yang akan menjadi tetangga kita di daerah tersebut. Banyak hubungan
26
yang terjadi begitu saja tanpa kita bisa memilih dengan siapa kita akan berinteraksi dalam lingkungan kita, begitu pula dalam lingkungan bekerja
Berbeda dengan hubungan romantic yang berkomitmen, yang secara khusus dalam penelitian ini adalah hubungan suami – istri dalam pernikahan, kita memiliki hal maupun kesempatan untuk memilih dengan siapa kita akan membagi sisa hidup yang ada. Kita bisa memilih siapa yang akan menjadi istri atau suami kita, seseorang yang akhirnya akan bersama – sama dengan kita membangun sebuah rumah tangga. Kesempatan untuk memilih ini ditulis oleh Julia T. Wood sebagai hubungan yang bersifat sukarela dan disengaja oleh dua orang individu yang berasumsi bahwa mereka akan menjadi bagian satu sama lain secara terus menerus.
Hubungan ini terkait antara 2 individu unik yang tidak bisa digantikan. Kita bisa berganti teman kerja, maupun berpindah rumah untuk berganti tetangga, namun untuk sebuah hubungan pernikahan, yang telah diikat oleh janji untuk saling bersama dalam suka maupun duka hingga kematian memisahkan keduanya, seharusnya tidak bisa digantikan begitu saja oleh pihak lain. Terutama unsure – unsure seperti romantisme dan perasaan seksual, adalah hal – hal yang khusus dan unik serta tidak menjadi bagian dalam keluarga dan persahabatan.
Terkait dengan unsure – unsure yang hanya ada dalam hubungan pernikahan, ada tiga dimensi dalam hubungan romantic menurut Robert J. Sternberg : Intimacy (keintiman), Commitment (komitmen), dan Passion (gairah). Meskipun 3 hal ini bisa dilihat secara terpisah, tapi sebenarnya dalam suatu
hubungan romantic, merekasaling mengisi dan berinteraksi dalam setiap bagian system hubungan yang romantic.
2.1.10 Komunikasi Keluar ga
Komunikasi keluarga adalah salah satu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan suami-istri dalam berkeluarga. Tanpa komunikasi keharmoniasan akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara suami-istri, orang tua dan anak perlu dibangun dengan baik dan harmonis dalam rangka membangun hubungan baik dalam keluarga (Djamarah, 2004:38)
Komunikasi interpersonal sering dilakukan dalam keluarga, kapanpun dan dimanapun, komunikasi interpersonal merupakan komunikasi keluarga yang berlangsung silih berganti dan timbal balik, baik itu antara suami dan istri maupun orang tua dan anak.
Komunikasi antara suami dan istri yang baik merupakan kunci dari keadaan keluarga. Karena peran suami-istri sebagai orang tua sangat penting, sehingga komunikasi yang berkualitas baik harus diterapkan suami-istri, agar kelak anak dapat mengambil contoh untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
Menurut Galvin (1991:218), komunikasi yang efektif dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, menghargai kebebasan dan privasi antar anggota keluarga. Tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering suami-istri melakukan komunikasi interpersonal, maka makin baik hubungan mereka. Persoalannya bukan berapa sering komunikasi dilakukan, tapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti
28
bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasi, melainkan kualitas dari komunikasi yang dilakukan suami-istri. (Rakhmat, 2002:129).
Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua tidak harmonis misalnya ketidaktepatan orang tua dalam memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan terjadi hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2001:205). Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Maka tak dapat dipungkiri, hubungan yang menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah hubungan dalam keluarga. Keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus (Moss, Tubbs, 2000:214).
2.1.11 Fungsi Keluarga
Menurut Yusuf (2001 :39-42), dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diklarifikasikan kedalam fungsi – fungsi berikut :
1. Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata social yang memberikan legalitas, kesempatan, dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi :
a. Sandang, pangan, papan b. Hubungan suami istri
c. Reproduksi atau pengembangan keturunan 2. Fungi Ekonomis
Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitive. Para anggota keluarga bekerjasama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.
3. Fungsi Edukatif (Pendidikan)
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya ataumediator” social budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbing atau pembiasan nilai – nilai agama, budaya dan keterampilan – keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak
4. Fungsi Sosialisasi
Lingkungan keluarga merupakan factor penentu (determinant factor) yang akan sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan dating. Keluarga befungsi sebagai miniature masyarakat yang mensosialisasikan nilai – nlai atau peran –peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin). Mau bekerjasama dengan orang lain, mau bertanggung jawab dan
30
bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, psikologis) bagi para anggotanya.
5. Fungsi Protektif (perlindungan)
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidak nyamanan (fisik psikologis) bagi para anggotanya.
6. Fungsi Rekreatif
Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi para anggotanya. Maka dari itu, keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, maka bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.
7. Fungsi Religious (agama)
Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai – nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing, atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban – beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan oranglain, serta
berpartisipasi aktif dalam memberikan konstribusi secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.
2.1.12 Fase Kr itis dalam Per nikahan
Menurut Dr. Joseph Abraham seorang psikolog sekaligus konselor mengatakan bahwa tiap perkawinan tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa fase yang harus di lewati tiap pasangan suami istri yaitu :
1. Fase Bulan Madu
Ini adalah fase di bulan – bulan awal pernikahan. Rasa ketertarikan termasuk kegiatan bercinta masih sangat aktif. Pasangan hidup dalam kebahagiaan, seperti di negeri dongeng.
2. Fase Akomodasi
Fase ini di mulai sekitar enam bulan pertama pernkahan. Pasangan mulai kembali ke dunia nyata dimana gelmbang kecil pernikahan mulai timul. Banyak hal – hal yang harus dikompromikan diantara keduanya, namun komunikasi adalah kunci utama dalam menyelesaikan fase ini dengan baik sehingga kata sepakat bias tercapai.
3. Fase Tantangan
Pasangan mulai di hadapkan dengan berbagai masalah baik dari diri sendiri atau keluarga. Harapan – harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan akan menjadi boomerang dalam sebuah pernikahan. Dalam fase ini pertengkaran akan terjadi jika komunikasi mulai berjalan
32
kurang lancer. Terkadang pihak ketiga dapat bersifat netral diperlukanuntuk membantu menyelesaikan masalah.
4. Fase Persimpangan
Saat masalah yang terjadi tak terduga dapat diselesaikan dengan baik dan cenderung berujung pada pertengkaran tiada akhir, pasangan mulai dihadapka dengan pilihan yaitu pernikahan layak dipertahankan atau malah diakhiri.
5. Fase Terlahir Kembali
Fase ini adalah keadaan saat pasangan merasakan ketenangan kembali setelah berhasil menghadai aneka tantangan. Hidup mereka terlahir kembali seperti pengantin baru.
2.1.13 Keter ta r ikan dalam Hubungan Romantis di Luar Per nikahan
Pernikahan adalah salah satu bukti bahwa kita tertarik dengan seorang laki – laki atau perempuan dan tidak dengan yang lain, lalu kita menikahinya. Berkaitan dengan attraction theory, Joseph A. Devito menyatakan 3 faktor utama yang menjadi dasar ketertarikan seseorang dalam membangun suatu hubungan. Ketertarikan yang dimaksud disini bisa saja terjadi diluar pernikahan tersebut. Ketiga faktor tersebut adalah :
1. Penampilan fisik dan per sonalitas
Kecantikan maupun ketampanan akan menarik seseorang untuk membangun hubungan romantis. Sebelum menikah, faktor fisik juga menjadi pertimbangan setiap pribadi dalam menentukan
pilihan. Hal ini juga tidak bisa dipisahkan dari personalitas orang tersebut. Setiap kita tentu lebih tertarik dengan orang yang berkarakter menyenangkan dibanding orang lain yang menyebalkan. Ketertarikan bisa bertambah maupun berkurang, begitu juga setelah pernikahan terjadi. Seiring berjalanya waktu fisik seseorang bisa berubah, bahkan setelah menikah bertahun – tahun berbagai karakter buruk yang tidak pernah muncul dalam pacaran bisa muncul satu persatu dan mengakibatkan banyak konflik dalam rumah tangga tersebut. Dengan adanya konflik dan ketidak puasan seseorang terhadap pasangannya, hal ini akan membuka kesempatan bagi pribadi lain atau pihak ketiga di luar pernikahan untuk masuk dan mengisi ruang – ruang kosong dalam pernikahan tersebut.
2. Proximity (kedekatan)
Kedekatan juga faktor penting dalam ketertarikan. Conoth nyata dalam persahabatn adalah kita akan menghabiskan waktu dengan teman – teman yang sehobi dengan kita dan memiliki potensi untuk sering berkegiatan bersama, entah karena berada dalam satu kantor ataupun tinggal di satu lingkungan yang sama. Saat terjadi ketidak puasan dalam pernikahan, keberadaan orang – orang di sekitar kita akan mempengaruhi keutuhan pernikahan kita. Teman – teman kantor yang lebih menarik secara fisik maupun personalitas
34
dibanding dengan pasangan kita tentu akan membuka celah untuk terjadinya perselingkuhan.
3. Similiarity (Kesamaan)
Semakin banyak kesamaan atau kecocokan akan membuat kita semakin tertarik dengan orang itu. Saat kita mulai mengenal seseorang yang memiliki pola pikir yang sama, kesukaan yang sama, selera makan yang sama, hobi yang sama, cepat lambat kita akan merasa cocok dengan orang tersebut dan merasa bisa membangun hubungan yang baik dengan mereka. Begitu juga saat hubungan kita dengan pasangan pernikahan kita mulai retak, dan secara tidak sengaja kita bertemu dengan orang yang cocok dengan kita, memiliki pola pikir yang sama, bahkan situasi memungkinkan kita untuk banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan dengan orang tersebut. Dan jika dia adalah lawan jenis, maka ada kemungkinan untuk terjadi perselingkuhan.
2.1.14 Per selingkuhan sebagai Pelanggaran Komitmen Hubungan Romantis dalam Per nikahan
Perselingkuhan adalah hubungan pribadi diluar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh unsur – unsur : (1) saling ketertarikan (2) saling ketergantungan (3) saling memenuhi secara emosional dan seksual (Guerrero, 2007 : 333). Perselingkuhan berangkat dari
ketidakpuasan akan pasangan dan hal – hal lain dalam pernikahan, ketidakpuasan ini bisa berakibat pada perceraian.
Berikut adalah 10 alasan utama yang mengakibatkan terjadinya kegagalan hubungan dalam suatu pernikahan :
1. Communication breakdown (masalah komunikasi)
2. Loss of shared goal or interest (kerugian / kehilangan tujuan dan kepentingan)
3. Sexual incompatibility (ketidakcocokan secara seksual) 4. Infidelity and jealously (ketidaksetiaan dan kecemburuan)
5. Boredom/lack of excitement (kebosanan / kurangnya kegembiraan) 6. Money and finansial issue (masalah finansial dan keuangan) 7. Coflicts about childern (konflik tentang anak – anak)
8. Alcohol and drug abuse (penyalah gunaan alkohol dan narkotika) 9. Women’s equality issues (isu emansipasi wanita)
10. Conflicts with or about in – laws (konflik dengan keluarga pasangan) Saat terjadi ketidak puasan dalam suatu pernikahan, maka baik laki – laki maupun perempuan bisa saja memutuskan untuk berselingkuh atau menjalin hubungan romantis diluar pernikahan mereka (Devito, 2007 : 259). Saat itu, hubungan pernikahan yang bersangkutan pasti telah mengalami suatu kemunduran, terutama dalam dimensi – dimensi hubungan romantis mereka. Passion akan mulai menurun, apalagi jika ditambah dengan pertengkaran yang terjadi setiap hari, pertemuan keduabelah pihak hanya akan menimbulkan kebencian, bahkan hubungan suami istri diranjangpun bisa mengalami gangguan.
36
Hal ini tentu akan berdampak pada keintiman yang seharusnya dibangun semakin dekat dari hari ke hari.
Cepat atau lambat komitmen setiap individu akan goyah juga, misalnya suami sudah tidak tahan akan nafsu biologisnya dan sehubungan dengan kondisi ekonomi yang sangat memadai, maka dia akan mulai mencari perempuan lain untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa diberikan oleh istrinya. Hal yang sama juga bisa terjadi pada pihak istri.
Ada perselingkuhan yang hanya melibatkan unsur seksual saja, seperti hubungan seks diluar pernikahan dengan pekerja seks komersial atau yang sering disebut sebagai “jajan”, namun ada juga perselingkuhan yang melibatkan ketertariakan dan ketergantungan secara emosional. Perselingkuhan jenis ini cenderung didasari oleh hubungan pernikahan yang kurang baik sehingga salah satu pasangan akan berusaha mencari pemenuhan kebutuhan emosional lainya dengan pihak ketiga diluar pernikahan. Misalnya istri atau suami terlalu cuek dan tidak pernah memperhatikan kebutuhan emosional pasanganya, ternyata ada pihak ketiga seperti seketaris di kantor ataupun pacar lama yang sering memberikan kejutan – kejutan, hadiah, maupun perhatian lewat telepon atau sms. Hal ini jika dibiarkan perlahan – lahan bisa menimbulkan keretakan dan perselingkuhan dalam keluarga bersangkutan.
Apapun jenis perselingkuhan yang terjadi dalam keluarga, pihak yang dikhianati tentu akan merasa dirugikan serta menimbulkan bekas luka yang sangta dalam. Meskipun sebenarnya pihak yang berkhianat juga bisa membenarkan diri
lewat ketidakpuasan mereka terhadap pasangan baik secara material, emosional, ataupun seksual.
Lepas dari benar dan salah dalam setiap kasus perselingkuhan, kemunduran hubungan yang drastis pasti akan dialami oleh pasangan tersebut. Saat pasangan perselingkuhan memutuskan untuk kembali kepada istri atau suami yang sah, dan berhenti menjalin hubungan dengan selingkuhanya, pihak yang merasa terkhianati belum tentu menerima begitu saja keputusan tersebut. Bahkan, sekalipun keduabelah pihak memutuskan untuk saling menerima dan membangun sebuah hubungan yang baru dari awal lagi, luka – luka akibat pengkhianatan tetap akan menghantui perjalanan rumahtangga mereka.
Untuk itu diperlukan adanya pola komunikasi yang tepat dalam hubungan pasangan suami – istri berselingkuh dalam mempertahankan rumah tangga, agar kedua belah pihak dapat meminimalisir berbagai benturan yang mungkin terjadi akibat kesalahan komunikasi dalam mempertahankan rumah tangga.
2.2 Ker angka Ber pikir
Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang saling bertatap muka sering disebut dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi dalam sebuah interaksi pribadi, anatara suami istri, ayah dan anak ibu dan anak, dan antara anak da anak. (Djamarah, 2004 : 46 )
38
Komunikasi yang terjalin diantara suami istri merupakan sesuatu hal yang penting khususnya dalam kehidupan pernikahan untuk menjaga keharmonisan keluarga. Oleh karena itu pasangan suami istri perlu membangun komunikasi yang baik melalui komunikasi interpersonal yang intens. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya konflik yang disebabkan oleh orang ketiga. Kurangnya komunikasi suami istri bisa memicu perselingkuhan baik dari pihak istri maupun suami. Karena kurangnya berkomunikasi diantara keduanyalah yang menjadi awal keretakan rumahtangga.
Seperti teori DeVito yang mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi pada suami istripada umumnya penyebab utama yaitukurangnya komunikasi. Pasangan suami istri yang sama – sama sibuk atau suami bekerja diluar kota, biasanya tidak punya cukup waktu untuk saling berkomunikasi inilah yang dapat memicu perselingkuhan satu bahkan diantara mereka. Perselingkuhan juga tidak hanya factor komunikasi yang jarang menjadi alasan utama perselingkuhan, bahkan alasan seringnya terjadi pertengkaran diantara suami istri lah yang kemudian menjadi kurang nya keharmonisan keluarga.
Dalam agama tidak pernah dibenaran adanya hubungan romantic lain di dalam pernikahan, yang kemudian munculnya pertengkaran disebuah pernikahan yang bisa jadi berujung pada perceraian. Hal yang bisa memicu perselingkuhan berawal dari ketidakpuasan baik istri maupun suami. Saat terjadi ketidak puasan dalam suatu pernikahan, maka baik laki – laki maupun perempuan bisa saja memutuskan untuk berselingkuh atau menjalin hubungan romantis diluar pernikahan mereka. Saat itu, hubungan pernikahan yang bersangkutan pasti telah
mengalami suatu kemunduran, terutama dalam dimensi – dimensi hubungan romantis mereka. Passion akan mulai menurun, apalagi jika ditambah dengan pertengkaran yang terjadi setiap hari, pertemuan keduabelah pihak hanya akan menimbulkan kebencian, bahkan hubungan suami istri diranjangpun bisa mengalami gangguan. Hal ini tentu akan berdampak pada keintiman yang seharusnya dibangun semakin dekat dari hari ke hari.
Namun, tidak sedikit yang peneliti temukan bahwa dalam kasus perselingkuhan tidak selau berujung pada perceraian. Hanya dengan komunikasi saja bisa terselesaikan masalah yang ada pada rumahtangga tersebut tidak dengan jalan perceraian.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui dan berusaha melihat bagaimana pola komunikasi antar suami istri yang berselingkuh dalam mempertahakan rumah tangga. Menurut menurtu Joseph A. Devito (2007 : 277-278)
SUAMI ISTRI BERSELINGKUH
POLA
KOMUNIKASI KESIMPULAN
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Metode penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistic atau angka – angka tertentu. Dan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban dari narasumber. Teknik wawancara mendalam digunakan karena dengan wawancara secara langsung antara peneliti dan informan, jawaban yang didapat akan lebih murni, tidak hanya bahasa verbal namun bahasa nonverbal pun akan tampak.
Dengan berpedoman pada interview guide yang dibuat berdasarkan adanya kenyataan dalam sebuah rumah tangga, dimana terkadang ada pihak yang mendominasi, maupun kenyataan dimana pada setiap pasangan suami istri akan membuat satu komitmen bersama dalam pernikahannya yang berlatar belakang berbeda. Dari beberapa kenyataan yang ditemui, peneliti menyusun interview guide yang terdiri dari beberapa pertanyaan untuk mencari dan menggali informasi dari para respondennya.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara penulis dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama dan terhadap pola – pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bagi peneliti.
Hasil penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan, yaitu tidak dapat diambil kesimpulan secara umum, jadi hanya dapat berlak pada situasi dan kondisi serta keadaan dimana penelitian dilakukan ( Kountur, 2003 : 29 )
3.2Konsep Oper a sional
Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan suami istri yang pernah mengalami proses perselingkuhan dalam rumah tangganya pada proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat untuk mempertahankan rumah tangga mereka.
Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 4 Pola komunikasi yang sering terjadi antara suami istri yaitu Pola komunikasi menurut Devito ( 2007 : 277-278 ) adalah :
1. Pola Keseimbangan
Di dalam pola komunikasi ini kedudukan suami ataupun istri sama, saling tebuka, langsung dan bebas, tidak ada yang terpaksa dalam hubungan ini, secara pengmbilan keputusan secara demokratis tidak saling memimpin meskipun dalam hakikatnya seorang suami menjadi pemimpin keluarga namun disini pengambilan keputusan tetap dibicarakan berdua, tidak ada saling keegoisan didalamnya. 2. Pola keseimbangan terbalik
Dalam pola komunikasi ini masalah sering timbul karena di dalam rumah tangga saling mempercayai pasangannya dalam menghadapi
46
masalah baik dirumah maupun dunia ke