• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000)."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN

PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL

LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA

PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN

(Sta.84+000 – 97+000)

TUGAS AKHIR

Diajukan oleh :

EUSEBIUS CERINO BEKA

0653010035

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL

LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN

(Sta.84+000 – 97+000)

Dipersiapkan dan disusun oleh :

EUSEBIUS CERINO BEKA NPM. 0653010035

Telah Diuji, Dipertahankan dan Diterima Oleh Tim Penguji Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Tumur Pada Tanggal 1juni 2011

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa timur PEMBIMBING PENDAMPING

Nugroho Utomo., ST NPT. 3 7501040195 1

Ir. Made Astawa., MT NIP. 19530919 198601 1 00 1

Dra. Anna Rumintang., MT NIP. 19620630 198903 2 00 1

Masliyah., ST, MT NIP. 001110 Ibnu Sholichin., ST, MT

NPT. 3 7109 99 0167 1

PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI

(3)

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN

SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000)

EUSEBIUS CERINO BEKA 0653010035

Abstrak

Jalan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang pranan penting dalam kehidupan manusia, dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa serta manusia.

Perencanaan perkerasan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas yang terjadi di pulau Madura, sehingga diperlukan penambahan kapsitas jalan yang tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan memerlukan unsur kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi pengguna jalan sehingga pengambilan batas ijin mengacu pada metode yang dikeluarkan oleh BINA MARGA. Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan dengan (Sta.84+000 – 97+000) dan juga menggunakan jenis perkerasan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku, dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.

Dari hasil perhitungan yang telah dibuat pada tugas akhir ini didapat beban operasional yang melewati jalan Sampang – Pamekasan pada tahun ke-20 sebesar 70.679 smp / hari. Untuk tebal perkerasan lentur didapat lapisan perkerasan LASTON MS 744 dengan tebal 10 cm, laston atas 15 cm dan lapisan pondasi bawah sirtu (kelasa A 70 %) dengan tebal 30 cm, dan untuk perkerasan kaku dengan lapisan pelat beton (surface) K-350 dengan tebal 21 cm, dengan sub-base

dengan tebal 15 cm. Diketahui juga biaya investasi awal dan biaya perawatan untuk perkerasan lentur pada tahun ke-20 sebesar Rp 16.581.985 / m’ sedangkan untuk perkerasan kaku sebesar 20.549.776, / m’.

(4)

KATA PPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahma-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul, “Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Terhadap Beban Operasional Lalu

Lintas dengan Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan Sampang – Pamekasan

(Sta. 84+000 – 97+000)” Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” jawa timur.

Selesainya Tugasa akhir ini tidak lepas dari bantuan moral, materi dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yabg sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar, M.KES., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.

2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, ST, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.

3. Bapak Ibnun Sholichin,ST, MT., selaku Pembimbing I, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diluangkan untuk saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Nugroho Utomo, ST., selaku Pembimbing II, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diberikan sehingga selesai tepat waktu.

5. Ibu Masliyah, ST, MT., selaku Tim Penguji I

(5)

8. Ibu Novie Handajani, ST,MT., selaku dosen wali yang telah membimbing saya baik saran maupun nasehat-nasehatnya.

9. Bapak dan Ibu staf pengajar, yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan.

10.Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendaral Bina Marga SNVT Perencanaan dan Penawasan Jalan dan Jembatan Jawa Timur (P2JJR) yang memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.

11.Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, yang telah memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.

12.Kepada kedua Orang tua saya Agustinus Beka Ledaja, BA dan Dra. Theresia Esy Du’u, serta Kakak dan Adik-adik tercinta.

13.Semua Anak-anak kos Pak Edy (my best friend) Bang nyoman, A’an, Acong, Dudun, Tulang Edo, Wahyu Garong, Mike Terimah kasih atas suport dan pengertian dari kalian semua selama pengerjaan Tugas Akhir ini.

14.My brother Rully, Rendy, Rifky, Iwan,Bowo, Dimas and shulton (PK), 15.Semua teman-teman angkatan 06 yang tidak disebutkan satu persatu,

terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian.

16.Semua fasilitas kamarqu: laptop ACCER core i3, Komputer cortu duo, Printer T13, Kipas angin coca-cola, dan sound simbada 8000cst, yang selalu setia menemaniQU.

(6)

penyajian masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap belajar. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dimasa mendatang pengembangan dan penulisan dari Tugas Akhir ini dapat lebih baik. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surabaya 11 juni 2011

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTARAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Peta Lokasi... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Perkerasan.. ... 5

2.2 Perkerasan Lentur... 7

2.2.1 Struktur Dan Jenis Perkerasan... ... 8

2.2.2 Persamaan Dasar.. ... 11

2.3 Perkerasan Kaku... 21

2.3.1 Krateristik Perkerasan Kaku... ... 21

(8)

2.3.3 Dasar Perencanaanencana.. ... 24

2.3.4 Penentuan Besar Rencana. ... 26

2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu linas Rencana.... ... 26

2.3.6 Kekuatan Tanah Dasar. ... 28

2.3.7 Kekuatan Beton... 28

2.3.8 Prosedur Ketebalan Pelat ... 29

2.3.9 Arus dan Komposisi Lalu lintas... 31

2.3.10 Metode Rencana... 32

2.4 Tata Cara Perencanaan Penulangan ... 33

2.4.1 Jenis Sambungan... 35

2.4.2 Geometrik Sambungan... 36

2.4.3 dowel ... 39

2.4.3 batang pengikat... 39

2.5 Analisa Ekonomi Jalan Raya... 40

2.5.1 Karateristik Keputusan dan Batasan – Batasannya... 40

2.5.2 Faktor Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan... 41

2.5.3 Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Dasar Dasar Perencanaan ... 44

3.2 Pengambilan Data ... 44

(9)

3.4 Metode Analisa Data ... 45

3.5 Bagan Alur Metode Penelitian ... 46

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perencanaan dan Perhitungan Konstrruksi Perkerasan... 47

4.1.1 perhitungan lalu lintas harian rata – rata pada awwal umur rencana ...48

4.1.2 Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan... 53

4.1.3 Menghitung Lintas Ekivalen Pertama... 54

4.1.4 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir... 54

4.1.5 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah... 55

4.1.6 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana... 55

4.2 Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan... 55

4.2.1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana... 56

4.2.2 Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana ... 56

4.2.3 Mencari Nilai DDT... 56

4.2.4 Indeks Tebal Perkerasan... 55

4.2.5 Perencanaan tebal perkerasan... 59

4.2.6 Susunan Perkerasan... 60

4.3 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku... 61

4.3.1 Beban Lalu Lintas Rencana... 61

4.3.2 Penentuan Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap Tiap Sumbu... 63

(10)

4.3.4 Kekuatan Pelat Beton... 65

4.3.5 Perhitungan Penulangan... 69

4.3.6 Perencanaan Sambungan... 71

4.5 Penilaian Analisa Ekonomi Pada Perkerasan Jalan... 73

4.5.1 Konstruksi Flexible / Lentur... 73

4.5.2 Konstruksi Rigid Kaku... 79

4.5.3 Perbandingan Analisa Biaya Perencanaan Tebal Perkerasan... 82

BAB V KEIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 85

5.2 Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Peta Lokasi ... 4

Gambar 2.1 : Susunan Perkerasan Kaku ... 8

Gambar 2.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 15

Gambar 2.3 : Penggunaan Nomogram ... 16

Gambar 2.4 : Struktur Perkerasan Kaku ... 22

Gambar 2.5 : Hubungan Antara CBR dan Modukus Reaksi Tanah Dasar 28 Gambar 2.6 : Tata Letak Sambungan Pada Perkerasan Kaku... 38

Gambar 3.1 : Flow Chart... 46

Gambar 4.1 : Grafik CBR ... 53

Gambar 4.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 57

Gambar 4.3 : Nomogram Perkerasan Lentur ... 58

Gambar 4.4 : Lapisan Perkerasan Lentur... 60

Gambar 4.6 : Susunan Lapisan Perkerasan Kaku ... 70

Gambar 4.7 : Tata Letak Sambungan dan Tulangan... 72

Gambar 4.8 : Sambungan Memanjang... 72

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Penentapan jumlah Jalur ... 12

Tabel 2.2 : Koefisien Distribusi Kendaraan Dalam Jalur (C) ... 52

Tabel 2.3 : Angka Ekivalen... 13

Tabel 2.4 : Faktor Regional... 17

Tabel 2.5 : Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana... 17

Tabel 2.6 : Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana ... 18

Tabel 2.7 : Koefisien Kekuatan Relatif... 19

Tabel 2.8 : Batas – Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 20

Tabel 2.9 : Koefisien DistribusiKendaraan Niaga Pada Lajur Rencana .... 27

Tabel 2.10 : Faktor Keamanan Pada Perkerasan Kaku ... 27

Tabel 2.11 : Perbandingan Tegangan dan Jumlah Penulangan... 30

Tabel 2.12 : Distribusi Beban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan ... 12

Tabel 2.13 : Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen Dengan Lapi- san Pondasi di Bawahnya... 34

Tabel 2.14 : Ukuran dan Jarak Dowel... 39

Tebal 4.1 : Data Volume Lalu lintas Harian Rata - Rata Selama 5 Tahun 47 Tabel 4.2 : Jumlah LHR Tahun 2010 ke Tahun 2012... 48

Tabel 4.3 : Jumlah LHR Tahun 2012 ke Tahun 2022... 49

(13)

Tabel 4.5 : Harga CBR... 51

Tabel 4.6 : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga ... 62

Tabel 4.7 : Persentase Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap sumbu... 62

Tabel 4.8 : Jumlah Repetisi Sumbu Komulatif Tiap-Tiap sumbu... 48

Tabel 4.9 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 18 cm)... 66

Tabel 4.10 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 20 cm)... 66

Tabel 4.11 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 21 cm)... 66

Tabel 4.12 : Perhitungan Jarak Tie Bar... 72

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jalan merupakan suatu konstruksi yang befungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa sehingga kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi.

Dengan meningkatnya perkembangan sektor perekonomian dan perindustrian di Pulau Madura, maka meningkat pula kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi jalan yang baik dan aman tetapi mempunyai nilai guna dan manfaat dari segi ekonomis yang akan datang. Jalan Sampang - Pamekasan merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk menunjang hal tersebut, dengan intensitas pengguna jalan yang rata-rata menggunakan kendaraan berat, sangatlah rentan jalan tersebut mengalami kerusakan akibat beban kendaraan yang melewatinya, dan tanpa adanya upaya lebih lanjut dapat mengakibatkan permasalahan lalu lintas.

(15)

diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan.

Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan (Sta.84+000 – 97+000). Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai sumber referensi untuk tugas akhir dikarenakan pada lokasi ini sering mengalami kerusakan, sehingga untuk mengukur dalam penyajian tugas akhir tentang perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku, maka pada perencanaan perkerasan ini menggunakan jenis perencanaan konstruksi perkerasan jalan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pemeliharaan perkerasan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Berapa tebal perkerasan lentur yang ditinjau dari beban operasional lalu lintas yang terjadi pada jalan Sampang - Pamekasan dengan menggunakan metode BINA MARGA?

(16)

3. Berapa perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan dengan umur rencana 20 tahun?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari tugas akhir ini adalah: 1. Menghitung beban operasional lalu lintas yang yang melewati jalan

Sampang - Pamekasan.

2. Menghitung tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku.

3. Menghitung perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku dengan umur rencana 20 tahun.

1.4. Batasan masalah

Adapun batasan-batasan masalah yang muncul adalah:

1. Merencanakan lapisan perkerasan dan menghitung perencanaan tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang disesuaikan dengan data- data dan sesuai persyaratan (Metode BINA MARGA) 2. Dalam pengerjaan tugas akhir ini parameter perencanaan daya

dukung tanah ditinjau

3. Tidak membahas sistem drainase

(17)

1.5 Peta Lokasi

Gambar 1.1 Peta Lokasi STA 84+000

STA 97+000

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan Perkerasan

Dalam proses perencanaan perkerasan jalan, bahan perkerasan

jalan merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis

parameter perancangan, karena salah satu perameter kekuatan konstruksi

jalan terletak pada pemilihan yang tepat dan material yang digunakan

dalam suatu rancangan perkerasan jalan.

Perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang

direncanakan dapat memberikan tingkat pelayanan yang tinggi bagi lalu

lintas yang lewat serta menghasilkan efisiensi, keamanan, kenyamanan

yang paling optimal, namun tujuan agar tersedianya jalan yang

mempunyai standar mutu yang tinggi sesuai dengan fungsinya, artinya

dapat menyediakan lapisan perkerasan jalan yang berlapis dengan susunan

tertentu.

Konstruksi perkerasan dipandang dari rasa nyaman dan keamanan

berlalu lintas harus memenuhi syarat :

1. Permukaan jalan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut

dan berlubang.

2. Permukaan jalan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk

(19)

3. Permukaan jalan yang cukup kasar, sehingga memberikan gesekan

yang baik antara roda kendaraan dengan permukaan jalan.

Konstruksi perkerasan jalan yang dipandang dari kekuatan dalam

memikul dan menyebarkan beban haruslah memenuhi syarat :

1. Ketebalan perkerasan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan

beban lalu lintas ke arah dasar.

2. Kedap terhadap air.

3. Permukaan mudah mengalirkan air.

4. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan

deformasi yang berarti.

Jenis perkerasan dibedakan berdasarkan bahan pengikatnya adalah

sebagai berikut:

1. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai

bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul

dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

2. Perkerasan kaku (rigid pavement)

Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan semen sebagai

bahan pengikatnya, pelat beton dengan atau tanpa tulangan

diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah,

(20)

3. Perkerasan komposit (composite pavement)

Yaitu perkerasan gabungan baik itu berupa perkerasan lentur di

atasnya perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan

lentur.

Berbeda dengan konstruksi bangunan yang lebih banyak mengacu

pada prinsip kekuatan struktur material padat, persyaratan konstruksi jalan

lebih mengacu pada teori elastisitas untuk semi padat, oleh karena itu

struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapisan elemen struktur

perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar

(subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base course), lapisan pondasi atas

(base course) dan lapisan permukaan (surface course). Pada struktur

perkerasan kaku terdiri dari lapisan tanah dasar, lapisan pondasi bawah dan

plat beton. Setiap elemen mempunyai nilai elastisitas bahan E sendiri.

Sehingga boleh dikatakan elemen struktur perkerasan merupakan gabungan

dari komposisi bahan yang masing masing berbeda elastisitasnya. Dengan

demikian persyaratan konstruksi untuk konstruksi jalan lebih mengacu pada

persyaratan toleransi tehadap suatu nilai kekuatan yang ditetapkan. Pada

perkerasan jalan ada beberapa jenis perkerasan yang dipakai, perkerasan

yang sering dipakai dintaranya perkerasan lentur dan perkerasan kaku.

2.2. Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur adalah jenis konstruksi perkerasan yang

(21)

bahan butiran, jenis perkerasan ini elastis jika menerima beban dan

penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak

merusak lapisan tanah dasar sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi

para pengguna jalan. Dalam penulisan tugas akhir ini penentuan tebal

perkerasan lentur dengan menggunakan metode BINA MARGA, fungsi

utama dari perkerasan lentur ini adalah memikul beban lalu lintas yang ada

di atasnya secara nyaman dan selama umur rencana tidak terjadi

kerusakan.

2.2.1. Struktur dan Jenis Perkerasan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur adalah struktur yang terdiri dari tanah

asli pondasi atas, pondasi bawah dan aspal. Subgrade merupakan lapisan

tanah asli dimana tebal tanah asli disesuaikan dengan keadaan tanahnya,

sub-base course merupakan pondasi pertama yang berasal dari batu kali, base course merupakan pondasi atas yang berasal dari batu kali dan kemudian bagian atas dilapisi dengan aspal

Gambar 2.1 Susunan perkerasan lentur

Surface course Base course Sub-base course

(22)

Konstruksi perkerasan lentur terdiri beberapa lapisan diantaranya

sebagai berikut:

1. Tanah dasar (subgrade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat

tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya

persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam

tanah tertentu akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat

perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan

secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat

berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah

pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan

penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir

kasar yang tidak dipadatkan secara baik pada saat

pelaksanaan.

2. Lapisan pondasi bawah (sub-base course)

Fungsi lapisan pondasi bawah adalah :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk

(23)

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah

agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya

(penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar ke dalam lapisan pondasi.

d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan

lancar.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah

dasar terhadap roda-roda alat berat atau karena lapangan yang

memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR  20%, PI  10%)

yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai

bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan

kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan,

agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi

perkerasan.

3. Lapisan pondasi atas (base course)

Fungsi lapisan pondasi atas antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis perkerasan.

Bahan-bahan untuk lapisan pondasi umumnya cukup kuat

dan awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum

menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan

(24)

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan

persyaratan teknis.

4. Lapisan permukaan (surface course)

Fungsi lapisan permukaan antara lain :

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari

kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk permukaan umumnya adalah sama dengan

bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih

tinggi penggunaan aspal sendiri memberikan bantuan

tegangan tarik, yang berarti mempertimbangkan daya

dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan

bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan

kegunaan, umur rencana pertahapan konstruksi, agar

dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang

dikeluarkan.

2.2.1 Persamaan Dasar

Persamaan yang diturunkan oleh BINA MARGA untuk

menghitung perencanaan perkerasan lentur adalah sebagai berikut:

1. Prosedur perencanaan

(25)

- Tetapkan lebar lajur lalu lintas berdasarkan tabel 2.1

standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan

1992 atau tata cara perencanaan geometrik antar kota.

- Jumlah lajur, sesuaikan dengan batas marka, tentukan

dengan tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penetapan jumlah jalur

Lebar perkerasan Jumlah jalur

L > 5,50 m 1 jalur b. Hitung koefisien distribusi kendaraan (C) mengikuti aturan

pada tabel 2.2 berikut:

(26)

c. Hitung LHR pada awal tahun rencana (LHR0), untuk

masing maing jenis kendaraan yang ada

LHR0 = ( 1 + i )n . Ntipe ………..(2.1)

Dimana:

i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama pelaksanaan

n = Jumlah tahun, sejak data pengukuran

N = Masing-masing tipe kendaraan

d. Hitung LHR pada tahun akhir rencana (LHRt), untuk setiap

jenis kendaraan.

LHRt = (1 + i )UR .LHR0 ………(2.2)

Dimana UR = Umur rencana

i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama umur rencana

e. Hitung angka ekivalen (AE), gunakan tabel 2.3 dibawah

ini:

Tabel 2.3 Angka ekivalen ( E )

(27)

12000

Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh: Shirley L. Hendarsin f. Hitung lintas ekivalen permulaan (LEP) :

LEP = ∑ LHR0 x C x EA ………...(2.3)

g. Hitung lintas ekivalen akhir :

LEA = ∑ LHRt x C x EA ...………..(2.4)

h. Hitung lintas ekivalen tengah (LET) :

LET = 0.5 (LEP + LEA) …...…………..(2.5)

i. Hitung faktor penyesuaian :

LER = LET x FP ...………...(2.6a)

FP = UR/10 ………..(2.6b)

j. Perhitungan daya dukung tanah dasar

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan

grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari

nilai CBR atau plate bearing test, DPC, dari nilai CBR yang diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang

merupakan nilai CBR rata-rata untuk suatu jalur tertentu.

Caranya adalah sebagai berikut:

 Tentukan harga CBR terendah

 Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar

(28)

 Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 % dan

lainya adalah persentase dari harga tersebut

 Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut

 Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari 90 %

Catatan:

Hubungkan nilai CBR pada gambar 2.2 dengan garis mendatar ke

sebelah kiri maka akan diperoleh nilai DDT

Gambar 2.2 Grafik korelasi CBR - DDT

(29)

k. Faktor regional

Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan

dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi

percobaan AASHTO (road test) dan disesuaikan dengan

keadaan di indonesia. FR ini ditentukan oleh bentuk

alinyemen, persentase kendaraan berat yang berhenti serta

iklim.

l. Indeks tebal perkerasan

Untuk menentukan indeks tebal perkerasan maka perlu

diperhatikan gambar lampiran nomogram di bawah ini:

Gambar 2.3 Penggunaan nomogram

Langkah-langkah yang harus diperhatikan:

(30)

 Menentukan nilai CBR dari CBR rata-rata 90 %

 Menentukan nilai DDT

 Menentukan nilai LER

 Mencari nilai Ip0  Mencari nilai ITP

 Menentukan nilai FR

Tabel 2.4 Faktor regional % Kendaraan berat

≤ 30 m. Indeks permukaan

Indeks permukaan adalah kerataan atau kehalusan serta

kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat

pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

Tabel 2.5 Indeks permukaan pada akhir usia rencana

(31)

Jenis lapisan

perkerasan Ipo

Roughness *)

Untuk mencari tebal perkerasan, dengan menyesuaikan data

jenis bahan untuk mendapatkan masing-masing koefisien

relatif, untuk mencari tebal LBP dalam alternatif jalan baru

atau kombinasi tebal minimum LPA dan LPB untuk

mencari tebal overlay dari lapisan permukaan.

(32)

Koefisien kekuatan relatif Kekuatan bahan Jenis bahan

Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B Batu pecah kelas C

Sirtu kelas a Sirtu kelas b Sirtu kelas c Tanah / lempung

kepasiran

Sumber: Perencanaan teknik jalan raya Shirley L. Hendarsin (230) Catatan:

 Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7

 Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21

(33)

Itp Tebal

Lapisan pelindung (buras / burtu / burda)

Lapen / aspal macadm hra, lasbutag, laston

Lapen aspal macadm hra, lasbutag, laston

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.

Laston atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi

macadam Laston atas.

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi

macadam, lapen, laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi

macadam, lapen, laston atas 3. Lapisan pondasi bawah

Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm

Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin

(34)

Struktur jalan kaku (rigid pavement) disebut juga perkerasan jalan

beton semen dan pelaksanaannya dilakukann pada kondisi daya dukung

tanah dasar yang kurang baik (kecil, berkisar nilai 2%), atau beban lalu

lintas yang dilayani relatif besar, maka dibuat solusi dengan perkerasan

kaku (rigid pavement) atau disebut juga perkerasan beton semen karena bahan dasarnya terbuat dari beton semen.

Fungsi pokok perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas

agar cukup aman dan nyaman sehingga tidak terjadi kerusakan berat

selama umur rencana. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perkerasan

kaku harus memenuhi:

1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (sebagai akibat

beban lalu lintas) sampai batasan yang mampu dipikul tanah dasar

tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan atau penurunan

yang berarti pada lapisan perkerasan.

2. Direncanakan sedemikian rupa sehingga mengatasi pengaruh

kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh

cuaca dan kondisi lingkungan.

2.3.1. Karateristik Perkerasan Kaku

Tiga faktor desain untuk perencanaan perkerasan kaku yang sangat

(35)

1. Kekuatan tanah dasar (subgrade), dan lapisan pondasi bawah (sub -

base), yang diindikasikan lewat parameter k (subgrade reaction), atau CBR.

2. Modulus keruntuhan lentur beton (flexural strength) dan

3. Beban lalu lintas

Untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari perkerasan kaku

pelat beton harus terjamin mempunyai landasan yang kuat dan uniforms.

Pada struktur perkerasan kaku hanya mempunyai lapisan pondasi bawah,

sedangkan pada lapisan pondasi atas tidak diperlukan (dibandingkan

dengan perkerasan lentur). Lapisan pondasi bawahpun tidak perlu terlalu

kuat, kekuatan secukupnya asal bisa menjamin kedudukan pelat beton

pada bidang rata, dan mampu mengatasi pumping, inflitrasi air dari bawah

pondasi.

2.3.2. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku adalah suatu struktur dari pelat beton semen (PC)

yang bersambung (tidak menerus) atau menerus dengan atau tanpa

tulangan, terletak di atas pondasi bawah (sub - base) dengan atau tanpa

lapis sebagai lapisan permukaan.

Gambar 2.4 Struktur perkerasan kaku

Pelat Beton

Tanah Dasar

(36)

Dari penjelasan di atas Perkerasan kaku dapat dikelompokan

kedalam beberapa macam diantaranya perkerasan beton semen (rigid

pavement). Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus. Perkerasan ini dibagi menjadi :

 Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan

Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat tanpa tulangan dengan

ukuran pelat mendekati bujur sangkar dimana panjang dari

pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat dari

sambungan ini berkisar antara 5-6 meter.

 Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan

Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan dengan

ukuran pelat berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang

dari pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat

jenis ini berkisar antara 13-30 meter

 Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan

Yaitu jenis perkerasan yang dibuat dengan panjang pelat yang

menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan muai

melintang. Panjang pelat jenis ini berkisar antara 100 meter.

 Perkerasan beton semen pratekan

Umumnya jenis perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang

menggunakan kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut,

(37)

 Perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku dengan pelat

beton sebagai lapisan pondasi dan aspal beton sebagai lapisan

permukaan.

2.3.3. Dasar Perencanaan

Dalam perencanaan perkerasan kaku, tebal pelat beton dihitung

agar mampu memiliki tegangan yang ditimbulkan oleh :

 Beban roda kendaraan

 Perubahan suhu dan kadar air

 Perubahan volume pada lapisan di bawahnya

Untuk mengatasi repetisi pembebanan lalu lintas sesuai dengan

konfigurasi dan beban sumbu, dalam perhitungan tebal pelat diterapkan

prinsip “Kelelahan” (fatigue). Prinsip tersebut didasarkan pada anggapan

bahwa apabila perbandingan tegangan lentur atau perbandingan antara

tegangan lentur beton akibat beban roda dengan kuat beton (MR)

menurun, maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan

meningkat.

Apabila perbandingan tegangan lentur tersebut rendah (di bawah

batas ketahanan lentur beton), maka beton akan mampu memikul repetisi

tegangan yang tidak terbatas, tanpa kehilangan kekuatannya. Sebaliknya

pada perbandingan pada tegangan yang tinggi beton hanya mampu

memikul reptisi tegangan yang sangat terbatas sebelum beton tersebut

(38)

Untuk proses perencanaan tebal perkerasan pada jenis perkerasan kaku di dasarkan pada :

1. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar. 2. Tebal dan jenis pondasi bawah yang diperlukan untuk melayani lalu

lintas pelaksanaan, mengendalikan pemompaan (pumping) dan perubahan volume tanah dasar, serta untuk mendapatkan keseragaman daya dukung di bawah pelat.

3. Kekuatan beton yang dinyatakan kuat lentur (MR) untuk mengatasi

tegangan yang diakibatkan beban roda dari lalu lintas rencana. Kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kekuatan tekan (compressive strength), mengingat bentuk keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan yang diakibatkan tegangan lentur tarik yang lebih.

Adapun persyaratan dan pembatasan yang ditetapkan dalam perkerasan kaku adalah sebagai berikut :

1. Modulus elastisitas tanah dasar (k), minimal = 2kg/cm3

2. Kuat lentur tarik beton (MR), pada umur 28 hari dianjurkan = 40 kg/cm2 (dalam keadaan terpaksa diijinkan Mrmin = 30 kg/cm2)

3. Kelandaian maksimum = 10%

4. Pelaksanaan harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perkerasan kaku (beton semen).

2.3.4 Penentuan Besaran Rencana

1. Dalam perencanaan perkerasan kaku umumnya umur rencana (r)

dilaksanakan antara 20 tahun sampai 40 tahun.

2. Sedangkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi

sumbu, berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir) dari pos-pos

resmi setempat.

3. Untuk perkerasan kaku hanya kendaraan niaga dengan berat total

minimal 5 ton yang ditinjau.

2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu lintas Rencana

 Hitung volume lalu lintas (LHR)

 Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur

(39)

JSKN = 365 x JKNH x R ...………..(2.9)

Dimana :

JSKN = Jumlah sumbu kendaraan niaga maksimum

JKNH = Jumlah kendaraan niaga kendaraan harian

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas (I), dan umur rencana (n)

apabila pertumbuhan lalu lintas tahunan selama umur

rencana

R dihitung dengan cara sebagai berikut:

Untuk i ≠ 0

R = ………..(2.10)

 Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap-tiap kombinasi konfigurasi

atau beban sumbu pada jalur rencana dangan mengalihkan jumlah

sumbu kendaraan niaga (JSKN) dengan persentase tiap-tiap

kombinasi terhadap (JSKNH) dan koefisien distribusi (cd) jalur

rencana

JSKN x % kombinasi terhadap JSKNHx Cd………(2.11)

Tabel 2.9 Koefisien distribusi kendaaraan niaga pada lajur rencana

Kendaraan niaga Jumlah jalur

1 arah 2 arah

1 jalur 1 1,00

2 jalur 0,7 0,5

3 jalur 0,5 0,475

4 jalur - 0,45

5 jalur - 0,435

( 1 + i )n-1

e

(40)

Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin Sebagian besar rencana, beban sumbu untuk tiap konfigurasi harus

dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti pada tabel 2.10

berikut ini

Tabel 2.10 Faktor keamanan pada perkerasan kaku Peranan Jalan Faktor keamanan (FK)

jalan tol

jalan arteri

jalan kolektor

jalan lokal

1,2

1,1

1,0

1,0

Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin

2.3.6. Kekuatan Tanah Dasar

kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai modulus reaksi tanah

dasar (k). nilai modulus reaksi tanah dasar (k) diperoleh berdasarkan

korelasi antara nilai k dan CBR seperti pada gambar 2.5 dibawah ini.

(41)

Gambar 2.5 Hubungan antara CBR dan modulus reaksi tanah dasar

2.3.7. Kekuatan Beton

Kekuatan beton dinyatakan dalam nilai kekuatan tarik lentur pada

umur 28 hari. Selain perbandingan hubungan antara kuat tarik lentur dan

kuat tekan pada umur 28 hari dapat diperoleh pada gambar 2.6 di bawah

ini:

2.3.8. Prosedur Ketebalan Pelat

Untuk mengetahui tebal pelat yang diperlukan maka diperhatikan

langkah- langkah sebagai berikut:

(42)

b. Untuk setiap kombiasi konfigurasi atau beban maka harus

diperhatikan:

 Tegangan lentur pelat beton

 Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan

lentur pelat beton dengan MR beton

 Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan

berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang

ditunjukan pada tabel 2.11

c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinai konfigurasi atau beban sumbu

d. Langkah a sampai c diulang sampai sampai mendapatkan tebal

terkecil dengan fatigue yang lebih kecil, mendekati atau sampai

dengan 100%.

Tabel 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah penulangan yang diijinkan Perbandingan

tegangan*

Jumlah pengulngan

deban yang diijinkan

Perbandingan

tegangan *

Jumlah

pengulangan beban

(43)

0.51+

(44)

2.3.9. Arus dan Komposisi Lalu-Lintas

Dalam pengecekan manual nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan

komposisi lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan mobil

penumpang (smp), semua nilai arus lalu lintas diubah menjadi satuan

mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe

(45)

 Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, mini bus,

pick-up, truk kecil dan jeep).

 Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus).

 Sepeda motor (MC).

Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian

terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping, ekivalen mobil

penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada

tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam.

2.3.10. Metode Rencana

Untuk memilih metode rencana tidak harus keluar dari periode

yang dapat diramalkan untuk lalu lintas periode 20 tahun sering

digunakan, untuk beberapa faktor periode 30 tahun tidak sesuai karena

nilai sekarang (Present worth) dari biaya dan keuntungan dari periode 30

tahun tersebut tidak sesuai dengan keadaan sekarang yang mungkin

dikarenakan keadaan moneter, inflasi yang tidak cocok dengan perkiraan

dan lain-lain.

Dalam studi transportasi umur yang dipakai untuk perkerasan

lentur adalah antara 10 tahun sampai dengan 20 tahun, dan menurut

pengalaman di lapangan perkerasan lentur belum mencapai umur 20 tahun

sudah rusak dan harus ada investasi ulang pada tahun ke-10, sedangkan

untuk perkerasan kaku umur rencana antara 20 tahun sampai dengan 40

(46)

2.4. Tata Cara Perencanaan Penulangan

Tujuan dasar distribusi penulangan baja adalah untuk mencegah

terjadinya retak pada pelat beton tetapi untuk membatasi lebar retakan

yang timbul pada daerah dimana beban terkonsentrasi agar tidak terjadi

pembelaan pelat beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat

tetap dapat dipertahankan.

Banyaknya tulangan baja yang didistribusikan sesuai dengan

kebutuhan untuk keperluan ini ditentukan oleh jarak sambungan susut,

dalam hal ini dimungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar

dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat

meningkatkan kenyamanan.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas tulangan:

Dimana :

As = Luas tulangan yang diperlukan

F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya

L = Jarak antar sambungan (m)

H = Tebal pelat (m)

Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) (±240 Mpa)

Catatan :As minimum menurut SNI 03-2847-2002, untuk segala

keadaan 0,14% dari penampang beton.

Fr = 0,62 f’c ( Mpa) ……….2.13 As =

11,76(F x L x H) fs

(47)

Tabel 2.13 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi di bawahnya

Jenis pondasi Faktor gesekan (F)

Burtu, lapen, dan konstruksi sejenis Aspal beton, laston

Stabilisasi kapur

Pada beton dengan tulangan dihentikan 50 sampai 100 mm

sebelum mencapai sambungan. Jarak yang sama harus disediakan diantara

tulangan memanjang paling luar dengan tipe pelat. Bila digunakan

anyaman dalam arah memanjang sama dengan jarak antara batang dalam

arah melintang, sedangkan lebar tumpang tindih dalam arah melintang

sama dengan jarak antara dalam arah memanjang.

Untuk tulangan biasa, tumpang tindih yang diperlukan adalah 30

kali diameter atau minimum 480 mm. Tulangan pada perkerasan beton

bertulang bersambung dipasang pada kedalaman tidak kurang dari 50 mm

tetapi tidak lebih besar dari 1/3 tebal pelat (diukur dari permukaan pelat).

Perencanaan ‘’sambungan’’ pada perkerasan kaku, merupakan

bagian yang harus dilakukan pada perencanaan baik jenis perkerasan beton

bersambung tanpa atau dengan tulangan maupun pada jenis perkerasan

(48)

2.4.1. Jenis Sambungan

Sambungan dibuat atau ditempatkan pada perkerasan beton

dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut akibat terjadinya

tegangan yang disebabkan perubahan lingkungan (suhu dan kelembaban),

gesekan dan keperluan konstruksi (pelaksanaan).

Sambungan pada perkerasan beton umumnya terdiri dari 3 jenis

yang berfungsi sebagai:

 Sambungan susut atau sambungan pada bidangnya yang

diperlemah (dummy) dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik

akibat suhu, kelembaban, gesekan sehingga mencegah retak. Jika

sambungan susut tidak dipasang maka akan terjadi retak acak pada

permukaan beton.

 Sambungan memuai, fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang

muai pada perkerasan sehingga mencegah terjadinya tegangan

tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk.

 Sambungan konstruksi (pelaksanaan), diperlukan untuk kebutuhan

konstruksi (berhenti dan mulai pengecoran). Jarak antar

sambungan memanjang disesuaikan dengan lebar alat atau mesin

penghampar (paving machine) dan oleh tebal perkerasan.

Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika pelat perkerasa cukup

lebar (>7m kapasitas alat) maka diperlukan sambungan ke arah

(49)

(warping) yang berupa sambungan engsel dengan diperkuat batang pengikat.

2.4.2. Geometrik sambungan

Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum dan jarak

antara sambungan.

 Jarak sambungan

Pada umumnya jarak sambungan konstruksi memanjang dan

melintang tergantung keadaan bahan dan lingkungan setempat,

dimana sambungan muai dan tata letaknya. Untuk sambungan

muai, jarak untuk mencegah retak sedang akan mengecil koefisien

panas, perubahan suhu atau gaya gesek tanah dasar bertambah jika

tegangan tarik beton bertambah. Jarak berhubungan dengan tebal

pelat dan kemampuan daya ikat sambungan untuk menetukan jarak

sambungan yang akan mencegah retak, yang terbaik dilakukan

dengan mengacuh petunjuk dari catatan kemampuan pelayanan

setempat. Pengalaman setempat penting diketahui karena

perubahan jenis agregat kasar akan memberi dampak yang nyata

pada koefisien panas beton konsekuensi jarak sambungan yang

dapat diterima. Sebagai petunjuk kasar, jarak sambungan untuk

beton biasa ≤ 2 h (dua kali tebal pelat beton) dalam satuan

berbeda misalkan tebal pelat h = 8 inci maka jarak sambungan = 16

(50)

tebal pelat, misalkan tebal pelat = 200 mm maka jarak sambungan

= 4800 mm dan secara umum perbandingan antara lebar pelat

dibagi panjang pelat ≤ 1,25. Penggunaan sambungan muai

biasanya pada proyek dengan pertimbangan masalah biaya,

kompleksitas dan penampilannya, sehubungan digunakan pada

struktur dimana jenis perkerasan berubah (misalnya : dari jenis

menerus ke jenis bersambung) pada persimpangan. Jarak antara

sambungan konstruksi biasanya di lapangan dan kemampuan

peralatan. Sehubungan konstruksi memanjang harus ditempatkan

pada tepi lajur untuk memaksimalkan kerataan perkerasan dan

meminimalkan persoalan pengalihan beban. Sambungan konstruksi

melintang terjadi pada akhir pekerjaan atau penghentian

pengecoran.

 Tata letak sambungan

Sambungan menyerong atau acak (random), akan meminimalkan

dampak kekerasan sambungan sehingga dapat diperbaiki mutu

pengendalian. Sambungan melintang serong akan meningkatkan

penampilan dan menambah usia perkerasa kaku, yaitu biasa atau

bertulang, dengan atau tanpa ruji. Sambungan harus serong

sedemikian agar beban roda dari masing - masing sumbu dapat

melalui sambungan pada saat yang tidak bersamaan. Sudut tumpul

pada sisi luar perkerasan harus dibagian depan sambungan pada

(51)

terbesar secara tiba-tiba. Keuntungan dari sambungan serong

adalah sebagai berikut:

 Mengurangi lendutan dan tegangan pada sambungan,

sehingga menambah daya dukung beban pelat dan

memperpanjang usia pelat.

 Mengurangi dampak reaksi kendaraan pada saat melintas

sambungan dan memberikan kenyamanan yang lebih.

Untuk lebih meningkat penampilan perkerasan biasa adalah dengan

menggunakan sambungan serong pada jarak saat acak atau tidak

teratur. Pada jarak acak mecegah irama atau resonansi pada

kendaraan yang bergerak pada kecepatan normal. Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa pada pola jarak 2,5 m harus

dihindarkan.

Tie bar Bahu

Tepi luar Samb. Melintang serong

Dowel Tie bar

Jarak sambungan melintang lajur 1

lajur 2

lajur 3

Tepi dalam Samb. memanjang

Dowel Tie bar

(52)

2.4.3. Dowel

Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang

dugunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat pada beberapa jenis

sambungan pelat beton perkerasan jalan.

Tabel 2.14 Ukuran dan jarak dowel (ruji) yang disarankan

Tebal slab beton Diameter Panjang Jarak

6-7 in (15-18cm)

Sumber : Merancang dan merencanakan lapangan terbang, oleh Heru Basuki, Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan, yang dipasang

dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau di cat

untuk memberikan kebebasan bergeser.

2.4.4. Batang pengikat (tie bar)

Batang pengikat (tie bar) adalah potongan baja yang diprofilkan

yang dipasang pada sambungan lidah alur dengan maksud untuk mengikat

(53)

2.5. Analisa Ekonomi Jalan Raya

Penerapan dari prinsip ekonomi teknik untuk managemen

perkerasan jalan, terjadi dua tingkat:

1. Pada tahap penetapan keputusan management, dimana segi-segi

ekonomi dibutuhkan untuk menentukan kelayakan dan ketetapan

waktu dalam sebuah proyek.

2. Kebutuhan untuk mencapai maksimum ekonomi dalam proyek,

jika dari segi ekonomi hal itu layak secara keseluruhan. Tingkat

kedua ini dapat memberikan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan akhir yang merupakan bagian dari optimalisasi dengan

memperhatikan tingkat pertama. Kelayakan proyek ditentukan

pada tingkat network, dengan membandingkan satu proyek yang

menggunakan struktur pekerjaan yang berbeda, dengan

mempertimbangkan variasi alternatif yang sanggup memenuhi

ketentuan-ketentuan keseluruhan proyek.

2.5.1. Kriteria Keputusan dan Batasan-Batasannya

Tiap badan untuk jalan raya memenuhi batasan-batasan yang mana

limitasi untuk dan mencakup pelayanan-pelayanan yang memungkinkan

diberikan. Batasan-batasan yang utama biasanya bersifat ekonomis

misalnya kegunaan anggaran daerah, departemen atau program.

(54)

kerja, material dan alat-alat, tingkat pelayanan minimum untuk dipelihara

atau stabilitas tenaga kerja dan umur pemakaian alat.

Tidak ada strategi yang dapat didekati tanpa mengetahui semua

batasan-batasan yang ada, maka fungsi utama analisa ekonomi yang

dimaksud dalam tugas akhir ini adalah untuk membandingkan struktur dari

segi biaya. Beberapa lembaga jalan raya merencanakan anggaran yang

terpisah untuk pembangunan konstruksi yang baru, rehabilitas dan

pemeliharaan. Sementara lain mempunyai rencana pembangunan

konstruksi yang baru.

Sebaiknya, seperti beberapa departemen transportasi yang

mengalokasi anggaran-anggarannya menurut kemampuan dan kebutuhan

daerah atau wilayah yang ada.

2.5.2. Faktor-Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan

Banyaknya faktor-faktor ekonomi harus dipertimbangkan dalam

rencana investasi perkerasan jalan. Faktor-faktor ini termasuk semua biaya

dan keuntungan-keuntungan yang berhubungna dengan pemilihan metode

perkerasan jalan.

Tidak semua biaya dan keuntungan memungkinkan dimasukan

dalam analisa ekonomi, karena ada beberapa alasan antara lain:

1. Tidak semua biaya atau keuntungan dengan mudah ditentukan

(55)

analisa. Meskipun faktor-faktor tersebut penting, misalnya biaya

operasional kendaraan, keuntungan dan lain sebagainya.

2. Beberapa keuntungan dari pengukuran yang melibatkan

faktor-faktor non ekonomi yang utama dan diperhatikan selama analisa

teknik.

3. Batasan-batasan waktu dan anggaran yang tidak memungkinkan

pertimbangan secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk

masing-masing strategi alternatif.

Secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk masing-masing

strategi alternatif, pada umumnya biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan

yang dipergunakan dalam suatu management perkerasan jalan dapat

digolongkan dalam 3 macam, yaitu:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi lembaga transportasi, misalnya

biaya pemeliharaan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakai jalan, misalnya biaya

operasional kendaraan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat pada umumnya,

misalnya perubahan-perubahan yang terjadi di dalam harga

barang-barang akibat transportasi yang lebih lancar.

Seperti kebiasaan pada umunya, faktor yang diseleksi hanya kedua

faktor yang pertama, yang dipakai dalam analisa ekonomi untuk

management perkerasan jalan. Untuk faktor ketiga bagaimanapun juga

(56)

langsung dimasukan dalam proses penentuan keputusan dimana faktor ini

akan menyangkut umumnya hal yang bersifat kuantitatif

2.3.5. Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi

Beberapa dasar pertimbangan dalam memilih metode evaluasi

ekonomi antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana penting atau tidaknya biaya modal awal dibandingkan

dengan pengeluaran dengan waktu-waktu yang akan datang.

2. Metode analisa apa yang paling dipahami oleh pengambilan

keputusan, serta pertimbangannya mampu menggambarkan

(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Dasar-Dasar Perencanaan

Metode yang dipakai dalam perencanaan perkerasan ini adalah

metode yang mengacu pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh

BINA MARGA, sehingga pengambilan koefisien, angka keamanan

maupun batasan-batasan injin perencanaan menggunakan aturan atau

cara-cara telah ditetapkan.

3.2. Pengambilan Data

Data-data dalam perencanaan ini diambil dari DPU Bina Marga

Jawa Timur yang meliputi :

1. Jenis tanah (tanah dasar / sub grade)

2. Jenis lapisan perkerasan

3. Data-data pada perencanaan geometrik jalan meliputi :

 Kendaraan rencana

 Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR)

4. Hasil test CBR tanah dasar

3.3. Survei Lapangan

Tujuan dari survei lapangan pada perencanaan ini adalah untuk

(58)

tersebut. Serta pengambilan data yang bertujuan untuk menunjang

terselesaikannya tugas akhir ini.

3.4. Metode Analisa Data

Data-data yang diperoleh akan dianalisa dan dihitung sesuai

dengan rumus-rumus yang telah ditentukan sesuai dengan literatur dan

perhitungannya sesuai dengan pedoman perencanaan yang berlaku di

Indonesia.

Pada perencanaan ini data-data yang akan dianalisa adalah sebagai

berikut:

1. Data lalu lintas dan data CBR tanah dasar untuk menetapkan tebal

perkerasan jalan.

2. Data curah hujan untuk memperoleh faktor regional (FR)

3. Metode yang digunakan pada analisa ekonomi adalah Metode

(59)

3.5. Flow Chart Metode Penulisan

Gambar 3.1 Flow chart Perbandingan Beban Operasional Kendaraan pada Struktur Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Jalan Sampang - Pamekasan

Mulai

Analisa data :

- Data tanah (CBR)

- Data LHR

- Data curah hujan

Perhitungan tebal perkerasan lentur metode BINA MARGA

Perhitungan tebal perkerasan kaku metode BINA MARGA

Kesimpulan

Selesai

Menghitung Perbandingan Biaya Pelaksanaan dan Biaya Pemeliharaan Untuk 20 Tahun Pada Perkerasan Lentur

Dan Perkerassan Kaku

Perhitungan beban operasional lalu lintas Survey lokasi

(60)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Perencanaan dan Perhitungan Konstruksi Perkerasaan

Data perencanaan untuk ruas jalan Sampang – Pamekasan adalah

sebagai berikut:

 Fungsi jalan : Arteri

 Tipe jalan : 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)

 Lebar jalan : 5,02 meter

 Umur rencana : 20 tahun

Tabel 4.1 Data volume lalu lintas harian rata-rata selama 5 tahun

Volume lalu lintas harian rata - rata (kend/jam)

Penggolongan jenis

kendaraan 2006 2007 2008 2009 2010

Sepeda motor

(MC) 8126 8645 9197 9784 10371

Kendaraan

Ringan (LV) 1778 1892 2013 2141 2269

Bus Kecil

(MHV) 454 483 514 547 580

Bus Besar (LB) 120 128 136 145 154

Truk tangki 2

sumbu (LT) 1930 2053 2184 2323 2462

Truk tangki 3

sumbu (LT) 68 72 77 82 87

Truk tangki

(61)

trailer (HV)

Jumlah 12494 13292 14141 15034 15945

Dari tebel di atas diketahui total LHR dari tahun 2006 sampai tahun 2010 = 70.906 kendaraan/hari/2

4.1.1. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Pada Awal Umur

Rencana

Dari tabel 4.1 dapat dihitung nilai i (pertumbuhan lalu lintas) maka

LHR awal umur rencana adalah :

%

Jadi pertumbuhan rata–rata lalu lintas tahun 2006 sampai tahun 2010

: 5,5% 6%

Proyeksi pertumbuhan lalu lintas ke depan untuk 2 tahun:

LHR : ( 1 + i )n x jumlah masing – masing kendaraan (persamaan 2.1)

LHR : Volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang

i : Pertmbuhan lalu lintas

n : Jumlah umur rencana

Dari data LHR tahun 2010 di proyeksikan ke tahun 2012 dengan i

= 6 %, maka diperoleh LHR2012 sebagai berikut :

(62)

Penggolongan jenis

kendaanar LHR tahun 2010 LHR tahun 2012

Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )2 x 10371 11653

Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 )2 x 2269 2549

Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 )2 x 580 652

Sambungan tabel 4.2

Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 )2 x 154 173

Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 2462 2766

Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 87 97

Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 )2 x 22 25

Total 17.818 smp / hari /

2 hari

Untuk proyeksi jumlah kendaraan pada akhir umur rencana 20

tahun (tahun 2012 - 2032) maka dilakukan perhitungan secara bertahap

(per 10 tahun):

 10 tahun pertama (2012 - 2022)

LHR2022 = LHR2012 ( 1 + i )n :

Tabel 4.3. Jumlah LHR tahun 2012 ke tahun 2022

Penggolongan jenis

kendaanar LHR tahun 2012 LHR tahun 2012

Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 11.653 20.869

Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2.549 4.564

(63)

Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 173 310

Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2766 4.953

Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 97 155

Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 25 45

Total 32.063 smp / hari /

2 hari

 10 tahun kedua (2022 – 2032)

LHR2022 = LHR2022 ( 1 + i )n :

Tabel 4.4. Jumlah LHR tahun 2022 ke tahun 2032

Penggolongan jenis

kendaanar LHR tahun 2022 LHR tahun 2032

Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )10 x 20.869 37.373

Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 4.564 8.173

Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 1.167 2.089

Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 310 555

Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10x 4.953 8.870

Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 155 277

Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10x 45 80

Total 57.417 smp / hari /2

(64)

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh jumlah lalu lintas pada

tahun 2012 – tahun 2032 sebanyak:

 Untuk tahun 2012 sebanyak: 32.063 smp / hari

 Untuk tahun 2032:

= 10 tahun pertama + 10 tahun kedua

= 30.063 + 57.417

= 89.477 smp / hari / 2 hari

Tabel 4.5. Harga CBR

No CBR

Jumlah yang sama atau lebih besar

Persentase (%) yang sama atau lebh besar

1 3.07 69 100%

2 3,26 68 98,55%

3 3,26 - -

4 3,26 - -

5 3,26 - -

6 3,30 64 92,75%

7 3,31 63 91,30%

8 3,32 62 89,85%

9 3,34 61 88,40%

10 3,34 - -

11 3,35 59 85,50%

12 3,36 58 84,05%

13 3,36 - -

14 3,39 - -

(65)

16 3,44 54 78.26

Sambungan tabel 4.5.

(66)

54 3,87 - -

55 3,87 - -

56 3,87 - -

57 3,90 13 18,84%

58 3,90 - -

59 3,93 11 15,92%

60 3.95 10 14.49%

61 3,96 9 13,04%

62 3,97 8 11.58%

63 3,97 - -

64 3,97 - -

65 3,97 - -

66 3,98 4 5,79%

67 4,04 3 4,34%

68 4,06 2 2,89%

69 5,58 1 1,44%

(67)

Hasil test DCP didapatkan nilai CBR adalah 90 % dengan harga

CBR Dari grafik di atas didapat harga CBR rencana adalah 3,315 %.

4.1.2. Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan

1. LV : ( 1 + 1 ) = 0,0002+0,0002 = 0,0004

2. MHV : ( 1 + 2 ) = 0,0002+0,0036 = 0,003

3. LB : ( 3 + 5 ) = 0,0183+0,1410 = 0,159

4. LT 2 sumbu : ( 5 + 8 ) = 0,2410+0,7452 = 0,22

5. LT 3 sumbu : ( 6 + 14 ) = 0,2923+0,7452 =1,037

6. HV : ( 6+ 14 + 10 ) = 0,2923+0,7452+0,1940 = 1,231

4.1.3. Menghitung Lintas Ekivalen Pertama ( LEP )

1. LV : 0,5 x 0,0004 x 2269 = 0,453

2. MHV : 0,5 x 0,003 x 580 = 0,870

3. LB : 0,5 x 0,159 x 154 =12,243

4. LT (2 sumbu) : 0,5 x 0,22 x 2462 = 270,82

5. LT (3 sumbu) : 0,5 x 1,037 x 87 = 45,109

(68)

Total = 342,212

4.1.4. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

Untuk menghitung lintas ekivalen akhir (perencanaan 20 tahun),

maka dilakukan secara bertahap (per 10 tahun):

 Untuk 10 tahun pertama

LEA = LEP ( 1 + i ) UR

= 342,212 ( 1 + 0,06 )10

= 612,849

 Untuk 10 tahun kedua

LEA = LEP ( 1 + i ) UR

= 342,212 ( 1 + 0,06 )10

= 612,849

Sehingga total lintas ekivalen akhir untuk 20 tahun = 1.225,698

(69)

LET = 0,5 ( LEP + LEA )

LET = 0,5 x ( 342,212 + 1.225,698 )

= 789,950

4.1.6. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana ( LER )

LER = FP x LET

FP = UR / 10 dengan menstubsitusikan nilai LET maka :

LER = 789,950 (20 / 10)

= 1.579,90

4.2. Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan Lentur

Dari data curah hujan pada lokasi studi diperoleh curah hujan

rata-rata / tahun adalah 1407,95 mm/tahun > 900 mm/tahun.

Dari hasil perhitungan kendaraan berat diperoleh:

Jumlah kendaraan berat

Jumlah total kendaraan 100% =

580 + 154 + 2462 + 22

15945 100%

=

= 20,72% < 30%

x

(70)

Sehingga dari tabel 2.4 faktor regional (FR) untuk kelandaian (<

6) maka diperoleh nilai faktor regional (FR) adalah 1,5

4.2.1. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ip0)

Jenis lapisan permukaan yang akan dipakai LASTON dengan

roughness >1000 mm/km maka dari tabel 2.6 didapat Ip0 3,9 – 3,5

4.2.2. Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana (Ipt)

Untuk jalan Sampang - Pamekasan merupakan jalan arteri maka

dari tabel 2.5 diperoleh nilai LER = 1.579,90 karena lebih dari 1000 mm /

km

4.2.3. Mencari Nilai DDT

Untuk mengetahui nilai DDT maka dengan menarik garis lurus

hubungkan nilai korelasi DDT dan CBR pada gambar di bawah ini:

(71)

Dari gambar di atas maka di peroleh nilai DDT = 4

4.2.4. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Nilai - nilai yang harus diketahui sebelum menentukan ITP adalah

sebagai berikut:

1. CBR = 3,315 didapat dari grafik CBR ( 90% )

2. DDT = 4 didapat dari grafik korelasi antara nilai CBR dan

DDT( gambar 4.2 )

3. LER = 1.579,90 didapat dari perhitungan lintas ekivalen rencana

4. Ip0 = 3,9 – 3,5 didapat dari tabel 2.6 indeks permukaan pada

awal usia rencana dengan roughness >1000 mm / km

5. Ipt = 2,5 didapat dari tabel 2.5 dengan indeks permukaan

akhir usia rencana (Ipt) karena nilai LER >1000 dan lokasi studi

termasuk jalan arteri.

(72)

Dari gambar nomogram di atas maka diperoleh nilai ITP = 14

4.2.5. Perencanaan Tebal Perkerasan

Dalam penentuan tebal perkerasan perlu ditentukan beberapa hal

adalah sebagai berikut:

 Penentuan jenis lapisan perkerasan dari tabel 2.7

1. Lapisan permukaan laston 744

2. Lapisan pondasi laston atas

3. Lapisan pondasi bawah sirtu (kelas A)

 Penentuan nilai koefisien kekuatan relatif Gambar 4.3 Nomogram perkerasan lentur

ITP 14 FR = 1,5

(73)

1. Lapisan permukaan (a1) = 0,40

2. Lapisan pondasi atas (a2) = 0,28

3. Lapisan pondasi bawah (a3) = 0,13

 Penentuan batas tebal minimum tiap lapisan perkerasan dalam

penentuannya diperoleh dari tabel 2.8

1. D1 minimum = 10 cm

2. D2 minimum = 15 cm

Maka ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 + D3 (dari persamaan 2.8 )

14 = 0,40 . 10 + 0,28 . 15 + 0,13 + D3

14 = 4 + 4,2 + 0,13 . D3

D3 = 26,05 ≈ 30 cm

4.2.6. Susunan Perkerasan

Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh tebal lapisan

perkerasan lentur adalah sebagai berikut:

LASTON

LASTON ATAS

SIRTU KELAS A 70%

CBR 3,315 10 cm

15 cm

(74)

Gambar 4.4 Lapisan perkerasan lentur

4.3. Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku

Direncanakan perkerasan untuk 2 lajur 2 arah dengan umur rencana

20 tahun yang meliputi perkerasan beton bertulang.

Data perencanaan :

Peranan jalan = jalan arteri

(75)

Dimensi jalan 2 lajur 2 arah = 5,02 m

K = 30 kpa/mm ( Gambar 2.5 )

Pondasi bawah sirtu = 125 mm = 12,5 cm

MR 28 = 28 hari = 350 kg/cm2

Dari Persamaan 2.13

fr = 0,62 fc’ > 3,6 Mpa

fr =0,62 34 =3,6 Mpa > 3,5 Mp (minimum yang disarankan )

4.3.1. Beban Lalu lintas Rencana

 Jumlah sumbu kendaraan niaga f’c =

350

10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa f’c

f’c =

(76)

Tabel 4.6. Jumlah sumbu kendaraan niaga (tahun 2010)

Konfigurasi sumbu STRT STRG STdRG

Kendaraan

(77)

Dari persamaan 2.10 untuk mencari harga R ( faktor pertumbuhan

lalulintas selama umur rencana ).

( 1 + i)n - 1

elog ( 1 + i )

( 1 + 0,06)20 – 1

elog ( 1 + 0,06 )

= 37,876

Dari persamaan 2.9 untuk mencari harga JKSN

JKSN = 360 x JKNH x R

Maka JSKN = 365 x 6654 x 37,876

= 91.989.819,96 buah

4.3.2. Penentuan Jumlah Repitasi Sumbu Kumulatif Tiap - Tiap Sumbu

(78)

Sambungan Tabel 4.7.

 Jumlah repetisi sumbu komulatif tiap tiap sumbu pada lajur rencana

selama umur rencana

 Dari persamaan 2.11 untuk mencari persentase konfigurasi sumbu:

JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x cd

 Dari tabel 2.9 didapat cd = 0,5 karena pada jalan arteri 2 lajur 2 arah

Gambar

Gambar 1.1   Peta Lokasi
Gambar 2.1  Susunan perkerasan lentur
Tabel 2.2   Koefisien distribusi kendaraan dalam jalur ( C )
grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Laporan Akhir ini berjudul “Perencanaan Geometrik dan Tebal Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Batas Kota Palembang – Tanjung Api- api STA 27+000 – STA

Tugas Akhir ini adalah perencanaan desain geometrik dan tebal perkerasan kaku pada jalan batas kota Palembang – Tanjung Api-Api STA 41+500 – STA 50+000. Proyek ini terletak pada

Dalam laporan akhir ini penulis mengambil judul “ Perencanaan Geometrik Dan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Muara Beliti – Tebing Tinggi STA 09+750 – STA 15+000

Tugas Akhir yang berjudul “Perencanaan Jalan Raya Dengan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Menggunakan Metode AASHTO 1993 Pada Jalan Olahbebaya STA 0+000 – STA

Perencanaan geometrik dan tebal perkerasan kaku jalan Dusun Lama Seberang kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin STA 0+000 – STA 5+800 Provinsi Sumatera Selatan

Tingkat kerusakan jalan dengan metode bina marga serta jenis penanganannya adalah tingkat atau nilai prioritas kerusakan batas Sumatera Barat – Riau STA 140 + 000 – STA 150 +

33 EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR Studi Kasus Jalan Tawangmangu-Cemorosewu STA 2+000 sampai dengan 4+000 Wahid Sidiq Kristanto 1, Silvia Yulita Ratih 2

Dari uraian diatas melatar belakangi penelitian yang akan dibahas mengenai Analisa Kerusakan Jalan Dan Tebal Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Pampangan – Lebung Batang STA 0+000 -