PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN
PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL
LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA
PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN
(Sta.84+000 – 97+000)
TUGAS AKHIR
Diajukan oleh :
EUSEBIUS CERINO BEKA
0653010035
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL
LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN SAMPANG - PAMEKASAN
(Sta.84+000 – 97+000)
Dipersiapkan dan disusun oleh :
EUSEBIUS CERINO BEKA NPM. 0653010035
Telah Diuji, Dipertahankan dan Diterima Oleh Tim Penguji Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Tumur Pada Tanggal 1juni 2011
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa timur PEMBIMBING PENDAMPING
Nugroho Utomo., ST NPT. 3 7501040195 1
Ir. Made Astawa., MT NIP. 19530919 198601 1 00 1
Dra. Anna Rumintang., MT NIP. 19620630 198903 2 00 1
Masliyah., ST, MT NIP. 001110 Ibnu Sholichin., ST, MT
NPT. 3 7109 99 0167 1
PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI
PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE BINA MARGA PADA RUAS JALAN
SAMPANG - PAMEKASAN (Sta.84+000 – 97+000)
EUSEBIUS CERINO BEKA 0653010035
Abstrak
Jalan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang pranan penting dalam kehidupan manusia, dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa serta manusia.
Perencanaan perkerasan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas yang terjadi di pulau Madura, sehingga diperlukan penambahan kapsitas jalan yang tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan memerlukan unsur kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi pengguna jalan sehingga pengambilan batas ijin mengacu pada metode yang dikeluarkan oleh BINA MARGA. Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan dengan (Sta.84+000 – 97+000) dan juga menggunakan jenis perkerasan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku, dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.
Dari hasil perhitungan yang telah dibuat pada tugas akhir ini didapat beban operasional yang melewati jalan Sampang – Pamekasan pada tahun ke-20 sebesar 70.679 smp / hari. Untuk tebal perkerasan lentur didapat lapisan perkerasan LASTON MS 744 dengan tebal 10 cm, laston atas 15 cm dan lapisan pondasi bawah sirtu (kelasa A 70 %) dengan tebal 30 cm, dan untuk perkerasan kaku dengan lapisan pelat beton (surface) K-350 dengan tebal 21 cm, dengan sub-base
dengan tebal 15 cm. Diketahui juga biaya investasi awal dan biaya perawatan untuk perkerasan lentur pada tahun ke-20 sebesar Rp 16.581.985 / m’ sedangkan untuk perkerasan kaku sebesar 20.549.776, / m’.
KATA PPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahma-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul, “Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Terhadap Beban Operasional Lalu
Lintas dengan Metode Bina Marga Pada Ruas Jalan Sampang – Pamekasan
(Sta. 84+000 – 97+000)” Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” jawa timur.
Selesainya Tugasa akhir ini tidak lepas dari bantuan moral, materi dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yabg sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar, M.KES., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.
2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, ST, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa timur.
3. Bapak Ibnun Sholichin,ST, MT., selaku Pembimbing I, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diluangkan untuk saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Nugroho Utomo, ST., selaku Pembimbing II, terimah kasih atas ilmu , bimbingan, saran, dan waktu yang telah diberikan sehingga selesai tepat waktu.
5. Ibu Masliyah, ST, MT., selaku Tim Penguji I
8. Ibu Novie Handajani, ST,MT., selaku dosen wali yang telah membimbing saya baik saran maupun nasehat-nasehatnya.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar, yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan.
10.Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendaral Bina Marga SNVT Perencanaan dan Penawasan Jalan dan Jembatan Jawa Timur (P2JJR) yang memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.
11.Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, yang telah memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.
12.Kepada kedua Orang tua saya Agustinus Beka Ledaja, BA dan Dra. Theresia Esy Du’u, serta Kakak dan Adik-adik tercinta.
13.Semua Anak-anak kos Pak Edy (my best friend) Bang nyoman, A’an, Acong, Dudun, Tulang Edo, Wahyu Garong, Mike Terimah kasih atas suport dan pengertian dari kalian semua selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
14.My brother Rully, Rendy, Rifky, Iwan,Bowo, Dimas and shulton (PK), 15.Semua teman-teman angkatan 06 yang tidak disebutkan satu persatu,
terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian.
16.Semua fasilitas kamarqu: laptop ACCER core i3, Komputer cortu duo, Printer T13, Kipas angin coca-cola, dan sound simbada 8000cst, yang selalu setia menemaniQU.
penyajian masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap belajar. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dimasa mendatang pengembangan dan penulisan dari Tugas Akhir ini dapat lebih baik. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surabaya 11 juni 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTARAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Peta Lokasi... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Perkerasan.. ... 5
2.2 Perkerasan Lentur... 7
2.2.1 Struktur Dan Jenis Perkerasan... ... 8
2.2.2 Persamaan Dasar.. ... 11
2.3 Perkerasan Kaku... 21
2.3.1 Krateristik Perkerasan Kaku... ... 21
2.3.3 Dasar Perencanaanencana.. ... 24
2.3.4 Penentuan Besar Rencana. ... 26
2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu linas Rencana.... ... 26
2.3.6 Kekuatan Tanah Dasar. ... 28
2.3.7 Kekuatan Beton... 28
2.3.8 Prosedur Ketebalan Pelat ... 29
2.3.9 Arus dan Komposisi Lalu lintas... 31
2.3.10 Metode Rencana... 32
2.4 Tata Cara Perencanaan Penulangan ... 33
2.4.1 Jenis Sambungan... 35
2.4.2 Geometrik Sambungan... 36
2.4.3 dowel ... 39
2.4.3 batang pengikat... 39
2.5 Analisa Ekonomi Jalan Raya... 40
2.5.1 Karateristik Keputusan dan Batasan – Batasannya... 40
2.5.2 Faktor Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan... 41
2.5.3 Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Dasar Dasar Perencanaan ... 44
3.2 Pengambilan Data ... 44
3.4 Metode Analisa Data ... 45
3.5 Bagan Alur Metode Penelitian ... 46
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perencanaan dan Perhitungan Konstrruksi Perkerasan... 47
4.1.1 perhitungan lalu lintas harian rata – rata pada awwal umur rencana ...48
4.1.2 Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan... 53
4.1.3 Menghitung Lintas Ekivalen Pertama... 54
4.1.4 Menghitung Lintas Ekivalen Akhir... 54
4.1.5 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah... 55
4.1.6 Menghitung Lintas Ekivalen Rencana... 55
4.2 Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan... 55
4.2.1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana... 56
4.2.2 Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana ... 56
4.2.3 Mencari Nilai DDT... 56
4.2.4 Indeks Tebal Perkerasan... 55
4.2.5 Perencanaan tebal perkerasan... 59
4.2.6 Susunan Perkerasan... 60
4.3 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku... 61
4.3.1 Beban Lalu Lintas Rencana... 61
4.3.2 Penentuan Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap Tiap Sumbu... 63
4.3.4 Kekuatan Pelat Beton... 65
4.3.5 Perhitungan Penulangan... 69
4.3.6 Perencanaan Sambungan... 71
4.5 Penilaian Analisa Ekonomi Pada Perkerasan Jalan... 73
4.5.1 Konstruksi Flexible / Lentur... 73
4.5.2 Konstruksi Rigid Kaku... 79
4.5.3 Perbandingan Analisa Biaya Perencanaan Tebal Perkerasan... 82
BAB V KEIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 85
5.2 Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 : Peta Lokasi ... 4
Gambar 2.1 : Susunan Perkerasan Kaku ... 8
Gambar 2.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 15
Gambar 2.3 : Penggunaan Nomogram ... 16
Gambar 2.4 : Struktur Perkerasan Kaku ... 22
Gambar 2.5 : Hubungan Antara CBR dan Modukus Reaksi Tanah Dasar 28 Gambar 2.6 : Tata Letak Sambungan Pada Perkerasan Kaku... 38
Gambar 3.1 : Flow Chart... 46
Gambar 4.1 : Grafik CBR ... 53
Gambar 4.2 : Grafik Korelasi CBR - DDT ... 57
Gambar 4.3 : Nomogram Perkerasan Lentur ... 58
Gambar 4.4 : Lapisan Perkerasan Lentur... 60
Gambar 4.6 : Susunan Lapisan Perkerasan Kaku ... 70
Gambar 4.7 : Tata Letak Sambungan dan Tulangan... 72
Gambar 4.8 : Sambungan Memanjang... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Penentapan jumlah Jalur ... 12
Tabel 2.2 : Koefisien Distribusi Kendaraan Dalam Jalur (C) ... 52
Tabel 2.3 : Angka Ekivalen... 13
Tabel 2.4 : Faktor Regional... 17
Tabel 2.5 : Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana... 17
Tabel 2.6 : Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana ... 18
Tabel 2.7 : Koefisien Kekuatan Relatif... 19
Tabel 2.8 : Batas – Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ... 20
Tabel 2.9 : Koefisien DistribusiKendaraan Niaga Pada Lajur Rencana .... 27
Tabel 2.10 : Faktor Keamanan Pada Perkerasan Kaku ... 27
Tabel 2.11 : Perbandingan Tegangan dan Jumlah Penulangan... 30
Tabel 2.12 : Distribusi Beban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan ... 12
Tabel 2.13 : Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen Dengan Lapi- san Pondasi di Bawahnya... 34
Tabel 2.14 : Ukuran dan Jarak Dowel... 39
Tebal 4.1 : Data Volume Lalu lintas Harian Rata - Rata Selama 5 Tahun 47 Tabel 4.2 : Jumlah LHR Tahun 2010 ke Tahun 2012... 48
Tabel 4.3 : Jumlah LHR Tahun 2012 ke Tahun 2022... 49
Tabel 4.5 : Harga CBR... 51
Tabel 4.6 : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga ... 62
Tabel 4.7 : Persentase Jumlah Repetisi Sumbu Kumulatif Tiap sumbu... 62
Tabel 4.8 : Jumlah Repetisi Sumbu Komulatif Tiap-Tiap sumbu... 48
Tabel 4.9 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 18 cm)... 66
Tabel 4.10 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 20 cm)... 66
Tabel 4.11 : Persentase fatiqque Berdasarkan Jumlah Repetisi Yang Diijinkan (tebal pelat 21 cm)... 66
Tabel 4.12 : Perhitungan Jarak Tie Bar... 72
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan merupakan suatu konstruksi yang befungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa sehingga kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi.
Dengan meningkatnya perkembangan sektor perekonomian dan perindustrian di Pulau Madura, maka meningkat pula kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi jalan yang baik dan aman tetapi mempunyai nilai guna dan manfaat dari segi ekonomis yang akan datang. Jalan Sampang - Pamekasan merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk menunjang hal tersebut, dengan intensitas pengguna jalan yang rata-rata menggunakan kendaraan berat, sangatlah rentan jalan tersebut mengalami kerusakan akibat beban kendaraan yang melewatinya, dan tanpa adanya upaya lebih lanjut dapat mengakibatkan permasalahan lalu lintas.
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
Dalam penulisan tugas akhir ini lokasi yang dipakai adalah jalan Sampang – Pamekasan (Sta.84+000 – 97+000). Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai sumber referensi untuk tugas akhir dikarenakan pada lokasi ini sering mengalami kerusakan, sehingga untuk mengukur dalam penyajian tugas akhir tentang perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku, maka pada perencanaan perkerasan ini menggunakan jenis perencanaan konstruksi perkerasan jalan yang berbeda yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dari kedua hasil jenis perkerasan tadi dibuat suatu perbandingan beban operasional lalu lintas yang membuktikan efisiensi biaya pemeliharaan perkerasan dan biaya pemeliharaan perkerasan mana yang lebih baik dengan umur rencana 20 tahun.
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Berapa tebal perkerasan lentur yang ditinjau dari beban operasional lalu lintas yang terjadi pada jalan Sampang - Pamekasan dengan menggunakan metode BINA MARGA?
3. Berapa perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan dengan umur rencana 20 tahun?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari tugas akhir ini adalah: 1. Menghitung beban operasional lalu lintas yang yang melewati jalan
Sampang - Pamekasan.
2. Menghitung tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
3. Menghitung perbandingan biaya pelaksanaan dan biaya pemeliharaan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku dengan umur rencana 20 tahun.
1.4. Batasan masalah
Adapun batasan-batasan masalah yang muncul adalah:
1. Merencanakan lapisan perkerasan dan menghitung perencanaan tebal perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang disesuaikan dengan data- data dan sesuai persyaratan (Metode BINA MARGA) 2. Dalam pengerjaan tugas akhir ini parameter perencanaan daya
dukung tanah ditinjau
3. Tidak membahas sistem drainase
1.5 Peta Lokasi
Gambar 1.1 Peta Lokasi STA 84+000
STA 97+000
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Perkerasan
Dalam proses perencanaan perkerasan jalan, bahan perkerasan
jalan merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis
parameter perancangan, karena salah satu perameter kekuatan konstruksi
jalan terletak pada pemilihan yang tepat dan material yang digunakan
dalam suatu rancangan perkerasan jalan.
Perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
direncanakan dapat memberikan tingkat pelayanan yang tinggi bagi lalu
lintas yang lewat serta menghasilkan efisiensi, keamanan, kenyamanan
yang paling optimal, namun tujuan agar tersedianya jalan yang
mempunyai standar mutu yang tinggi sesuai dengan fungsinya, artinya
dapat menyediakan lapisan perkerasan jalan yang berlapis dengan susunan
tertentu.
Konstruksi perkerasan dipandang dari rasa nyaman dan keamanan
berlalu lintas harus memenuhi syarat :
1. Permukaan jalan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut
dan berlubang.
2. Permukaan jalan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk
3. Permukaan jalan yang cukup kasar, sehingga memberikan gesekan
yang baik antara roda kendaraan dengan permukaan jalan.
Konstruksi perkerasan jalan yang dipandang dari kekuatan dalam
memikul dan menyebarkan beban haruslah memenuhi syarat :
1. Ketebalan perkerasan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan
beban lalu lintas ke arah dasar.
2. Kedap terhadap air.
3. Permukaan mudah mengalirkan air.
4. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
Jenis perkerasan dibedakan berdasarkan bahan pengikatnya adalah
sebagai berikut:
1. Perkerasan lentur (flexible pavement)
Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul
dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
2. Perkerasan kaku (rigid pavement)
Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan semen sebagai
bahan pengikatnya, pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah,
3. Perkerasan komposit (composite pavement)
Yaitu perkerasan gabungan baik itu berupa perkerasan lentur di
atasnya perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan
lentur.
Berbeda dengan konstruksi bangunan yang lebih banyak mengacu
pada prinsip kekuatan struktur material padat, persyaratan konstruksi jalan
lebih mengacu pada teori elastisitas untuk semi padat, oleh karena itu
struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapisan elemen struktur
perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar
(subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base course), lapisan pondasi atas
(base course) dan lapisan permukaan (surface course). Pada struktur
perkerasan kaku terdiri dari lapisan tanah dasar, lapisan pondasi bawah dan
plat beton. Setiap elemen mempunyai nilai elastisitas bahan E sendiri.
Sehingga boleh dikatakan elemen struktur perkerasan merupakan gabungan
dari komposisi bahan yang masing masing berbeda elastisitasnya. Dengan
demikian persyaratan konstruksi untuk konstruksi jalan lebih mengacu pada
persyaratan toleransi tehadap suatu nilai kekuatan yang ditetapkan. Pada
perkerasan jalan ada beberapa jenis perkerasan yang dipakai, perkerasan
yang sering dipakai dintaranya perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
2.2. Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur adalah jenis konstruksi perkerasan yang
bahan butiran, jenis perkerasan ini elastis jika menerima beban dan
penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak
merusak lapisan tanah dasar sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi
para pengguna jalan. Dalam penulisan tugas akhir ini penentuan tebal
perkerasan lentur dengan menggunakan metode BINA MARGA, fungsi
utama dari perkerasan lentur ini adalah memikul beban lalu lintas yang ada
di atasnya secara nyaman dan selama umur rencana tidak terjadi
kerusakan.
2.2.1. Struktur dan Jenis Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur adalah struktur yang terdiri dari tanah
asli pondasi atas, pondasi bawah dan aspal. Subgrade merupakan lapisan
tanah asli dimana tebal tanah asli disesuaikan dengan keadaan tanahnya,
sub-base course merupakan pondasi pertama yang berasal dari batu kali, base course merupakan pondasi atas yang berasal dari batu kali dan kemudian bagian atas dilapisi dengan aspal
Gambar 2.1 Susunan perkerasan lentur
Surface course Base course Sub-base course
Konstruksi perkerasan lentur terdiri beberapa lapisan diantaranya
sebagai berikut:
1. Tanah dasar (subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya
persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam
tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah
pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir
kasar yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
2. Lapisan pondasi bawah (sub-base course)
Fungsi lapisan pondasi bawah adalah :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah
agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
(penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar ke dalam lapisan pondasi.
d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan
lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah
dasar terhadap roda-roda alat berat atau karena lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR 20%, PI 10%)
yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan
kapur atau semen Portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan,
agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi
perkerasan.
3. Lapisan pondasi atas (base course)
Fungsi lapisan pondasi atas antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis perkerasan.
Bahan-bahan untuk lapisan pondasi umumnya cukup kuat
dan awet sehingga dapat menahan beban roda. Sebelum
menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknis.
4. Lapisan permukaan (surface course)
Fungsi lapisan permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk permukaan umumnya adalah sama dengan
bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih
tinggi penggunaan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertimbangkan daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan
bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana pertahapan konstruksi, agar
dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang
dikeluarkan.
2.2.1 Persamaan Dasar
Persamaan yang diturunkan oleh BINA MARGA untuk
menghitung perencanaan perkerasan lentur adalah sebagai berikut:
1. Prosedur perencanaan
- Tetapkan lebar lajur lalu lintas berdasarkan tabel 2.1
standar perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan
1992 atau tata cara perencanaan geometrik antar kota.
- Jumlah lajur, sesuaikan dengan batas marka, tentukan
dengan tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Penetapan jumlah jalur
Lebar perkerasan Jumlah jalur
L > 5,50 m 1 jalur b. Hitung koefisien distribusi kendaraan (C) mengikuti aturan
pada tabel 2.2 berikut:
c. Hitung LHR pada awal tahun rencana (LHR0), untuk
masing maing jenis kendaraan yang ada
LHR0 = ( 1 + i )n . Ntipe ………..(2.1)
Dimana:
i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama pelaksanaan
n = Jumlah tahun, sejak data pengukuran
N = Masing-masing tipe kendaraan
d. Hitung LHR pada tahun akhir rencana (LHRt), untuk setiap
jenis kendaraan.
LHRt = (1 + i )UR .LHR0 ………(2.2)
Dimana UR = Umur rencana
i = Faktor pertumbuhan kendaraan selama umur rencana
e. Hitung angka ekivalen (AE), gunakan tabel 2.3 dibawah
ini:
Tabel 2.3 Angka ekivalen ( E )
12000
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh: Shirley L. Hendarsin f. Hitung lintas ekivalen permulaan (LEP) :
LEP = ∑ LHR0 x C x EA ………...(2.3)
g. Hitung lintas ekivalen akhir :
LEA = ∑ LHRt x C x EA ...………..(2.4)
h. Hitung lintas ekivalen tengah (LET) :
LET = 0.5 (LEP + LEA) …...…………..(2.5)
i. Hitung faktor penyesuaian :
LER = LET x FP ...………...(2.6a)
FP = UR/10 ………..(2.6b)
j. Perhitungan daya dukung tanah dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan
grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari
nilai CBR atau plate bearing test, DPC, dari nilai CBR yang diperoleh ditentukan nilai CBR rencana yang
merupakan nilai CBR rata-rata untuk suatu jalur tertentu.
Caranya adalah sebagai berikut:
Tentukan harga CBR terendah
Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar
Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 % dan
lainya adalah persentase dari harga tersebut
Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut
Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari 90 %
Catatan:
Hubungkan nilai CBR pada gambar 2.2 dengan garis mendatar ke
sebelah kiri maka akan diperoleh nilai DDT
Gambar 2.2 Grafik korelasi CBR - DDT
k. Faktor regional
Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan
dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi
percobaan AASHTO (road test) dan disesuaikan dengan
keadaan di indonesia. FR ini ditentukan oleh bentuk
alinyemen, persentase kendaraan berat yang berhenti serta
iklim.
l. Indeks tebal perkerasan
Untuk menentukan indeks tebal perkerasan maka perlu
diperhatikan gambar lampiran nomogram di bawah ini:
Gambar 2.3 Penggunaan nomogram
Langkah-langkah yang harus diperhatikan:
Menentukan nilai CBR dari CBR rata-rata 90 %
Menentukan nilai DDT
Menentukan nilai LER
Mencari nilai Ip0 Mencari nilai ITP
Menentukan nilai FR
Tabel 2.4 Faktor regional % Kendaraan berat
≤ 30 m. Indeks permukaan
Indeks permukaan adalah kerataan atau kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Tabel 2.5 Indeks permukaan pada akhir usia rencana
Jenis lapisan
perkerasan Ipo
Roughness *)
Untuk mencari tebal perkerasan, dengan menyesuaikan data
jenis bahan untuk mendapatkan masing-masing koefisien
relatif, untuk mencari tebal LBP dalam alternatif jalan baru
atau kombinasi tebal minimum LPA dan LPB untuk
mencari tebal overlay dari lapisan permukaan.
Koefisien kekuatan relatif Kekuatan bahan Jenis bahan
Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B Batu pecah kelas C
Sirtu kelas a Sirtu kelas b Sirtu kelas c Tanah / lempung
kepasiran
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya Shirley L. Hendarsin (230) Catatan:
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21
Itp Tebal
Lapisan pelindung (buras / burtu / burda)
Lapen / aspal macadm hra, lasbutag, laston
Lapen aspal macadm hra, lasbutag, laston
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.
Laston atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam Laston atas.
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen, laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi
macadam, lapen, laston atas 3. Lapisan pondasi bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin
Struktur jalan kaku (rigid pavement) disebut juga perkerasan jalan
beton semen dan pelaksanaannya dilakukann pada kondisi daya dukung
tanah dasar yang kurang baik (kecil, berkisar nilai 2%), atau beban lalu
lintas yang dilayani relatif besar, maka dibuat solusi dengan perkerasan
kaku (rigid pavement) atau disebut juga perkerasan beton semen karena bahan dasarnya terbuat dari beton semen.
Fungsi pokok perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas
agar cukup aman dan nyaman sehingga tidak terjadi kerusakan berat
selama umur rencana. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perkerasan
kaku harus memenuhi:
1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (sebagai akibat
beban lalu lintas) sampai batasan yang mampu dipikul tanah dasar
tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan atau penurunan
yang berarti pada lapisan perkerasan.
2. Direncanakan sedemikian rupa sehingga mengatasi pengaruh
kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh
cuaca dan kondisi lingkungan.
2.3.1. Karateristik Perkerasan Kaku
Tiga faktor desain untuk perencanaan perkerasan kaku yang sangat
1. Kekuatan tanah dasar (subgrade), dan lapisan pondasi bawah (sub -
base), yang diindikasikan lewat parameter k (subgrade reaction), atau CBR.
2. Modulus keruntuhan lentur beton (flexural strength) dan
3. Beban lalu lintas
Untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari perkerasan kaku
pelat beton harus terjamin mempunyai landasan yang kuat dan uniforms.
Pada struktur perkerasan kaku hanya mempunyai lapisan pondasi bawah,
sedangkan pada lapisan pondasi atas tidak diperlukan (dibandingkan
dengan perkerasan lentur). Lapisan pondasi bawahpun tidak perlu terlalu
kuat, kekuatan secukupnya asal bisa menjamin kedudukan pelat beton
pada bidang rata, dan mampu mengatasi pumping, inflitrasi air dari bawah
pondasi.
2.3.2. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku adalah suatu struktur dari pelat beton semen (PC)
yang bersambung (tidak menerus) atau menerus dengan atau tanpa
tulangan, terletak di atas pondasi bawah (sub - base) dengan atau tanpa
lapis sebagai lapisan permukaan.
Gambar 2.4 Struktur perkerasan kaku
Pelat Beton
Tanah Dasar
Dari penjelasan di atas Perkerasan kaku dapat dikelompokan
kedalam beberapa macam diantaranya perkerasan beton semen (rigid
pavement). Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus. Perkerasan ini dibagi menjadi :
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat tanpa tulangan dengan
ukuran pelat mendekati bujur sangkar dimana panjang dari
pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat dari
sambungan ini berkisar antara 5-6 meter.
Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan dengan
ukuran pelat berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang
dari pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat
jenis ini berkisar antara 13-30 meter
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan yang dibuat dengan panjang pelat yang
menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan muai
melintang. Panjang pelat jenis ini berkisar antara 100 meter.
Perkerasan beton semen pratekan
Umumnya jenis perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang
menggunakan kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut,
Perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku dengan pelat
beton sebagai lapisan pondasi dan aspal beton sebagai lapisan
permukaan.
2.3.3. Dasar Perencanaan
Dalam perencanaan perkerasan kaku, tebal pelat beton dihitung
agar mampu memiliki tegangan yang ditimbulkan oleh :
Beban roda kendaraan
Perubahan suhu dan kadar air
Perubahan volume pada lapisan di bawahnya
Untuk mengatasi repetisi pembebanan lalu lintas sesuai dengan
konfigurasi dan beban sumbu, dalam perhitungan tebal pelat diterapkan
prinsip “Kelelahan” (fatigue). Prinsip tersebut didasarkan pada anggapan
bahwa apabila perbandingan tegangan lentur atau perbandingan antara
tegangan lentur beton akibat beban roda dengan kuat beton (MR)
menurun, maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan
meningkat.
Apabila perbandingan tegangan lentur tersebut rendah (di bawah
batas ketahanan lentur beton), maka beton akan mampu memikul repetisi
tegangan yang tidak terbatas, tanpa kehilangan kekuatannya. Sebaliknya
pada perbandingan pada tegangan yang tinggi beton hanya mampu
memikul reptisi tegangan yang sangat terbatas sebelum beton tersebut
Untuk proses perencanaan tebal perkerasan pada jenis perkerasan kaku di dasarkan pada :
1. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar. 2. Tebal dan jenis pondasi bawah yang diperlukan untuk melayani lalu
lintas pelaksanaan, mengendalikan pemompaan (pumping) dan perubahan volume tanah dasar, serta untuk mendapatkan keseragaman daya dukung di bawah pelat.
3. Kekuatan beton yang dinyatakan kuat lentur (MR) untuk mengatasi
tegangan yang diakibatkan beban roda dari lalu lintas rencana. Kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kekuatan tekan (compressive strength), mengingat bentuk keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan yang diakibatkan tegangan lentur tarik yang lebih.
Adapun persyaratan dan pembatasan yang ditetapkan dalam perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
1. Modulus elastisitas tanah dasar (k), minimal = 2kg/cm3
2. Kuat lentur tarik beton (MR), pada umur 28 hari dianjurkan = 40 kg/cm2 (dalam keadaan terpaksa diijinkan Mrmin = 30 kg/cm2)
3. Kelandaian maksimum = 10%
4. Pelaksanaan harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perkerasan kaku (beton semen).
2.3.4 Penentuan Besaran Rencana
1. Dalam perencanaan perkerasan kaku umumnya umur rencana (r)
dilaksanakan antara 20 tahun sampai 40 tahun.
2. Sedangkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi
sumbu, berdasarkan data terakhir ( 2 tahun terakhir) dari pos-pos
resmi setempat.
3. Untuk perkerasan kaku hanya kendaraan niaga dengan berat total
minimal 5 ton yang ditinjau.
2.3.5 Prosedur Penentuan Lalu lintas Rencana
Hitung volume lalu lintas (LHR)
Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur
JSKN = 365 x JKNH x R ...………..(2.9)
Dimana :
JSKN = Jumlah sumbu kendaraan niaga maksimum
JKNH = Jumlah kendaraan niaga kendaraan harian
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas (I), dan umur rencana (n)
apabila pertumbuhan lalu lintas tahunan selama umur
rencana
R dihitung dengan cara sebagai berikut:
Untuk i ≠ 0
R = ………..(2.10)
Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap-tiap kombinasi konfigurasi
atau beban sumbu pada jalur rencana dangan mengalihkan jumlah
sumbu kendaraan niaga (JSKN) dengan persentase tiap-tiap
kombinasi terhadap (JSKNH) dan koefisien distribusi (cd) jalur
rencana
JSKN x % kombinasi terhadap JSKNHx Cd………(2.11)
Tabel 2.9 Koefisien distribusi kendaaraan niaga pada lajur rencana
Kendaraan niaga Jumlah jalur
1 arah 2 arah
1 jalur 1 1,00
2 jalur 0,7 0,5
3 jalur 0,5 0,475
4 jalur - 0,45
5 jalur - 0,435
( 1 + i )n-1
e
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin Sebagian besar rencana, beban sumbu untuk tiap konfigurasi harus
dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti pada tabel 2.10
berikut ini
Tabel 2.10 Faktor keamanan pada perkerasan kaku Peranan Jalan Faktor keamanan (FK)
jalan tol
jalan arteri
jalan kolektor
jalan lokal
1,2
1,1
1,0
1,0
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shirley L. Hendarsin
2.3.6. Kekuatan Tanah Dasar
kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai modulus reaksi tanah
dasar (k). nilai modulus reaksi tanah dasar (k) diperoleh berdasarkan
korelasi antara nilai k dan CBR seperti pada gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5 Hubungan antara CBR dan modulus reaksi tanah dasar
2.3.7. Kekuatan Beton
Kekuatan beton dinyatakan dalam nilai kekuatan tarik lentur pada
umur 28 hari. Selain perbandingan hubungan antara kuat tarik lentur dan
kuat tekan pada umur 28 hari dapat diperoleh pada gambar 2.6 di bawah
ini:
2.3.8. Prosedur Ketebalan Pelat
Untuk mengetahui tebal pelat yang diperlukan maka diperhatikan
langkah- langkah sebagai berikut:
b. Untuk setiap kombiasi konfigurasi atau beban maka harus
diperhatikan:
Tegangan lentur pelat beton
Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan
lentur pelat beton dengan MR beton
Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan
berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang
ditunjukan pada tabel 2.11
c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinai konfigurasi atau beban sumbu
d. Langkah a sampai c diulang sampai sampai mendapatkan tebal
terkecil dengan fatigue yang lebih kecil, mendekati atau sampai
dengan 100%.
Tabel 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah penulangan yang diijinkan Perbandingan
tegangan*
Jumlah pengulngan
deban yang diijinkan
Perbandingan
tegangan *
Jumlah
pengulangan beban
0.51+
2.3.9. Arus dan Komposisi Lalu-Lintas
Dalam pengecekan manual nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan
komposisi lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan mobil
penumpang (smp), semua nilai arus lalu lintas diubah menjadi satuan
mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe
Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, mini bus,
pick-up, truk kecil dan jeep).
Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus).
Sepeda motor (MC).
Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian
terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping, ekivalen mobil
penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada
tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam.
2.3.10. Metode Rencana
Untuk memilih metode rencana tidak harus keluar dari periode
yang dapat diramalkan untuk lalu lintas periode 20 tahun sering
digunakan, untuk beberapa faktor periode 30 tahun tidak sesuai karena
nilai sekarang (Present worth) dari biaya dan keuntungan dari periode 30
tahun tersebut tidak sesuai dengan keadaan sekarang yang mungkin
dikarenakan keadaan moneter, inflasi yang tidak cocok dengan perkiraan
dan lain-lain.
Dalam studi transportasi umur yang dipakai untuk perkerasan
lentur adalah antara 10 tahun sampai dengan 20 tahun, dan menurut
pengalaman di lapangan perkerasan lentur belum mencapai umur 20 tahun
sudah rusak dan harus ada investasi ulang pada tahun ke-10, sedangkan
untuk perkerasan kaku umur rencana antara 20 tahun sampai dengan 40
2.4. Tata Cara Perencanaan Penulangan
Tujuan dasar distribusi penulangan baja adalah untuk mencegah
terjadinya retak pada pelat beton tetapi untuk membatasi lebar retakan
yang timbul pada daerah dimana beban terkonsentrasi agar tidak terjadi
pembelaan pelat beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat
tetap dapat dipertahankan.
Banyaknya tulangan baja yang didistribusikan sesuai dengan
kebutuhan untuk keperluan ini ditentukan oleh jarak sambungan susut,
dalam hal ini dimungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar
dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas tulangan:
Dimana :
As = Luas tulangan yang diperlukan
F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya
L = Jarak antar sambungan (m)
H = Tebal pelat (m)
Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) (±240 Mpa)
Catatan :As minimum menurut SNI 03-2847-2002, untuk segala
keadaan 0,14% dari penampang beton.
Fr = 0,62 f’c ( Mpa) ……….2.13 As =
11,76(F x L x H) fs
Tabel 2.13 Koefisien gesekan antara pelat beton semen dengan lapisan pondasi di bawahnya
Jenis pondasi Faktor gesekan (F)
Burtu, lapen, dan konstruksi sejenis Aspal beton, laston
Stabilisasi kapur
Pada beton dengan tulangan dihentikan 50 sampai 100 mm
sebelum mencapai sambungan. Jarak yang sama harus disediakan diantara
tulangan memanjang paling luar dengan tipe pelat. Bila digunakan
anyaman dalam arah memanjang sama dengan jarak antara batang dalam
arah melintang, sedangkan lebar tumpang tindih dalam arah melintang
sama dengan jarak antara dalam arah memanjang.
Untuk tulangan biasa, tumpang tindih yang diperlukan adalah 30
kali diameter atau minimum 480 mm. Tulangan pada perkerasan beton
bertulang bersambung dipasang pada kedalaman tidak kurang dari 50 mm
tetapi tidak lebih besar dari 1/3 tebal pelat (diukur dari permukaan pelat).
Perencanaan ‘’sambungan’’ pada perkerasan kaku, merupakan
bagian yang harus dilakukan pada perencanaan baik jenis perkerasan beton
bersambung tanpa atau dengan tulangan maupun pada jenis perkerasan
2.4.1. Jenis Sambungan
Sambungan dibuat atau ditempatkan pada perkerasan beton
dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut akibat terjadinya
tegangan yang disebabkan perubahan lingkungan (suhu dan kelembaban),
gesekan dan keperluan konstruksi (pelaksanaan).
Sambungan pada perkerasan beton umumnya terdiri dari 3 jenis
yang berfungsi sebagai:
Sambungan susut atau sambungan pada bidangnya yang
diperlemah (dummy) dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik
akibat suhu, kelembaban, gesekan sehingga mencegah retak. Jika
sambungan susut tidak dipasang maka akan terjadi retak acak pada
permukaan beton.
Sambungan memuai, fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang
muai pada perkerasan sehingga mencegah terjadinya tegangan
tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk.
Sambungan konstruksi (pelaksanaan), diperlukan untuk kebutuhan
konstruksi (berhenti dan mulai pengecoran). Jarak antar
sambungan memanjang disesuaikan dengan lebar alat atau mesin
penghampar (paving machine) dan oleh tebal perkerasan.
Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika pelat perkerasa cukup
lebar (>7m kapasitas alat) maka diperlukan sambungan ke arah
(warping) yang berupa sambungan engsel dengan diperkuat batang pengikat.
2.4.2. Geometrik sambungan
Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum dan jarak
antara sambungan.
Jarak sambungan
Pada umumnya jarak sambungan konstruksi memanjang dan
melintang tergantung keadaan bahan dan lingkungan setempat,
dimana sambungan muai dan tata letaknya. Untuk sambungan
muai, jarak untuk mencegah retak sedang akan mengecil koefisien
panas, perubahan suhu atau gaya gesek tanah dasar bertambah jika
tegangan tarik beton bertambah. Jarak berhubungan dengan tebal
pelat dan kemampuan daya ikat sambungan untuk menetukan jarak
sambungan yang akan mencegah retak, yang terbaik dilakukan
dengan mengacuh petunjuk dari catatan kemampuan pelayanan
setempat. Pengalaman setempat penting diketahui karena
perubahan jenis agregat kasar akan memberi dampak yang nyata
pada koefisien panas beton konsekuensi jarak sambungan yang
dapat diterima. Sebagai petunjuk kasar, jarak sambungan untuk
beton biasa ≤ 2 h (dua kali tebal pelat beton) dalam satuan
berbeda misalkan tebal pelat h = 8 inci maka jarak sambungan = 16
tebal pelat, misalkan tebal pelat = 200 mm maka jarak sambungan
= 4800 mm dan secara umum perbandingan antara lebar pelat
dibagi panjang pelat ≤ 1,25. Penggunaan sambungan muai
biasanya pada proyek dengan pertimbangan masalah biaya,
kompleksitas dan penampilannya, sehubungan digunakan pada
struktur dimana jenis perkerasan berubah (misalnya : dari jenis
menerus ke jenis bersambung) pada persimpangan. Jarak antara
sambungan konstruksi biasanya di lapangan dan kemampuan
peralatan. Sehubungan konstruksi memanjang harus ditempatkan
pada tepi lajur untuk memaksimalkan kerataan perkerasan dan
meminimalkan persoalan pengalihan beban. Sambungan konstruksi
melintang terjadi pada akhir pekerjaan atau penghentian
pengecoran.
Tata letak sambungan
Sambungan menyerong atau acak (random), akan meminimalkan
dampak kekerasan sambungan sehingga dapat diperbaiki mutu
pengendalian. Sambungan melintang serong akan meningkatkan
penampilan dan menambah usia perkerasa kaku, yaitu biasa atau
bertulang, dengan atau tanpa ruji. Sambungan harus serong
sedemikian agar beban roda dari masing - masing sumbu dapat
melalui sambungan pada saat yang tidak bersamaan. Sudut tumpul
pada sisi luar perkerasan harus dibagian depan sambungan pada
terbesar secara tiba-tiba. Keuntungan dari sambungan serong
adalah sebagai berikut:
Mengurangi lendutan dan tegangan pada sambungan,
sehingga menambah daya dukung beban pelat dan
memperpanjang usia pelat.
Mengurangi dampak reaksi kendaraan pada saat melintas
sambungan dan memberikan kenyamanan yang lebih.
Untuk lebih meningkat penampilan perkerasan biasa adalah dengan
menggunakan sambungan serong pada jarak saat acak atau tidak
teratur. Pada jarak acak mecegah irama atau resonansi pada
kendaraan yang bergerak pada kecepatan normal. Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa pada pola jarak 2,5 m harus
dihindarkan.
Tie bar Bahu
Tepi luar Samb. Melintang serong
Dowel Tie bar
Jarak sambungan melintang lajur 1
lajur 2
lajur 3
Tepi dalam Samb. memanjang
Dowel Tie bar
2.4.3. Dowel
Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang
dugunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat pada beberapa jenis
sambungan pelat beton perkerasan jalan.
Tabel 2.14 Ukuran dan jarak dowel (ruji) yang disarankan
Tebal slab beton Diameter Panjang Jarak
6-7 in (15-18cm)
Sumber : Merancang dan merencanakan lapangan terbang, oleh Heru Basuki, Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan, yang dipasang
dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau di cat
untuk memberikan kebebasan bergeser.
2.4.4. Batang pengikat (tie bar)
Batang pengikat (tie bar) adalah potongan baja yang diprofilkan
yang dipasang pada sambungan lidah alur dengan maksud untuk mengikat
2.5. Analisa Ekonomi Jalan Raya
Penerapan dari prinsip ekonomi teknik untuk managemen
perkerasan jalan, terjadi dua tingkat:
1. Pada tahap penetapan keputusan management, dimana segi-segi
ekonomi dibutuhkan untuk menentukan kelayakan dan ketetapan
waktu dalam sebuah proyek.
2. Kebutuhan untuk mencapai maksimum ekonomi dalam proyek,
jika dari segi ekonomi hal itu layak secara keseluruhan. Tingkat
kedua ini dapat memberikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan akhir yang merupakan bagian dari optimalisasi dengan
memperhatikan tingkat pertama. Kelayakan proyek ditentukan
pada tingkat network, dengan membandingkan satu proyek yang
menggunakan struktur pekerjaan yang berbeda, dengan
mempertimbangkan variasi alternatif yang sanggup memenuhi
ketentuan-ketentuan keseluruhan proyek.
2.5.1. Kriteria Keputusan dan Batasan-Batasannya
Tiap badan untuk jalan raya memenuhi batasan-batasan yang mana
limitasi untuk dan mencakup pelayanan-pelayanan yang memungkinkan
diberikan. Batasan-batasan yang utama biasanya bersifat ekonomis
misalnya kegunaan anggaran daerah, departemen atau program.
kerja, material dan alat-alat, tingkat pelayanan minimum untuk dipelihara
atau stabilitas tenaga kerja dan umur pemakaian alat.
Tidak ada strategi yang dapat didekati tanpa mengetahui semua
batasan-batasan yang ada, maka fungsi utama analisa ekonomi yang
dimaksud dalam tugas akhir ini adalah untuk membandingkan struktur dari
segi biaya. Beberapa lembaga jalan raya merencanakan anggaran yang
terpisah untuk pembangunan konstruksi yang baru, rehabilitas dan
pemeliharaan. Sementara lain mempunyai rencana pembangunan
konstruksi yang baru.
Sebaiknya, seperti beberapa departemen transportasi yang
mengalokasi anggaran-anggarannya menurut kemampuan dan kebutuhan
daerah atau wilayah yang ada.
2.5.2. Faktor-Faktor Biaya dan Keuntungan Perkerasan Jalan
Banyaknya faktor-faktor ekonomi harus dipertimbangkan dalam
rencana investasi perkerasan jalan. Faktor-faktor ini termasuk semua biaya
dan keuntungan-keuntungan yang berhubungna dengan pemilihan metode
perkerasan jalan.
Tidak semua biaya dan keuntungan memungkinkan dimasukan
dalam analisa ekonomi, karena ada beberapa alasan antara lain:
1. Tidak semua biaya atau keuntungan dengan mudah ditentukan
analisa. Meskipun faktor-faktor tersebut penting, misalnya biaya
operasional kendaraan, keuntungan dan lain sebagainya.
2. Beberapa keuntungan dari pengukuran yang melibatkan
faktor-faktor non ekonomi yang utama dan diperhatikan selama analisa
teknik.
3. Batasan-batasan waktu dan anggaran yang tidak memungkinkan
pertimbangan secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk
masing-masing strategi alternatif.
Secara terperinci faktor-faktor ekonomi untuk masing-masing
strategi alternatif, pada umumnya biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan
yang dipergunakan dalam suatu management perkerasan jalan dapat
digolongkan dalam 3 macam, yaitu:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi lembaga transportasi, misalnya
biaya pemeliharaan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakai jalan, misalnya biaya
operasional kendaraan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat pada umumnya,
misalnya perubahan-perubahan yang terjadi di dalam harga
barang-barang akibat transportasi yang lebih lancar.
Seperti kebiasaan pada umunya, faktor yang diseleksi hanya kedua
faktor yang pertama, yang dipakai dalam analisa ekonomi untuk
management perkerasan jalan. Untuk faktor ketiga bagaimanapun juga
langsung dimasukan dalam proses penentuan keputusan dimana faktor ini
akan menyangkut umumnya hal yang bersifat kuantitatif
2.3.5. Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Metode Evaluasi
Beberapa dasar pertimbangan dalam memilih metode evaluasi
ekonomi antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana penting atau tidaknya biaya modal awal dibandingkan
dengan pengeluaran dengan waktu-waktu yang akan datang.
2. Metode analisa apa yang paling dipahami oleh pengambilan
keputusan, serta pertimbangannya mampu menggambarkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Dasar-Dasar Perencanaan
Metode yang dipakai dalam perencanaan perkerasan ini adalah
metode yang mengacu pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
BINA MARGA, sehingga pengambilan koefisien, angka keamanan
maupun batasan-batasan injin perencanaan menggunakan aturan atau
cara-cara telah ditetapkan.
3.2. Pengambilan Data
Data-data dalam perencanaan ini diambil dari DPU Bina Marga
Jawa Timur yang meliputi :
1. Jenis tanah (tanah dasar / sub grade)
2. Jenis lapisan perkerasan
3. Data-data pada perencanaan geometrik jalan meliputi :
Kendaraan rencana
Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR)
4. Hasil test CBR tanah dasar
3.3. Survei Lapangan
Tujuan dari survei lapangan pada perencanaan ini adalah untuk
tersebut. Serta pengambilan data yang bertujuan untuk menunjang
terselesaikannya tugas akhir ini.
3.4. Metode Analisa Data
Data-data yang diperoleh akan dianalisa dan dihitung sesuai
dengan rumus-rumus yang telah ditentukan sesuai dengan literatur dan
perhitungannya sesuai dengan pedoman perencanaan yang berlaku di
Indonesia.
Pada perencanaan ini data-data yang akan dianalisa adalah sebagai
berikut:
1. Data lalu lintas dan data CBR tanah dasar untuk menetapkan tebal
perkerasan jalan.
2. Data curah hujan untuk memperoleh faktor regional (FR)
3. Metode yang digunakan pada analisa ekonomi adalah Metode
3.5. Flow Chart Metode Penulisan
Gambar 3.1 Flow chart Perbandingan Beban Operasional Kendaraan pada Struktur Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Jalan Sampang - Pamekasan
Mulai
Analisa data :
- Data tanah (CBR)
- Data LHR
- Data curah hujan
Perhitungan tebal perkerasan lentur metode BINA MARGA
Perhitungan tebal perkerasan kaku metode BINA MARGA
Kesimpulan
Selesai
Menghitung Perbandingan Biaya Pelaksanaan dan Biaya Pemeliharaan Untuk 20 Tahun Pada Perkerasan Lentur
Dan Perkerassan Kaku
Perhitungan beban operasional lalu lintas Survey lokasi
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perencanaan dan Perhitungan Konstruksi Perkerasaan
Data perencanaan untuk ruas jalan Sampang – Pamekasan adalah
sebagai berikut:
Fungsi jalan : Arteri
Tipe jalan : 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)
Lebar jalan : 5,02 meter
Umur rencana : 20 tahun
Tabel 4.1 Data volume lalu lintas harian rata-rata selama 5 tahun
Volume lalu lintas harian rata - rata (kend/jam)
Penggolongan jenis
kendaraan 2006 2007 2008 2009 2010
Sepeda motor
(MC) 8126 8645 9197 9784 10371
Kendaraan
Ringan (LV) 1778 1892 2013 2141 2269
Bus Kecil
(MHV) 454 483 514 547 580
Bus Besar (LB) 120 128 136 145 154
Truk tangki 2
sumbu (LT) 1930 2053 2184 2323 2462
Truk tangki 3
sumbu (LT) 68 72 77 82 87
Truk tangki
trailer (HV)
Jumlah 12494 13292 14141 15034 15945
Dari tebel di atas diketahui total LHR dari tahun 2006 sampai tahun 2010 = 70.906 kendaraan/hari/2
4.1.1. Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Pada Awal Umur
Rencana
Dari tabel 4.1 dapat dihitung nilai i (pertumbuhan lalu lintas) maka
LHR awal umur rencana adalah :
%
Jadi pertumbuhan rata–rata lalu lintas tahun 2006 sampai tahun 2010
: 5,5% 6%
Proyeksi pertumbuhan lalu lintas ke depan untuk 2 tahun:
LHR : ( 1 + i )n x jumlah masing – masing kendaraan (persamaan 2.1)
LHR : Volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang
i : Pertmbuhan lalu lintas
n : Jumlah umur rencana
Dari data LHR tahun 2010 di proyeksikan ke tahun 2012 dengan i
= 6 %, maka diperoleh LHR2012 sebagai berikut :
Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2010 LHR tahun 2012
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )2 x 10371 11653
Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 )2 x 2269 2549
Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 )2 x 580 652
Sambungan tabel 4.2
Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 )2 x 154 173
Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 2462 2766
Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 )2 x 87 97
Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 )2 x 22 25
Total 17.818 smp / hari /
2 hari
Untuk proyeksi jumlah kendaraan pada akhir umur rencana 20
tahun (tahun 2012 - 2032) maka dilakukan perhitungan secara bertahap
(per 10 tahun):
10 tahun pertama (2012 - 2022)
LHR2022 = LHR2012 ( 1 + i )n :
Tabel 4.3. Jumlah LHR tahun 2012 ke tahun 2022
Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2012 LHR tahun 2012
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 11.653 20.869
Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2.549 4.564
Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 173 310
Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 2766 4.953
Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 97 155
Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 25 45
Total 32.063 smp / hari /
2 hari
10 tahun kedua (2022 – 2032)
LHR2022 = LHR2022 ( 1 + i )n :
Tabel 4.4. Jumlah LHR tahun 2022 ke tahun 2032
Penggolongan jenis
kendaanar LHR tahun 2022 LHR tahun 2032
Sepeda motor ( MC ) ( 1 + 0,06 )10 x 20.869 37.373
Kendaraan ringan ( LV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 4.564 8.173
Bus kecil ( MHV ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 1.167 2.089
Bus besar ( LB ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 310 555
Truck tangki 2 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10x 4.953 8.870
Truck tangki 3 sumbu ( LT ) ( 1 + 0,06 ) 10 x 155 277
Truck gandeng tarailer ( HV ) ( 1 + 0,06 ) 10x 45 80
Total 57.417 smp / hari /2
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh jumlah lalu lintas pada
tahun 2012 – tahun 2032 sebanyak:
Untuk tahun 2012 sebanyak: 32.063 smp / hari
Untuk tahun 2032:
= 10 tahun pertama + 10 tahun kedua
= 30.063 + 57.417
= 89.477 smp / hari / 2 hari
Tabel 4.5. Harga CBR
No CBR
Jumlah yang sama atau lebih besar
Persentase (%) yang sama atau lebh besar
1 3.07 69 100%
2 3,26 68 98,55%
3 3,26 - -
4 3,26 - -
5 3,26 - -
6 3,30 64 92,75%
7 3,31 63 91,30%
8 3,32 62 89,85%
9 3,34 61 88,40%
10 3,34 - -
11 3,35 59 85,50%
12 3,36 58 84,05%
13 3,36 - -
14 3,39 - -
16 3,44 54 78.26
Sambungan tabel 4.5.
54 3,87 - -
55 3,87 - -
56 3,87 - -
57 3,90 13 18,84%
58 3,90 - -
59 3,93 11 15,92%
60 3.95 10 14.49%
61 3,96 9 13,04%
62 3,97 8 11.58%
63 3,97 - -
64 3,97 - -
65 3,97 - -
66 3,98 4 5,79%
67 4,04 3 4,34%
68 4,06 2 2,89%
69 5,58 1 1,44%
Hasil test DCP didapatkan nilai CBR adalah 90 % dengan harga
CBR Dari grafik di atas didapat harga CBR rencana adalah 3,315 %.
4.1.2. Menghitung Angka Ekivalen Masing - Masing Kendaraan
1. LV : ( 1 + 1 ) = 0,0002+0,0002 = 0,0004
2. MHV : ( 1 + 2 ) = 0,0002+0,0036 = 0,003
3. LB : ( 3 + 5 ) = 0,0183+0,1410 = 0,159
4. LT 2 sumbu : ( 5 + 8 ) = 0,2410+0,7452 = 0,22
5. LT 3 sumbu : ( 6 + 14 ) = 0,2923+0,7452 =1,037
6. HV : ( 6+ 14 + 10 ) = 0,2923+0,7452+0,1940 = 1,231
4.1.3. Menghitung Lintas Ekivalen Pertama ( LEP )
1. LV : 0,5 x 0,0004 x 2269 = 0,453
2. MHV : 0,5 x 0,003 x 580 = 0,870
3. LB : 0,5 x 0,159 x 154 =12,243
4. LT (2 sumbu) : 0,5 x 0,22 x 2462 = 270,82
5. LT (3 sumbu) : 0,5 x 1,037 x 87 = 45,109
Total = 342,212
4.1.4. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Untuk menghitung lintas ekivalen akhir (perencanaan 20 tahun),
maka dilakukan secara bertahap (per 10 tahun):
Untuk 10 tahun pertama
LEA = LEP ( 1 + i ) UR
= 342,212 ( 1 + 0,06 )10
= 612,849
Untuk 10 tahun kedua
LEA = LEP ( 1 + i ) UR
= 342,212 ( 1 + 0,06 )10
= 612,849
Sehingga total lintas ekivalen akhir untuk 20 tahun = 1.225,698
LET = 0,5 ( LEP + LEA )
LET = 0,5 x ( 342,212 + 1.225,698 )
= 789,950
4.1.6. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana ( LER )
LER = FP x LET
FP = UR / 10 dengan menstubsitusikan nilai LET maka :
LER = 789,950 (20 / 10)
= 1.579,90
4.2. Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan Lentur
Dari data curah hujan pada lokasi studi diperoleh curah hujan
rata-rata / tahun adalah 1407,95 mm/tahun > 900 mm/tahun.
Dari hasil perhitungan kendaraan berat diperoleh:
Jumlah kendaraan berat
Jumlah total kendaraan 100% =
580 + 154 + 2462 + 22
15945 100%
=
= 20,72% < 30%
x
Sehingga dari tabel 2.4 faktor regional (FR) untuk kelandaian (<
6) maka diperoleh nilai faktor regional (FR) adalah 1,5
4.2.1. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ip0)
Jenis lapisan permukaan yang akan dipakai LASTON dengan
roughness >1000 mm/km maka dari tabel 2.6 didapat Ip0 3,9 – 3,5
4.2.2. Indeks Permukaan Akhir Pada Umur Rencana (Ipt)
Untuk jalan Sampang - Pamekasan merupakan jalan arteri maka
dari tabel 2.5 diperoleh nilai LER = 1.579,90 karena lebih dari 1000 mm /
km
4.2.3. Mencari Nilai DDT
Untuk mengetahui nilai DDT maka dengan menarik garis lurus
hubungkan nilai korelasi DDT dan CBR pada gambar di bawah ini:
Dari gambar di atas maka di peroleh nilai DDT = 4
4.2.4. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Nilai - nilai yang harus diketahui sebelum menentukan ITP adalah
sebagai berikut:
1. CBR = 3,315 didapat dari grafik CBR ( 90% )
2. DDT = 4 didapat dari grafik korelasi antara nilai CBR dan
DDT( gambar 4.2 )
3. LER = 1.579,90 didapat dari perhitungan lintas ekivalen rencana
4. Ip0 = 3,9 – 3,5 didapat dari tabel 2.6 indeks permukaan pada
awal usia rencana dengan roughness >1000 mm / km
5. Ipt = 2,5 didapat dari tabel 2.5 dengan indeks permukaan
akhir usia rencana (Ipt) karena nilai LER >1000 dan lokasi studi
termasuk jalan arteri.
Dari gambar nomogram di atas maka diperoleh nilai ITP = 14
4.2.5. Perencanaan Tebal Perkerasan
Dalam penentuan tebal perkerasan perlu ditentukan beberapa hal
adalah sebagai berikut:
Penentuan jenis lapisan perkerasan dari tabel 2.7
1. Lapisan permukaan laston 744
2. Lapisan pondasi laston atas
3. Lapisan pondasi bawah sirtu (kelas A)
Penentuan nilai koefisien kekuatan relatif Gambar 4.3 Nomogram perkerasan lentur
ITP 14 FR = 1,5
1. Lapisan permukaan (a1) = 0,40
2. Lapisan pondasi atas (a2) = 0,28
3. Lapisan pondasi bawah (a3) = 0,13
Penentuan batas tebal minimum tiap lapisan perkerasan dalam
penentuannya diperoleh dari tabel 2.8
1. D1 minimum = 10 cm
2. D2 minimum = 15 cm
Maka ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 + D3 (dari persamaan 2.8 )
14 = 0,40 . 10 + 0,28 . 15 + 0,13 + D3
14 = 4 + 4,2 + 0,13 . D3
D3 = 26,05 ≈ 30 cm
4.2.6. Susunan Perkerasan
Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh tebal lapisan
perkerasan lentur adalah sebagai berikut:
LASTON
LASTON ATAS
SIRTU KELAS A 70%
CBR 3,315 10 cm
15 cm
Gambar 4.4 Lapisan perkerasan lentur
4.3. Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Kaku
Direncanakan perkerasan untuk 2 lajur 2 arah dengan umur rencana
20 tahun yang meliputi perkerasan beton bertulang.
Data perencanaan :
Peranan jalan = jalan arteri
Dimensi jalan 2 lajur 2 arah = 5,02 m
K = 30 kpa/mm ( Gambar 2.5 )
Pondasi bawah sirtu = 125 mm = 12,5 cm
MR 28 = 28 hari = 350 kg/cm2
Dari Persamaan 2.13
fr = 0,62 fc’ > 3,6 Mpa
fr =0,62 34 =3,6 Mpa > 3,5 Mp (minimum yang disarankan )
4.3.1. Beban Lalu lintas Rencana
Jumlah sumbu kendaraan niaga f’c =
350
10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa f’c
f’c =
Tabel 4.6. Jumlah sumbu kendaraan niaga (tahun 2010)
Konfigurasi sumbu STRT STRG STdRG
Kendaraan
Dari persamaan 2.10 untuk mencari harga R ( faktor pertumbuhan
lalulintas selama umur rencana ).
( 1 + i)n - 1
elog ( 1 + i )
( 1 + 0,06)20 – 1
elog ( 1 + 0,06 )
= 37,876
Dari persamaan 2.9 untuk mencari harga JKSN
JKSN = 360 x JKNH x R
Maka JSKN = 365 x 6654 x 37,876
= 91.989.819,96 buah
4.3.2. Penentuan Jumlah Repitasi Sumbu Kumulatif Tiap - Tiap Sumbu
Sambungan Tabel 4.7.
Jumlah repetisi sumbu komulatif tiap tiap sumbu pada lajur rencana
selama umur rencana
Dari persamaan 2.11 untuk mencari persentase konfigurasi sumbu:
JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x cd
Dari tabel 2.9 didapat cd = 0,5 karena pada jalan arteri 2 lajur 2 arah