• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMA."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

v DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 17

B. Pemahaman Matematik ... 19

C. Komunikasi Matematik ... 26

(2)

vi

E. Pembelajaran Konvensional ... 35

F. Kaitan antara Pembelajaran Generatif dengan Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik ... 36

G. Sikap ... 38

H. Karakter ... 39

I. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 42

B. Populasi dan Sampel ... 43

C. Instrumen Penelitian ... 44

1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika 44

a. Analisis Validitas Butir Soal ... 48

b. Analisis Realibilitas ... 49

c. Analisis Daya Pembeda ... 50

d. Analisis Tingkat Kesukaran ... 52

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba ... 54

2. Angket Skala Sikap ... 55

3. Angket Perkembangan Karakter Siswa ... 56

4. Lembar Observasi ... 57

D. Bahan Ajar ... 58

E. Teknik Analisis Data ... 59 1. ... Data

(3)

vii

Matematik ... 59 2. ... Data

Hasil Angket Sikap dan Angket Karakter ... 62 F. Prosedur Penelitian ... 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematik ... 67 1. ... Desk

ripsi Statistik Data Hasil Tes Kemampuan Pemaha-

man Matematik ... 67 2. ... Data

Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Matematik ... 68 a. ... Tes

Awal (Pretes) ... 70 b. ... Tes

Akhir (Postes) ... 73 B. Hasil Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematik ... 77 1. ... Desk

ripsi Statistik Data Hasil Tes Kemampuan Komuni-

kasi Matematik ... 77 2. ... Data

Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 78 a. ... Tes

(4)

viii

b. ... Tes

Akhir (Postes) ... 82

3. ... Anali sis Angket ... 85

a. ... Angk et Skala Sikap ... 85

b. ... Angk et Perkembangan Karakter Siswa ... 89

C. Pembahasan ... 91

1. ... Kem ampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa ... 91

2. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Generatif ... 98

3. Perkembangan Karakter Siswa ... 100

4. Hasil Observasi ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN-LAMPIRAN: A. Instrumen Penelitian ... 110

(5)

ix

C. Analisis Data Hasil Penelitian ... 191

D. Skala Sikap dan Perkembangan Karakter ... 207

E. Dokumentasi Penelitian ... 213

RIWAYAT HIDUP ... 234

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematik ... 46

Tabel 3.2 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 47

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Validitas ... 48

Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematik ... 48

Tabel 3.5 Rekapitulasi Uji Validitas Tes Komunikasi Matematik ... 49

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 50

(6)

x

Tabel 3.8 Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematik ... 51

Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematik ... 51

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 52

Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematik ... 53

Tabel 3.12 Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematik ... 53

Tabel 3.13 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematik ... 54

Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Komunikasi Matematik ... 54

Tabel 3.15 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 60

Tabel 3.16 Aturan Pemberian Skor Item Skala Sikap... 63

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 68

Tabel 4.2 Rata-rata Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 68

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 70

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 71

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 73

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 74

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 75

Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa ... 76

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 77

(7)

xi

Komunikasi Matematik Siswa ... 80

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 80

Tabel 4.13 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 82

Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 83

Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 83

Tabel 4.16 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 85

Tabel 4.17 Distribusi Skor Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 86

Tabel 4.18 Distribusi Skor Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Generatif ... 87

Tabel 4.19 Distribusi Skor Sikap Siswa terhadap Soal-soal Pemahaman dan Komunikasi Matematik ... 88

Tabel 4.20 Distribusi Perkembangan Karakter Rasa Ingin Tahu Siswa ... 89

Tabel 4.21 Distribusi Perkembangan Karakter Kejujuran Siswa ... 90

(8)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian... 66 Gambar 4.1 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 69 Gambar 4.2 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 78 Gambar 4.3 Sebagian Pekerjaan Siswa dalam Menyelesaikan Tes Kemam-

(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 110

A.1 Bahan Ajar ... 111

A.2 Silabus dan RPP ... 148

A.3 Kisi-kisi Soal dan Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matemati ... 158

A.4 Jawaban Tes Matematika ... 161

A.5 Kisi-kisi Angket Skala Sikap Siswa ... 170

A.6 Kisi-kisi Angket Perkembangan Karakter ... 174

A.7 PedomanObservasi ... 177

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA 179 B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematik ... 180

B.2 Skor Uji Coba Tes Komunikasi Matematik ... 181

B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan Anates 4.0 ... 182

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 191

C.1 Data Hasil Pretes ... 192

C.2 Data Hasil Postes ... 196

C.3 Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Matematik 200 C.4 Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 203 LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI ... 207

D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 208

D.2 Penyekoran Skala Sikap ... 209

D.3 Data Angket Karakter ... 210

D.4 Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran ... 211

LAMPIRAN E: DOKUMENTASI PENELITIAN ... 213

E.1 Foto-foto pada Saat Pembelajaran ... 214

E.2 Sebagian Hasil Kerja dan Respon Siswa ... 216

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan bidang studi yang menduduki peranan penting dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jam pelajaran matematika di sekolah. Selain itu pelajaran matematika diberikan di semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan sebagian di Perguruan Tinggi (PT), tidak seperti halnya dengan mata pelajaran lain yang hanya diberikan pada jenjang tertentu.

Mata pelajaran matematika mempunyai sifat yang abstrak sehingga diperlukan pemahaman konsep yang baik. Sebelum memahami suatu konsep dalam matematika, maka diperlukan pemahaman konsep lain yang terkait. Dengan kata lain, untuk memahami suatu konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk memahami suatu konsep yang sederhana karena dari pemahaman konsep yang sederhana itulah berangkatnya suatu pemahaman konsep yang rumit.

(11)

bagian yang sederhanapun banyak yang tidak dipahaminya, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, karena kebanyakan dari mereka bukan memahami konsepnya melainkan hanya menghafal.

Sejalan dengan yang diungkapkan Sumarmo dan Ruseffendi di atas, hasil penelitian terhadap mata pelajaran matematika yang dilakukan Wahyudi (2008) menyebutkan bahwa kemampuan penalaran, pemahaman, keaktifan, dan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika masih kurang. Dari 40 siswa yang diamatinya hanya sebagian kecil saja yang memiliki kemampuan pemahaman yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematik siswa belum sesuai dengan harapan. Diperlukan usaha berbagai pihak untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemahaman matematik siswa, mengingat pemahaman merupakan proses kognitif yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat terlihat bahwa sampai saat ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan tersebut adalah kesulitan siswa dalam memahami konsep suatu materi. Hal ini terjadi dikarenakan siswa tidak memahami materi prasyarat yang merupakan konsep-konsep yang harus dipahami siswa sebelum menerima materi selanjutnya.

(12)

memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar hafalan. Namun, dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep matematika yang dipelajari. Seperti dalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi (Anderson dan Krathwohl, 2010), kemampuan pemahaman (comprehension) dikategorikan ke dalam jenjang kognisi ke-dua dari 6 kategori proses kognitif, yakni : mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Kategori memahami menggambarkan suatu pengertian dimana siswa mampu mengkonstruksi makna dari pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan, ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.

Siswa dikatakan memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000). Pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang sudah ada. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami yang perlu dikembangkan oleh siswa meliputi: menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Bloom dalam Anderson dan Krathwohl, 2010).

(13)

disamping renegosiasi respon antar siswa akan dapat terjadi dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya komunikasi matematik dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Menurut Collins (Asikin, 2002), dalam buku Mathematics: Applications and

Connections disebutkan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran

matematika adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan, modeling, speaking, writing, talking, drawing serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Hal yang sama juga tertuang dalam tujuan yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (2000).

Sejalan dengan Collins, Baroody (Ansari, 2003) mengatakan bahwa paling tidak ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Pertama, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

(14)

dan berpusat pada guru. Komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Kemampuan mengkomunikasikan ide matematika perlu dikembangkan. Hal ini dikarenakan kemampuan mengkomunikasikan ide mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi merupakan salah satu dari daya matematik sebagaimana yang tercantum dalam NCTM (Sumarmo, 2010) yang menyatakan bahwa daya matematik adalah kemampuan untuk mengeksplorasi; menyusun konjektur; memberikan alasan secara logis; kemampuan untuk menyelesaikan masalah non rutin; mengkomunikasikan ide mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan intelektual lainnya. Begitupun pendapat Lindquist (Elliot dan Kenney, 1996) yang mengungkapkan bahwa jika kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengases matematika.

(15)

bertukar pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertanyakan ide untuk meyakinkan orang lain.

Kenyataan di lapangan, kemampuan komunikasi matematik siswa tidak seperti yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan lemahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika. Seperti halnya hasil penelitian Istiqomah (2007) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa rendah. Sejalan dengan Istiqomah, hasil penelitian Rohaeti (2003) menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa berada pada kualifikasi kurang. Hal tersebut di duga karena kurangnya peran siswa dalam pembelajaran. Siswa hanya mengandalakan hapalan dari pada pemahaman konsep. Demikian pula yang diungkapkan oleh Qohar (2009), bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih kurang, baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun tulisan. Hal ini mungkin karena siswa tidak dibiasakan dalam mengemukakan pendapat/gagasan/ide dalam pembelajaran di sekolah, padahal siswa yang mampu mengkomunikasikan idenya baik secara lisan atau tulisan, akan lebih banyak menemukan cara penyelesaian suatu permasalahan.

(16)

bahwa kemampuan komunikasi seorang siswa akan tinggi apabila kemampuan pemahaman matematikanya tinggi.

Rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa akan berpengaruh pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Seorang siswa yang tidak mampu memahami suatu ide matematik, maka akan sulit baginya untuk mengkomunikasikan ide tersebut baik secara lisan ataupun tulisan. Ketidakmampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide akan mengakibatkan siswa tidak mampu mengerjakan soal-soal atau permasalahan-permasalahan sehingga berdampak pada pencapaian nilai yang rendah.

Rendahnya kemampuan siswa dalam komunikasi matematik bisa dalam bentuk ketidakmampuan siswa dalam menginterpretasi ide matematik, mengekspresikan ide matematik, dan penggunaan simbol-simbol matematik dalam suatu penyelesaian masalah. Hal–hal tersebut bisa jadi karena selama pembelajaran siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya. Keaktifan dan kekreatifan siswa tidak pernah muncul dalam model pembelajaran yang konvensional.

(17)

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa yang rendah sangat mungkin dikarenakan penggunaan model pembelajaran yang tidak sesuai. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba mencari suatu alternatif model pembelajaran yang diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa. Kemudian peneliti mengkaji sebuah model pembelajaran yakni model pembelajaran generatif. Di dalam model pembelajaran generatif siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengekspresikan ide-ide, pendapat-pendapat, atau mengkritik jawaban sesama teman. Dalam tahapan-tahapan tersebut siswa didorong untuk lebih aktif berkomunikasi dan berdiskusi untuk mengkonstruk suatu konsep yang yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran generatif diyakini oleh peneliti akan menjadi suatu alternatif model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa. Dalam model pembelajaran generatif terdapat tahapan-tahapan yang menuntut siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dan mengkonstruk pengetahuan sendiri. Pada tahap ekplorasi siswa benar-benar harus bertukarpikiran dengan sesama teman dalam kelompok sebelum didiskusikan di muka kelas.

(18)

memberikan kesempatan kepada siswa merespons dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif.

Beberapa tahapan lain menunjukkan adanya proses pembelajaran yang mengeksplorasi pemahaman konsep matematik. Permasalahan yang diberikan akan mengingatkan siswa pada konsep-konsep yang pernah dipelajari sebelumnya. Hal tersebut mendorong terjadinya pengaitan konsep dimana konsep lama digunakan untuk mengkonstruk konsep baru.

Tahap-tahap yang terdapat dalam pembelajaran generatif yaitu: (1) tahap eksplorasi; (2) tahap pemfokusan; (3) tahap pengenalan konsep; dan (4) tahap aplikasi konsep. Tahapan tahapan tersebut dapat berlangsung seluruhnya dalam satu siklus pembelajaran, dengan kata lain keempat tahapan tersebut bisa terjadi dalam satu pertemuan atau bisa jadi pula dalam satu pertemuan hanya berlangsung beberapa tahapan saja.

(19)

menurut Purniati (2003) respon siswa terhadap soal-soal komunikasi pada umumnya kurang.

Dalam beberapa penelitian di atas dapat terlihat bahwa pada umumnya sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika masih kurang baik, padahal suatu pembelajaran matematika akan berjalan sangat baik apabila siswa bersikap positif. Demikian halnya dengan materi yang diberikan akan lebih mudah dipahami bila siswa mempunyai sikap yang positif terhadap mata pelajaran matematika.

Selain sikap, karakter juga merupakan hal yang sangat penting untuk ditumbuhkembangkan dalam diri siswa. Selama pembelajaran guru tidak hanya menyampaikan materi-materi pelajaran, tetapi di dalamnya disisipkan pesan-pesan moral yang akan membentuk karakter baik dalam diri siswa. Karakter individu-individu peserta didik perlu dikembangkan dan diarahkan ke arah nilai yang sesuai dengan budaya dan karakter bangsa lewat pendidikan di sekolah.

Baru-baru ini telah berkembang isu mengenai pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa. Pemerintah berharap bahwa pendidikan akan melestarikan nilai budaya dan karakter bangsa. Pendidikan diharapkan tidak hanya meningkatkan kecerdasan intelektual semata, tetapi diharapkan akan mampu membangun budaya dan karakter bangsa yang beradab dan tidak menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.

(20)

anak-anak sampai orang tua. Hal ini menunjukkan lemahnya pembangunan nilai budaya dan karakter sebagai manusia yang beradab.

Pemerintah mensinyalir bahwa telah ada pergeseran nilai budaya dan karakter di masyarakat. Atas dasar hal tersebut, pemerintah menjadikan pendidikan sebagai alternatif untuk mengatasi pergeseran nilai budaya dan karakter bangsa. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas no. 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan harus mampu menumbuhkembangkan nilai budaya dan karakter bangsa.

(21)

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, bertanggung jawab, dan lain-lain.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengadakan suatu penelitian tentang model pembelajaran generatif. Penelitian yang dilaksanakan yaitu tentang penerapan model pembelajaran generatif dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa SMA.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan kajian yang telah dibahas pada latar belakang masalah di atas, penelitian ini dilakukan di sebuah Sekolah Menengah Atas yang mengungkap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran generatif dan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

Penelitian ini mengajukan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran generatif lebih baik daripada kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

(22)

daripada kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif?

4. Bagaimanakah perkembangan karakter siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik serta sikap dan karakter siswa dalam belajar matematika di Sekolah Menengah Atas. Oleh karena itu, secara rinci tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran generatif.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran generatif.

3. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif.

(23)

D. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan adanya manfaat kepada dunia pendidikan. Manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang menerapkan model generatif diantaranya yaitu:

a. Memberikan suatu alternatif model pembelajaran dengan model generatif dalam pembelajaran matematika yang sangat mungkin diterapkan pada level kelas lainya.

b. Menyediakan model pembelajaran yang mampu melayani siswa belajar matematika secara aktif.

c. Hasil penelitian ini akan dapat memberikan masukkan bagi guru matematika SMA beserta siswanya dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya matematika.

d. Memberikan kesempatan kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai model pembelajaran generatif ataupun mengenai pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa.

E. Definisi Operasional

(24)

1. Pemahaman Matematik

Kemampuan pemahaman matematik dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan siswa dalam menyerap arti suatu materi yang dipelajari yang meliputi proses (1) kemampuan merangkum, yakni kegiatan meringkas informasi, misalnya menentukan tema atau poin-poin pokok dari suatu permasalahan; (2) kemampuan melakukan perhitungan sederhana; (3) kemampuan menafsirkan informasi dari hasil yang diperoleh; dan (4) kemampuan menjelaskan suatu hubungan sebab-akibat.

2. Komunikasi matematik

Kemampuan komunikasi matematik dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu ide yang diketahuinya. Kemampuan tersebut meliputi (1) kemampuan menginterpretasikan ide-ide matematik kedalam tulisan, simbol, dan bentuk visual lainnya; (2) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematik kedalam tulisan; (3) Kemampuan dalam menggunakan notasi-notasi/simbol-simbol matematik untuk menyajikan ide-ide dan menggambarkan hubungannya.

3. Sikap

(25)

generatif, dan terhadap soal-soal pemahaman dan komunikasi matematik; (2) lalu arahnya apakah sikap siswa negatif atau positif; dan (3) apakah intensitasnya besar, kecil, atau sedang.

4. Karakter

Karakter adalah watak, tabi’at, atau akhlak. Karakter dalam penelitian ini meliputi rasa ingin tahu, kejujuran, dan kedisiplinan. Rasa ingin tahu adalah suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Kejujuran adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Karakter disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan aturan.

5. Model Pembelajaran Generatif

Model pembelajaran generatif dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang prosesnya didasarkan pada beberapa tahapan, yakni: (1) tahap pendahuluan/eksplorasi; (2) tahap pemfokusan; (3) tahap pengenalan konsep; dan (4) tahap aplikasi konsep.

(26)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu.Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak tetapi dipilih berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk secara alamiah.Penggunaan desain ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk secara acak sebelumnya sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak.Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.Adapun desain penelitian berbentuk kuasi-eksperimen(Sugiyono, 2008) adalah sebagai berikut :

Kelas Eksperimen : O X O Kelas Kontrol : O O Keterangan :

O : Pretes dan postes

X : Perlakuan yaitu model pembelajaran generatif

(27)

Tes awal (pretes) diberikan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok siswa dalam pemahaman dan komunikasi matematik sebelum diberi perlakuan.Setelah diberikan pretes lalu kelompok eksperimen diberi perlakuan yakni pembelajaran dengan model generatif, sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional/biasa.Setelah perlakuan diberikan pada kelompok eksperimen lalu kedua kelompok tersebut diberikan postes.Postes bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan akhir kedua kelompok dalam hal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik setelah masing-masing diberi perlakuan.

B. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Majalengka.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dengan sampel penelitian terdiri dari dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas yang lainnya sebagai kelas kontrol. Penentuan sampel pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk dilakukan secara acak murni. Oleh karena itu, sampling yang mungkin dilakukan adalah ’Purposive Sampling’, sampeldipilih secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Sampel yang dipilih yaitu dua kelas dari 10 kelas yang ada.

Adapun beberapa alasan mengapa pemilihan subjek penelitian dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Majalengka, sebagai berikut:

(28)

b. SMA Negeri 1 Majalengka merupakan sekolah Rintisan Bertaraf Internasional, sehingga akan sangat diperlukan inovasi-inovasi dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran.

c. Ditinjau dari kondisi lingkungan sekolah dan sarana prasarana yang tersedia cukup memungkinkan dan layak untuk diadakan penelitian.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan non-tes.Instrumen tes berupa soal-soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik yang berbentuk uraian. Selanjutnya, instrumen non-tes berupa angket skala sikap mengenai pendapat siswa terhadap pembelajaran dan angket untuk mengetahui perkembangan karakter siswa dalam pembelajaran matematika. 1. Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik

Tes adalah kumpulan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik dalam penelitian ini adalah tes awal (pretes) dan tes akhir (postes).Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok pada awal percobaan mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik.

(29)

diberikan terdiri dari 9 butir soal uraian.Soal tes tersebut terdiri dari 4 soal yang mengukur pemahaman matematik dan 5 soal yang mengukur kemampuan komunikasi matematik.Selengkapnya hasil pretes dan postes kemampuan pemahaman dan komunikasi dapat dilihat pada LampiranC.

Tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik di susun oleh penulis, untuk pengembangannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Membuat kisi-kisi soal yang di dalamnya mencakup sub pokok bahasan,

tingkat kesukaran tiap butir soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.

b. Menyusun soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik. Kisi-kisi dan soal tes dapat dilihat dalam LampiranA.3.

c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka. Kesesuaian tersebut diperoleh melalui dosen pembimbing dan pengajar matematika senior di SMA yang bersangkutan.

Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMA kelas X semester ganjil dengan mengacu pada Kurikulum 2006 pada materi pertidaksamaan. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas muka (face

validity) dan validitas isi (content validity). Validitas muka disebut pula validitas

(30)

tersebut merupakan sampel yang representative dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas X, dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai.

Untuk mengukur kecukupan waktu dan keterbacaan soal tes oleh siswa dalam menjawabnya, maka peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada kelompok terbatas yang terdiri dari orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi ini.Hasilnya, dari ketiga siswa tersebut semuanya memahami arah setiap pertanyaan yang diberikan.Dari segi waktu, ketiga siswa mampu menyelesaikan 9 soal tes tersebut dalam waktu dua jam pelajaran meskipun masih ada beberapa jawaban yang belum tepat.

Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan pemahaman berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematik

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah

2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah

3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan

(31)

Selain penskoran pada tes pemahaman, juga penskoran dilakukan pada tes komunikasi.Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan komunikasi berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Hanya sedikit yang benar dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik dan gambar yang dilukis.

2 Hanya sebagian yang benar dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, dan melukiskan gambar.

3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan

4 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap, jelas dan benar

Selanjutnya soal-soal yang valid menurut validitas muka dan validitas isi ini diujicobakan kepada siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Majalengka. Kemudian data yang diperoleh dari uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik ini dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran alat tes tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0. Seluruh perhitungan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada

(32)

a. Analisis Validitas

Suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan valid bila alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 1991). Interpretasi mengenai besarnya koefisien validitas dalam penelitian ini menggunakan ukuran yang dibuat J.P.Guilford (Suherman. dkk, 2003) seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Validitas Koefisien Interpretasi

Nilai hasil uji coba yang diperoleh kemudian dihitung nilai validitasnya dengan bantuan ProgramAnates 4.0. Hasil uji validitas kemampuan pemahaman matematik disajikan dalam Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematik

(33)

(cukup). Soal-soal yang lainnya semua memiliki validitas tinggi (baik).Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat bahwa hanya soal nomor 3 yang kriterianya signifikan, sedangkan nomor yang lainnya mempunyai kriteria sangat signifikan.

Selanjutnya melalui uji validitas dengan Anates 4.0, diperoleh hasil uji validitas tes kemampuan komunikasi matematik yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5 Rekapitulasi Uji Validitas Tes Komunikasi Matematik

No Nomor

Soal Korelasi

Interpretasi

Validitas Signifikansi

1 2 0,850 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 2 4 0,804 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 3 7 0,753 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 4 8 0,805 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 5 9 0,804 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

Dari lima butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan komunikasi matematik tersebut,semuanya mempunyai validitas tinggi (baik).Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat bahwa semua butir soal sangat signifikan.Perhitungan validitas hasil uji coba tes soal-soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B.3.

b. Analisis Reliabilitas

(34)

Penulis menggunakan program Anates Versi 4.0 untuk menghitungnya seperti pada perhitungan validitas butir soal.Adapun interpretasi koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut (Sugiono, 2009):

Tabel 3.6Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Interval Reliabilitas

0,000 ≤r11<0,200 SangatRendah

0,200 ≤r11< 0,400 Rendah

0,400 ≤r11< 0,600 Sedang

0,600 ≤r11< 0,800 Tinggi

0,800 ≤r11≤ 1,000 SangatTinggi

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk tes pemahaman matematik diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,84, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes pemahaman matematik mempunyai reliabilitas yang tinggi. Sedangkan untuk tes komunikasi matematik diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,83, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes komunikasi matematikjuga mempunyai reliabilitas yang tinggi.Lebih lengkapnya seluruh perhitungan reliabilitas dengan bantuan program Anates 4.0 dapat dilihat dalam Lampiran B.3.

c. Analisis Daya Pembeda

(35)

Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

Negatif – 10% Sangat buruk, harus dibuang 10% – 19% Buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% Agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% – 49% Baik

50% keatas Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes pemahaman dan komunikasi matematik disajikan masing-masing dalam Tabel 3.8 dan Tabel 3.9 berikut ini:

Tabel 3.8 Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematik

No Nomor Tiga soal yang lainnya memiliki kriteria daya pembeda yang sama yaitu pada taraf baik.

Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematik

(36)

4 8 38,89 % Baik

5 9 52,78 % Sangat baik

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelima soal tes pemahaman matematikmempunyai daya pembeda yang baik dan sangat baik.Soal yang termasuk kriteria daya pembeda baik yaitu soal nomor 4, 7, dan 8.Sementara yang termasuk kriteria sangat baik yaitu soal nomor 2 dan 9.Lebih lengkapnya seluruh perhitungan daya pembeda dengan bantuan program Anates 4.0 dapat dilihat dalam Lampiran B.3.

d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Menganalisis tingkat kesukaran butir soal tes sangat diperlukan karena dari hasil analisis yang dilakukan akan terlihat kualitas butir soal tersebut, apakah soal tersebut tergolong sangat mudah, mudah, sedang, sukar, atau sangat sukar.Butir-butir soal dikatakan baik, jika sukar.Butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

Kriteria tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematikdisajikan dalam Tabel 3.10berikut (Astuti, 2009):

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran

Tingkat

Kesukaran Interpretasi 0% - 15% Sangat sukar

16% - 30% Sukar

31% - 70 % Sedang

71% - 85% Mudah

(37)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0.diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes pemahaman dan komunikasi matematik yang terangkum dalam Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 berikut ini:

Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematik

No Nomor Soal

Tingkat

Kesukaran Interpretasi

1 1 72,22% Mudah

2 3 25,00% Sukar

3 5 45,83% Sedang

4 6 52,78% Sedang

Dalam tabel di atas, soal nomor 3 termasuk ke dalam kriteria sukar.Sedangkan soal nomor 1 tingkat kesukarannya tergolong mudah.Dua soal lainnya, yakni nomor 5 dan 6 tingkat kesukarannya tergolong sedang.Melihat komposisi tingkat kesukaran butir soal kemampuan pemahaman, secara keseluruhan soal tersebut sudah baik sehingga butir-butir soalnya tidak direvisi.

Tabel 3.12 Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematik

No Nomor Soal

Tingkat

Kesukaran Interpretasi

1 2 72,22% Mudah

2 4 29,17% Sukar

3 7 43,06% Sedang

4 8 72,22% Mudah

5 9 51,39% Sedang

(38)

hanya satu soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar yaitu soal no 4.Lebih rincinya seluruh perhitungan tingkat kesukaran dengan bantuan program Anates 4.0 dapat dilihat dalam Lampiran B.3.

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.13 dan Tabel 3.14 di bawah ini:

Tabel 3.13 Rekapitulasi AnalisisHasil Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematik

Nomor

Hasil Uji Coba Soal Tes Komunikasi Matematik

(39)

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Majalengka pada kelas X, serta dilihat dari hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa SMA kelas X.

2. Angket Skala Sikap

Yang dimaksud sikap dalam penelitian ini adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis, atau jugaperasaan mendukung atau memihakmaupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihakpada suatu objek tertentu.Dalam penelitian ini ada 3 faktor sikap yang akan diukur yaitu: (1) ada tidaknya sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap model pembelajaran generatif, dan terhadap soal-soal pemahaman dan komunikasi matematik; (2) lalu arahnya apakah sikap siswa negatif atau positif; dan (3) apakah intensitasnya besar, kecil, atau sedang.

(40)

yang arahnya positif dan 3 pernyataan yang arahnya negatif.Angket skala sikap siswa sertas kisi-kisinya disajikan dalam Lampiran A.5.

Model Skala sikap yang digunakan adalah model Likert.Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Skala sikap pada penelitian ini terdiri atas 20 butir pernyataan dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak memutuskan (N), tidak setuju (T), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing pilihan jawaban dikaitkan dengan suatu nilai tertentu. Untuk mendukung sikap positif masing-masing mempunyai nilai SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1, dan sebaliknya, untuk mendukung sikap negatif masing-masing mempunyai nilai SS=1, S=2, N=3, TS=4, dan STS=5.

3. Angket Perkembangan Karakter Siswa

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai hasil kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak (Balitbang, 2010).

(41)

tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan aturan.

Tiap-tiap nilai karakter yang akan di ukur diwakili oleh dua indikator penilaian. Pencapaian indikator akan terlihat dari pilihan-pilihan jawaban siswa terhadap pernyataan yang diajukan. Bentuk jawaban dari pernyataan-pernyataan berupa multiple choiceyangopsi-opsinyasudah disediakan dalam bentuk ”Tidak pernah”, ”kadang-kadang”, ”sering”, dan ”selalu”. Penilaian terhadap jawaban siswa atas setiap pernyataan dikelompokkan kedalam kategori Belum Terlihat (BT) untuk opsi tidak pernah, Mulai Terlihat (MT) untuk opsi kadang-kadang, Mulai Berkembang (MB) untuk opsi sering, atau Membudaya (MK) untuk opsi selalu. Kemudian jawaban siswa di kalkulasikan prosentasenya, prosentase terbesar akan menunjukkan mayoritas perkembangan karakter siswa. Angket perkembangan karakter dan kisi-kisinya disajikan dalam Lampiran A.6.

4. Lembar Observasi

Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sesuatu itu. Observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas pembelajaranapakah pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan model yang direncanakan atau tidak. Hal ini disebabkan tanpa observasi yang meyakinkan bahwa pembelajaran berjalan sesuai dengan rancana, bisa menyebabkan hasil penelitian menjadi bias.

(42)

Pengumpulan data aktivitas pembelajaran dilakukan dengan cara membubuhkan tanda centang (√) pada setiap kolom lembar observasi untuk setiap aspek yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung.Lembar observasi beserta kisi-kisinya selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran A.7.

D. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat pembelajaran dalam bentuk tulisan yang dapat dipelajari oleh siswa baik secara individu maupun secara berkelompok yang kemudian akan dibahas dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS).Bahan ajar/LKS tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Menengah Atas tempat penulis melakukan penelitian yaitu di SMA Negeri 1 Majalengka.Adapun materi yang dipilih adalah berkenaan dengan pokok bahasan Pertidaksamaan.

Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen didesain dengan mengacu pada kelima tahapan dalam pembelajaran dengan model pembelajaran generatif, yaitu 1) tahap eksplorasi; 2) tahap pemfokusan; 3) pengenalan konsep; dan 4) aplikasi konsep. Sementara itu, pada kelas kontrol tidak diberikan bahan ajar/LKS danperangkat pembelajarannya mengacu kepada pembelajaran konvensional.

Bahan ajar dikembangkan melalui langkah-langkah :

(43)

2. Mengujicobakan bahan ajar dengan tujuan sebagai berikut :

a. Mengukur berapa lama waktu yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan satu bahan ajar.

b. Untuk melihat kesesuaian soal-soal yang disajikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

c. Untuk melihat kememadaian bahan ajar.

3. Setalah uji coba dilakukan diadakan revisi seperlunya terhadap bahan ajar. Untuk lebih jelasnya masing-masing bahan ajar dapat dilihat dalam Lampiran A.1.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data hasil tes dan non tes. Data hasil tes diantaranya data hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik, sedangkan data non-tes adalah data yang diperoleh dari angket skala sikap dan angket perkembangan karakter siswa.

1. Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik

(44)

pre

Dengan kriteria indeks gain seperti Tabel 3.15 berikut: Tabel 3.15

Pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik dengan menggunakan uji statistik melalui beberapa tahapan pada software SPSS 16.0 for windows.Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran generatif lebih baik dari pada siswa yang pembelajarannya secara biasa/konvensional.Oleh sebab itu, pengujian yang dilakukan adalah uji perbedaan rata-rata satu pihak, dalam hal ini peneliti menggunakan uji perbedaan rata-rata pihak kanan. Perumusan hipotesis tersebut diformulasikan sebagai berikut:

Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingan yang akan diuji adalah: Hipotesis penelitian yang ke-1

H0 : Kemampuan pemahaman matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif sama dengan kemampuan siswa yang menggunakan pembelajaran cara biasa (konvensional).

Keterangan:

g = indeks gain

(45)

H1 : Kemampuan pemahaman matematik siswa yang menggunakan model

pembelajaran generatif lebih baik dari pada kemampuan siswa yang menggunakan pembelajaran cara biasa (konvensional).

Hipotesis penelitian yang ke-2

H0 : Kemampuan komunikasi matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran generatifsama dengan kemampuan siswa yang menggunakan pembelajaran cara biasa (konvensional).

H1 : Kemampuan komunikasi matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif lebih baik dari pada kemampuan siswa yang menggunakan pembelajaran cara biasa (konvensional).

Perumusan hipotesis tersebut diformulasikan sebagai berikut:

o

H : µ12

1

H : µ12 Keterangan:

1

µ = rata-rata populasi kelas eksperimen

2

µ = rata-ratapopulasi kelas kontrol

Selanjutnya data yang diperoleh diolah melalui tahapan berikut:

1. Menguji Normalitas data skor hasil tes, dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-smirnov.

Rumusan Hipotesisnya adalah:

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusinormal

Kriteria pengujian terima H0, jika P-value/ Sig.(2-tailed) >α, sedangkan yang

lainnya tolak H0 pada taraf signifikan α = 0,05.

2. Menguji Homogenitas Varians dengan menggunakan uji homogenitas varians

(46)

Hipotesis statistiknya adalah: H0 : 22

2

1 σ

σ =

H1 : 22

2

1 σ

σ ≠

Keterangan: σ12 = varians populasi kelompok eksperimen 2

2

σ = varians populasi kelompok kontrol

Kriteria pengujian terima H0, jika Asymp Sig.(2-tailed) >α, sedangkan yang

lainnya tolak H0 pada taraf signifikanα = 0,05.

3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasimatematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menguji perbedaan dua rata-rata melalui uji t. Sebelum melakukan pengujiandata harus dinyatakan berdistribusi normal dan homogen. Kriteria pengujian H0 bisa dilakukan dengan membaca t hitung sebagai output SPSS

yang kemudian dibandingkan dengan t tabelatau dengan menggunakan signifikansi atau nilai probabilitas (P-value).Kriteria penerimaan H0 jika t

hitung < t tabel atau >α(Uyanto, 2009), sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikan α = 0,05.

Jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian data dilakukan dengan uji Mann-Withney U.Jika data berdistribusi normal tetapi varians tidak homogen maka pengujian perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji t’.

2. Data Hasil Angket Sikap dan Angket Karakter

(47)

a. Data yang diperoleh melalui angket dianalisis dengan menggunakan carapenskoran butir skala sikap model Likert. Skor untuk tiap respon yaituSS=5 (Sangat Setuju), S=4 (Setuju), N=3 (Netral), TS=2 (Tidak Setuju), STS=1 (Sangat Tidak Setuju). Untuk mendukung sikap negatif masing-masing mempunyai nilai SS=1 (Sangat Setuju), S=2 (Setuju), N=3 (Normal), TS=4 (Tidak Setuju), dan STS=5 (Sangat Tidak Setuju).

Menurut Azwar (Budiman, 2011) untuk pernyataan positif pada proporsi kumulatif, kolom SS memiliki nilai kumulatif terbesar dan kolom STS memiliki nilai kumulatif terkecil,sedangkan pada pernyataan negatif berlaku sebaliknya. Penentuan skor tiap subjek adalah sebagai berikut:

(48)

Pernyataan negatif Sumber : Modifikasi dari Azwar (2003)

Keterangan : Nilai Zdaftar dapat dilihat pada tabel deviasi normal atau pada

program excel dengan membuat formula =NORMSINV(zi).

Setelah dilakukan penskoran kemudian dilakukan perhitungan skor netral dan skor sikap untuk mengetahui arah sikap siswa positif atau negatif.Arah sikap positif akan ditunjukkan dengan skor sikap yang lebih besar dari skor netral dan sebaliknya. Selengkapnya perhitungan skor baku dan penentuan skor sikap dan skor netral dapat dilihat dalam Lampiran D.2. b. Dataangket perkembangan karakter siswa dianalisis. Setiap pilihan opsi

(49)

kadang-kadang, Mulai Berkembang (MB) untuk opsi sering, atau Membudaya (MK) untuk opsi selalu. Kemudian jawaban siswa di kalkulasikan prosentasenya, prosentase terbesar akan menunjukkan mayoritas perkembangan karakter siswa.

F. Prosedur Penelitian

Persiapan-persiapan yang dipandang perlu sebelum penelitian antara lain : melakukan studi kepustakaan tentang pemahaman matematik, komunikasi matematik, model pembelajaran generatif, dan pembelajaran konvensional serta membuat rancangan pembelajaran dengan model pembelajaran generatif. Setelah persiapan dianggap cukup, kemudian dilanjutkan dengan penulisan proposal dengan bimbingan dosen pembimbing.Setelah penulisan selesai kemudian seminar proposal. Selanjutnya pembuatan instrumen penelitian dan setelah instrumen disetujui dosen pembimbing kemudian dilakukan pemilihan sampel yaitu dengan memilih dua kelas dari kelas pararel yang ada untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu peneliti melakuakan uji instrumen.Uji coba soal dilakukan di kelas yang pernah mendapatkan materi pertidaksamaan yakni di kelas XII.Selain uji coba soal tes, peneliti juga mengujicobakan bahan ajar di sekolah tempat penelitian dikelas yang berbeda.

(50)

pada kelas kontrol.Setelah selesai pembelajaran, angket skala sikap dan angket perkembangan karakter diberikan kepada kelompok eksperimen.Sebagai langkah terakhir yaitu pemberian tes akhir kepada kedua kelompok.Hasil tes ini kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis yang dirumuskan sebelumnya. Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian

Pembuatan Proposal

Seminar Proposal

Perbaikan Proposal Penelitian

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis Uji Coba Instrumen

Perbaikan Instrumen Berdasarkan Hasil Analisis Uji Coba

Model Pembelajaran Generatif Pada Kelas Eksperimen Pelaksanaan Tes Awal (Pretes)

Pelaksanaan Tes Akhir (Postest)

Analisis Data Hasil Penelitian

Penulisan Laporan Penelitian

Pembelajaran Konvensional Pada Kelas Kontrol

(51)

103 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil penelitian, mengenai kemampuan pemahamandankomunikasimatematik siswa melalui model pembelajaran generatifdanpembelajaran konvensional (biasa), peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuanpemahamanmatematiksiswa yang memperoleh

model pembelajaran generatiflebih baik

daripadakemampuanpemahamanmatematik siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional/biasa.

2. Peningkatan kemampuan komunikasimatematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajarangeneratiflebih baik daripadakemampuansiswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional/biasa.

3. Model pembelajaran generatifmampumenumbuhkansikapaktif dan kreatif padadirisiswadalammenyelesaikansetiappermasalahan,

mendiskusikansetiapmasalahdenganteman, danberanimengemukakanpendapat.

4. Model

(52)

sehinggasiswaterbiasauntukmengkomunikasikangagasannyatanpamerasam alu di ejekteman-temannyabilapendapatnyakurangtepat.

5. Selamapembelajarandengan model

pembelajarangeneratifsiswamenunjukkansikap yang

positifterhadappelajaranmatematika, model pembelajarangeneratif, dansoal-soalpemahamandankomunikasimatematik.

6. Perkembangankarakterkejujurandankedisiplinansiswasudahmembudaya, tetapikarakter rasa ingintahusiswabarupada level mulaiberkembang.

B. Saran

Berdasarkankesimpulan di ataspenulismengemukakan saran sebagaiberikut:

1. Peneliti menyarankan agar pihak sekolah, terutama gurumatematikadapat menggunakan model pembelajarangeneratifsebagai model pembelajaranalternatif, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan, model pembelajarangeneratifternyatadapat meningkatkan kemampuan pemahamandankomunikasimatematik siswa.

2. Kepada guru matematika yang

(53)

dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif.

3. Selainketercapaiankompetensikurikulum,

peningkatandayamatematiksangatpentingdalambelajarmatematika,

makaperludikembangkansoal-soaluntukmeningkatkandayamatematiksiswa, khususnyasoal-soalpemahamandankomunikasi yang disajikandengan model pembelajaran yang inovatif, diantaranya model pembelajarangeneratif.

4. Penelitian yang dilakukanpenelititerbatashanyapadajenjang SMA, danmateriPertidaksamaan,

makaperludilakukanpenelitianlebihlanjutmengenai model

pembelajarangeneratifpada level sekolah yang

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R.(2010). Kerangka Landasan untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ansari, B. I.(2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa melalui Strategi Think-Talk-Write.

Disertasi pada SPS UPI, Bandung: tidak diterbitkan.

Asikin, M. (2002). “Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik”. Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya (Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI). 7,

(Edisi Khusus), (492-496).

Astuti, R. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan

Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal Teaching dengan Pendekatan Metakognitif dan Kelompok Siswa yang Belajar dengan Pembelajaran Biasa. Tesis. UPI: Tidak

diterbitkan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010). Pengembangan

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Balitbang

Bisri, A. M. (2008). Sekitar Pembelajaran Efektif. [ONLINE]. Tersedia: http://pendis.depag.go.id/madrasah/Insidex.php?i_367=at02100015. [26-03-2008].

Budiman, H. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri 3D. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Cai, J.L, dan Jakabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and Communication. Dalam Portia C. Elliot (Eds). Communication in

Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Effendy, O.U. (1993). Dinamika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya Elliot, P.C. & Kenney, M.J.(1996). Comunication in Mathematics, K-12 and

(55)

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press.

Esty W.W. & Teppo, A.R. (1996). Algebraic Thinking, Language, and Word Problem. In P. C Elliot and M.J Kenney (Ed.) 1996. Yearbook.

Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. USA: NCTM.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. Herdian.(2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir

Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi. UPI: Tidak

diterbitkan.

Holil, A.(2008). Menjadi Manusia Pembelajar: Pembelajaran Generatif. [Online]. Tersedia: http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembe lajaran-generatif-mpg.html

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Istiqomah, N.(2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika

Siswa SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok KPK dan Pecahan dengan menggunakan Pembelajaran KBK bercirikan Pendayagunaan AlatPeraga danbPendampingan. [Online].Tersedia: http://digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01a1/01cb6433.dir/doc. pdf

Kesuma, D.(2010). Contextual Teaching and Learning sebuah Panduan Awal

dalam Pengembangan PBM. Yogyakarta: Rahayasa

NCTM (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Virginia : The NCTM Inc

NCTM (2000). Assesment and Standards for School Mathematics, Reston, VA: Author

Purniati, T.(2003). Matematik Pembelajar Geometri berdasarkan Tahap-tahap

(56)

Qohar, A.(2009). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman , Koneksi, dan

Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Desertasi PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Rahayuningsih.(2008). Sikap (Attitude). [Online]. Tersedia: http://download. ebookgratis.info/bab-1-sikap-attitude/

Ramdhani, N.(2008). Sikap dan Beberapa Definisi untuk Memahaminya. Online]. Tersedia: http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads /2008/ 03/definisi.pdf

Rohaeti, E.(2003). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode

Improve untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan

Komunikasi Matematik siswa SLTP. Tesis PPS UPI. Bandung : tidak

dipublikasikan

Ruseffendi. (1984). Dasar-Dasar Matematika Moderen Guru. Bandung: Tarsito. Ruseffendi. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Ruseffendi. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta

Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematik SiswaSekolah Menengah Pertaman melalui Pendekaran Realistik. Desertasi PPS UPI. Bandung: tidak dipublikasikan

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Sumarmo, U.(2002). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada pelatihan

guru MTs Agustus 2002 di Bandung

Sumarmo, U.(2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

(57)

http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/BERFIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf

Uyanto, S.(2009).Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wahyudi. (2008). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman

Matematik melalui Pendekatan Pembelajaran Heuristik. [Online].

Tersedia: http://etd.eprints.ums.ac.id/1935/1/A410040074.pdf Wena, M.(2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi

Gambar

Tabel 3.1  Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman
Gambar  3.1    Diagram Alur Penelitian..........................................................
gambar dalam soal. Selanjutnya validitas isi, menunjukkan ketepatan alattersebut
Tabel 3.1 Penskoran untuk Perangkat   Tes Kemampuan Pemahaman Matematik
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Kasus Pada Perusahaan Bidder Yang Melakukan Merger Pada Tahun 2009). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan tabel 2, laju inflasi DKI Jakarta bulan September 2017 tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran sandang (0,52 persen), kedua terbesar pada kelompok pengeluaran

Kedua , akibat hukum yang lahir setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No.93/PUU-X/2012 adalah pilihan forum penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak lagi terbatas

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Bimbingan Dan Konseling. © Evi

[r]

4.23 Perbandingan hasil pengukuran keriput dikulit pemakaian krim konsentrat sari kulit buah semangka merah dan kuning setelah 4 minggu

Studi kelayakan perluasan pada usaha salon ini bertujuan untuk menentukan layak atau tidaknya investasi yang akan di lakukan pemilik salon.Adapun Studi kelayakan perluasan usaha ini

2012 majoriti usia penderita melebihi 40 tahun, proporsi terbanyak ditemukan pada laki-laki berbanding perempuan, jumlah penderita yang merokok yang tinggi