• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SOSIAL (SOCIAL PROBLEM BASED LEARNING METHODS) DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KEPEKAAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR (Studi eksperimen kuasi penerapan pembelajaran berbasis masalah sosial pada p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SOSIAL (SOCIAL PROBLEM BASED LEARNING METHODS) DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KEPEKAAN SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR (Studi eksperimen kuasi penerapan pembelajaran berbasis masalah sosial pada p"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

iv

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Hipotesis Penelitian ...

A. Belajar dan Hasil Belajar ... B. Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial ... C. Pembelajaran Meningkatkan Berpikir Kritis ... D. Pembelajaran Meningkatkan Kepekaan Sosial ... E. Kelompok Belajar Kecil Untuk IPS ... F. Pembelajaran Konvensional ... G. Isu-isu Kemasyarakatan dalam Pembelajaran IPS ... H. Implementasi Model-Model Pembelajaran IPS ...

(2)

v

halaman BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Desain Penelitian ... B. Subjek Penelitian ... C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... D. Pendekatan Pembelajaran ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

(3)

vi

halaman B. PEMBAHASAN ...

1. Kemampuan Siswa dalam Berpikir Kritis ... 2. Kemampuan Siswa dalam Kepekaan Sosial ... 3. Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Berpikir Kritis

dan Kepekaan Sosial setelah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial diterapkan ... 4. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial dalam Kelompok Belajar Kecil ... 5. Implementasi Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial dalam Pelajaran IPS SD ... 6. Keterbatasan Penelitian ...

153 153 155

157

159

161 165 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

166 166 167 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP PENULIS ...

(4)

vii

(5)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

2.1. 4.1.

4.2.

4.3.

4.4. 4.5. 4.6.

Kerangka Pikir Penelitian dan Lingkup Penelitian ... Perbandingan Skor Rata-Rata Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... Perbandingan Skor Rata-Rata Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... Perbandingan Skor Rata-Rata Gain Ternormalisasi

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... Grafik Hasil Pretes ... Grafik Hasil Postes ... Perbandingan Skor Gain Kemampuan Kepekaan Sosial ...

37

132

136

(6)

ix

SK Pembimbing Penulisan Tesis ... Surat Izin Melakukan Observasi/Penelitian di Sekolah Dasar Negeri Tikukur 2, dan 4 ... Catatan Kegiatan Bimbingan Penelitian dan Penulisan Tesis ... Data Sekolah dan Skedul Pelaksanaan Penelitian ... Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Sekolah Dasar Negeri Tikukur 2, dan 4 ... Daftar Nama Siswa Kelas V SDN Tikukur 2, dan 4 ... Foto Dokumentasi Kegiatan PMPBMS SDN Tikukur ... SATPEL ... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 1, 2, dan 3) ... Kisi-Kisi Penulisan Soal Hasil Belajar Siswa ... Soal dan Jawaban Test IPS ... Lembar Observasi Terhadap Aktivitas Siswa Selama

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan kemampuan serta pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat di tengah masyarakat dunia”. Lebih lanjut, pasal 4 bab II Undang-undang tersebut menyatakan:

Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan pendidikan nasional di atas mengisyaratkan bahwa pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan prioritas pendidikan Indonesia, sehingga dapat dinyatakan bahwa pendidikan nasional diabadikan untuk menghasilkan manusia-manusia berkualitas yang dapat meningkatkan kualitas daya saing bangsa dan negara.

(8)

kuantitas termasuk pemerataan distribusi tenaga kependidikan, keterbatasan sarana dan prasarana, ataupun keterbatasan kemampuan sosial ekonomi negara dan masyarakat.

Pada tingkat sekolah, upaya pencapaian tujuan pendidikan yang tercemin dalam berbagai kegiatan pendidikan di sekolah masih mendapat berbagai kendala. Akibatnya sudah dapat di duga, kualitas pendidikan belum memperlihatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor dominan rendahnya kualitas hasil pendidikan adalah proses pembelajaran. Hal ini dinyatakan oleh Daniswara (2006:4) sebagai berikut:

Rendahnya kualitas atau mutu pendidikan, khususnya di tingkat pendidikan dasar antara lain berasal dari pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM). Hingga saat ini kelangsungan PBM masih bertumpu kepada guru. Harus diakui bahwa peran guru dalam PBM hingga saat ini masih dominan, keberhasilan PBM lebih banyak ditentukan oleh kinerja guru.

Pendapat lain yang berkaitan rendahnya kualitas hasil pendidikan akibat proses pembelajaran dinyatakan Abdurrahman (2003:13) yang mengemukakan bahwa penyebab utama problem belajar adalah faktor eksternal, antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.

(9)

melibatkan komponen: tujuan, materi, proses, serta evaluasi belajar. Komponen proses pembelajaran perlu mendapat perhatian lebih seksama mengingat melalui proses inilah siswa diharapkan mengalami perubahan, yakni dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari tidak bisa menjadi bisa. Keberhasilan pembelajaran pada hakekatnya mengindikasikan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dan keberhasilan pemberian materi ajar yang tercermin dari pemilikan kompetensi dasar dalam diri siswa. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran masih didominasi oleh peran guru dalam proses pembelajaran. Semakin kreatif guru dalam proses pembelajaran akan semakin besar peluang pencapaian tujuan pembelajaran dan pemilikan kompetensi dasar dalam diri siswa.

(10)

sebagian guru. Oleh karena itu diperlukan kajian-kajian berkelanjutan, termasuk kajian penelitian sehingga tercipta metode pembelajaran tepat guna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam menguasai materi pelajaran.

Proses pembelajaran IPS di sekolah dasar selama ini lebih ditekankan kepada penguasaan materi sebanyak mungkin sehingga proses belajar bersifat kaku dan terpusat pada satu arah, tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif dengan melakukan eksplorasi terhadap materi yang diajarkan. Kegiatan belajar lebih ditandai dengan budaya hafalan dari pada berpikir kritis, akibatnya siswa menganggap materi pelajaran IPS hanya untuk dihafalkan. Kenyataan ini menyebabkan siswa tidak mampu menerapkan konsep dasar dari materi IPS dalam kondisi kehidupan mereka. Pembelajaran IPS di sekolah dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang memuaskan. Hal ini bukan saja berdampak pada perilaku siswa yang semata-mata mempelajari IPS dengan menghafal saja, tetapi juga pada metode pengajaran guru, kebijakan pimpinan sekolah, dan harapan orang tua terhadap hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif saja. Dalam kondisi seperti ini strategi pembelajaran yang digunakan yaitu expository, biasanya hanya berupa ceramah yang berjalan satu arah (pendekatan teacher center) dan menekankan pada penguasaan materi sebanyak-banyaknya.

(11)

Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini. Sedangkan tujuannya adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan nilai, berpikir kritis, kepekaan sosial dan sikap serta keterampilan sosial yang berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai bangsa Indonesia (Isjoni, 2007:8). Pendidikan IPS disekolah diberikan atas dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya, bersama individu atau manusia lainnya mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan sosial.

(12)

haruslah memiliki kadar keterlibatan siswa setinggi mungkin sehingga hasil belajar dapat dicapai secara optimal.

Metode pembelajaran berbasis masalah sosial merupakan salah satu strategi pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS SD, dimana strategi tersebut membantu siswa untuk berfikir kritis, kreatif, dan meningkatkan kepekaan sosial sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS. Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan khususnya mengenai prinsip-prinsip penelitian ilmiah, pembelajaran berbasis masalah sosial sangat cocok untuk penelaahan gejala-gejala sosial. Pembelajaran berbasis masalah adalah proses pemecahan masalah melalui langkah-langkah yang sistematis dan logis, sedangkan pembelajaran berbasis masalah sosial adalah strategi belajar yang menekankan kepada pengalaman siswa untuk memecahkan masalah sosial melalui langkah-langkah dan prosedur pemecahan masalah (Isjoni, 2007:101).

Masih rendahnya hasil dari proses belajar siswa dalam mata pelajaran IPS, dan belum optimalnya pelaksanaan proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru dalam menunjang peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar, dapat dilihat dari hasil observasi awal peneliti di Kelas V SD Negeri Tikukur 2, dan 4 Kota Bandung yang memperlihatkan indikasi sebagai berikut:

(13)

2. Pelaksanaan pembelajaran IPS tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif, kreatif, dengan melakukan eksplorasi terhadap materi yang diajarkan, siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran.

3. Kegiatan belajar lebih ditandai dengan budaya hafalan dari pada berpikir kritis, akibatnya siswa menganggap materi pelajaran IPS hanya untuk dihafalkan, kenyataan ini menyebabkan siswa tidak mampu mengembangkan kepekaan sosial dan menerapkan konsep dasar dari materi IPS dalam kondisi kehidupan mereka.

4. Pembelajaran IPS di sekolah dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang memuaskan. Hal ini bukan saja berdampak pada perilaku siswa yang semata-mata mempelajari IPS dengan menghafal saja, tetapi juga pada metode pengajaran yang dilaksanakan guru, kebijakan pimpinan sekolah, dan harapan orang tua terhadap hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif saja.

(14)

Faktor penyebab pemunculan indikasi di atas diduga berasal dari hal hal sebagai berikut:

1. Dalam proses pembelajaran, guru masih dominan menggunakan metode ceramah dan metode tanya jawab. Metode tanya jawab yang digunakan bersifat evaluasi, yakni guru bertanya kepada siswa tentang materi ajar yang telah diuraikan melalui metode ceramah. Penggunaan metode tanya jawab seperti ini kurang merangsang siswa untuk berfikir kritis, membina kepekaan sosial dan mengemukakan pendapat berdasarkan penemuan, sehingga kurang terjalin kerjasama dan komunikasi diantara siswa dan juga guru.

2. Pembelajaran yang pasif kurang membina keberanian dari siswa untuk aktif bertanya kepada guru, siswa tidak terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga terkesan siswa sebagai subjek ajar yang penurut atas penjelasan guru. 3. Meskipun siswa telah dilengkapi oleh buku ajar, guru dalam beberapa kesempatan masih berlangsungnya proses pembelajaran yang tidak efektif, seperti menugaskan kepada siswa untuk mencatat materi pelajaran di papan tulis, dan catatan siswa ini kemudian ditugaskan untuk dihapal oleh siswa, siswa tidak dilibatkan dalam pembelajaran, sehingga siswa menjadi kurang peka terhadap masalah sosial.

(15)

Untuk mengatasi masalah di atas, diperlukan sebuah metode pembelajaran IPS yang dapat mendorong dan merangsang siswa untuk aktif, kreatif dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran IPS yang diprediksi dapat mengatasi masalah di atas adalah metode pembelajaran berbasis masalah sosial (social problem based learning methods). Metoda pembelajaran ini berangkat dari dasar pemikiran "getting better together" yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas, siswa dilibatkan dalam pembelajaran dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh serta mengembangkan pengetahuan, sikap, berfikir kritis, kepekaan sosial, nilai, dan keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah proses pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pembelajaran (Semiawan dalam PTK Matematika, www.Sma3blitar.net). Banyak teori dan hasil penelitian ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dilibatkan dalam proses pembelajaran. Hal ini sebenarnya yang menjadi kunci bagi keberhasilan proses pembelajaran dan kemunculan konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Salah satu metode pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based

learning).

(16)

sama dan menghargai keanekaragaman pendapat. Dalam metode pembelajaran ini, guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Oleh karena itu, metode pembelajaran berbasis masalah sosial merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Selain itu Metode pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan demikian, Metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam mata pelajaran IPS memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah sosial yang terjadi dalam dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar berpikir kritis, kepekaan sosial, dan keterampilan memecahkan masalah IPS, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran IPS.

Pembelajaran berbasis masalah sosial digunakan untuk merangsang berpikir kritis dengan situasi yang berorientasi kepada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar untuk meningkatkan kepekaan sosial. Ibrahim dan Nur (dalam Nurhadi dan Senduk, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti: Project-Based

Learning (Pembelajaran Proyek), Experience-Based Education (Pendidikan

Berdasarkan Pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), atau

Anchored Instruction (Pembelajaran berakar pada dunia nyata). Peran guru dalam

(17)

masalah sosial tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan secara inkuiri.

Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti mengembangkan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar, untuk pembelajaran IPS SD dalam kelompok belajar kecil. Belajar dalam sebuah kelompok kecil, yang terdiri atas empat atau lima orang akan merupakan pilihan yang relevan untuk dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kepekaan sosial siswa selama pembelajaran. Tidak semua kelompok belajar merupakan kelompok kooperatif. Kelompok belajar dikelompokkan oleh Johnson, Johnson dan Holubec (1994) ke dalam empat tipe, yaitu:

1. Kelompok Belajar Semu (The Pseudo-Learning Group)

Dalam kelompok belajar ini, para siswa diminta bekerja sama tetapi mereka tidak memiliki ketertarikan untuk melakukannya.

2. Kelompok Belajar Kelas Tradisional (The Traditional Classroom

Learning Group).

Dalam kelompok ini, para siswa diminta bekerja sama dan mereka menerimanya, tetapi tugas-tugas yang diberikan terstruktur sedemikian hingga sangat sedikit kerja sama yang diperlukan.

3. Kelompok Belajar Kooperatif (the Cooperative learning Group)

Dalam hal ini, siswa diminta bekerja sama dan mereka senang melakukannya. Mereka juga mengetahui bahwa keberhasilan mereka bergantung pada usaha-usaha dari semua anggota kelompok.

4. Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kinerja Tinggi (The

(18)

Tiap siswa dalam kelompok belajar ini memegang peran berkontribusi, dengan tingkat komitmen anggota untuk membantu pembelajaran anggota lain lebih baik dan keberhasilan belajar yang dicapai oleh tiap anggota kelompok lebih optimal.

Dalam penelitian ini kelompok belajar yang terbentuk diharapkan merupakan kelompok belajar yang termasuk ke dalam The High-Performance

Cooperative Learning group yang memiliki berbagai keunggulan. Karena banyak

anggotanya yang kecil, lebih memberi kemungkinan setiap siswa dalam kelompok memegang peran untuk berkontribusi. Selain itu tingkat komitmen para anggota untuk membantu pembelajaran anggota yang lain akan lebih baik yang secara langsung akan lebih mengoptimalkan keberhasilan belajar yang dicapai oleh setiap anggota dalam kelompoknya.

(19)

keberanian siswa untuk bertanya, dan membina siswa untuk berpolapikir kritis, meningkatkan kepekaan sosial, serta penemuan konsep. Dikaitkan dengan kurikulum SD yang berlaku saat ini, maka penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar, untuk pembelajaran IPS SD dalam kelompok belajar kecil menjadi sesuatu yang strategis dan penting bagi terciptanya pemilikan kompetensi dasar IPS dalam diri siswa. Oleh karena itu metode pembelajaran berbasis masalah sosial harus dikuasai Guru IPS, baik secara teoritis maupun praktis serta penting untuk dikaji secara ilmiah melalui penelitian.

Berdasarkan pemikiran awal di atas, peneliti mengajukan judul penelitian Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial (social problem based

learning methods) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan

(20)

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah, peneliti memfokuskan penelitian kepada penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial (social problem

based learning methods) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

kepekaan sosial siswa sekolah dasar pada pembelajaran IPS di kelas V SDN Tikukur Kota Bandung tahun ajaran 2009/2010. Secara rinci masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS SD dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran klasikal ?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil dapat lebih meningkatkan kemampuan kepakaan sosial siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS SD dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran klasikal ?

3. Seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial ?

4. Bagaimana aktivitas siswa dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial selama proses pembelajaran berlangsung ?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk:

1. Memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS SD setelah pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial ?

2. Memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan kepekaan sosial siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS SD setelah pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial ?

3. Memperoleh informasi tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial ?

4. Mengetahui aktivitas siswa dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial selama proses pembelajaran berlangsung ?

(22)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang prosedur penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam pelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar dan penjelasan tentang meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar. Oleh karena itu, penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Secara konseptual, hasil penelitian diharapkan memberikan dukungan

terhadap konsep dan teori yang berkaitan penerapan metode-metode pembelajaran efektif untuk mata pelajaran IPS di sekolah dasar.

2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Guru IPS di Sekolah Dasar tentang metode pembelajaran berbasis masalah sosial dan pemahaman terhadap perlunya penggunaan metode pembelajaran efektif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar.

b. Siswa, khususnya yang berkenaan dengan: 1) Interaksi antar siswa dalam kelompok

2) Peningkatan kemampuan menyampaikan pendapat dalam forum diskusi.

3) Latihan berpikir kritis, meningkatkan kepekaan sosial dan kreatif dalam memecahkan masalah kelompok.

(23)

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan di atas,

hipotesis yang diajukan atas penelitian tentang penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil dalam pembelajaran IPS SD secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional (H1: µA1≠µA2).

(24)

G. Definisi Variabel

Untuk memperjelas variabel-variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut diberikan definisi variabel:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial

Pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah metode pembelajaran berbasis masalah sosial yang menghadirkan situasi masalah autentik dan bermakna di awal pembelajaran. Autentik maksudnya bahwa masalah sosial yang diajukan merupakan masalah kehidupan nyata yang akrab dengan keseharian siswa dan bermakna berarti memiliki koneksi dengan pengetahuan awal yang dimiliki para siswa.

Metode pembelajaran berbasis masalah sosial (social problem based

learning methods) adalah metode pembelajaran yang mengunakan masalah dunia

(25)

2. Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis akan muncul dalam diri siswa apabila selama proses belajar di dalam kelas, guru membangun pola interaksi dan komunikasi yang lebih menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif oleh siswa. Berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan. Definisi ini lebih menekankan pada bagaimana membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan. Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir dengan mengemukakan penilaian dengan menerapkan norma dan standar yang tepat.

Pembelajaran berpikir kritis, adalah suatu model pembelajaran dengan memfokuskan pada aktifitas berpikir secara reflektif dan rasional untuk menilai dan menaksir suatu pemikiran dan mengevaluasi praktek dari pemikiran tersebut. Ennis (1987) dalam Sapriya (2008:115).

3. Kepekaan Sosial

Secara harfiah, istilah ‘kepekaan’ (sensitivity) berasal dari kata ‘peka’ (sensitive) yang berarti mudah merasa atau mudah terangsang, atau suatu kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap suatu keadaan. Apabila dikaitkan dengan kondisi sosial (kemayarakatan), maka istilahnya menjadi kepekaan sosial (social

sensitivity), ialah kondisi seseorang yang mudah bereaksi (cepat tanggap) terhadap

(26)

4. Pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil.

Pembelajaran dalam kelompok sosial belajar kecil yang dimaksud adalah pembelajaran dengan pengelompokan siswa ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang. Dalam hal ini pengelompokannya dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Anggota-anggota kelompok dipilih secara heterogen terutama menurut tingkat kemampuan yang diperlihatkan oleh skor yang diperoleh siswa pada tes materi prasyarat dan faktor-faktor lain seperti gender, etnis dan persetujuan para siswa terhadap keanggotaannya dalam kelompok. Kelompok yang terbentuk diharapkan merupakan High-Performance

Cooperative Learning Group, yang mengharuskan setiap siswa dalam kelompok

memegang peran untuk berkontribusi.

5. Pembelajaran berbasis masalah sosial secara klasikal.

(27)

6. Pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional yang dimaksud pada penelitian ini adalah pembelajaran secara klasikal dengan menggunakan metode ceramah yang umumnya lebih berorientasi pada presentasi informasi secara langsung dan demonstrasi keterampilan oleh guru. Dalam hal ini siswa berperan pasif sebagai penerima informasi.

(28)

107 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Untuk mempelajari dan mengkaji pendekataan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar, maka penelitian ini dilakukan dalam sebuah studi eksprimen kuasi, dengan menggunakan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Sugiyono, 2006:86-88; Schumacher & Mc.Millan, 2001:342-342).

Data penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu skor pretes dan postes pemahaman konsep sebelum dan setelah pembelajaran, data kualitatif berupa aktivitas belajar siswa yang diperoleh melalui observasi. Kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil dan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran klasikal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen kuasi dengan nonequivalent group pretest-posttest design (Schumacher & Mc.Millan, 2001: 342). Bagan rancangannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Disain Penelitian

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen T1 X1 T2

(29)

Keterangan:

T1 = adalah pretes, yang fungsinya untuk mengukur kemampuan awal siswa

sebelum pembelajaran.

T2 = adalah postes, yang fungsinya untuk mengukur kemampuan akhir siswa

setelah pembelajaran.

X1 = adalah perlakuan berupa penerapan metode pembelajaran berbasis masalah

sosial dalam kelompok belajar kecil.

X2 = adalah perlakuan berupa penerapan metode pembelajaran klasikal, yaitu

pembelajaran dengan metode ceramah.

B. Subjek Penelitian

Objek penelitian adalah siswa kelas V SDN Tikukur 2 dan 4 yang terdiri dari 2 kelas. Kelas V SDN Tikukur 2 menjadi kelas eksperimen dengan perlakuan pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil, dan kelas V SDN Tikukur 4 menjadi kelompok kontrol dengan mendapat perlakuan metode pembelajaran biasa (klasikal), yaitu pembelajaran dengan metode ceramah.

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data baik kulitatif maupun kuantitatif, dalam penelitian ini digunakan tiga macam instrumen, yaitu:

1. Soal tes, untuk kepentingan observasi kemampuan awal dan akhir.

(30)

3. Angket yang dimaksud adalah angket tertutup, pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dalam angket merupakan penjabaran dari indikator variabel kepekaan sosial, sehingga dengan demikian data yang diperoleh akurat dan dapat menemukan jawaban dari permasalahan penelitian ini. Angket ini menggunakan skala Likert, setiap siswa diminta untuk menjawab suatu pertanyaan dengan jawaban sangat setuju (SS), Setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyan positif maka dikaitkan dengan nilai SS= 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1 dan sebaliknya.

1. Soal Tes

a. Penyusunan Tes

(31)

Untuk memperoleh soal tes yang baik, maka soal-soal tes tersebut diujicoba, agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini uji kepatutan soal tersebut dilakukan di sekolah lain dengan tingkat kelas yang sama.

a.1 Validitas Empiris

Validitas empiris yang akan dihitung untuk menentukan tingkat kehandalan soal adalah validitas bandingan (concurent validity). Dalam penentuan tingkat validitas butir soal digunakan korelasi product moment

Pearson dengan mengkorelasikan antara skor yang didapat siswa pada suatu

butir soal dengan skor total yang didapat. Rumus yang digunakan :

( )( )

Interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi rXY digunakan kriteria

Ruseffendi (1994: 144) berikut ini:

0,80 < r XY ≤ 1,00 : sangat tinggi

0,60 < r XY ≤ 0,80 : tinggi

0,40 < r XY ≤ 0,60 : cukup

0,20 < r XY ≤ 0,40 : rendah

(32)

Untuk lebih meyakinkan, harga koefisien korelasi r dikonsultasikan pada tabel harga kritik r product moment, dengan mengambil taraf signifikan 0,01, sehingga didapat kemungkinan interpretasi :

Jika r hit ≤ r kritik , maka korelasi tidak signifikan Jika r hit > r kritik , maka korelasi signifikan

Hasil perhitungan dan interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan pada Tabel 3.2. berikut:

Tabel 3.2. Hasil Perhitungan dan Interpretasi

Validitas Butir Soal

No.Soal r Interpretasi r

Interpretasi Signifikansi untuk

r tabel (0,01) = 0,487 1 0,8904 Sangat Tinggi Signifikan 2 0,9232 Sangat Tinggi Signifikan 3 0,8796 Sangat Tinggi Signifikan 4 0,8913 Sangat Tinggi Signifikan 5 0,9512 Sangat Tinggi Signifikan 6 0,9342 Sangat Tinggi Signifikan

a.2. Reliabilitas

(33)

r 11 = reliabilitas insrumen

k = banyak butir soal

σb2

= jumlah varians butir soal σt 2 = varians total

Interpretasi nilai r 11 mengacu pada pendapat Guilford (Ruseffendi, 1991:

191):

r11 ≤ 0,20 reliabilitas : sangat rendah

0,20 < r 11 ≤0,40 reliabilitas : rendah

0,40 < r 11 ≤ 0,70 reliabilitas : sedang

0,70 < r 11 ≤ 0,90 reliabilitas : tinggi

0,90 < r 11 ≤ 1,00 reliabilitas : sangat tinggi

Untuk lebih meyakinkan, nilai r 11 juga dikonsultasikan pada tabel r

product moment, dengan mengambil taraf signifikan 0,01, dengan kriteria:

Jika r 11 r tabel , maka instrumen tidak reliabel

Jika r 11 > r tabel , maka instrumen reliabel

Untuk r 11 negatif, berapapun nilainya, menunjukkan bahwa instrumen tidak

reliabel.

Hasil perhitungan reliabilitas instrumen ini didapat: r 11 = 0,9421, dengan

(34)

a.3. Daya Pembeda

Karena banyak peserta tes 27 siswa, merupakan kelompok kecil (kurang dari 100), maka untuk perhitungan daya pembeda (DP), dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Para siswa didaftarkan dalam peringkat pada sebuah tabel

2. Dibuat pengelompokan siswa dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas terdiri atas 50 % dari seluruh siswa yang mendapat skor tinggi dan kelompok bawah terdiri atas 50 % dari seluruh siswa yang mendapat skor rendah..

3. Daya pembeda ditentukan dengan:

A B A

I S S

DP= −

SA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang diolah

Interpretasi nilai DP mengacu pada pendapat Ruseffendi, 1991: 203-204: 0,40 atau lebih : sangat baik

0,30 – 0,39 : cukup baik, mungkin perlu diperbaiki

0,20 – 0,29 : minimum, perlu diperbaiki

(35)

Tabel 3.3. Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda

No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,239 Minimum

2 0,208 Minimum

3 0,346 Cukup Baik

4 0,515 Sangat Baik

5 0,469 Sangat Baik

6 0,300 Cukup Baik

a.4. Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran (TK) pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus :

N B TK =

B = jumlah skor yang didapat siswa pada butir soal itu N = jumlah skor ideal pada butir soal itu

Sementara kriteria interpretasi tingkat kesukaran digunakan pendapat Sudjana (1999: 137):

TK Tingkat Kesukaran

0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang

(36)

Tabel 3.4. Hasil Perhitungan dan Interpretasi

Tingkat Kesukaran Butir Soal

No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,3370 Sedang

2 0,3148 Sedang

3 0,4074 Sedang

4 0,3222 Sedang

5 0,2259 Sukar

6 0,2407 Sukar

Secara lengkap, hasil uji coba perangkat tes tersebut ditampilkan pada tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5. Rekapitulasi Hasil uji Coba Tes Hasil Belajar

No.

Soal Validitas Reabilitas

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Keputusan 1

0,8904 ST

0,9421 ST

0,239 Min. 0,3370 Sd Diperbaiki 2

0,9232 ST 0,208 Min. 0,3148 Sd Diperbaiki

3

0,8796 ST 0,346 CB 0,4074 Sd Dipakai

4

0,8913 ST 0,515 SB 0,3222 Sd Dipakai

5

0,9512 ST 0,469 SB 0,2259 Sk Dipakai

6

(37)

a. Angket

Angket ini diberikan kepada siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sebelum dan setelah mereka melaksanakan pembelajaran. Skala sikap dalam penelitian ini terdiri dari pernyataan dengan 4 pilihan jawaban yang skornya, untuk pernyataan positif digunakan skor sebagai berikut: empat untuk SS (sangat setuju), tiga untuk S (setuju), dua untuk TS (tidak setuju), satu untuk STS (sangat tidak setuju). Sedangkan untuk pernyataan negatif digunakan skor sebaliknya yaitu: satu untuk SS (sangat setuju), dua untuk S (setuju), tiga TS (tidak setuju), empat untuk STS (sangat tidak setuju).

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini dirancang khusus untuk digunakan pada kelompok penelitian yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil.

(38)

B (baik) berarti aktivitas yang diamati sering terjadi

C (cukup) berarti aktivitas yang diamati kadang-kadang terjadi K (Kurang) berarti aktivitas yang diamati jarang terjadi.

Untuk kepentingan pengolahan data, hasil penilaian aktivitas dalam kategori tersebut dikuantifikasikan ke dalam skor, dengan mengkonversikan: B menjadi 3, C menjadi 2, dan K menjadi 1.

Setelah menyelesaikan suatu observasi, masing-masing pengamat menghitung rata-rata tiap aspek kegiatan dari ketujuh skor kelompok. Hasil akhir pengamatan adalah rata-rata dari skor yang didapat kedua pengamat pada tiap aspek aktivitas. Hasil akhir tersebut juga dinyatakan dengan persentase terhadap skor maksimum.

D. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah Social Problem Based

Learning Metods (Metode Pembelajaran Berbasis masalah sosial) dalam

kelompok belajar kecil pada kelompok eksprimen dan pendekatan pembelajaran konvensional atau biasa diterapkan pada kelompok kontrol untuk bahan pembanding.

1. Skenario Pembelajaran Pada Kelompok Eksperimen

(39)

1. Pendahuluan (selama 10 menit) • Pengelompokan siswa

• Motivasi • Apersepsi

2. Kegiatan inti (selama 60 menit) • Pengajuan masalah sosial

• Pengorganisasian siswa untuk belajar

• Membimbing siswa dalam penyelesaian masalah sosial • Mengembangkan dan menyajikan hasil

• Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah 3. Penutup (selama 20 menit)

• Review • Penugasan.

(40)

Contoh Kegiatan Pembelajaran Kelompok Eksprimen

Kelompok Eksprimen

1. Metode Pembelajaran : Belajar Kelompok Kecil

2. Metode : Ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan.

3. Sarana : Lembaran Kerja Siswa, Buku Paket

4. Pendekatan : Social Problem Based Learning

5. Langkah-Langkah Pembelajaran:

a. Kegiatan Pendahuluan (10 Menit)

1. Guru mengkondisikan siswa dalam 7 kelompok belajar kecil yang masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang

2. Guru memotivasi siswa melalui penjelasan keterkaitan materi kaidah pencacahan yang akan dipelajari terhadap kehidupan nyata para siswa 3. Guru melakukan apersepsi yang bertujuan menggali kemampuan

prasyarat siswa yang telah dimiliki siswa berkenaan dengan materi yang akan dipelajari

b. Kegiatan Inti (60 Menit)

Tahap 1: Mengajukan masalah sosial

(41)

2. Guru membagikan LKS yang memuat situasi masalah sebagai bahan ajar.

3. Guru memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam melakukan aktivitas tahap-tahap pengembangan pembelajaran berbasis masalah dengan mengacu pada LKS dalam kelompoknya masing-masing.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

4. Guru membantu siswa mengidentifikasi, mendefinisikan, dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan situasi masalah yang diajukan.

Tahap 3: Membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah sosial

5. Guru meminta setiap kelompok untuk menyelesaikan tahap-tahap pengembangan yang terdapat pada LKS (Selama diskusi berlangsung guru memantau kerja kelompok dengan berkeliling dan mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan).

6. Dengan teknik scaffolding guru membimbing siswa menuntaskan masalah sosial.

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil

7. Guru mengamati dan membantu siswa dalam menyimpulkan hasil kerja kelompok.

(42)

kelompok lain memberikan tanggapan (sharing ideas). Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilisator dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk berpendapat secara terbuka. Sebagai moderator, guru memandu jalannya diskusi kelas dan mengarahkan ke jawaban benar melalui proses negosiasi.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah sosial

9. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses-proses yang telah dilakukan dalam investigasi masalah.

c. Kegiatan Penutup (20 Menit)

1. Review

Guru dan siswa secara bersama-sama membuat rangkuman materi pelajaran.

2. Penugasan

a. Guru memberikan soal-soal latihan untuk diselesaikan secara individual berdasarkan informasi yang diperoleh dalam diskusi. b. Guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah

(43)

2. Skenario Pembelajaran Pada Kelas Kontrol

Secara umum skenario pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen ini, terdiri dari 3 (tiga) tahap kegiatan, yakni:

1. Pendahuluan (selama 10 menit) • Motivasi

• Apersepsi

2. Kegiatan inti (selama 60 menit)

• Presentasi materi dan demonstrasi keterampilan • Pengecekan pemahaman siswa

• Memberikan contoh soal dan kesempatan bertanya • Menyajikan jawaban soal

4. Penutup (selama 20 menit) • Membuat rangkuman • Penugasan

Contoh Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol

1. Model Pembelajaran : Klasikal

2. Metode : Ceramah, tanya jawab, dan penugasan. 3. Sarana : Buku Paket

(44)

5. Langkah-Langkah Pembelajaran:

a. Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

1. Guru memotivasi siswa melalui penjelasan keterkaitan materi kaidah pencacahan yang akan dipelajari terhadap kehidupan nyata.

2. Guru melakukan apersepsi yang bertujuan menggali kemampuan prasyarat yang telah dimiliki siswa berkenaan dengan materi yang akan dipelajari.

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Kegiatan Inti (60 menit)

1. Guru mempresentasikan konsep-konsep yang berkenaan dengan materi pembelajaran dan mendemonstrasikan keterampilan menggunakan konsep-konsep tersebut.

2. Selama proses pembelajaran guru sesekali mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang baru dijelaskan dengan meminta respon beberapa siswa melalui pertanyaan atau meminta pertanyaan.

(45)

4. Siswa yang belum memahami atau mengalami kesulitan belajar dalam menyelesaikan soal diberi kesempatan bertanya, sementara guru berkeliling mengamati aktivitas siswa.

5. Guru meminta beberapa orang untuk mempresentasikan hasil penyelesaiannya di depan kelas dan siswa lain diberi kesempatan menanggapi. Dalam hal ini guru mengarahkan hasil penyelesaian masalah ke jawaban yang benar.

c. Penutup (20 menit)

1. Siswa dibimbing membuat rangkuman materi pelajaran yang telah disajikan dan memastikan bahwa para siswa memahaminya.

2. Siswa diberikan tugas soal untuk diselesaikan secara perorangan dan melakukan pembahasan.

3. Guru memberikan tugas pekerjaan rumah.

(46)

Tabel 3.6. Perbedaan Karakteristik Pendekatan Pembelajaran

No Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial dalam Kelompok Kecil

Pembelajaran Konvensional secara Klasikal

1.

Bahan ajar utama dikemas secara tersirat dalam sajian situasi masalah. Masalah dan alternatif

pemecahannya dimunculkan oleh siswa sebagai hasil diskusi kelompok yang terdiri atas empat atau lima siswa dan dijadikan sebagai titik tolak proses

pembelajaran dan pengembangan bahan ajar. Objek-objek matematik diperoleh melalui aktivitas

pembelajaran.

Bahan ajar dipresentasikan oleh guru secara langsung. Guru juga dengan menciptakan kondisi yang merangsang pembelajaran siswa, dan membekali siswa jika

mengalami kesulitan dalam pembelajarannya. Sebagai motivator, guru membangkitkan semangat dan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah. Sebagai moderator, guru mengatur presentasi dalam diskusi kelas sesuai dengan sistematika proses pembelajaran yang direncanakan.

Guru lebih banyak aktif memainkan perannya sebagai fasilisator pada siswa dalam kelompok belajar kecil, antar siswa dalam diskusi kelas dan antara siswa dengan guru selama pembelajaran berlangsung.

Interaksi yang dikembangkan

(47)

E. Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, diperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapat dari pelaksanaan tes yang meliputi: data skor pretes dan data skor postes. Sedangkan data skor gain yang juga merupakan data kuantitatif didapat melalui perhitungan selisih antara skor postes dan pretes. Data kualitatif meliputi data mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah dalam kelompok belajar kecil.

Pada kelompok-kelompok eksprimen dan kontrol tersebut diterapkan metode pembelajaran yang berlainan. Perbedaan tersebut akan berakibat terjadinya perbedaan pada suasana dan intensitas proses pembelajaran. Hal ini tentunya akan berdampak pada hasil belajar yang dapat dicapai para siswa. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil belajar tersebut dilakukan uji perbedaan rata-rata skor gain pada kedua kelompok.

(48)

E.1. Data Hasil Tes IPS

1) Menghitung Rata-rata dan Simpangan Baku Skor Pretes

Skor pretes dicari rata-rata dan simpangan bakunya untuk mengetahui gambaran tentang kemampuan awal siswa sebelum diberikan pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil, pembelajaran berbasis masalah sosial secara klasikal dan pembelajaran konvensional (metode ceramah).

2) Menghitung Rata-rata dan Simpangan Baku Skor Postes

Skor postes dicari rata-rata dan simpangan bakunya untuk mengetahui gambaran tentang hasil belajar IPS siswa setelah diberikan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam kelompok belajar kecil, pembelajaran berbasis masalah sosial secara klasikal dan pembelajaran konvensional (metode ceramah).. Data skor postes juga digunakan untuk melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal.

3) Memeriksa Normalitas, Homogenitas dan Uji Perbedaan Rata-rata

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dari data tes awal dan tes akhir baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dengan rumus : =

e e

f f

f 0 2

2 ( )

χ

Kriteria: Data dikatakan berdistribusi normal jika : χ2hitung ≤

2

χ tabel (Ruseffendi,

(49)

2. Uji homogenitas

Menggunakan uji variansi dua peubah bebas dengan rumus :

kecil (n1-1) dan dk2 = (n2-1) pada taraf kepercayaan dengan α = 0,05, adalah jika nilai Fhitung ≤ Ftabel maka berarti kedua harga variansinya homogen, dalam hal lain data berdistribusi tidak homogen.

3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Jika data berdistribusi normal dan homogen digunakan rumus :

Apabila data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, pengujian

data menggunakan rumus:

Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik yaitu uji

Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

(50)

E.2. Data Hasil Observasi

Data hasil observasi dikumpulkan dari lembar observasi yang terdiri dari delapan aspek yang diamati. Pada setiap pembelajaran dilakukan observasi oleh dua orang pengamat. Kegiatan pengamatan ini dilakukan sedemikian hingga tidak menggangu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas pembelajaran. Data hasil observasi merupakan data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dinyatakan secara kualitatif dalam B (baik), C (cukup), dan K (kurang) yang kemudian dikonversikan secara berturut-turut menjadi skor 3, 2, dan 1.

(51)

166 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial (PMPBMS) dalam kelompok belajar kecil dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran klasikal.

2. Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial (PMPBMS) dalam kelompok belajar kecil dapat lebih meningkatkan kemampuan kepekaan sosial siswa sekolah dasar pada mata pelajaran IPS dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran klasikal.

3. Penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial (PMPBMS) secara signifikan dapat lebih meningkatan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar pada pembelajaran IPS SD.

(52)

5. Untuk melaksanakan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah sosial dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kepekaan sosial siswa sekolah dasar, sekurang-kurangnya guru dapat melaksanakan lima langkah utama dari PMPBMS hasil pengembangan, yaitu langkah orientasi, eksplorasi, pendalaman, penyimpulan, dan evaluasi.

B. Saran

Mengacu pada hasil temuan dan kesimpulan penelitian, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metode pembelajaran berbasis masalah sosial, memiliki manfaat positif baik bagi siswa maupun guru, adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa, pembelajaran dengan pendekatan metode pembelajaran berbasis masalah sosial yang berdasar pada kerangka teoritisnya, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kepekaan sosial, dan hasil belajar siswa.

(53)

3. Dalam pelaksanaannya, pendekatan metode pembelajaran berbasis masalah sosial membutuhkan pengaturan waktu yang baik karena dalam proses pembelajarannya siswa dituntut untuk selalu menyelesaikan masalah tanpa terlebih dahulu diberikan konsepnya.

4. Untuk siswa yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional (metode ceramah) hal ini membutuhkan penyesuaian yang membutuhkan waktu dan kadang memerlukan usaha ekstra guru dalam mendorong siswa agar terlibat aktif dengan demikian pengaturan waktu yang efektif sangat diperlukan. 5. Dalam proses pembelajaran pendekatan metode pembelajaran berbasis

masalah sosial, guru dapat membangun suasana diskusi dan tanya jawab dalam kelas. Suasana kelas yang demikian dapat membantu membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kelas serta dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk memberikan pendapatnya. Dengan demikian selain dapat melibatkan siswa dalam proses berpikir kritis, dan kepekaan sosial pembelajaran ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

(54)

169

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta. Rineka Cipta

Achyar, R.A. (1993). Pembelajaran Kooperatif Sebagai Salah satu Strategi

pengajaran IPA. Media Informasi dan Pengembangan sumber Daya.

Jakarta. Depdikbud.

Al Muhtar, S. (1991). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam

Pendidikan IPS. Disertasi. IKIP. Bandung

Ali, M. (1990). Konsep dan Penerapan CBSA dalam pengajaran. Bandung. Sarana Panca Karya.

Aspy, dkk. (1993). Peran Instruktur dalam Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. Bandura, Albert. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs N. J. Prentice

Hall.

Bank, James, A. (1990). Teaching Staregies For Social Studies Inquiry, Valuing

and Decision Making. Ambrose A Clegg Jr, Kent State University. Ohio.

Beck, Joan (1994). Kunci-Kunci Meningkatkan Kecerdasan anak. Jakarta. Delapratasa.

Beyer, Barry K. (1971). Inquiry in the Social Studies Classroom: A Strategy for

Teaching. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Beyer, E.L. (1996). Creating Democratic Classrooms, The Struggle to Integrated

Theory & Practice, Teacher College. New York and London. Columbia

University.

Brandt, Ron. (1989). On Philosophy in the Curriculum: A Conversation with

Matthew Lipman. In Ronald S.Brandt (Ed.), Readings from Educations Leadership: Teaching Thinking. (pp. 56-59) Alexandria, Virginia:

Association for Supervision and Curriculum Development, Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta. Erlangga

Daniswara, Agustia. (2006). Peranan Displin dan Motivasi Kerja Guru Terhadap

Kinerja Guru serta Implikasinya bagi Prestasi Belajar Siswa di SMPN 10 Cimahi. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Manajemen

(55)

Davidson dan Warsham (1994). Cooperative Learning in the Classroom. Association for Supervision and Curriculum Development Alexandria, Virginia. United State of America.

Departemen Pendidikan Nasional. Model Pembelajaran Terpadu IPS. Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional. Djahiri, Kosasih. (1996). Petunjuk Guru IPS. Jakarta. Depdikbud.

Duch, C.H. (1996). A Case of Problem-Based, Online learning, 9th Annual International Distance Education Conference. Amerika: University of Michigan.

Ennis, R.H. (1987). A Taxonomy of Critical Thinking Disposition and Abilities. In J.B. Baron and R.J. Sternberg (Eds), Teaching for Thinking. (pp. 9-26). New York: Freeman.

Faisal, Sanapiah. (1982). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional.

Fogarty, R. (1997). Problem-Based learning and Other Curriculum Model for the

Multiple Intelligences Classroom. Australia. Hawker Brownlow

Education.

Fraenkel, Jack R. (1980). Helping Students Think and Value Strategies for

Teaching the Social Studies. Englewood Cliffs: New Jersey, Prentice

Hall, Inc.

Fraenkel J.R. dan Wallen N.E. (1990). How to Design and Evaluate Research in

Education. McGraw-Hill Publishing Company. United States of

America.

Hamalik, O. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara

_______, (2006). Lesson Study, Suatu Strategi Untuk Meningkatkan

Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung. UPI

Press.

Hudojo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi Khusus.

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2002). Pembelajaran berdasarkan Masalah. Surabaya. UNESA University Press.

Isjoni. (2007). Integrated Learning (Pendekatan Pembelajaran IPS di Pendidikan

(56)

Jembatan, W. & Hallinger, R.E (1995). Cooperative Learning Theory, Research,

and Practice. Second Edition. America: Allyn and Bacon.

Johnson, Ralph H. (1992). The Problem of Defining Critical Thinking, In Stephen P. Norris (Ed.), The Generalizability of Critical Thinking: Multiple

Perspectives on an Educational Ideal. (pp. 38-53.). New York: Teachers

College Press.

Johnson, M ( ). Reading Mathematics [online]. Tersedia: http://www.icme-organisers.dk/dg14/DG14-Magnus%20Osterholm.pdf≠search=’read ability%20mathematics. [5 Maret 2005]

Johnson, D.W., Johnson R.T., dan Holubec E.J. (1994). Cooperative Learning in

the Classroom. Association for Supervision and Curriculum

Development Alexandria, Virginia. United State of America.

Joice, Bruce dan Weil. (2000). Models Of Teaching. United States Of America. A Pearson Education Company.

Jumroh (2003). Pengaruh Belajar dalam Kelompok Kecil dan Kemampuan

Penalaran Logis terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA.

(Tesis). Bandung: PPS UPI. Tidak Dipublikaskan.

Lewin, K. (2001). Belajar Berdasarkan Psikologis Gestalt. Yogyakarta. Kanisius. Liliasari. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Untuk

Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru Dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat tinggi. Penelitian, Jakarta:

Dikti, Penelitian HB IX.

Malone, J.A. dan Krismanto A. (1997), “Indonesian Students’ Attitudes and

perceptions Towards Small-Group Work in Mathematics, Journal of Science and Mathematics Educations in Southeast Asia”, Vol. XVI, No.

2, tahun 1997.

Matlin, M.W. (1994). Cognition. Third Edition. Amerika: Harcourt Brace Publishers.

Mc.Millan & Schumacher. (2001). Research Education; A Conceptual

Introduction (5thed). United States: Addison Wesley Longman, Inc.

Meltzer, D.E. (2002) The Relationship between Mathematics Preparation and

Conseptual Learning Gain in Physics. American Journal of Physics. Vol.

(57)

Meyers, C. (1986). Teaching Studies to Think Critically. Jossey. Bass Publisher. San Francisco.

Munandar, U. (1990). Mengembangkan Bakat dan Kualitas Anak Sekolah. Jakarta. Gramedia.

Nasution, S (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Nasution, S. (1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara

Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurhadi dan Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual (Contextual

Teaching and Learning / CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK, Malang:

Universitas Negeri Malang.

Piaget, J.(1969). The Child’s Conception of Physical Causality. New Jersey : Little Field, Adams & Co.

Preston, Ralp C. & Herman, Wayne L., JR. (1974). Teaching Social studies In the

Elementary School (4th ed.). New York: Holt-Renehart and Winston.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa

Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat Perkuliahan. IKIP

Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Ruseffendi, H.E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung. Tarsito.

Sapriya. Dkk. (2007). Konsep Dasar IPS. Bandung. Laboratorium PKn. Universitas Pendidikan Indonesia.

Sapriya. (2008). Pendidikan IPS. Bandung. Laboratorium PKn. Universitas Pendidikan Indonesia.

Sarlito, W.Sarwono, Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta. Salemba Humanika.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi pembelajaran (berorientasi standar proses

pendidikan). Jakarta. Kencana Prenada Media.

Savage, Tom V. And Armstrong, David G. (1996). Effective Teaching in Social

(58)

Seherman Ar, E dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA–UPI.

Semiawan, C. dan Munandar, U. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa

Sekolah Menengah. Jakarta. Gramedia.

Shaver, J.M. (1991). Handbook of Research on Social Studies Teaching and

Learning. Project NCSS. New York. Macmillan Publishing Company.

Soemarwoto, O. (1992). Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Somantri, N. (1993). Beberapa Pokok Pikiran tentang Penelusuran Filsafat Ilmu

tentang Pendidikan IPS dan Kaitannya : Struktural Fungsionalnya dengan Disiplin Ilmu_ilmu Sosial, Ujung Pandang : Forum Komunikasi IV Pimpinan FPIPS IKIP dan Jurusan Pendidikan IPS FKIP.

Solihatin, Etin dan Raharjo. (2007). Cooperatif Learning (analisis model

pembelajaran IPS). Jakarta. Penerbit Bumi Aksara.

Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana. (1998). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sumaatmadja, N. (1998). Studi Sosial. Bandung. Alumni.

Supardan Dadang. (2007). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan

Struktural. Jakarta. Bumi Aksara

_______.(2003). Standar Penilaian Buku Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

SD-SMP. Jakarta: Pusat Perbukuan Depertemen Pendidikan Nasional.

Suwarti (2005). Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar Berdasarkan

Kurikulum 2004. Malang.

_______. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional

_______. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005

(59)

Turmudi (Ed). (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. FPMIPA-UPI.

Vernon, R & Black, R. (1993). Effective Teaching Strategies. Lessons from

Research and Practice. Second Edition. Australia: Social Science Press.

Wahab, Abdul Azis. (2007). Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung. Penerbit Alfabeta.

Watson, S.B. dan Marshall, J.E. (1995). “Effect of Cooperative in Centives and

Hetereogenous of Cooperative Learning Groups in a College Life Science Course”. Journal of Research in Science Tesching. 32(3).

291-298.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu

Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta. Penerbit Bumi Aksara.

White, E.P. (1969). Creativity What Research Says to the Teacher. Washington DC: National Education Association.

Wilen, William W. & Phillips, John Arul. (1995). Teaching critical thinking: A

metacognitive approach. Social Education, 59 (3): 135-138.

Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo

Yogaswara, S. Marten. (2001). Kualitas Jasa Dosen dalam Perkuliahan dan

Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan. Tesis. Bandung: Program Pasca

Sarjana Indonesia Emas Universitas ARS Internasional. _______. (2007). PTK Matematika. www.Sma3blitar.net

_______.(2009). Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS. http://dianekaamrina. blogspot.com/2009/12/inkuiri-sosial-dalam-pembelajaran-ips.html

Kamis, 1 Juli 2010, WIB: 06:45

_______.(2010). Model Pembelajaran Kooperatif Learning. http://www. unjabisnis.com/2010/04/jurnal-model-pembelajaran-kooperatif-learning. html, Jum’at 2 Juli 2010, WIB: 07:45

Gambar

Tabel halaman
Grafik Hasil Pretes ...................................................................
Tabel 3.1. Disain Penelitian
Tabel 3.2. Hasil Perhitungan dan Interpretasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dunia pesantren merupakan fenomena yang sangat menarik untuk diteliti. Lembaga yang dikatakan tradisional ini memiliki nilai- nilai pendidikan yang tinggi yang

Melalui model pembelajaran Discovery Learningdengan menggali informasi dari berbagai sumber belajar, penyelidikan sederhana dan mengolah informasi, diharapkan Peserta

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk membahasnya dengan sekaligus merumuskan judul “PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

Penyebab stres akademik pada siswa adalah faktor dorongan untuk meniti tangga sosial 63%, pelajaran lebih padat 62%, banyaknya kegiatan yang ingin dilakukan tetapi waktu terbatas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel kepribadian (cemas, marah, mencari sensasi, altruisme dan nomlessness), sikap terhadap pengendara berisiko,

Dengan adanya audio visual sebagai media pendukung dalam kegiatan belajar dan mengajar pembelajaran iLearning , peserta didik memiliki banyak manfaat diantaranya mengatasi

Dalam sistem ini, biaya overhead dibebankan ke barang dalam proses berdasarkan jam standar yang diperkenankan untuk output dalam periode tersebut, bukan berdasarkan jumlah

Padahal seharusnya anak usia 5-6 tahun sudah mampu mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu sebagai bentuk balasan menghargai pemberian orang lain dan sebagai respon