• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI ASPEK KEBENCANAAN DALAM PENATAAN RUANG KOTA PADANG SEBAGAI DAERAH RAWAN GEMPA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLIKASI ASPEK KEBENCANAAN DALAM PENATAAN RUANG KOTA PADANG SEBAGAI DAERAH RAWAN GEMPA."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKASI ASPEK KEBENCANAAN DALAM PENATAAN RUANG KOTA PADANG SEBAGAI DAERAH RAWAN GEMPA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Andalas Padang

Oleh :

IHSAN ZULHIANDI

0810112167

PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (PK VIII)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

(2)

ii No. Alumni Universitas:

IHSAN ZULHIANDI No. Alumni Fakultas: (a) Tempat/Tgl.Lahir: Jakarta/29 Juli 1988 (f) Tanggal Lulus: 28 Maret 2012 (b) Nama Orang Tua: Irawadi dan Ermayeni (g) Predikat Lulus: Dengan Pujian (c) Fakultas: Hukum (h) IPK: 3.76

(d) PK: Hukum Administrasi Negara (i) Lama Studi: 3 tahun 7 bulan (e) No BP: 0810112167 (j) Alamat: Jl. Srengseng Sawah Rt 010

Rw 006 No.10 Jakarta Selatan Implikasi Aspek Kebencanaan Dalam Penataan Ruang Kota Padang Sebagai Daerah Rawan Gempa

Ihsan Zulhiandi, 0810112167, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 79 halaman, 2012

ABSTRAK

Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat yang termasuk sebagai salah satu daerah di Indonesia yang sangat berpotensi terjadinya Gempa Bumi, hal tersebut dikarenakan letaknya yang berada pada wilayah cincin api (Ring of Fire). Gempa Bumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 di Kota Padang pada khusunya telah menimbulkan ratusan korban jiwa yang meninggal dan meyebabkan kerugian materi yang sangat besar. Minimnya perhatian Pemerintah Kota Padang terhadap aspek-aspek kebencanaan yang dimiliki Kota Padang dalam Penataan Ruang Kota Padang menjadi salah satu sebab utama timbulnya korban jiwa dan kerugian materi yang sangat besar. Hal tersebut dapat dilihat dalam Peraturan Daerah Kota Padang No.10 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2004-2013, yang mana dalam Perda tersebut tidak memperhatikan aspek kebencanaan dalam Penataan Ruang Kota Padang. Dalam U No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah jelas ditegaskan bahwa salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam Penataan Ruang adalah aspek kebencanaan, yang mana dalam Penataan Ruang ini terbagi menjadi dua hal utama, yaitu: Pengaturan dan Penyelenggaraan dalam Penataan Ruang. Adapun permasalahan yang akan dikemukakan pada skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana implikasi aspek kebencanaan dalam pengaturan penataan ruang di Kota Padang sebagai daerah rawan gempa. 2. Bagaimana implikasi aspek kebencanaan dalam penyelenggaraan penataan ruang di Kota Padang khususnya dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai daerah rawan gempa. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis sosiologis, sifat penelitian deskriptif dengan sumber data yaitu: data primer dan data sekunder. Adapun penelitian dilakukan ke Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Padang, BAPPEDA Kota Padang, DPRD Kota Padang, dan BPN Kota Padang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan wawancara. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Aspek kebencanaan pada Kota Padang berimplikasi pada rencana pencabutan Perda No.10 Tahun 2005 tentang RTRW Kota Padang 2004-2013, yang pada saat ini Ranperda RTRW Kota Padang 2010-2030 sedang dalam proses pembahasan, meskipun dalam penetapannya sering diundur karena alasan-alasan tertentu. 2. Aspek kebencanaan pada Kota Padang belum berimplikasi secara signifikan terhadap proses penerbitan IMB, hal tersebut dapat dilihat masih banyaknya masyarakat yang ingin mendirikan bangunan di daerah rawan gempa diberikan IMB tanpa adanya persyaratan khusus.

Skripsi ini telah dipertahankan di depan tim penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 28 Maret 2012 Abstrak telah disetujui oleh penguji.

Penguji,

Tanda tangan

1. 2.

Nama terang Frenadin Adegustara, S.H., M.S. Romi, S.H., M.H.

Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara: Hj. Sri Arnetti, S.H., M.H. Tanda tangan

Alumnus telah mendaftar ke Fakultas/Universitas dan mendapat nomor alumnus:

(3)

ii University Alumnus Number:

IHSAN ZULHIANDI Faculty Alumnus Number: (a) Place/Date of Birth: Jakarta/July 29th 1988 (f) Date of Graduate: March 28th 2012

(b) Parent Names: Irawadi dan Ermayeni (g) Predicate of Graduate: with compliments (c) Faculty: Law (h) GPA: 3.76

(d) Course of Interest: Public Administration Law (i) Term of Study: 3 years 7 months (e) Student Number: 0810112167 (j) Address: Jln. Srengseng Sawah Rt 010

Rw 006 No.10 Jakarta Selatan

Implications of Spatial Aspects Disaster in Spatial Planning Padang Cityas One of Earthquake Prone Areas

Ihsan Zulhiandi, 0810112167, Law Faculty University of Andalas, 79 Pages, 2012

ABSTRACT

Padang is the capital city of West Sumatra province that includes as one of the regions in Indonesia that has the potential occurrence of earthquake, it is because it lies at the ring of fire area. Earthquake which occurred on September 30th 2009 at Padang City in particular, has caused hundreds of casualties who died

and led to huge material losses. The lack of attention to Padang City on aspects of disaster possessed the Padang City in Padang Spatial become one of the main causes of casualties and the emergence of huge material losses. This can be seen in Padang City Regulation No.10 of 2005 on Spatial Planning Padang Year 2004-2013, which the regulation does not consider spatial aspects of disaster in the Padang City. In the Regulation No.26 of 2007 on Spatial Planning and the Regulation No.24 of 2007 on Disaster Management has clearly stated that one of the aspects that must be considered in the spatial aspects of the disaster, which in Spatial Planning is divided into two main things, namely: Setup and Operation in Spatial Planning. The issues to be presented in this thesis, namely: 1. How the implications of aspects disaster in the spatial arrangement in the city of Padang as quake-prone areas. 2. How the implications of aspects disaster in the implementation of spatial planning in the city of Padang, especially in the issuance of Building Permit (IMB) as earthquake-prone areas. In this study the authors use a sociological approach to legal problems, the nature of a descriptive study with data sources, namely: primary data and secondary data. The study was conducted to the Office of Spatial Padang City Building Code, Planning, Padang City, Padang City Legislature, and BPN of Padang City. Data collection method used is the study of documents and interviews. From the research that has been done, it can be inferred as follows: 1. Aspects of disaster in the Padang City has implications for the planned lifting of Regulation No.10 of 2005 on Spatial Planning of Padang City Year 2004-2013, which at present the Regulation on Spatial Planning of Padang City Year 2010-2030 is in the process of discussion, although the establishment is often delayed due to certain reasons. 2. Aspects of disaster in the city of Padang have significant implications for the publication of the IMB, it can be seen still many people who want to put up buildings in earthquake prone areas are given the IMB in the absence of specific requirements.

This thesis has been defended in front of Examiners and has passed the Assembly on March 28th 2012

Abstract has been approved by the examiners: Signature

1. 2.

Full Name Frenadin Adegustara, S.H., M.S. Romi, S.H., M.H.

Knowing,

Chairman of Public Administration Law: Hj. Sri Arnetti, S.H., M.H. _______________ Signature Alumnus has signed up to the Faculty / University of Andalas and got a number Alumnus:

Officer Faculty / University

Faculty Alumnus Number: Name: Signature:

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang

beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng

tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia di antaranya adalah lempeng Eurasia,

Australia dan lempeng Dasar Samudera Pasifik1.

Lokasi Indonesia yang terletak di lempeng tektonik atau juga masuk dalam wilayah

cincin api (ring of fire), yang berarti Indonesia rawan terkena gempa bumi dan dapat

menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya hubungan dari aktifitas

gunung api yang menjajar dari Indonesia sampai Jepang, menyambung dari Alaska

melalui bagian barat AS sampai Amerika Selatan. Ring of fire ini juga disebut sebagai

lingkaran magma yang besar dan hebatnya Indonesia adalah puncak dari lingkaran api

tersebut.2

Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut menyebabkan terbentuknya jalur

gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan- patahan geologi yang

merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Wilayah Kota Padang

sebagai daerah hunian merupakan kawasan yang sangat rawan bencana, oleh karena itu

perlu diupayakan langkah-langkah strategis untuk melindungi setiap warga negara

1www.bnpb.go.id/website/file/publikasi/379.pdf, diunduh pada tanggal 19 Desember 2011, pukul:

20.13

2 Robert J. Kodoatie, Roestam Sjarief, Tata Ruang Air, Pengelolaan Bencana, Pengelolaan

Infrastruktur, Penataan Ruang Wilayah, dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta, penerbit ANDI,

(6)

dengan langkah-langkah penanggulangan bencana yang dimulai dari sebelum,

pada saat dan setelah bencana terjadi.

Kejadian bencana terus menerus yang telah melanda pulau Sumatera tidak terlepas

dari geodinamika yang berada di atas lempeng benua, lempeng Indo Australia, dan

lempeng pasifik. Secara umum wilayah yang pernah terjadi bencana gempa bumi

ada peluang akan terulang kembali.

Menurut Pakar Tsunami ITB, Hamzah Latief, pemodelan perambatan tsunami di

Padang yang pernah terjadi berskala 8,7 dan 8,9 skala Richter pada tahun 1797 dan

1833 akan menimbulkan tinggi gelombang di atas 5 meter. Sedangkan rentang

waktu terjadinya gempa bumi terakhir di kota Padang dengan skala di atas 8,9 skala

Richter sudah memasuki fase di atas 100 tahunan3. Meskipun waktu tepat pengulangan

terjadinya gempa bumi belum bisa diprediksikan secara akurat, namun keadaan ini

membutuhkan kewaspadaan yang tinggi dan persiapan yang baik.

Gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 di Kota Padang telah

menimbulkan kerugian materi milyaran rupiah dan ratusan korban jiwa yang meninggal

di Kota Padang pada khususnya. Sehingga salah satu upaya yang dapat dilakukan pada

saat sebelum terjadinya bencana adalah pencegahan dan mitigasi, yang merupakan

upaya untuk mengurangi atau memperkecil dampak kerugian atau kerusakan yang

dapat ditimbulkan oleh bencana.

Keberadaan Kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat membuat

pembangunan fisik Kota Padang mengalami perkembangan seiring dengan

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi sosial, budaya, politik, dan

lingkungan. Sehingga gempa yang sering mendera Kota Padang secara khusus dan

3http://my.opera.com/yumechan/archive/monthly/?day=20091006, diakses pada tanggal 19 Desember

(7)

Sumatera Barat secara umum adalah referensi terbaik untuk dijadikan sebagai acuan

untuk penataan ruang Kota Padang yang lebih baik, sebagaimana tertuang dalam UU

No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana.

Dalam hukum administrasi negara telah diuraikan konsep perencanaan dalam arti

luas, yang didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan

terkoordinasi pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan-tujuan dan cara-cara

pelaksanaannya.4 Perencanaan itu terdiri dari prognoses (estimasi yang akan terjadi),

beleidvoornemens (rancangan kebijakan yang akan ditempuh), voorzieningen

(perlengkapan persiapan), afspraken (perjanjian lisan), beschikkingen

(ketetapan-ketetapan), dan regelingen (peraturan-peraturan).5

Pada hakikatnya, rencana tata ruang merupakan instrumen penting bagi pemerintah,

sehingga penetapan rencana harus mendapat kesepakatan dan pengesahan oleh lembaga

legislatif (sebagai wakil rakyat) dan juga dukungan masyarakat. Rencana tata ruang

secara legal mempunyai kekuatan mengikat untuk dipatuhi baik oleh masyarakat,

maupun oleh pemerintah sendiri, sehingga diharapkan proses pemanfaatan ruang dapat

dilakukan secara konsisten.

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang dijelaskan bahwa

“Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik sebagai kesatuan wadah

yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Replubik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar Negara Pancasila.”

4Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press 2003 hlm. 144.

(8)

Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dalam Penjelasan Umum Undang-undang No

26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang selanjutnyamenyatakan bahwa

“Negara menyelenggarakan penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki setiap orang.”

Beberapa indikator fisik yang dimiliki bahwa Kota Padang menjelaskan bahwa

Kota Padang adalah daerah rawan gempa, seperti:

1. Sudah dan akan dibangunnya beberapa bangunan yang memiliki fungsi ganda

sebagai shelter, seperti:

2. Sudah dan akan dibangunnya beberapa jalur penyelamatan atau evakuasi

(escape road) bencana dengan menggunakan jaringan arteri primer, arteri

sekunder, dan kolektor primer.

Kegiatan diatas dilakukan sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, bahwa sebagai suplemen dari RTRW Kota adalah rencana

penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi bencana sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota. Selanjutnya dijelaskan bahwa

Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi Bencana dibutuhkan untuk

menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi, dalam hal

ini untuk permasalahan kebencanaan.

Selanjutnya sesuai dengan amanat Pasal 35 UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana dijelaskan bahwa

“Salah satu cara dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak

terjadi bencana adalah dengan pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang”.

Sehingga dalam penetapan RTRW Kota Padang harus memperhatikan aspek-aspek

(9)

yang berlaku dalam pengaturan penataan ruang Kota Padang, yang mana hal tersebut

semata-mata bertujuan untuk keberlangsungan hidup masyarakat Kota Padang.

Perizinan dalam pengendalian pemanfaatan ruang sangatlah penting

keberadaannya, hal tersebut agar pemerintah dapat dengan mudah mengatur,

menetapkan, dan merencanakan penataan ruang yang sesuai dengan RTRW setiap kota.

Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut,

pelaksanaan pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki izin

mendirikan bangunan, sebagaimana yang telah diatur dalam PP No 15 Tahun 2010

tentang Penyelengaraan Penataan Ruang bahwa izin mendirikan bangunan merupakan

dasar dalam mendirikan bangunan dalam rangka pemanfaatan ruang.

Pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap masyarakat yang berada atau

bertempat tinggal di daerah rawan bencana adalah salah satu contoh persoalan hukum

dalam penyelenggaraan penataan ruang Kota Padang khususnya, sedangkan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa dalam penataan ruang harus

memperhatikan aspek kebencanaan.

Jadi, setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum perdata tidak

diperkenankan atau diberikan izin untuk mendirikan bangunan atau menggunakan

tanahnya jika tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan peruntukannya dalam

rencana tata ruang, hal ini menegaskan bahwa ada relasi antara rencana tata ruang

dengan perizinan.6

Perencanaan tata ruang dibedakan atas hierarki rencana yang meliputi : Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Kota, serta

rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci.7 Pemanfaatan ruang merupakan wujud

6 Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH,

Jakarta, Rajawali Pers, 2010 hlm. 12.

(10)

operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan, pengendalian

pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap

pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW-nya. Selain merupakan

proses, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang memiliki landasan

hukum unutuk mewujudkan sasaran pengembangan wilayah.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah, namun

untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Kesatuan Nasional, serta sejalan

dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan dengan kebijakan otonomi daerah, wewenang penyelenggaraan penataan

ruang oleh pemerintah dan pemerintahan daerah yang mencakup kegiatan pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada pendekatan

wilayah dengan batasan wilayah administratif.

Dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa

salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah baik provinsi,

maupun kabupaten/kota yang merupakan urusan dalam skala provinsi, kabupaten/kota

adalah perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Urusan wajib yang

menjadi kewenangan pemerintah sabagaimana dimaksud di atas untuk kabupaten/ kota

merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi perencanaan dan

pengendalian pembangunan :

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan ;

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang ;

c. Penyelengaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum ;

(11)

f. Penyelengaraan pendidikan ;

g. Penanggulangan masalah sosial ;

h. Penyelengaraan bidang ketenagakerjaan ;

i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menegah ;

j. Pengendalian lingkungan hidup ;

k. Pelayanan pertanahan ;

l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil ;

m.Pelayanan umum administrasi pemerintahan ;

n. Pelayanan administrasi penanaman modal ;

o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan ;

p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan penelitian untuk

mengetahui bagaimana implikasi aspek kebencanaan dalam penataan ruang Kota

Padang sebagai daerah rawan gempa, demi menjamin keberlangsungan hidup

masyarakat Kota Padang. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat ditarik sebuah

kesimpulan yang dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam

mewujudkan RTRW Kota Padang yang baik dan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana implikasi aspek kebencanaan dalam pengaturan penataan ruang di Kota

(12)

2. Bagaimana implikasi aspek kebencanaan dalam penyelenggaraan penataan ruang

di Kota Padang khususnya dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

sebagai daerah rawan gempa?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implikasi aspek kebencanaan dalam pengaturan penataan ruang

di Kota Padang sebagai daerah rawan gempa.

2. Untuk mengetahui implikasi aspek kebencanaan dalam penyelenggaraan penataan

ruang di Kota Padang khususnya dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) sebagai daerah rawan gempa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis

terutama dalam bidang hukum tata ruang.

b. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya

hukum administrasi negara.

c. Dapat dijadikan literatur dalam mempeluas pengetahuan hukum masyarakat.

d. Dapat digunakan bagi mereka yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini

dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teori-teori yang ada di dalamnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan dan menambah informasi bagi individu, masyarakat, atau

pihak-pihak lainnya yang membutuhkan informasi berhubungan dengan

(13)

b. Memberikan masukan kepada pihak-pihak (Negara/Pemerintah atau

kelompok-kelompok tertentu) agar selalu menerapkan ketentuan hukum dalam

menjalankan tugasnya terutama dalam hukum administrasi negara.

E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan

Sesuai dengan judul penelitian, yaitu: “implikasi aspek kebencanaan dalam

penataan ruang kota padang pasca gempa”, maka penelitian ini menggunakan

metode pendekatan Yuridis Empiris, yaitu melakukan pengkajian dan mengolah

data penelitian dengan melihat aspek pelaksanaan dari kebijakan yang

pendekatannya kepada penelitian lapangan dan untuk melengkapi hasil dari

penelitian tersebut dilakukan pula penelitian kepustakaan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder,8 data sekunder diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sedangkan data

primer diperoleh langsung dari lapangan yang mencakup informasi dari nara

sumber yang ada. Melalui pendekatan tersebut diharapkan akan dapat memahami

permasalahan yang ada secara lebih mendalam dan komperehensif sehingga

diupayakan langkah-langkah perbaikan.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan

preskriptif. Penelitian deskriptif analisis berupaya menggambarkan, menguraikan,

dan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak

diungkapkan, sedangkan Penelitian preskriptif diharapkan dapat menghasilkan

(14)

saran-saran tentang permasalahan yang sedang dihadapi.9 Bersamaan dengan itu

dilakukan analisis sesuai dengan prinsip berfikir yang benar, sehingga dapat ditarik

kesimpulan tentang permasalahan yang dikemukakan.

3. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang

menggunakan metode wawancara semi terstruktur.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui bahan kepustakaan, literature-literatur,

peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah yang bersangkutan melalui

penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap bahan

hukum berupa:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri

dari:

a) UUD 1945

b) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

c) Undang-undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

d) Undang-undang No.36 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

e) PP 15 Tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang

f) Peraturan Daerah Kota Padang No.10 Tahun 2005 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2004-2013

9 Soerjono Soekanto, dkk, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Pers,

(15)

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, misalnya buku-buku dan hasil penelitian.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya

kamus-kamus hukum.

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Studi dokumen

Studi dokumen dilakukan terhadap file-file atau dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti guna untuk mempelajari dan

menganalisa kasus dan mempelajari kepustakaan yang bersifat mendukung.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan terlebih dahulu

mempergunakan pedoman wawancara yang kemudian dilanjutkan dengan

pertanyaan yang timbul kemudian, untuk dapat mengetahui lebih lanjut tentang

pelaksanaan kolaborasi tersebut. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak

yang berkaitan dengan masalah ini, antara lain:

1) Pejabat Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Padang.

2) DPRD Kota Padang.

3) BAPPEDA Kota Padang.

4) Badan Pertanahan Nasional Kota Padang.

5. Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

Kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian

(16)

deskriptif dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada dalam praktek, kemudian

dibandingkan dengan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, sehingga

dapat diperoleh jawaban dan kesimpulan tentang permasalahan yang telah

dirumuskan.10

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini menyebabkan terjadinya proses perubahan garis pantai (shore line) Delta Sungai Bodri, yang secara spasial menghasilkan lahan-lahan baru beserta ekosistemnya...

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Hasil dari simulasi fenomena fisis dari rangkaian yang telah disederhanakan menggunakan Multisim berdasarkan tabel kebenaran dapat dilihat pada Gambar 22,

Namun untuk melakukan penelitian khususnya bidang iridologi, sering terkendala dengan ketidaktersediaannya dataset penyakit, dan proses yang cukup sulit karena

informasi yang menyesatkan dan kami tidak menghilangkan informasi atau fakta yang material terhadap laporan keuangan; dan. The Company’s financial statements do not

juga tubuh. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik

dapat memilih nilai-nilai positif dari berbagai lingkungan. Melalui proses difusi,juga dikembangkan suatu proses pendidikan karakter yaitu kepribadian yang kokoh yang

bahwa sehubungan dengan maksud pada huruf a, dan untuk pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2020, maka Kepala Dinas