• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN OTENTIK BERBASIS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN OTENTIK BERBASIS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DAN

PENILAIAN OTENTIK BERBASIS MODEL DISCOVERY

LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KREATIF SISWA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

RUSMIN SIANIPAR

NIM. 8126172032

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Rusmin Sianipar. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penilaian Otentik Berbasis Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah kenyataan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa masih rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini dikembangkan suatu perangkat pembelajaran dan penilaian otentik berbasis model discovery learning yang dapat memampukan siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif mereka.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan tujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dan penilaian otentik yang valid dan efektif, beserta seluruh instrumen penelitian yang terkait dengan penerapan perangkat tersebut dalam pembelajaran matematika pada materi perbandingan.

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yakni tahap pertama pengembangan perangkat pembelajaran berbasis model discovery learning dengan mengacu model pengembangan Four-D, dan tahap kedua mengujicobakan perangkat pembelajaran pada 30 siswa SMP Negeri 2 Kualuh Hulu dengan empat kali pertemuan. Rancangan dalam ujicoba menggunakan one group pretest-posttest design.

Temuan hasil penelitian yakni: 1) perangkat pembelajaran yang dihasilkan, berupa: rencana pembelajaran, buku siswa, buku guru, lembar aktivitas siswa, tes kemampuan berpikir kreatif, telah memenuhi kriteria baik/valid; 2) keefektifan proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran disimpulkan berdasarkan pada: (i) persentase rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa adalah 83,33% dari 30 siswa yang mengikuti tes. (ii) ketercapaian prosentase waktu ideal untuk setiap kategori aktivitas siswa dan guru, (iii) rata-rata nilai kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,18, termasuk kategori baik, (iv) respons siswa dan guru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah positif.

(7)

ii

ABSTRACT

Rusmin Sianipar. The Development Of Mathematics Learning and Authentic Assessment Package using Discovery Learning Improving the Ability of Creative thinking Students: Thesis. State University of Medan. Post Graduate Program, 2015.

The essential problem of this research is that students’ achievements in

mathematics are unsatisfactory and that the orientation of mathematical

instruction doesn’t emphasize the effort to make students capable to construct knowledge, as a consequence it is difficult for the students to understand the concept and they are unable to solve problems. The aim of this study is to develop an alternative way of teaching mathematics which helps students to be able to construct mathematical knowledge.

This is a developmental research, conducted in the form of a valid and effectiveness development of mathematics learning using problem based instruction.

This research was conducted in two stages, the first stage is the development of mathematics learning package using discovery learning with the reference Four-D model, and the second stage is to try-out of learning package to 30 students in SMP Negeri 2 Kualuh Hulu by four times classroom meeting. Design of the try-out using one group pretest-posttest design.

The result from this research showed: 1) the developed instructional

materials, namely: lesson plans, teacher’s guide book, students’ activity sheets,

and achievement test satisfy the criteria of good instructional materials; 2) The percentage of students whose achievement level is at least fair is 83,33% of the 30

students taking the test. This percentage show students’achievement was complete

classically. Percentage of the duration of students’ activities during the instruction

had reached the “ideal” duration for each category of activity. Teacher’s ability in lesson management was good. Students’ and teacher’s responses toward the components and activities of the instruction were in “positive” category.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat

izin-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini

dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk melakukan penelitian

sebagai tugas akhir pada program studi pendidikan matematika di sekolah

Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Adapun judul tesis ini adalah ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran

dan Penilaian Otentik Berbasis Model Discovery Learning untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Pada kesempatan ini penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Pascasarjana

Universitas Negeri Medan (UNIMED).

2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. dan bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd.

selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana UNIMED.

3. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku pembimbing I yang telah

banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. W. Rajagukguk, M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah

mengarahkan peneliti dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Bapak Prof. Dr. Hasratuddin,

M.Pd. serta bapak Dr. Martua Manullang, M.Pd selaku narasumber/dewan

penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan isi dan teknik

penulisan tesis ini.

6. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Tata Usaha Pascasarjana UNIMED.

7. Bapak Sarifuddin, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Kualuh Hulu

yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian lapangan.

8. Ibunda tercinta Hj. Ratna serta kakak dan adik-adikku, Norleni Sianipar,

Nurfadilah Sianipar dan Makmur Sianipar yang selalu memberikan dorongan

(9)

iv

9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XXI (Syahlan, Sehat, Mualdin, Ernilis,

Diyah Sakinah, Andi, Usnidar, Ahyar, Imelda) yang turut membantu dan

memberikan dorongan moral dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab

itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan dalam

penulisan-penulisan selanjutnya. Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2015

Penulis,

(10)

v

1.2. Identifikasi Masalah ... 12

1.3. Batasan Masalah ... 13

1.4. Rumusan Masalah ... 13

1.5. Tujuan Penelitian ... 14

1.6. Manfaat Penelitian ... 15

1.7. Defenisi Operasional ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 77

3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 77

3.3.1. Subjek Penelitian ... 77

3.3.2. Objek Penelitian ... 77

3.4. Prosedur dan Rancangan Penelitian ... 78

3.4.1. Prosedur Penelitian ... 78

3.4.2. Rancangan Penelitian ... 79

3.5. Instrumen dan Teknik Pengumpul Data... 80

(11)

vi

3.6.4. Analisis Data Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 98

3.6.5. Analisis Data Respons Siswa ... 99

3.6.6. Keefektifan Proses Pembelajaran... 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 101

4.1.1. Tahap-1: Define... 102

4.1.2. Tahap-2: Design ... 108

4.1.3. Tahap-3: Developed ... 115

4.1.3.1. Hasil Kegiatan Uji Coba I ... 128

4.1.3.2. Hasil Kegiatan Uji Coba II... 148

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 164

4.2.1. Analisis Efektivitas Proses Pembelajaran ... 164

4.3. Temuan Penelitian ... 175

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 177

5.2. Saran ... 178

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel - 3.1. Kisi-kisi Instrumen RPP ... 80

Tabel - 3.2. Kisi-kisi Instrumen Buku Siswa dan Buku Guru ... 82

Tabel - 3.3. Kisi-kisi Instrumen Lembar Aktivitas Siswa ... 84

Tabel - 3.4. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Sikap ... 86

Tabel - 3.5. Kisi-kisi Instrumen Tes Uraian ... 87

Tabel - 3.6. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Projek ... 89

Tabel - 3.7. Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Aktif Siswa ... 90

Tabel - 3.8. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran . 91 Tabel - 3.9. Kisi-kisi Instrumen Respons Siswa ... 93

Tabel - 3.10. Kriteria Interpretasi Nilai KK ... 95

Tabel - 3.11. Persentase Waktu Ideal Aktivitas Siswa ... 97

Tabel - 4.1. Hasil Uji Kelayakan Instrumen Penelitian ... 116

Tabel - 4.2. Saran dan Revisi Instrumen Penelitian ... 117

Tabel - 4.3. Hasil Uji Kelayakan Tes Kemampuan Berpikir kreatif ... 119

Tabel - 4.4. Rerata Nilai Indikator Setiap Aspek Rencana Pembelajaran ... 121

Tabel - 4.5. Rerata Nilai Indikator Setiap Aspek Kevalidan Buku Siswa ... 122

Tabel - 4.6. Rerata Nilai Indikator Setiap Aspek Kevalidan Buku Guru ... 124

Tabel - 4.7. Rerata Nilai Indikator Penilaian Kevalidan LAS ... 126

Tabel - 4.8. Hasil Perhitungan Validasi Pretes ... 127

Tabel - 4.9. Hasil Perhitungan Validasi Postes ... 127

Tabel - 4.10. Nilai Postes Siswa Kelas VIIB ... 129

Tabel - 4.11. Ketercapaian Indikator KBK Siswa Kelas VIIB ... 130

Tabel - 4.12. Persentase Rataan Aktivitas Siswa Ujicoba I ... 134

Tabel - 4.13. Nilai Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Ujicoba I ... 138

Tabel - 4.14. Respons Siswa terhadap Perangkat dan Kegiatan Ujicoba I ... 141

Tabel - 4.15. Hasil Rekapitulasi Komentar Siswa Ujicoba I ... 143

Tabel - 4.16. Revisi Buku Siswa ... 145

Tabel - 4.17. Revisi Buku Guru ... 147

Tabel - 4.18. Nilai Postes Siswa Kelas VIIA ... 149

Tabel - 4.19. Ketercapaian Indikator KBK Siswa Kelas VIIA ... 150

Tabel - 4.20. Persentase Rataan Aktivitas Siswa Ujicoba II ... 154

Tabel - 4.21. Nilai Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Ujicoba II ... 157

Tabel - 4.22. Respons Siswa terhadap Perangkat dan Kegiatan Ujicoba II ... 160

(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar - 2.1. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D ... 57

Gambar - 4.1. Hirarki Pengajaran Perbandingan ... 98

Gambar - 4.2. Diagram Nilai Postes Siswa Kelas VIIB ... 118

Gambar - 4.3. Ketercapaian Indikator KBK Pretes dan Postes Ujicoba I ... 121

Gambar - 4.4. Diagram Persentase Waktu Aktivitas Siswa Ujicoba I ... 123

Gambar - 4.5. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Ujicoba I ... 127

Gambar - 4.6. Kemampuan Guru Melaksanakan Sintaks Pemb. Ujicoba I ... 128

Gambar - 4.7. Diagram Persentase Respons Siswa terhadap Komponen Dan Proses Pembelajaran Ujicoba I ... 131

Gambar - 4.8. Diagram Nilai Postes Siswa Kelas VIIA ... 138

Gambar - 4.9. Diagram Ketercapaian Indikator Pretes dan Postes ... 140

Gambar - 4.10. Diagram Persentase Waktu Aktivitas Siswa Ujicoba II ... 144

Gambar - 4.11. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Ujicoba II ... 147

Gambar - 4.12. Kemampuan Guru Melaksanakan Sintaks Pemb. Ujicoba II... 148

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,

sebab melalui pendidikanlah tercipta sumber daya manusia (SDM) yang terdidik

dan mampu menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat. Namun apabila

kualitas pendidikan itu rendah, maka yang tercipta adalah sumber daya manusia

yang rendah pula. Jadi pendidikan merupakan ujung tombak dalam

mempersiapkan SDM yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat

mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk

dapat bersikap kritis, logis dan inovatif.

Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

yang mampu bersaing di era global. Sumber daya manusia yang bermutu

merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini.

Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu

lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia

yang bermutu adalah sumber daya manusia yang mampu menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi guna memenuhi kebutuhannya dan menjawab berbagai

tantangan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang dinamis.

Di Indonesia, mutu pendidikan matematika masih rendah. Banyak data

yang mendukung opini ini, salah satunya adalah data UNESCO menunjukkan,

(15)

2

Indonesia masih belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah

(http://suaramerdeka.com). Berdasarkan hasil analisis PISA 2009 (Tim Pusat

Pengembangan Profesi Pendidik, 2014:7), ditemukan bahwa dari 6 (enam) level

kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik

Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara

negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat),

5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan

sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu

yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman.

Analisis hasil TIMSS (Tim Pusat Pengembangan Profesi Pendidik,

2014:7) tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik

kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang

matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level

menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu

mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang

diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan

di tingkat internasional. Dalam menghadapi kompleksitas permasalahan

pendidikan matematika, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah

menumbuhkan minat siswa terhadap matematika. Sebab tanpa adanya minat,

siswa akan sulit untuk mau belajar, dan kemudian sulit untuk menguasai

matematika secara sempurna.

Sedangkan menurut Sriyanto (2007:28): “Untuk dapat mempelajari

matematika dengan baik kita harus aktif terlibat dalam proses pembelajaran

(16)

3

dengan baik oleh siswa. Artinya, siswa mengalami kesulitan dalam

mempelajarinya. Ini mengakibatkan hasil belajar siswa rendah terhadap materi

tersebut.

Matematika sebagai ilmu pengetahuan dasar sangat dibutuhkan untuk

mempersiapkan sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi.

Namun kenyataannya matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

dianggap sukar oleh siswa. Salah satu penyebab kesukaran matematika adalah

karakteristik matematika yang abstrak, konseptual, dan prinsipnya berjenjang dan

prosedur pengerjaannya yang banyak memanipulasi bentuk-bentuk.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab rendah atau kurangnya

kemampuan siswa dalam mempelajari matematika, diantaranya adalah

ketidaktepatan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh pengajar di kelas,

misal pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang

menempatkan siswa hanya sebagai pendengar. Kenyataan menunjukkan bahwa

selama ini kebanyakan guru menggunakan metode pembelajaran yang bersifat

konvensional dan banyak didominasi oleh guru.

Kenyataan di atas, mengisyaratkan bahwa penguasaan siswa terhadap

pembelajaran matematika masih rendah. Memang kita tidak bisa menyalahkan

siapa-siapa dalam hal ini, tapi yang jelas banyak faktor yang berpengaruh dalam

rendahnya hasil belajar matematika. Selain dari penyampaian materi yang kurang

sesuai, kemampuan/kompetensi siswa yang kurang baik, strategi/metode yang

kurang sesuai juga dapat menjadi faktor mengapa matematika menjadi pelajaran

(17)

4

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 2

Kualuh Hulu (19 Agustus 2014) diketahui bahwa:

Strategi/metode pembelajaran yang diterapkan sebagian besar adalah metode

konvensional,

Pembelajaran matematika kurang melibatkan keaktifan siswa atau dengan kata

lain siswa hanya menjadi pendengar.

Pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru.

Sebahagian besar informasi maupun pengetahuan diperoleh siswa berdasarkan

penjelasan guru.

Guru menganggap perangkat pembelajaran sebagai sumber informasi

sekunder bagi siswa, setelah penjelasan guru.

Selain hasil temuan di atas, peneliti juga menemukan bahwa, guru kurang

memaksimalkan kelengkapan mengajar seperti perangkat pembelajaran yang

digunakan, perangkat yang diketahui oleh guru hanya terbatas pada rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan silabus saja. Perangkat pembelajaran hanya

dijadikan sebagai pelengkap administrasi di sekolah. Padahal, sesuai dengan

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan

dosen pasal 20 disebutkan bahwa “dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,

guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses

pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran”.

Kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005

yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa “guru diharapkan

dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran”. Setiap guru pada satuan

(18)

5

sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Saat ini sangat sulit bagi guru mencari perangkat pembelajaran yang sesuai

dengan model pembelajaran yang digunakan. Perangkat pembelajaran yang

disediakan umumnya mengacu pada pembelajaran konvensional yang langsung

menyuguhkan materi berupa konsep dan rumus secara langsung tanpa ada

kegiatan penemuan konsep secara ilmiah. Oleh karena itu, salah satu solusi yang

mungkin adalah dengan mengembangkan sendiri perangkat pembelajaran dan

penilaiannya sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan.

Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan

model pembelajaran yang dipilih, guru harus mengetahui karakteristik model

pembelajaran tersebut serta kegiatan yang akan dilaksanakan siswanya sesuai

dengan sintaks model pembelajaran tersebut. Kesulitan-kesulitan yang harus

ditempuh inilah yang membuat guru belum mengembangkan perangkat

pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inovatif.

Salah satu model pembelajaran yang diharapkan mampu melibatkan

keaktifan siswa adalah model discovery learning. Model discovery berbeda

dengan ekspositori, dimana pada ekspositori bahan pelajaran disampaikan dalam

bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Dalam hal ini

guru sebagai penyampai informasi. Sedangkan pada model penemuan, bahan

pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas.

(19)

6

Model discovery learning merupakan pembelajaran yang menghubungkan

keterkaitan antar konsep serta mengaplikasikan konsep tersebut dalam

penyelesaian masalah yang ada. Discovery learning merupakan salah satu model

yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan

belajar-mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan

suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari.

Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam

bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat

Bruner, bahwa: “discovery learning can be defined as the learning that takes

place when the student is not presented with subject matter in the final form, but

rather is required to organize it him self” (Lefancois dan Emetembun, dalam Tim

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik, 2014:50). Yang menjadikan dasar ide

Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan

aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai model yang disebutnya discovery learning, dimana murid

mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Model

discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses

intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).

Discovery terjadi bila indifidu terlibat, terutama dalam penggunaan proses

mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan

melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses

(20)

7

mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund

dalam Hamalik, 2001:219).

Sebagai model pembelajaran, discovery learning mempunyai prinsip yang

sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang

prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada

ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang

diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus

mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan

temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem

solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan

tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi

atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk

final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa

yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian

mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan

mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Dengan mengaplikasikan model discovery learning secara berulang-ulang

dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan.

Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif

menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke

(21)

8

secara keseluruhan dari guru ke modus discovery siswa menemukan informasi

sendiri.

Pembelajaran discovery learning ini ada dua macam, yaitu pembelajaran

dengan penemuan bebas (free discovery learning) dan pembelajaran dengan

penemuan terbimbing (guided discovery learning). Dalam pelaksanaannya

pembelajaran dengan penemuan terbimbing lebih banyak diterapkan dari pada

pembelajaran penemuan bebas, karena pembelajaran dengan penemuan

terbimbing terdapat petunjuk guru, sehingga siswa dapat bekerja lebih terarah

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bimbingan/petunjuk guru

ini bukannya untuk mengekang kreativitas siswa, tetapi sekedar arahan prosedur

kerja yang perlu dilakukan.

Sebagaimana uraian di atas, selain cara penyajian/penyampaian materi

pelajaran yang dilakukan, alat penilaian juga memegang peranan yang sangat

penting dalam peningkatan hasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga profesional

harus mampu menguasai keduanya. Namun pada kenyataannya, sebagian guru

kurang memperdulikan atau tidak melakukan penilaian secara baik. Penilaian

yang dilakukan saat ini hanya terbatas pada aspek kognitif saja. Penilaian seperti

ini tidak menilai partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Selain itu, sikap dan keterampilan yang dilakukan siswa pada saat belajar

berlangsung juga tidak menjadi aspek yang perlu dinilai. Guru pada umumnya

merasa cukup mengukur hasil belajar siswa berdasarkan tes yang diberikan baik

secara tertulis maupun lisan. Guru hanya melihat apakah siswa sudah dapat

(22)

9

mengetahui penyebab ketidakmampuan siswa untuk melaksanakan kegiatan yang

diharapkan.

Penilaian seharusnya digunakan untuk mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya tentang kemajuan belajar peserta didik atau untuk

mendorong peningkatan belajar para peserta didik. Dorongan peningkatan belajar

dapat muncul dari peserta didik sendiri setelah mengetahui hasil penilaian itu, atau

dapat juga diusahakan oleh guru yang telah memanfaatkan hasil penilaian itu

untuk mengambil keputusan tentang pembelajaran peserta didiknya. Teknik

mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian

kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian kompetensi inti dan

kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan

indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif,

maupun psikomotor.

Dalam penilaian kelas, guru tidak hanya membutuhkan tes tertulis, namun

bentuk penilaian yang lebih konprehensif untuk mendapatkan informasi tentang

kemampuan siswanya. Demikian pula, gambaran tentang kemajuan belajar siswa

di sepanjang proses pembelajaran, oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan

pada akhir periode (semester), tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak

terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

Mengukur upaya siswa mencapai tujuan-tujuan pendidikan di atas,

menghendaki cara-cara penilaian baru. Sistem penilaian ini disebut penilaian

otentik. Ada beberapa alasan mengapa penilaian otentik perlu dilakukan dalam

pembelajaran, yaitu: 1) memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam

(23)

10

kegiatan lapangan, 2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan

berbagai kemampuannya, baik dalam bentuk pengetahuan, kinerja, maupun

sikapnya dalam pembelajaran matematika, serta 3) dapat membuat siswa belajar

mandiri, bekerjasama, serta menilai dirinya sendiri (self evaluation). Penilaian

otentik mengukur kemampuan siswa sesungguhnya, yang mencakup aspek-aspek

yang luas seperti keseharian siswa. Dengan demikian diharapkan penilaian yang

dilakukan lebih komprehensif sehingga dapat digunakan untuk membuat

kesimpulan tentang profil siswa secara rutin.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (20 Agustus 2014), melalui

pemberian tes kepada 30 orang siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kualuh Hulu untuk

menguji kemampuan berpikir kreatif siswa, diperoleh kesimpulan bahwa

kemampuan berpikir kreatif siswa termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dilihat

dari hasil jawaban siswa. Penilaian yang dilakukan terhadap jawaban siswa

menunjukkan bahwa ada 20 orang (66,67%) siswa yang paham terhadap masalah

hingga dapat membuat model matematikanya, walaupun pada tahap selanjutnya

siswa mengalami kesulitan untuk menetapkan variabel untuk dan membuat model

matematika untuk selanjutnya menghubungkan konsep-konsep yang diketahui

untuk menetapkan strategi penyelesaian masalah. Kesulitan ini menyebabkan

hanya ada 8 orang (26,67%) siswa saja yang dapat memilih strategi dan

diantaranya hanya 4 orang (13,33%) yang dapat melakukan perhitungan yang

tepat dalam menyelesaikan masalah.

Hasil wawancara (21 Agustus 2014) dengan salah seorang guru

matematika di SMP Negeri 2 Kualuh Hulu sebagian besar siswa pada kelas

(24)

11

berpikir kreatif (misal: rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan) khususnya

pada materi perbandingan. Padahal, dalam kurikulum 2004 tujuan pembelajaran

matematika adalah:

(1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, (2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan, (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, (4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi.

Jadi, salah satu tujuan pembelajaran adalah mengembangkan aktivitas kreatif. Hal

ini dikarenakan aktivitas kreatif mampu membuat seseorang untuk terus mencoba

sehingga dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya

meskipun mengalami kegagalan berkali-kali.

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika pada siswa

merupakan hal yang sangat penting, karena pada umumnya masalah nyata dunia

saat ini tidak sederhana dan konvergen. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif

juga dapat berimplikasi pada rendahnya prestasi siswa, di antara penyebab

rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses

pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran umumnya guru

sibuk sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga

siswa sibuk sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa

hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan pengertian sehingga

dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang

dicontohkan. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan

menyelesaikan masalah dengan alternatif lain dapat disebabkan karena siswa

kurang memiliki kemampuan fleksibilitas yang merupakan salah satu ciri-ciri

kemampuan berpikir kreatif. Fakta menunjukan kurangnya perhatian terhadap

(25)

12

demikian adalah perlu untuk memperbaiki perhatian lebih pada kemampuan ini

dalam pembelajaran matematika saat ini.

Pada beberapa kasus di sekolah cenderung menghambat berpikir kreatif,

antar lain dengan mengembangkan kekakuan imajinasi. Kasus tersebut sampai

saat ini masih terjadi dalam sistem belajar dikarenakan kurangnya perhatian

terhadap masalah kreativitas dan penggunaannya khususnya dalam matematika.

Pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah masih didominasi oleh

pembelajaran yang bersifat tradisional serta memiliki karakteristik seperti

pembelajaran lebih berpusat pada guru dan aktivitas belajar masih didominasi

oleh guru, model pembelajaran yang digunakan masih bersifat klasikal,

permasalahan-permasalahan yang diberikan masih bersifat rutin, dan siswa

cenderung pasif dalam proses pembelajarannya. Hal ini berakibat pola berpikir

kreatif siswa menjadi terhambat, padahal kemampuan ini sangat diperlukan oleh

siswa untuk bekal mereka ketika hidup dalam lingkungan masyarakat luas.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “pengembangan perangkat pembelajaran dan

penilaian otentik berbasis model discovery learning untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Mutu pendidikan matematika di Indonesia masih rendah.

(26)

13

3. Kebanyakan pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan

pembelajaran konvensional.

4. Pembelajaran matematika kurang melibatkan keaktifan siswa.

5. Guru menganggap perangkat pembelajaran sebagai sumber informasi

sekunder bagi siswa.

6. Penilaian yang dilakukan hanya terbatas pada aspek kognitif saja.

7. Kurangnya perencanaan guru dalam menyusun program pembelajaran.

8. Kurangnya perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik

9. Sebagian besar siswa memiliki kompetensi yang cukup rendah terhadap

kemampuan berpikir kreatif.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan judul penelitian dan latar belakang masalah, penelitian ini

perlu dibatasi agar penelitian ini lebih terfokus. Masalah pada penelitian ini hanya

terbatas pada upaya pengembangan perangkat pembelajaran berupa rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku siswa (BS), buku guru (BG), dan lembar

aktivitas siswa (LAS) serta instrumen penilaian otentik berbasis model discovery

learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan

masalah yang telah diuraiakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran dan

penilaian otentik berbasis model discovery learning yang dapat meningkatkan

(27)

14

Tingkat efektivitas perangkat pembelajaran yang dimaksud akan diukur

dengan mengacu pada pertanyaan berikut:

1. Bagaimana tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan

model discovery learning pada materi perbandingan?

2. Bagaimana pencapaian persentase waktu ideal aktivitas siswa selama proses

pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning pada materi

perbandingan?

3. Bagaimana tingkat kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran

dengan menggunakan model discovery learning pada materi perbandingan?

4. Bagaimana respons siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran

dengan menggunakan model discovery learning pada materi perbandingan?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan perangkat pembelajaran dan penilaian otentik berbasis model

discovery learning yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif siswa.

2. Mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan

model discovery learning pada materi perbandingan.

3. Mengetahui tingkat pencapaian persentase waktu ideal aktivitas siswa selama

proses pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning pada

materi perbandingan.

4. Mengetahui tingkat kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran

(28)

15

5. Mengetahui respons siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran

berbasis model discovery learning pada materi perbandingan.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap

perkembangan dunia pendidikan. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Bagi guru, sebagai bahan referensi atau masukan tentang metode

pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi siswa, dapat menumbuhkan semangat kerja sama antar siswa,

meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa pada pembelajaran matematika.

3. Bagi penulis, dapat menjadi wahana ilmiah untuk pengembangan diri

khususnya dalam melihat pembelajaran matematika dengan menggunakan

model discovery learning dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kreatif siswa.

4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran

pembelajaran khususnya bagi pengembangan kurikulum dalam rangka

meningkatkan kualitas dunia pendidikan.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, maka dipandang perlu

adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Pengembangan

Pengembangan adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu produk dimana

prosesnya dideskripsikan seteliti mungkin dan produk akhirnya dievaluasi

(29)

16

2. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang

memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat

pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), buku siswa (BS), buku guru (BG) dan lembar aktivitas

siswa (LAS).

3. Penilaian Otentik

Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang

perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta

didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan

atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar

dikuasai dan dicapai. Dalam penelitian ini penilaian otentik yang digunakan

terdiri dari tiga bagian yaitu: (a) penilaian pengetahuan: tes tertulis; (b)

penilaian sikap: lembar observasi; (c) penilaian keterampilan: penilaian

projek.

4. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola konsep yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanakan dan mewujudkan suatu proses pembelajaran di kelas

yang mengarahkan kita dalam mendisain pembelajaran untuk membantu

siswa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

5. Model Discovery Learning

Discovery learning adalah bentuk pembelajaran dimana konsep, teorema,

rumus, aturan, dan sejenisnya ditemukan kembali oleh siswa, dalam hal ini

(30)

17

dalam model discovery learning yaitu stimulation (pemberian rangsangan),

problem statement (identifikasi masalah), data collection (pengumpulan data),

data processing (pengolahan data), verification (pembuktian), dan

generalization (penarikan kesimpulan).

6. Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa untuk dapat

menciptakan ide, gagasan, cara, metode, dan proses yang baru dan inovatif.

Dalam penelitian ini terdapat empat indikator kemampuan berpikir kreatif

yaitu: fluency (berpikir lancar), flexibility (berpikir luwes), originality

(berpikir orisinal), dan elaboration (memperinci).

7. Keefektifan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil penerapan perangkat

pembelajaran dilapangan menunjukkan:

Tujuan pembelajaran telah terpenuhi yaitu:

o Minimal persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 75% dari siswa

memperoleh nilai ≥ B-;

o Ketercapaian tujuan pembelajaran minimal 75%.

Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran telah baik;

Respons siswa terhadap perangkat dan proses pembelajaran positif.

8. Aktifitas Aktif Siswa

Aktivitas aktif siswa adalah keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang

ditunjukkan dengan aktivitas verbal dan nonverbal antara guru dan siswa,

(31)

18

9. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran didefinisikan sebagai

kualitas guru dalam melaksanakan setiap tahap pembelajaran model discovery

learning.

10.Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran didefinisikan sebagai pendapat

senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap komponen pembelajaran

yang dikembangkan, kesediaan siswa mengikuti pembelajaran berbasis model

(32)

177

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian berdasarkan ujicoba

(dua tahap ujicoba) penggunaan perangkat pembelajaran dan penilaian otentik

dengan menerapkan model discovery learning untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kreatif siswa, maka dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ujicoba yang dilakukan dengan menggunakan perangkat pembelajaran dalam

pembelajaran telah memenuhi efektivitas pembelajaran, dimana:

a. Tujuan pembelajaran yang diharapkan telah tercapai dimana pada saat

ujicoba II, nilai kemampuan berpikir kreatif siswa sudah memenuhi batas

ketuntasan klasikal yaitu ada 75% dari 30 siswa (yang menjadi subjek

penelitian) mendapat nilai lebih dari 2,51 (B-) walaupun pada ujicoba I,

nilai kemampuan berpikir kreatif siswa masih dibawah batas ketuntasan

klasikal yaitu hanya 73,33% dari 30 siswa (yang menjadi subjek

penelitian) mendapat nilai lebih dari 2,51 (B-).

b. Aktivitas yang dilakukan siswa pada saat ujicoba telah memenuhi batas

toleransi waktu ideal, yaitu aktivitas mendengar sebesar 20,5% pada

ujicoba I dan 20,25% pada ujicoba II; aktivitas membaca sebesar 18%

pada ujicoba I dan 16% pada ujicoba II; aktivitas menulis sebesar 31,25%

pada ujicoba I dan 32% pada ujicoba II; aktivitas berdiskusi sebesar

29,75% pada ujicoba I dan 31,25% pada ujicoba II; aktivitas lain yang

(33)

178

c. Kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk kategori cukup baik

pada ujicoba tahap I, dimana nilai kemampuan guru (NKG) sebesar 3,14

dengan rataan nilai kemampuan menerapkan sintaks pembelajaran sebesar

3,27 dan rataan nilai kemampuan mengelola waktu secara efisien sebesar

2,75; mengalami peningkatan pada saat ujicoba tahap II, dimana nilai

kemampuan guru (NKG) sebesar 3,18 (telah memenuhi syarat efektivitas)

dengan rataan nilai kemampuan menerapkan sintaks pembelajaran sebesar

3,18; rataan nilai kemampuan mengelola waktu secara efisien sebesar

3,25; dan rataan nilai kemampuan pengelolaan kelas sebesar 3,11.

d. Respons yang diberikan siswa terhadap komponen (perangkat

pembelajaran) dan proses pembelajaran merupakan respons yang positif

baik pada ujicoba I dan II, siswa yang merasa senang sebesar 88,66%

pada ujicoba I dan 92% pada ujicoba II; siswa yang menyatakan bahwa

perangkat dan proses yang dilaksanakan termasuk kategori baru sebesar

97,33% pada ujicoba I dan 96% pada ujicoba II, siswa yang berminat

untuk mengikuti proses pembelajaran sebesar 90% pada ujicoba I dan II;

dan siswa yang menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang

dikembangkan sudah komunikatif dan menarik sebesar 88,33% pada

ujicoba I dan 91,67% pada ujicoba II.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian di atas, pembelajaran dengan

(34)

179

kegiatan pembelajaran memberikan beberapa hal yang penting untuk diperhatikan.

Uuntuk itu peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Model pembelajaran discovery learning hendaknya menjadi alternatif model

pembelajaran bagi guru SMP khususnya dalam upaya meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif siswa dan menciptakan pembelajaran yang efektif.

2. Pemberian LAS pada siswa hendaklah disertai dengan bimbingan (scaffolding)

sebagai alternatif dalam mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran.

3. Pengembangan perangkat pembelajaran disini, juga disertai dengan

mengembangkan penilaian (otentik) pembelajaran. Namun pengembangan

penilaian otentik untuk menilai kemampuan berpikir kreatif belum spesifik

dikaji dalam penelitian ini (hanya termuat dalam RPP dan soal pretes/postes),

sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam.

4. Bagi guru yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran menggunakan

model discovery learning agar memperhatikan kesiapan belajar siswa dan

siswa yang menjadi subjek penelitian hendaknya adalah siswa yang sudah

terbiasa dengan pembelajaran-pembelajaran yang inovatif.

5. Bagi guru yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran menggunakan

model discovery learning pada topik lain pada pelajaran matematika atau pada

mata pelajaran lain yang sesuai dapat merancang sendiri perangkat

pembelajaran yang diperlukan dengan memperhatikan komponen-komponen

(35)

180

DAFTAR PUSTAKA

Antasari, J. (2014). Pengembangan Perangkat pembelajaran dan Asesmen Otentik berorientasi model pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa SMP. Tesis. Universitas Negeri Medan. Medan.

Arikunto. S. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.

Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Depdikbud.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Hamalik. O. (2010). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.

Hanum, C. (2010). Pedoman Penyusunan Buku Ajar/Teks. Medan: USU Press.

Mulyasa. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munandar, S.C.U. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas Anak Sekolah. Grasindo:Jakarta.

Nieveen, N. (2007). Formative Evaluation in Educational Design Research dalam An Introduction to Educational Design Research (Ed). Disampaikan dalam seminar di East China Normal University, Shanghai, 23-26 November 2007.

Orlich, D. C., Harder, R. J., Callahan, R. C., Trevisan, M. S., dan Brown, A. H. (2010). Teaching Strategies: a Guide to Effective Instruction. Boston: Wadsworth, Cengage Learning.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. 2013. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemerintah R.I. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar proses.

Pritchard dan Woollard. (2010). Psychology for the Classroom: Constructivism and Social Learning. London: Routledge.

(36)

181

Sardiman. (2011). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Sinaga, B. (2008). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Medan: Universitas Negeri Medan (Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing).

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sriyanto. HJ. (2007). Strategi Sukses Menguasai Matematika. Indonesia Cerdas: Yogyakarta.

Suaramerdeka.com. (2012). Mutu Pendidikan Matematika di Indonesia Rendah.

Supriadi. D. (1998). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. CV. Alpabeta: Bandung.

Suriadi. (2006). Pembelajaran Dengan Pendekatan Discovery Yang Menekankan Aspek Analogi Untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik Dan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. (Tesis). Bandung: UPI.

Suryosubroto. S .(2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta.

Tim Pusat Pengembangan Profesi Pendidik. (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Restasi Pustaka: Jakarta.

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Wahyudiati, D. (2010). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Model Pembelajaran Diskusi Pada Pokok Bahasan Energi dan Perubahannya Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan, Edisi Desember 2010: 1-21.

Referensi

Dokumen terkait

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA PADA MATERI HIDROKARBON.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta self efficacy dalam Pembelajaran Matematika melalui Discovery Learning. Universitas Pendidikan Indonesia

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dihitung berdasarkan ketuntasan individual yang diperoleh siswa. Perangkat pembelajaran matematika berbasis discovery learning

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berbasis discovery learning yang valid, praktis dan efektif dalam meningkatkan

Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis

Pengembangan instrumen penilaian kemampuan berpikir kreatif matematis adalah pengembangan instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif

LEMBAR VALIDASI INSTRUMEN TES BERBASIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PETUNJUK Dalam menyusun skripsi dengan judul : “Pengembangan Instrumen Berbasis Kemampuan Berpikir Kreatif

Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terdiferensiasi menggunakan model discovery learning berpengaruh untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis