• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANA Analisis Disparitas Pembangunan Daerah Ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANA Analisis Disparitas Pembangunan Daerah Ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANA

Diajukan Gelar Sarj Fakulta

ALISIS DI

DIT

(SURAK

n Untuk Me jana Ekono as Ekonomi FAK UNIVERS

ISPARITA

TIGA KO

KARTA, S

TAHU

NASKA emenuhi Tu omi Jurusan dan Bisnis B KULTAS E ITAS MUH

AS PEMB

TA JAWA

SALATIGA

UN 1993-2

AH PUBLIK
(2)

FAT(IILTAS OKONOMI

DAN

BISNIS

UNIVERSITAS

MUII{MMADIYAH

SI]RAI{ARTA

Jr, A.

Yoi

Pos 1 Pabelaq

knr&a

're1p. (027

t)

717117,Fd:71544a

SnEk,n

sTlo,

SURAT PERSETUJUAN

ARTIXEL PUBLINASI

ILMIAII

YeB betudltansan

dibavah ini pembirbine

skiipsvlus6

akhn:

Nama

: Didir Pumoho- SE. Msi

Telan

msbaca

da

nen

emali

naskah anikel

publitsi

ilnia]l,

yds

merupakm

rin8kasan sknpsi/tu.los atun

{idi

nan6isrE:

NIM

ANALTSIS DISPARITAS

PEMBANGIJNAN

DAERAH

DIIIGA

KOTA

'AWA

TENGAH

(SUIIAKRTA,

SALATTGA, SEMARANG)

TAHT]N

1993-2013

Nask

n

anikel ie6ebut,

layal

dan dapar

dietujui

untuk publik6i_ Dmikian

(3)

ABSTRAKSI

Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013”.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya tingkat disparitas pembangunan daerah dan besarnya pengaruh Belanja Daerah, Tingkat Pengangguran terhadap tingkat Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Williamson, Ordinary Least Square (OLS).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan Indeks Williamson bahwa disparitas pembangunan daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup kecil yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol). Belanja Daerah memiliki pengaruh positif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta. Belanja Daerah memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Salatiga dan Semarang, dan Tingkat Pengangguran tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat disparitas pembangunan Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota Semarang.

(4)

A.LATAR BELAKANG

Disparitas pembangunan ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya. Disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana.

Proses pembangunan dalam skala nasional yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah.

Menurut Sjafrizal (2012) dalam Dyatmika dan Atmanti (2013), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah yaitu perbedaan sumber daya alam, faktor demografis termasuk kondisi tenaga kerja, alokasi dana pembangunan antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi swasta, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan mobilitas barang dan jasa. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region).

(5)

Menurut Todaro (2006) proses pembangunan paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan adalah menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran.

Pembangunan daerah sebenarnya adalah bagian intergral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan harus seimbang jangan sampai ada gerakan protes dari tiap daerah dan memunculkan potensi disintergrasi bangsa dari wilayah Negara Kesatuan Repuplik Indonesia. Isu dan kekwatiaran akan adanya gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan undang-undang yang memberikan keleluasan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab yang sesuai kondisi dan potensi wilayahnya.

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing (Sasana, 2012).

(6)

melalui Undang-undang No. 22 tahun 1999 revisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 revisi menjadi undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Kuncoro, 2004).

Di negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam pembangunan wilayah. Campur tangan tersebut adalah pemerintah sebagai bentuk institusi merupakan sistem pengambil keputusan dan melahirkan aturan-aturan yang menyangkut alokasi sumber daya serta pemanfaatannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan daerah dan mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan daerah ditiga kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013.

B.Tinjauan Pustaka

1. Definisi Pembagunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dalam istilah lain, pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita dimana pembangunan ekonomi disamping meningkatkan pendapatan riil nasional juga meningkatkan produktivitas (Arsyad, 2010).

2. Definisi Pertumbuha Ekonomi

(7)

pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai makroekonomi dalam jangka panjang dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan akan berkembang, disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat pertambahan penduduk, dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan mereka.

3. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Daerah

Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula–mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik yang menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.

(8)

C.Metode Penelitian 1. Indeks Williamsom

untuk mengetahui tingkat ketimpngan pembagunan daerah, dengan formulasi sebagai berikut:

Di mana:

IDW = Indeks Williamson

i

y

= PDRB per kapita di kabupaten/kota i

y

= PDRB perkapita rata-rata di Provinsi

i

f

= Jumlah Penduduk di kabupaten/kota i

N

= Jumlah penduduk di Provinsi

Nilai IDW terletak antara 0 dan 1, apabila IDW mendekati 0 (nol), maka suatu wilayah dikatakan sangat merata dan IDW mendekati 1 (satu) berarti suatu wialayah dikatakan timpang.

2. Ordinary Least Square (OLS)

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan persamaan estimasi sebagai berikut:

Dimana:

t

IDW = Indeks Williamson (%)

t

BD = Belanja Daerah (Ribu Rupiah)

t

TP = Tingkat Pengangguran (%)

0

β = Konstanta

2

1 β

β − = Koofesien Regresi

t

U = Variabel Pengganggu y N f y y IDW n i i i

= − = 1 2 ) ( t t t

t BD TP U

(9)

D.Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dari perhitungan Indeks Williamson (IDW) bahwa disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup rendah yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol) dan menjahui angka 1.

Berdasarkan hasil Ordinary Least Square (OLS), 1. Surakarta

IDW = (0.0881469133445) + (2.04189672031e-11)BD +(0.00235286788135)TP + Ut

Keterangan:

Α R2 Adjusted R2 Fhit DW

0,05 0.320513 0.245015 4.245293 1.274594

Sumber: Data Sekunder Diolah

Dari persamaan diatas diperoleh nilai

R

2adalah sebesar 0.3205, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 32,05 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Surakarta dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.

Tabel 1.1

Nilai Signifikasi tsatistk Kota Surakarta

Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh

BD 0.0135 0,05 Memiliki

TP 0.3520 0,05 Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah

Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IDW Surakarta dan Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap IDW Surakarta.

2. Salatiga

(10)

Keterangan:

Α R2 Adjusted R2 Fhit DW

0,05 0.340869 0.267632 4.654338 0.735942

Sumber: Data Sekunder Diolah

Dari persamaan diatas diproleh, Nilai

R

2adalah sebesar 0,3408, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 34,08 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Salatiga dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.

Tabel 1.2

Nilai Signifikan t statistik Kota Salatiga

Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh

BD 0.0300 0,05 Memiliki

TP 0.6341 0,05 Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah

Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW Salatiga dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Salatiga.

3. Semarang

IDW = (0.160584023712) + (- 1.10598426621e-10)BD + (- 0.00203367609062)TP + Ut

Keterangan:

Α R2 Adjusted R2 Fhit DW

0,05 0.233456 0.148284 0.091377 1.442309

Sumber: Data Sekunder Diolah

Dari persamaan diatas diproleh, Nilai

R

2adalah sebesar 0.2334, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 23,34 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Semarang dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.

Tabel 1.3

(11)

Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh

BD 0.0342 0,05 Memiliki

TP 0.4913 0,05 Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah

Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Beanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW negatif dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Semarang.

E.Kesimpulan

Berdasarakan hasil perhitungan dengan mengunakan Indeks Williamson (IDW), ternyata dari tiga kota Jawa Tengah memiliki angka IDW yang secara umum hampir sama yaitu mendekati angka 0 (nol). Menunjukan bahwa nilai IDW yang menjahui angka 1 (satu) berarti menunjukan adanya pemerataan pembangunan ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).

Berdasarkan hasil analisis regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh negatif signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah di Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).

F. Saran

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran yang yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan,dianataranya sebagai berikut:

(12)

memperkecil tingkat disparitas pembangunan daerah, maka diharapkan agar memaksimalkan sumber daya alam sepenuhnya demi kepentingan rakyak daerah tersebut dan diharapan bagi pemerintah daerah harus memperhatikan daerah pendukung agar pembangunan dapat berjalan dengan seimbang dan lancar maka pemerintah harus memperhatikan

semua daerah tanpa ada perlakuan khusus bagi masing-masing daerah.

2. Bagi pemerintah Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dalam upaya memperkecil tingkat disparitas pembangunan perlu meningkatkan alokasi pelaksanaan Belanja Daerah yang terarah, sehingga pengambilan kebijakan lain yang berkaitan tepat sasaran sehingga mampu menekan angka tingkat ketimpangan di daerah.

3. Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga masih dimungkinkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan kajian yang lebih mendalam, seperti penambahan sampel, variabel, cakupan, metode, dan lain sebagainya.

G.Daftar Pustaka

Ahmed, Navas. and Husain, Nasmul. 2013. Identification of Micro Regional Disparities in The Level of Development in The Rural Areas: A Case Study of Malda District of West Bengal (India). Vol.2 No.5. May 2013: 37-45.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 1993-2014. Semarang: Badan Pusat Statistik.

.2009. Indikator Ekonomi Kota Salatiga Tahun 2009. Salatiga: Badan Pusat Statistik.

(13)

Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Boldea, Monica. and K. 2012. Regional Disparity Analysis: The Case of Romania. Journal of Eastern Europe Research in Business & Economics.

Vol.2012(2012): 1-10.

Dhyatmika, Ketut Wahyu, dan Atmanti, Dwi Hastarini. 2013. Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Diponegoro journal of economic. Vol.2 No.2. 2013: 1-8.

Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit – UNDIP.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Sasana, hadi. 2012. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Ekonomi dan Manajeman. Vol.25, no.1. 2012: 1-12.

. 2009. Analisis dampak pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antar daerah dan tenaga kerja terserap terhadap kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam era desentralisasi fiskal. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).vol.16, no.1. 2009: 50-69.

Huruta, Andrian Dolfriandra. 2013. Ketimpangan Pembangunan Pada Satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin. Vol.12 No.2. 2013: 154-175.

Irawan dan Suparmoko. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Irawan, Dedi. 2012. Konsep Disparitas Pembangunan Ekonomi. (Online). (https://dedeirawan32.wordpress.com/2012/05/14/konsep-disparitas

(14)

Khakim, Luqman. dkk. Potensi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pemangunan. Vol.12 No.2. Desember 2011: 281-296.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pemabanguan daerah. Jakarta: Erlangga.

. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mardiana. dkk. 2012. Desentralisasi Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi. Vol.20 No.4. Desember 2012: 1-18.

Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal UNNES. 1(1). November 2012: 1-15.

Nadiroh, Fuktiatun. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah. (Online), (http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/ketimpangan-pembangunan -antar-wilayah.html, diakses tanggal 28 maret 2015).

Nuha, Mohammad Khadziqun. 2011. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan. (Online) (http://kadiq31.blogspot.com/2011/10/pengurangan-ketimpangan- pembangunan.html, diakses tanggal 28 maret 2015).

Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Gorontalo: PT Indeks.

Patra, Aditya Kumar. and Acharya, Arabinda. 2011. Regional Disparity, Infrastructure Development and Economic Growth: An Inter-State Analysis.

Research and Practice in Social Sciences. Vol.6 No.2. February 2011: 17-30.

Rizal, Achmad. 2013. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Akuatika. Vol.4 No.2. September 2013: 115-130.

Singh, Ajit Kumar. 2012. Regional Disparities in The Post Reform Period.

(15)

Soebagyo, Daryono. 2013. Perekonomian Indonesia. Surakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UMS.

. 2000. Disparitas Pembangunan dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Daerah Sumbagsel). Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.1 No.1. Juni 2000: 21-34.

Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Selemba Empat.

Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Suyatno, 2011. Analisis Disparitas Perekonomian di Wilayah Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur) periode 1996-2011. Skripsi. Surakarta: Fakulatas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2010. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga.

Yuwono, Sony. dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah). Malang: Bayumedia Publising.

Zali, Nader. and K. 2013. An Analysis of Regional Disparitis Situation in The East Azabaijan Province. Journal of Urban and Environmental Engineering.

Referensi

Dokumen terkait

• CIMB Niaga tidak memberikan pernyataan atau jaminan sehubungan dengan barang atau layanan yang diberikan berkaitan dengan CIMB Smart Rewards 2015 dan tidak berarti CIMB

Berdasarkan analisis uraian teori-teori yang dikemukakan di atas dapat disintesiskan bahwa pengelolaan kelas adalah serangkaian aktivitas dan kegiatan yang dilakukan

Mengutip Menyebutkan Menjelaskan Menggambar Membilang Mengidentifika si Mendaftar Menunjukkan Memberi label Memberi indek Memasangkan Menamai Menandai Membaca Menyadari Menghafal

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan oleh peneliti diatas, dapat dilihat betapa pentingnya pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru guna

Dilihat dari data hasil belajar Semester 2 dapat dinyatakan bahwa hasil belajar Seni Budaya pada kompetensi seni tari siswa kelas VIII C belum mencapai hasil

Penguatan di pasar saham membutuhkan indikasi yang kuat dari pejabat the Fed yang menyatakan bahwa kenaikan suku bunga hanya akan dua kali lagi sampai akhir

Selain itu, Mengingat kampus UNTIDAR yang tersebar di beberapa wilayah di karesidenan Kedu seperti Kota dan Kabupaten Magelang, kabupaten Temanggung dan kabupaten