ANA
Diajukan Gelar Sarj FakultaALISIS DI
DIT
(SURAK
n Untuk Me jana Ekono as Ekonomi FAK UNIVERS
ISPARITA
TIGA KO
KARTA, S
TAHU
NASKA emenuhi Tu omi Jurusan dan Bisnis B KULTAS E ITAS MUHAS PEMB
TA JAWA
SALATIGA
UN 1993-2
AH PUBLIKFAT(IILTAS OKONOMI
DANBISNIS
UNIVERSITAS
MUII{MMADIYAH
SI]RAI{ARTA
Jr, A.
Yoi
Pos 1 Pabelaqknr&a
're1p. (027t)
717117,Fd:71544aSnEk,n
sTlo,
SURAT PERSETUJUAN
ARTIXEL PUBLINASI
ILMIAII
YeB betudltansan
dibavah ini pembirbineskiipsvlus6
akhn:Nama
: Didir Pumoho- SE. MsiTelan
msbaca
da
nen
emali
naskah anikelpublitsi
ilnia]l,
yds
merupakmrin8kasan sknpsi/tu.los atun
{idi
nan6isrE:
NIM
ANALTSIS DISPARITAS
PEMBANGIJNAN
DAERAH
DIIIGA
KOTA
'AWA
TENGAH
(SUIIAKRTA,
SALATTGA, SEMARANG)
TAHT]N
1993-2013
Nask
n
anikel ie6ebut,
layal
dan dapardietujui
untuk publik6i_ Dmikian
ABSTRAKSI
Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013”.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya tingkat disparitas pembangunan daerah dan besarnya pengaruh Belanja Daerah, Tingkat Pengangguran terhadap tingkat Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Williamson, Ordinary Least Square (OLS).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan Indeks Williamson bahwa disparitas pembangunan daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup kecil yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol). Belanja Daerah memiliki pengaruh positif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta. Belanja Daerah memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Salatiga dan Semarang, dan Tingkat Pengangguran tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat disparitas pembangunan Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota Semarang.
A.LATAR BELAKANG
Disparitas pembangunan ekonomi antar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya. Disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan yang serius untuk ditanggulangi baik pada sistem perekonomian pasar maupun ekonomi terencana.
Proses pembangunan dalam skala nasional yang dilaksanakan selama ini ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan-kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah.
Menurut Sjafrizal (2012) dalam Dyatmika dan Atmanti (2013), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah yaitu perbedaan sumber daya alam, faktor demografis termasuk kondisi tenaga kerja, alokasi dana pembangunan antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi swasta, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan mobilitas barang dan jasa. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region).
Menurut Todaro (2006) proses pembangunan paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan adalah menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran.
Pembangunan daerah sebenarnya adalah bagian intergral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan harus seimbang jangan sampai ada gerakan protes dari tiap daerah dan memunculkan potensi disintergrasi bangsa dari wilayah Negara Kesatuan Repuplik Indonesia. Isu dan kekwatiaran akan adanya gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan undang-undang yang memberikan keleluasan kepada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab yang sesuai kondisi dan potensi wilayahnya.
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing (Sasana, 2012).
melalui Undang-undang No. 22 tahun 1999 revisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 revisi menjadi undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Kuncoro, 2004).
Di negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam pembangunan wilayah. Campur tangan tersebut adalah pemerintah sebagai bentuk institusi merupakan sistem pengambil keputusan dan melahirkan aturan-aturan yang menyangkut alokasi sumber daya serta pemanfaatannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan daerah dan mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan daerah ditiga kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013.
B.Tinjauan Pustaka
1. Definisi Pembagunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dalam istilah lain, pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita dimana pembangunan ekonomi disamping meningkatkan pendapatan riil nasional juga meningkatkan produktivitas (Arsyad, 2010).
2. Definisi Pertumbuha Ekonomi
pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai makroekonomi dalam jangka panjang dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan akan berkembang, disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat pertambahan penduduk, dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan mereka.
3. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Daerah
Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula–mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik yang menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.
C.Metode Penelitian 1. Indeks Williamsom
untuk mengetahui tingkat ketimpngan pembagunan daerah, dengan formulasi sebagai berikut:
Di mana:
IDW = Indeks Williamson
i
y
= PDRB per kapita di kabupaten/kota iy
= PDRB perkapita rata-rata di Provinsii
f
= Jumlah Penduduk di kabupaten/kota iN
= Jumlah penduduk di ProvinsiNilai IDW terletak antara 0 dan 1, apabila IDW mendekati 0 (nol), maka suatu wilayah dikatakan sangat merata dan IDW mendekati 1 (satu) berarti suatu wialayah dikatakan timpang.
2. Ordinary Least Square (OLS)
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan persamaan estimasi sebagai berikut:
Dimana:
t
IDW = Indeks Williamson (%)
t
BD = Belanja Daerah (Ribu Rupiah)
t
TP = Tingkat Pengangguran (%)
0
β = Konstanta
2
1 β
β − = Koofesien Regresi
t
U = Variabel Pengganggu y N f y y IDW n i i i
∑
= − = 1 2 ) ( t t tt BD TP U
D.Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari perhitungan Indeks Williamson (IDW) bahwa disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup rendah yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya mendekati angka 0 (nol) dan menjahui angka 1.
Berdasarkan hasil Ordinary Least Square (OLS), 1. Surakarta
IDW = (0.0881469133445) + (2.04189672031e-11)BD +(0.00235286788135)TP + Ut
Keterangan:
Α R2 Adjusted R2 Fhit DW
0,05 0.320513 0.245015 4.245293 1.274594
Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diperoleh nilai
R
2adalah sebesar 0.3205, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 32,05 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Surakarta dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.Tabel 1.1
Nilai Signifikasi tsatistk Kota Surakarta
Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh
BD 0.0135 0,05 Memiliki
TP 0.3520 0,05 Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IDW Surakarta dan Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap IDW Surakarta.
2. Salatiga
Keterangan:
Α R2 Adjusted R2 Fhit DW
0,05 0.340869 0.267632 4.654338 0.735942
Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diproleh, Nilai
R
2adalah sebesar 0,3408, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 34,08 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Salatiga dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.Tabel 1.2
Nilai Signifikan t statistik Kota Salatiga
Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh
BD 0.0300 0,05 Memiliki
TP 0.6341 0,05 Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW Salatiga dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Salatiga.
3. Semarang
IDW = (0.160584023712) + (- 1.10598426621e-10)BD + (- 0.00203367609062)TP + Ut
Keterangan:
Α R2 Adjusted R2 Fhit DW
0,05 0.233456 0.148284 0.091377 1.442309
Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diproleh, Nilai
R
2adalah sebesar 0.2334, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 23,34 persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Semarang dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.Tabel 1.3
Variabel Prob.t-stat Α Pengaruh
BD 0.0342 0,05 Memiliki
TP 0.4913 0,05 Tidak memiliki
Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Beanja Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel IDW negatif dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Semarang.
E.Kesimpulan
Berdasarakan hasil perhitungan dengan mengunakan Indeks Williamson (IDW), ternyata dari tiga kota Jawa Tengah memiliki angka IDW yang secara umum hampir sama yaitu mendekati angka 0 (nol). Menunjukan bahwa nilai IDW yang menjahui angka 1 (satu) berarti menunjukan adanya pemerataan pembangunan ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).
Berdasarkan hasil analisis regresi model lengkap, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh negatif signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah di Kota Salatiga, dan Kota Semarang. Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).
F. Saran
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran yang yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan,dianataranya sebagai berikut:
memperkecil tingkat disparitas pembangunan daerah, maka diharapkan agar memaksimalkan sumber daya alam sepenuhnya demi kepentingan rakyak daerah tersebut dan diharapan bagi pemerintah daerah harus memperhatikan daerah pendukung agar pembangunan dapat berjalan dengan seimbang dan lancar maka pemerintah harus memperhatikan
semua daerah tanpa ada perlakuan khusus bagi masing-masing daerah.
2. Bagi pemerintah Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dalam upaya memperkecil tingkat disparitas pembangunan perlu meningkatkan alokasi pelaksanaan Belanja Daerah yang terarah, sehingga pengambilan kebijakan lain yang berkaitan tepat sasaran sehingga mampu menekan angka tingkat ketimpangan di daerah.
3. Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga masih dimungkinkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan kajian yang lebih mendalam, seperti penambahan sampel, variabel, cakupan, metode, dan lain sebagainya.
G.Daftar Pustaka
Ahmed, Navas. and Husain, Nasmul. 2013. Identification of Micro Regional Disparities in The Level of Development in The Rural Areas: A Case Study of Malda District of West Bengal (India). Vol.2 No.5. May 2013: 37-45.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 1993-2014. Semarang: Badan Pusat Statistik.
.2009. Indikator Ekonomi Kota Salatiga Tahun 2009. Salatiga: Badan Pusat Statistik.
Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Boldea, Monica. and K. 2012. Regional Disparity Analysis: The Case of Romania. Journal of Eastern Europe Research in Business & Economics.
Vol.2012(2012): 1-10.
Dhyatmika, Ketut Wahyu, dan Atmanti, Dwi Hastarini. 2013. Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Diponegoro journal of economic. Vol.2 No.2. 2013: 1-8.
Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit – UNDIP.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Sasana, hadi. 2012. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Ekonomi dan Manajeman. Vol.25, no.1. 2012: 1-12.
. 2009. Analisis dampak pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antar daerah dan tenaga kerja terserap terhadap kesejahteraan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dalam era desentralisasi fiskal. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).vol.16, no.1. 2009: 50-69.
Huruta, Andrian Dolfriandra. 2013. Ketimpangan Pembangunan Pada Satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin. Vol.12 No.2. 2013: 154-175.
Irawan dan Suparmoko. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.
Irawan, Dedi. 2012. Konsep Disparitas Pembangunan Ekonomi. (Online). (https://dedeirawan32.wordpress.com/2012/05/14/konsep-disparitas
Khakim, Luqman. dkk. Potensi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pemangunan. Vol.12 No.2. Desember 2011: 281-296.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pemabanguan daerah. Jakarta: Erlangga.
. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiana. dkk. 2012. Desentralisasi Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi. Vol.20 No.4. Desember 2012: 1-18.
Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal UNNES. 1(1). November 2012: 1-15.
Nadiroh, Fuktiatun. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah. (Online), (http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/ketimpangan-pembangunan -antar-wilayah.html, diakses tanggal 28 maret 2015).
Nuha, Mohammad Khadziqun. 2011. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan. (Online) (http://kadiq31.blogspot.com/2011/10/pengurangan-ketimpangan- pembangunan.html, diakses tanggal 28 maret 2015).
Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Gorontalo: PT Indeks.
Patra, Aditya Kumar. and Acharya, Arabinda. 2011. Regional Disparity, Infrastructure Development and Economic Growth: An Inter-State Analysis.
Research and Practice in Social Sciences. Vol.6 No.2. February 2011: 17-30.
Rizal, Achmad. 2013. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Akuatika. Vol.4 No.2. September 2013: 115-130.
Singh, Ajit Kumar. 2012. Regional Disparities in The Post Reform Period.
Soebagyo, Daryono. 2013. Perekonomian Indonesia. Surakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UMS.
. 2000. Disparitas Pembangunan dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Daerah Sumbagsel). Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.1 No.1. Juni 2000: 21-34.
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Selemba Empat.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Suyatno, 2011. Analisis Disparitas Perekonomian di Wilayah Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur) periode 1996-2011. Skripsi. Surakarta: Fakulatas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2010. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9 ed. Jakarta: Erlangga.
Yuwono, Sony. dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah). Malang: Bayumedia Publising.
Zali, Nader. and K. 2013. An Analysis of Regional Disparitis Situation in The East Azabaijan Province. Journal of Urban and Environmental Engineering.