• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIALISASI NILAI DAN NORMA AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA DINI OLEH GURU DAN ORANGTUA DI PAUD PURNAMA GATAK KELURAHAN KEDUNGAN KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2009 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SOSIALISASI NILAI DAN NORMA AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA DINI OLEH GURU DAN ORANGTUA DI PAUD PURNAMA GATAK KELURAHAN KEDUNGAN KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN 2009 2010"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

SOSIALISASI NILAI DAN NORMA AGAMA ISLAM

PADA ANAK USIA DINI OLEH GURU DAN ORANGTUA

DI PAUD PURNAMA GATAK KELURAHAN KEDUNGAN

KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

TAHUN AJARAN 2009/2010

Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

Oleh

Afiyanta Rizal Pratama

D0306001

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah Disetujui untuk Dipertahankan Dihadapan Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Mengetahui,

Pembimbing Skripsi

(3)

commit to user HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh panitia ujian

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian :

1. Drs. H. Supriyadi, SN, SU ( )

NIP. 19530128 198103 1001

2. Much. Rosyid Ridlo, S.Ag ( )

NIP. 196904 19 200501 1 001

3. Dra. Rahesli Humsona, M.Si ( )

NIP.19641129 199203 2 002

Disahkan oleh :

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan,

(4)

commit to user MOTTO

² HIDUP ADALAH PERUBAHAN.

*(Penulis)*

² Hal kecil membentuk kesempurnaan, namun kesempurnaan bukanlah hal

yang kecil.

*(Demokritos)*

² Bukan harta kekayaanlah, tetapi budi pekerti yang harus ditingalkan sebagai

pusaka untuk anak-anak kita.

*(Penulis)*

² Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.

*(Aristoteles)*

² Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah

dilaksanakan/diperbuatnya.

(5)

commit to user HALAMAN PERSEMBAHAN

Seiring waktu berputar, tiada terasa telah kulalui

detik-detik yang sangat berharga dalam sebuah perjalanan

hidup ini hingga selesainya suatu karya sederhana yang

ingin penulis persembahkan kepada:

§ Ibu dan ayah tercinta yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, dukungan, semangat serta doa yang tulus.

§ Teruntuk ‘teman-teman istimewaku’ yang tiada henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan kepadaku

dengan sepenuh hati serta selalu ada buatku.

§ Untuk teman-teman dan sahabatku yang selalu memberikan support dan selalu ada ketika suka dan duka.

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb.

Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Sosialisasi Nilai dan Norma Agama Islam pada Anak Usia Dini oleh Guru dan

Orangtua di PAUD Purnama Gatak Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan

Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010” ini dengan baik.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, maka

selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dra. Rahesli Humsona, M.Si selaku Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak M. Rosyid Ridlo, S.Ag selaku pembimbing akademis.

6. Perangkat fakultas: Dekanat, Jurusan, Pengajaran dan petugas perpustakaan

(7)

commit to user 7. Bapak Bupati Klaten beserta stafnya.

8. Bapak Camat Pedan beserta stafnya.

9. Semua informan yang dengan tulus memberikan waktu dan informasinya.

10.Teman-teman Sosiologi angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan kalian.

11.Teman-teman istimewa -- Hisyam, Beka, Mika, dan Lilis, Esya, Alief,

Yemima, Ami, Emma, Dila, dan si Kembar – Anto dan Awan – “LOVE you

Guys”.

12.Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu, yang telah

memberikan bantuan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa barangkali dalam penyusunan skripsi ini masih ada

kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis.

Untuk itu, penulis, mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun dari

pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi

ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Surakarta, 28 Februari 2011

(8)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Tinjauan Pustaka ... 17

F. Definisi Konseptual ... 42

G. Kerangka Pemikiran ... 43

H. Metode Penelitian ... 45

1. Jenis Penelitian ... 45

2. Lokasi Penelitian ... 46

3. Sumber Data ... 46

(9)

commit to user

5. Teknik Pengambilan Sampel ... 49

6. Teknik Analisis data ... 50

7. Validitas Data ... 51

BAB II DESKRIPSI LOKASI ... 53

A. Keadaan Umum Kecamatan Pedan ... 53

B. Keadaan Umum Kelurahan Kedungan ... 63

C. Keadaan Umum PAUD Purnama ... 68

BAB III PEMBAHASAN ... 77

A. Sosialisasi Nilai dan Norma Agama Islam pada Anak Usia Dini oleh Guru di PAUD Purnama ... 77

B. Sosialisasi Nilai dan Norma Agama Islam Pada Anak Usia Dini oleh Orangtua di PAUD Purnama ... 105

C. Perkembangan Kemampuan Nilai dan Norma Agama Islam pada Anak Usia Dini Setelah Disosialisasi oleh Guru dan Orangtua ... 158

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 162

A. Kesimpulan ... 162

B. Saran ... 168

B. 1. Bagi Orangtua ... 168

B. 2. Bagi Guru ... 169

DAFTAR PUSTAKA ... 171

(10)

commit to user

DAFTAR TABEL, GAMBAR (FOTO) DAN MATRIKS

Diagram Model Analisis Interaktif ... 51

Tabel II.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pedan

Kabupaten Klaten Tahun 2010 ... 54

Tabel II.2 Jumlah Anak Usia Dini Per-Kelurahan di Kecamatan Pedan Kabupaten

Klaten Tahun 2010 ... 55

Tabel II.3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pedan

Kabupaten Klaten Tahun 2010 ... 56

Tabel II.4 Jumlah Sekolah di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten Tahun 2010 ... 57

Tabel II.5 Daftar Taman Kanak-Kanak Islam di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten

Tahun 2010 ... 58

Tabel II.6 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Pedan

Kabupaten Klaten Tahun 2010 ... 58

Tabel II.7 Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten Tahun

2010 ... 59

Gambar II.1 Peta Kabupaten Klaten ... 60

Gambar II.2 Peta Kecamatan Pedan ... 61

Tabel II.8 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di

Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Tahun 2010 ... 63

Tabel II.9 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Kedungan

Kecamatan Pedan Tahun 2010 ... 64

Tabel II.10 Jumlah Sekolah di Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Tahun 2010

(11)

commit to user

Tabel II.11 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Kedungan

Kecamatan Pedan Tahun 2010 ... 65

Tabel II.12 Jumlah Pemeluk Agama di Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Tahun

2010 ... 66

Gambar II.3 Peta wilayah Kelurahan Kedungan ... 67

Tabel II.13 Penggunaan Lahan di Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Tahun

2010 ... 67

Tabel II.14 Daftar Tenaga Pendidik PAUD Purnama Tahun Ajaran 2009/2010 ... 68

Tabel II.15 Daftar Penyelenggara PAUD Purnama ... 69

Tabel II.16 Jumlah Peserta Didik PAUD Purnama Menurut Usia Tahun Ajaran

2009/2010 ... 69

Tabel II.17 Jumlah Peserta Didik PAUD Purnama Menurut Kelas Tahun Ajaran

2009/2010 ... 69

Tabel II.18 Struktur Kurikulum Satuan Pendidikan PAUD Purnama Tahun Ajaran

2009/2010 ... 71

Tabel II.19 Daftar Alokasi Waktu Pembelajaran PAUD Purnama Tahun Ajaran

2009/2010 ... 75

(12)

commit to user ABSTRAK

AFIYANTA RIZAL PRATAMA, 2011, Sosialisasi Nilai dan Norma Agama Islam pada Anak Usia Dini oleh Guru dan Orangtua di PAUD Purnama Gatak

Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sosialisasi nilai dan norma agama Islam pada anak usia dini oleh guru dan orangtua. Teori yang digunakan adalah teori tindakan sosial, yang terdiri dari empat aspek, yakni Rasional Instrumental adalah tindakan yang dipengaruhi oleh harapan-harapan si pelaku dengan perhitungan yang rasional, Rasional Nilai adalah tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh akan nilai religius, Afektif adalah tindakan yang dipengaruhi oleh perasaan emosi si pelaku, Tradisional adalah tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan pada masa lampau. Perilaku orangtua dalam mensosialisasikan nilai dan norma agama Islam pada anak usia dini merupakan suatu tindakan sosial karena dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku anaknya.

Lokasi penelitian ini adalah di PAUD Purnama Kedungan, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten karena PAUD Purnama merupakan salah satu Taman Kanak-Kanak yang berada di Kecamatan Pedan yang berlandaskan pada pendidikan agama Islam.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Untuk teknik pengambilan sampel digunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan yaitu model analisis interaktif yang menggunakan tiga komponen utama, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Untuk memperoleh data dengan tingkat validitas yang tinggi digunakan metode triangulasi data dengan sumber.

(13)

commit to user ABSTRACT

AFIYANTA RIZAL PRATAMA, 2011, The Socialization of Islam’s Norms and Values to The early Age Children by teachers and Parents at PAUD Purnama Kedungan of Pedan Sub district of Klaten Regency, Social and Political faculty, Sebelas Maret University Surakarta.

This research aims to find out how the socialization of Islam’s norms to the early age children is conducted by teachers and parents. The theory used was social action theory, consisting of four aspects, Rational Instrumental rational is the action affected by the expectation of the actor based on rational consideration, Rational Value is the action which is determined by fully belief in religious value, Affective is the action affected by the actor’s emotional feeling, Traditional is the action based on the habits in the past. Parent’s behavior in socializing Islam religion norms to the early age children is a social action because it is done by considering and orienting to their children’s behavior.

The research was taken place in PAUD (Early Age Children Education) Purnama Kedungan, Pedan Subdistrict, Klaten Regency; the reason is because PAUD Purnama in one of the kindergartens based on Islamic education located in Pedan Sub district.

(14)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau

belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana

kata "anak" merujuk pada lawan dari orangtua, orang dewasa adalah anak dari

orangtua mereka, meskipun mereka telah dewasa

(http://id.wikipedia.org/wiki/anak.htm, diakses tanggal 11 Januari 2011 pukul

20.00). Anak merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk bisa

membantu mengembangkan kemampuannya. Karena pada dasarnya anak lahir

dengan segala kelemahan, sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat

mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak adalah penerus generasi keluarga

dan bangsa, yang perlu mendapat pendidikan sehingga potensi-potensi yang ada

pada diri anak dapat berkembang dengan pesat, yang nantinya akan tumbuh

menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang tangguh dan memiliki berbagai

macam kemampuan dan ketrampilan yang bermanfaat.

Masa perkembangan anak terutama pada masa usia dini merupakan masa

dimana berbagai kemampuan anak tumbuh dan berkembang sangat pesat.

Perkembangan kemampuan seorang anak tidak sama dengan yang lain, bahkan

dalam satu keluarga sekalipun tidak akan ditemukan dua anak dengan kepribadian

yang sama, karena anak merupakan pribadi yang unik. Pemberian stimulasi dan

fasilitas yang tepat pada masa ini, akan sangat berpengaruh pada proses

perkembangan anak selanjutnya, dan sebaliknya. Apabila lingkungan sekitar anak

(15)

commit to user

yang tepat bagi perkembangan kemampuan anak, maka anak dapat berkembang

tidak seperti apa yang diharapkan. Berdasar studinya tentang riwayat pendidikan

anak nakal, Glueck (dalam Elizabeth Hurlock, 1991) menarik kesimpulan bahwa

remaja yang berpotensi nakal dapat diidentifikasi sejak dini pada usia dua atau

tiga tahun yang terlihat dari perilaku antisosialnya. Begitu pula pada orang dewasa

yang kreatif telah ditunjukkan pada masa anak dengan perhatiannya pada

permainan imajinatif dan kreatif. Dengan demikian masa usia dini merupakan

masa yang "kritis" dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

Masa usia dini sering dikatakan sebagai usia emas (golden age) yaitu usia

yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan

fase kehidupan yang unik (Hibana S. Rahman, 2002). Menurut Tadkiroatun

Musfiro (2008), periode masa usia dini dalam perjalanan usia manusia merupakan

periode penting bagi pembentukan otak, intelegensi, kepribadian, memori, dan

aspek perkembangan yang lain. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada

masa ini dapat mengakibatkan kegagalan masa-masa sesudahnya.

Akhir-akhir ini, berbagai fenomena perilaku negatif anak sering terlihat

dalam kehidupan sehari-hari. Melalui surat kabar atau televisi dijumpai beberapa

kasus anak-anak yang berbicara kurang sopan, senang meniru adegan kekerasan,

juga meniru perilaku orang dewasa yang belum semestinya dilakukan anak-anak,

bahkan perilaku bunuh diri pun sudah mulai ditiru anak-anak. Kondisi ini sangat

memprihatinkan mengingat dunia anak merupakan dunia yang penuh dengan

kesenangan untuk mengembangkan diri, yang sebagian besar waktunya diisi

dengan belajar melalui berbagai macam permainan dilingkungan sekitamya

(16)

commit to user

Baru-baru ini, seorang anak di Jember, Jawa Timur yang berinisialkan AH

dengan usianya yang masih 14 tahun, dan merupakan salah satu siswa kelas VI

Sekolah Dasar menjadi otak serangkaian pencurian di beberapa sekolah di Jember,

Jawa Timur. Ia bersama rekannya yang usianya jauh di atas AH berhasil mencuri

satu unit komputer, printer, televisi, VCD player, satu unit telepon, tujuh setel

pakaian silat, 22 buah buku tulis, 60 buah buku strimin, 1 staples, 17 penghapus,

11 pensil 2B, dan 2 pensil HB di SDN Curahlele II. Kepada penyidik, AH

mengaku, hasil pencurian tersebut digunakan sebagai uang saku sekolah dan

membayar biaya rekreasi. Polisi menengarai, AH dan Samsul tidak hanya mencuri

di SDN Curahlele II, tetapi juga di sebuah madrasah di Kecamatan Bangsalsari

(http://regional.kompas.com/read/2010/06/04/09493286/Bocah.SD.Jadi.Otak.Penc

urian.di.Sekolah, diakses tanggal 17 Desember 2010 pukul 12.57).

Berita yang tidak kalah mencengangkan adalah kasus perokok usia dini

yang banyak terjadi di berbagai wilayah di negeri ini, seperti pada kasus Reno

Ardiyansah dan Sandi Adi Susanto. Reno Ardiyansah, bocah yang berumur 20

bulan sudah merokok sejak umur 14 bulan. Menurut kedua orangtuanya, perilaku

buruk anaknya baru diketahui sejak enam bulan terakhir. Tidak diketahui pasti

siapa yang membuat anak tersebut menjadi pecandu rokok. Jika permintaanya

untuk merokok tidak dituruti maka Reno akan menangis dan yang lebih parahnya

lagi jika tidak dibelikan rokok maka puntung rokok bekas/sisa orang akan dihisap

Reno. Tidak seperti kebanyakan anak kecil yang lainnya, jika diberi uang oleh

orangtuanya, Reno membelanjakan uang tersebut untuk membeli rokok

(http://health.kompas.com/read/2010/09/22/14425648/Bocah.Ini.Merokok.sejak.U

(17)

commit to user

Sedangkan Sandi Adi Susanto mengalami kasus yang sama dengan Reno

Ardiyansah, namun bisa dibilang kondisinya lebih parah lagi. Bocah yang lahir

pada 18 Februari 2006 ini berbeda dengan balita pada umumnya. Kalau balita lain

kebanyakan senang menghisap jempol tangan dan oleh orangtua dijauhkan dari

hal yang dapat menyebabkan sakit, justru Sandi sangat senang menghisap rokok.

Malahan Sandi juga sering diajak sejumlah pemuda untuk minum minuman keras

(miras). Di usianya yang belum genap 4 tahun, Sandi juga lihai membicarakan

hal-hal berbau seks ataupun pornografi yang merupakan konsumsi bahan

pembicaraan orang dewasa. Sandi juga "fasih" mengucapkan kata-kata kotor

(umpatan atau pisuhan), seperti layaknya orang dewasa. Ketika Sandi menenggak

minuman beralkohol bersama teman-temannya, hal ini tak diketahui langsung

orangtuanya, yaitu pasangan suami istri Mulud Riadi dan Mujiati. Orangtuanya,

tahu setelah Sandi bercerita kepada orangtuanya kalau dia sering diajak

menenggak miras serta mengeluh dadanya sesak dan kepalanya pusing. Selama ini

Sandi tidak pernah membeli rokok dengan uangnya sendiri, biasanya dia dibelikan

rokok oleh teman-temannya yang telah dewasa

(http://regional.kompas.com/read/2009/12/30/06420283/Sandi.Wedhus..Balita.Jag

o.Isap.Rokok, diakses tanggal 17 Desember 2010 pukul 13.19).

Dengan naluri yang lemah, kontrol diri yang rapuh, kepekaan moral yang

kurang, dan keyakinan yang salah dari orangtua, membuat anak mengalami

hambatan dalam berkembang dan mengembangkan kemampuan-kemampuannya.

Tantangan semakin besar karena pengaruh buruk tersebut juga muncul dari

berbagai sumber yang mudah didapat anak-anak. Televisi, film, video permainan,

musik, dan iklan memberikan pengaruh terburuk bagi moral mereka karena

(18)

commit to user

pengagungan kekerasan. Hal-hal buruk di dunia internet juga sangat mengejutkan,

seperti: pornografi, penyiksaan, pemujaan setan, pedofilia, dan begitu banyak

situs-situs penghasut yang mengajarkan kebencian, yang semuanya bisa lolos dari

sistem filter terbaik sekalipun. Tentu saja media populer bukan satu-satunya yang

memberi pengaruh buruk, siapa pun atau apa pun yang berbenturan dengan

keyakinan moral keluarga adalah ancaman, termasuk di dalamnya teman sebaya

ataupun orang dewasa.

Sampai saat ini masih ada anak-anak yang menjadi korban, hal ini terjadi

karena orangtua melewatkan satu bagian yang sangat kritis, yakni sisi spiritual

atau nilai dan norma agama dalam kehidupan anak. Sesuai dengan tinjauan

permasalahan pada penelitian ini, nilai dan norma agama yang dipakai adalah nilai

dan norma agama Islam.

Kekuatan spirituallah yang diperlukan anak-anak untuk menjaga adab

mereka dalam menghadapi kebobrokan moral yang terjadi di dunia ini. Untuk itu,

diperlukan pembangunan kecerdasan moral anak sejak dini. Dengan membangun

kecerdasan moral, orangtua berharap agar anak-anaknya tidak hanya berpikir

dengan benar, tetapi juga bertindak dengan benar. Orangtua juga berharap dengan

membangun kecerdasan moral maka anak akan mempunyai karakter yang kuat.

Cara terbaik untuk membangun kecerdasan moral adalah melalui sosialisasi nilai

dan norma agama (Islam) kepada anak untuk melindungi kehidupannya baik

sekarang maupun selamanya. Sebab pada masa usia dini apa yang diajarkan dalam

diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah

sesudahnya.

Pada masa usia dini, anak belum mempunyai kemampuan kognitif untuk

(19)

commit to user

kebiasaan moral seperti melatih kontrol diri, bersikap adil, menunjukkan rasa

hormat, berbagi, dan berempati mulai dipelajari. Orangtua adalah instruktur moral

yang pertama dan terpenting bagi anak, tidak ada seorangpun yang lebih baik dari

orangtua dalam membangkitkan kebajikan moral tersebut. Menurut Hibana S

Rahman (2002), struktur kepribadian anak dibangun dan dibentuk sejak usia dini,

dan orangtualah yang paling berperan dalam peletakan dasar kepribadian anak.

Hibana S. Rahman (2002) juga berpendapat bahwa perkembangan moral

adalah perkembangan perilaku seseorang yang sesuai dengan kode etik dan

standar sosial. Perilaku tersebut tidak dilaksanakan dengan suka rela. Moralitas

dibangun sejak masa kanak-kanak, walau sesungguhnya moralitas tidak muncul

pada masa kanak-kanak melainkan pada masa remaja. Bentuk-bentuk pendidikan

dan layanan yang tepat dapat dilakukan untuk pengembangan moral.

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam mengembangkan

berbagai kemampuan anak. Pendidikan menurut Hibana S. Rahman (2002), “suatu

tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh seorang pendidik atau pengasuh

anak guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, atau mencapai kondisi yang

lebih baik bagi anak”. Pendidikan memberikan pengaruh dan kontribusi yang

sangat besar bagi pengembangan diri anak. Pendidikan dalam hal ini dipahami

sebagai suatu usaha sadar orangtua atau orang dewasa yang bertanggung jawab

terhadap perkembangan anaknya. Sedangkan pendidikan Islam menurut HAMKA

(dalam Samsul Nizar, 2007), merupakan “serangkaian upaya yang dilakukan

pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian

peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan mana yang

(20)

commit to user

Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang

memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya

secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya,

sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat (Utami

Munandar, 2004). Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah mengenal dan

mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia, serta

mempersiapkan anak atau peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di

tengah-tengah komunitas sosialnya (HAMKA dalam Samsul Nizar, 2007).

Pentingnya pendidikan anak sejak usia dini didasarkan adanya berbagai

hasil penelitian di bidang neurologi (Osborn, White dan Bloom), pada usia 4 tahun

pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk. Artinya kalau

pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka

potensi otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Secara keseluruhan,

sampai usia 8 tahun, 80 % kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya

kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30 % setelah usia 4 tahun hingga

mencapai usia 8 tahun. Selajutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan

mencapai 100 % setelah berusia sekitar 18 tahun. Hal ini, berarti perkembangan

yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan

perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga

periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang

diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode

berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali,

sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk

(21)

commit to user

lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak

(Fasli Jalal, 2004).

Pendidikan keagamaan merupakan faktor penting dalam memperkokoh

dan menyelamatkan moral anak. Seperti yang tercantum di dalam UU Nomor 2

tahun 1989, dikemukakan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan

yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang

menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang

bersangkutan.

Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan manusia

yang menganutnya, tetapi masih banyak orang yang tidak mempedulikan

kehidupannya. Mereka cenderung untuk melakukan hal-hal yang membuat dirinya

senang tanpa memikirkan orang lain. Agama mempunyai lima fungsi pokok yaitu

fungsi edukatif, fungsi pengawasan sosial, fungsi penyelamatan, fungsi memupuk

persaudaraan, dan fungsi transformatif (Hendropuspito, 1984). Dari kelima

fungsi ini, fungsi edukatif yang akan lebih banyak digunakan dalam tinjauan

permasalahan pada penelitian ini.

Fungsi edukatif meliputi dua hal yaitu tugas mengajar dan tugas

bimbingan. Ajaran-ajaran agama yang bersifat otoriter dan selalu dianggap benar

membuat manusia untuk selalu berusaha mematuhi semua ajaran tersebut dengan

tujuan memperoleh kehidupan yang bahagia baik di dunia sekarang ini maupun di

kehidupan setelah kematiannya nanti. Dengan bimbingan, manusia diharapkan

untuk dapat didewasakan hidup kerohaniannya dalam menghadapi kehidupan di

dunia ini maupun pada saat menghadapi kematian. Dengan fungsi edukatif ini

(22)

commit to user

kemampuan atau potensi dalam kehidupan seorang anak pada awal pertumbuhan

dan perkembangannya.

Dalam acuan menu pembelajaran PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

telah dikembangkan program kegiatan belajar yang membahas tentang berbagai

aspek pengembangan kemampuan dan potensi anak, seperti yang tercantum dalam

Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pos PAUD (2006) berikut ini:

1. Pengembangan fisik; anak mampu mengelola keterampilan tubuh

termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan

halus dan gerakan kasar serta menerima rangsangan pancaindra.

2. Pengembangan kognitif; anak mampu berpikir logis, kritis,

memecahkan masalah-masalah dan menemukan hubungan sebab

akibat.

3. Pengembangan bahasa; anak mampu menggunakann bahasa untuk

pemahaman bahasa pasif dan dapat berkumunikasi secara efektif yang

bermanfaat untuk berpikir dan belajar.

4. Pengembangan sosial emosional; anak mampu mengenali lingkungan

alam, lingkungan sosial, peranann masyarakat dan menghargai

keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep

diri, sikap positif terhadap belajar, control diri dan rasa memiliki.

5. Pengembangan moral dan atau nilai dan norma agama; anak mampu

melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan, dan

mencintai sesama.

6. Pengembangan Seni; anak memiliki kepekaan terhadap irama nada,

birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya

(23)

commit to user

Dari keenam menu pembelajaran PAUD di atas, pengembangan moral dan

atau nilai dan norma agamalah yang akan dikaji dalam tinjauan permasalahan

pada penelitian ini. Karena pendidikan keagamaan sangat menentukan bagi

perkembangan moral seorang anak. Pendidikan keagamaan dalam Islam berupaya

untuk mengembangkan seluruh potensi anak baik jasmani, rohani maupun akal.

Dengan optimalisasi seluruh potensi yang dimilikinya, pendidikan Islam berupaya

mengantarkan anak kearah kedewasaan yang sempurna dengan memiliki iman dan

taqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi.

Seperti yang terjadi pada kasus Farih Abdurrahman, bocah berusia tiga

tahun yang berasal dari bumi Aljazair ini telah menghafal Al-Qur’an sejak ia

masih dalam kandungan ibunya. Ibu Abdurrahman, sebagaimana diceritakan

ayahnya, rajin membaca surat al Kahfi ketika Abdurrahman masih dalam

kandungan, sebagaimana juga setelah lahir orangtuanya sering menyetel Al Affasy

Channel (saluran televisi yang menyiarkan bacaan Al-Quran), bahkan ketika

orangtuanya ingin merubah channel yang ditonton si kecil, Abdurrahman sering

menolak. Pada suatu malam, ia dituntun orangtuanya untuk bisa duduk di kursi

podium, di sebuah acara yang ditayangkan oleh televisi Aljazair, yang bertajuk

”Fursaan Al-Qur’an”. Memakai torbus atau topi merah khas Aljazair, ia pun

duduk dengan senyum dan mata polosnya. Kakinya yang masih sangat pendek,

bergantung dan berayun di kursi yang masih terlalu tinggi untuk ukuran anak

seusianya. Kala itu, ia berada di hadapan seratusan hadirin yang sebagiannya

adalah tokoh agama dan para penghafal Al-Quran. Lalu, lisannya tak lama

berucap lancar ayat demi ayat surat Maryam yang berjumlah 98 ayat

(http://hakimaza.wordpress.com/2010/02/12/bocah-ajaib-dari-aljazair/, diakses

(24)

commit to user

Pendidikan Islam menurut Samsul Nizar (2007), merupakan proses

transmisi ajaran Islam dari generasi ke generasi berikutnya. Proses tersebut

melibatkan tidak saja aspek kognitif (pengetahuan tentang ajaran Islam), tetapi

juga aspek afektif dan psikomotorik (menyangkut bagaimana sikap dan

pengalaman ajaran Islam secara benar). Muhammad Azmi (2006), “Islam

memiliki ajaran yang bersifat universal, meliputi segala aspek kehidupan manusia,

baik dari segi ibadah maupun muamalah, ajaran Islam juga sarat dengan nilai-nilai

akhlak, sosial, baik anjuran, larangan, maupun kebolehan yang tercantum dalam

ajaran agama Islam”.

Adapun pokok-pokok pendidikan Islam yang dapat dikenalkan kepada

anak sejak usia dini adalah menyangkut ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni Akidah, Ibadah, dan

Akhlak (Mansur, 2007).

1. Pendidikan Akidah

Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Akidah merupakan

perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada

sesuatu. Akidah adalah persoalan pertama yang diserukan Nabi

Muhammad Saw. ketika beliau diutus kepermukaan bumi. Akidah

memiliki enam pokok-pokok keyakinan yaitu: iman kepada Allah

SWT, iman kepada Malaikat-Nya, iman kepada Kitab Suci-Nya, iman

kepada para Rasul-Nya, iman kepada Kiamat dan iman kepada Qada

dan Qadar.

2. Pendidikan Ibadah

Ibadah adalah tunduk, patuh, yang timbul dari kesadaran hati akan

(25)

commit to user

sesungguhnya Allah mempunyai kekuasaan yang tidak dapat dicapai

oleh akal. Ibadah kepada Allah merupakan suatu kewajiban yang harus

dilakukan oleh manusia selama hidupnya. Ketika seorang manusia

menghadapkan dirinya untuk memenuhi panggilan Allah serta menaati

perintah-Nya, berarti telah melakukan suatu ibadah. Ibadah dalam

agama Islam memiliki lima pokok keyakinan yakni Syahadat, Sholat,

Puasa, Zakat, dan Haji.

3. Pendidikan Akhlak

Secara etimologi akhlak adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku

atau tabiat. Dari pengertian ini akhlak tidak saja merupakan tata aturan

atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia,

tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan

Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.

Dalam perspektif pendidikan Islam, pembinaan akhlak adalah faktor

penting dalam pembinaan anak. Oleh karena itu, pembentukan akhlak dijadikan

sebagai bagian dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan akhlak diharapkan agar

anak dapat membedakan antara yang baik dan buruk, sopan dan tidak sopan,

terpuji dan tercela, dan seterusnya. Akhlak menempati posisi paling penting dalam

Islam, karena kesempurnaan Islam seseorang sangat tergantung kepada kebaikan

dan kemuliaan akhlaknya. Akhlak yang baik tidak akan terwujud pada seseorang

tanpa adanya pembinaan yang dilakukan. Oleh karena itu, pembinaan akhlak

sangat perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, utamanya kepada

anak usia prasekolah (Muhammad Azmi, 2006).

Memberikan pendidikan Akhlak berdasarkan ajaran agama akan mampu

(26)

commit to user

juga baik untuk sekitarnya. Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada

diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan

pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Ahli pendidikan

Islam Abdullah Nashih Ulwan (1999) telah mengemukakan metode-metode

pendidikan dalam Islam. Metode ini digunakan orangtua untuk memberikan

sosialisasi nilai dan norma agama Islam pada anak, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Keteladanan

Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh,

baik berupa tingkah laku, sifat maupun cara berpikir.

2. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan perilaku dalam

kehidupan sehari-hari seorang anak.

3. Memberi nasihat

Yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan tentang kebenaran

dan kemashlatan dengan tujuan menghindarkan orang-orang yang

dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang

mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.

4. Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi lebih baik daripada metode intimidasi. Yang pertama

bersifat positif dan pengaruhnya relatif lama karena bersandar pada

pembangkitan dorongan intrinsik manusia. Sedangkan metode

intimidasi bersifat negatif dan pengaruhnya relatif temporal

(27)

commit to user

Orangtua sangat berpengaruh terhadap pendidikan seorang anak, sebab

orangtua merupakan guru pertama dan utama bagi anak. Orangtua, melalui

pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama yang diterima anak,

sekaligus sebagai pondasi bagi pengembangan pribadi anak. Orangtualah yang

pertama kali dipahami anak sebagai orang yang memiliki kemampuan luar biasa

di luar dirinya. Dan dari orangtualah anak pertama kali mengenal dunia. Melalui

mereka anak mengembangkan seluruh aspek pribadinya (Agus Salim, 2008).

Secara lebih rinci dapat diuraikan pentingnya peran orangtua bagi

pendidikan anak, seperti yang diungkapkan oleh Hibana S. Rahman (2002:

97-98), antara lain: (1). Orangtua adalah guru pertama dan utama bagi anak, (2).

Orangtua adalah pelindung utama bagi anak, (3). Orangtua adalah sumber

kehidupan bagi anak, (4). Orangtua adalah tempat bergantung bagi anak, (5).

Orangtua merupakan sumber kebahagiaan bagi anak.

Sosialisasi nilai dan norma agama Islam pada anak usia dini oleh orangtua

tidak hanya ditentukan oleh peran dari bapak sebagai pemimpin dalam suatu

keluarga, namun peran ibu juga tidak terlepas karena kedekatan kejiwaan anak

lebih condong ke ibu. Melalui pendidikan nilai dan norma agama maka perilaku

anak akan terbentuk dengan baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Suatu keluarga akan berjalan tenteram, tenang, dan damai, apabila keduanya

(orangtua) bekerjasama dalam memberikan bimbingan atau pendidikan dalam

membentuk pola perilaku yang baik bagi anak-anak di lingkungan keluarga (Sri

Wardhani, 2005).

Di sinilah pentingnya kehadiran dan peran orangtua dalam memberikan

bekal pendidikan secara informal bagi anak-anaknya sejak usia dini. Di tengah

(28)

commit to user

kebijakan pendidikan yang belum mendukung sepenuhnya. Bukanlah suatu

langkah yang tepat apabila orangtua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak

kepada tenaga pendidik. Orangtua mempunyai kekuasaan sepenuhnya untuk

memberikan yang terbaik bagi anaknya.

Orangtua adalah pendidik utama, dan pertama serta terbaik untuk anak.

Sebaik apa pun tenaga pendidik, program kegiatan, dan fasilitas yang tersedia di

tempat penitipan dan pendidikan anak usia dini, tidak akan dapat menggantikan

sepenuhnya peran orangtua sebagai pengasuh sekaligus pendidik bagi anak. Oleh

karena itu peran orangtua sangatlah penting di dalam pendidikan anak usia dini.

Orangtua kembali menjadi aktor utama untuk menjadi model yang dapat menjadi

teladan bagi anak. Karena rumah dan keluarga adalah yang paling bertanggung

jawab dalam membentuk anak menjadi sesuai yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik

untuk meneliti permasalahan tersebut, dengan judul “Sosialisasi Nilai dan Norma

Agama Islam pada Anak Usia Dini oleh Guru dan Orangtua di PAUD Purnama

Gatak Kelurahan Kedungan Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten Tahun Ajaran

2009/2010”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimana Sosialisasi Nilai dan Norma Agama Islam pada

Anak Usia Dini oleh Guru dan Orangtua di PAUD Purnama Gatak Kelurahan

(29)

commit to user

C. TUJUAN PENELITIAN

Suatu penelitian tentu mempunyai arah dan tujuan yang telah ditetapkan.

Tanpa tujuan maka penelitian tidak akan memberi manfaat dan penyelesaian.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat bagaimana nilai dan norma agama Islam

disosialisasikan pada anak usia dini oleh guru dan orangtua.

2. Untuk mengetahui metode-metode pendidikan Islam yang diajarkan

guru dan orangtua pada anak usia dini.

3. Untuk mengetahui aktivitas anak usia dini di sekolah dan di rumah.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan teoritis berupa tambahan khasanah keilmuwan

dalam bidang sosial.

b. Dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis

secara lebih mendalam.

c. Dapat digunakan sebagai literatur untuk melakukan penelitian serupa

dalam lingkup yang lebih luas.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran dan pertimbangan

bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian berkaitan dengan sosialisasi

nilai dan norma agama Islam pada anak usia dini oleh guru dan orangtua.

b. Dapat memberikan pengetahuan yang jelas bagi para orangtua tentang

(30)

commit to user

mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan bagi masyarakat

dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam pendidikan Islam.

c. Menjadi syarat dan tanda bagi penulis untuk menyelesaikan studi di

jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep-Konsep Penelitian

a) Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota-anggota

masyarakat atau keluarga yang baru mempelajari norma-norma atau

kebudayaan masyarakat di mana ia tinggal menjadi anggotanya (Soerjono

Soekanto, 1984).

Pengertian ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Horton

& Hunt (1999), “Sosialisasi adalah suatu proses yang dilalui oleh

seseorang dalam menghayati norma-norma kelompoknya sehingga orang

itu dapat memiliki suatu kepribadian tersendiri dan unik”.

Menurut Berger, “Sosialisasi adalah proses melalui mana seorang

anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam

masyarakat”. (Peter L. Berger, 1987 dalam Kamanto Sunarto, 2004).

Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia, sosialisasi diartikan

sebagai tingkah laku yang berkenaan dengan proses yang rumit, dan

bagaimana individu belajar dan berperilaku seperti yang diharapkan oleh

(31)

commit to user

Dalam sosialisasi yang terjadi di masyarakat, mengajarkan tentang

kebiasaan, ide, sikap, dan nilai-nilai. Sosialisasi dianggap penting oleh

masyarakat karena kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam prosesnya, seorang individu dikehendaki untuk dapat berkembang

tidak hanya dengan dirinya sendiri, tapi juga mendapat pengaruh dari

lingkungan sosialnya.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi

merupakan proses pengenalan dan penanaman kebudayaan tertentu dari

satu individu ke individu lain dimana kebudayaan itu dapat berupa adat

kebiasaan, nilai atau norma yang baik sesuai dengan yang dikehendaki dan

disetujui oleh masyarakatnya.

b) Pengertian Nilai

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna

dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Karena itu nilai menjadi

penting dalam kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat

tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi

mempertahankan nilai (Ishomuddin, 2002: 36).

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah

sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.

Menurut Horton & Hunt (1999), nilai diartikan sebagai gagasan

mengenai apakah pengalaman itu berarti atau tidak berarti.

Nilai merupakan suatu bagian yang penting dari kebudayaan. Suatu

tindakan dianggap sah, dalam arti secara moral dapat diterima, apabila

harmonis dengan nilai-nilai yang dapat diterima masyarakat dan tidak

(32)

commit to user

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah kumpulan sikap

perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal mengenai baik buruk,

benar salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun penting atau tidak

pendting. Nilai yang ada dalam masyarakat dapat dipelajari sejak

anak-anak melalui proses sosialisasi juga melalui pengalaman hidup sehari-hari.

Suatu nilai yang dimiliki seseorang ikut mempengaruhi perilaku manusia

dalam suatu kelompok sehingga disusunlah norma untuk menajaga

keberadaan nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat.

c) Pengertian Norma

Norma adalah sesuatu yang berada di luar individu, membatasi

mereka, dan mengendalikan tingkah laku mereka (Atik Catur Budi.

Sosiologi SMA). Sedangkan menurut Nurseno dalam Theory and

Application of Sociology, norma merupakan suatu pedoman untuk hidup

dan berinteraksi, norma berisi perintah atau larangan agar manusia dapat

berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga tercipta ketertiban serta

kesinambungan dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat.

Norma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah

aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat,

dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai

dan diterima setiap warga masyarakat.

Norma-norma sosial berada dalam dua bentuk dasar. Norma jenis

pertama merujuk pada perbuatan yang bersifat umum atau biasa.

Norma-norma semacam itu menggambarkan apa yang dilakukan kebanyakan

orang, sehingga bisa disebut sebagai norma deskriptif. Berbagai norma itu

(33)

commit to user

dianggap oleh sebagian besar orang sebagai perbuatan efektif bagi mereka

dalam situasi tertentu. Dengan hanya mencatat apa yang dilakukan orang

lain dan kemudian meniru perbuatan mereka, berarti kita telah memilih

secara efisien dan benar. Berbagai bukti menunjukan bahwa orang

cenderung mengikuti tokoh dari suatu kelompok. Para peneliti sering

menunjukkan bahwa persepsi tentang apa yang dilakukan kebanyakan

orang akan mempengaruhi perilaku si pengamat, bahkan ketika

perilaku-perilaku itu mengandung moralitas yang netral seperti memilih produk

sehari-hari (Vankatesan 1966) atau menatap ruang kosong di angkasa

(Milgram et. al. 1969).

Norma jenis kedua mengacu pada harapan-harapan bersama dalam

suatu masyarakat, organisasi atau kelompok mengenai perbuatan tertentu

yang diharapkan atau aturan-aturan moral yang kita setujui untuk

dilaksanakan. Norma-norma semacam itu merefleksikan apa yang disetujui

dan yang tidak disetujui oleh sebagian besar orang. Norma-norma itu

memotivasi perilaku kita dengan cara menjanjikan ganjaran atau hukuman

sosial informal atas perilaku itu. Berbeda dengan norma deskriptif, yang

sering diistilahkan dengan norma-norma ”merupakan”, norma-norma ini

justru sering disebut dengan norma ”seharusnya”. Norma-norma deskriptif

menginformasikan perilaku kita, sedang norma-norma ini mengaturnya

(Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, 2008).

d) Pengertian Agama

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah

(34)

commit to user

peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi empiris yaitu

definisi menurut pengalaman konkret sekitar agama yang dikumpulkan

dari masa lampau maupun kejadian sekarang.

Hendropuspito (1984) mendefinisikan agama sebagai suatu jenis

sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada

kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan

didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan

masyarakat luas pada umumnya.

Emile Burnaof (dalam Dadang Kahmad, 2000) berpendapat bahwa

agama adalah ibadah, dan ibadah itu perbuatan campuran. Agama

merupakan perbuatan akal yang manusia mengakui adanya kekuatan Yang

Mahatinggi, juga perbuatan hati manusia yang beribadah untuk memohon

rahmat dari kekuatan tersebut.

Lain halnya dengan Joachim Wach (dalam Hendropuspito, 1984),

yang melihat agama dari tiga unsur pengertian, yaitu: pertama unsur

teoritis-nya, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan, kedua unsur

praktis-nya, yang berupa sistem kaidah yang mengikat penganutnya,

ketiga unsur sosiologis-nya, bahwa agama mempunyai sistem

perhubungan dan interaksi sosial. Apabila salah satu unsur tidak terdapat

maka orang tidak dapat bicara tentang agama, tetapi hanya kecenderungan

religius.

Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi

(35)

commit to user

umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan

bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.

Menurut Mc Guire (dalam Ishomudin, 2002), sistem nilai yang

berdasarkan agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat

sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam mengatur

sikap individu dan masyarakat. Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan

individu karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan sebagai daya

dorong atau prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya nilai

memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola berpikir, dan

pola bersikap.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa agama

adalah sebuah sistem atau prinsip kepercayaan dan praktek beribadah

kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang

bertalian dengan kepercayaan tersebut.

e) Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir

hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Batasan tersebut sejalan

dengan pengertian dari NAEYC (National Association for The Education

Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early childhood

adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun (Bredekamp,

1994 dalam Tadkiroatun Musfiroh, 2008).

Selanjutnya batasan pengertian usia dini pada anak usia satu hingga

lima (1-5) tahun. Pengertian ini didasarkan pada pembatasan dalam

psikologi perkembangan yang meliputi bayi (babyhood) yakni usia 0-1

(36)

commit to user

akhir (late childhood) yakni usia 0-12 tahun, dan seterusnya (Soemantri

Padmonodewo, 1995).

Sementara itu, Subdirektorat PADU (Pendidikan Anak Dini Usia)

membatasi pengertian istilah usia dini pada anak usia 0-6 tahun; yakni

hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak (Sugeng Santosa,

2002). Pengertian seperti ini berarti mencakup anak-anak yang masih

dalam asuhan orangtua, anak-anak yang berada dalam TPA (Taman

Penitipan Anak), Kelompok Bermain (Play Group), dan TK (Taman

Kanak-kanak).

Dalam Undang Undang Pelindungan Anak, UU PA Bab I pasal 1

ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah ”seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan.” Sedangkan menurut UU no 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab 1 pasal 1 ayat 14, yang dimaksud

anak usia dini adalah mereka yang berusia antara 0 – 6 tahun.

Di antara batas usia pengertian anak usia dini, terdapat kelompok

anak usia bermain (usia 3 tahun) dan kelompok usia TK (usia 4-6 tahun).

Oleh Biechler dan Snowman, (1993, dalam Padmonodewo, 1995); anak

berusia 3 hingga 6 tahun ini disebut sebagai anak usia pra-sekolah.

f) Pengertian Guru

Menurut Undang-Undang No. 141 2005, pasal 1, butir 1 tentang

guru dan dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

(37)

commit to user

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah (Andi Yudha Asfandiyar, 2009).

Guru dalam hal ini berarti pelaksana kegiatan belajar mengajar

yang adalah juga tenaga kependidikan. Dalam peraturan pemerintah No.

27 tahun 1990 Bab VIII Pasal 14 mengatur mengenai tenaga kependidikan

taman kanak-kanak. Guru taman kanak-kanak merupakan tenaga pendidik

yang memiliki kualifikasi sebagai guru taman kanak-kanak. Sedangkan

ketentuan berikutnya mengatakan bahwa anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan tertentu dapat membantu guru dalam

menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar atau bermain. Mengingat

anak didik di taman kanak-kanak berusia dini, mereka memerlukan

perhatian khusus.

Untuk menjadi seorang guru TK diperlukan

persyaratan-persyaratan akademik seperti lulusan LPGTK (Lembaga Pendidikan Guru

Taman Kanak-Kanak) dan lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) serta

mempunyai pengetahuan tentang kesehatan dan psikologi anak. Selain itu

diperlukan pula sifat-sifat yang dimiliki oleh guru TK seperti bakat

mendidik anak, sabar, keibuan/kebapakan, sayang anak, aktif, mampu

menggantikan sebagian fungsi orangtua bagi anak, dan memiliki

keterampilan-keterampilan khusus seperti keterampilan musik, tari, seni

rupa, dan bercerita (Depdikbud, 1983).

Guru TK merupakan penolong lewat komunikasi dan menyediakan

materi-materi yang cocok, sebagai penengah dari pertengkaran antar anak,

dan mengatur cara belajar anak bersama anak-anak lainnya dan

(38)

commit to user g) Pengertian Orangtua

Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu,

dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat

membentuk sebuah keluarga.

Singgih D. Gunarsa (1986: 38) ”Orangtua adalah yang

pertama-tama dan terupertama-tama bertanggung jawab untu mengatur, mengkoordinasikan

serta memberikan rangsangan-rangsangan kepada anak”. Sedangkan

Thamrin Nasution (1986) berpendapat bahwa ”Orangtua adalah setiap

orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga,

dan dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut dengan Ibu-Bapak”.

Orangtua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya

(Ngalim Purwanto, 1998). Yang berarti pendidik atau orangtua

mengutamakan kepentingan dan kebutuhan anak, dengan

mengesampingkan keinginan dan kesenangan sendiri.

Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang

menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi,

orangtua memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas

pendidikan anak-anaknya.

Untuk lebih memperjelas mengenai pengertian orangtua, maka

penulis juga mengutip pengertian orangtua dari UU RI No.20 tahun 2003

pasal 7 yaitu: (1) ”Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan

pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan

anaknya”. (2) ”Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban

(39)

commit to user

1990 pasal 1 ayat 4 menjelaskan ”Orangtua adalah ayah dan/atau ibu atau

wali anak didik yang bersangkutan”.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian orangtua dalam penelitian ini

adalah suami istri yang sudah disebut sebagai bapak dan ibu dan dianggap

dewasa atas dasar ikatan pernikahannya dan sudah dikaruniai anak serta

bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya. Sedangkan bagi

pasangan suami istri yang sudah dianggap dewasa namun belum

mempunyai anak maka belum dapat digolongkan sebagai orangtua, kecuali

mereka berdasarkan atas hukum telah mengangkat seseorang sebagai

anaknya dan segala hal kebutuhan anak adalah tanggung jawabnya.

2. Landasan Teori

a) Teori Aksi

Penelitian ini menggunakan paradigma definisi sosial sebagai

acuannya. Weber sebagai pengemuka dari paradigma ini mendefinisikan

sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami

(interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial

untuk sampai pada penjelasan kausal mengenai arah dan konsekuensi

tindakan sosial itu. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasar, yakni

konsep tidakan sosial dan konsep tentang penafsiran dan pemahaman.

Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber adalah tindakan yang

nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, dapat berupa tindakan yang

bersifat ”membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena

pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan

(40)

commit to user

serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu (George

Ritzer, 1985).

Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial tersebut, Weber

mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi

yakni:

1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang

subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.

2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya, dan bersifat

subyektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari situasi, tindakan yang

sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara

diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau beberapa orang.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah

kepada orang lain (George Ritzer, 1985).

Weber membedakan tindakan dari tingkah laku pada umumnya

dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan

kalau gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang yang

bersangkutan. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila

tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang

lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Dalam penelitian ini,

misalnya, orangtua membaca doa sebelum makan untuk tujuan diri sendiri

bukanlah sebuah tindakan sosial, namun apabila orangtua berdoa dengan

maksud mengajarkan kebiasaan berdoa sebelum makan kepada anaknya

(41)

commit to user

orangtua hendak bepergian, ia selalu mengucapkan salam kepada seluruh

anggota keluarganya termasuk anaknya, dengan cara seperti ini maka

orangtua berharap anaknya akan mengikuti kebiasaannya tersebut,

sehingga hal ini bisa disebut sebagai tindakan sosial.

Dalam mempelajari tindakan sosial Weber menganjurkan melalui

penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding) atau menurut

terminologi Weber disebut verstehen. Verstehen merupakan kunci bagi

individu untuk menangkap arti tindakan sosial itu. Tidak hanya perilaku

(behavior) saja yang dipelajari tetapi motif dari tindakan tersebut.

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber

dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok

yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan non rasional.

Singkatnya, tindakan rasional (menurut Weber) berhubungan dengan

pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan (Paul

D Johnson, 1988).

Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakan

kedalam empat tipe, yaitu:

1. Rasional Instrumental (Zwerk Rational)

Tindakan “yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku

objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain;

harapan-harapan ini digunakan sebagai ‘syarat’ atau ‘sarana’ untuk

mencapai tujuan-tujuan aktor lewat upaya dan perhitungan

(42)

commit to user

Contoh: Orangtua menyuruh anaknya pergi ke Masjid untuk

mengikuti mengaji Al-Qur’an agar anaknya lancar membaca

Al-Qur’an.

2. Rasional yang berorientasi nilai (Werk Rational Action)

Tindakan “yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran

akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk

perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya”

(Weber, 1921/1968: 24-25).

Contoh: Orangtua mengajari anaknya bergaul yang baik dan

berbicara yang baik kepada orang lain.

3. Tindakan Afektif(Affectual Action)

Tindakan yang dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi

dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami,

kurang atau tidak rasional.

Contoh: Orangtua menghukum anaknya ketika anak tersebut

berbuat salah atau melanggar nilai dan norma agama (berbicara

kotor).

4. Tindakan Tradisional(Traditional Action)

Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam

mengerjakan sesutau di masa lalu saja (George Ritzer, 1985).

Contoh: Orangtua yang membiasakan anaknya untuk mencium

tangan ketika bersalaman dengan anggota keluarga karena

merupakan kebiasaan orangtua sejak kecil.

Selanjutnya Ritzer mengemukakan tiga macam teori yang termasuk

(43)

commit to user

fenomenologi. Ketiga teori ini mempunyai kesamaan ide dasarnya bahwa

menurut pandangannya, manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas

sosialnya. Kecocokannya yang lain adalah bahwa ketiga teori ini sama

berpendirian bahwa realitas sosial bukan merupakan alat statis daripada

paksaan fakta sosial. Artinya tindakan manusia tidak sepenuhnya

ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan

sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam konsep fakta sosial

(George Ritzer, 1985).

Dalam penelitian ini menggunakan Teori Aksi. Hinkle

mengemukakan asumsi dasar dari teori ini merujuk pada karya Mac Iver,

Znanieeki dan Parsons (dalam George Ritzer, 1985) sebagai berikut:

1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sebagai subyek

dan dari situasi eksternal dalam posisinya.

2. Sebagai manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai

tujuan-tujuannya.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur,

metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk

mencapai tujuan tersebut.

4. Kelangsungan hidup manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang

tidak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan

yang telah, sedang dan akan dilakukan.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral

(44)

commit to user

7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian

teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode

verstehen, imajinasi, sympathetic, reconstruction atau

seakan-akan mengalami sendiri.

Dari semula, Parsons (dalam George Ritzer, 1985) menjelaskan

bahwa teori aksi memang ideal dapat menerangkan keseluruhan aspek

kehidupan sosial. Parsons sebagai pengikut teori aksi menyusun skema

unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk

mencapai tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang

dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala

tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak

dapat dikendalikan oleh individu. Misalnya kelamin dan tradisi.

5. Aktor di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan

berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih

dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk

mencapai tujuan. Contohnya kendala kebudayaan.

Aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma

mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai

tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau

alat. Tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan

(45)

commit to user

individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari

sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya

(George Ritzer, 1985).

Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi

ke dalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarisme

adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan meniliai dan

memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak memiliki

kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih

berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi

dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan

aktor. Tetapi di sebelah itu aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan

evaluatif.

Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa tindakan

sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam pengambilan

keputusan-keputusan subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai

tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi

kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk

norma-norma, ide-ide dan nilai-nilai sosial. Di dalam menghadapi situasi

yang bersifat kendala baginya itu, aktor mempunyai sesuatu di dalam

dirinya berupa kemauan bebas.

b) Sosialisasi

Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar

ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku dalam masyarakat di mana individu itu berada. Sosialisasi

(46)

commit to user

tanpa sosialisasi suatu masyarakat tidak dapat berlanjut pada generasi

berikutnya.

Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “a process by

which a child learns to be a participant member of society” – proses

melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang

berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978: 116 dalam Kamanto

Sunarto, 1993). Sedangkan menurut David A. Goslin, sosialisasi adalah

proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetetahuan,

keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi

sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya (Goslin, 1969: 2 dalam

T.O. Ihromi, 1999).

Dari konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui

proses sosialisasi individu diharapkan dapat berperan sesuai dengan nilai

dan norma yang berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Oleh karena

itu, barulah diketahui betapa pentingnya sosialisasi itu dalam

keberlangsungannya dengan suatu masyarakat.

Seseorang untuk mempunyai diri, untuk berperan sebagai anggota

masyarakat tergantung pada sosialisasi, maka seseorang yang tidak

mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal

ini terungkap dari kasus anak-anak yang ditemukan dalam keadaan

terlantar (feral children). Giddens (1990) mengisahkan kasus anak-anak

yang tidak di sosialisasi (olehnya dinamakan unsocialized children), yaitu

seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 11-12 tahun yang pada tahun

1900 ditemukan di desa Saint-Serin, Perancis (the wild boy of Avyron) dan

Gambar

Tabel II.14 Daftar Tenaga Pendidik PAUD Purnama Tahun Ajaran 2009/2010 ...... 68
Gambar 1: Diagram Model Analisis Interaktif (HB. Soetopo, 2002).
Tabel II.1
Tabel II.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini membahas mengenai peranan Food and Agriculture Organization (FAO) dalam menanggulangi kasus kelaparan di Nusa Tenggara Timur periode 2014-2016.. Iklim

atap”, akan tetapi masing-masing fungsi tetap dibawah koordinasi sendiri-sendiri yang independen dengan kerjasama yang aktif dalam persepsi yang sama dilihat dari fungsi

Memberikan rancangan regulasi atau konsep penerapan teknologi blockchain dalam pengamanan data dan informasi digital PT serta memberikan desain proses bisnis

Dari analisis yang dilakukan akan diperoleh nilai sebaran klorofil-a, suhu permukaan laut, dan angin, kriteria upwelling di laut Banda, korelasi hubungan antar

Tekninen konsultointi on osa liike-elämän palveluiden kokonaisuutta. Liike-elämän palve- lualojen yritykset myyvät palveluja etupäässä toisille yrityksille. Myös julkinen sektori on

Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian serta berdasarkan bukti-bukti berupa keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan bukti-bukti surat

Apabila suatu keinginan kelompok yang kohesif untuk mencapai kesepakatan berbenturan dengan pertimbangan untuk mencapai pemecahan-pemecahan alternative “pemikiran

Dalam penelitian ini, dibagi menjadi 6 dimensi nilai yaitu keterlibatan konsumen, loyalitas merek, persepsi harga, persepsi kualitas, keakraban merek, dan persepsi risiko yang