1 BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian/pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka Penulis dapat menarik kesimpulan mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian kerja antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah jika disesuaikan dengan UU Ketenagakerjaan, maka terdapat beberapa penyimpangan terhadap UU Ketenagakerjaan oleh perjanjian kerja antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah, diantaranya sebagai berikut:
1. Pasal 5 perjanjian kerja antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah tentang Penyelesaian Perselisihan, mengatakan bahwa: “Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, pada dasarnya akan
diselesaikan secara musyawarah. Apabila dengan cara musyawarah
tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak akan menyelesaikan
melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Jakarta. Apabila
masih tidak dapat diselesaikan, maka kedua belah pihak akan
menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri Provinsi Jawa Tengah”.
Menurut Pasal 136 UU Ketenagakerjaan, jika terdapat perselisihan hubungan kerja, maka akan diselesaikan melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dan Rezim arbitrase tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan;
2. Dalam Pasal 7 perjanjian kerja antara Fasilitator PNPM dengan
2
dan/atau pajak-pajak lain akan ditanggung dan dibayar sendiri oleh
PIHAK KEDUA”. Tetapi menurut Pasal 88 ayat (3) huruf k UU Ketenagakerjaan, upah untuk penghitungan pajak penghasilan adalah hak yang diperoleh pekerja guna memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan hak ini ditetapkan pemerintah untuk melindungi pekerja;
3. Dalam Perjanjian Kerja antara Fasilitator dengan Pemerintah, tidak terdapat klausul mengenai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Pasal 61 huruf b UU Ketenagakerjaan mempersyaratkan hal tersebut; 4. Pasal 6 Perjanjian Kerja antara Fasilitator dengan Pemerintah
mengatakan bahwa: “PIHAK PERTAMA dapat membatalkan secara
sepihak Perjanjian Kerja dengan PIHAK KEDUA”. Pada dasarnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak;
5. Pasal 7 Perjanjian Kerja antara Fasilitator dengan Pemerintah
mengatakan bahwa: “PIHAK KEDUA tidak akan mendapatkan uang
pesangon karena berakhirnya hubungan kerja”. Tetapi menurut Pasal
88 ayat (3) huruf j UU Ketenagakerjaan, uang pesangon adalah hak yang diperoleh pekerja guna memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan hak ini ditetapkan pemerintah untuk melindungi pekerja; dan
3
waktu tidak tertentu, tetapi dalam Perjanjian Kerja antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah klausul yang menyatakan ketentuan mengenai waktu tersebut tidak ada.
Maka, bagaimana perlindungan hukum oleh pemerintah kepada pekerja Fasilitator dapat dilaksanakan, jika perjanjian kerjanya (antara Fasilitator dengan Pemerintah) justru bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan?
2. SARAN
Agar dapat mewujudkan perlindungan hukum oleh pemerintah kepada pekerja Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan, maka Penulis memberikan saran:
1. Antara Fasilitator PNPM dengan Pemerintah sebaiknya dalam menyelesaikan perselisihan hubungan kerja, maka sebaiknya diselesaikan melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana diamanatkan oleh UU Ketenagakerjaan, bukan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2. Bagi Fasilitator, dalam melakukan kontrak kerjasama agar lebih berhati-hati dan memperhatikan isi dari kontrak kerjasama atau perjanjian agar dapat secara tegas mempertahankan haknya.