• Tidak ada hasil yang ditemukan

HISTOPATOLOGI USUS HALUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIBERIKAN DEKSAMETASON DAN VITAMIN E.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HISTOPATOLOGI USUS HALUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIBERIKAN DEKSAMETASON DAN VITAMIN E."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar, pada tanggal 25 Januari 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak I Putu Wijaya Santosa, SE dan Ibu Ni Wayan Sadia Wardani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Soverdi pada tahun 1998, Pendidikan Sekolah Dasar di SD 1 Saraswati pada tahun 2004, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 8 Denpasar pada tahun 2007 dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Denpasar pada tahun 2010.

Penulis kemudian diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2010. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Farmakologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana tentang “Histopatologi Usus Halus Tikus Putih

(2)

ABSTRAK

Deksametason telah diketahui sebagai obat kortikosteroid sintetik yang banyak digunakan oleh masyarakat sampai sekarang. Jika itu digunakan jangka waktu panjang dan pemakaian dosis besar, menyebabkan stres oksidatif pada sel akibat akumulasi radikal bebas yang akan menyebabkan kematian sel pada organ tubuh. Vitamin E diketahui memiliki peran yang baik sebagai antioksidan. Saat ini belum diketahui efek samping pemberian deksametason dan vitamin E terhadap kerusakan usus halus tikus putih (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan metode rancangan eksperimental. Sampel 25 ekor tikus putih jantan, dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif atau tanpa perlakuan (P0), kontrol positif (P1) diberikan deksametason Harsen 0.13 mg/kg, dan perlakuan diberikan deksametason Harsen 0.13 mg/kg dengan variasi vitamin E (Natur-E) bertingkat yaitu P2 (100 mg/kg), P3 (150 mg/kg), dan P4 (200 mg/kg). Hasil menunjukkan perlakuan P1 terjadi kerusakan berat pada usus halus (nekrosis), sedangkan seluruh perlakuan P2, P3, dan P4 berpengaruh terhadap perbaikan kerusakan akibat efek samping deksametason. Perlakuan 4 (P4) sebagai hasil paling baik dalam mengurangi efek samping deksametason. Jadi pada penelitian ini mengetahui bahwa pemberian vitamin E dapat mengurangi efek samping deksametason.

(3)

ABSTRACT

Dexamethasone has been known as a synthetic corticosteroid drug that widely used by the public until now. If used long term and the use of large doses, causing oxidative stress in cells due to the accumulation of free radicals which will cause cell death in the body organs. Vitamin E was known to have a good role as an antioxidant effect. Currently, unknown effects of dexamethasone and vitamin E administration on rat small intestine damage (Rattus norvegicus). This study used an experimental design. Samples 25 male rats were divided into 5 groups, namely the negative control or no treatment (P0), positive control (P1) was given dexamethasone Harsen 0.13 mg/kg, and the treatments were given dexamethasone Harsen 0.13 mg/kg with a varieties of vitamins E (Natur-E) multilevel namely P2 (100 mg / kg), P3 (150 mg / kg), and P4 (200 mg / kg). Results showed treatment P1 severe damage to the small intestine (necrosis), while the entire treatment P2, P3, and P4 affect the repair of damage due to effects of dexamethasone. Treatment 4 (P4) as the best results in reducing the effects of dexamethasone. So in this study to know that vitamin E may reduce the effects of dexamethasone.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Histopatologi Usus Halus Tikus Putih (Rattus norvegicus)

yang Diberikan Deksametason dan Vitamin E” disusun berdasarkan hasil penelitian dan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih sedalam-dalamya kepada:

1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan dukungan moril.

3. Bapak Prof. Dr. drh I Ketut Berata, M.Si, selaku pembimbing I yang senantiasa memberikan dukungan, nasehat, motivasi, dan bimbingan dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak drh. Samsuri, M.Kes, selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, serta dukungan kepada penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

5. Dr.drh. I Wayan Sudira M.Si, drh. I Made Kardena MVS, drh. Luh Made Sudimartini M.Sc selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan kritik, saran, serta nasehat yang sangat berguna bagi penyusunan skripsi ini.

(5)

7. Kedua orang tua tercinta Bapak I Putu Wijaya Santosa SE dan Ibu Ni Wayan Sadia Wardani, serta kakak tersayang I Putu Darwin Teddy Martadinata S.Si atas segala bantuan moril, materi, doa restu serta kasih sayang yang begitu besar dan teramat dalam.

8. Malaikat kecil putra tersayang Zellio Kyuta Ramansa yang telah menjadi penyemangat terbesar dalam penulisan skripsi ini dan suami tercinta Sion Ramansa atas segala dukungan, semangat, bantuan yang selalu diberikan.

9. Kepada papa mertua drs. I Nyoman Yasa dan mama mertua Maria Vatima Ester Naro serta kakak ipar Ni Putu Cecilia Tuti Adriani Naro.atas semua support yang diberikan. 10.Sahabat terbaik sepanjang masa Diyah Tri Wahyuni Amd,Fis atas segala dukungan,

bantuan, dan semangat yang diberikan.

11.Saudari Aulia Insani, S.KH dan saudara Bayu Setiabudi, S.KH atas bantuan, saran, dan dukungan kalian terhadap penulisan skripsi ini.

12.Teman-teman satu angkatan yang lebih dulu meraih gelar sarjana IGB Sathya Dharma, S.KH, Erwanti Siti Rabiah, S.KH, Putu Juniari Ratna Apsari Putri, S.KH, Chandra Soenartono, S.KH, Eva Marpaung, S.KH kalian semua menjadi motivator dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Teman-teman seperjuangan Tiwi, Rama Nuja, Bayu Anggara, Debora Manurung, Syifa, Nur Faidah Hasnur, Hanesty, Isnan, Fiki, Angga Cakka, Ary Mas, Central, dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala bentuk dukungan dan bantuannya.

(6)

Dalam penulisan skripsi ini penulis masih banyak kekurangan, dan untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik, dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 22 Desember 2014

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... x

DATAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 5

2.2 Deksametason ... 6

2.3 Radikal Bebas dan Antioksidan ... 8

2.4 Vitamin E ... 9

2.5 Usus Halus ... 10

2.6 Kerangka Konsep ... 12

2.7 Hipotesis ... 13

BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Sampel Penelitian ... 14

3.2 Bahan Penelitian ... 14

3.3 Alat Penelitian ... 15

3.4 Dosis Vitamin E dan Deksametason ... 15

3.5 Rancangan Penelitian ... 15

3.6 Variabel Penelitian ... 16

3.7 Prosedur Penelitian ... 16

3.7.1 Pengambilan sampel ... 16

3.7.2 Perlakuan sampe ... 16

3.7.3 Pembuatan preparat histologi ... 17

3.8 Variabel yang Diperiksa ... 18

3.9 Analisis Data ... 18

3.10 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 19

4.1.1 Pengamatan histopatologi usus halus tikus putih... 19

(8)

4.2 Pembahasan ... 25

4.3 Pengujian Hipotesis ... 29

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1.1 Data Fisiologis Tikus Putih ... 5 4.1 Tabulasi Hasil Pemeriksaan Histopatologi Usus Halus Berdasarkan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Konsep ... 13

4.1 Histopatologi Usus Halus Tikus Putih dengan Perlakuan (P0) dan Perlakuan (P1) ... 20

4.2 Histopatologi Usus Halus Tikus Putih Perlakuan 2 (P2) ... 21

4.3 Histopatologi Usus Halus Tikus Putih Perlakuan 3 (P3) ... 22

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Hasil Pemeriksaan Histopatologi Usus Halus Tikus Putih Masing - masing Perlakuan...

... 36 2. Hasil Analisis Data ...

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini modifikasi preparat kortikosteroid terus berkembang pesat, mengingat kortikosteroid sudah dianggap sebagai obat “dewa” karena hampir beberapa penyakit dapat

diobati dengan obat ini, misalnya anafilaktik, serangan asma yang berat dan beberapa penyakit lainnya. Preparat kortikosteroid dengan sintesa baru, menyebabkan kortikosteroid sintetik tidak lagi dianggap sebagai obat baru (Indranarum dan Marowardoyo, 2003). Salah satu jenis kortikosteroid sintetik adalah deksametason.

Deksametason merupakan salah satu kortikosteroid sintetis terampuh karena kemampuannya dalam menaggulangi peradangan dan alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednison (Katzung, 2002). Deksametason mempunyai potensi anti inflamasi yang sangat kuat serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena harganya yang murah dan mudah didapat, mengakibatkan deksametason masih menjadi obat andalan untuk terapi inflamasi (Samsuri et al., 2011). Deksametason yang merupakan salah satu obat golongan kortikosteroid sintetik yang banyak digunakan masyarakat, dalam penggunaan jangka waktu yang lama bisa menimbulkan efek buruk bagi tubuh. Salah satunya penurunan kadar glukosa serum secara signifikan (Samsuri et al., 2011).

(13)

vitamin E dapat mengurangi efek samping dari deksametason di beberapa organ seperti pankreas dan hati (Dharma, 2014; Insani, 2014).

Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki fungsi antioksidan yang tinggi (Brigelius-Flohe dan Traber, 1999). Antioksidan sangat penting dalam memerangi radikal bebas yang menyebabkan kerusakan sel. Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas, berupa efek samping pemberian deksametason. Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali bekerja sebagai kofaktor untuk enzim metabolisme (Dewoto, 2009).

(14)

halus serta untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin E terhadap efek samping deksametason pada usus halus, maka penting untuk diteliti.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Apakah ada pengaruh pemberian deksametason terhadap gambaran histopatologi dari usus halus tikus putih?

2. Apakah ada pengaruh pemberian deksametason dan vitamin E terhadap gambaran histopatologi dari usus halus tikus tikus putih ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran histopatologi usus halus tikus putih yang diberikan deksametason

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin E pada histopatologi usus halus tikus putih yang diberi deksametason.

1.4Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh pemberian vitamin E terhadap gambaran histopatologi usus halus tikus putih yang diberikan deksametason.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tikus Putih (Rattus norvegicus)

[image:15.595.75.498.385.683.2]

Spesies yang sering dipakai sebagai hewan model pada penelitian mengenai mamalia adalah Rattus norvegicus (Malole dan Pramono, 1989). Tikus putih digunakan untuk mempelajari dan memahami keadaan patologis yang kompleks misalnya pada penyakit diabetes mellitus dan hipertensi (Rapp, 1987). Rattus norvegicus memiliki beberapa keunggulan, yaitu pemeliharaan dan penanganan mudah, serta kemampuan reproduksi tinggi (Malole dan Pramono, 1989). Adapun data fisiologis tikus putih disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data fisiologis tikus putih (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).

Nilai Fisiologis Kadar

Berat tikus dewasa Jantan 450 - 520g Betina 250 - 300 g Kebutuhan makan 5 - 10g/100g berat badan Kebutuhan minum 10 ml/100 g berat badan

Jangka hidup 3 - 4 tahun

Temperatur rektal 360C - 400C

Detak Jantung 250 – 450 kali / menit Tekanan Darah

Sistol Diastol

84 – 134 mmHg 60 mmHg

Laju pernafasan 70 – 115 kali / menit Serum protein (g/dl)

Albumin (g/dl) Globulin (g/dl) Glukosa (mg/dl)

Nitrogen urea darah (mg/dl) Kreatinin (mg/dl)

Total bilirubin (mg/dl) Kolesterol (mg/dl)

5.6 - 7.6 3.8 - 4.8 1.8 - 3 50 - 135 15 - 21 0.2 - 0.8 0.2 - 0.55 40 – 130

(16)

Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang pendek, sedangkan galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil 17 serta bulu pada kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam (Malole dan Pramono, 1989). Rattus norvegicus adalah hewan percobaan paling populer dalam penelitian yang berkaitan dengan pencernaan (Hofstetter et al., 2005). Hewan ini dipakai dengan pertimbangan: (1) pola makan omnivora seperti manusia (Malole dan Pramono, 1989); (2) memiliki saluran pencernaan dengan tipe monogastrik seperti manusia (Hofstetter et al., 2005); (3) kebutuhan nutrisi hampir menyamai manusia (Wolfensohn dan Lloyd, 1998); serta (4) mudah di cekok dan tidak mengalami muntah karena tikus ini tidak memiliki kantung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1989).

2.2Deksametason

(17)

Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan tindakan pertahanannya dengan cara melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar et al., 2007). Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju jaringan radang. Tanda-tanda dari proses inflamasi antara lain rubor, kalor, tumor, dolor, dan functio laesa (Tanu et al., 2002). Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan aliran darah dan edema (Kumar et al., 2007). Saat berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanu et al., 2002).

Menurut Samsuri et al (2011), dosis deksametason 0,13 mg/kg secara subkutan dapat meningkatkan kadar insulin serum dan menurunkan kadar glukosa serum secara signifikan. Selain itu, obat golongan ini merupakan penyebab terjadinya stres oksidatif pada sel (Hegardt, 2003; Renner, 2002; Renner, 2003; Tome, 2004; Tonomura, 2003).

2.3Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal bebas adalah atom atau beberapa atom yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga bersifat sangat labil dan mudah membentuk senyawa baru. Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh bisa berasal dari dalam (endogen) maupun dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen merupakan radikal bebas yang terbentuk sebagai respon normal dari peristiwa biokimia di dalam tubuh secara kontinu. Peristiwa biokimia tersebut meliputi reaksi reduksi-oksidasi normal di dalam mitokondria maupun peroksisom, dan metabolisme obat-obatan (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

(18)

Enzim ini bekerja spesifik untuk mengeliminasi radikal bebas anion superoksida (Carroll et al., 2007). Antioksidan yaitu senyawa atau bahan bioaktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, menurunkan reaksi oksidasi, memutus, menghambat, menghentikan dan menstabilisasi radikal bebas (Margail, 2005).

Antioksidan dibedakan atas antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen umumnya berbentuk enzim, contohnya superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase. Antioksidan eksogen contohnya askorbat, tokoferol, dan karoten (Nayak, 2001). Jumlah radikal bebas berpengaruh terhadap kerja antioksidan endogen. Jumlah radikal bebas yang sedikit akan meringankan kerja antioksidan endogen, sehingga antioksidan tersebut bisa dipertahankan di dalam sel. Namun jika radikal bebas terlalu banyak, antioksidan endogen tidak akan mampu menetralisirnya. Kekurangan antioksidan menyebabkan stres oksidatif yang berujung pada kerusakan sel dan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif (penuaan dini, kanker, dan lain-lain) (Evans et al., 2004).

2.4Vitamin E

Vitamin merupakan subtansi esensial untuk proses metabolisme normal dalam tubuh. Vitamin E adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak dan berfungsi sebagai antioksidan (Brigelius-Flohe, 1999). Vitamin E sebagai antioksidan yang baik mampu memerangi radikal bebas seperti contohnya stres oksidatif yang dialami sel sehingga efektif dalam menjaga integritas lipid dan membran fosfolipid (Sokol, 1996). Secara stuktur kimiawi

(19)

vitamin E ini dengan very low-density lipoprotein (VLDL) dan dipecah oleh lipoprotein lipase menghasilkan low-density lipoprotein (LDL). Lipoprotein densitas rendah (LDL) secara bebas bertukaran vitamin E dengan high density lipoprotein (HDL) yang kemudian bersama-sama di sirkulasi mendistribusikan vitamin E ke dalam jaringan (Papas, 2008).

2.5 Usus Halus

Usus halus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus halus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat nutrisi menuju hati melalui vena porta. Dinding usus halus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Dinding usus halus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang membantu proses pencernaan (Guyton et al., 2002).

Usus halus terdiri atas beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan lapisan serosa (David et al., 2006). Usus halus memiliki lipatan mukosa yang disebut vili. Vili usus halus memiliki tinggi 0.5-1.5 mm, terbentuk di permukaan mukosa. Vili tersusun atas kumpulan sel epitel silindris sebaris yang berjejer dan jaringan ikat longgar lamina propria. Sel epitel memiliki mikrovili di permukaannya dengan panjang 1 μm dan diameter 0.1 μm. Mikrovili berfungsi untuk

menyerap nutrisi (Jonqueira dan Carneiro, 2005). Kerusakan mikrovili dan atropi vili usus halus dapat mengganggu penyerapan nutrisi (malabsorbtion syndrome). Di bagian bawah vili, terdapat kripta dan kelenjar Liberkun yang terdiri atas stem sel, sel goblet, sel Panet, dan enteroendokrin sel (Jonqueira dan Carneiro, 2005; Samuelson, 2007).

(20)

silindris sebaris. Selain itu, terdapat juga sel goblet penghasil mukus dan sel Panet penghasil lisozim. Jumlah kelenjar Liberkun pada usus halus tikus relatif konstan, baik pada duodenum, jejunum maupun ileum, sedangkan jumlah vili menurun dari duodenum sampai ke ileum. Pada bagian submukosa duodenum terdapat kelenjar Brunner yang berfungsi menghasilkan mukus dan bikarbonat, namun kelenjar ini hanya terdapat pada bagian proksimal dari duodenum tikus (Clarke, 1970). Proses penyerapan makanan pada tikus dan manusia terjadi di bagian jejunum dan ileum dari usus halus. Penyerapan dilakukan oleh mikrovili sel epitel. Penyerapan glukosa, asam amino, dan asam lemak terutama terjadi di bagian jejunum (DeSesso dan Jacobson, 2001).

Usus halus dianggap sebagai organ pengabsorbsi obat oral, akan tetapi usus halus juga memiliki kemampuan untuk metabolisme obat dari beberapa jalur pemberian obat seperti injeksi secara subkutan (Renwick dan George, 1989; Ilett et al., 1990; Krishna dan Klotz, 1994). Hampir semua enzim metabolisme obat yang ada di hati ditemukan pula di usus halus, akan tetapi kadar enzim umumnya jauh lebih rendah di usus halus dari pada di hati (Lin et al., 1999). Secara anatomis, usus halus memiliki hubungan langsung dengan hati. Dengan demikian, jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik dapat dikurangi dengan baik oleh usus dan setelah metabolisme di hati. Meskipun secara luas diyakini bahwa hati adalah tempat utama dari metabolisme lintas pertama, studi terbaru telah menunjukkan bahwa usus halus memberikan peran yang signifikan terhadap jalan pertama metabolisme keseluruhan banyak obat. Dalam beberapa kasus, bahwa peran metabolisme usus secara kuantitatif lebih besar dari metabolisme hepatik (Wu et al., 1995; Paine et al., 1996; Holtbecker et al., 1996; Fromm et al., 1996).

(21)

Modifikasi preparat kortikosteroid telah menghasilkan suatu sintesa baru dari preparat ini sehingga kortikosteroid tidak lagi dianggap sebagai obat baru (Indranarum dan Marowardoyo, 2003). Salah satu jenis kortikosteroid sintetik adalah deksametason. Deksametason merupakan salah satu kortikosteroid sintetis yang ampuh. Deksametason mempunyai potensi anti inflamasi yang sangat kuat, harganya yang murah dan mudah didapat mengakibatkan deksametason masih menjadi obat andalan untuk terapi inflamasi (Samsuri et al., 2011).

Efek samping penggunaan deksametason tersebar luas di beberapa organ. Pada studi sebelumnya, dilaporkan bahwa pemberian deksametason pada tikus menyebabkan kerusakan yang serius pada beberapa organ misalnya pada pankreas, hati, ginjal, dan lambung (Ranta et al., 2006; Kusumaadhi, 2010; Ridho, 2010; Sativani, 2010). Dilaporkan juga bahwa

pemberian deksametason pada hewan coba tikus yang dikombinasi dengan pemberian vitamin E dapat mengurangi efek samping dari deksametason di beberapa organ seperti pankreas dan ginjal (Dharma, 2014 dan Insani, 2014). Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki fungsi antioksidan yang tinggi (Brigelius-Flohe, 1999). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas, salah satunya efek samping pemberian deksametason.

Belum ada penelitian mengenai efek samping pemberian deksametason yang dikombinasikan dengan vitamin E terhadap kerusakan usus halus. Dimana usus halus dianggap sebagai organ serap pada penyerapan obat oral, akan tetapi usus halus juga memiliki kemampuan untuk metabolisme obat dari beberapa jalur pemberian obat seperti injeksi secara subkutan (Renwick dan George, 1989; Ilett et al., 1990; Krishna dan Klotz, 1994).

(22)

sedangkan faktor dalam seperti strain , umur, dan berat badan tikus juga dikendalikan. Hubungan antara variabel tersebut tersaji pada Gambar 1.1.

[image:22.595.71.468.170.419.2]

Gambar 1.1. Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat disusun hipotesis bahwa pemberian vitamin E dapat mengurangi efek samping deksametason secara histopatologi pada usus halus.

Variabel Terkendali

- Tikus Seragam - Umur - Berat Badan - Jenis Kelamin

Tikus putih

1. Deksametason 2. Deksametason

dan Vitamin E

Gambar

Tabel 1.1 Data fisiologis tikus putih (Wolfenshon dan Lloyd, 2013).
Gambar 1.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan suatu sistem informasi yang mampu beroperasi mengolah data – data tersebut sehingga dapat menyimpan data transaksi secara

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan mengantisipasi fluktuasi harga CPO yang sangat labil maka Perseroan memutuskan melanjutkan kebijakan lindung harga untuk produksi

 Tim Neur otrauma otrauma RSU Dr.Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya RSU Dr.Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya PED!AN

Pada penatalaksanaan appendicitis dengan indikasi operasi dilakukan tindakan appendektomi dimana dilakukan pembedahan yang berlokasi pada abdoimen bagian

Mahkamah tidak berwenang untuk memerintahkan penghentian, walaupun bersifat sementara, terhadap proses hukum yang sedang berlangsung, namun, dalam permohonan pengujian

Selanjutnya gunakan data populasi standar di atas utk menghitung angka kematian (BARU). Angka kematian

Temperatur udara dapat mempengaruhi perkerasan lunak, karena ketika suhu mulai naik maka perkerasan akan lebih melunak, sedangkan jika suhu turun makan perkerasan

Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok 'TAK(  pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan