• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Ekonomi sosial dan Demografi Terhadap Pendapatan dan remiten yang dikirim Migran Non Permanen ke Daerah Asal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Ekonomi sosial dan Demografi Terhadap Pendapatan dan remiten yang dikirim Migran Non Permanen ke Daerah Asal."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PENGARUH FAKTOR EKONOMI SOSIAL DAN DEMOGRAFI

TERHADAP PENDAPATAN DAN REMITAN YANG DIKIRIM

MIGRAN NONPERMANEN KE DAERAH ASAL (KASUS STUDI

PEKERJA MIGRAN NONPERMANEN DI KECAMATAN

DENPASAR BARAT)

KOMANG ARYA PURWANTO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

PENGARUH FAKTOR EKONOMI SOSIAL DAN DEMOGRAFI

TERHADAP PENDAPATAN DAN REMITAN YANG DIKIRIM

MIGRAN NONPERMANEN KE DAERAH ASAL (KASUS STUDI

PEKERJA MIGRAN NONPERMANEN DI KECAMATAN

DENPASAR BARAT)

KOMANG ARYA PURWANTO NIM. 1391461030

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

i

PENGARUH FAKTOR EKONOMI SOSIAL DAN

DEMOGRAFI TERHADAP PENDAPATAN DAN REMITAN

YANG DIKIRIM MIGRAN NONPERMANEN KE DAERAH

ASAL (KASUS STUDI PEKERJA MIGRAN NONPERMANEN

DI KECAMATAN DENPASAR BARAT)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana

KOMANG ARYA PURWANTO NIM. 1391461030

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

(4)

ii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL ……….

Pembimbing I,

Prof. Dr.I Ketut Sudibia, SE, SU NIP. 19481231 197302 1 001

Pembimbing II,

Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP NIP. 19600706 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr.N Djinar Setiawina,SE,MS NIP. 19530730 198303 1 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

(5)

iii

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal ……….

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: /UN.14.4/HK/2016, Tanggal ……….

Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah : Ketua : Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SE, SU Anggota :

1. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, MP

2. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE, MS 3. Dr. A.A.I N Marhaeni, SE, MS

(6)

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Komang Arya Purwanto

NIM : 1391461030

Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Judul Tesis : Pengaruh Faktor Ekonomi Sosial dan Demografi Terhadap Pendapatan dan Remitan Yang Dikirim Migran Nonpermanen ke Daerah Asal (Kasus Studi Pekerja Migran Nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat). Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Maret 2016 Yang membuat pernyataan

(7)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan dan petunjuk-Nya, tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Ekonomi Sosial dan Demografi Terhadap Pendapatan dan Remitan Yang Dikirim Migran Nonpermanen ke Daerah Asal (Kasus Studi Pekerja Migran Nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat) dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat kelengkapan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana.

(8)

vi

Marhaeni, SE, MS selaku pembahas, penguji tesis serta selaku sekretaris program MIE,Bapak Dr.I Ketut Djayastra, SE,SU; selaku Dosen Pembahas Seminar dan Penguji Tesis yang telah banyak memberikan masukan bagi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu semua Dosen dan staf sekretariat MIE UNUD yang telah banyak membantu dan memfasilitasi selama proses perkuliahan, rekan-rekan angkatan XXIV MIE UNUD yang telah ikut memberikan masukan-masukan dalam penyusunan tesis ini. Keluarga tercinta, isteri dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Pemerintah Kota Denpasar maupun rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Dalam kesederhanaan, penulis berharap dapat memberi sumbangan pemikiran dan kajian penulis dalam kasus studi pekerja migran nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat.

Denpasar, Maret 2016

(9)

vii

PENGARUH FAKTOR EKONOMI SOSIAL DAN DEMOGRAFI TERHADAP PENDAPATAN DAN REMITAN YANG DIKIRIM MIGRAN

NONPERMANEN KE DAERAH ASAL (KASUS STUDI PEKERJA MIGRAN NONPERMANEN DI KECAMATAN DENPASAR BARAT)

ABSTRAK

Aktivitas perekonomian di Provinsi Bali umumnya dan Kota Denpasar khususnya bertumpu pada sektor pariwisata. Kota Denpasar merupakan salah satu daerah tujuan utama migran di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan oleh pembangunan yang dilakukan cenderung memusat ke wilayah ini, yang dicerminkan oleh terkonsentrasinya berbagai aktivitas yang berperan sebagai pusat pemerintahan, perekonomian dan perdagangan, aktivitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kegiatan pariwisata.

Penelitian ini bertujuan; 1) untuk menganalisis pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, biaya konsumsi, dan pengalaman kerja terhadap pendapatan pekerja migran nonpermanen ke daerah asal, 2) untuk menganalisis pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, biaya konsumsi, pengalaman kerja, dan pendapatan terhadap remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal, 3) untuk menganalisis pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, biaya konsumsi, dan pengalaman kerja terhadap remitan oleh pekerja migran nonpermanen melalui pendapatan pekerja migran nonpermanen. Sumber data yang digunakan ada dua yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara langsung kepada pekerja migran nonpermanen dan data sekunder yang didapat dari data profil Kota Denpasar. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kuisioner, dengan jumlah responden sebanyak 96 orang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur.

(10)

viii

ECONOMIC EFFECT OF SOCIAL AND DEMOGRAPHIC FACTORS ON INCOME AND MIGRANT nonpermanen remittances SENT TO REGIONS

OF ORIGIN (CASE STUDY OF MIGRANT nonpermanen WORKERS IN SUB DENPASAR WEST) concentration of the various activities that act as a center of government, economy and trade, educational activities, health care, and tourism activities.

The aim of this study; 1) to analyze the influence of age, sex, marital status, education, cost of consumption, and work experience affect the income of migrant workers nonpermanen to the area of origin, 2) to analyze the influence of age, sex, marital status, education, consumption costs, experience employment and income affect the receipt of remittances by migrant workers nonpermanen to the area of origin, 3) to analyze influence of age, gender, marital status, education, cost of consumption, and work experience to the acceptance of remittances by migrant workers nonpermanen through the income of migrant workers nonpermanen. Source of data used, there are two primary data obtained from direct interview to migrant workers non-permanent and secondary data obtained from the profile data Denpasar. Data collection methods used were interviews and questionnaires, the number of respondents as many as 96 people. The analytical tool used is descriptive analysis and path analysis.

Results of the analysis showed that age, education, and the costs of consumption and significant positive effect on the income of migrant workers nonpermanen. Education and income positive and significant impact on the remittances that migrant workers sent nonpermanen to the area of origin, while the cost of consumption and work experience a significant negative effect on the remittances that migrant workers sent nonpermanen to the area of origin. Education and the cost of consumption of indirect effect of the remittances sent by migrant workers nonpermanen nonpermanen income migrant workers. In this case the government is still developing education and training in specific skills for non-permanent migrant workers so that no unemployed and migrant workers can improve the skills to earn a high income.

(11)

ix

Daftar Isi

SAMPUL DEPAN

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBARAN PENETAPAN PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... v

ABSTRAK ... vi

2.1.1 Mobilitas Penduduk dan Beberapa Pendekatannya ... 12

2.1.1.1 Pengertian Mobilitas Penduduk Permanen dan

(12)

x

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65

4.3 Indentifikasi Variabel ... 65

4.4 Definasi Operasional Variabel ... 65

4.5 Populasi dan Pengabdian Sampel ... 68

4.5.1 Populasi Penelitian ... 68

5.2.1 Distribusi Responden Menurut Umur Pekerja Migran Nonpermanen ... 84

5.2.2 Responden Menurut Jenis Kelamin Pekerjaan Migran Nonpermanen ... 86

5.2.2 Responden Menurut Status Kawin Pekerja Migran Nonpermanen ... 86

5.2.3 Responden Menurut Status Pekerjaan Pekerja Migran Nonpermanen ... 87

5.2.4 Responden Menurut Tingkat Pendidikan Migran Nonpermanen ... 89

5.2.5 Responden Menurut Biaya Konsumsi Migran Nonpermanen ... 91

5.2.6 Responden Menurut Pengalaman Kerja Migran Nonpermanen ... 91

5.2.7 Responden Menurut Pendapatan Migran Nonpermanen ... 92

(13)

xi

5.3 Analisis Data ... 93

5.4 Koefisien Jalur ... 97

5.5 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 99

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 117

6.2 Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 121

LAMPIRAN ... 129

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Kota Denpasar, Kepadatan dan

Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2000 – 2004 ... 5

Tabel 1.2 Mutasi Penduduk Datang Menurut Jenis Kelamin Di kota denpasar tahun 2012 - 2014 ... 6

Tabel 3.1 Bentuk-bentuk Mobilitas penduduk ... 14

Tabel 4.3 Distribusi Sampel Penelitian ... 69

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Pendudu per Kecamatan di kota Denpasar Tahun 2014 ... 83

Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usah di Kota Denpasar Tahun 2013 ... 85

Tabel 5.3 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Umur di Kecamatan Denpasar Barat ... 88

Tabel 5.4 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Setatus Perkawinan di Kecamatan Denpasar Barat 89 Tabel 5.5 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Pekerjaan di Kecamatan Denpasar Barat ... 90

Tabel 5.6 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Denpasar Barat 91 Tabel 5.7 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Daerah Asal di Kecamatan Denpasar Barat ... 92

Tabel 5.8 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Biaya Konsumsi di Kecamatan Denpasar Barat ... 93

Tabel 5.9 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut pengalaman Kerja di Kecamatan Denpasar Barat 94 Tabel 5.10 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Pendapatan di Kecamatan Denpasar Barat ... 94

Tabel 5.11 Distribusi Responden Pekerja Migran Nonpermanen Menurut Remitan di Kecamatan Denpasar Barat ... 95

Tabel 5.12 Klasifikasi Variabel dan persamaan Jalur ... 96

Tabel 5.13 Uji Regresi Linier Model 1 ... 97

Tabel 5.14 Uji Regresi Linier Model 2 ... 98

Tabel 5.15 Ringkasan Koefisien jalur ... 99

(15)
(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pembangunan sebab mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan. Mobilitas penduduk dan pembangunan akan saling mendukung pembangunan, artinya tidak ada pembangunan tanpa mobilitas penduduk, dan begitu juga sebaliknya. Tidak terjadi mobilitas penduduk tanpa ada pembangunan. Pada pihak lain, bilamana mobilitas penduduk ke daerah tersebut besar maka intensitas pembangunannya tinggi, dan sebaliknya bilamana arus mobilitas menuju daerah tersebut kecil maka intensitas pembangunannya akan rendah. Tinggi rendahnya mobilitas penduduk di suatu daerah akan berpengaruh terhadap strategi pembangunan yang dipilih, sehingga pembangunan yang akan dilaksanakan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat yang telah mendukung proses pembangunan tersebut.

(17)

merupakan daerah dimana terdapat peluang kerja yang lebih besar atau lebih baik dengan tujuan untuk dapat meningkatkan pendapatan dari yang sudah diperoleh selama ini.

Pilihan untuk melakukan mobilitas tentu dilandasi oleh beberapa motif. Kebanyakan para ahli menjelaskan bahwa motif seseorang melakukan mobilitas adalah karena motif ekonomi. Diharapkan dengan melakukan mobilitas penduduk, seseorang akan dapat merubah nasib atau mengirim sumbangan ekonomi bagi keluarga yang ada di daerah asal. Dengan demikian apa yang diharapkan oleh seseorang sebelum melakukan mobilitas mendekati apa yang diharapkan atau yang diinginkan (Soerjadi et.al, 1992). Revenstein (1885), Lee (1966), Todaro (1979), Titus (1982) dan Mantra (2003) berpendapat bahwa motif seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif yang berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah atau perbedaan nilai kefaedahan (place utility) antara dua wilayah.

Hal tersebut juga didukung oleh United Nation Development Program dalam Laporan Human Development Report yang telah diterbitkan tanggal 5 Oktober 2009 yang mengambil

tema “Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan”. UNDP menyimpulkan bahwa distribusi kemakmuran yang tidak merata merupakan faktor utama dari mobilitas manusia, baik di dalam negeri maupun melewati batas Negara (Setneg, 2009). Namun bukan motif ekonomi semata yang mendorong penduduk melakukan migrasi, sehingga motif – motif non ekonomi, yakni motif sosial juga dapat mendorong terjadinya mobilitas penduduk. Tajjudin Noer Effendi, 1988 dalam Murjana Yasa, 1993 mengemukakan bahwa rumah tangga yang tergolong baik status ekonominya menjadikan mobilitas penduduk sebagai salah satu sarana untuk menaikkan status sosial melalui peningkatan pendidikan dan ketrampilan, sedangkan bagi rumah tangga yang tergolong rendah status ekonominya dapat memanfaatkan kesempatan – kesempatan di luar desa tanpa harus menetap.

(18)

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian dari pembangunan nasional, karena tenaga kerja merupakan subjek dan objek pembangunan. Dengan demikian, tenaga kerja sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan pembangunan dianggap berhasil jika masyarakat (tenaga kerja dapat dengan hidup sejahtera). Perencanaan tenaga kerja daerah yang disusun perlu disesuaikan dengan tuntutan otonomi daerah, dengan mengembangkan konsep dan pendekatan baru sesuai dengan nuansa otonomi daerah yang ditandai oleh demokratisasi dan desentralisasi. Artinya kebijakan dan program yang dibuat berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat, sehingga mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di daerah (Disnakertranduk Provinsi Bali, 2007).

Berkembangnya industri kepariwisataan di Bali memberi peluang kerja tidak saja pada tenaga kerja asal Bali tetapi juga tenaga kerja asal luar non Bali. Kota Denpasar merupakan salah satu kota yang menjadi sasaran utama dari mobilitas penduduk, baik yang berasal dari kabupaten lain di Provinsi Bali. Tingginya minat para pekerja migran tersebut untuk bekerja ke kota ini selain karena Denpasar merupakan Pusat Ibu Kota Provinsi dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan, juga karena potensi Kota Denpasar sebagai kota yang dianggap mampu memberikan peluang ekonomi dan berusaha bagi masyarakat pendatang (pekerja migran) khususnya.

(19)

(3.656 jiwa), Kecamatan Denpasar Timur (1.813 jiwa) dan Kecamatan Denpasar Utara (946 jiwa).

Kecenderungan penduduk memilih melakukan mobilitas nonpermanen salah satunya adalah tersedianya fasilitas sarana dan prasarana transportasi yang memadai, sehingga meskipun tempat kerjanya di luar daerah asal, namun pekerja migran nonpermanen tetap memilih untuk menetap di daerah asalnya. Kondisi ini tentu saja dirasa sangat menguntungkan, antara lain dapat menghambat laju urbanisasi yang berlebihan (over urbanization) di daerah perkotaan pada khususnya, sehingga daerah perkotaan akan tidak

mampu dalam menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai. Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Kota Denpasar, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2000 – 2014

No Indikator Satuan Tahun

2000 2010 2014

1 Jumlah

Penduduk 532.907 583.600 628.909 Laki – Laki Jiwa 265.943 295.183 319.037 Perempuan Jiwa 256.964 288.417 309.872

2 Usia Penduduk

0-14 Tahun Jiwa 141.827 40.894 148.813 15-64 Tahun Jiwa 405.064 425.937 462.016 Diatas 65 Tahun Jiwa 16.061 16.769 18.08

3 Kepadatan

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2015

(20)

famili di daerah tujuan merupakan fasilitator bagi terserapnya migran baru di daerah tujuan dan menyebabkan adanya pola migrasi berantai (chaint migration), dimana setiap kedatangan pekerja migran di daerah asalnya, dan apabila kembali ke tempat tujuan lama mengikutsertakan kerabatnya, sehingga tidak jarang dijumpai kelompok migran pada kawasan permukiman tertentu dari daerah asal yang sama. Adanya ketidak tertarikan tenaga kerja lokal asal Bali untuk mengerjakan pekerjaan kasar seperti menggali parit, membuat lubang fondasi dan sektor informal lainnya ditambah adanya upah yang relatif murah dari pekerja asal Bali membuat kesempatan kerja tersebut diambil alih oleh tenaga kerja luar Bali, seperti pekerja migran asal Jawa dan Nusa Tenggara Barat.

Tabel 1.2

Mutasi Penduduk Datang Menurut Jenis Kelamin Di Kota Denpasar Tahun Tahun 2012 – 2014

(21)

seperti semut, maksudnya bila semut menemukan makanan di suatu tempat, makanan itu tidak dimakan di tempat itu, tetapi dibawa bersama teman - temannya ke sarangnya (Mantra, 2003). Mobilitas yang terjadi di negara-negara sedang berkembang dipandang memiliki efek yang sama. Mobilitas penduduk yang terjadi telah memunculkan suatu fenomena untuk mempercepat pemerataan pembangunan di daerah asal. Fenomena tersebut berbentuk transfer pendapatan ke daerah asal, baik berupa uang atau pun barang, yang dalam teori migrasi dikenal dengan istilah remitan (remittance), dimana remitan tidak hanya berupa uang atau barang tetapi juga berupa adanya ide, gagasan maupun informasi yang berguna bagi pembangunan daerah asal.

Remitan pada dasarnya memiliki dua sisi yang berlawanan arah. Di satu sisi, besarnya remitan yang dikirimkan ke daerah asal dapat berdampak pada; (1) perbaikan kehidupan ekonomi rumah tangga di daerah asal peningkatan kesejahteraan keluarga migran di daerah asal dengan adanya peningkatkan pengeluaran rumah tangga sehingga pola konsumsi rumah tangga asal menjadi lebih baik sebagai akibat adanya peningkatan daya beli keluarga rumah tangga di daerah asal dan; (2) percepatan pembangunan daerah asal melalui pengembangan usaha – usaha yang bersifat produktif. Di sisi lain, dalam rangka memperbesar nilai remitan, para pekerja migran nonpermanen akan melakukan pola adaptasi baru dalam memproteksi dirinya selama berada di daerah tujuan. Para pekerja migran juga akan berupaya menghemat pengeluaran–pengeluaran selama di daerah tujuan, sehingga dengan adanya pola adaptasi dan penghematan biaya hidup sebagai wujud pengorbanan selama di daerah tujuan, keberadaan mereka tentunya akan berdampak terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan sekitarnya.

(22)

dengan model dan perilaku hidup yang akan mereka lakukan selam mereka berada di Kota Denpasar. Pekerja migran Jawa dan Nusa Tenggara Barat pastinya mempunyai keinginan yang sama untuk memperbesar nilai/jumlah remitan yang akan mereka kirimkan kepada keluarganya di daerah asal. Besaran remitan yang dikirimkan oleh setiap pekerja migran nonpermanen terhadap keluarganya di daerah asal tentu berbeda – beda dan berkaitan erat dengan karakteristik sosial dan ekonomi masing – masing individu pekerja migran, sehingga adanya perbedaan karakteristik sosial dan ekonomi masing–masing individu pekerja migran tersebut diyakini dapat mempengaruhi pemberian remitan terhadap keluarganya di daerah asal.

Identifikasi faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pemberian remitan oleh pekerja migran nonpermanen terhadap keluarganya di daerah asal dipandang penting untuk dianalisa untuk mengetahui pengaruh dari variabel – variabel yang diteliti baik secara simultan maupun parsial. Upaya pemaksimalan nilai remitan telah menyebabkan pekerja migran melakukan berbagai macam pengorbanan dalam pemenuhan atas kebutuhan hidupnya di Kota Denpasar (Sudibia, 2012). Besar kecilnya pemberian remitan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi seperti pemberian remitan, pendapatan dan faktor–faktor sosial seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja. Syahruddin (1981) selain pendapatan ciri sosial demografi masyarakat (seperti umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga), faktor financial (perubahan pendapatan pemilikan kekayaan), serta keinginan membeli.

1.2 Rumusan Masalah

(23)

1) Bagaimanakah pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan pengalaman kerja terhadap pendapatan pekerja migran nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat?

2) Bagaimanakah pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pengalaman kerja, dan pendapatan terhadap pengiriman remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal di Kecamatan Denpasar Barat?

3) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan pengalaman kerja terhadap pengiriman remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal di Kecamatan Denpasar Barat?

4) Apakah pendapatan memediasi pengaruh umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan pengalaman kerja terhadap pengiriman remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal melalui pendapatan pekerja migran nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisis terhadap umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap pendapatan pekerja migran nonpermanen ke daerah asal di Kecamatan Denpasar Barat.

2) Untuk menganalisis terhadap umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pengalaman kerja, dan pendapatan berpengaruh terhadap pengiriman remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal di Kecamatan Denpasar Barat.

(24)

migran nonpermanen ke daerah asal melalui pendapatan pekerja migran nonpermanen di Kecamatan Denpasar Barat.

4) Untuk menganalisis pendapatan memediasi terhadap umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan pengalaman kerja terhadap pengiriman remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal di Kecamatan Denpasar Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kependudukan, dan juga merupakan sarana untuk membuktikan atau memperkuat teori –teori atau penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktor – faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pemberian remitan oleh pekerja migran nonpermanen ke daerah asal.

2) Manfaat Praktis

(25)
(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Definisi

2.1.1 Mobilitas Penduduk Dan Beberapa Pendekatannya

1) Pengertian Mobilitas Penduduk Permanen Dan Nonpermanen

Mantra (2003) mengungkapkan bahwa mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Mobilitas penduduk horizontal atau sering pula disebut mobilitas penduduk geografis adalah gerak (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu. Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu (space and time concept). Pada umumnya batas wilayah yang dipergunakan adalah provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan.

Menurut bentuknya, mobilitas penduduk terdiri dari mobilitas penduduk permanen dan mobilitas penduduk nonpermanen. Mantra (2003) mendefinisikan perbedaan antara mobilitas permanen dan nonpermanen terletak pada ada atau tidaknya niat untuk bertempat tinggal menetap di daerah tujuan. Mobilitas penduduk permanen adalah gerak penduduk yang melintasi batas daerah asal ke daerah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya mobilitas penduduk nonpermanen, adalah gerak penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Mantra (1985, dalam Murjana Yasa, 1993) juga mengemukan pengambilan keputusan terhadap keinginan menetap atau tidak merupakan proses kumulatif. Selanjutnya dikatakan:

(27)

Zelinsky (1871) mendefenisikan mobilitas penduduk nonpermanen (sirkuler) sebagai berikut :

“…….a great variety of movements, usually short term, repetitive, or cyclical in nature, but all having in common the lack of any declared intention of permanent or long lasting change or residence”.

Definisi di atas kemudian oleh Steele (1983) ditinjau dan disempurnakan dan mengemukakan bahwa apabila seseorang pergi ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas nonpermanen. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan mobilitas penduduk berdasarkan dua dimensi, yakni dimensi ruang (space) dan dimensi waktu (time). Pada dimensi ruang biasanya digunakan batas wilayah administratif sehingga batas wilayah perpindahan bervariasi mulai dari negara, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan, bahkan juga desa / kelurahan.

(28)

tujuan. Mobilitas ulang-alik adalah gerak penduduk dari daerah asal menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Sedangkan mobilitas penduduk mondok atau menginap merupakan gerak penduduk yang meninggalkan daerah asal menuju ke daerah tujuan dengan batas waktu lebih dari satu hari, namun kurang dari enam bulan.

Tabel 2.1

Bentuk-bentuk Mobilitas Penduduk

Bentuk Mobilitas Batas Wilayah Batas Waktu

Ulang-alik (commuting) Dukuh (dusun) 6 jam atau lebih dan kembali pada hari yang sama

Menginap/mondok di daerah tujuan

Dukuh (dusun) Lebih dari satu hari tetapi kurang dari 6 bulan Permanen/menetap di

daerah tujuan

Dukuh (dusun) 6 bulan atau lebih menetap di daerah

Sumber : Demografi Umum, 2013

2) Pendekatan Dalam Melakukan Mobilitas Penduduk

Sudibia (2007) menguraikan beberapa pendekatan yang digunakan dalam studi mobilitas penduduk dapat dilihat dari pendekatan sistem, pendekatan psikologi, pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi.

1)Pendekatan mobilitas penduduk melalui pendekatan sistem dikemukan oleh Mabogunje (1970), yaitu teori tentang proses migrasi dari desa ke kota atau yang dikenal dengan general system theory. Dalam penelitiannya tersebut yang dilaksanakan di daerah Afrika,

(29)

Begitu pula penduduk desa yang melakukan mobilitas ke kota dapat membeli berbagai kebutuhan hidupnya yang tidak bisa di dapatkan di desa. Antara desa dengan kota terjalin sebuah sistem, dan disertai dengan adanya saling ketergantungan satu dengan yang lainnya antara penduduk desa dengan penduduk kota. Dengan berada dalam satu sistem mobilitas yang saling berkaitan dan terikat mengakibatkan mobilitas penduduk dari desa ke kota menjadi lancar. Terwujudnya proses mobilitas penduduk yang lancar juga didukung dengan tersedianya sarana dan prasarana transportasi antara desa dengan kota, sehingga lebih mempermudah proses mobilitas penduduk yang terjadi.

2)Pendekatan psikologi yang dikembangkan oleh De Jong (1981), yaitu berupa aspek internal individu dalam pengambilan keputusan apakah melakukan mobilitas atau tidak. Model yang dikembangkan didasarkan pada manfaat yang diharapkan dapat diperoleh terdiri atas (1) kekayaan materi; (2) status; (3) rasa nyaman; (4) stimulasi; (5) otonomi; (6) afiliasi; dan (7) mobilitas, yang dibobot secara rasional oleh pelaku mobilitas. Untuk melakukan mobilitas atau tidak, sesorang akan memilih alternatif yang diharapkan dapat memberikan manfaat terbesar. Tcha (1996, dalam Susilowati, 2001) mengungkapkan bahwa beberapa ahli (Mincer,1978; Borjas,1990) menggunakan variabel non ekonomi untuk menjelaskan perilaku keputusan melakukan migrasi. Mincer melihat keterikaitan suami istri dalam peluang bermigrasi, sementara Borjas menggunanakan variable kesejahteraan anak-anak dalam menerangkan keputusan bermigrasi. Sehingga pendekatan psikologis dipakai sebagai aspek terpenting dalam memutuskan pilihan bermobilitas. 3)Pembahasan mobilitas penduduk tidak dapat dilepaskan dari pendekatan sosial sebab tidak

(30)

manusia, atau antar personal dengan kelompok manusia. Adanya interaksi sosial memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas sosial.

Proses interaksi sosial dapat bergerak kedua arah, yaitu pada perwujudan kehidupan bersama yang penuh pertentangan. Atau dengan perkataan lain, proses interaksi sosial dapat berada pada dua proses dasar, yaitu (1) proses asosiatif dan (2) proses disosiatif. Proses asosiatif adalah suatu proses dimana adanya inyang diwarnai oleh adanya persamaan – persamaan kebutuhan, kegemaran atau perasaan sehingga cenderung bergerak pada perwujudan keakraban, kerja sama, asimilasi, dan integrasi. Proses disosiatif, adalah interaksi yang diwarnai oleh perbedaan-perbedaan kepentingan perasaan atau aspirasi yang cenderung menimbulkan kompetesi dan konflik.

Suprapto (1997) memberikan contoh nyata dalam program transmigrasi. Disebutkan bahwa agar program transmigrasi tidak mengarah kepada proses disosiatif, melainkan lebih menekankan pada proses asosiatif seperti kerja sama, asimilasi dan integrasi, maka program transmigrasi harus mulai menata kegiatan yang mempertimbangkan dan mengantisipasi proses interaksi antar kelompok pendatang dan penduduk asli. Dengan demikian dapat dilaksanakan perencanaan yang mencari kecocokan antar kelompok dan penyiapan ladangdan tanah tempat tinggal para transmigran.

(31)

Studi migrasi yang dilakukan oleh LEKNAS – LIPI pada 1973 mengemukakan bahwa orang bermigrasi dari desa ke perkotaan dikarenakan untuk mendapatkan pekerjaan dan menaikkan pendapatannya. Hal tersebut juga didukung oleh Lansing dan Muller (1967, dalam Dinamika Penduduk, 2005) melakukan studi migrasi terhadap kepala keluarga berdasarkan Survey Research Center, Universitas Michigan pada 1962, dan diperoleh hampir 60 persen menyatakan bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama mereka melakukan migrasi. Motif ekonomi yang melandasi penduduk untuk melakukan mobilitas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di daerah asal yang pada umumnya berasal dari daerah miskin dalam arti bahwa mereka kekurangan tanah pertanian dan sumber daya lainnya sehingga mengakibatkan pendapatan mereka rendah.

(32)

(a) Model dua sektor Lewis (1954), yang selanjutnya dikembangkan oleh Fei dan Ranis (1961) menggambarkan adanya ketimpangan sekonomi antara dua sektor, yaitu sektor tradisional yang sifatnya subsisten, dan sektor modern yang sifatnya komersial dengan memperoleh keuntungan. Di sektor tradisional terdapat penawaran tenaga kerja tidak terbatas (unlimited supply of labor) pada tahap setelah produktivitas marjinal sama dengan nol. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian tenaga kerja di sektor tradisional seperti yang terjadi di sektor pertaniandapat ditarik ke sektor modern tanpa harus kehilangan out put sedikitpun di sektor pertanian.

Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output di sektor modern. Laju kecepatan perluasan output tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal di sektor modern. Peningkatan investasi tersebut sangat ditentukan oleh adanya kelebihan di sektor modern, dengan asumsi bahwa para pemilik modal yang berkecimpung di sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan sektor modern dan perluasan kesempatan kerja tersebut diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua semua surplus tenaga kerja di sektor pertanian diserap habis oleh sektor industri. Transformasi ekonomi secara struktural akan terjadi dengan keseimbangan aktivitas ekonomi yang bergeser dari pertanian menuju industri.

(33)

mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan berbanding lurus dengan kesempatan kerja di perkotaan atau berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di daerah perkotaan. (c) Model ekonomi Stark dan Bloom (1985, dalam Massey et.al, 1993), yang leboh dikenal

dengan model ekonomi baru dari migrasi (new economics of migration), dimana dalam pengambilan keputusan bermigrasi tidak hanya ditentukan oleh aktor individu secara tertutup, melainkan oleh unit yang lebih luas seperti keluarga atau rumah tangga. Anggota rumah tangga akan bekerja secara kolektif tidak hanya intuk memaksimalkan pendapatan yang diharapkan, namun mereka juga berusaha untuk meminimalkan resiko – resiko dan memperlonggar kendala – kendala yang berkaitan dengan berbagai kegagalan pasar, termasuk pasar tenaga kerja. Tidak sama halnya dengan individu, keluarga atau rumah tangga memiliki posisi untuk mengendalikan resiko-resiko yang menimpa kehidupan ekonomi mereka dengan cara diversifikasi pengalokasian sumber daya yang dimiliki rumah tangga.

2.1.2 Pilihan Dalam Melakukan Mobilitas Penduduk Nonpermanen

Beberapa pilihan yang melandasi keputusan sesorang dalam melakukan mobilitas dapat dikaitkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dari setiap individu. Everet S. Lee (1974) menyebutkan volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah wilayah tersebut. Selanjutnya Lee menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bermigrasi dapat dipengaruhi oleh empat faktor sebagai berikut :

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat asal migran (origin). b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat tujuan migran (destination).

(34)

Ketidaktersedian lahan serta penghasilan yang rendah di daerah tempat asal migran merupakan faktor pendorong untuk pindah, namun adanya ikatan kekeluargaan yang erat serta lingkungan sosial yang dinamis merupakan faktor yang menahan agar seseorang tidak pindah. Adanya upah yang tinggi, ketersediaan fasilitas pendidikan, iklim yang baik serta banyaknya kesempatan kerja yang menarik di daerah tempat tujuan migran merupakan faktor penarik untuk datang kesana namun ketidakpastian, resiko yang mungkin dihadapi, pemilikan lahan yang tidak pasti dan sebagainya merupakan faktor penghambat untuk pindah ke tempat tujuan migran tersebut. Transportasi dan komunikasi yang tidak lancar, jarak yang jauh, ongkos pindah yang tinggi, birokrasi yang tidak baik, pajak yang tinggi, serta informasi yang tidak jelas merupakan contoh faktor yang menghambat. Di pihak lain adanya informasi tentang kemudahan, seperti kemudahan angkutan dan sebagainya merupakan intervening faktor yang mendorong migrasi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor individu, karena dialah yang menilai positif dan negatifnya suatu daerah, dia pulalah yang memutuskan apakah akan pindah dari daerah asal atau tidak, dan kalau pindah akan individulah yang akan memutuskan daerah mana yang akan dituju.

Gambar 2.1 Faktor – Faktor Determinan Mobilitas Penduduk Menurut Everett S. Lee (1976)

- = faktor dimana kebutuhan tidak dapat terpenuhi

(35)

Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor positif (+) maupun faktor negatif (-), adapula faktor netral (o). Faktor positif adalah faktor yang memberikan nilai menguntungkan kalau bertempat tinggal didaerah itu. Faktor negatif adalah faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat itu karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi. Faktor-faktor di tempat asal migran misalnya dapat berbentuk faktor yang mendorong untuk keluar atau menahan untuk tetap dan tidak berpindah. Di daerah tempat tujuan migran faktor tersebut dapat berbentuk penarik sehingga orang mau datang kesana atau menolak yang menyebabkan orang tidak tertarik untuk datang. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.

Robert Norris (1972, dalam Mantra 2003) mengungkapkan bahwa diagram Lee perlu ditambah dengan tiga komponen yaitu migrasi kembali, kesempatan antara, dan migrasi paksaan (force migration). Kalau Lee menekankan bahwa faktor individu adalah faktor terpenting diantara empat faktor tersebut. Norris berpendapat lain bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut, maka dia tahu benar tentang kondisi daerah asal, penuh dengan nostalgia ketika hidup dan berdomisili di daerah asal dan bermain dengan teman – teman sebayanya. Itulah sebabnya, seseorang sangat terikat dengan daerah asal, walaupun sesudah berumah tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain, namun mereka tetap menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan) merupakan home pertama, dan daerah tempat mereka berdomisili sekarang merupakan home kedua. Berdasarkan hal diatas dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population, sehingga dimanapun mereka tinggal pasti mengadakan hubungan dengan daerah

(36)

Rozy Munir (1990) mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua, yakni faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong (daerah asal) tersebut misalnya makin berkurangnya sumber-sumber alam, menyempitnya lapangan pekerjaan akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin, tekanan atau diskriminasi politik dan SARA, tidak ada kecocokan secara adat dan budaya, perkawinan atau pengembangan karier pribadi, dan bencana alam. Faktor penarik (daerah perkotaan) antara lain adanya kesempatan kerja yang lebih baik, kesempatan mendapat pendidikan yang lebih tinggi, situasi yang menyenangkan di tempat tujuan, adanya tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung di tempat tujuan, dan adanya aktivitas hiburan di perkotaan.

Mantra (2003) mengungkapkan bahwa teori kebutuhan dan stres (need and stress) menjadi salah satu dasar sesorang dalam mengambil keputusan bermobilitas. Setiap individu mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi terjadilah tekanan (stress), dan tingkatan stress ini berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Secara umum tinggi rendahnya stress yang dialami oleh seseorang berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan tersebut.

Adapun stress yang dialami tersebut dapat dipilah menjadi dua, yaitu apabila stress yang dialami seseorang masih dalam batas – batas toleransi, orang tersebut akan memutuskan tidak akan pindah dan yang bersangkutan akan berusaha untuk menyesuaikan kebutuhannya dengan kondisi lingkungan yang ada dan apabila stress yang dialami seseorang sudah diluar batas toleransinya, orang tersebut akan mulai memikirkan untuk mengambil keputusan untuk pindah ke daerah tujuan lain, yaitu tempat dimana kebutuhannya dapat dipenuhi.

Kebutuhan (needs) dan aspirasi

Terpenuhi Tidak terpenuhi (stres)

(37)

Gambar 2.3 Hubungan Antara Kebutuhan dan Pola Mobilitas Penduduk Sumber : Diadaptasi dari Mantra (2003), Sudibia (2012)

Gambar 2.3 memperlihatkan apabila kondisi kebutuhan seseorang tidak terpenuhi atau terjadi stress namun masih dalam batas toleransi, yang bersangkutan memutuskan tidak pindah dan akan terus berusaha untuk menyesuaikan kebutuhannya dengan keadaan lingkungan yang ada dan memutuskan untuk menetap. Secara garis besar mereka yang memutuskan untuk pindah ke daerah tujuan baru karena kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi. Bahkan sudah di luar batas toleransi akan melakukan mobilitas permanen dan mereka yang memutuskan tidak pindah, walaupun kebutuhan hidupnya di daerah asal tidak terpenuhi. Namun masih dalam batas – batas toleransi akan melakukan mobilitas nonpermanen yakni ulang alik (commuting) atau mondok di daerah tujuan.

Mobilitas penduduk juga merupakan suatu pilihan yang dilandasi oleh adanya dua kekuatan yang terdapat pada di daerah asal. Mitchell, (1961) mengemukakan bahwa kekuatan tersebut adalah adanya kekuatan sentripetal (centripetal forces) dan kekuatan sentrifugal (centrifugal forces).

(38)

warisan, terikat akan adanya orang tua yang sudah lanjut usia, adanya kegotong royongan yang baik, dan daerah asal merupakan tempat kelahiran nenek moyang mereka.

(b) Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerah asalnya, karena disebabkan oleh berbagai faktor yakni terbatasnya pasarana kerja dan terbatasnya fasilitas pendidikan.

(c) Apabila salah satu kekuatan tersebut lebih besar daripada kekuatan lainnya, maka seseorang akan mengambil keputusan untuk tetap tinggal di daerah asal, ataukah pindah dan menetap di daerah lain yang lebih menjanjikan. Permasalahan muncul apabila kekuatan sentripetal dan kekuatan sentrifugal, ataupun kekuatan pendorong dan penarik tersebut berimbang seperti umumnya dijumpai di daerah perdesaan pada negara – negara yang sedang berkembang.

Gambar 2.4 Kekuatan Sentrifugal dan Sentripetal yang seimbang, dan Keputusan Melakukan Mobilitas Nonpermanen

Sumber : Diadaptasi dari Mantra (2003), Sudibia (2012)

Untuk memecahkan masalah tersebut biasanya diambil kompromi dengan memilih melakukan mobilitas nonpermanen sehingga para pelaku mobilitas nonpermanen tetap memiliki status kependudukan di daerah asal, sedangkan kegiatannya di luar daerah dilakukan dengan cara komuter (ulang alik) atau dalam istilah Bali disebut “ngajag”, atau

(39)

menginap (mondok) ditempat tujuan. Sehingga dengan mengambil keputusan atau pilihan melakukan mobilitas nonpermanen, pekerja migran tidak perlu pindah menetap sehingga keluarganya masih tetap menetap di daerah asal dan hubungan kekerabatan di daerah asal tetap terjaga dengan baik. Sedangkan pada sisi lain mereka dapat meningkatkan penghasilan dengan bekerja di daerah lain. Sehingga saat mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan di daerah lain dan memulai perjalanan penuh harapan, pekerja migran nonpermanen telah memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan didapat untuk dapat memberikan manfaat yang besar kepada keluarga yang mereka tinggalkan.

2.1.3 Konsep Gender

(40)

Pembahasan mengenai gender, tidak terlepas dari seks dan kodrat. Seks, kodrat dan gender mempunyai kaitan yang erat, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam

kaitannya dengan peranan pria dan wanita di masyarakat, pengertian dari ketiga konsep itu sering disalahartikan. Untuk menghindari hal itu dan untuk mempertajam pemahaman tentang konsep gender, maka pengertian seks dan kodrat perlu dijelaskan terlebih dahulu. Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin pria (penis) dan alat kelamin wanita (vagina). Sejak lahir sampai meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin wanita (kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin). Jenis kelamin itu tidak dapat ditukarkan antara pria dengan wanita (Aryani, 2002).

Menurut Aryani (2001) kodrat adalah sifat bawaan biologis sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan yang melekat pada pria dan wanita. Konsekuensi dari anugerah itu, manusia yang berjenis kelamin wanita, diberikan peran kodrati yang berbeda dengan manusia yang berjenis kelamin pria. Wanita diberikan peran kodrati: (1) menstruasi, (2) mengandung, (3) melahirkan, (4) menyusui dengan air susu ibu dan (5) menopause, dikenal dengan sebutan lima M. Sebaliknya, pria diberikan peran kodrati membuahi sel telur wanita dikenal dengan sebutan satu M. Jadi, peran kodrati wanita dengan pria berkaitan erat dengan jenis kelamin dalam artian ini.

2.2 Teori-teori relevan

2.2.1 Human Capital

Menurut Garry S. Becker (1992), pemenang Nobel Memorial Prize pada bidang ilmu ekonomi tahun 1992, “revolusi” modal manusia (human capital) dimulai sejak sekitar 5

(41)

merupakan modal manusia dalam pengertian hal tersebut dapat memperbaiki kesehatan, meingkatkan pendapatan, atau menambah apresiasi seseorang terhadap karya sastra. Manusia sebagai salah satu sumber faktor produksi disebut sumberdaya manusia, yang memiliki arti lebih luas daripada modal manusia.

Salah satu sumberdaya manusia yang paling tua adalah modal manusia dalam bentuk tenaga kerja. Modal manusia sudah ada sejak pemiliknya dilahirkan ke dunia. Modal tersebut baru dimanfaatkan setelah pemiliknya menginjak dewasa, namun tergantung juga pada negara, masyarakat, lingkungan, keluarga, dan peraturan, yang berbeda-beda antar negara. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memanfaatkan modalnya, modal fisik dalam bentuk tenaga (kerja). Di negara-negara maju pemerintahnya menetapkan bahwa seseorang boleh bekerja setelah berumur 15 tahun, yang berarti modal manusia baru produktif setelah mereka menamatkan paling sedikit pendidikan menengah. Di negara berkembang, banyak anak-anak bekerja dibawah umur, sekedar “menjual” tenaganya untuk kelangsungan hidup mereka. Di Indonesia, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 12 tahun yang sebelumnya 9 tahun, namun pemerintah mengikuti konvensi internasional bahwa tenaga kerja adalah mereka yang minimum berumur 15 tahun. Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 68 dan pasal 69, pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali untuk anak yang berumur antara 13-15 tahun dapat dipekerjakan untuk jenis pekerjaan ringan sepanjang tidak membahayakan diri anak, dan waktu kerjanya maksimum 3 jam per hari. Di Amerika menurut Fair Labor Standards Act Advisor minimum umur untuk pekerja adalah 14 tahun, kecuali pekerjaan

untuk membantu rumah tangga dan usaha milik keluarga.

(42)

penggunaannya ditentukan pula oleh yang bersangkutan. Sebagai pekerja dia dapat menggunakannya setiap saat, memulai dan berhenti setiap saat. Ini dapat kita temui, sebagai satu contoh, di sektor pertanian subsisten dan usaha milik sendiri. Karena sepenuhnya menggunakan tenaga sebagai modal fisik tanpa bantuan modal atau sumber lainnya maka produktivitasnya juga rendah atau terbatas. Hal inilah yang menjelaskan kenapa produktivitas sektor pertanian rendah apabila hanya mengandalkan tenaga kerja sebagai modal tanpa modal komplementer lainnya seperti teknologi. Pemanfaatan hanya manusia sebagai tenaga produktif untuk tujuan pembangunan berarti lebih mengutamakan perspirasi atau peluh daripada inspirasi atau kecerdasan; dengan kata lain, otot mendominasi otak. Ini juga terjadi pada saat China mulai membangun yang menggunakan modal manusia sebagai keunggulan karena jumlahnya yang banyak. Apabila penggunaan modal selain manusia belum merupakan modal komplemen, maka produktivitas tenaga kerja sepenuhnya tergantung pada pengalaman mereka sepanjang umur mereka bekerja. Jadi, umur biasanya dipakai sebagai proksi atau indikator untuk mengukur pengalaman.

Produktivitas tenaga kerja akan meningkat apabila mereka memperoleh pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan akan membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai aspirasi yang lebih tinggi. Pendidikan juga dapat membuka peluang yang lebih banyak karena dimungkinkannya membuat berbagai pilihan. Demikian pula, pendidikan dapat meningkatkan daya serap seseorang terhadap kemajuan dan modernisasi, seperti kemampuan menggunakan bibit, pupuk, dan penggunaan teknologi, maupun pilihan penggunaan obat-obatan. Intinya, pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pendidikan non-formal juga dapat meningkatkan produktivitas pekerja. Pelatihan atau “training” akan meningkatkan keterampilan atau “skills” terutama keterampilan-keras (hard-skills) maupun keterampilan-lunak (soft-(hard-skills) mereka. Itu juga sebabnya kenapa

(43)

formal. Melalui pelatihan dapat diberikan informasi terbaru dan perkembangan mutakhir yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitasnya. Modal manusia sebagai sebuah konsep dapat dilihat dari berbagai segi dan kepentingan. Modal manusia dapat dilihat dari dunia bisnis, pembuat kebijakan, organisasi atau lembaga pemerintah maupun swasta seperti serikat pekerja.

Bagi pembuat kebijakan, modal manusia adalah kapasitas penduduk yang dapat di mobilisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam dunia bisnis, para investor memandang modal manusia sebagai seperangkat keterampilan yang diperlukan bagi seorang pekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pelatihan maupun pengalaman, suatu keterampilan yang dapat meningkatkan nilai ekonomi mereka di pasar kerja. Jadi, keterampilan digunakan sebagai ukuran modal manusia.

Dalam kontek organisasi modal manusia merujuk pada nilai kolektif daripada modal

intelektual organisasi seperti kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan. Modal ini

merupakan sumber kreativitas dan inovasi yang dapat diperbaharui terus menerus. Berbeda

dengan modal struktural, modal manusia selalu dimiliki oleh individual yang memilikinya

dan dapat “dijual pada pihak lain yang memerlukan” kecuali dibatasi oleh peraturan tempat

yangbersangkutan bekerja.

Dalam kontek ekonomi, modal manusia merupakan atribut seseorang yang produktif.

Ini sangat berkaitan dengan pencapaian pendidikan formal, dengan implikasi bahwa

pendidikan adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh dalam bentuk upah, gaji, atau

kompensasi lainnya.

Menurut encyclopedia Britanica,human capital:

(44)

Dalam kontek yang lebih luas, aliran atau paham, kapitalisme selalu memandang modal

manusia dari sisi produktivitas atau kinerja. Produktivitas terkait dengan investasi jangka

panjang, semakin produktif seseorang maka investasi akan lebih menguntungkan. Konsep

modal manusia berasal dari model ekonomi kapitalisme sumber daya manusia, yang

menekankan hubungan antara peningkatan produktivitas atau kinerja dan kebutuhan untuk

investasi jangka panjang yang berkelanjutan dan dalam pengembangan sumber daya manusia.

Model ini dapat diterapkan dalam skala yang sempit maupun luas. Dalam skala yang luas,

produktivitas tenaga kerja atau modal manusia akan meningkatkan perekonomian nasional

dan dalam skala yang sempit, produktivitas yang tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi

perusahaan.

Di pihak lain, pandangan tradisional yang umumnya berpikir jangka pendek selalu

memandang modal manusia sebagai biaya yang harus diperhitungkan dalam organisasi.

Pandangan ini biasanya berjangka pendek karena selalu berpikir bagaimana cara menekan

biaya untuk kepentingan keuntungan perusahaan sehingga seringkali kebutuhan-kebutuhan

dasar pekerja diabaikan dalam rangka menekan biaya. Bereda dengan pandangan jangka

panjang yang melihat modal manusia sebagai investasi, dimana mereka berusaha

meningkatkan kinerja atau produktivitasnya melalui beberapa cara seperti pelatihan ataupun

pendidikan internal perusahaan atau institusi eksternal.

1)Mengukur Modal Manusia

(45)

saat ini kesehatan (fisik dan mental) menjadi bagian fundamental daripada modal manusia. Nilai modal manusia juga ditentukan oleh faktor ekonomi, sosial, fisik, dan lingkungan masyarakat.

World Economic Forum (WEF, 2013) dalam publikasinya The Human Capital Report,

melaporkan usahanya dalam memberikan pandangan jangka panjang dan holistik tentang seberapa baik suatu negara memanfaatkan sumber daya manusianya dan membangun tenaga kerjanya yang dipersiapkan untuk permintaan ekonomi yang kompetitif. Menurut WEF, modal manusia didasarkan pada 4 pilar, yaitu: tiga pilar inti yang menentukan: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja, ditambah faktor lain yaitu lingkungan yang membuat modal manusia mempunyai nilai lebih tinggi.

Empat pilar modal manusia tersebut adalah:

Pilar 1: Pendidikan. Ukuran yang digunakan untuk meliput pendidikan adalah:

1) Akses terhadap pendidikan diukur dari angka partisipasi sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, dan gap jender pendidikan.

2) Kualitas pendidikan diukur dari akses internet di sekolah, kualitas sistem pendidikan, kualitas pendidikan matematika dan sain, dan kualitas pengelolaan sekolah.

3) Capaian pendidikan diukur dari persentase penduduk umur 25 tahun keatas yang mengenyam pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan.

Pilar 2: Kesehatan dan Kesejahteraan. Pilar ini mencakup berbagai aspek sosial dan layanan kemasyarakatan, seperti:

1)Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.

(46)

3)Kebahagiaan diukur dari tingkat depresi dan stres yang dialami responden.

4)Layanan kesehatan meliputi layanan air, sanitasi dan kebersihan, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan.

Pilar 3: Tenaga kerja dan Kesempatan kerja, mengukur pengalaman, bakat, pengetahuan dan pelatihan, seperti:

1) Partisipasi diukur dari tingkat partisipasi tenaga kerja yang berumur 15-64 tahun dan 65 tahun ke atas, tingkat pengangguran, tingkat pengangguran pemuda, dan gap jender tingkat partisipasi.

2)Talenta diukur dari kemampuan negara dalam menarik dan mempertahankan orang bertalenta, kemudahan memperoleh tenaga kerja terampil, pembayaran upah sesuai produktivitas, kapasitas inovasi, dan indek kompleksitas ekonomi. tingkat daya serap teknologi perusahaan, artikel dalam jurnal sain dan teknikal per seribu penduduk,

3)Pelatihan meliputi pelatihan staf dan layanan pelatihan.

Pilar 4: Lingkungan, mengukur aspek penunjang yang dapat meningkatkan nilai modal, yaitu: 1) Infrastruktur meliputi pengguna mobil, pengguna internet, dan kualitas angkutan

domestik.

2)Kolaborasi meliputi keadaan kluster pembangunan, dan kolaborasi litbang dunia usaha dan universitas.

3)Kerangka hukum diukur dari indek melaksanakan usaha, perlindungan jaring pengaman sosial, dan perlindungan HAKI.

4)Mobilitas sosial.

2.2.2 Remitan

(47)

Namun definisi tersebut mengalami perluasan, tidak hanya uang dan barang, tetapi ketrampilan dan ide juga digolongkan sebagai remitan bagi daerah asal (Connell 1980). Selanjutnya dalam mengaitkan antara remitan dengan mobilitas penduduk, Conell membaginya menjadi dua tipe, yakni:

1) Tipe bebas (individual), dimana dalam hal ini migran mengambil keputusan melakukan mobilitas bebas dari kebutuhan – kebutuhan dan kewajiban terhadap keluarga di daerah asal.

2) Tipe terikat (linked), dimana dalam hal ini migran masih terikat akan kewajiban – kewajiban dan kebutuhan – kebutuhan keluarganya di daerah asal.

International Monetery Fund (IMF) dalam Balance of Payment Manual 5 (BPM5)

mendefinisikan remitan secara luas dan mengandung tiga unsur atau bagian, yakni :

1) Konpensasi pekerja (compensation of employees), dimana terdiri dari upah, gaji (salaries) dan keuntungan lainnya yang dihasilkan oleh seseorang dalam bentuk cash (uang tunai) atau bentuk lainnya yang dibayarkan sendiri selama bekerja di negara tersebut melebihi tempat tinggal asalnya.

2) Remitan tenaga kerja (workers’ remittances) atau transfer, dalam bentuk cash (uang tunai) atau yang lainnya dari migran kepada anggota rumah tangga asalnya.

3) Transfer migran (migrants’ transfers) adalah transfer capital (modal) dari aset–aset keuangan selama mereka berpindah dari suatu negara ke negara lain dan menetap sekurang-kurangnya setahun.

(48)

Berkaitan dengan aliran kekayaan diatas, dalam konteks dunia ketiga dewasa ini ditemukan adanya dua tipe aliran, yaitu :

1) Aliran hadiah – hadiah secara periodik, pembayaran secara teratur, dan jasa yang ada sejak lamadiantara individu dan kelompok yang bertempat tinggal dalam suatu kelompok.

(49)

Gambar 2.5 Pola aliran remitan untuk menyokong keluarga Sumber : Curson (1981, dalam Sudibia, 2007)

Curson (1981, dalam Sudibia, 2007) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada delapan hal yang dipandang penting dalam studi remitan, yakni (1) masalah data, dimana studi remitan tidak memberikan data yang rinci tentang besarnya remitan maupun daerah asal dan daerah tujuan pengiriman; (2) sering dikacaukan antara remitan dengan transaksi - transaksi ekonomi lainnya seperti pembayaran hutang, pengiriman hadiah – hadiah, pembagian keuntungan, dan pemindahan barang dan jasa; (3) pola aliran remitan yang ruwet dilihat dari keragaman institusi, agen dan individu yang terlibat dalam pemindahan remitan dari migran ke daerah asalnya; (4) remitan mencerminkan tipe mobilitas penduduk apakah individual ataukah family linked; (5) remitan tergantung dari hubungan antara migran dengan sanak keluarganya, dilihat dari segi kebutuhan, harapan, dan tanggung jawab; (6) remitan sangat sensitif terhadap perubahan keadaan; (7) remitan bervariasi secara geografis; dan (8) remitan mencerminkan hubungan emosional antara migran dengan sanak keluarganya di daerah asal.

(50)

1. Penggunaan untuk pembiayaan siklus hidup

Migran

Anggota keluarga / Keluarga dekat

2. Penggunaan uang untuk membayar tiket

Migran

Anggota keluarga / Keluarga dekat

3. Investasi untuk pensiun

Migran Perumahan Tanah Usaha

4. Pengembalian hutang

Migran

Biaya perjalanan Lain – lain

Keterangan : Aliran remitan

Gambar 2.6 Pola aliran remitan menurut penggunaanya, kecuali untuk menyokong keluarga

Sumber : Curson (1981, dalam Sudibia, 2007)

2.2.3 Pendapatan

(51)

memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah /gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba.

Pendapatan yang berupa balas jasa atas pemanfaatan faktor produksi ini disebut dengan pendapatan yang didistribusikan. Dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut dengan pendapatan tenaga kerja (labour income). Disamping itu sebagai pendapatan dimasukkan pula pendapatan yang bukan berasal dari balas jasa atas pemanfaatan faktor produksi dan tidak bersifat mengikat. Pendapatan ini disebut dengan pendapatan transfer (Sunuharyo, dalam Sumardi dan Evers, 1982). Pendapatan transfer (transfer income) dapat berasal dari pemberian seseorang atau institusi (misalnya pemerintah).

Aliran pendapatan transfer ini dapat positif dan dapat pula negatif tergantung pada besarnya pembayaran atau penerimaan transfer dalam jangka waktu tertentu (Kusnic dan Da Vanso, 1980 dalam Murjana Yasa, 1993). Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja (labor income) dan pendapatan bukan tenaga kerja (non labor income) tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu

(52)

2.2.4 Pengalaman kerja

Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulang, 1984). Pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik (Ranupandojo, 1984). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya.

Pengukuran Pengalaman Kerja

Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisis dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur

pengalaman kerja seseorang adalah :

1) Gerakannya mantap dan lancar

Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.

2) Gerakannya berirama

Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari–hari. 3) Lebih cepat menanggapi tanda–tanda.

Artinya tanda–tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja

(53)

5) Bekerja dengan tenang

Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar (Asri, 1986).

Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja karyawan. Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi – kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial . beberapa faktor tersebut adalah :

1) Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan, bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu.

2) Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau kemampuan seseorang. 3) Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan tanggung jawab dan

wewenang seseorang.

4) Kemampuan – kemampuan analitis dan manipulatif untuk mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan.

5) Keterampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik pekerjaan (Handoko, 1984).

Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu.

(1) Lama waktu/ masa kerja.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

(54)

merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

(3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan. (Foster, 2001).

Uraian di atas menjelaskan, bahwa seorang karyawan yang berpengalaman akan memiliki gerakan yang mantap dan lancar, gerakannya berirama, lebih cepat menanggapi tanda – tanda, dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya, dan bekerja dengan tenang serta dipengaruhi faktor lain yaitu : lama waktu/masa kerja seseorang, tingkat pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki dan tingkat penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Oleh karena itu seorang karyawan yang mempunyai pengalaman kerja adalah seseorang yang mempunyai kemampuan jasmani, memiliki pengetahuan, dan keterampilan untuk bekerja serta tidak akan membahayakan bagi dirinya dalam bekerja.

2.3 Keaslian Penelitian

Ditinjau dari segi studi mobilitas penduduk, sampai saat ini studi-studi tentang mobilitas penduduk nonpermanen relatif lebih langka daripada studi mobilitas penduduk permanen atau migrasi (Sudibia, 2007). Namun beberapa penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pemberian remitan kepada keluarga didaerah asal telah banyak dilakukan, baik dalam lingkup regional, nasional dan mancanegara. Fokus masalah dan alat analisis yang digunakan berbeda-beda disesuaikan dengan masalah yang diteliti. Penelitian – penelitian terdahulu antara lain.

(55)

menyimpulkan, bahwa pengeluaran konsumsi makanan diantaranya dipengaruhi oleh pendapatann yang siap dibelanjakan, lama tinggal,, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga dan pendidikan. Teknik analisa datanya menggunakan analisis regresi sederhana. Dimana hasil dari penelitian tersebut adalah, keempat variabel itu berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi makanan dari rumah tangga migran, artinya makin tinggi pendapatan maka pengeluaran konsumsi juga meningkat. Sedangkan konsumsi non makanan, selain ditentukan oleh keempat faktor itu juga ditentukan daerah asal migran dan jenis pekerjaan. Pada migran yang berasal dari Jawa Timur misalnya, rata-rata mengalokasikan pendapatan lebih sedikit untuk keperluan non makanan dibandingkan daerah asal provinsi provinsi lain di Indonesia. Sebaliknya migran pada pekerjaan kantoran misalnya, rata-rata mengeluarkan lebih banyak untuk konsumsi non makanan disbandingkan dengan migran yang bekerja sebagai pekerja kasar. Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel dependen menggunakan variabel lama tinggal, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga sebagai variabel bebas sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendapatan dan pendidikan sebagai variabel bebas.

(56)

di pengaruhi oleh pendapatan, sedangkan variabel lain dalam model yaitu jumlah anggota keluarga, pendidikan, umur, jenis keamindan daerah asal para migran tidak berpengaruh secara signifikan. Namun apabila di lihat dari daerah asal apabila pengeluaran konsumsi rumah tangga para pekerja migran nonpermanen asal Bali hanya dipengaruhi oleh pendapatan, sedangkan untuk migran asal luar Bali selai pendapatan, jumlah anggota keluarga juga berpengaruh signnifikan terhadap variabel dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga migran. Secara simultan keseluruhan variabel yang diestimasi seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, umur, jenis kelamin dan daerah asal migran juga berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran asal Bali maupun dari luar Bali. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dimana pada penelitian terdahulu menggunakan pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen sebagai variabel terikat. Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel bebas yang digunakan dan pada lokasi penelitian.

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Mutasi Penduduk Datang Menurut Jenis Kelamin Di Kota Denpasar Tahun Tahun
Gambar 2.1  Faktor – Faktor Determinan Mobilitas Penduduk
Gambar 2.4 Kekuatan Sentrifugal dan Sentripetal yang seimbang, dan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini sebetulnya pola rekrutmen yang dilakukan para pelaku usaha di Kota Pontianak harusnya mampu menurunkan tingkat pengangguran karena berdasarkan data

Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, karena salah satu pilar pendidikan nasional

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi TiO2 mesopori terdoping galium III pada variasi konsentrasi dopan galium III 0; 0,5;

Pada hari ini Kamis Tanggal Lima Belas Bulan September Tahun 2016 (15/09/2016) Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi Bidang Binamarga Dinas Pekerjaan Umum,

Pidada Tengah Gg. Pidada

Apabila ada satu proyek yang independen maka NPV dan IRR akan selalu memberikan rekomendasi yang sama untuk menerima atau menolak usulan proyek tersebut. Tapi apabila ada proyek2

Islam, Penerjemah Yunan Askaruzzaman, Lc (Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2001), Hlm.. transaksi bisnis yang dilakukan. Oleh karena itu Rasulullah saw. melarang transaksi gharar

dengan tersedianya jumlah kendaraan serta kapasitas truk tangki yang mencukupi, lalu ketidakkonsistenan jadwal pendistribusian di setiap harinya, dan belum adanya