• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN GENOTIP SALAK LOKAL SLEMAN GENOTYPE VARIATION OF SNAKE FRUIT LAND RACE IN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN GENOTIP SALAK LOKAL SLEMAN GENOTYPE VARIATION OF SNAKE FRUIT LAND RACE IN SLEMAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

KERAGAMAN GENOTIP SALAK LOKAL SLEMAN

GENOTYPE VARIATION OF SNAKE FRUIT LAND RACE IN SLEMAN Rudi Hari Murti1, Djoko Prajitno1, Aziz Purwantoro1, Tamrin2

Abstract

In this paper discribed the genetics variance of land race snake fruit. The estimation of environment variance used variance between crops in the monoclonal population, namely Pondoh Hitam, Pondoh Super and Gading clones population.

The research was carriedout by survey method in the farmer snake fuit estate around Sleman district (Tempel, Sleman and Turi Sub District). The 50 sampels from each clone/cultivar were drawn randomly and the characters of leaves and fruit were observed. The result showed that genetics variance of leave and fruit characters of land race snake fruit were high. This indicated that individual selection in the land race snake fruit is properly to be done.

Intisari

Naskah ini menguraikan keragaman genetik salak Lokal. Pendugaan keragaman lingkungan menggunakan keragaman yang ada di dalam pertanaman klonal yaitu salak Pondoh Hitam, Pondoh Super, dan Gading.

Penelitian dilakukan dengan cara survey ke kebun petani di Kecamatan Tempel, Sleman dan Turi. Masing-masing klon/kultivar diambil 50 sampel secara acak untuk diamati karakternya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik pada salak Lokal masih cukup tinggi pada beberapa karakter pelepah, thothok dan sifat buahnya sehingga layak untuk dilakukan seleksi pada populasi salak Lokal tersebut untuk mendapatkan klon unggul baru.. Pendahuluan

Salak merupakan salah satu buah tropik, dimana salah satu pusat penyebarannya ada di Indonesia. Oleh karena itu keragaman tanaman salak yang ada di Indonesia cukup besar terutama di pusat-pusat budidaya tanaman salak (Bali, Sleman, Madura, Banjarnegera, dll). Keragaman fenotip yang tinggi disebabkan oleh adanya keragaman yang besar dari lingkungan yang jaraknya tidak terlalu jauh dan terjadinya segregasi (Poespodarsono, 1989). Keragaman merupakan salah satu parameter yang perlu dicermati dalam memilih suatu populasi yang akan diseleksi, disamping rerata populasinya. Populasi yang baik untuk diseleksi adalah populasi yang mempunyai keragaman tinggi dan rerata populasi tinggi, sehingga kemajuan genetiknya dan rerata populasi yang dihasilkan tinggi (Dudley da Moll, 1969).

Penampilan fenotipik merupakan hasil kerjasama antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman yang teramati merupakan keragaman fenotipik yang dihasilkan karena perbedaan genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya. Keragaman pada populasi salak Lokal merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan keragamanan lingkungan, sedangkan pertanaman yang individu-individu penyusunnya terdiri dari satu klon maka tidak ada variasi genotip, sehingga keragaman fenotipnya mencerminkan keragaman lingkungan. Poehlman dan Borthakur (1969) mengatakan bahwa salah satu cara untuk menduga besarnya

1

(2)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

keragaman lingkungan adalah dengan menanam tanaman yang tidak memiliki variasi genotipe seperti tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (klonal).

Tipe keragaman genetik yang digunakan sebagai pembilang dalam mengestimasi nilai heritabilitas tergantung dari tipe seleksi yang digunakan dan macam varietas yang akan dikembangkan (Hanson, 1963 cit. Dudley dan Moll, 1969). Dalam situasi dimana varietas yang akan dikembangkan dapat diperbanyak dengan genetik yang sama persis (klon, hibrida dan lini murni) maka seleksi didasarkan pada keragaman genetik total (Dudley dan Moll, 1969). Salak termasuk tanaman yang dikembangbiakkan dengan aseksual sehingga pertanaman berupa klonal. Oleh sebab itu penting adanya pendugaan keragaman genetik total pada tanaman salak lokal Sleman.

Pendugaan keragaman genotipe suatu populasi salak Lokal dapat didekati dengan memanfaatkan keragaman fenotipe tanaman klonal sebagai keragaman lingkungannya. Asumsi yang digunakan dalam pendugaan keragaman genotipe adalah 1) populasi salak Lokal merupakan hasil bersari bebas sehingga keragaman pada populasi tersebut merupakan keragaman genotipe dan lingkungan 2) keragaman pada tanaman klonal merupakan keragaman lingkungan karena dalam tanaman klonal tidak ada variasi genotipe. Perbedaan antara pendugaan keragaman genotipe ini dengan pendugaan keragaman yang dilakukan oleh Prajitno (2000) adalah bahwa naskah ini menekankan perhatian pada keragaman genotipe salak Lokal sedangkan dalam Prajitno (2000) menekankan keragaman antar klon (Salak: Gading, Pondoh Hitam, Pondoh Super dan Salak Lokal). Informasi keragaman genetik total dan heritabilitas tersebut penting dalam kaitannya dengan kemajuan seleksi yang dihasilkan.

Kesuksesan pemuliaan (khususnya seleksi) tanaman sangat tergantung pada keragaman genetik pada populasi awal (Borojevic, 1990). Seleksi pada tanaman membiak secara vegetatif dibagi menjadi dua yaitu seleksi untuk tanaman yang harus disambung dan seleksi tanaman yang dapat diperbanyak tanpa disambung. Seleksi tanaman yang diperbanyak dengan stek atau cangkok tidak memerlukan seleksi batang bawah tetapi seleksinya lebih sulit karena suatu individu terseleksi harus mempunyai karakter yang unggul secara kuantitas maupun kualitas, baik bagian atas (shoot) maupun bagian perakaran (root). Pada tanaman yang membiak secara vegetatif seleksi individual akan memberikan kemajuan yang lebih besar daripada seleksi massa (Borojevic, 1990).

Pada makalah ini akan diuraikan keragaman genotipe dan heritabilitas karakter daun dan buah pada salak Lokal untuk memberikan gambaran besarnya keragaman genetik untuk masing-masing karakter pada populasi salak Lokal. Pengelompokan dilakukan dengan analsisi cluster untuk mengetahui kemiripan dan kedekatan genetik antar klon.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan survey di kebun-kebun petani di Sleman, Turi dan Tempel. Pertanaman yang diambil sebagai bahan penelitian yaitu klon Pondoh Hitam, klon Gading, klon Pondoh Super dan populasi salak Lokal (berasal dari biji dan berumur puluhan tahun). Tanaman contoh diambil secara acak dari wilayah-wilayah yang digunakan dengan asumsi tanaman-tanaman contoh tersebut dapat mewakili populasi yang ada. Masing-masing klon/populasi diambil sebanyak 50 tanaman sebagai tanaman contoh. Pengamatan meliputi:

1. Morfologi daun terdiri dari

- panjang pelepah (mulai pangkal sampai ujung pelepah), sudut pelepah daun (sudut pelepah daun dari batang), jumlah anak daun per pelepah (anak daun yang tidak berlekatan).

(3)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1) 2 1 2

1

)

(

=

n

X

Xi

n i

σ

- Thothok (daun berlekatan diujung pelepah): lebar thothok, jumlah anak daun yang berlekatan (penyusun thothok), bagian terpanjang, dan terpendek.

2. Karakter buah meliputi jumlah buah per tandan, berat per buah, panjang dan diameter buah (diameter terbesar dari bagian buah), tebal daging buah, berat per biji , warna kulit, warna daging buah bentuk buah dan rasa buah.

Data kuantitatif dianalisis menurut Poehlman dan Borthakur (1969) sebagai berikut:

3 2 3 2 2 2 1 2 σ σ σ σ E = + + 2 2 2 E Lokal G σ σ σ = − 2 2 2 Lokal G H σ σ =

Dimana: H2 = Heritabilitas arti luas σ2

E = Keragaman lingkungan

σ2

i = Keragaman klon ke i, (i =1: klon Gading, i = 2 : klon Pondoh Hitam, i= 3:

Klon Pondoh Super) σ2

Lokal = Keragaman populasi salak Lokal

Data kuantitatif digunakan untuk mengelompokkan keempat kultivar dengan mengunakan analisis cluster

.

Hasil dan Pembahasan

Salak Lokal merupakan sumber plasma nutfah tanaman salak yang semakin lama keberadaannya semakin terancam. Hal ini disebabkan oleh pengembangan klon-klon unggul yang secara ekonomi lebih menguntungkan. Populasi tanaman salak Lokal di daerah Sleman masih cukup banyak meskipun perawatannya kurang intensif (Prajitno, 2000).

Dalam tulisan ini, perhatian akan banyak dititik beratkan pada keragaman genotip karena tanaman salak diperbanyak secara vegetatif sehingga bahan genetik yang diwariskan pada keturunannya adalah berupa genotip yang sama persis dengan tetuanya. Namun rerata masing-masing karakter akan dilihat sebagai komponen pendukungnya.

Daun merupakan bagian tanaman salak yang mudah terlihat walaupun dari kejauhan, sehingga dengan mempelajari sifat daun diharapkan akan muncul sifat yang dapat dimanfaatkan sebagai penanda suatu klon atau varietas. Rerata dan keragaman sifat pelepah daun dapat dilihat pada tabel 1. Panjang pelepah mempunyai nilai heritabilitas yang rendah yaitu 28%. Nilai heritabilitas dapat memberikan ukuran ketepatan untuk seleksi suatu genotip mendasarkan fenotipe sutu individu. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Jain (1982) bahwa korelasi genotipe dengan fenotip sama dengan akar kuadrat dari nilai heritabilitas (rGP = H).

Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Prajitno (2000) yang menunjukkan bahwa panjang pelepah daun mempunyai heritabilitas 27,23%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genotipe panjang pelepah pada salak Lokal sangat kecil, sehingga sulit untuk membedakan satu dengan yang lain mendasarkan pelepahnya. Pengaruh lingkungan terhadap

(4)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

panjang pelepah cukup besar sehingga keragaman fenotip panjang pelepah banyak ditentukan oleh lingkungan. Rerata panjang pelepah salak Pondoh Hitam dan salak Lokal hampir sama dan lebih panjang dibandingkan pelepah salak Gading dan Pondoh Super. Jika dilihat dari panjang pelepah nampaknya, salak Pondoh Hitam mempunyai kemiripan genetik dengan salak Lokal.

Sudut pelepah daun menggambarkan kemiringan daun terhadap batang salak. Sudut pelepah daun menunjukkan heritabilitas kecil yaitu 24% dan sejalan dengan hasil penelitian Prajitno (2000). Hal ini menunjukkan pengaruh lingkungan lebih dominan daripada faktor genetik. Salak Lokal dan Gading masing-masing mempunyai sudut pelepah 11,2o dan 10,9o , berarti daunnya lebih melebar dari pada salak yang lain. Jika dilihat dari rerata dan heritabilitas sudut pelepah daun, kemungkinan cara budidayanya khususnya jarak tanaman sangat berpengaruh. Tanaman salak Lokal mempunyai sudut daun yang cukup besar karena pada salak Lokal jarak tanam yang diterapkan lebih lebar, sedangkan salak Gading masih berumur muda sehingga tiap tanaman mempunyai ruang hidup lebih lebar. Budidaya salak Pondoh Super dan Pondoh Hitam lebih intensif dan umurnya lebih tua sehingga setiap rumpun terdiri dari dua atau tiga batang sehingga populasi pucuk tanamannya lebih padat. Tanaman yang ditanam dengan jarak tanam rapat cenderung mempunyai sudut pelepah lebih kecil.

Heritabilitas jumlah anak daun (tidak berlekatan) menunjukkan nilai yang besar yaitu 58%. Keragaman genotip yang besar menunjukkan bahwa keragaman fenotip lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik. Salak Pondoh Hitam dan Salak Lokal mempunyai jumlah anak daun lebih banyak dibandingkan dua klon lainnya, dan hal ini sejalan dengan sifat panjang pelepah.

Tabel 1. Rerata, keragaman, dan heritabilitas sifat pelepah daun

Panjang pelepah Sudut pelepah Jumlah anak daun Klon/kultivar Rerata (cm) σ2 Rerata (o ) σ2 Rerata (helai) σ2 Lokal 3,78 11,2 59 Gading 3,07 10,9 48 Pondoh Super 3,29 8,2 54 Pondoh Hitam 3,95 7,8 58 Heritabilitas arti luas (H2) 28 24 58

Tabel 2. Rerata, keragaman dan heritabilitas sifat daun berlekatan (thothok)

Terpanjang Terpendek Lebar Jumlah anak daun berlekatan Klon/kultivar Rerata (cm) σ2 Rerata (cm) σ2 Rerata (cm) σ2 Rerata (helai) σ2 Lokal 43 68,9 30 39 10,9 8,3 4,5 0,89 Gading 38 15,6 24 12 12,3 4,3 5,6 0,33 Pondoh Super 33 17,6 22 14 9,2 6,6 4,6 0,29 Pondoh Hitam 43 19,1 29 19 11,9 4,8 4,7 0,48 Heritabilitas arti luas (H2) 74 61 36 58

(5)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

Sifat thothok (daun berlekatan di ujung pelepah) pada salak Pondoh Manggala sangat dikenal karena khas yaitu bagian ujung thothok melengkung ke belakang atau nampak ngelinting sehingga ada yang menyebut dengan salak Nglinthing. Pada tanaman salak Lokal tidak tampak adanya ciri specifik tersebut.

Keragaman dan heritabilitas panjang thothok baik bagian terpanjang maupun terpendek menunjukkan nilai yang tinggi. Pada tabel 2 tampak bahwa nilai heritabilitas bagian terpanjang dan terpendek, secara berurutan yaitu 74% dan 61%. Hal ini menunjukkan peran genetik dalam mempengaruhi fenotip lebih besar dibandingkan pengaruh lingkungan. Adanya keragaman genetik yang besar, maka kemungkinan mendapatkan sifat panjang thothok yang specifik juga besar. Rerata panjang thothok klon Pondoh Hitam hampir sama dengan salak Lokal.

Jumlah daun penyusun thothok mempunyai keragaman yang tinggi pada salak Lokal sehingga nilai heritabilitasnya menjadi besar yaitu 58%. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Prajitno (2000) yag menunjukkan bahwa heritabilitasnya rendah (35,9%). Hasil penelitian Prajitno menunjukkan bahwa keragaman genetik antar klon kecil. Thothok salak Lokal mempunyai anak daun paling sedikit, tetapi keragamannya paling tinggi. Walaupun jumlah anak daunnya paling sedikit namun lebar thothoknya menduduki urutan ke 2 dari bawah artinya lebar daunnya lebih lebar daripada Pondoh Super. Dari keempat sifat thothok tersebut, panjang dan lebar thothok dapat digunakan sebagai pembeda antar tanaman.

Jumlah buah pada tanaman salak sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (termasuk cara pembudidayaannya). Hal ini nampak pada tanaman salak Lokal yang mempunyai keragaman yang paling kecil dibandingkan dengan keragaman pada salak yang lain. Salak Lokal biasanya ditanam dengan perawatan minimal dan kadang-kadang jumlah buahnya tidak dilakukan penjarangan, sehingga jumlah buah per tandan relatif seragam. Lain halnya dengan budidaya tanaman salak klon unggul yang telah dilakukan secara intensif. Perlakuan penjarangan buah hampir pasti dilakukan untuk mendapatkan kualitas buah yang baik (besar). Perbedaan jumlah buah yang disisakan antar petani menyebabkan keragaman menjadi besar walaupun pertanamannya klonal. Kedua praktek budidaya tersebut berpengaruh terhadap nilai heritabilitas jumlah buah per tandan yaitu bernilai negatif. Nilai heritabilitas negatif dianggap sama dengan nol (pengaruh lingkungan sangat dominan) (Miranda dan Hallauer, 1981).

Jika ditinjau dari berat per buah (berat buah), keragaman salak Lokal besar paling yaitu 351,8 dan nilai heritabilitas berat buahnya juga besar (55%). Berat buah biasanya berkaitan dengan jumlah buah yang dipelihara. Keragaman jumlah buah pada tanaman salak Lokal kecil tetapi mempunyai keragaman berat buah cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peran genetik terhadap keragaman berat buah cukup besar, namun rerata berat buah salak Lokal termasuk kecil dan hampir sama dengan salak Pondoh Hitam seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rerata dan keragam sifat buah

Jumlah buah Berat/buah Panjang buah Tebal daging buah Klon/kultivar Rerata (buah) σ2 Rerata (g) σ2 Rerata (cm) σ2 Rerata (cm) σ2 Lokal 13,9 6,98 56,6 351,8 5,39 1,113 0,86 0,0508 Gading 14,3 17,56 84,0 246,2 5,7 0575 1,07 0,0104 Pondoh Super 13,9 8,98 68,14 165,7 6,65 0,359 0,89 0,0096 Pondoh Hitam 11,2 12,40 51,8 61,7 5,46 0,636 0,75 0,0093 Heritabilitas arti luas (H2) -85 55 53 80

(6)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

Tabel 4. Warna kulit, warna daging buah, bentuk buah, dan rasa

Klon/kultivar Warna kulit Warna daging buah Bentuk buah Rasa Lokal Cokelat kekuningan, cokelat, cokelat kemerahan Putih, putih kekuningan, kuning, kuning mentega

Bulat telur, bulat Masam sepet, manis sepet, manis, sangat

manis Gading Kuning, kuning

keputihan

Putih kekuningan, kuning, putih krem

Segitiga Manis, manis sepet, manis masam Pondoh Super Cokelat

kekuningan, cokelat, cokelat

tua

Putih krem, putih, putih kekuningan

Bulat telur, segitga, lonjong

Sangat manis, manis, manis masam

Pondoh Hitam Cokelat, Cokelat kehitaman

Putih, putih krem Segitiga, bulat telur, bulat

Manis, sangat manis, manis masam Heritabilitas arti

luas (H2)

Tebal daging buah salak Lokal mempunyai keragaman paling besar dan nilai heritabilitas tebal daging buah juga besar (80%). Peran genetik terhadap keragaman tebal daging buah pada salak Lokal paling besar di antara sifat lainnya. Hal ini memberikan harapan untuk mendapatkan salak berdaging tebal seperti salak Gading yang mempunyai ketebalan daging 1,07 cm. Ketebalan daging buah juga dipengaruhi oleh polen yang membuahinya, seperti dinyatakan oleh Nandariyah et al. (2000) bahwa polen berpengaruh terhadap beberapa komponen produksi dan kandungan kimiawi buah.

Sifat buah yang ikut menentukan kualitas buah adalah warna buah dan rasa. Salak Gading mempunyai ciri yang khusus yaitu buah berwarna kuning sampai kuning keputihan (lihat tabel 4) dan duri berwarna hijau (data tidak ditampilkan). Perlu kajian keterkaitan antara warna buah kuning dengan warna duri hijau. Bentuk buah salak Gading juga khas yaitu segitiga. Warna buah salak yang lain agak bervariasi dan kemungkinan dipengaruhi oleh ukuran dan asal polen yang menyebukinya. Salak berukuran besar mempunyai warna lebih cerah. Pengaruh polen nampak pada keragaman warna buah yang terjadi dalam satu tandan yang sama. Penampilan warna salak Gading yang kuning, belum diikuti dengan kualitas rasa buah, jika buah belum betul-betul masak. Rasa salak Gading tidak seenak salak Pondoh Hitam dan Pondoh Super sebelum masak optimum tetapi jika buah telah masak penuh rasanya manis dan enak.

Pada buah salak Lokal juga ditemukan adanya pohon yang menghasilkan buah manis sehingga perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui kemantapan sifat tersebut dan selanjutnya dapat diusulkan sebagai klon baru.

Kesimpulan:

1. Panjang thothok, jumlah anak daun berlekatan, jumlah anak daun, berat buah, dan tebal daging buah mempunyai heritabilitas yang besar.

2. Salak Lokal mempunyai keragaman yang besar dan layak untuk dilakukan seleksi pada populasi tersebut.

3. Faktor lingkungan sangat berperan pada jumlah buah per tandan.

4. Salak Lokal, Pondoh Hitam dan Pondoh Super mempunyai kedekatan genetik sedangkan salak Gading sangat berbeda dengan ketiga kultivar tersebut.

(7)

J. Habitat 2002. Vol XIII(1)

Borojevic, S. 1990. Principle and methods of plant breeding. Elsevier. Amsterdam.

Dudley, J.W. dan R.H. Moll. 1969. Interpretation and use of estimates of heritability and genetics variance on plant breeding. Crop Sci. 9:257-261

Hallauer, A.R. dan J.B. Miranda. 1981. Quantitatif genetics in maize breeding. Iowa State University Press. Iowa.

Nandariyah, E. Purwanto, Sukaya, dan Sasono Kurniadi. 2000. Pengaruh tetua jantan dalam persilangan terhadap produksi dab kandungan kimiawi buah salak pondoh super. Zuriat 11(1):33-38

Poehlman, J.M. dan D. Borthakur. 1969. Breeding As field crops of India. Oxford & IBH. New Delhi.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman. PAU IPB dan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor.

Prajitno, D. 2000. Beberapa hasil awal kajian keragaman genetik tanaman salak di Kabupaten Sleman. Dalam: Musofie, A., N.K. Wardhani, S.P. Hardjono, Soeharto, A.M. Sudihardjo, Dja’far Shiddieq. 2000. Teknologi pertanian untuk mendukung agribisnis dalam pengembangan ekonomi wilayah dan ketahanan pangan. Prosiding Seminar. IPPTP Yogyakarta. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian mengenai tingkat keaktifan pengelolaan hutan desa labbo pada konteks perencanaan produksi, distribusi, dan

Terdapat juga 8 (delapan) use case yang merupakan proses yang terjadi pada sistem berjalan yaitu memberikan laporan kinerja yang melibatkan marketing dan admin marketing,

Selain penelitian di atas, hasil penelitian Vitak, Crouse, dan Larouse (2011) juga ditemukan bahwa karyawan dengan locus of control eksternal yang tinggi yaitu, mereka

Hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah (1) menyiapkan materi pembelajaran berupa wacana Pesawat Sederhana (Tuas dan Bidang Miring), (2) menyusun rancangan

[r]

The central question will be addressed based on an elaborate discussion of (recent) migration literature, as well as on three recent research projects that have dealt with

Perkebunan V Sei Rokan maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Insentif Terhadap Produktivitas

Zdecydowaną większość cech przypisywanych przez Bordwella kinu artystycznemu odnaleźć można w fi lmach Kim Ki-duka, jedyny wyraźny wyjątek stanowi niemal zupełne pomijanie