i
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING
AD HOC ON-DEMAND DISTANCE VECTOR (AODV) DAN
DYNAMIC SOURCE ROUTING (DSR)
PADA JARINGAN MANET
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Program Studi Teknik Informatika
Oleh:
Yonas Sidharta
075314082
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
COMPARISON OF PEFORMANCE ROUTING PROTOCOL
AD HOC ON-DEMAND DISTANCE VECTOR (AODV) AND
DYNAMIC SOURCE ROUTING (DSR)
IN MANET
A THESIS
Presented as Partial Fulfillment of The Requirements
to Obtain The Sarjana Komputer Degree
in Informatics Engineering Study Program
By:
Yonas Sidharta
075314082
INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM
INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
v
Mungkin yang kita berikan itu adalah sesuatu yang
sepele dan sangat sederhana bagi kita,
tetapi bagi orang lain itu adalah
sesuatu yang sangat berharga
dan luar biasa.
Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan yang gagah perkasa,
sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita.
(Mazmur 60:12)
vi
ABSTRAK
Seiring perkembangan jaringan komputer saat ini, mulai bergeser dari pengembangan jaringan berkabel ke jaringan nirkabel (wireless). Perkembangan ini merupakan tuntutan dari kebutuhan masyarakat akan akses informasi dan data secara cepat dan bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Salah satu model pengembangan dari jaringan nirkabel adalah tipe jaringan ad hoc. Salah satu contoh jaringan ad hoc yang mengalami perkembangan sangat pesat akhir-akhir ini adalah Mobile Ad Hoc
Network (MANET).
Routing protocol untuk jaringan ad hoc (MANET) tentunya berbeda dengan
routing protocol yang diimplementasikan pada jaringan kabel. Hal ini dikarenakan
sifat MANET yang dinamis, sehingga memiliki topologi yang berubah-ubah, berbeda dengan jaringan kabel yang cendrung tetap. Jaringan MANET memiliki dua jenis
routing protocol yaitu, reactive routing protocol dan proactive routing protocol.
Penelitian ini bersifat simulasi dan selanjutnya menganalisis reactive routing
protocol Ad-hoc On-demand Distance Vector (AODV) dan Dynamic Source Routing
(DSR). Kinerja jaringan yang diukur adalah rata-rata throughput, delay, jiter, packet
delivery ratio, packet loss, dan routing overhead pada skenario yang berbeda
berdasarkan penambahan jumlah node dan jumlah koneksi. Simulasi dilakukan menggunakan Network Simulator-2 (NS-2).
vii
routing overhead dibandingkan AODV untuk semua skenario dengan penambahan
jumlah node dan jumlah koneksi.. Sedangkan AODV lebih baik berdasarkan parameter jaringan throughput dibandingkan dengan DSR untuk semua skenario dengan penambahan jumlah node dan jumlah koneksi.
viii
ABSTRACT
The development of computer networks now, began to shift from development wired network to a wireless network (wireless). This was the demands of the need access to information and data quickly and can be accessed anytime and anywhere. One model of the development of wireless networks is the type of ad hoc networks. One example of an ad hoc network are experiencing rapid growth now is the Mobile Ad Hoc Network (MANET).
This thesis presents the simulation result and performance analysis of reactive routing protocol Ad-hoc On Demand Vector (AODV) and Dynamic Routing Protocol (DSR). This analysis is based on average throughput, delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, and routing overhead by varying the number nodes and number connection. The simulation is performed using Network Simulation-2.
The results show that DSR outperforms parameters delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, and routing overhead than AODV for all scenarios with varying of the number of nodes and the number of connections. AODV outperforms for parameters throughput of all scenario varying number nodes and number connections.
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya, sehingga penulis skripsi dengan judul “Perbandingan Unjuk Kerja Protokol Routing AODV Dan DSR pada Mobile Ad hoc Network” ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komputer di Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu dan membimbing penulis. Oleh sebab itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya penyusunan skripsi ini, kepada:
1. Bapak Damar Widjaja S.T. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberi saran, kritik, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Ibu Ridowati Gunawan S.Kom., M.T. selaku kaprodi Teknik Informatika dan dosen pembimbing akademik.
xii
4. Teman – teman TI angkatan 2007 yang meluangkan waktu untuk memberi saran dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Untuk pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Akhir kata, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
INTISARI ... vi
ABSTRACT ... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
PERNYATAAN ………...x
1.7 Sistematika Penulisan ... 6
II LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Mobile Ad hoc Network (MANET) ... 8
2.1.1 IEEE 802.11 Wireless LAN Standard.. ... ………8
xiv
2.3 Routing Protocol... 12
2.3.1 DSR (Dynamic Source Routing)……….13
2.3.2 AODV (Ad hoc On-Demand Vector)………. 16
2.4 Network Simulator (NS) ... 19
2.4.1 Struktur NS………..………20
2.4.2 Fungsi NS ………...………22
III PERANCANGAN SIMULASI JARINGAN ... ……23
3.1 Parameter Simulasi ... 23
3.2 Topologi Jaringan ... 25
3.3 Skenario ... 26
3.4 Parameter Kinerja ... 28
3.5 Tahapan Simulasi ... 28
IV PENGUJIAN DAN ANALISIS………...32
4.1 Pengujian Keluaran Hasil Simulasi...33
4.2 Penjelasan Program...………...39
V KESIMPULAN DAN SARAN...50
5.1 Kesimpulan...50
xv
DAFTAR PUSTAKA………..………..52
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 IEEE 802.11 layer model ... ..9
Gambar 2.2 Pembangunan route record selama route discovery ... 14
Gambar 2.3 Propagasi route reply dengan route record ... 15
Gambar 2.4 Mekanisme Penemuan Route ... 17
Gambar 2.5 Mekanisme Data (Route Update) dan Route Error (RERR) ... 18
Gambar 2.6 Skema NS ... 20
Gambar 2.7 C++ dan OTcl : Duality ... 21
Gambar 3.1 Posisi node awal ... 25
Gambar 3.2 Posisi node mengalami perubahan ... 25
Gambar 3.3 Terjadi koneksi UDP antara node 1 dan node 6 ... 26
Gambar 3.4 Diagram Alir Tahapan Simulasi ... 29
Gambar 4.1 Contoh format file trace ... 33
Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata throughput pada routing AODV dan DSR……43
Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata delay pada routing AODV dan DSR……….…44
Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata jitter pada routing AODV dan DSR………..…45
Gambar 4.4 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata packet delivery ratio pada routing AODV dan DSR……….46
Gambar 4.5 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata packet loss pada routing AODV dan DSR…....47
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Parameter-parameter simulasi ... 23
Tabel 3.2 Koneksi ... 27
Tabel 4.1 Penjelasan wireless trace file ... 33
Tabel 4.2 IP, CBR, dan trace file ... 34
Tabel 4.3 Hasil penghitungan rata-rata throughput routing AODV dan DSR...42
Tabel 4.4 Hasil penghitungan rata-rata delay routing AODV dan DSR ……..44
Tabel 4.5 Hasil penghitungan rata-rata jitter routing AODV dan DSR……….45
Tabel 4.6 Hasil penghitungan rata-rata PDR routing AODV dan DSR ……...46
Tabel 4.7 Hasil penghitungan rata-rata packet loss routing AODV dan DSR...47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan jaringan komputer saat ini mulai bergeser dari pengembangan jaringan berkabel ke jaringan nirkabel (wireless). Perkembangan ini merupakan tuntutan dari kebutuhan masyarakat akan akses informasi dan data secara cepat dan bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Salah satu model pengembangan dari jaringan nirkabel adalah tipe jaringan ad hoc. Jaringan ad hoc adalah jaringan wireless multihop yang terdiri dari kumpulan mobile node yang bersifat dinamik dan spontan [1].
Jaringan ad hoc dapat berdiri dan bekerja tanpa harus menggunakan infrastruktur yang ada, seperti base station berupa acces point atau sarana pendukung transmisi data. Tiap-tiap device yang berada pada jaringan ini sering disebut node. Masing-masing node akan berkomunikasi dengan node yang berada dalam satu jaringan tersebut. Jaringan ad hoc juga mempunyai infrastruktur node jaringan yang tidak permanen. Jaringan ini terdiri atas beberapa node yang bersifat mobile dengan satu atau lebih interface pada setiap node. Setiap node pada jaringan ad hoc harus mampu menjaga performance trafik paket data dalam jaringan akibat sifat mobilitas node dengan cara rekonfigurasi jaringan.
2
jaringan MANET antara lain pembangunan jaringan komunikasi di medan perang untuk beberapa lokasi, pusat-pusat komunikasi di daerah bencana alam yang mengalami kerusakan prasarana jaringan komunikasi fisik, sarana koneksi internet pada booth suatu event yang tidak dimungkinkan untuk membangun jaringan kabel atau ketidaktersediaan layanan jaringan. Selain itu jaringan MANET ini cocok diimplementasikan untuk gedung-gedung yang berdekatan, kampus, dan lain-lain.
Node pada jaringan MANET tidak hanya berperan sebagai pengirim dan
penerima data, namun dapat berperan sebagai penunjang node yang lainnya, misalnya mempunyai kemampuan melakukan routing. Routing ialah penentuan
route terbaik oleh node/router dengan algoritma tertentu agar paket dari sumber
sampai di tujuan dengan kecepatan yang optimal [3]. Dengan demikian diperlukan adanya routing protocol dalam jaringan untuk menunjang proses kirim dan terima paket data antar node. Sekarang ini belum ada standar yang mengatur routing
protocol pada jaringan MANET. Masalah muncul ketika menentukan penggunaan
jalur yang efisien dalam pengiriman paket data dari sumber ke tujuan.
3
(MANET) Menggunakan Ns-2 (Network Simulator)” [5]. Parameter QOS yang dianalisis adalah packet delivery ratio, rata-rata delay, rata-rata throughput dan
routing overhead. Penelitian dilakukan berdasarkan skenario penambahan jumlah
node dan kecepatan pergerakan node. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa routing AODV memiliki kinerja yang lebih baik pada jaringan yang membutuhkan kepadatan dan kecepatan pergerakan node yang lebih tinggi.
Bertolak pada permasalahan belum adanya standar routing yang digunakan pada jaringan MANET, tugas akhir ini akan membandingkan beberapa protokol yang cocok untuk digunakan pada jaringan MANET. Tugas akhir ini akan membandingkan routing protocol DSR dan AODV dengan skenario yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Skenario yang dimaksud adalah dengan memvariasikan jumlah node dan jumlah koneksi dalam pengujian. Selain itu parameter jaringan yang diukur lebih banyak dari penelitian sebelumnya. Parameter jaringan tersebut antara lain, throughput, delay, jitter, packet delivery
ratio, packet loss, dan routing overhead. Kinerja routing protocol DSR dan
AODV diukur menggunakan Network Simulator (NS). NS merupakan eventdriven
simulation tool yang berguna dalam pembelajaran perilaku jaringan.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mendapatkan data (troughput, packet delivery ratio, delay, jitter,
packet loss, dan routing overhead) untuk mengetahui kinerja MANET yang
menggunakan routing protocol DSR dan AODV?
2. Bagaimana menganalisis data (troughput, packet delivery ratio, delay, jitter,
packet loss, dan routing overhead) untuk mengetahui kinerja MANET yang
menggunakan routing protocol DSR dan AODV?
3. Bagaimana menyimpulkan kualitas kinerja MANET yang menggunakan
routing protocol DSR dan AODV berdasarkan analisis data?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Simulasi dibangun dengan menggunakan Network Simulator 2 (NS2). 2. Node yang digunakan untuk simulasi sebanyak 50 node.
4. Parameter Quality of Service (QoS) yang diukur adalah troughput, packet
delivery ratio, delay, jitter, packet loss, dan routing overhead.
3. Routing protocol yang digunakan adalah DSR dan AODV.
5
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memberikan hasil perbandingan unjuk kerja routing protocol pada jaringan MANET. Perbandingan tersebut adalah antara routing protocol DSR dan AODV.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ke depan mengenai penggunaan routing protocol yang tepat dalam menciptakan komunikasi aliran data yang lebih optimal pada MANET.
1.6 Metode Penelitian
Adapun metodologi dan langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur
Mengumpulkan berbagai macam referensi dan mempelajari teori yang mendukung topik tugas akhir ini, seperti :
a. Teori Mobile Ad Hoc Network (MANET). b. Teori routing protocol AODV.
c. Teori routing protocol DSR.
d. Teori QoS (troughput, delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss dan
routing overhead ).
e. Teori Network Simulator 2 (NS2).
6 2. Perancangan
Pada tahap ini, penulis merancang jaringan dengan routing protocol AODV dan DSR serta parameter simulasi jaringan MANET yang akan digunakan. 3. Simulasi dan pengumpulan data
Simulasi jaringan MANET pada tugas akhir ini menggunakan Network
Simulator versi 2 (NS2). Proses simulasi diawali dengan membuat script yang
berekstensi “.tcl” untuk simulasi jaringan dan script berekstensi “.awk” atau “.pearl” untuk mendapatkan data rata-rata troughput, packet delivery ratio,
delay, jitter, packet loss, dan routing overhead. Kemudian dari proses simulasi
akan diperoleh hasil yang akan ditampilkan pada file trace berekstensi “.tr” dan animasi dalam bentuk grafik.
4. Analisis data
Dalam tahap ini penulis menganalisa hasil perhitungan yang diperoleh pada proses simulasi. Analisis dilakukan dengan melakukan pengamatan dari beberapa kali perhitungan dengan jumlah node dan jumlah koneksi yang berbeda. Dari hasil analisis keseluruhan data maka dapat ditarik kesimpulan tentang performansi antara routing protocol AODV dan DSR.
1.7 Sistematika Penulisan
7
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang diambilnya judul Tugas Akhir “Analisis Kinerja Protokol Routing DSR Dan AODV Pada Jaringan MANET”, tujuan dari pembuatan Tugas Akhir ini, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan Tugas Akhir yang menjelaskan secara garis besar susbstansi yang diberikan pada masing-masing bab.
BAB 2 : LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang pengertian jaringan MANET, arsitektur MANET, topologi jaringan, parameter kinerja jaringan, Network Simolator 2, dan protokol
routing.
BAB 3 : PERANCANGAN PENELITIAN
Bab ini membahas perancangan kerja dalam melakukan penelitian, serta parameter-parameter yang dijadikan bahan penelitian.
BAB 4 : PENGUJIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi tahap-tahap pengujian simulasi dan analisis data hasil simulasi.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Mobile Ad hoc Network (MANET)
Mobile Ad hoc Network MANET adalah sebuah jaringan wireless yang
memiliki sifat dinamis dan juga spontan. Setiap mobile host dalam MANET bebas untuk bergerak ke segala arah. Dalam jaringan MANET terdapat dua node (mobile host) atau lebih yang dapat berkomunikasi dengan node lainnya, namun masih berada dalam jangkauan node tersebut. Selain itu, node juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara node yang satu dengan node yang lainnya [2].
Beberapa karakteristik dari jaringan MANET adalah [2]: 1. Topologi yang dinamis
Artinya, setiap node dapat bergerak bebas dan tidak dapat diprediksi. 2. Scalability
Artinya, dapat menggunakan berbagai topologi jaringan sesuai dengan kebutuhan.
2.1.1 IEEE 802.11 Wireless LAN Standard
Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) merupakan
9
pada 2.4 GHz, dengan data rate maksimum adalah 11 Mbits/s [6]. Ini merupakan standar yang biasa digunakan pada konfigurasi point-to-multi point.
Salah satu kekurangan wireless LAN adalah tidak mempunyai kemampuan untuk sensing ketika sedang mengirim data, sehingga kemungkinan untuk terjadi
collision atau tabrakan sangat besar [7].
Pada Gambar 2.1, menunjukkan bahwa pada IEEE 802.11 terdapat 7 layer. Pada layer 1 terdapat physical, pada layer 2 dibagi menjadi 2 bagian yaitu MAC (Media Access Control) dan LLC (Link Layer Control) . Kedua bagian ini menjalankan fungsi layer 2 yaitu melakukan proses error control dan flow
control. Pada layer 3 sampai layer 7 terdapat Upper Layer Protokol.
Gambar 2.1 IEEE 802.11 layer model [7].
2.2 Parameter Kinerja Jaringan
10
dapat menunjukkan konsistensi, tingkat keberhasilan pengiriman data, dan lain-lain. Dengan kata lain kinerja jaringan dapat menunjukkan kualitas pada jaringan tersebut. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja jaringan antara lain [3] :
5. Throughput
Throughput diartikan sebagai laju data aktual per satuan waktu. Biasanya
throughput selalu dikaitkan dengan bandwidth. Karena throughput memang bisa
disebut sebagai bandwidth dalam kondisi yang sebenarnya. Bandwidth lebih bersifat tetap, sementara throughput sifatnya dinamis tergantung trafik yang sedang terjadi. Throughput mempunyai satuan Bps (Bits per second). Rumus untuk menghitung throughput adalah :
Throughput = (2.1)
6. Delay
Delay adalah jeda waktu antara paket pertama dikirim dengan paket tersebut
diterima.
a. End-to-end delay.
Selisih waktu pengiriman sebuah paket saat dikirimkan dengan saat paket tersebut diterima pada node tujuan.
b. Average delay jaringan.
Rata – rata delay jaringan dari keseluruhan waktu pengiriman. ukuran data yang diterima
11 7. Packet delivery ratio
Packet delivery ratio adalah rasio antara banyaknya paket yang diterima oleh
tujuan dengan banyaknya paket yang dikirim oleh sumber. Rumus untuk menghitung packet delivery ratio :
PDR= x100 (2.2) 8. Jitter
Jitter merupakan variasi delay yang terjadi akibat adanya selisih waktu atau
interval antar kedatangan paket di sisi penerima. Untuk mengatasi jitter, paket
yang datang, atau melewati sebuah node, akan diantrikan terlebih dahulu dalam
jitter buffer selama waktu tertentu hingga nantinya paket dapat diterima pada node
tujuan dengan urutan yang benar. Keberadaan jitter buffer akan menambah nilai
end-to end delay.
Ada dua jenis jitter yaitu :
a. One way jitter = end to end delayn– end to end delay(n-1) (2.3)
b. Inter arrival jitter = tterima– t(terima–1) (2.4)
9. Packet loss (Paket hilang)
Packet Loss adalah banyaknya jumlah paket yang hilang selama proses
pengiriman paket dari node asal ke node tujuan. 10.Routing overhead
Routing overhead adalah rasio antara jumlah paket routing dengan paket data
yang berhasil diterima.
paket yang diterima
12
2.3 Routing Protocol
Routing protocol adalah protocol atau aturan yang menentukan bagaimana
router berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya dalam menyebarkan
informasi, yang memungkinkan router untuk memilih rute pada jaringan komputer [8]. Pemilihan route dilakukan berdasarkan routing protocol yang digunakan. Pada jaringan ad hoc ada dua tipe routing protocol yaitu:
1. Proaktif atau Table Driven Routing Protocol.
Pada table driven routing protocol (proactive routing protocol), masing-masing node memiliki routing table yang lengkap. Artinya sebuah node akan mengetahui semua route ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut. Setiap
node akan melakukan update routing table yang dimilikinya secara periodik
sehingga perubahan topologi jaringan dapat diketahui setiap interval waktu tersebut.
Contoh table driven routing: DSDV (Destination Sequenced Distance Vector), CGSR (Clusterhead Gateway Switch Routing), dan WRP (Wireless Routing
Protocol).
2. Reaktif atau On Demand Routing Protocol
13
On-Demand Distance Vector), DSR (Dynamic Source Routing), TORA
(Temporally Ordered Routing Algorithm), SSR (Signal Stability Routing), dan ASR (Associativity Based Routing).
2.3.1 DSR (Dynamic Source Routing)
DSR adalah routing protocol yang termasuk dalam kategori on demand
routing protocol (reactive routing protocol) karena, algoritma routing ini
menggunakan mekanisme source routing. Pada routing protocol DSR semua informasi routing pada mobile node selalu diperbarui [7]. Routing protocol DSR memiliki dua tahap utama, yaitu :
1. Tahap route discovery (pencarian rute)
Jika suatu node hendak mengirimkan paket kepada node lain, node tersebut akan memeriksa apakah memiliki catatan mengenai rute menuju node yang diinginkan. Apabila terdapat catatan mengenai rute yang dimaksud, maka paket akan dikirimkan melalui rute tersebut. Namun apabila tidak ditemukan rute yang diinginkan, proses pencarian rute akan dilakukan.
14
dalam paket untuk kemudian melakukan broadcast kembali paket tersebut ke
node yang lain.
Ketika paket permintaan rute diterima oleh node tujuan atau node yang mempunyai catatan rute yang diinginkan, node tersebut akan mengirimkan paket balasan kepada node sumber yang meminta rute. Paket balasan akan berisi catatan setiap node yang dilewati oleh paket permintaan rute mulai dari awal sampai sampai node tujuan. Jika node yang mengirimkan paket balasan adalah node tujuan itu sendiri, maka catatan pada paket permintaan rute disalin ke paket balasan. Sedangkan jika pengirim balasan adalah node yang memiliki informasi rute menuju node tujuan (intermediate node), pada paket balasan disalin informasi rute ditambah dengan catatan pada paket permintaan. Proses route discovery dan
route record ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pembangunan route record selama route discovery [7].
Gambar 2.2 mengilustrasikan pembentukan route record dengan mengirim
request yang disebarkan melalui jaringan. Jika node sumber mendapat route reply
15
route request di dalam route reply. Jika node yang merespon adalah node
intermediate, maka akan ditambahkan route cache dengan route record dan
kemudian menghasilkan route reply. Untuk kembali ke route reply, node yang merespon harus memiliki route ke inisiator. Proses propagasi route reply dengan
route record ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Propagasi route reply dengan route record [7].
2. Tahap route maintenance (pemeliharaan rute)
Pada tahap pemeliharaan rute, DSR memiliki dua macam paket, yaitu paket
error dan paket pemberitahuan. Di saat suatu node menemukan kesalahan
transmisi pada data link layer, node tersebut mengirimkan paket error ke seluruh
node pada jaringan. Node yang menerima paket tersebut akan menghapus catatan
rute yang berkaitan dengan node pengirim paket error. Sedangkan paket pemberitahuan digunakan untuk memeriksa kebenaran operasi suatu rute.
16
karena setiap paket selalu berisi informasi routing di dalam header. Routing
protocol DSR juga dapat menghilangkan proses periodic route advertisement dan
neighbor detection yang biasa dijalankan oleh routing protocol yang lain [7].
Routing protocol DSR menggunakan pendekatan reactive sehingga
menghilangkan kebutuhan untuk membanjiri jaringan dalam melakukan pembaharuan tabel seperti yang terjadi pada pendekatan table driven. Node
intermediate juga memanfaatkan route cache secara efisien untuk mengurangi
kontrol overhaead.
Kerugian dari routing ini adalah mekanisme route maintenance tidak dapat memperbaiki link yang rusak atau down. Informasi route cache yang kadaluwarsa juga bisa mengakibatkan inkonsistensi selama fase rekonstruksi route. Penggunaan routing ini akan sangat optimal pada jumlah node yang kecil atau kurang dari 200 node. Untuk jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan
collision antar paket dan menyebabkan bertambahnya delay waktu pada saat akan
membangun koneksi baru [7].
2.3.2AODV (Ad hoc On-Demand Distance Vector)
17
Ciri utama dari AODV adalah menjaga timer-based state pada setiap node sesuai dengan penggunaan tabel routing. Tabel routing akan kadaluarsa jika jarang digunakan.
AODV memiliki route discovery dan route maintenance. Route discovery berupa route request (RREQ) dan Route Reply (RREP). Sedangkan route
maintenance berupa data route update dan route error (RRER).
1. Route Discovery
Penemuan route (path discovery) atau route discovery diinisiasi dengan menyebarkan route reply (RREP), seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Mekanisme Penemuan Route [8]
18
telah diatur, maka akan melakukan setup route kedepan dan melakukan update
timeout.
2. Router Maintenance
Jika sebuah link ke hop berikutnya tidak dapat dideteksi dengan metode penemuan route, maka link tersebut akan diasumsikan putus dan route error (RERR) akan disebarkan ke node tetangganya, seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Mekanisme Data (Route Update) dan Route Error (RERR) [8].
Dengan demikian sebuah node bisa menghentikan pengiriman data melalui
route ini, atau meminta route baru dengan menyebarkan RREQ kembali.
AODV memerlukan setiap node untuk menjaga tabel routing yang berisi field: 1. Destination IP Address.
Destination IP Address berisi alamat IP dari node tujuan yang digunakan
untuk menentukan route.
2. Destination Sequence Number.
19 3. Next Hop.
Next hop adalah „loncatan‟ (hop) berikutnya, bisa berupa tujuan atau node
tengah, field ini dirancang untuk meneruskan paket ke node tujuan. 4. Hop Count.
Hop count adalah jumlah hop dari alamat IP sumber sampai ke alamat IP
tujuan. 5. Lifetime.
Lifetime adalah waktu dalam milidetik yang digunakan untuk node menerima RREP.
6. Routing Flags.
Routing flags adalah status sebuah route; up (valid), down (tidak valid) atau
sedang diperbaiki.
2.4 Network Simulator (NS)
Network simulator adalah suatu object-oriented interpreter dan discrete
event-driven yang dikembangkan oleh University of California Berkeley dan USC
ISI sebagai bagian dari projek Virtual INternet Testbed (VINT). Network
simulator merupakan eventdriven simulation tool yang terbukti berguna dalam
pembelajaran perilaku jaringan internet. NS bersifat open source di bawah Gnu
Public License (GPL). Sifat open source juga mengakibatkan pengembangan NS
20
dengan menggunakan sistem operasi windows dengan menambahlan cygwin sebagai linux environment.
Ada beberapa keuntungan menggunakan NS sebagai perangkat lunak simulasi pembantu analisis dalam riset, antara lain adalah NS dilengkapi dengan
tool validasi. Tool ini digunakan untuk menguji kebenaran pemodelan yang ada
pada NS. Secara default, semua pemodelan NS akan dapat melewati proses validasi ini. Pemodelan media, protocol, dan komponen jaringan yang lengkap dengan perilaku trafiknya sudah disediakan pada library NS.
2.4.1. Struktur NS
NS dibangun menggunakan metode object oriented dengan bahasa C++ dan OTcl (variant object oriented dari Tcl) seperti terlihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Skema NS [10].
NS 2 menginterpretasikan script simulasi yang ditulis dengan OTcl. Seorang user harus mengatur komponen-komponen (seperti objek penjadwalan
21
event, library komponen jaringan, dan library modul setup) pada lingkungan
simulasi [10].
User menuliskan simulasinya dengan script OTcl, dan menggunakan
komponen jaringan untuk melengkapi simulasinya. Jika user memerlukan komponen jaringan baru, maka user dengan bebas untuk menambahkan dan mengintegrasikan pada simulasinya atau pada NS 2.
Sebagian dari NS 2 ditulis dalam Bahasa C++ dengan alasan bahasa pemrograman tersebut lebih efisien karena sudah banyak di kenal. Jalur data (data
path), ditulis dalam bahasa C++, dipisahkan dari jalur kontrol (control path),
ditulis dalam bahasa OTcl. Objek jalur data dikompilasi, kemudian diterjemahkan menjadi objek dan variabel pada OTcl melalui OTcl linkage (tclcl) yang memetakan metode dan variabel pada C++. Objek C++ dikontrol oleh objek OTcl. Hal ini memungkinkan penambahan metode dan variabel pada C++ yang dihubungkan dengan objek OTcl. Hirarki linked class pada C++ memiliki korespondansi dengan OTcl, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.
22
Hasil yang dikeluarkan oleh NS 2 berupa file trace yang harus diproses dengan menggunakan tool lain, seperti Network Animator (NAM), perl, awk, atau
gnuplot.
2.4.2. Fungsi NS
Beberapa fungsi yang tersedia pada NS 2 adalah untuk jaringan kabel atau tanpa kabel, tracing, dan visualisasi, yaitu [10] :
1. Mendukung jaringan kabel, seperti routing protocol, protokol transport, trafik, antrian dan Quality of Service (QoS).
2. Mendukung jaringan tanpa kabel (wireless), seperti routing protocol ad hoc: AODV, DSR, DSDV, TORA; Jaringan hybrid; Mobile IP; Satelit; Senso-MAC; Model propagasi: two-ray ground, free space, shadowing.
3. Tracing.
23
BAB III
PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN
3.1. Parameter Simulasi
Pada penelitian ini sudah ditentukan parameter-parameter jaringan. Parameter-parameter jaringan ini bersifat konstan dan akan dipakai terus pada setiap pengujian yang dilakukan. Parameter-paramer jaringan yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Parameter-parameter simulasi
Parameter Nilai
Tipe Kanal Wireless Channel
Tipe Network Interface Wireless
Tipe MAC IEEE 802.11
Tipe Antrian Drop Tail
Model Antena Omni Antena
Model Propagasi Two Ray Ground
Trafik CBR
Protokol Routing AODV dan DSR
Ukuran paket 512 byte
24
Alasan penggunaan parameter simulasi seperti pada Tabel 3.1, adalah : 1. Tipe Network Interface = Wireless
Karena jaringan MANET mengunakan media transmisi wireless untuk menghubungkan node yang satu dengan node yang lainnya.
2. Tipe MAC = IEEE 802.11
Karena bekerja di level MAC yang menggunakan teknologi IEEE 802.11 (untuk wireless).
3. Tipe antrian = DropTail ( FIFO)
Karena metode ini adalah metode yang paling sederhana. Semua paket diperlakukan sama dengan menempatkan pada sebuah antrian, lalu dilayani dengan urutan yang sama ketika paket-paket tersebut memasuki antrian. FIFO tidak mempertimbangkan prioritas paket, bandwith, dan alokasi buffer yang diperuntukkan paket tersebut. Ketika buffer pada router sudah penuh, maka paket yang datang selanjutnya akan dipotong (drop) [11].
4. Model Antena = Omni Antena
Karena transmisi antena ini menyebar ke segala arah. 5. Trafik = CBR (Constant Bit Rate)
Karena penggunana trafik CBR memungkinkan untuk mempertahankan laju bit agar berjalan tetap konstan selama simulasi berlangsung dan mempersempit adanya penundaan pengiriman data.
6. Jumlah Node = 50 node
25 7. Waktu simulasi = 200 detik
AODV dan DSR merupakan routing protocol reaktif. Sebelum paket dikirim, terlebih dahulu routing membuat jalur yang dibutuhkan, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk melakukan pengiriman paket.
3.2 Topologi Jaringan
Topologi dari jaringan ad hoc tidak dapat diramalkan, karena itu topologi jaringan ad hoc dibuat secara random. Hasil dari simulasi tersebut, yaitu posisi
node, pergerakan node yang terjadi tentunya tidak akan sama dengan topologi
yang sudah direncanakan. Berikut adalah perkiraan bentuk topologi jaringan yang akan dibuat dengan 10 node :
Gambar 3.1 Posisi node awal.
Gambar 3.2 Posisi node mengalami perubahan.
26
Gambar 3.3 Terjadi koneksi UDP antara
node 1 dan node 6.
3.3 Skenario
Jaringan MANET merupakan jaringan lokal wireless yang sifatnya dinamis. Digunakan beberapa asumsi untuk merancang skenario yang dimaksudkan untuk merepresentasikan keadaan dari wireless itu sendiri. Beberapa asumsi tersebut antara lain :
1. Luas area yang dipergunakan sebesar 800 x 800 meter. 2. Waktu simulasi selama 200 detik
3. Jumlah node yang akan digunakan adalah 10, 25, dan 50 node. 4. Koneksi yang dibuat adalah 1, 5, dan 10 koneksi.
Dalam pembentukan node, pertama-tama dibentuk jaringan dengan 10
node, seterusnya 25 node, dan 50 node dengan posisi random. Pembentukkan dan
pergerakkan dari node ini dibuat menggunakan bantuan program random way
point mobility yang disediakan pada NS-2. Contoh perintahnya adalah :
27
./setdest –v (versi) –n (jumlah node) –p (waktu pause) –s (kecepatan) –t (waktu simulasi) –x (panjang area) –y (lebar area) > (File keluaran).
Dalam pembentukan koneksi, penulis telah menentukan node - node mana saja yang saling terkoneksi. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam membuat file awk yang berfungsi untuk mengambil nilai parameter jaringan yang diukur. Dalam penelitian ini koneksi yang dibuat adalah 1 koneksi, 5 koneksi, dan 10 koneksi seperti ditunjukan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Koneksi
Selanjutnya membuat file.tcl dan file.awk yaitu file yang akan dieksekusi menggunakan program network simulator. File.awk merupakan file yang dibuat untuk menghitung parameter jaringan yang dibutuhkan untuk diteliti. Langkah selanjutnya adalah menjalankan simulasi pada ns dengan mengetik perintah ns run pada cygwin. Setelah dijalankan, ns akan menghasilkan output file berupa trace
file dan NAM file. File trace merupakan pencatatan seluruh kejadian yang dialami
28
merupakan animasi dari jaringan yang dibentuk. Pada NAM file dapat dilihat bentuk topologi jaringan beserta pergerakan node.
3.4 Parameter Kinerja
Parameter jaringan diukur dalam tugas akhir ini, yaitu : throughput, delay,
jitter, packet delivery ratio, packet loss, dan routing overhead.
Alasan dari menggunakan semua parameter jaringan tersebut adalah untuk mengetahui pada parameter apa saja suatu routing protocol mengalami penurunan atau peningkatan peformasi. Semakin banyak perbandingan berdasarkan parameter yang diukur, maka semakin mudah menetukan routing protocol mana yang lebih baik begitupun sebaliknya. Selain itu akan memberikan kemudahan bagi perancang jaringan untuk menentukan routing protocol apa yang akan digunakan berdasarkan kebutuhan dengan melihat peforma parameter yang diukur.
3.5 Tahapan Simulasi
29
Gambar 3.4 Diagram Alir Tahapan Simulasi.
Penjelasan tahapan simulasi adalah sebagai berikut: 1. Start
Tahap ini adalah tahap memulai proses simulasi, yaitu membuka program simulasi NS2.
2. Buat node
Tahap ini adalah tahap pembuatan node, yaitu 10 node, 25 node, dan 50 node secara random menggunakan sintak (contoh) :
30
set val(rp) AODV ;#protokol routing
set val(x) 800 ;#batas X
set val(y) 800 ;#batas Y
set val(stop) 200 ;#lamanya simulasi
#inisialisai pemangguilan node dan koneksi
set val(nod) "../node/50node.txt"
set val(con) "../konek/50node1koneksi.txt"
3. Buat koneksi
Tahap ini adalah tahap pembuatan koneksi, yaitu 1 koneksi, 5 koneksi, dan 10 koneksi menggunakan sintak (contoh) :
ns cbrgen.tcl -type cbr -nn 50 -seed 1 -mc 1 -rate 0.8 > 50node1koneksi.txt 4. Jalankan simulasi
Setelah node dan koneksi terbentuk, selanjutnya file “.tcl” dijalankan pada NS2. Contoh potongan file “.tcl” untuk memanggil node dan koneksi yang
Tahap ini adalah tahap pengolahan file “.tr” (trace file) menggunakan “awk”
atau “pearl” untuk menghasilkan data QOS yang dibutuhkan. 7. Kondisi jika koneksi <=10
Kondisi ini jika pembentukan koneksi belum mencapai 10 koneksi, maka harus ditambahkan lagi hingga mencapai 10 koneksi.
31
Kondisi ini jika pembentukan node belum mencapai 50 node, maka harus ditambahkan lagi hingga mencapai 50 node.
9. Selesai
32
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Skenario simulasi jaringan dilakukan untuk pengujian unjuk kerja routing
protokol AODV dan DSR . Karena jaringan ini bersifat dinamis, sehingga tidak
diperlukan bentuk topologi secara khusus. Topologi ini akan dibuat secara acak baik posisi awal dari node maupun juga pergerakan node tersebut. Hasil dari pengacakan bentuk topologi tersebut dapat dilihat pada file *.nam. File awk berfungsi untuk mengeksekusi trace file untuk mendapatkan data parameter kinerja.
Potongan listing program di bawah menunjukkan parameter yang diatur, diantaranya adalah routing protokol AODV dan DSR, ukuran area simulasi X dan Y, jumlah node, jumlah maksimal antrian, tipe antrian, dan standar IEEE yang digunakan. Setiap sekenario dilakukan sebanyak 10 kali pengujian. Hasil dari pengujian tersebut akan diambil rata – ratanya dan ditampilkan ke dalam sebuah tabel dan juga grafik.
set val(chan) Channel/WirelessChannel
set val(prop) Propagation/TwoRayGround
33
4.1 Pengujian Keluaran Hasil Simulasi
Data hasil simulasi yaitu data berbentuk file trace. File trace digunakan untuk proses analisis numerik. Contoh tampilan file trace diperlihatkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Contoh format file trace.
Gambar 4.1 Contoh trace file.
Penjelasan dari Gambar 4.1 diperlihatkan pada Tabel 4.1 dan 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.1 Penjelasan wireless trace file
Event Abbreviation Flag Type Value
34
-Ne double Node Energy Level
-Nl string Network trace Level (AGT, RTR, MAC, etc.)
-Nw string Drop Reason -Ma hexadecimal Duration
-Md hexadecimal Destination Ethernet Address -Ms hexadecimal Source Ethernet Address -Mt hexadecimal Ethernet Type
35
-Po int Optimal Number Of Forwards
DSR Trace
-Ph Int Number Of Nodes Traversed -Pq int Routing Request Flag
-Ps int Route Request Sequence Number
-Pp int Routing Reply Flag -Pn int Route Request Sequence Number
-Pl int Reply Length
-Pe int->int Source->Destination Of Source Routing -Pw int Error Report Flag (?)
-Pm Int Number Of Errors
-Pc Int Report To Whom
-Pb int->int Link Error From Link A to Link B
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing field tersebut : 1. Trace Wireless
a. Event Type
Merupakan field yang berisi tentang kejadian yang berlangsung, terdapat empat tipe kejadian yaitu:
36
f : Suatu paket diteruskan menuju node berikutnya b. Time (-t)
Merupakan detik saat suatu kejadian berlangsung c. Next hop information
Berisi informasi tentang node berikutnya (next hop), flag diawali oleh -H, terdapat dua jenis yaitu:
-Hs : Merupakan hop pengirim
-Hd : Merupakan hop berikutnya, -1, dan -2
(broadcast = -1 dan jalur ke tujuan belum tersedia = -2)
d. Node property
Merupakan informasi tentang node, flag diawali dengan -N. Terdapat beberapa informasi tentang node yaitu:
-Ni : Nama node
-Nx : Koordinat absis dari node tersebut -Ny : Koordinat subordinat dari node tersebut -Nz : Koordinat Z dari node tersebut
-Ne : Energi dari node tersebut
-Nl : Network trace level, seperti AGT, RTR, dan MAC -Nw : Alasan suatu paket di drop
e. MAC level property
37 -Ma : Durasi
-Md : Ethernet address dari node yang dituju -Ms : Ethernet address dari node pengirim -Mt : Tipe ethernet
f. Informasi paket
Merupakan informasi mengenai paket, flag diawali dengan -P. Terdapat beberapa informasi, yaitu:
Terdapat IP level Information, flag diawali dengan -I. terdapat beberapa informasi, yaitu:
a. -Is : Source address dan port yang digunakan b. -Id : Destination address dan port yang digunakan c. -It : Tipe paket, dengan contoh AODV, tcp d. -Il : Ukuran paket
38 g. -Iv : Nilai TTL
3. Trace CBR
Pada trace CBR hanya terdapat informasi paket yang berawalan –P. Beberapa informasi dalam trace CBR adalah :
a. –Pi : sequence number dari paket CBR tersebut b. –Pf : Jumlah forward yang dialami oleh paket c. –Po : Jumlah forward yang optimal
4. Trace DSR
Pada DSR hanya terdapat informasi paket yang berawalan –P. Terdapat beberapa informasi yaitu :
-Ph : Jumlah node yang dilalui -Pq : Permintaan routing flag
-Ps : Permintaan urutan nomor route -Pp : Balasan routing flag
-Pn : Permintaan urutan nomor route -Pl : Panjang reply
-Pe : Tujuan dari routing sumber -Pw : Laporan error
-Pm : Jumlah error
-Pc : Laporan untuk siapa
39
4.2 Penjelasan Program dan Contoh Pengambilan Nilai dari Trace File
Program yang digunakkan dalam penelitian ini yaitu progam .awk yang berfungsi untuk mengambil nilai-nilai dari trace file yang dibutuhkan untuk mengukur kinerja routing protocol yang diuji. Contoh potongan program .awk adalah sebagai berikut :
#mencatat kejadian pada node pengirim
if (event=="s" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){
# mencatat kejadian pada node penerima
if (event=="r" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){
#mencatat paket routing forwarding
if ((event == "s" || event == "f") && $19 == "RTR" && ($35 =="AODV" ||
40 ...
count1=0;
for (i=0; i<=NR; i++) {
if (receive_time1[i]>0 && send_time1[i]>0) {
delay1 +=receive_time1[i]-send_time1[i];
Penjelasan dari potongan program diatas adalah:
1. Untuk mengetahui bahwa node mengirimkan paket yaitu dengan melihat pada trace file dengan ketentuan $1=”s”, $19=”AGT”, dan $35=”cbr”.
2. Untuk mengetahui bahwa node menerima paket yaitu dengan melihat pada trace file dengan ketentuan $1=”r”, $19=”AGT”, dan $35=”cbr”.
3. Untuk mengetahui yang dikirim merupakan paket routing yaitu dengan melihat pada trace file dengan ketentuan $1=”s”, $19=”RTR”, dan $35=”AODV”|| “DSR” || “TORA”.
41 Contoh pengambilan nilai dari trace file:
s t 3.057178456 Hs 1 Hd 2 Ni 1 Nx 456.93 Ny 746.80 Nz 0.00 Ne 1.000000
-Dari contoh potongan trace file diatas dapat dihitung : 1. Delay
recieve_time – send_time
3.086723552 - 3.057178456 = 0.029545 s
2.Throughput
(((receive_packetsize/(send_time - recieve_time))*(8/1000)) (((510/ 3.086723552 - 3.057178456)) x (8/1000)) = 138.094 bps
3.Routing Overhead
packet_recieve / packet_send
2.557779024 / 2.556838879 = 1.000368 bps
42
$19=”AGT”, $35=”cbr”, $39=”0” dan $41=”1” pada $1=”s”. Seperti ditunjukkan pada potongan file trace berikut ini.
s t 3.057178456 Hs 1 Hd 2 Ni 1 Nx 456.93 Ny 746.80 Nz 0.00 Ne 1.000000
-Nl AGT -Nw --- -Ma 0 -Md 0 -Ms 0 -Mt 0 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 512 -If 0 -Ii 1
-Iv 32 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 0 -Po 5
r -t 3.086723552 -Hs 2 -Hd 2 -Ni 2 -Nx 657.07 -Ny 12.23 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl
AGT -Nw --- -Ma 13a -Md 2 -Ms 1d -Mt 800 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 510 -If 0 -Ii
1 -Iv 26 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 5 -Po 5
4.3 Penghitungan dan Analisis
Penghitungan dilakukan untuk mengukur throughput, delay, jitter, packet
data ratio, packet loss, dan routing overhead dalam jaringan menggunakan
routing protocol AODV dan DSR. Dari hasil pengitungan tersebut selanjutnya
peneliti akan melakukan analisis.
4.3.1 Throughput
Rata-rata throughput pada routing protocol AODV dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.3 Hasil penghitungan rata-rata throughput
routing AODV dan DSR.
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 4.231304 2.846869 2.807066 3.60439 3.141821 3.309436 4.183004 3.426892 3.553029
43
Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata throughput pada routing AODV dan DSR.
Grafik hasil simulasi pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa nilai
throughput AODV selalu lebih besar dari DSR untuk seluruh sekenario.
Perbedaan hanya terjadi pada skenario penambahan 25 node, terlihat bahwa
throughput AODV lebih kecil dibandingkan DSR. Hal ini dikarenakan ada
perubahan kapasitas jaringan, sehingga proses pencarian jalur pengiriman paket mengalami proses yang lama dan panjang pada AODV [12]. Pada skenario penambahan 50 node nilai troughput AODV kembali lebih besar dibandingkan DSR.
4.3.2 Delay
Delay yang di uji adalah seluruh koneksi yang terjadi selama pengujian
44
Tabel 4.4 Hasil penghitungan rata-rata delay
routing AODV dan DSR.
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 0.00703 0.0067 0.00594 0.00616 0.00648 0.00625 0.00611 0.00625 0.00763
DSR 0.00574 0.00592 0.00583 0.00592 0.00598 0.0062 0.00612 0.00609 0.006s18
Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata delay pada routing AODV dan DSR.
Grafik hasil simulasi pada Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa routing AODV mengalami proses pencarian jalur lebih lama dan lebih panjang dibandingkan dengan DSR. Hal ini mengakibatkan rata-rata delay pada routing AODV lebih lama karena banyaknya hop yang ditempuh dari node sumber ke
node tujuan, yang mengakibatkan delay lebih lama [12]. Routing DSR
45
[5]. Sedangkan routing AODV menanggapi semua RREQ yang datang, sehingga kemacetan tidak dapat terhindarkan yang menyebabkan delay semakin besar.
4.3.3 Jitter
Rata-rata jitter pada routing protocol AODV dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.5 Hasil penghitungan rata-rata packet jitter
routing AODV dan DSR
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 0.03944 0.04955 0.05629 0.04702 0.04481 0.04254 0.05034 0.04159 0.04105
DSR 0.03826 0.04202 0.04181 0.03917 0.03983 0.04088 0.03742 0.03923 0.04122
Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata jitter pada routing AODV dan DSR.
46
DSR. Selain itu banyaknya hop yang ditempuh dalam pengiriman paket dari node sumber ke node tujuan, yang mengakibatkan nilai jitter semakin besar [12].
4.3.4 Packet delivery ratio (PDR)
Rata-rata packet delivery ratio pada routing protocol AODV dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.4.
Tabel 4.6 Hasil penghitungan rata-rata packet delivery ratio
routing AODV dan DSR.
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 98.931 81.773 78.026 85.909 92.112 93.285 97.753 99.413 99.302
DSR 100 92.796 86.309 100 98.852 93.906 98.905 99.653 99.585
Gambar 4.4 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata PDR pada routing AODV dan DSR.
Grafik hasil simulasi pada Gambar 4.5 memperlihatkan nilai paket delivery
ratio pada routing AODV selalu lebih kecil dibandingkan dengan DSR. Hal ini
47
kondisi jaringan yang memiliki pergerakan node yang cepat. Pada routing AODV tidak pernah mencapai 100% paket yang berhasil diterima. Maksimum persentase paket yang berhasil diterima adalah sebesar 98.93% dan minimum paket yang berhasil diterima adalah 78.02%. Pada skenario penambahan 50 node, kinerja
routing AODV dan DSR tidak jauh berbeda. Semakin banyak node, kinerja nilai
PDR keduanya hampir sama.
4.3.5 Packet Loss
Rata-rata packet loss pada routing protocol AODV dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.5.
Tabel 4.7 Hasil penghitungan rata-rata packet loss
routing AODV dan DSR.
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 0.06803 10.2269 19.9738 6.09073 4.58742 4.31431 2.24656 0.58616 0.39755
DSR 0 7.20347 13.6902 0 1.14837 4.09422 1.09455 0.34637 0.33448
48
Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.5 terlihat nilai paket hilang pada routing AODV selalu lebih besar. Hal ini disebabkan oleh proses pencarian jalur yang panjang dan lama. Selain itu juga dipengaruh jarak antara node pengirim dengan node penerima. Semakin jauh jarak node pengirim dengan node penerima, maka paket yang hilang akan semakin besar. Pada skenario penambahan 50 node, kinerja routing AODV dan DSR tidak jauh berbeda. Semakin banyak jmlah node, nilai packet loss keduanya hampir sama.
4.3.6 Routing Overhead
Rata-rata routing overhead pada routing protocol AODV dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.6.
Tabel 4.8 Hasil penghitungan rata-rata routing overload
routing AODV dan DSR.
10 node 25 node 50 node
1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k
AODV 0.0255 0.1511 0.1937 0.2474 0.2723 0.2139 0.8353 0.47112 0.4181
DSR 0.0112 0.1223 0.1591 0.1842 0.1529 0.1236 0.4262 0.2139 0.1737
49
Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.4, terlihat bahwa routing AODV memiliki nilai routing overhead lebih besar dibandingkan dengan DSR. Tingginya nilai routing overhead pada AODV sangat dipengaruhi oleh kapasitas jaringan.
Routing overhead routing AODV semakin meningkat pada kondisi jaringan
dengan 25 node dan 50 node. Sedangkan pada routing DSR peningkatan nilai
routing overhead tidak terlalu signifikan saat terjadi peningkatan kapasitas
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan dapat simpulkan beberapa hal berikut :
1. Routing protocol DSR lebih baik dari routing AODV dilihat berdasarkan
parameter delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, dan routing
overhead jaringan, kecuali throughput.
2. Pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi tidak terlalu signifikan pada routing protocol DSR untuk parameter jaringan delay,
jitter, dan routing overhead.
3. Penambahan jumlah node dan jumlah koneksi sangat berpengaruh terhadap kinerja routing protocol AODV untuk semua parameter jaringan yang diukur (throughput, delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, dan
routing overhead).
4. Pada skenario penambahan 50 node, kinerja routing AODV dan DSR untuk parameter packet delivery ratio dan packet loss hampir sama.
5.2 Saran
51
1. Melakukan pengujian dan analisis lebih lanjut dengan parameter yang berbeda, misalnya sumber trafik yang berbeda seperti tcp atau parameter yang berbeda misalnya kecepatan node, pause time, dan lain-lain.
52
DAFTAR PUSTAKA
[1] Zheng Jun, Ad Hoc Network, Second International Conference,
ADHOCNET 2010 Victoria, BC, Canada, Revised Select Papers, 2011.
[2] Aprillando, A., 2007, Cara Kerja dan Kinerja Dynamic Source Routing
(DSR) pada Mobile Ad hoc network (MANET), Tugas Akhir. Jakarta:
Fakultas Teknik Unika AtmaJaya.
[3] Leon-Garcia A, Widjaja I., 2003, Communication Networks. McGraw-Hill: Singapore.
[4] Sajjad Ali & Asad Ali, “Performance Analysis of AODV, DSR and OLSR
in MANET”, Telcommunication Blekinge Institute of Technologi, Sweden, 2009.
[5] Olivia Kembuan, 2012, “Analisis Kinerja Reactive Routing Protocol
Dalam Mobile Ad-Hoc Network (Manet) Menggunakan Ns-2 (Network
Simulator)”, Tugas Akhir. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
[6] IEEE 802.15.4 Standard, Wireless Medium Access Control (MAC) and
Physical Layer (PHY) Specifications for Low-Rate Wireless Personal Area
Networks (LR-MANETs), IEEE New York, 2003.
[7] Rendy. 2007. Cara Kerja dan Kinerja Protokol DSR (Dynamic Source
Routing) pada MANET (Mobile Ad-Hoc Network), Tugas Akhir. Jakarta:
53
[8] C. Kopp, “Ad hoc Networking”, Background Article, Published in „System‟, (2002) p.33-40.
[9] C. Perkin, E.M. Belding-Royer, S. Das, Ad hoc On Demand Distance
Vector (AODV) Routing, IETF Internet Draft, 2002.
[10] Wirawan, A.B., & Indarto, E., 2004, Mudah Membangun Simulasi dengan
Network Simulator-2, Andi Offset, Yogyakarta.
[11] Agoes S. & Putranto A., 2007, “Simulasi Kualitas Layanan VOIP Menggunakan Metode Antrian Packet CBQ Dengan Mekanisme Link
Sharing”, JeTri, Agustus 2007, volume 7, No 1, ISSN 1412-0372, 44, 41-64.
[12] Didik Imawan, Januari 2009, “Analisis Kinerja Pola-Pola Trafik Pada Beberapa Protokol Routing Dalam Jaringan MANET”, Tugas Akhir.
54
LAMPIRAN
1. File tcl
set val(chan) Channel/WirelessChannel ;#tipe kanal
set val(prop) Propagation/TwoRayGround ;#model propagasi
set val(netif) Phy/WirelessPhy ;#network interface
set val(mac) Mac/802_11 ;#Tipe MAC
set val(ifq) Queue/DropTail/PriQueue ;#tipe antrian
set val(ll) LL ;#tipe link layer
#inisialisai pemangguilan skenario dari cbrgen dan RW-mobility
set val(nod) "../node/50node/50n.txt"
set val(con) "../koneksi/1k.txt"
set ns_ [new Simulator]
set tracefd [open traceAODV.tr w]
$ns_ namtrace-all-wireless $namtrace $val(x) $val(y)
$ns_ node-config -adhocRouting $val(rp) \ -llType $val(ll) \
55
#menginisialisasi posisi node dalam NAM for {set i 0} {$i < $val(nn)} { incr i } {
#Memberitahu node bahwa simulsai telah berakhir for {set i 0} {$i < $val(nn) } { incr i } { $ns_ at $val(stop) "$node_($i) reset"; }
#Mengakhiri simulasi NAM
$ns_ at $val(stop) "$ns_ nam-end-wireless $val(stop)" $ns_ at $val(stop) "stop"
$ns_ at 200.0 "puts \"end simulation\" ; $ns_ halt"
56 #mencatat kejadian pada node pengirim
if (event=="s" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){ #--- #koneksi ke1
if (node_id==1 && flow_id==0){ tot_send1++;
send_time1[pkt_id]=time;
#mencatat waktu paket pertama kali dikirim if (time < start_time1) {
start_time1=time; }
} }
#--- # mencatat kejadian pada node penerima
if (event=="r" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){ #--- #koneksi ke1
if (node_id==2 && next_node==2 && flow_id==0){ tot_rec1++;
receive_size1 +=pkt_size; receive_time1[pkt_id]=time;
#mencatat waktu paket terakhir diterima if (time > stop_time1) {
stop_time1=time; }
57
#--- #mencatat paket routing forwarding
if ((event == "s" || event == "f") && $19 == "RTR" && ($35 =="AODV" || $35 =="message" || $35 =="DSR" || $35 =="OLSR")){
#---
58
# menampiklan: node sumber--node tujuan--besar paket dikirim--besar paket #diterima--delay--throughput--jitter
#koneksi ke1
viii ABSTRACT
The development of computer networks now, began to shift from development wired network to a wireless network (wireless). This was the demands of the need access to information and data quickly and can be accessed anytime and anywhere. One model of the development of wireless networks is the type of ad hoc networks. One example of an ad hoc network are experiencing rapid growth now is the Mobile Ad Hoc Network (MANET).
This thesis presents the simulation result and performance analysis of reactive routing protocol Ad-hoc On Demand Vector (AODV) and Dynamic Routing Protocol (DSR). This analysis is based on average throughput, delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, and routing overhead by varying the number nodes and number connection. The simulation is performed using Network Simulation-2.
The results show that DSR outperforms parameters delay, jitter, packet delivery ratio, packet loss, and routing overhead than AODV for all scenarios with varying of the number of nodes and the number of connections. AODV outperforms for parameters throughput of all scenario varying number nodes and number connections.