ABSTRAK
Mobile ad hoc network (MANET) adalah sebuah jaringan wireless yang tidak memerlukan infrastruktur dalam pembentukannya. Pada penelitian ini penulis
menguji perbandingan unjuk kerja dari protokol routing proaktif (OLSR) terhadap
protokol routing reaktif (DSR) dengan menggunakan simulator OMNeT++. Metrik
unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan overhead ratio.
Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas yang area tetap
dengan jumlah node, kecepatan, dan jumlah koneksi UDP yang bertambah.
Hasil pengujian menunjukan protokol routing proaktif (OLSR) semakin baik
jika jumlah node dan koneksi ditambah karena selalu meng-update informasi
seluruh rute, terlihat dari hasil throughput dan delay. Sedangkan overhead ratio
menjadi sangat tinggi karena protokol routing proaktif (OLSR) lebih banyak
melakukan control message dibandingkan protokol routing reaktif (DSR).
Sedangkan protokol routing reaktif (DSR) tidak cocok pada kecepatan tinggi,
penambahan koneksi, dan jumlah node yang banyak karena membuat hasil
throughput rendah dan delay yang tinggi. Tetapi overhead ratio pada protokol routing reaktif (DSR) jauh lebih baik dari pada protokol routing proaktif (OLSR).
Kata Kunci: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay,
ABSTRACT
Mobile ad hoc network (MANET) is wireless mobile networks that require
communication infrastructure when delivery packet data. In this thesis we study the
performance evaluation of a proactive routing protocol, i.e. OLSR and a reactive
routing protocol i.e. DSR using OMNeT++ simulator. Performance compared to
throughput, delay, and overhead ratio. We evaluate the two protocols using several
different scenarios, and in each scenario we increase the number of node, speed and
the number of UDP connections, but at a constant simulation area size.
We for the record shows that proactive routing protocol (OLSR) can
outperform reactive routing protocol (DSR) if the number of node and connection
is increased because it always updates all route information, seen from the result of
throughput and delay. While overhead ratio becomes high because proactive
routing protocol (OLSR) does more control message than reactive routing protocol
(DSR). While reactive routing protocol (DSR) is not appropriate in high speed,
increasing connection, and many numbers of node because it results low throughput
and high delay. But overhead ratio in reactive routing protocol (DSR) is far better
than proactive routing protocol (OLSR).
Keywords: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay,
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)
PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika
Oleh: Tea Qaula Ferbia
115314043
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)
PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika
HALAMAN JUDUL
Oleh: Tea Qaula Ferbia
115314043
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PERFORMANCE COMPARISON OF A PROACTIVE ROUTING PROTOCOL (OLSR) AND A REACTIVE ROUTING PROTOCOL (DSR)
IN MOBILE AD HOC NETWORK
A THESIS
Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain Sarjana
Komputer Degree in Informatics Engineering Department
TITLE PAGE
By:
Tea Qaula Ferbia 115314043
INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
iii SKRIPSI
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)
PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC
Oleh: Tea Qaula Ferbia
115314043
Telah disetujui oleh:
Pembimbing,
iv SKRIPSI
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)
PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC
Dipersiapkan dan ditulis oleh: TEA QAULA FERBIA
NIM: 115314043
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 23 September 2015
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. …………. Sekretaris : Henricus Agung Hernawan, S.T., M.Kom. …………. Anggota : Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. ………….
Yogyakarta, September 2015 Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
v MOTTO
“I can do all things through Him who strengthens me”
vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa di dalam skripsi yang saya
tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 September 2015
Penulis
vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tea Qaula Ferbia
NIM : 115314043
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
PERBANDINGAN UNJUK KERJA PROTOKOL ROUTING PROAKTIF (OLSR) TERHADAP PROTOKOL ROUTING REAKTIF (DSR)
PADA JARINGAN BERGERAK AD HOC
Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 22 September 2015
Penulis
viii ABSTRAK
Mobile ad hoc network (MANET) adalah sebuah jaringan wireless yang tidak memerlukan infrastruktur dalam pembentukannya. Pada penelitian ini penulis
menguji perbandingan unjuk kerja dari protokol routing proaktif (OLSR) terhadap
protokol routing reaktif (DSR) dengan menggunakan simulator OMNeT++. Metrik
unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan overhead ratio.
Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas yang area tetap
dengan jumlah node, kecepatan, dan jumlah koneksi UDP yang bertambah.
Hasil pengujian menunjukan protokol routing proaktif (OLSR) semakin baik
jika jumlah node dan koneksi ditambah karena selalu meng-update informasi
seluruh rute, terlihat dari hasil throughput dan delay. Sedangkan overhead ratio
menjadi sangat tinggi karena protokol routing proaktif (OLSR) lebih banyak
melakukan control message dibandingkan protokol routing reaktif (DSR).
Sedangkan protokol routing reaktif (DSR) tidak cocok pada kecepatan tinggi,
penambahan koneksi, dan jumlah node yang banyak karena membuat hasil
throughput rendah dan delay yang tinggi. Tetapi overhead ratio pada protokol routing reaktif (DSR) jauh lebih baik dari pada protokol routing proaktif (OLSR).
ix ABSTRACT
Mobile ad hoc network (MANET) is wireless mobile networks that require
communication infrastructure when delivery packet data. In this thesis we study the
performance evaluation of a proactive routing protocol, i.e. OLSR and a reactive
routing protocol i.e. DSR using OMNeT++ simulator. Performance compared to
throughput, delay, and overhead ratio. We evaluate the two protocols using several
different scenarios, and in each scenario we increase the number of node, speed and
the number of UDP connections, but at a constant simulation area size.
We for the record shows that proactive routing protocol (OLSR) can
outperform reactive routing protocol (DSR) if the number of node and connection
is increased because it always updates all route information, seen from the result of
throughput and delay. While overhead ratio becomes high because proactive
routing protocol (OLSR) does more control message than reactive routing protocol
(DSR). While reactive routing protocol (DSR) is not appropriate in high speed,
increasing connection, and many numbers of node because it results low throughput
and high delay. But overhead ratio in reactive routing protocol (DSR) is far better
than proactive routing protocol (OLSR).
Keywords: Mobile ad hoc network, OLSR, DSR, simulator, throughtput, delay,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Perbandingan Unjuk Kerja Protokol Routing Proaktif (OLSR) terhadap Protokol Routing Reaktif (DSR) pada
Jaringan Bergerak Ad Hoc”. Tugas akhir ini merupakan salah satu mata kuliah
wajib dan sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana komputer
program studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis baik selama penelitian maupun saat
mengerjakan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan pertolongan dan kekuatan
dalam proses pembuatan tugas akhir.
2. Orang tua, Tri Mardjoko, S.Pd. dan Elvita Ani Widyatmi, serta keluarga yang
telah memberikan dukungan spiritual dan material.
3. Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing tugas
akhir, atas kesabaran dalam membimbing, memberikan semangat, waktu dan
saran yang telah diberikan kepada penulis.
4. JB. Budi Darmawan S.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas
bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
5. Dr. Anastasia Rita Widiarti, M.Kom. selaku Ketua Program Studi Teknik
Informatika, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada
penulis.
6. Paulina Heruningsih Prima Rosa S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Seluruh dosen Teknik Informatika atas ilmu yang telah diberikan semasa
xi
8. Mas Susilo selaku laboran Laboratorium Komputer Dasar dan Mas Danang
selaku laboran Laboratorium Jaringan Komputer Teknik Informatika, atas
bantuannya menyediakan tempat untuk mengerjakan tugas akhir.
9. Teman seperjuangan Ad Hoc (Acong, Ari, Ius, dan Drajat), teman-teman
Teknik Informatika (Bagus, Laura, Dio, Hilary, Rio, Kevin, dan teman-teman
lainnya), terimakasih atas dukungan semangat dan doanya.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan
tugas akhir ini. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk hasil yang lebih baik di
masa mendatang.
Penulis,
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
SKRIPSI ... iii
SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB I ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Metodologi Penelitian ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II ... 7
2.1 Jaringan Nirkabel (Wireless) ... 7
2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET) ... 8
2.1.2 Karakteristik Ad Hoc ... 9
2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc ... 9
2.1.4 Protokol Routing ... 10
2.2 Protokol Routing Proaktif ... 13
xiii
2.3 Protokol Routing Reaktif ... 15
2.3.1 Distance Vector Routing ... 16
2.4 Protokol Optimized Link State Protocol ... 16
2.4.1 Tahapan Kerja OLSR ... 18
2.4.2 Pemilihan MPR ... 20
2.4.3 Algoritma Pemilihan MPR ... 22
2.5 Protokol Dinamic Source Routing ... 23
2.5.1 Mekanisme Route Discovery ... 23
2.5.2 Mekanisme Route Maintenance ... 25
2.6 OMNeT++ ... 26
BAB III ... 28
3.1 Parameter Simulasi ... 28
3.2 Skenario Simulasi ... 29
3.3 Parameter Kinerja ... 30
3.4 Topologi Jaringan ... 32
BAB IV ... 34
4.1 OLSR ... 34
4.1.1 Throughput Jaringan ... 34
4.1.2 Delay Jaringan ... 35
4.1.3 Overhead Ratio Jaringan ... 37
4.2 DSR ... 38
4.2.1 Throughput Jaringan ... 38
4.2.2 Delay Jaringan ... 39
4.2.3 Overhead Ratio Jaringan ... 40
4.3 Perbandingan OLSR terhadap DSR ... 42
4.3.1 Throughput Jaringan ... 42
4.3.2 Delay Jaringan ... 44
4.3.3 Overhead Ratio Jaringan ... 46
4.4 Rekap Perbandingan OLSR terhadap DSR ... 49
BAB V ... 50
xiv
5.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN ... 54
A. Listing Program ... 54
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Parameter-parameter Jaringan ... 28
Tabel 3.2 Skenario dasar OLSR dan DSR ... 29
Tabel 3.3 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5 mps OLSR dan DSR ... 29
Tabel 3.4 Skenario dengan pertambahan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR ... 29
Tabel 3.5 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5mps dan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR ... 30
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 34
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 35
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR ... 37
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 38
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 39
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR ... 40
Tabel 4.7 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42
Tabel 4.8 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42
Tabel 4.9 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 44
Tabel 4.10 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 45
xvi
Tabel 4.12 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 47
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jaringan Nirkabel Berbasis Infrastruktur. ... 8
Gambar 2.2 Jaringan MANET ... 8
Gambar 2.3 Kategori MANET ... 13
Gambar 2.4 Link Sensing. ... 18
Gambar 2.5 MPR Selection... 19
Gambar 2.6 Perbandingan Sistem Broadcast. ... 21
Gambar 2.7 Algoritma Pemilihan MPR. ... 23
Gambar 2.8 Route Discovery. ... 24
Gambar 3.1 Snapshoot Jaringan 30 Node yang pada t = n ... 32
Gambar 3.2 Snapshoot Jaringan 30 Node yang pada t= n +1 ... 33
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan OLSR ... 35
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan OLSR ... 36
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan OLSR . 37 Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan DSR ... 39
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan DSR ... 40
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan DSR ... 41
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 42
Gambar 4.8 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 43
xviii
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 45
Gambar 4.11 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan ... 47
Gambar 4.12 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
1 1. BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan jaringan komputer saat ini mulai bergeser dari
perkembangan jaringan kabel (wired network) ke jaringan nirkabel
(wireless). Wireless merupakan salah satu teknologi jaringan yang
menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi. Topologi pada
jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu topologi nirkabel berbasis
infrastruktur dan topologi nirkabel tanpa memerlukan infrastruktur yang
disebut Mobile Ad Hoc Network (MANET). Dalam MANET ini setiap node
dalam jaringan dapat bertindak sebagai penyedia router (relay) untuk
penghubung dengan node yang lain, sehingga semua node pada jaringan
bertanggungjawab dalam proses komunikasi dan transportasi data [1].
Jaringan MANET bersifat sementara sehingga tidak memerlukan
instalasi seperti pada jaringan berbasis infrastruktur. Beberapa contoh
penerapan jaringan MANET antara lain pembangunan komunikasi
pusat-pusat komunikasi di daerah bencana alam yang mengalami kerusakan
prasarana jaringan komunikasi fisik, sarana koneksi internet pada booth
suatu event yang tidak dimungkinkan untuk membangun jaringan kabel atau
ketidaktersediaan layanan jaringan [2].
Dalam jaringan MANET, node-node begerak secara dinamis dan
dengan cepat dan tidak dapat diprediksi menyebabkan perubahan topologi
jaringan sesuai dengan kondisi yang ada. Diperlukan suatu protokol
komunikasi agar beberapa node atau user dapat saling berkomunikasi, salah
satunya adalah protokol routing [3]. Pada MANET protokol routing yang
digunakan ada 3 macam, yaitu Table-Driven routing protocols (proactive),
On-Demand routing protocols (reactive) dan gabungan dari keduannya yaitu Hybrid.
Protokol routing proaktif melakukan pemeliharaan terhadap
informasi routing melalui routing-table dan melakukan update secara
berkala sesuai dengan perubahan topologi. Maka informasi tentang topologi
jaringan tetap up-to-date. Namun, metode ini tidak cocok untuk
diimplementasikan pada jaringan dengan area besar dimana setiap node
harus selalu melakukan update seiring dengan penambahan node baru
dalam jaringan. [1] Hal ini akan menimbulkan overhead pada routing-table,
yang berlanjut pada konsumsi bandwidth yang sangat besar.
Di sisi lain, protokol routing reaktif hanya mencari route jika
dibutuhkan oleh suatu node untuk melakukan pengiriman paket data ke
tujuan. Protokol akan membangun koneksi apabila node membutuhkan
route dalam mentransmisikan dan menerima paket data. Maka tidak terlalu menimbulkan konsumsi bandwidth yang terlalu besar. Namun, waktu
pembentukan koneksi (setup time) akan lebih besar daripada protokol
Kedua protokol routing tersebut memiliki mekanisme yang berbeda
dalam proses routing sehingga diperlukan studi untuk mengetahui
perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif terhadap protokol
routing reaktif. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif terhadap
protokol routing reaktif di jaringan MANET. Untuk protokol routing
proaktif menggunakan protokol OLSR, sedangkan protokol routing reaktif
menggunakan protokol DSR.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang
didapat adalah membandingkan unjuk kerja protokol routing proaktif
(OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) pada MANET.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui kelebihan dan
kelemahan protokol routing proaktif (OLSR) dan protokol routing reaktif
(DSR) yang diukur dengan metrik unjuk kerja, yaitu throughput, delay, dan
overhead ratio. 1.4Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Protokol routing proaktif yang digunakan adalah protokol OLSR.
2. Protokol routing reaktif yang digunakan adalah protokol DSR.
4. Metrik unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, dan
overhead ratio. 1.5Metodologi Penelitian
Adapun metodologi dan langkah-langkah yang digunakan dalam
pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur.
Mengumpulkan berbagai macam referensi dan mempelajari teori yang
mendukung penulisan tugas akhir, seperti:
a. Teori MANET
b. Teori protokol OLSR dan DSR
c. Teori throughput, delay, dan overhead ratio.
d. Teori Omnet++.
e. Tahap-tahap dalam membangun simulasi.
2. Perancangan.
Dalam tahap ini penulis merancang skenario sebagai berikut:
a. Luas jaringan tetap.
b. Penambahan dalam jumlah node.
c. Penambahan dalam kecepatan node.
d. Penambahan dalam jumlah koneksi UDP.
3. Pembangunan Simulasi dan pengumpulan data.
Simulasi jaringan MANET pada tugas akhir ini menggunakan Omnet++.
Dalam tahap ini penulis menganalisa hasil pengukuran yang diperoleh
pada proses simulasi. Analisa dihasilkan dengan melakukan pengamatan
dari beberapa kali pengukuran yang menggunakan parameter simulasi
yang berbeda.
5. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan pada beberapa performance metric
yang diperoleh pada proses analisis data.
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab
dengan susunan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan
masalah, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bagian ini menjelaskan mengenai teori yang berkaitan dengan
judul/masalah di tugas akhir.
BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN Bab ini berisi perencanaan simulasi jaringan.
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi pelaksanaan simulasi dan hasil analisis data simulasi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi beberapa kesimpulan yang didapat dan saran-saran
7 2. BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Jaringan Nirkabel (Wireless)
Jaringan wireless atau nirkabel merupakan salah satu teknologi
jaringan yang menggunakan udara sebagai perantara untuk berkomunikasi.
Jaringan wireless menggunakan standart Institute of Electrical and
Electronics Engineers 802.11 atau IEEE 802.11. IEEE merupakan organisasi yang mengatur standart mengenai teknologi wireless. Frekuensi
kerja jaringan wireless adalah 2,4 GHz, 3,7 GHz dan 5GHz.
Topologi pada jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu
topologi nirkabel dengan berbasis infrastruktur (access point) dan topologi
nirkabel tanpa memanfaatkan infrastruktur. [1] Jaringan wireless
infrastruktur kebanyakan digunakan untuk memperluas jaringan LAN atau
untuk berbagi jaringan agar dapat terkoneksi ke internet. Untuk membangun
jaringan infrastruktur diperlukan sebuah perangkat yaitu wireless access
point untuk menghubungkan client yang terhubung dan manajemen jaringan wireless. Jaringan wireless dengan mode ad-hoc tidak membutuhkan perangkat tambahan seperti access point, yang dibutuhkan hanyalah
Gambar 2.1 Jaringan Nirkabel Berbasis Infrastruktur.
Gambar 2.2 Jaringan MANET
2.1.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET)
Mobile Ad hoc Network (MANET) adalah sebuah jaringan nirkabel yang terdiri dari beberapa node yang tidak memerlukan
infrastruktur. Setiap node atau user pada jaringan ini bersifat mobile.
Setiap node dalam jaringan dapat berperan sebagai host dan router
yang berfungsi sebagai penghubung antara node yang satu dengan
node yang lainnya.
MANET melakukan komunikasi secara peer to peer
menggunakan routing dengan cara multihop. Informasi yang akan
dikirimkan disimpan dahulu dan diteruskan ke node tujuan melalui
bergerak, maka perubahan topologi harus diketahui oleh setiap node.
[2]
2.1.2 Karakteristik Ad Hoc
Beberapa karakteristik dari jaringan ini adalah:
a.
Otonomi dan tanpa infrastruktur, MANET tidak bergantungkepada infrastruktur atau bersifat terpusat. Setiap node
berkomunikasi secara distribusi peer-to-peer.
b. Topologi jaringan bersifat dinamis, artinya setiap node dapat
bergerak bebas (random mobility) dan tidak dapat diprediksi.
c. Scalability, artinya MANET bersifat tidak tetap atau jumlah node berbeda di tiap daerah.
d. Sumber daya yang terbatas, baterai yang dibawa oleh setiap
mobile node mempunyai daya terbatas, kemampuan untuk
memproses terbatas, yang pada akhirnya akan membatasi layanan
dan aplikasi yang didukung oleh setiap node.
2.1.3 Aplikasi Jaringan Ad Hoc
Karakteristik jaringan ad hoc yang dinamis membuat jaringan
ini dapat diaplikasikan di berbagai tempat. Selain itu tidak diperlukan
adanya infrastruktur, membuat jaringan ini dapat dibentuk dalam
situasi apapun. Beberapa contoh aplikasi jaringan ad hoc adalah untuk
operasi militer, keperluan komersial, dan untuk membuat personal
Pada operasi militer, jaringan ad hoc digunakan untuk
mempermudah akses informasi antar personil militer. Jaringan ini
juga dapat digunakan pada situasi yang sifatnya darurat misalnya
banjir atau gempa bumi, atau dapat juga digunakan untuk sebuah acara
seperti konser musik. Untuk jarak yang pendek atau kurang dari 10
meter komunikasi secara ad hoc dapat terjalin pada berbagai macam
perangkat seperti telepon seluler dan laptop.
2.1.4 Protokol Routing
Jaringan MANET adalah sekumpulan node yang dapat
bergerak (mobile node) yang didalamnya terdapat kemampuan untuk
berkomunikasi secara wireless dan juga dapat mengakses jaringan.
Perangkat tersebut dapat berkomunikasi dengan node yang lain
selama masih berada dalam jangkauan perangkat radio. Node yang
bersifat sebagai penghubung digunakan untuk meneruskan paket dari
sumber ke tujuan [3].
Sebuah jaringan wireless akan mengorganisir dirinya sendiri
dan beradaptasi dengan sekitarnya. Ini berarti jaringan tersebut dapat
terbentuk tanpa sistem administrasi. Perangkat pada jaringan ini harus
mampu mendeteksi keberadaan perangkat lain untuk melakukan
komunikasi dan berbagi informasi.
Routing merupakan perpindahan informasi di seluruh jaringan dari node sumber ke node tujuan dengan minimal satu node yang
jaringan). Routing dibagi menjadi 2 komponen penting yaitu protokol
routing dan algoritma routing. Protokol routing berfungsi untuk menentukan bagaimana node berkomunikasi dengan node yang
lainnya dan menyebarkan informasi yang memungkinkan node
sumber untuk memilih rute yang optimal ke node tujuan dalam sebuah
jaringan komputer. Protokol routing menyebarkan informasi pertama
kali kepada node tetangganya, kemudian ke seluruh jaringan.
Sedangkan algoritma routing berfungsi untuk menghitung secara
matematis jalur yang optimal berdasarkan informasi routing yang
dipunyai oleh suatu node.
Untuk memudahkan komunikasi dalam jaringan, maka
dibutuhkan protokol routing untuk menentukan jalur antar node.
Tujuan utama dari protokol routing pada jaringan ad-hoc adalah jalur
yang tepat dan efisien antara 2 node sehingga paket data dapat dikirim
tepat waktu. Protokol routing pada jaringan ad-hoc merupakan
standart yang mengontrol bagaimana node yang ada dalam sebuah
jaringan untuk menyetujui tentang cara dalam mengirimkan paket
antar mobile node dalam MANET. Dalam jaringan ad-hoc, node tidak
mempunyai pengetahuan mengenai topologi jaringan disekitar
mereka, oleh karena itu node harus mendapatkan pengetahuan itu. Ide
dasarnya adalah bahwa suatu node baru harus memberi tahu
kehadirannya dan node yang lain mendengarkan pemberitahuan dari
node baru, cara untuk mencapai node baru, dan memberi tahu bahwa node baru dapat mencapai node tersebut. Seiring waktu, setiap node akan tahu tentang semua node yang lain dan satu atau lebih cara untuk
dapat mencapainya.
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai algoritma routing:
a. Menjaga jumlah control paket seminimal mungkin.
b. Menentukan jalur yang terpendek untuk setiap tujuan (cepat,
handal, delay rendah, dan efisien).
c. Menjaga tabel untuk selalu up-to-date ketika terjadi perubahan
topologi.
d. Waktu konvergen yang cepat.
Sejak munculnya jaringan paket radio DARPA pada awal
tahun 1970-an, berbagai protokol telah dikembangkan untuk
MANET. Protokol tersebut harus mampu mengatasi segala
keterbatasan pada MANET yang meliputi konsumsi daya yang tinggi,
bandwith yang rendah dan error rate yang besar.
Protokol routing pada jaringan ad hoc setidaknya harus
memiliki kemampuan yang sifatnya dasar pada jaringan tersebut yaitu
protokol tersebut harus mampu beradaptasi secara dinamis terhadap
perubahan topologi jaringan. Hal ini diimplementasikan dengan
terknik perencanaan untuk menelusuri perubahan topologi jaringan
dan menemukan rute yang baru ketika rute yang lama telah expired
Berdasarkan konsep routing dan beberapa pertimbangan untuk
kondisi jaringan ad hoc maka protokol routing pada jaringan ad hoc
dibagi menjadi tiga kategori yaitu: [5]
a. Table Driven Routing Protocol (Protokol Routing Proaktif) b. On Demand Routing Protocol (Protokol Routing Reaktif) c. Hybrid Routing Protocol
Gambar 2.3 Kategori MANET
2.2Protokol Routing Proaktif
Protokol routing proaktif, masing-masing node akan memiliki
routing table yang lengkap, dalam artian sebuah node akan mengetahui semua rute ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut. Setiap node
akan meng-update tabel routing yang dimilikinya secara periodik sehingga
perubahan topologi jaringan dapat diketahui setiap interval waktu tersebut.
Node terus menerus mencari informasi routing dalam jaringan, sehingga ketika dibutuhkan route tersebut sudah tersedia.
Dalam protokol routing proaktif diperlukan setiap mobile node
MANET, yang kemungkinan besar melampaui kebutuhan setiap node dan
dengan demikian routing overhead yang digunakan untuk membentuk
jaringan seperti unrequired route akan terbuang percuma. Karena
bandwidth adalah sumber daya yang langka dalam MANET, maka keterbatasan yang disebabkan oleh protokol routing proaktif ini
menyebabkan protokol kategori ini kurang menarik jika dibandingkan
dengan protokol routing reaktif jika melihat keterbatasan bandwidth di
lingkungan MANET. [6]
Jenis routing yang digunakan oleh protokol routing proaktif adalah
link state routing protocol. 2.2.1 Link State Routing
Klasifikasi:
Setiap node dimulai dengan menemukan tetangganya.
Setiap node menghasilkan iklan link state (LSA) yang
didistribusikan ke semua node LSA = (link id, keadaan link, cost,
tetangga link).
Setiap node memelihara sebuah database semua LSA diterima
(database topologi atau link database state), yang menggambarkan jaringan memiliki grafik dengan tertimbang di
ujung-ujungnya.
Hasilnya semua node memiliki topologi yang lengkap, informasi
Setiap router menggunakan database link state untuk
menjalankan algoritma jalur terpendek.
Algoritma Dijkstra untuk menghasilkan jalur terpendek ke setiap
node jaringan. 2.3Protokol Routing Reaktif
Protokol routing reaktif, proses pencarian rute hanya akan dilakukan
ketika dibutuhkan komunikasi antara node sumber dengan node tujuan.
Dalam artian jalur routing di cari ketika dibutuhkan. Jadi routing table yang
dimiliki oleh sebuah node berisi informasi rute ke node tujuan saja.
Pada protokol routing reaktif seperti DSR, AODV, TORA, ABR, dll,
pada dasarnya protokol tersebut memanfaatkan metode broadcast untuk
route discovery. Protokol tersebut berbeda dalam format paket routing, struktur data yang dipelihara oleh setiap node, berbagai optimasi yang
diterapkan dalam route discovery dan juga pendekatan dalam maintaining
route.
Dalam metode berbasis broadcast, ketika sebuah node pengirim
ingin mengirim paket data ke node tujuan, dan tidak memiliki route yang
valid ke node tujuan maka node tersebut akan melakukan broadcast paket route request ke tetangganya. Kemudian akan diteruskan ke tetangga yang lain sampai menemukan node tujuan. Setiap node menerima broadcast
paket route request hanya sekali dan membuang route request yang sama
discovery di dalam jaringan dengan paket route request yang biasa disebut Flooding Method.[6]
Jenis routing yang digunakan oleh protokol routing reaktif adalah
distance vector routing.
2.3.1 Distance Vector Routing Klasifikasi:
Setiap node dimulai dengan hanya mengetahui tentang cost yang
melekat langsung pada link.
Melalui proses perhitungan yang berulang dan pertukaran
informasi dengan tetangga, tabel routing dibangun untuk semua
tujuan (hop berikutnya dan jarak ke tujuan).
Hasilnya setiap node hanya memiliki informasi tentang hop
berikutnya untuk mencapai tujuan.
Contoh: RIP (Routing Information Protocol) menggunakan
algoritma Bellman-Ford untuk mendistribusikan.
2.4Protokol Optimized Link State Protocol
OLSR (Optimized Link State Protocol) merupakan salah satu jenis
dari protokol routing proaktif yang biasa digunakan dalam jaringan ad hoc.
Protokol ini melakukan pertukaran pesan secara periodik dalam rangka
menjaga informasi topologi jaringan yang ada pada setiap node [7].
Protokol OLSR mewarisi sifat kestabilan dari link state algorithm.
Berdasarkan sifat proaktifnya, protokol ini dapat menyediakan rute dengan
setiap node tetangga akan dideklarasikan dan dibanjiri dengan paket
informasi yang akan memenuhi seluruh jaringan. OLSR merupakan sebuah
optimasi dari link state protocol yang biasa digunakan dalam mobile ad hoc
network (MANET). [7]
Langkah pertama dari optimasi tersebut adalah mengurangi ukuran
dari paket kontrol, dari pada membanjiri paket kontrol tersebut pada setiap
jalur, OLSR lebih memilih sejumlah jalur dengan node tetangga yang
disebut dengan multipoint relay selector. Langkah kedua, OLSR
meminimalisir pembanjiran paket kontrol pada jaringan dengan
menggunakan MPR untuk menghantarkan paket-paket tersebut. Teknik ini
akan mengurangi secara signifikan jumlah dari transmisi ulang yang akan
membanjiri jaringan dengan prosedur broadcast.
Protokol OLSR dirancang untuk dapat bekerja pada kondisi yang
terdistibusi atau selalu bergerak serta tidak memerlukan adanya pengaturan
secara terpusat. Selain itu OLSR juga tidak memerlukan transmisi yang
bagus dalam mengirimkan paket-paket kontrolnya. Setiap node
mengirimkan paket kontrolnya masing-masing secara periodik sehingga
dapat mentoleransi terjadinya loss dari beberapa paket pada saat-saat
tertentu akibat dari tubrukan data ataupun akibat gangguan transmisi
lainnya. Setiap paket kontrol yang dikirimkan akan diberikan sequence
OLSR menggunakan multihop routing dimana setiap node
menggunakan informasi routing terbaru yang ada pada node tersebut dalam
mengantarkan sebuah paket informasi. Sehingga, walaupun sebuah node
bergerak ataupun berpindah tempat maka pesan yang dikirimkan padanya
akan tetap dapat diterima. [7]
2.4.1 Tahapan Kerja OLSR
Secara umum langkah-langka kerja dalam OLSR dapat
diurutkan sebagai berikut [8]:
a. Link Sensing (Pendeteksian hubungan).
Link Sensing dilakukan dengan mengirimkan pesan HELLO secara periodik dan berkesinambungan. Hasil dari link sensing
adalah local link set yang menyimpan informasi hubungan antara
interface yang ada pada node tersebut dengan node-node tetangga.
Gambar 2.4 Link Sensing.
Node pengirim pesan HELLO akan menerima informasi alamat-alamat dari node-node tetangganya beserta link
status-nya.
c. MPR selection
MPR selection (pemilihan MPR). Melalui pesan HELLO
node utama akan menentukan sejumlah node tetangga untuk dipilih sebagai multipoint relay (MPR) yang bertugas
meneruskan paket-paket kontrol ke dalam jaringan.
Gambar 2.5 MPR Selection.
d. Pengiriman TC (Topology Control) Messages.
TC Messages dikirimkan untuk memberikan informasi
routing kepada setiap node yang ada pada jaringan yang akan
digunakan untuk penentuan jalur.
e. Route calculation (penghitungan jalur).
Berdasarkan informasi rute yang didapat dari paket-paket
kontrol seperti HELLO dan TC maka setiap node akan memiliki
dipakai mengirimkan data ke node-node lainnya yang ada pada
jaringan.
2.4.2 Pemilihan MPR
Tujuan dari penggunaan Multipoint Relay (MPR) adalah
meminimalisir penggunaan overhead yang pesan broadcast pada
jaringan dengan cara mengurangi retransmisi (pentransmisian ulang)
pada daerah yang sama [7]. Setiap node pada jaringan akan memilih
sejumlah node tetangga 1-hop nya yang bersifat simetris yang akan
melakukan transmisi ulang pesan-pesannya. Sejumlah node tetangga
tersebutlah yang disebut dengan MPR. Setiap node tetangga yang
tidak terpilih menjadi MPR tetap akan menerima dan memproses
pesan broadcast namun tidak akan meneruskan atau mengirimkan
kembali pesan-pesan tersebut.
Pemilihan node-node untuk dijadikan MPR selain harus
bersifat simetris juga harus sedemikian rupa dapat menjangkau
sejumlah node tetangga 2-hop. Makin sedikit jumlah MPR maka
makin sedikit penggunaan control traffic overhead yang digunakan
dalam protokol routing. Perbandingan kinerja pengiriman paket untuk
OLSR dan link state protocol pada umumnya digambarkan pada
Gambar 2.6 Perbandingan Sistem Broadcast.
Setiap node akan menyimpan informasi tentang node-node
tetangga yang telah dipilihnya sebagi MPR dalam sebuah “MPR set” yang berisi alamat-alamat node MPR tersebut. Selain itu setiap node
juga akan menyimpan informasi tentang siapa-siapa saja yang telah
memilihnya sebagai MPR. Informasi tersebut disimpan dalam “MPR
Selector Set” [8]. MPR set harus dihitung oleh node, melalui node tetangga pada MPR set sehingga node dapat menjangkau semua node
simetris tetangga 2-hop. MPR set akan dihitung ulang jika terjadi
perubahan pada hubungan simetris node tetangga 1-hop atau
hubungan simetris node tetangga 2-hop. MPR akan dihitung pada
setiap interface.
Setiap node melakukan broadcast ke daftar node
tetangganya 1 hop secara berkala dengan menggunakan pesan
HELLO. Berdasarkan broadcast ini, setiap node memilih subset node
tetangga 2 hop. Subset node yang terpilih ini lalu dijadikan node MPR.
Node MPR melakukan broadcast pesan topology control (TC) setiap interval TC untuk menginformasikan link state. Pesan TC berisi daftar node tetangga 1 hop yang terpilih sebagai MPR. Hanya MPR yang dapat meneruskan pesan TC. Pesan TC digunakan untuk perhitungan
tabel routing.
2.4.3 Algoritma Pemilihan MPR
Langkah-langkah pemilihan MPR dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Setiap node melakukan broadcast ke daftar node tetangganya 1
hop secara berkala dengan menggunakan hello messages.
b. Berdasarkan broadcast ini, setiap node memilih subset node
tetangga 1 hop yang terkecil yang bisa menjangkau semua node
tetangga 2 hop. Subset node yang terpilih ini lalu dijadikan node
MPR.
c. Node MPR melakukan broadcast topology control (TC) messages setiap interval TC untuk menginformasikan link state.
- TC messages berisi daftar node tetangga 1 hop yang terpilih
sebagai MPR.
- Hanya MPR yang dapat meneruskan TC messages.
Gambar 2.7 Algoritma Pemilihan MPR.
2.5Protokol Dinamic Source Routing
Dynamic Source Routing termasuk dalam kategori protokol routing reaktif karena algoritma routing ini menggunakan mekanisme source
routing. Protokol ini terdiri dari dua mekanisme utama, route discovery dan route maintenance. DSR membentuk route on demand menggunakan source routing bukan routing table pada intermediate device. Protokol ini benar-benar berdasarkan source routing dimana semua informasi routing
dipertahankan (terus diperbarui) pada mobile node. [5]
2.5.1 Mekanisme Route Discovery
Route discovery adalah suatu mekanisme pada DSR yang berfungsi untuk mengirimkan paket data ke tujuan yang belum
diketahui rutenya. Sehingga sumber mengirim route request (RREQ).
atau control message ke setiap node pada jaringan untuk mencari rute
ke tujuan. RREQ akan menyebar ke seluruh node dalam jaringan.
Tiap node akan mengirim paket RREQ ke node lain kecuali
node tujuan. Kemudian node-node yang menerima RREQ akan mengirim paket route reply (RREP) ke node yang mengirim RREQ
tadi. Setelah rute ditemukan node sumber mulai mengirim paket data.
Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi dari mekanisme kerja Route
Discovery.
2.5.2 Mekanisme Route Maintenance
Route maintenance terjadi jika terdapat kesalahan dalam pengiriman paket dan adanya notifikasi dari node lain. Hal ini terjadi
ketika data link layer menemukan masalah yang fatal. Sumber akan
selalu terganggu ketika ada jalur yang terpotong. Ketika ada sebuah
kesalahan paket yang diterima hop yang ada dalam cache route
dihapus dan semua route yang memiliki hop tersebut akan dipotong
pada saat itu juga. Selain untuk memberitahukan pesan kesalahan,
notifikasi juga digunakan untuk memverifikasi operasi yang benar
dari link route.
Keuntungan penggunaan DSR ini adalah node perantara tidak
perlu memelihara secara up to date informasi routing pada saat
melewatkan paket, karena setiap paket selalu berisi informasi routing
di dalam headernya. Routing jenis ini juga menghilangkan juga proses
periodic route advertisement dan neighbor detection yang dijalankan oleh routing ad hoc lainnya. Dibandingkan dengan on demand routing
lainnya DSR memiliki kinerja yang paling baik dalam hal throughput,
routing overhead (pada paket) dan rata-rata panjang path, akan tetapi DSR memiliki delay waktu yang buruk bagi proses untuk pencarian
route baru. [3]
Protokol ini menggunakan pendekatan reactive sehingga
menghilangkan kebutuhan untuk membanjiri jaringan untuk
Node intermediate juga memanfaatkan route cache secara efisien untuk mengurangi kontrol overhead.
Kerugian dari routing ini adalah mekanisme route
maintenance tidak dapat memperbaiki link yang rusak atau down. Informasi route cache yang kadaluwarsa juga bisa mengakibatkan
inkonsistensi selama fase rekonstruksi route. Penggunaan routing ini
akan sangat optimal pada jumlah node yang kecil atau kurang dari 200
node. Untuk jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan collision antar paket dan menyebabkan bertambahnya delay waktu pada saat
akan membangun koneksi baru. [10]
2.6OMNeT++
OMNeT++ adalah extensible, modular, komponen kerangka dan
library simulasi berbasis C++, paling utama digunakan untuk simulator membangun jaringan. Jaringan yang dimaksud dalam arti yang luas
mencakup jaringan komunikasi kabel dan nirkabel, jaringan on-chip, antrian
jaringan, dan sebagainya. Fungsi spesifik dari OMNeT++ adalah
mendukung jaringan sensor, jaringan ad-hoc nirkabel, protokol internet,
pemodelan kinerja, jaringan fotonik, dan lain lain yang disediakan oleh
kerangka model yang dikembangkan sebagai proyek independen.
OMNeT++ menyediakan komponen arsitektur sebagai modelnya.
Komponen (modul) diprogram dalam bahasa C++, kemudian dirakit
menjadi komponen yang lebih besar dan dimodelkan menggunakan bahasa
OMNeT++ memiliki dukungan GUI yang luas, dan karena arsitektur
OMNeT++ modular, kernel simulasi (dan model) dapat tertanam dengan
mudah ke dalam aplikasi kita.
OMNeT++ bukan simulator jaringan saja, namun untuk saat ini
OMNeT++ lebih dikenal luas sebagai platform simulasi jaringan dalam
komunitas ilmiah serta dalam pengaturan industri, dan membangun sebuah
komunitas pengguna yang besar. OMNET++ menawarkan IDE berbasis
Eclipse, lingkungan graphical runtime, dan sejumlah alat-alat lain. Ada
ekstensi untuk real-time simulasi, emulasi jaringan, bahasa pemrograman
alternatif (Java, C#), integrasi database, integrasi SystemC, dan beberapa
fungsi lainnya. OMNeT++ dirilis dengan full source code, dan bebas untuk
digunakan, dimodifikasi dan didistribusikan di lembaga-lembaga akademik
dan pendidikan di bawah lisensi sendiri (Academic Public License).
Komponen OMNeT++ :
a. Simulation kernel library
b. NED topology description language
c. OMNeT++ IDE berbasis Eclipse
d. Tampilan pengguna untuk eksekusi simulasi dan link ke simulation
executable (Tkenv)
e. Tampilan pengguna berupa baris perintah untuk eksekusi simulasi
(Cmdenv)
28 3. BAB III
PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN
3.1Parameter Simulasi
Pada penelitian ini sudah ditentukan parameter-parameter jaringan.
Parameter-parameter jaringan ini bersifat konstan dan akan dipakai terus
pada setiap pengujian yang dilakukan. Parameter-parameter simulasi
jaringan yang dimaksud adalah:
Tabel 3.1 Parameter-parameter Jaringan
Parameter Nilai
Luas Area Jaringan 1000x1000 m2
Jumlah Node 30, 40, dan 50
Kecepatan Node 2 dan 5 mps
Banyak Koneksi 1 dan 3 UDP
Waktu Simulasi 1000s
Pola Penyebaran Node Random Way Point
Traffic Source UDP
3.2Skenario Simulasi
Jaringan MANET merupakan jaringan lokal wireless yang bersifat
dinamis. Beberapa skenario yang digunakan untuk analisis perbandingan
unjuk kerja protokol routing proaktif (OLSR) terhadap protokol routing
reaktif (DSR) adalah sebagai berikut.
Dalam pembentukan skenario dasar, pertama-tama dibentuk
jaringan dengan luas area 1000x1000 m2, kecepatan 2 mps, 1 koneksi UDP,
30 node, 40 node, dan 50 node dengan node mobility random way point.
Tabel 3.2 Skenario dasar OLSR dan DSR
Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP
a 1000x1000 30 2 1
b 1000x1000 40 2 1
c 1000x1000 50 2 1
Skenario selanjutnya menambah kecepatan menjadi 5 mps.
Tabel 3.3 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5 mps OLSR dan DSR
Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP
a 1000x1000 30 5 1
b 1000x1000 40 5 1
c 1000x1000 50 5 1
Skenario selanjutnya menambah koneksi UDP menjadi 3 koneksi
UDP.
Tabel 3.4 Skenario dengan pertambahan 3 koneksi UDP OLSR dan DSR
Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP
a 1000x1000 30 2 3
b 1000x1000 40 2 3
Skenario yang terakhir menambah kecepatan menjadi 5 mps dan
koneksi UDP menjadi 3 koneksi UDP.
Tabel 3.5 Skenario dengan pertambahan kecepatan 5mps dan 3 koneksi
UDP OLSR dan DSR
Luas Area (m2) Node Kecepatan (mps) Koneksi UDP
a 1000x1000 30 5 3
b 1000x1000 40 5 3
c 1000x1000 50 5 3
Setiap skenario pengujian akan diulangi sebanyak 2 kali. Hasil dari
pengujian tersebut akan diambil rata-ratanya dan ditampilkan ke dalam
sebuah tabel dan grafik.
3.3Parameter Kinerja
Tiga parameter yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah:
a. Throughput jaringan
Throughput adalah jumlah bit data yang diterima oleh node tujuan per satuan waktu (biasanya detik). Biasanya throughput selalu
dikaitkan dengan bandwidth [4]. Karena throughput memang bisa
disebut sebagai bandwidth dalam kondisi yang sebenarnya. Bandwidth
lebih bersifat tetap, sementara throughput sifatnya dinamis tergantung
trafik yang sedang terjadi. Throughput mempunyai satuan bps (bit per
second).
protokol routing tersebut. Karena itu throughput dijadikan sebagai
indikator untuk mengukur performansi dari sebuah protokol.
Rumus untuk menghitung throughput adalah :
Throughput= r w y r
w r
b. Delay jaringan
Delay yang dimaksud adalah end to end delay. End to end delay adalah waktu yang dibutuhkan paket dalam jaringan dari saat paket
dikirim sampai diterima oleh node tujuan. Delay merupakan suatu
indikator yang cukup penting untuk perbandingan protokol routing,
karena besarnya sebuah delay dapat memperlambat kinerja dari
protokol routing tersebut. [11]
Rumus untuk menghitung delay :
Delay = �
y r
c. Overhead Ratio
Overhead ratio adalah ratio antara banyaknya jumlah control message oleh protokol routing dibagi dengan jumlah paket (bit) yang diterima. Jika nilai overhead ratio rendah maka dapat dikatakan bahwa
protokol routing tersebut memiliki kinerja yang cukup baik dalam hal
pengiriman paket.
Rumus untuk menghitung overhead ratio :
Overhead Ratio = ℎ � r
3.4Topologi Jaringan
Bentuk topologi dari jaringan ad hoc tidak dapat diramalkan karena
itu topologi jaringan ini dibuat secara random. Hasil dari simulasi baik itu
posisi node, pergerakan node dan juga koneksi yang terjadi tentunya tidak
akan sama dengan topologi yang sudah direncanakan [3].
Berikut adalah bentuk snapshoot jaringan yang akan dibuat dengan
node 30, terlihat perbedaan letak node pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.
34 4. BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Untuk melakukan perbandingan unjuk kerja protokol routing proaktif
(OLSR) terhadap protokol routing reaktif (DSR) ini maka akan dilakukan seperti
pada tahap skenario perencanaan simulasi jaringan pada Bab 3. Hasil dari simulasi
dapat ditemukan pada file *.anf pada program OMNeT++.
4.1OLSR
4.1.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR
Jumlah Jumlah Hasil Throughput (bit/s) Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps 1 UDP
30 node 8301,7 8223,9 40 node 8325,6 8240,3 50 node 8381,2 8261,4
3 UDP
30 node 8274,7 7845,9 40 node 8317,7 8014,1 50 node 8365,1 8177,2
Gambar 4.1 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan menurunkan
throughput UDP pada simulasi ini, tetapi penurunan terjadi lebih besar pada skenario 3-Koneksi-UDP. Hal ini terjadi karena beban paket data di jaringan
bertambah dan semakin cepat topologi di jaringan berubah akan membutuhkan
jumlah control message / update yang lebih banyak. Sedangkan penambahan
semakin padat dan MPR bekerja lebih baik / efektif maka jalur antar node
peluang terputus menjadi semakin kecil.
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
OLSR
4.1.2 Delay Jaringan
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR
Jumlah Jumlah Hasil Delay (ms) Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps 1 UDP
30 node 0,692 0,755
40 node 0,558 0,735
50 node 0,536 0,655
3 UDP
30 node 0,828 0,969
40 node 0,737 0,773
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan OLSR
Gambar 4.2 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan
meningkatkan delay pada simulasi ini. Hal ini terjadi karena semakin cepat
topologi di jaringan berubah sehingga membutuhkan jumlah control message /
4.1.3 Overhead Ratio Jaringan
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada OLSR
Jumlah Jumlah Hasil Overhead Ratio Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps 1 UDP
30 node 57,53 65,24
40 node 128,83 140,88 50 node 223,09 262,77
3 UDP
30 node 20,01 21,33
40 node 42,80 44,90
50 node 75,32 83,50
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan
OLSR
Gambar 4.3 menunjukan bahwa skenario 3-Koneksi-UDP lebih efisien
dibandingkan dengan skenario 1-Koneksi-UDP. Overhead ratio di skenario
1-Koneksi-UDP. Hal ini terjadi karena OLSR merupakan protokol routing proaktif yang
selalu meng-update informasi seluruh rute, baik dibutuhkan ataupun tidak.
Sebagai konsekuensi, jika koneksi hanya satu, maka overhead ratio akan
tinggi. Tetapi jika koneksi diperbanyak misal 3 koneksi UDP maka hasil
overhead ratio akan semakin baik.
Dari kedua skenario, terlihat penambahan jumlah node akan meningkatkan
overhead ratio. Tetapi peningkatan terlihat lebih besar di skenario 1-Koneksi-UDP. Sedangkan penambahan kecepatan tidak secara signifikan meningkatkan
jumlah overhead ratio baik di skenario 1-Koneksi-UDP maupun
3-Koneksi-UDP.
4.2DSR
4.2.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR
Jumlah Jumlah Hasil Throughput (bit/s) Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps 1 UDP
30 node 8296,4 8220,4 40 node 8283,0 8202,9 50 node 8267,5 8153,1
3 UDP
30 node 8026,1 7690,2 40 node 8015,0 7234,6 50 node 7937,0 6895,8
Gambar 4.4 menunjukan bahwa penurunan throughput UDP terjadi saat
bertambahnya kecepatan pada simulai ini, tetapi penurunan terjadi lebih besar
berubah akan menambah waktu untuk mencari jalur dan beban data bertambah.
Disisi lain, dengan bertambahnya node maka pencarian jalur ke tujuan akan
cenderung lebih banyak (melibatkan banyak node).
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Throughput Jaringan DSR
4.2.2 Delay Jaringan
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR
Jumlah Jumlah Hasil Delay (ms) Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps 1 UDP
30 node 6,891 7,576
40 node 7,067 8,008
50 node 7,233 8,985
3 UDP
30 node 7,049 20,620
40 node 7,424 28,163
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Delay Jaringan DSR
Gambar 4.5 menunjukan bahwa penambahan kecepatan akan mengubah
topologi jaringan secara lebih cepat. DSR membutuhkan waktu untuk
meng-update perubahan jaringan ini. Sedangkan bertambahnya koneksi UDP akan meningkatkan beban pekerjaan DSR saat mencari rute terbaru. Hal ini terlihat
dengan penambahan delay yang drastis.
4.2.3 Overhead Ratio Jaringan
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Overhead Ratio dengan Penambahan Kecepatan,
Penambahan Node, dan Penambahan Koneksi pada DSR
Jumlah Jumlah Hasil Overhead Ratio Koneksi Node Kecepatan 2
mps
Kecepatan 5 mps
1 UDP 30 node 4,08 4,70
50 node 4,69 5,14
3 UDP
30 node 4,61 4,97
40 node 4,93 5,08
50 node 5,08 5,23
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Penambahan Kecepatan, Penambahan Node,
dan Penambahan Koneksi pada terhadap Rata-rata Overhead Ratio Jaringan
DSR
Gambar 4.6 menunjukan bahwa overhead ratio akan naik jika
kecepatannya naik karena DSR harus mencari ulang jalurnya. Disisi lain
penambahan node dan penambahan koneksi UDP juga menaikan overhead
4.3Perbandingan OLSR terhadap DSR 4.3.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.7 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Hasil Throughput (bit/s)
1 Koneksi UDP
Kecepatan 2 mps Kecepatan 5 30
node
40 node
50 node
30 node
40 node
50 node OLSR 8301,7 8325,6 8381,2 8223,9 8240,3 8261,4
DSR 8296,4 8283,0 8267,5 8220,4 8202,9 8153,1
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Tabel 4.8 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Hasil Throughput (bit/s)
Kecepatan 2 mps Kecepatan 5 30
node
40 node
50 node
30 node
40 node
50 node OLSR 8274,7 8317,7 8365,1 7845,9 8014,1 8177,2
DSR 8026,1 8015,0 7937,0 7690,2 7234,6 6895,8
Gambar 4.8 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 3 Koneksi terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Untuk perbandingan OLSR dan DSR tidak terlalu terlihat perbedaan
throughput UDP yang signifikan pada seluruh skenario. Tetapi pada OLSR terjadi peningkatan throughput UDP saat jumlah node ditambah pada seluruh
skenario, sedangkan untuk DSR cenderung turun. Penurunan yang signifikan
terlihat pada skenario 3-Koneksi-UDP dengan kecepatan yang lebih tinggi. Hal
itu terjadi karena OLSR cenderung tabel routing-nya sudah siap, tetapi untuk
DSR membuat potensi terputus semakin cepat dan harus membuat ulang
4.3.2 Delay Jaringan
Tabel 4.9 Hasil Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah
Kecepatan dengan 1 Koneksi terhadap Rata-rata Delay Jaringan
Hasil Delay (ms)
1 Koneksi UDP
Kecepatan 2 mps Kecepatan 5
30 node 40 node 50 node 30 node 40 node 50 node OLSR 0,692 0,558 0,536 0,755 0,735 0,655
DSR 6,891 7,067 7,233 7,576 8,008 8,985
Gambar 4.9 Grafik Perbandingan pada Penambahan Jumlah Node dan Jumlah