• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Schwartz's Value pada Remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Schwartz's Value pada Remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ”Studi Deskriptif Mengenai Schwartz’s Value pada Remaja Subsuku Dayak Salako di Singkawang Kalimantan Barat”. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran Schwartz’s value pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat. Sampel pada penelitian ini adalah 224 orang remaja Subsuku Dayak Salako yang berusia 12-22 tahun yang tinggal dan menetap di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

Alat ukur yang digunakan adalah Portrait Value Questionnaire (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz, 1992. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah menggunakan Smallest Space Analysis (SSA) dengan program Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) dan SPSS 16.

Data diolah melalui tiga cara yaitu content, structure dan hierarchy value. Dalam content akan dibahas kesepuluh values Schwartz yang berada dalam regionnya berdasarkan pemetaan SSA, walaupun ada beberapa item yang berada di region lain dan ternyata di dalam penelitian ini hanya dapat dikelompokkan ke dalam tujuh region. Dalam structure akan dibahas tentang hubungan antar values Schwartz, dengan hubungan compatibilities atau conflict yang sebagian sesuai dengan teori Schwartz, tapi ada beberapa yang berbeda akibat dari pengaruh budaya Dayak Salako yang diyakini oleh responden. Hierarchy values pada penelitian ini adalah security, conformity, universalism, benevolence, tradition, achievement, self direction, stimulation, hedonism, dan power value. Terdapat perbedaan hierarchy values pada jenis kelamin, usia, pendidikan, dan bahasa sehari-hari.

(2)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research is entitled “A Descriptive Study about Schwartz’s Value in Adolescence of Dayak Salako at Singkawang West Borneo”. The purpose of this research is to find out the Schwartz’s Value towards the subject, in this case, Adolescence of Dayak Salako at Singkawang West Borneo. Samples of this research consist of 224 Dayak Salako adolescences, 12-22 years old who lived and stayed in Singkawang West Borneo.

Instrument used in this research is Portrait Value Questionnaire (PVQ), in which developed by Schwartz, 1992. This research uses survey method. These data were ordinal scale, then processed with Smallest Space Analysis (SSA) using program of Hebrew University Data Analysis Package (HUDAP) and SPSS 16

Data was processed in three ways : content, structure, and hierarchy’s value. Content contains the ten Schwartz’s values which inside its region base of SSA mapping, although there are several items which in other region and as for in this research, it can only be concluded into seven regions. In structure, there will be discuss about the relation among Schwartz’s values with the compatibilities or conflicts, but there are some differences output with theory of Schwartz caused by culture influences which are respondents believe. For the hierarchy’s values in this research is security, conformity, universalism, benevolence, tradition, achievement, self direction, stimulation, hedonism, and power value. There are some differences of hierarchy’s values towards gender, age, education, and colloquial language.

(3)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ……… i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

ABSTRAK ……… iii

ABSTRACT ……….. iv

KATA PENGANTAR ……….. v

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR BAGAN ………... xiii

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2Identifikasi Masalah ……… 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ……….. 9

1.3.1 Maksud Penelitian ………..………. 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ………….….……….. 9

1.4Kegunaan Penelitian ……… 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ……….…….………. 9

(4)

Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pikir ……… 10

1.6 Asumsi ………... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Values ………... 23

2.1.1Definisi Values ………. 23

2.1.2 Tipe-tipe Values Schwartz ………... 24

2.1.3 Dinamika dan Struktur Values …………..……….. 28

2.1.4 Second Order Value Type ………. 32

2.1.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Values ……….. 35

2.1.5.1 Latar Belakang Sosial ……… 37

2.1.5.2 Sikap dan Perilaku ……… 38

2.1.5.3 Agama ……… 38

2.1.5.4 Relasi Sosial ………... 39

2.1.6 Transmision Values ……….. 40

2.1.7 Strategi Akulturasi ………... 45

2.2 Masa Remaja ……… 46

2.2.1 Tugas Perkembangan Remaja ……….. 47

2.2.2 Perkembangan Moral ……… 47

2.3 Kebudayaan ………. 51

2.3.1 Definisi Kebudayaan ……… 51

(5)

Universitas Kristen Maranatha

2.3.3 Unsur-Unsur Kebudayaan ……… 54

2.3.4 Elemen Budaya ……… 54

2.4 Dayak Salako ……….……….. 56

2.4.1 Asal Mula Dayak Salako ………...……….……….. 57

2.4.2 Pembagian Subsuku Dayak Salako ……….……… 59

2.4.2.1 Salako Badamea-Gajenkng ……… 59

2.4.2.2 Salako Garantukng Sakawokng ………...………. 60

2.4.3 Sistem Kepercayaan Dayak Salako ……….. 61

2.4.4 Adat dan Tradisi Dayak Salako ……… 64

2.4.4.1 Adat Kematian ……….. 66

2.4.4.2 Adat Pertanian ……… 72

2.4.4.3 Ngabayotn ……….. 78

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Rancangan Penelitian ……… 80

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ……… 80

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………... 81

3.3.1 Variabel Penelitian ………... 81

3.3.2 Definisi Operasional ……… 81

3.4 Alat Ukur ……… 83

3.4.1 Alat Ukur Schwartz’s Value……… 83

3.4.2 Prosedur Pengisian ……….. 85

(6)

Universitas Kristen Maranatha

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ……….. 85

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 86

3.4.5.1 Validitas ………..…….………... 86

3.4.5.2 Reliabilitas ……….….……… 86

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ………. 86

3.5.1 Populasi Sasaran ……… 86

3.5.2 Karakteristik Populasi ……….. 87

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ……… 87

3.6 Teknik Analisis Data ……… 88

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ………. 89

4.1.1 Jenis Kelamin Responden ……...………. 89

4.1.2 Usia Responden ……… 90

4.1.3 Pendidikan Responden ………. 90

4.1.4 Bahasa Sehari-hari Responden ……… 91

4.2 Hasil Penelitian ……… 92

4.2.1 Content ………...……… 92

4.2.2. Structure ………...……… 95

4.2.3 Hierarchy ………..……… 96

4.3 Pembahasan ………. 97

4.3.1 Content ……….. 97

(7)

Universitas Kristen Maranatha

4.3.3 Hierarchy ……….. 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 116

5.2 Saran ………. 118

5.2.1 Saran Teoretis …………...……… 118

5.2.2 Saran Praktis ………...……….. 118

DAFTAR PUSTAKA ……… 120

(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Bagan 2.1 Schwartz’ Model of Individual Level Motivational Types of Value Bagan 2.2 Transmisi Budaya dan Akulturasi

(9)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Portrait Value Questionnaire

Tabel 4.1 Pengelompokan Responden berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Pengelompokan Responden berdasarkan Usia

Tabel 4.3 Pengelompokan Responden berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4 Pengelompokan Responden berdasarkan Bahasa Sehari-hari Tabel 4.5 Content Area

(10)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner

Lampiran 2 Portrait Value Questionnaire Lampiran 3 Tabel Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4 Tabel Frekuensi

Lampiran 5 Tabel Data Penunjang

(11)

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena banyaknya pulau yang tersebar di seluruh Nusantara. Pulau-pulau tersebut terpisah satu sama lain yang mana di dalamnya dihuni oleh berbagai suku bangsa. Setiap pulau bahkan dapat memiliki lebih dari satu suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki latar belakang budaya yang berbeda, oleh sebab itu Indonesia juga dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya. Latar belakang budaya itulah yang menciptakan kekhasan dari setiap suku bangsa di Indonesia sehingga menjadikan satu suku bangsa berbeda dengan suku bangsa lainnya. Keragaman dari budaya yang dihasilkan oleh setiap suku bangsa ini sudah sepantasnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi tiap warga negara Indonesia. Bahkan tidak hanya sekedar tahu atau bangga, setiap warga negara sudah seharusnya mengenal budaya yang ada di Indonesia, khususnya budaya yang dimiliki oleh suku mereka sendiri.

(12)

Universitas Kristen Maranatha berperilaku beda, demikian juga budaya yang berbeda akan membuat manusia berbeda. Budaya adalah penggerak manusia. Tanpanya, manusia sekedar makhluk tanpa makna (http://www.grelovejogja.wordpress.com, 24 Oktober 2010).

Salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya karena memiliki beragam suku bangsa adalah Kalimantan Barat. Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh penduduk asli Dayak dan kaum pendatang lainnya dari Sumatera, kaum urban dari Tiongkok, dan dari pulau-pulau di Indonesia lainnya. Suku bangsa yang dominan besar yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa, yang jumlahnya melebihi 90% penduduk Kalimantan Barat. Selain itu terdapat juga suku-suku bangsa lain, yaitu Bugis, Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda, Batak, yang jumlahnya dibawah 10% (http://www.wikipedia.com, 2 September 2010).

Dari empatbelas kabupaten dan kota yang ada di Kalimantan Barat, salah satunya adalah Kota Singkawang. Kota Singkawang berdiri secara mandiri pada tahun 2001 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkayang. Kota Singkawang memiliki lima kecamatan, yaitu Kecamatan Singkawang Barat, Singkawang Utara, Singkawang Selatan, Singkawang Tengah, dan Singkawang Timur. Selama ini Kota Singkawang dikenal dengan julukan „Kota 1000 Kelenteng‟ atau „Kota Amoy‟ karena Etnis Tionghoa merupakan etnis mayoritas

(13)

Universitas Kristen Maranatha Singkawang Timur dan Singkawang Selatan. Walau Etnis Tionghoa sangat kental pengaruhnya di Kota Singkawang, budaya Dayak dan Melayu tidak dilupakan begitu saja, perayaan-perayaan tradisi kedua suku tersebut tetap dilaksanakan sebagai acara wajib yang diselenggarakan setiap tahun.

Suku Dayak sebagai suku asli Kalimantan merupakan suku yang memiliki beragam adat dan tradisi yang sampai kini masih tetap dipertahankan pada tiap daerah yang ada di Pulau Kalimantan, termasuk provinsi Kalimantan Barat. Suku Dayak sendiri terbagi ke dalam berbagai rumpun dan subsuku yang tersebar di seluruh Pulau Kalimantan (http://www.wikipedia.com, 2 September 2010). Salah satu Subsuku Dayak yang ada di Kota Singkawang adalah Subsuku Dayak Salako (Mozaik Dayak, 2008). Dayak Salako sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu Dayak Salako Badamea-Gajekng dan Dayak Salako Garantukng Sakawokng. Dayak Salako yang banyak ditemukan di Kota Singkawang sendiri adalah Dayak Salako Garantukng Sakawokng yang menurut sejarahnya memang banyak bermukim di Binua (wilayah) Garatukng Sakawokng. Sakawokng sendiri merupakan sebutan dari Singkawang yang diucapkan oleh orang-orang Dayak Salako yang sehari-hari menggunakan bahasa badamea atau badameo (Mozaik Dayak, 2008).

(14)

Universitas Kristen Maranatha ngabayotn yang sebenarnya mirip dengan perayaan naik dango yaitu upacara atau

pesta padi bagi masyarakat Suku Dayak umum sebagai wujud persembahan dan rasa syukur. Dayak Salako membedakan upacara naik dango dengan upacara ngabayotn. Dayak Salako sampai saat ini masih memegang erat hukum adat,

tradisi atau adat perkawinan, pelaksanaan napukng tawar (tepung tawar) yang diadakan untuk nyaru’ sumangatatau “memanggil” semangat (berupa kesehatan, keselamatan, dan berkat), sistem persaudaraan yang erat, sikap terbuka bagi orang-orang yang berasal dari suku atau latar belakang yang berbeda dengan mereka, dan masih banyak lagi.

Kebudayaan yang dapat ditemukan di dalam masyarakat Subsuku Dayak Salako didasari oleh nilai-nilai budaya yang dianut dan telah terbentuk sejak dahulu, yang dikenal dengan values. Value dapat dikatakan sebagai belief mengenai hal yang diinginkan atau tidak dan mempunyai fungsi motivasional. Belief disini seperti tipe belief lainnya yang diasumsikan memiliki cognitive, affective, dan behavioral components (Rokeach 1968). Values merupakan konsep

atau kepercayaan, mengarahkan pada keadaan akhir atau tingkah laku yang diinginkan, hakikat dari sesuatu yang spesifik, pedoman untuk menyelesaikan tingkah laku dan kejadian-kejadian, dan disusun berdasarkan kepentingan yang relatif (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990). Value memiliki sepuluh tipe, yaitu benevolence, conformity, tradition, security, power, achievement, stimulation, self

direction, universalism dan hedonism (Schwartz, 2001).

(15)

Universitas Kristen Maranatha akan dihasilkan dalam bentuk pemetaan (multidimensional space). Kesepuluh value juga akan dibuat dinamika yang nantinya akan menghasilkan structure

values, baik itu berupa compatibility (kecocokan) atau conflict (pertentangan)

antara value yang satu dengan lain dan hasilnya akan mengambarkan gambaran yang khas dari suatu kebudayaan tertentu. Kemudian dari sepuluh values yang ada, akan disusun secara hierarchy berdasarkan kepentingan relatif (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).

Nilai-nilai dalam budaya Dayak Salako tercermin dari berbagai tradisi yang ada. Ngabayotn yaitu upacara ritual padi sebagai persembahan kepada Jubata (Tuhan) dan Awo Pamo (Arwah leluhur) yang berupa persembahan binatang dan berbagai masakan adat sebagai tanda menutup masa panen padi dan akan dimulainya masa untuk berladang yang dilakukan setiap tahun yang mana pelaksanaannya dilakukan bergantian di tiap binua (tradition value). Selain itu, Dayak Salako sampai saat ini masih memegang erat hukum adat, khususnya pada daerah yang sebagian besar penduduknya merupakan Subsuku Dayak Salako, hukum adat dijalankan oleh Pemuka Adat daerah yang dibantu oleh penduduk setempat (security value) sehingga setiap warga berusaha untuk mengendalikan tindakan mereka dan patuh akan adat setempat serta orang yang dituakan (conformity value).

(16)

Universitas Kristen Maranatha proses yang bertujuan untuk mengenalkan perilaku yang sesuai kepada para anggotanya dari suatu budaya tertentu, mencakup vertical transmission yang melibatkan penurunan ciri-ciri budaya orang tua ke anak cucu, horizontal transmission yang menunjukkan seseorang belajar budaya dari sebayanya, serta

oblique transmission yang menunjukkan bahwa seseorang belajar dari orang

dewasa dan lembaga-lembaga tanpa memandang hal itu terjadi dalam budaya sendiri atau dari budaya lain (Cavalli-Sforza dan Feldman, dalam Berry 1999).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang mantan pemuka adat Binua Bagak Sahwa yang masih aktif dalam menjalankan ritual adat di dalam maupun di luar Kota Singkawang, tradisi Dayak Salako masih dijalankan oleh penduduk sekitar walaupun pelaksanaannya sudah tidak sekental dulu dan sudah ada pengaruh dari Subsuku Dayak yang lain khususnya Dayak Kanayatn, Suku Melayu, dan Etnis Tionghoa. Dari wawancara tersebut, diketahui bahwa semakin lama, minat generasi muda seperti mereka yang berada pada tahap dewasa awal dan remaja Subsuku Dayak Salako akan tradisi Dayak Salako sendiri semakin berkurang. Hal tersebut tercermin dari perilaku mereka yang kurang mau berpartisipasi dalam upacara adat bahkan tidak mendalami tradisi-tradisi tertentu secara mendalam, seperti dalam mempersiapkan ritual adat, misalnya dalam adat napukng tawar (tepung tawar) dan yang diadakan untuk nyaru’ sumangat atau “memanggil” semangat (berupa kesehatan, keselamatan, dan berkat) bayi yang

baru lahir, pernikahan, atau setelah terjadi perkelahian (tradition value).

(17)

Universitas Kristen Maranatha mereka, para orangtua dan masyarakat yang masih mengenal adat selalu memberikan pemahaman-pemahaman akan tradisi dan nilai-nilai dari budaya Dayak Salako sendiri kepada generasi muda. Hal ini tetap dilakukan walaupun tidak semua bisa diberikan secara mendalam karena kehidupan mereka yang semakin dipengaruhi oleh budaya-budaya di luar dari Dayak Salako sendiri.

Salah satu pemahaman yang tetap dipegang oleh setiap generasi Dayak Salako adalah menciptakan kehidupan sejahtera antar sesama, khususnya sesama Subsuku Dayak Salako yaitu dikenalnya istilah kamaru’ yang berarti „saudara‟. Semua tetangga yang berinteraksi dengan mereka setiap hari, bahkan orang dengan Suku Dayak yang tinggal berjauhan dan tidak ada hubungan darah sekalipun dengan mereka selalu dianggap sebagai kamaru’ yang berelasi positif satu dengan lainnya, saling menghargai, memberi perhatian, saling membantu, dan saling percaya (benevolence value). Oleh sebab itu, para orangtua dan pemuka adat Dayak Salako masih berharap generasi muda tetap memegang tradisi Dayak agar tidak punah dan terus ada hingga ke generasi-generasi berikutnya dengan tidak henti-hentinya menanamkan tradisi dan pandangan akan budaya Dayak Salako.

(18)

Universitas Kristen Maranatha Dayak Salako sendiri dengan budaya dari Suku Melayu dan Etnis Tionghoa yang hidup berdampingan dengan mereka. Subsuku Dayak Salako yang berada pada periode perkembangan yang rentan akan pengaruh budaya lain adalah remaja. Remaja rentan dalam menghadapi pengaruh-pengaruh yang ada di sekitarnya karena dalam tahap perkembangan sebagai remaja, mereka berada di masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa yang sedang berusaha untuk mencari identitas diri. Salah satu perubahan yang tampak saat seseorang memasuki masa remaja adalah perubahan nilai, apa yang mereka anggap penting pada masa anak-anak akan dapat menjadi kurang penting karena mendekati masa dewasa (http://kotretanhadi.wordpress.com, 2 September 2010).

Remaja Subuku Dayak Salako yang bergaul dengan teman sebaya mereka yang berasal dari Etnis Tionghoa, Suku Melayu, dan suku-suku lainnya yang ada di Kota Singkawang menemukan perbedaan budaya dari teman-teman sebayanya tersebut sehingga dapat memengaruhi nilai-nilai budaya yang ada pada suku mereka sendiri. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui content, structure, dan hierarchy values pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang,

(19)

Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran content, structure, dan hierarchy Schwartz’s Value pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran Schwartz’s Value pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memahami Schwartz’s Value dalam kaitannya dengan faktor internal dan eksternal yang berpengaruh, serta untuk mengetahui gambaran content, structure, dan hierarchy Schwartz’s Value pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi Sosial dan Psikologi Lintas Budaya, khususnya mengenai Schwartz’s Value pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

(20)

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Memberikan informasi kepada masyarakat Suku Dayak mengenai gambaran values pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat sebagai masukan dalam upaya menyikapi masalah yang berkaitan dengan budaya pada saat ini.

2) Memberikan gambaran bagi Dewan Adat Dayak Kota Singkawang sebagai organisasi yang menaungi masyarakat Suku Dayak di Kota Singkawang, termasuk Dayak Salako, tentang value yang dimiliki oleh remaja Subsuku Dayak Salako yang berguna untuk melestarikan budaya Dayak Salako sesuai dengan perkambangan zaman di Kota Singkawang Kalimantan Barat.

1.5Kerangka Pikir

Remaja merupakan tahap perkembangan manusia yang menurut Santrock (2003 : 26) berada pada rentang usia 13 sampai 22 tahun dan diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional (http://belajarpsikologi.com, 19 November 2010). Masyarakat terdiri dari para remaja yang memiliki andil besar sebagai generasi penerus, menurut Hurlock (1980: 10), salah satu tugas perkembangan remaja adalah memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

(21)

Universitas Kristen Maranatha diartikan sebagai kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat yang merupakan kesadaran kolektif dengan sifatnya yang luas, meliputi segala aspek dalam kehidupan. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan. Remaja seharusnya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang tradisi budaya mereka agar budaya tersebut dapat dilestarikan dan tidak mengalami kepunahan, oleh sebab itu pengenalan terhadap budaya harus tertanam di dalam diri tiap remaja, termasuk remaja subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi”

yang berarti “budi” atau “akal”. Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai

“daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Jadi, kebudayaan atau disingkat “budaya”, menurut

Koentjaraningrat merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Di lain pihak, Clifford Geertz menyatakan bahwa

kebudayaan merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan (Abdullah, 2006:1). Lebih sepesifik lagi, E. B Taylor, dalam bukunya “Primitive

(22)

Universitas Kristen Maranatha adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat”(Setiadi, 2007:27).

Dayak Salako yang merupakan salah satu subsuku Dayak di Kota Singkawang, Kalimantan Barat memiliki tradisi yang beragam dan unik jika dibandingkan dengan subsuku Dayak lainnya yang selama ini tidak banyak disadari masyarakat luas. Tradisi nyabayotn misalnya, yang selama beberapa tahun belakangan ini hanya dikenal oleh seputar subsuku Dayak Salako sendiri sampai akhirnya diangkat dan dibawa di depan seluruh warga Kota Singkawang sebagai salah satu aset budaya yang harus terus dijaga dan dipertahankan.

Kebudayaan pada tiap suku bahkan subsuku memiliki nilai atau value yang mendasari pelaksanaan atau perwujudan budaya dalam bentuk tingkah laku. Value dapat merupakan belief mengenai hal yang diinginkan atau tidak dan mempunyai fungsi motivasional. Fungsi motivasional yang dimaksud adalah fungsi langsung dari nilai untuk mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari dan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspresikan kebutuhan dasar seseorang (Rokeach, 1973; Schwartz 1994).

Belief disini seperti tipe belief lainnya yang diasumsikan memiliki cognitive, affective, dan behavioral components (Rokeach 1968). Komponen pertama adalah

cognitive, yaitu muncul dalam bentuk pemikiran atau pemahaman terhadap value

(23)

Universitas Kristen Maranatha tidak suka, senang atau tidak senang. Komponen yang terakhir yaitu behavior, komponen ini adalah komponen yang sudah semakin mendalam. Behaviour ini muncul dalam bentuk tingkah laku sesuai dengan value yang dianut.

Values merupakan konsep atau kepercayaan, mengarahkan pada keadaan akhir

atau tingkah laku yang diinginkan, hakikat dari sesuatu yang spesifik, pedoman untuk menyelesaikan tingkah laku dan kejadian-kejadian, dan disusun berdasarkan kepentingan yang relatif (Schwartz dan Bilzky, 1990). Value terdiri dari sepuluh tipe, yaitu benevolence, conformity, tradition, security, power, achievement, stimulation, self direction, universalism dan hedonism (Schwartz, 2001).

Sepuluh tipe value tersebut dapat membentuk suatu kelompok berdasarkan kesamaan tujuan dalam setiap single value yang dinamakan second order value type (SOVT). SOVT terdiri atas openness to change (stimulation & self direction

value), conservation (conformity, tradition, security value), self-transcendence (universalism & benevolence value) dan self-enhancement (power dan achievement value) (Schwartz, 1984:14).

(24)

Universitas Kristen Maranatha atau menyelidiki; merujuk pada kebebasan, memilih tujuan sendiri, dan keinginan keras.

SOVT conservation adalah belief yang menganggap penting hubungan dekat dengan orang lain, institusi, tradisi dan kepatuhan. Single value yang terkait adalah conformity value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan pengendalian diri dari tindakan yang dapat membahayakan orang lain atau ekspektasi sosial; biasanya ditunjukkan dengan perilaku disiplin diri, patuh, sopan, menghargai orang yang lebih tua; tradition value, yaitu sejauh mana individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada rasa hormat dan penerimaan bahwa budaya atau agama mempengaruhi individu; menunjuk pada sikap yang hangat, respek pada budaya, kesalehan, dan bisa menempatkan diri dalam bermasyarakat; serta security value, yaitu sejauh mana keyakinan individu menggambarkan betapa pentingnya rasa aman dalam diri maupun lingkungan; value ini menunjuk pada aturan bermasyarakat, keamanan dalam keluarga, dan keamanan negara.

SOVT self-transcendence adalah belief yang mementingkan peningkatan kesejahteraan orang lain dan lingkungan sekitar. Single value yang terkait adalah universalism value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan

(25)

Universitas Kristen Maranatha kesejahteraan orang-orang terdekat; ditunjukkan dengan perilaku menolong, memaafkan, loyal, jujur, bertanggungjawab dan setia kawan.

SOVT self-enhancement (power dan achievement value) adalah belief yang mementingkan peningkatan minat personal bahkan dengan mengorbankan orang lain. Single value yang terkait adalah power value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan perilaku yang mengarah pada pencapaian status sosial atau dominasi atas orang-orang atau sumber daya; value ini menunjuk pada social power, kekayaan, otoritas, pengakuan oleh orang banyak; serta achievement value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan

kesuksesan pribadi dengan memperlihatkan kompetensi menurut standar sosial; mengarah kepada kesuksesan, ambisi, kemampuan dan yang berpengaruh. Value yang terakhir adalah hedonism value, yaitu sejauh mana keyakinan individu mengutamakan kesenangan atau sensasi yang memuaskan indra; merujuk kepada kesenangan dan menikmati hidup; termasuk dalam dua wilayah SOVT yaitu SOVT openness to change dan SOVT self-enhancement karena hedonism merupakan value yang memfokuskan pada diri dan value yang mengekspresikan motivasi yang menantang.

Dari sepuluh tipe values yang ada, akan dilihat content dari masing-masing tipe yaitu penyebaran values dan identifikasi region atau bidang yang nantinya akan dihasilkan dalam bentuk pemetaan (multidimensional space). Kesepuluh value juga akan dibuat dinamika yang nantinya akan menghasilkan structure

values, baik itu berupa compatibility (kecocokan) atau conflict (pertentangan)

(26)

Universitas Kristen Maranatha menggambarkan gambaran yang khas dari suatu kebudayaan tertentu. Kemudian dari sepuluh values yang ada, akan disusun secara hierarchy berdasarkan kepentingan relatif (Schwartz dan Bilzky, 1987, 1990).

Nilai-nilai ini tentu tidak bisa lepas dari budaya yang ada, termasuk budaya yang terdapat pada Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Beberapa tradisi yang terdapat di dalam Subsuku Dayak Salako adalah dengan adanya hukum adat yang dipegang dan dijalankan oleh masyakat Dayak Salako sebagai pegangan dalam menjaga keamanan masyarakat sekitar (Security Value) sehingga setiap warga berusaha untuk mengendalikan tindakan mereka dan patuh akan adat setempat serta orang yang dituakan (Conformity Value). Sistem persaudaraan yang erat dan tetap ada hingga kini pada Dayak

Salako adalah adanya istilah “kamaru’” yang berarti „keluarga‟ yang menandakan bahwa setiap masyakat Dayak Salako memiliki ikatan persaudaraan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari (Benevolence Value) untuk saling membantu dan hidup berdampingan secara damai bahkan dengan masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda dan bagi orang Dayak, kehidupan itu baik apabila kosmos tetap berada dalam keseimbangan dan keserasian (Universalism Value). Salah satu kegiatan khas Suku Dayak yang mencerminkan Benevolence Value disebut “balale’” yaitu kegiatan yang dilakukan bersama-sama secara bergantian dalam membantu sesama termasuk dalam menggarap ladang milik warga secara bergantian.

(27)

Universitas Kristen Maranatha getah pohon karet, basawah atau bersawah yang merupakan latar belakang pekerjaan dari masyarakat Dayak Salako. Masyarakat Dayak memiliki kepercayaan pada Jubata yaitu sebutan untuk Tuhan dan Awo Pamo atau arwah leluhur yang selalu memberi berkat dalam kehidupan mereka sehari-hari (Tradition Value) walaupun seluruh masyarakat Dayak Salako sudah menganut agama tertentu dengan mayoritas menganut agama Katolik. Dalam menjalankan upacara adat, bahan-bahan yang digunakan tergantung sepenuhnya pada kemampuan masing-masing keluarga yang menyelenggarakannya (Power Value).

Value juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa sehari-hari. Pendidikan turut mempengaruhi values, menurut penelitian yang dilakukan Kohn & Schooler, 1983; Prince-Gibson & Schwartz, 1998 yang menyatakan bahwa pendidikan berkorelasi positif dengan self-direction value dan stimulation value serta mempunyai korelasi negatif dengan comformity value dan traditional value (Berry,1999: 533). Jenis kelamin berpengaruh dalam pembentukan values, orang dengan jenis kelamin laki-laki maka tipe values yang dimiliki lebih mengarah pada achievement value, power value, hedonism value, self-directive value, stimulation value, sedangkan pada perempuan, tipe values yang dimiliki lebih mengarah pada benevolence value, dan security value. Individu dalam usia muda akan lebih menunjukkan value keterbukaan dibandingkan dengan individu yang usianya lebih tua (Feather, 1975; Rokeach, 1973 dalam Schwartz, 2001: 533).

(28)

Universitas Kristen Maranatha Transmisi budaya terbagi menjadi tiga berdasarkan sumbernya, yaitu: Vertical Transmission (orangtua), Oblique Transmission (orang dewasa atau lembaga lain)

dan Horizontal Transmission (teman sebaya) (Cavali-Sforza dan Feldman dalam Berry, 1999). Proses transmisi budaya dapat berasal dari budaya sendiri maupun berasal dari budaya lain yang juga akan terjadi proses enkulturasi, akulturasi, serta sosialisasi. Enkulturasi adalah proses yang memungkinkan kelompok memasukkan individu ke dalam budayanya sehingga memungkinkan individu membawa perilaku sesuai harapan budaya. Akulturasi adalah perubahan budaya dan psikologis karena pertemuan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku yang berbeda.

(29)

Universitas Kristen Maranatha misalnya dari tokoh masyarakat, guru, atau orang dewasa lain yang berasal dari budaya lain.

Transmisi horizontal adalah pemindahan value yang terjadi melalui enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya, misalnya dari teman sebaya yang sebudaya. Transmisi horizontal bisa juga terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi khusus yaitu interaksi dengan orang lain yang berasal dari luar budaya Dayak Salako. Ini bisa terjadi melalui interaksi remaja Subsuku Dayak Salako dengan teman sebaya yang berasal dari suku lain (Berry, 1999 : 33).

(30)

Universitas Kristen Maranatha atau diskriminasi sehingga ia akan menjadi individu yang takut untuk bergaul dan lebih memilih untuk sendiri (Berry, 1999: 542).

Proses transmisi budaya ini tentu saja terjadi pada remaja Dayak Salako, mereka yang berada di kelompok usia ini, aktif melakukan kegiatan sosial di lingkungan rumah dan sekolah. Mereka akan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan maupun perubahan yang berasal dari dalam diri dan value yang mendasari mereka mungkin saja berubah akibat proses adaptasi ini. Mereka juga mengalami transmisi budaya dengan enkulturasi berupa penurunan budaya dari orang tua, orang dewasa lain serta teman sebaya yang berasal dari budaya Dayak Salako sejak mereka masih kecil. Mereka pun mengalami akulturasi dari budaya lain yang ada di Kota Singkawang yang berasal dari orang dewasa lain atau teman sebaya di lingkungan tempat tinggal serta lingkungan sekolah. Selain itu mereka juga mengalami sosialisasi dari proses belajar yang terjadi dari interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada value yang mereka miliki.

(31)

Universitas Kristen Maranatha serta berpartisipasi dengan seluruh kelompok budaya dalam lingkungan masayarakat yang luas (Berry, 1992: 375).

Untuk menjelaskan kerangka pemikiran di atas maka dibuatlah bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Vertical Transmission

1. Enkulturasi Umum dari Orangtua (Penanaman Nilai) 2. Sosialisasi Khusus

dari Orangtua

Horizontal Transmission

1. Enkulturasi Umum dari Teman Sebaya

2. Sosialisasi Khusus

Oblique Transmission

Dari Orang Dewasa Lain 1. Akulturasi Umum (Media

Massa, Guru, Masyarakat) 2. Resosialisasi Khusus

Horizontal Transmission

1. Akulturasi Umum dari Teman Sebaya

2. Resosialisasi Khusus Remaja

Subsuku Dayak Salako di Kota

Singkawang Kalimantan Barat SCHWARTZ’S VALUE Oblique Transmission

Dari Orang Dewasa Lain 1. Enkulturasi Umum

(Keluarga, Media Massa, Guru, Masyarakat) 2. Sosialisasi Khusus

Faktor Internal  Usia

 Jenis Kelamin  Pendidikan  Bahasa

Sehari-hari

Tipe-tipe Values

1) Self-direction 2) Stimulation 3) Hedonism 4) Achievement 5) Power 6) Security 7) Conformity 8) Tradition 9) Benevolence 10)Universalism BUDAYA LAIN BUDAYA SENDIRI

(32)

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

1) Schwartz’s Values bersifat universal sehingga dapat diteliti pada setiap budaya, termasuk budaya Subsuku Dayak Salako.

2) Pembentukan values pada Remaja Subsuku Dayak Salako di Singkawang Kalimantan Barat dipengaruhi oleh faktor eksternal (orang tua, orang dewasa lain, teman sebaya, dan media massa) dan internal (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa sehari-hari).

3) Remaja Subsuku Dayak Salako di Singkawang Kalimantan Barat memiliki sepuluh Schwartz’s values seperti remaja pada budaya-budaya lain tetapi berbeda dalam derajat kepentingannya. Kesepuluh Schwartz’s values yaitu traditional value, hedonism value, benevolence value, conformity value,

universalism value, stimulation value, self-directive value, achievement

(33)

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Portrait

Value Questionnaire dan data penunjang dari 224 orang remaja Subsuku Dayak

Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat, dapat disimpulkan hal-hal sebagai

berikut :

1. Kesepuluh region Schwartz’s Value hanya dapat dikelompokkan ke dalam

tujuh region, yaitu power, hedonism, benevolence, universalism, security,

achievement, dan self direction sedangkan tiga single value lainnya yaitu

conformity, tradition, dan stimulation bergabung dengan region single value

yang lain. Hal ini kurang sesuai dengan teori dasar value dari Schwartz namun

berdasarkan artikel Basic Human Values yang ditulis oleh Schwartz (2006)

bahwa ditemukan di beberapa negara tidak semua region value dapat

teridentifikasi atau region value yang teridentifikasi kurang dari sepuluh.

2. Teridentifikasi hubungan yang compatibilities antar values, yaitu values

dengan hubungan positif dan letak region bersebelahan atau berada dalam satu

region, kedua single value dengan hubungan compatibility ada yang berada

pada satu SOVT yang sama namun ada pula yang tidak berada pada satu

SOVT yang sama. Tidak teridentifikasi hubungan yang conflict karena values

(34)

Universitas Kristen Maranatha yaitu Self Direction dan Security, Achievement dan Benevolence, serta Power

dan Universalism, hal ini disebabkan karena terjadi strategi akulturasi

integrasi pada remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan

Barat.

3. Kesepuluh Schwartz’s values remaja Subsuku Dayak Salako di Kota

Singkawang Kalimantan Barat dari posisi teratas sampai posisi terbawah

secara berurutan adalah security value, conformity value, universalism value,

benevolence value, tradition value, achievement value, self direction value,

stimulation value, hedonism value, dan power value.

4. Terdapat perbedaan hierarchy value berdasarkan jenis kelamin, laki-laki

memiliki peringkat lebih tinggi dalam benevolence dan universalism value,

sedangkan perempuan memiliki peringkat yang lebih tinggi dalam security,

conformity, dan tradition value.

5. Terdapat perbedaan hierarchy value berdasarkan kelompok usia, remaja awal

memiliki peringkat lebih tinggi dalam security value. Adapun remaja akhir

memiliki peringkat yang lebih tinggi dalam benevolence value.

6. Terdapat perbedaan hierarchy value berdasarkan latar belakang pendidikan,

responden dengan pendidikan terakhir SD dan SMA lebih memprioritaskan

benevolence value dibandingkan responden dengan pendidikan SMP dan D3.

7. Terdapat perbedaan hierarchy value berdasarkan bahasa sehari-hari,

responden yang menggunakan Bahasa Dayak sebagai bahasa sehari-hari

(35)

Universitas Kristen Maranatha menggunakan Bahasa Indonesia, Melayu, atau Tionghoa sebagai bahasa

sehari-hari.

5.2Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya,

peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran Teoretis

 Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada responden dengan tahapan

perkembangan yang lain misalnya pada kelompok usia anak-anak atau

dewasa yang lebih menekankan pada nilai-nilai yang ada pada budaya

Subsuku Dayak Salako.

 Penelitian berikutnya dapat berupa studi komparatif antara remaja

Subsuku Dayak Salako dengan remaja Subsuku Dayak lainnya yang ada di

Kalimantan Barat.

5.2.2 Saran Praktis

 Kepada masyarakat Suku Dayak agar memberi gambaran values pada

remaja Subsuku Dayak Salako di Kota Singkawang Kalimantan Barat

sehingga dapat membantu dalam upaya menyikapi masalah yang berkaitan

(36)

Universitas Kristen Maranatha  Kepada Dewan Adat Dayak Kota Singkawang sebagai organisasi yang

menaungi masyarakat Suku Dayak di Kota Singkawang, termasuk Dayak

Salako, untuk tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat melestarikan

budaya Dayak Salako sesuai dengan perkembangan zaman khususnya bagi

(37)

Universitas Kristen Maranatha Alloy, Sujarni dkk. 2008. Mozaik Dayak, Keberagaman Subsuku dan Bahasa

Dayak di Kalimantan Barat. Pontianak : Institut Dayakologi.

Berry, J. W., Poortinga. Y, H., Segall, M. H., Dasen, P. R. 1992. Cross-cultural

Psychology. New York: Cambridge University Press.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: a process of inquirí, fourth edition. Needham Heights: Allyn & Bacon.

Koentjaraningrat, Prof., Dr. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Jakarta: Djembatan.

Santrock, John. W. 1996. Adolesence. 6th Edition. Times Mirror Higher Education.

Santrock, John. W. 2004. Life Span Development. New York : McGraw Hill inc.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Snedecor G.W. & Cochran W.G. 1967. Statistical Methods 6th edition. Ames, IA: Iowa State University Press.

(38)

Universitas Kristen Maranatha Paulus H. Prasetya. 2010. Content and Structure of Values in Middle Adolescence : Evidence from Singapore, The Philippines, Indonesia, and

Australia. Journal of Cross Cultural Psychology. No. 42. 2011.

Schwartz, Shalom. 2006. Basic Human Value : Theory, Measurement, and

Application. The Hebrew University of Jerusalem.

Supriyadi, Yohanes. Dayak Selako di Kalimantan Barat. (http://yohanessupriyadi.blogspot.com, diakses tanggal 24 Oktober 2010).

Supriyadi, Yohanes. Adat Dayak Salako. (http://www.akademidayak.com, diakses tanggal 24 Oktober 2010 tentang Adat Kematian dan Adat Pertanian Dayak Salako).

Vivekananda, Ni Luh Ayu. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz pada

Masyarakat Hindu Bali Usia Dewasa Madya di Kota Bandung. Skripsi.

Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

http://www.grelovejogja.wordpress.com, diakses 24 Oktober 2010 tentang Kebudayaan.

http://www.kotretanhadi.wordpress.com, diakses tanggal 2 September 2010 tentang Remaja.

http://www.belajarpsikologi.com, diakses tanggal 19 November 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan pelaksanaan upaya Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana tergantung pada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan

Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja dan karakteristik sensor yang ada di bidang otomotif khususnya Sensor Tekanan dan Sensor Kecapatan.. Mahasiswa mampu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Laboratorium Boga, Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Universitas Negeri Yogyakarta. Metode

Master production Schedule (MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industry manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan

Materi tersebut juga sesuai deng- an kondisi peserta didik yang berasal dari Sekolah Dasar yang mayoritas mereka belum mengenal bahasa Arab di masa sekolahnya

Dari hasil table 3.1, tanpak bahwa posttest kemampuan Kemampuan Representasi Matematis siswa secara rata-rata lebih tinggi dari rata-rata pretest, berarti bahwa

Jadi variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ialah kinerja auditor, locus of control eksternal, intensi turnover, tekanan anggaran waktu, serta

[r]