• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN NELAYAN TENTANG ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN BAGAN BARAT KOTA BAGANSIAPIAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PEMAHAMAN NELAYAN TENTANG ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN BAGAN BARAT KOTA BAGANSIAPIAPI"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN NELAYAN TENTANG ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN BAGAN

BARAT KOTA BAGANSIAPIAPI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S1) Manajemen Dakwah (S.Sos)

Oleh:

YUDA SAPUTRA NIM: 11840411246

PROGRAM STRATA I (SI) JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

2022 M/ 1444 H

No. 5503/MD-D/SD-S1/2023

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i Nama : Yuda Saputra

NIM : 11840411246

Judul : Pemahaman Nelayan tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana pemahaman nelayan tentang zakat hasil tangkapan laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi.

Untuk mengetahui pengetahuan yang ditinjau dari kemampuan mendevinisikan dan daya nalar, penerapan yang ditinjau dari kemampuan melaksanakan (actuating), analisis yang ditinjau dari kemampuan menyelesaikan dan menguraikan, sintesa yang ditinjau dari kemampuan mengemukakan pendapat/ ide, dan evaluasi yang ditinjau dari kemampuan menilai dan kritik tetntang zakat hasil tangkapan laut.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Nelayan di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi belum memahami tentang zakat hasil tangkapan laut, karena tidak memenuhi lima aspek yang mencakup pengetahuan, penerapan, analisis, sintesa, serta evaluasi.

Kata Kunci: Pemahaman, Nelayan, Zakat Hasil Tangkapan Laut

(8)

ii Name : Yuda Saputra

NIM : 11840411246

Title : Fishermen’s Understanding of Zakat on Sea Catch Products in Bagan Barat Urban Village, Bagansiapiapi City

ABSTRACT

The purpose of this study is to find out how fishermen understand zakat from marine catches in the West Bagan Village, Bagansiapiapi City. To find out knowledge in terms of defining ability and reasoning power, application in terms of actuating ability. Analysis in terms of the ability to complete and describe, synthesis in terms of the ability to express opinions/ideas, and evaluation in terms of the ability to assess and criticize zakat on marine catches. This research is a field research using qualitative methods with a qualitative descriptive approach. Techniques for collecting data in this study are interviews and documentation. The results of the study revealed that fishermen in Bagan Barat Subdistrict, Bagansiapiapi City, did not understand zakat on marine catches, because they did not fulfill the five aspects which included knowledge, application, analysis, synthesis, and evaluation.

Keyword Understanding: Fishermen, Zakat of Sea Catches

(9)

iii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobilalamin, segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Yang telah memberikan petuunjuk serta kemudahan dalam menulis skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Aapun skripsi yang ditulis berjudul “Pemahaman Nelayan Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi”. Sholawat beserta salam diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan memperbanyak sholawat semoga kita mendapat syafaat-Nya.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) paa jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Dalam pembuatan skrispi ini penulis banyak diberi bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan dibalas oleh Allah SWT. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah tercinta Syamsul dan Ibu tercinta Lena Wati yang telah mencurahkan kasih sayang yang luar biasa, serta dukungan baik moral, material, doa serta semangat dan motivasi kepada penulis. Begitu juga dengan saudara kandung yang penulis cintai Lara Febria dan Saqif Farzan Aska. Saudara yang senantiasa selalu mengingatkan dan memberi reward disetiap tahap pencapaian dalam menyelesaikan skripsi yaitu nenek Rusni, Linda Wati, Liana, Ernila, Sabda Wawa Tutu, Alfhan, Marizam, Azana, dan Bulyan. Serta sepupu Robi Sugara, Gunawan Hamdani, serta adik sepupu yaitu Iqbal, Kevin, Ariyanda, Rehal, Vina, Mabel, Birly, Zizy, dan Zio yang selalu menemani penulis dengan tingkah menggemaskan yang selalu menjadi motivasi cepat pulang untuk bermain bersama. Mereka semua adalah sumber semangat bagi penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

Kemudian tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Khairunnas Rajab M. Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

(10)

iv 2. Dr. Imron Rosidi, S.Pd; MA; PH.D Halim, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3. Dr. Masduki, M.Ag, Dr. Toni,M.Si, dan Dr. Arwan, M.Ag selaku wakil Dekan I, II dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. khairuddin, M.Ag selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Rasdanelis, S.Ag, SS, M.Hum selaku kepala Perpustakaan Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan pada penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Dakwah dan Ilmu Kumunikasi Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

7. Seluruh staf di Fakultas Dakwah Dan Kumunikasi Perpustakaan Universitas Sultan Syarif Kasim Riau yang telah meberikan pelayanan yang baik dan kemudahan dalam administrasi.

8. Seluruh Bapak/Ibu guru yang telah mengajar dan memberi ilmu kepada penulis, SD Negeri 024 Bagan Barat, SMP Negeri 1 Bangko dan SMA Negeri 1 Bangko serta guru mengaji penulis.

9. Bapak Baharuddin S.Pd selaku ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bagansiapiapi, Bapak Junaidi, SE, wakil ketua bidang pendistribudsian dan pendayagunaan, Ibu Romiyati, S.Pi wakil ketua bidang pengumpulan, Bapak Saiful Hotma Panjaitan, SE wakil ketua Bidang Pengumpulan, dan Bapak BUDI SETIAWAN, M.Pd selaku wakil ketua bidang administrasi, SDM ,umum dan aset sekaligus mentor saat melaksanakan praktek kerja lapangan.

10. Kepada teman-teman jurusan Manajemen Dakwah angkatan 2018 terkhusus semester (1) local C, Semester (2-4) lokal B, lokal Pusat Bahasa (PB) dan terakhir Konsentrasi Manajemen Zakat dan Wakaf A.

(11)

v 11. Teman-teman seperjuangan dimulai dari SD, SMP, dan SMA, teman teman KKN Desa Rantau Panjang Kiri, juga tema-teman saat melaksanakan praktek kerja lapangan.

12. Sahabat yang senantiasa menemani disaat senang dan susah selama kuliah, Muhammad Fahri, Muhammad Romi, Muhammad Muslim, Iqbal Prasetya, Barwijaya, Juanda Hamid Harahap, dan Hafidzah Alkhairiyah.

13. Seluruh keluarga “kontrakan budak bagan” yang selama ini menjadi teman satu naugan di rumah kontrakan.

14. M. Ufan dan Sapta Marjan sebagai sahabat seperjuangan.

15. Calon ibu untuk anak-anak saya kelak.

16. Kepada siapapun yang telah menyebutkan nama penulis disetiap doanya.

Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, semoga semua bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi amal ibadah dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca. Ssemoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Semoga Allah membalas semua kebaikan.

Pekanbaru, Penulis,

Yuda Saputra 11840422536

(12)

vi PERSEMBAHAN

Tiada hal yang lebih indah melainkan masih bisa mengucapkan rasa syukur kepada Allah Subhana wa Ta’la yang telah meringankan dan memberi kemudahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi hingga titik akhir dengan

sangat luar biasa.

Saya persembahkan karya ini teruntuk:

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

Kedua orangtua saya, Ayah tercinta Syamsul dan Ibu tercinta Lena Wati.

Nasution dan Nenek Rusni dan Alm. Nenek Rusmawar, alm. Kakek Mustafa dan alm. Kakek Sudirman yang telah memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati serta pengorbanan yang tidak dapat dillukiskan dengan katakata. Semoga Allah

selalu menjaga kalian.

Sahabat saya, M. Ufan, Sapta Marjan, Didik Hndoko, Ramadhan, Kak Desi, Sri Wahyuni arman, Kak Aisyah, Ismail, Kak Eka, Kak Indah, Kak Meri, Juanda

Hamid Harahap, Muhammad Muslim, Barwijaya, Serta Adik-Adik Saya Eka Safitri, Roni, dan Tamalia.

Terima Kasih telah hadir dan menjadi bagian cerita hidup.

(13)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Penegasan Istilah ...5

C. Rumusan Masalah ...6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...6

E. Sistematika Penulisan ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...9

A. Kajian Terdahulu ...9

B. Kajian Teori ...11

1. Pemahaman ...11

2. Nelayan ...25

3. Zakat Hasil Tangkapan Laut ...29

C. Kerangka Pikir ...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...42

A. Jenis Penelitian ...42

B. Waktu dan Tempat Penelitian ...42

1. Lokasi Penelitian...42

2. Waktu Penelitian ...42

C. Sumber Data ...42

1. Sumber Data Primer...42

2. Sumber Data Sekunder ...43

D. Informan Penelitian ...43

E. Teknik Pengumpulan Data ...43

1. Observasi ...43

2. Wawancara...44

(14)

viii

3. Dokumentasi ...44

F. Validitas Data ...44

G. Teknik Analisis Data ...45

BAB IV GAMBARAN UMUM ...46

A. Sejarah Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi ...46

B. Letak Geografi ...49

C. Struktur Organisasi...50

D. Pendidikan ...51

E. Olahraga, Kesenian, Kebudayaan dan Sosial ...52

F. Jumlah Penduduk Kelurahan Bagan Barat ...52

G. Agama ...52

H. Mata Pencarian Penduduk Kelurahan Bagan Barat ...53

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...55

A. Hasil Penelitian ...55

1. Pemahaman Nelayan Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi ...55

B. Pembahasan ...66

1. Pemahaman Nelayan Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi ...66

BAB VI PENUTUP ...72

A. Kesimpulan ...72

B. Saran ...73

DAFTAR PUSTAKA ...74

(15)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 ...27

Tabel 2. 2 ...27

Tabel 2. 3 ...28

Tabel 4. 1 ...51

Tabel 4. 2 ...51

Tabel 4. 3 ...52

Tabel 4. 4 ...52

Tabel 4. 5 ...53

Tabel 4. 6 ...53

Tabel 4. 7 ...54

Tabel 5. 1informan Penelitian ...55

(16)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 ...50

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara global, laut meliputi dua pertiga dari seluruh permukaan bumi dan menyediakan sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan di bumi dan laut telah membentuk dan mendukung keberadaan serta kehidupan umat manusia. Sementara itu perairan laut merupakan tempat kehidupan bagi beraneka ragam dan berjuta-juta makhluk hidup atau organisme, mulai dari yang tak terlihat mata atau microscopic seperti bakteri, sampai makhluk hidup terbesar di dunia. Laut merupakan bagian terbesar dari wilayah bumi dan memiliki potensi yang dapat memberikan konstribusi tidak sedikit pada peningkatan ekonomi bangsa. Hasil dari laut sendiri menjanjikan potensi komersial yang sangat besar bagi bangsa terutama bagi negara- negara maritim.1

Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan yang mempunyai kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Luas laut Indonesia sendri ialah dua pertiga dari daratannya. Total luas laut Indonesia adalah 3,544 juta km2. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua didunia setelah Kanada dengan panjang 104 ribu Km.

Selain garis pantai yang panjang, Indonesia memiliki jumlah pulau terbanyak yaitu 17.504 pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke. Dalam sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Potensi sumber daya perikanan baik perikanan tangkap, budidaya laut, perairan umum dan lainnya diperkirakan mencapai US$ 82 miliar/ tahun. Potensi perikanan tangkapnya saja mencapai US$

15,1 miliar/ tahun, hal ini tentu menjadikan Indonesia merupakan negeri yang kaya.2

Dilihat dari potensi lestari total ikan laut, ada 7,5 persan (6,4 juta ton/ tahun) dari potensi dunia berada diperairan laut Indonesia di satu sisi, sedangkan disisi lain berkisar 24 juta hektar perairan laut dangkal indonesia cocok untuk usaha budi daya

1 Mulyadi, Ekonomi Kelautan, (Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada, 2007, hlm. 17.

2 Kustiawan Tri Pursetyo dkk, “Perbandingan Morfologi Kerang Darah Di Perairan Kenjeran Dan Perairan Sedati”, Vol. 7 No. 1, April 2015, hlm. 31.

(18)

2 laut (mariculture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, teripang, rumput laut, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi, dengan potensi produksi 47 juta ton/ tahun. Lahan pesisir (coastal land), yang sesuai dengan usaha budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, dan dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta ton/ tahun. Lebih dari itu, Indonesia memiliki keanakaragaman hayati laut pada tingkat genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia.3

Sebanding dengan hal diatas, Indonesia juga merupakan suatu negara di asia yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. BPS mencatat data jumlah penduduk di Indonesia hingga September 2020 sebanyak 270,2 juta jiwa, Indonesia juga merupakan negara muslim terbesar dunia, dengan diikuti oleh negara India dan Pakistan. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi. Kemudian pada 2020, penduduk muslim Indonesia diperkirakan akan mencapai 229,62 juta jiwa.4

Di Indonesia, tepatnya di Provinsi Riau, yang ada di Kabupaten Rokan Hilir, terdapat sebuah kota yang sangat iconic dengan hasil tangkapan lautnya, yaitu kota Bagansiapiapi. Selain sebagai ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Bagansiapiapi juga merupakan ibu kota Kecamatan Bangko. Bagansiapiapi merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kota Bagansiapiapi yang merupakan ibukota dari Kabupaten Rokan Hilir resmi disahkan melalui Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2008. Kota ini masih terbilang kota yang baru, saat ini perkembangannya cukup pesat terutama pembangunan infrastruktur dan digolongkan sebagai Kota Sedang berdasarkan Klasifikasi Permukiman Perkotaan di Kabupaten Rokan Hilir ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi seiring dengan derasnya aliran penduduk dari daerah- daerah sekitarnya.5

3Mulyadi, op.cit., hlm. 7

4https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/25/indonesia-negara-dengan- penduduk-muslim-terbesar-dunia (di akses pada tanggal 12 Maret 2020)

5 Eka wahyuni dkk, “Analisis Fungsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bagansiapiapi”, Vol.

11, No: 2 bulan Februari 2017, hlm. 179

(19)

3 Kota ini terkenal dengan sebagai penghasil ikan terpenting, sehingga di juluki sebagai kota ikan. Menurut beberapa sumber, diantaranya surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapiapi adalah sebuah kota penghasil ikan terbesar kedua setelah Bergen di Norwegia. Berton-ton ikan, mulai dari ikan basah segar, ikan atau udang kering, ikan asin atau terasi, diekspor dari kota ini ke berbagai tempat. Dalam satu tahun, hasil tangkapan ikannya bisa mencapai 150.000 ton. Ekspor hasil laut berkembang menjadi salah satu pilar ekonomi rakyat terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Bagansiapiapi menduduki papan atas daerah-daerah penghasil ikan terbesar di dunia. 6

Hingga sekarang, masyarakat pesisir pun masih menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan laut dengan berprofesi sebagai nelayan.7 Dalam Islam sendiri diajarkan kepada ummatnya untuk mencari kebutuhan hidup melanjutkan kelangsungan hidup, termasuklah mencari nafkah di laut yang telah allah limpahkan kekayaan didalamnya. Di kota Bagansiapiapi, masyarakat yang mayoritasnya berprofesi sebagai nelayan terdapat di kelurahan Bagan Barat. Profesi sebagai nelayan sendiri kadang dipandang remeh oleh sebagian orang, namun tidak di masyarakat kelurahan Bagan Barat. Hasil laut yang masih tergolong tinggi tidak membuat profesi sebagai nelayan ditinggali, bahkan sebagian besar nelayan sudah memiliki boat sebagai sarana untuk melaut. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa kelurahan Bagan Barat memiliki potensi zakat pada hasil lautnya.

Hasil tangkapan laut sendiri merupakan suatu objek zakat. Merunut pendapat Yusuf Al-Qardhawi yang tercantum dalam tulisan Saidah Hirjiah ditegaskan bahwa komoditas yang dihasilkan dari laut haruslah dikeluarkan zakatnya seperti halnya dengan ikan. Yusuf al-qardhawi melihat bahwa hasil ikan itu sangat besar dan menghasilkan uang yang banyak. Oleh karena itu tidak wajar sama sekali apabila ikan tidak terkena kewajiban zakat berdasarkan penganalogian terhadap nash-nash Al-Qur’an mengenai zakat. Kendati demikian, tidak ada dalil yang secara eksplisit menjelaskan adanya kewajiban untuk zakat hasil laut, namun

6 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bagansiapiapi_(kota) (di akses pada tanggal 30 Oktober 2020)

7 Ummi Fadilla Latifah, “The Occupational Mobility Of Fishing To Non Fishing In Bagan Hulu, Bangko District, Rokan Hilir Regency”, Vol. 3 No. 2, Oktober 2016, hlm. 3

(20)

4 ada metode pengambilan hukum dengan qias atau analogi, yaitu mengaitkan sesuatu yang belum ada nashnya karena suatu illat sebab yang sama.8 Allah SWT berfirman:

َكَت َٰوَلَص َّنِإ ۡۖۡمِهۡيَلَع ِّلَصَو اَهِب مِهيِّكَزُتَو ۡمُهُرِّهَطُت ٗةَقَدَص ۡمِهِل ََٰو ۡمَأ ۡنِم ۡذُخ ٌميِلَع ٌعيِمَس ُ َّللَّٱَو ۡۗۡمُهَّل ٞنَكَس

٣٠١

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S At-Taubah ayat 103)

Pada kalimat

ۡمِهِل ََٰو ۡمَأ ۡنِم

, merupakan jamak dari kata لام, dimana zakat merangkum semua jenis harta benda, artinya semua itu mencakup emas dan perak, tanam-tanaman, hasil usaha dan hasil bumi dan laut secara menyeluruh, yang mencakup perdagangan peternakan, pertambangan dan lain sebagainya. Ayat ini kembali menguatkan pendapat Yusuf Al-Qordhowi bahwa tidak ada diferensiasi terhadap suatu kekayaan harta.9

Kembali mengutip pendapat Yusuf qordhowi seperti yang dikemukakan Hanifudin bahwa zakat juga merupakan suatu ibadah yang maliyah ijtimaiyah, Artinya bahwa seorang mukmin mengerti bahwa posisi dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat memiliki konsep yang mumpuni, strategis dan mumpuni.10 Adapun atas dasar ketidaktahuan dan kepahaman seseorang akan dirinya sebagai mustahak tidak mengeluarkan zakat masih dimaafkan, bukan berarti hal ini bisa terus berkelanjutan. Menurut pendapat yang rajih, mustahak wajib menunaikan zakat jika telah sampai nishab dan haulnya.11

8 Saidah Hirjiah, Skrisi: Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Kamal Muara Penjaringan Jakarta Utara” (jakarta: UIN Sya didin hafidhuddinrif Hidayatullah, 2015), hlm. 55-56.

9 Ibid., hlm. 63

10 Didin Hanifuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 1

11 Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Shaum Dan Zakat, ( Jawa Tengah: Cordova Mediatama, 2010) hlm. 288.

(21)

5 Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dikaji lebih lanjut dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pemahaman Nelayan Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut di Kelurahan Bagan Barat Kota Bagansiapiapi”

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis memberi penjelasan tentang istilah-istilah berikut:

1. Pemahaman

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman berakar dari kata paham, yang artinya pengertian, pendapat, pandangan, pandai dan mengerti benar.

pemahaman pula berarti proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.12 Menurut Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Djali dalam bukunya, pemahaman ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.13 Dalam penelitian ini, yang penulis maksud ialah pemahaman nelayan mengenai zakat dari hasil tangkapan laut di kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapiapi.

2. Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya, yang pada umumnya tinggal dipinggiran pantai,sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.14yang penulis maksud disini adalah nelayan yang ada di kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapiapi.

3. Zakat hasil tangkapan laut

Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak

12 https://kbbi.web.id/paham (di akses pada tanggal 9 April 2021)

13 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 77

14 Masyhuri Imron, “Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan” Vol. 5, No. 1, Tahun 2003, hlm. 63

(22)

6 menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula, dan diklasifikasikan menjadi zakat fitrah dan zakat maal.15 Hasil tangkapan laut merupakan usaha penangkapan ikan dan organisme air lainnya di alam liar atau air laut, kehidupan organisme air di alam liar dan faktor-faktornya tidak dikendalikan secara sengaja oleh manusia. Bila dikonjungsikan, zakat hasil tangkapan laut yaitu harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki yang telah ia dapat dari hasil laut.16 Dalam hal ini yang penulis maksudkan ialah zakat hasil tangkapan laut yang dipahami oleh pera nelayan di Kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapiapi.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemahaman para nelayan terhadap zakat hasil tangkapan lau, terutama nelayan yang ada di kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapiapi.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman nelayan terhadap zakat hasil tangkapan laut, yang fokus kajian di kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapiapi

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

a. Kegunaan Akademis

1) Sebagai bahan informasi ilmiah bagi peneliti-peneliti yang ingin mengetahui pendayagunaan infak untuk kemaslahatan ummat.

2) Untuk lebih memaksimalkan keahlian penulis sebaagai calon akademisi bidang Manajemen Dakwah.

b. Kegunaan Praktis

15 Didin Hanifuddin, op.cit., hlm. 7

16 Raihanatul Firdausiyah, Skripsi, ”Analisis Zakat Nelayan Dari Hasil Tangkapan Laut (Studi Kasus Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Bawean)” (surabaya: UIN Sunan Ampel, 2020), hlm. 15

(23)

7 1) Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi rujukan dalam melakukan

penelitian-penelitian serupa.

2) Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam menelaah serta memahami penelitian ini, maka penulis menyusun laporan penelitian ini dalam enam bab:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN KONSEP DAN KERANGKA PIKIR

Bab ini berisikan tentang kajian teori, kajian terdahulu dan kerangka pikir.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, validitas data dan teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM

Bab ini berisikan gambaran umum dan subjek penulisan.

BAB V : HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan hasil penulisan dan pembahasan

(24)

8 BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(25)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan pada penelitian- penelitian lain yang berbentuk skripsi dan ada relevansinya dengan judul di atas.

Adapun penelitian yang hampir mirip dan sama namun berbeda dengan penelitian ini yaitu yang berjudul:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Ilmiah Reski pada tahun 2021, yang berjudul Tingkat Pemahaman Masyarakat Desa Julumate’ne Kabupaten Gowa Terhadap Kewajiban dan Kesadaran Untuk Membayar Zakat. Penelitian ini menggunakan data kualitatif menyelidiki fenomena masyarakat atas sebagai sumber data yang obyektif di bidang pemahaman masyarakat tentang kewajiban zakat secara umum di Desa Julumate’ne, Kabupaten Gowa. Rumusan masalah didalam tulisan ini ialah Bagaimana tingkat pemahaman masyarakat Desa Julumate’ne Kabupaten Gowa terhadap kewajiban mengeluarkan zakat. Hasil penelitian yang didapatkan Masyarakat di Desa Julumate’ne masih minim pengetahuannya tentang zakat, masyarakat hanya membayar zakat dan mengetahui bahwa sebagian masyarakat belum mengetahui fungsi dan tujuan mengeluarkan zakat. Penyaluran zakat yang dilakukan masih secara personal. 17

Kedua, skripsi yang ditulis oleh saidah hijriah pada tahun 2015 dengan judul

“Zakat Hasil Tangkapan Laut Dikelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara”. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen lapangan dimana objek penelitiannya ialah masyarakat di Kelurahan Kamal Muara. Rumusan masalah dalam tulisan ini ialah bagaimana penerapan dan pengetahuan masyarakat Dikelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara dalam membayar zakat hasil tangkapan laut. Hasil penelitian yang didapatkan ialah pendapatan nelayan di Kelurahan Muara

17 Ilmiah Reski, Skripsi, “Tingkat Pemahaman Masyarakat Desa Julumate’ne Kabupaten Gowa Terhadap Kewajiban dan Kesadaran Untuk Membayar Zakat”, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2021).

(26)

10 Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara belum dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat, khususnya untuk nelayan yang hasil tangkapan dari laut, karena pendapatan tersebut belum mencapai nishab.18

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Raihanatul Firdausiyah pada tahun 2020 yang berjudul, “Analisis Zakat Nelayan Dari Hasil Tangkapan Laut (Studi Kasus Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Bawean). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. memperoleh gambaran tentang analisis zakat nelayan dari hasil tangkapan laut yang ada Desa Tambak Kecamatan Tambak, Bawean.

Rumusan masalah dalam tulisan ini ialah Bagaimana pendapatan nelayan dari hasil tangkapan laut di Desa Tambak yang berpotensi zakat, dan bagaimana analisis perhitungan dan kesesuaian zakat nelayan dari hasil tangkapan laut di Desa Tambak. Hasil penelitian yang didapatkan ialah Pendapatan yang diperoleh juragan nelayan lebih banyak dari yang diperoleh oleh awak kapal. Maka, nelayan yang dikategorikan berpotensi zakat wajib membayarkan zakatnya setiap satu tahun.

Nelayan yang berada di Desa Tambak kurang paham tentang zakat hasil tangkapan laut, akan tetapi sebagian dari mereka tetap berzakat sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki. 19

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Fardal Dahlan pada tahun 2020 dengan judul, “Pemahaman Petani Padi Tentang Zakat Pertanian dan Implementasinya di Kelurahan Maccowaralie Kabupaten Pinrang”. Jenis penelitian yang dipakai dalam tulisan ini adalah berbasi kualitatif, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemahaman petani padi tentang zakat pertanian dan implementasinya di Kelurahan Maccowaralie Kabupaten Pinrang. Rumusan masalah dalam tulisan ini ialah bagaimana pemahaman petani padi tentang zakat pertanian dan serta bagaimana implementasinya di Kelurahan Maccowaralie Kabupaten Pinrang. Hasil penelitian ini ialah Pemahaman petani tentang zakat pertanian di di Kelurahan Maccowaralie

18 Saidah Hijriah, “Zakat Hasil Tangkapan Laut Dikelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2015).

19 Raihanatul Firdausiyah, “Analisis Zakat Nelayan Dari Hasil Tangkapan Laut (Studi Kasus Desa Tambak, Kecamatan Tambak, Bawean)”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2020).

(27)

11 Kabupaten Pinrang masih sangat kurang, dan implementasinya yaitu para petani membagikan zakatnya langsungkepada pengurus masjid, fakir, dan miskin.20

Kelima, skripsi yang ditulis oleh Sultan Syahrir tahun 2017 berjudul,

“Pemahaman Masyarakat Terhadap Kewajiban Zakat di Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidenreng Rappang”. Dalam kajian ini digunakan jenis data kualitatif, membahas tentang tingkat pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan zakat di Kecamatan Maritengngae. Rumusan masalah dalam tulisan ini ialah bagaimana tentang tingkat pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan zakat di Kecamatan Maritengngae. Hasil dari tulisan ini ialah Bahwa pemahaman masyarakat Islam di kecamatan Maritengngae, pada umumnya saat ini belum memahami makna zakat secara utuh, di mana zakat hanya sekedar mengetahui bahkan ada yang hitutugan zakat mereka dengan menduga-duga saja.21

B. Kajian Teori

Untuk mengetahui pemahaman nelayan terhadap zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Bagan Barat kota Bagansiapi, maka terlebih dahulu di uraikan teori- teori yang berhubungan dengan tema, yaitu:

1. Pemahaman

a) Pengertian Pemahaman

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman berakar dari kata paham, yang artinya pengertian, pendapat, pandangan, pandai dan mengerti benar.

pemahaman pula berarti proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.22 Menurut Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Djali dalam bukunya, pemahaman ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.23 Menurut Bloom seperti yang dikutip dalam tulisan Gigin Ginanjar, Ada tiga macam pemahaman yakni: pengubahan (translation) misalnya mampu mengubah soal kata-kata ke dalam simbol dan

20 Fardal Dahlan, “Pemahaman Petani Padi Tentang Zakat Pertanian dan Implementasinya di Kelurahan Maccowaralie Kabupaten Pinrang”, (Parepare: IAIN Parepare, 2020).

21 Sultan Syahrir, “Pemahaman Masyarakat Terhadap Kewajiban Zakat di Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidenreng Rappang”, (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2017).

22 https://kbbi.web.id/paham (di akses pada tanggal 9 April 2021)

23 Djaali, loc.cit.

(28)

12 sebaliknya, mengartikan (interpretation) misalnya mampu mengartikan suatu kesamaan, dan memperkirakan (ekstrapolasi) misalnya suatu kecenderungan dari diagram.24 Syamsudi mengemukakan bahwa pemahaman merupakan suatu tingkat hasil proses belajar yang indikatornya dan dapat menjelaskan atau mendefinisikan suatu informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri.25

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemahaman merupakan proses atau sebuah langkah dalam mencapai suatu tujuan dimana terdapat pengetahuan yang mampu menciptakan adanya cara pandang ataupun pemikiran yang benar akan suatu hal.

b) Aspek Pemahaman

Pemahaman merupakan hasil belajar, misalnya seseorang dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan dan menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.26 Perkembangan dan peranan sebuah pemahaman yang paling penting adalah selama proses pembelajaran pertamanya, atau biasa juga disebut sebagai first orientation. Setelah itu, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan karena menjadi acuan untuk menilai sejauh mana kemajuan perkembangan sebuah pemahaman tersebut.

(1) Kognitif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif ialah sesuatu yang berhubungan dengan atau melibatkan kognisi. Sheerer dalam tulisan Sarlito mengungkapkan bahwa kognitif merupakan sebuah proses sentral yang menghubungkan peristiwa-peristiwa di luar (eksternal) dan di dalam internal diri sendiri. Festinger menyebutkan bahwa kognitif adalah elemen-elemen kognisi, yaitu hal-hal yang diketahui oleh seseorang tentang dirinya sendiri, tentang tingkah lakunya, dan tentang keadaan di sekitarnya. Neisser menyebutkan bahwa kognitif ialah sebuah proses yang mengubah, mereduksi, memperinci, menyimpan,

24 Gigin ginanjar, “Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Perkalian Melalui Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran Matematika Di Kelas 3 Sdn Cibaduyut 4”

Volume I Nomor 2, Juli 2016, hlm. 265.

25 Ibid.

26 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm 24.

(29)

13 mengungkapkan, dan memakai setiap masukan atau input yang datang dari alat indra. Dengan kata lain, aspek kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan nalar atau proses berpikir, yaitu kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan kemampuan rasional.27

Kognitif mengembangkan istilah skema untuk menjelaskan bagaimana eksplanasi sosial secara selektif dipahami dan diorganisasikan dalam ingatan.

Mengkategorikan objek dari pengalaman individu memang merupakan kemampuan istimewa yang dimiliki manusia. Kategorisasi dilakukan karena hal tersebut dapat mempermudah individu untuk mengingat informasi terkait sesuatu. Meminjam istilah Brigham, kita semua adalah “cognitive misers” yang berarti enggan bersusah-payah mengerahkan pikiran guna mencoba memahami realitas sosial secara lebih detail dan komprehensif. Kemudian, ranah ini terbagi dalam beberapa indikator, seperti pengetahuan, penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi.28

(a) Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan ialah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Sementara pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut sebagai knowledge yang mempunyai arti kenyataan atau kondisi menyadari sesuatu kenyataan atau kondisi mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman atau asosiasi, sejumlah pengetahuan, susunan kebenaran informasi, dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia berdasarkan kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari. Supaya memenuhi syarat sebagai ilmu, keyakinan seseorang harus didukung oleh nalar. Maksudnya, suatu keyakinan itu benar jika dan hanya secara nalar dibenarkan.29

Merujuk kembali pendapat Kartanegara, sumber dari pengetahuan merupakan alat atau sesuatu dari mana individu menerima informasi tentang suatu objek. Karena manusia menerima informasi dari indera dan akal, maka kedua alat itulah yang dianggap sebagi sumber pengetahuan. Dapat disebut juga sumber

27 Hamzah B, Orientasi baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 14

28 Nana Sudjana, op.cit., hlm. 26.

29 Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu Sebuah Rekontruksi Holistik, (UIN Jakarta Press:

Jakarta, 2005), hlm. 101-102.

(30)

14 pengetahuan adalah empirisme dan rasionalisme. Menurut Von Glasersfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh konsepsi seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama, lingkungan yang menunjuk pada keseluruhan objek dan semua relasinya yang diabstraksikan dari pengalaman. Kedua, lingkungan yang menunjuk sekeliling hal itu yang telah diisolasikan.30

Dalam literatur islam, ada beberapa sumber pengetahuan untuk dijadikan sebagai sarana diperolehnya ilmu, di antaranya adalah intuisi (ilham) dan wahyu.

Seperti yang dikemukaan Al-Syaibani, sumber atau saluran pengetahuan dalam Islam ada banyak, dan bisa dikembalikan kepada lima sumber pokok, yaitu indera, akal, intuisi, ilham dan wahyu Ilahi, di dalamnya meliputi perhatian dan pengamatan indera, percobaan-percobaan ilmiah, dan aktivitas-aktivitas ilmiah lainnnya. Menurut beberapa tokoh, sumber dari pengetahuan sendiri ialah akal dan indera. Secara global, telah disebutkan beberapa sumber ilmu dan saluran untuk memperolehnya, seperti akal dan rasio, indra, dan intuisi.31

Pertama, yaitu akal dan rasio. Secara etimologis, seperti yang disadur dalam tulisan Muhammad Az-Za’labi, kata aql dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja aqala, ya’qilu, aqlan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akal mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, yaitu: 1) Daya pikir (untuk mengerti dan sebagainya). 2) Daya, upaya, melakukan sesuatu. 3) Tipu daya, muslihat. 4) Kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan.32 Secara terminologi, sebagaimana yang dikutip oleh Suparman Syukur. Menurut Imam Al-Ghazali pengertian akal adalah fitrah instintif sebagai cahaya orisinal yang menjadi sarana manusia dalam memahami realitas segala sesuatu.33

Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Senada dengan hal ini, dikatakan juga bahwa rasionalisme merupakan salah satu langkah pendekatan filosofis yang menekankan

30 Ibid., hlm. 105.

31 Ibid., hlm. 109.

32 https://kbbi.web.id/akal (di akses pada tanggal 26 Januari 2022)

33 Sayyid Muhammad Az-Za’labi, Penddikan Remaja; Antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Gema Insani, Jakarta, 2007), hlm. 46.

(31)

15 akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan. Pengetahuan dicari oleh akal dan temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal ialah berpikir dengan logis. Diukur dengan akal artinya diuji apa temuan tersebut logis atau tidak. Dengan kata lain, akal atau rasio adalah alat untuk mencapai kebenaran, dengan proses berpikir yang melalui liku-liku untuk mencapai pengetahuan atau kebenaran. Oleh karena itu, ia disebut sebagai salah satu dari sumber pengetahuan.34

Kedua, yaitu indera atau penginderaan. Indera merupakan sistem fisiologi dalam tubuh manusia untuk mengenali, merasakan, dan merespon terhadap serangkaian stimulus secara fisik. Beberapa aspek yang dipersepsi berdasarkan panca indra meliputi: 1.Visual (mata): ornament, cahaya, warna, dan materialitas yang bersifat abstrak ataupun nyata. 2.Perabaan (kulit): tekstur dan sifat material basah, kering, panas, dingin, termasuk suhu ruangan. 3.Pendengaran (telinga): suara (musik, kebisingan, dan background noises). 4.Penciuman (hidung): bau atau aroma. 5.Rasa (lidah): segala sesuatu yang dikecap, dirasakan oleh lidah, atau dikonsumsi.35

Ketiga, yaitu intuisi. Intuisi berasal dari kata Latin intueri atau intuitus berasal dari gabungan in (pada) dan tueri (melihat), kemudian menjadi bahasa Inggris “intuition”. Intuisi dapat diartikan sebagai pengetahuan atau terhadap sesuatu yang didapat langsung tanpa menggunakan rasio dan pancaindera dan terkadang bersifat bawaan. Disisi lain Jujun Sumantri menyebutkan bahwa intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.

Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkan muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Suatu masalah yang kita pikirkan, yang kemudian kita tunda karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul dibenak kita yang lengkap dengan jawabannya.36

34 Ibid., hlm. 48.

35 Ibid., hlm. 52.

36 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 2005), hlm. 33.

(32)

16 Sejatinya, kita dapat memecah pengetahuan menjadi dua indikator, hal ini dimaksudkan agar lebih merinci bagaimana pengetahuan seseorang tentang suatu fenomena, diantaranya:

(i) Kemampuan mendevinisikan dan daya nalar

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri dan juga melalui orang lain. Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu tentang sesuatu (mempunyai otoritas keilmuan pada bidang tertentu). Kata-kata operasional yang sering digunakan antara lain, menyebutkan, menyatakan kembali, mendefinisikan, menjumlahkan, menjelaskan istilah, mengurutkan, dan sebagainya. Sejatinya, pengetahuan meliputi ingatan-ingatan yang pernah dipelajari dan disimpan dalam pikiran.37

Pemberian devinisi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Devinisi sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Pada tingkat pemahaman, devinisi dilihat dari segi hubungannya dengan penutur, sedangkan pada tingkat pengetahuan devinisi lebih ditekankan pada makna dalam komunikasi.

Devinisi sering disebut juga dengan pemberian makna, dimana macam-macam makna ini seperti makna emotif (reaksi atau sikap), makna denotatif (sebuah tanda), makna konotatif (gambaran, ingatan, dan perasaan), Makna Referensial (ditunjuk oleh suatu lambang).38

Merujuk kepada kamus Bahasa Indonesia, nalar pula bermakna:

pertimbangan tentang baik buruk, akal budi; setiap keputusan harus didasarkan pada nalar yang sehat.39 Nalar yaitu aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, atau kekuatan pikir. Jadi nalar dapat dijelaskan tentang cara bagaimana menggunakan nalar pemikiran, cara berpikir logis atau sesuatu hal dikembangkan dan dikendalikan dengan nalar yang benar berdasarkan fakta atau prinsip tapi bukan dengan menggunakan perasaan atau pengalaman.

37 Abdul Mujib, “Hakekat Ilmu Pengetahuan dalam Persfektif Islam”, Vol. 4 No. 01, hlm.

51. 38 Ibid., hlm. 52-53

39 W.J.S. Poerwadarminto, op.cit., hlm. 331.

(33)

17 Nalar memberi peran yang besar dalam kehidupan manusia, tanpa nalar manusia tidak berguna, tidak bisa berpikir dan tidak bisa merencanakan sesuatu, justru dengan adanya nalarlah manusia bisa beraktifitas, dan berkerja untuk menata hidup secara terarah dan terukur. Dengan hidup benar maka manusia bisa hidup damai dan sejahtera dalam kebersamaannya.40

(b) Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan.41 Sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. Menurut Usman dalam tulisan Linn Wilcox, penerapan (implementasi) adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.42

Menurut Setiawan dalam tulisan Linn Wilcox, penerapan merupakan suatu perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antar-tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata penerapan (implementasi) bermuara pada aktifitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.43

Pada jenjang ini, penerapan diartikan sebagai kemampuan implementasi informasi pada situasi yang lebih nyata, dimana seseorang mampu menerapkan pemahamannya dengan cara menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, seseorang dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya. Kata-kata operasional yang

40 Abdul Mujib, op.cit., hlm. 55

41 https://kbbi.web.id/terap Wilcox

42 Linn Wilcox, Psikologi Kepribadian; Analisis Seluk Beluk Kepribadian Manusia, (Jogyakarta: IRCiSoD, 2012), hlm. 121-122.

43 Ibid., hlm. 123.

(34)

18 sering digunakan antara lain, menyebutkan, menyatakan kembali, mendefinisikan, menjumlahkan, menjelaskan istilah, mengurutkan, dan sebagainya.

Kemudian, penerapan dalam hal ini kembali dipecah menjadi ke bentuk sebuah komponen, yaitu:

(i) Kemampuan melaksanakan (actuating)

Di dalam suatu pelaksanaan terdapat suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, pelaksanaan biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap dan seseorang telah memahami apa yang akan ia lakukan. Secara sederhana, pelaksanaan ialah turunan dari penerapan. Actuating sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam proses penerapan. Di dalam pelaksanaan terdapat prinsip-prinsip pelaksanaan, jika prinsip-prinsip yang ada baik dan mengarah pada tujuan yang telah diterapkan maka akan menghasilkan pelaksanaan yang baik pula di dalam pelaksanaan tersebut.44

Berkaitan dengan hal di atas, maka actuating merupakan bagian dari bagian- bagian kecil dari pemahaman. Banyak definisi yang dikemukakan tentang actuating, namun apabila kita mengacu pada pandangan konstruktivisme maka actuating merupakan proses pengaturan kondisi agar seseorang dapat dengan mudah membangun pengetahuannya ke arah tujuan yang diinginkan yakni memahami konsep dan dilakukannya dengan tindakan yang benar. Konsep ini seringkali disebut sebagai konsep penerapan apabila seseorang telah memiliki pengetahuan atau konsep yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah maka ia tidak akan melakukan tindakan yang dianggap tidak benar.45

(c) Analisis

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), analisis ialah suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); 2) penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan;3) Penyelidikan kimia dengan menguraikan

44 Ibid., hlm. 131.

45 Anna Poedjiadi, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Universitas Terbuka), hlm. 54-55.

(35)

19 sesuatu untuk mengetahui zat bagiannya dan sebagainya; 4) Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya; 5) pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. Menurut Makinuddin, analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitan dan ditafsir maknanya.46

Kembali merujuk pada konsep taksonomi Bloom, bahwa analisis merupakan indikator kognitif setelah penerapan. disebutkan juga bahwa kemampuan analisis dimaksudkan agar seseorang cenderung berpikir logis dan mampu berurusan dengan fakta-fakta dan menanganinya dengan baik serta mampu menyelesaikan problematika yang chaotic. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing).

Memberi atribut akan muncul apabila seseorang menemukan permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan seseorang pada informasi-informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan.47

Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur dan pencapaian hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan memungkinkan seseorang membangun hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan- potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh seseorang adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan. Kata kerja operasional yang menunjukkan kemampuan analisis seperti menguraikan sesuatu, memerinci, memisah-misahkan, mengidentifikasi, dan memilih.48

46 Makinuddin dan Tri Hadiyanto Sasongko, Analisis Sosial : Beraksi dalam Advokasi Irigasi, (Bandung: Yayasan Arkatiga, 2006), hlm. 40

47 Imam Gunawan, “Taksonomi Bloom - Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian”, Vol. 3, No. 2, hlm. 106

48 Ibid., hlm. 107.

(36)

20 Contoh-contohnya ialah sebagai berikut: Memilih instrumen konsep-konsep dan kemudian menggabungkannya sehingga menjadi suatu gubahan konsep yang baru, memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, memperkirakan akibat- akibat yang akan timbul dari suatu peristiwa atau gejala, kemampuan berpikir induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan analisis. Perilaku operasional yang tampak dalam kemampuan ini antara lain ialah memberi nama yang sesuai/

cocok, mengonseptualisasikan masalah, menyusun rancangan, memperbaiki, dan memperkirakan akibat dari suatu peristiwa.49

Kemudian,didalam komponen analisis, terdapat unsur-unsur pembangun dalam proses mencapai puncak tujuan dari analisis itu sendiri, unsur-unsur ini ialah:50

(i) Kemampuan menyelesaikan dan menguraikan

Setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan masalah. Masalah sebagai konteks latihan yang harus menjawab kriteria yang kemungkinan terjadi dan bernilai atau kemajuan. Hasil dari beberapa penelitian membagi masalah menjadi dua jenis, yaitu masalah yang terstruktur dengan baik dan masalah yang tidak terstruktur dengan baik. Masalah disebut masalah yang terstruktur dengan baik jika pernyataan awal, tujuan dan penghubung diketahui. Sedangkan masalah disebut masalah yang tidak tidak terstruktur dengan baik jika pemecah masalah tidak mengetahui penghubung, tujuan atau bahkan pernyataan awal. Untuk masalah yang tidak terstruktur dengan baik pemecah masalah harus menemukan, mendefinisikan lebih spesifik pernyataan tujuan, atau bahkan pernyataan awal.

Dikatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya dan menguraikannya kedalam bentuk yang lebih sederhana. Jika suatu masalah diberikan kepada

49 Makinuddin, loc.cit.

50 Ibid., hlm. 43-44.

(37)

21 seseorang tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah orang tersebut.51

(d) Sintesa

Sintesa (Synthesis) merupakan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan semua unsur atau bagian, sehingga membentuk satu keseluruhan secara utuh. Senada dengan pernyataan diatas, menurut Buchari Lapau, sintesa adalah kemampuan untuk membentuk sesuatu yang utuh dari bagian-bagian yang kecil.52 Sudijono juga mengemukakan bahwa kemampuan sintesa adalah suatu kemampuan memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Kemampuan mensintesis suatu permasalahan tidak lahir dengan sendirinya tetapi melalui proses dalam tatanan kehidupan pembelajaran, yakni kegiatan proses belajar. Dengan berkegiatan dan proses belajar yang dirancang sedemikian rupa diharapkan mampu meningkatkan kemampuan sintesa dalam permasalahan-permasalahan secara umum.53

Dengan kata lain, sintesa merupakan kemampuan untuk menampilkan pikiran secara orisinil dan inovatif. Ini adalah suatu kemampuan intelektual yang mengkombinasikan semua unsur yang relevan guna membentuk suatu pola atau struktur yang sama sekali baru. Kemampuan sintesa dapat dinilai apabila seseorang menghadapi situasi yang berbeda-beda. Sintesa digunakan untuk melihat kemampuan memadukan unsur-unsur dan bagian-bagian sehingga membentuk suatu keseluruhan. Kata-kata yang sering digunakan untuk melihat kemampuan sintesa biasanya kata menciptakan, menyusun, mengorganisasikan, dan sebagainya.54 Kemudian, didalam komponen sintesa, terdapat unsur pembangun dalam proses mencapai puncak tujuan dari sintesa itu sendiri, unsur ini ialah:

51 Imam Gunawan, op.cit., hlm. 111.

52 Buchari Lapau, Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2012), hlm. 8.

53 Sudijono, Pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1998), hlm. 52.

54 Linn Wilcox, op.cit., hlm. 128.

(38)

22 (i) Kemampuan mengemukakan pendapat/ ide

Sintesa memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan hingga membentuk suatu pendapat atau ide. Sintesa bersangkutan dengan penyusunan bagian-bagian atau unsur-unsur sehingga membentuk suatu keseluruhan atau kesatuan yang sebelumnya tidak tampak jelas. Kategori sintesa dibedakan menjadi tiga yakni: (1) penciptaan komunikasi yang unik, yaitu penciptaan komunikasi yang didalamnya penulis atau pembicara berusaha mengemukakan ide, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain; (2) penciptaan rencana yaitu penciptaan rencana kerja atau proposal operasi; dan (3) penciptaan rangkaian hubungan abstrak yaitu membuat rangkaian hubungan untuk mengklasifikasikan data tertentu.55

Kemampuan dan sintesa sangat penting bagi seseorang dalam rangka mendeskripsikan dan menjelaskan segala persoalan yang ada. Hal ini karena, kemampuan berpikir yang baik dapat mempengaruhi kemampuan belajar seseorang, kecepatan mencapai penguasaan materi dan efektivitas pembelajaran.

(e) Evaluasi

Indikator pada komponen kelima dalam tingkatan kognitif taksonomi Bloom adalah Evaluating. Menilai (Evaluate), didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang sering digunakan adalah menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas.56 Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari Checking (mengecek) dan Critiquing (mengkritik). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari sebuah konsep. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal, dan berkaitan erat dengan berpikir kritis. Kata kerja operasional yang biasa digunakan dalam menyusun indikator kemampuan ini ialah membandingkan, menilai,

55 Imam Gunawan, op.cit., hlm. 119.

56 Rofiq Arif Ainur, Sistematika Psikologi Perkembangan, (Surabaya: ARLOKA, 2005), hlm. 83

(39)

23 mengkritik, menimbang, memutuskan, menafsirkan, memerinci, memvalidasi, mengetes, mendukung, dan memilih.57

Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Pertama-tama harus disampaikan bahwa semua jenis pertanyaan pada level mengevaluasi termasuk adanya penilaian dan justifikasi terhadap suatu kondisi tertentu. Kemudian, didalam komponennya, terdapat unsur pembangun dalam proses mencapai puncak tujuan dari evaluasi itu sendiri, unsur ini ialah:

(i) Kemampuan untuk menilai dan kritik

Melakukan penilaian (judgement) berarti melihat kembali suatu peristiwa yang telah terjadi sebelumnya atau suatu peristiwa yang mendahului. Kita menilai karena membutuhkan hasil atau akibat dan pembenaran dari tindakan itu. Dalam penilaian itu, kita harus menelisik satu persatu dan memberi kritikdari komponen- komponen dan keterkaitan antara semua komponen itu. Pentingnya justifikasi itu adalah untuk mendapatkan validitas pembenaran sebagai penentu akhir dari suatu proses yang telah berlangsung sebelumnya.58

Dalam tulisan Dominikus Tulasi, terdapat pertanyaan dasar pada level Meng-evaluasi yang harus terjawab agar konsepsi mengenai evaluatif sebuah konsep dapat dipahami. Pertanyaan pertama yaitu “what does this expression mean?” Adalah suatu bentuk pertanyaan yang dalam, karena menanyakan tentang arti atau makna dari suatu ekspresi. Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan biasa.

Pertanyaan ini bukan bertanya tentang fenomena melainkan bertanya tentang noumena, yakni keseluruhan makna yang tersembunyi dan menyembunyikan diri dibaliknya. Itulah noumena yang harus dicari dengan cara memikirkannya. Dalam konteks human center learning kita perlu membiarkan seseorang untuk melakukan eksplorasi terhadap semua fenomena dengan daya pikirnya sendiri. Mereka perlu

57 Ibid., hlm. 86-87.

58 Imam Gunawan, op.cit., hlm. 124-125.

(40)

24 dibiasakan melakukan eksplorasi pikiran dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya evaluatif atau mengevaluasi.59

Pertanyaan kedua yaitu “why were the bears angry with Goldilocks?”, Bertanya tentang alasan. Maksud dari pertanyaan diatas ialah mengapa (why).

Berarti pertanyaan tersebut juga termasuk pertanyaan evaluatif, yakni memberi alasan dengan cara memikirkannya secara mendalam dan mencari noumena atau makna mendalam di baliknya. Bongkaran-bongkaran makna yang tertuang dalam jawaban akan membuktikan kualitas berpikir seseorang. Dalam pertanyaan ini, penjelasan harus berupaya memotivasi seseorang untuk memperbanyak bacaan yang terkait dengan apa yang dipelajarinya.

Pertanyaan ketiga yaitu “do you think she learned anything by going into the bears’ house”. Pada pertanyaan ketiga ini, seseorang harus membayangkan bahwa orang lain bertanya tentang suatu peristiwa di masa lampau (past tense).

Semua peristiwa yang diklasifikasikan masa lampau harus dievaluasi dengan cara menjelaskan muatan makna yang terkandung di dalamnya. Jawaban-jawaban atas pertanyaan ketiga akan membuktikan sejauh mana ia memberi alasan dan evaluasi untuk muatan pertanyaan tersebut. Pertanyaan keempat yaitu “would you have gone into the bears’ house?”, Pertanyaan ini mengandaikan adanya jawaban tentang hakikat peristiwa yang mungkin telah dialami. Pertanyaan ini menggunakan past future present perfect. Jika present perfect berbicara tentang semua peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau hingga saat bicara sudah selesai dan sempurna hasilnya, maka past future mengandaikan adanya semua yang terjadi itu. Meskipun pertanyaan ini adalah past future present perfect, jawabannya tetap meminta uraian tentang hakikat yang sifatnya evaluatif.60

59 Dominikus Tulasi, “Merunut Pemahaman Taksonomi Bloom: Suatu Kontemplasi Filosofis”, Vol. 1, No. 2, hlm. 368.

60 Ibid., hlm. 368-369.

(41)

25 2. Nelayan

a) Devinisi Nelayan

Secara umum, nelayan diartikan sebagai orang yang mata pencahariannya menangkap ikan, penangkap ikan di laut.61 Literatur lain menyebutkan nelayan sebagai suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya, yang pada umumnya tinggal dipinggiran pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.62 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan (LNRI No. 97 tahun 1964, TLN No. 2690), pengertian nelayan pula dibedakan menjadi dua yaitu:

nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan.

Nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut.63

Sedangkan ketentuan Undang-Undang Perikanan seperti yang diterangkan Septiana, mengatur dan membedakan pengertian nelayan menjadi dua yaitu nelayan dan nelayan kecil. Pada Pasal 1, Angka 10 disebutkan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, sedangkan pada pada Pasal 1 Angka 11: nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) Gross Ton (GT).

Sementara itu penjelasan Pasal 18, Ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan

“nelayan kecil” adalah nelayan masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional.64

61 W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan XIII, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 674

62 Masyhuri Imron, loc.cit.

63 Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan.

64 Shinta Septiana, “Sistem Sosial-Budaya Pantai: Mata Pencaharian Nelayan dan Pengolah Ikan di Kelurahan Panggung Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal” (Jurnal Sabda, Volume 13, Nomor 1, Juni 2018), hlm. 84.

(42)

26 Sebagai masyarakat yang mengelola potensi sumberdaya perikanan, Shinta Septiana dalam tulisannya menyebutkan bahwa masyarakat nelayan mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja yang tinggi, solidaritas sosial yang kuat terbuka terhadap perubahan dan memiliki karakteristik interaksi sosial yang mendalam.65

b) Klasifikasi Masyarakat Nelayan

Kelompok masyarakat nelayan pada dasarnya memiliki diferensiasi dalam karakteristik sosial. Hal ini dibedakan dalam beberapa kategori seperti range umur, pendidikan, satus sosial dan kepercayaan. Townsley dalam tulian Fargomeli menyebutkan bahwa ditemukan perbedaan berupa kohesi internal dalam suatu kelompok nelayan, dalam hal ini diaryikan dalam hubungan sesana nelayan maupun hubungan sesama masyarakat.

Charles mengklasifikasi kelompok nelayan dalam empat kelompok yaitu:66 - Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap ikan

hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

- Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil.

- Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga.

- Nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar

65 Ibid.

66 Septi Rindawati, Strategi Peningkatan Pendapatan Nelayan, (Jakarta: Media Sains Indonesia, 2021), hlm. 13.

Referensi

Dokumen terkait