• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

No. 138/S/PPB/2013

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Ari Kurniawan 0800872

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

Efektivitas Konseling Kelompok Teman

Sebaya dalam Mereduksi Perilaku Agresif

Siswa

Oleh

Ari Kurniawan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Ari Kurniawan 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

ARI KURNIAWAN 0800872

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 19600501 198603 1 004

Pembimbing II

Dra. Chandra Affiandary, M.Pd NIP. 19570611 198609 2 001

Mengetahui / Mengesahkan Ketua Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Ari Kurniawan. (2013). Efektivitas Konseling Kelompok Teman Sebaya dalam Mereduksi Perilaku Agresif Siswa (Penelitian Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013)

Penelitian bertujuan mengetahui efektivitas konseling kelompok teman sebaya untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode pra eksperimen dan desain penelitian Pre-Test Post-Test Group. Instrumen yang digunakan berupa non tes berbentuk angket model rating scale. Teknik analisis data menggunakan statistik parametrik untuk mengukur uji beda dua rata-rata berpasangan. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini menghasilkan: 1) Gambaran umum perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi tahun ajaran 2012/2013 berada pada kategori rendah, 2) Rumusan program konseling kelompok layak menurut pakar dan praktisi, dan 3) Program konseling kelompok teman sebaya efektif dalam mereduksi perilaku agresif sembilan orang siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi tahun ajaran 2012/2013 yang berada pada kategori tinggi. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada guru BK adalah dapat menggunakan instrumen perilaku agresif siswa tersebut untuk mengetahui profil perilaku agresif siswa pada tingkat kelas yang lainnya dan program tersebut untuk terutama pelatihan konselor sebayanya dapat dikembangkan lagi atau dimanfaatkan untuk menghadapi fenomena lainnya di sekolah. Dan untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan tambahan wawasan untuk gambaran perilaku agresif maupun konseling kelompok teman sebaya.

(5)

ABSTRACK

Ari Kurniawan. (2013). Effectiveness of Peer Group Counselling in Reduce

Aggressive Behavior Students (Pre Experimental Research Against Class X students of SMK Negeri 3 Cimahi Academic Year 2012/2013)

The study aims to determine the effectiveness of peer counseling groups to reduce aggressive behavior of students. The approach used in this study are pre-experimental quantitative methods and research design Pre-Test Post-Test Group. The instrument used a form of non- test questionnaire rating scale models. Analysis using parametric statistical test to measure the average difference of two pairs. The study population is a class X student of SMK Negeri 3 Cimahi school year 2012/2013. This research resulted in: 1) a general description of the aggressive behavior of students of class X of SMK Negeri 3 Cimahi school year 2012/2013 are in the low category, 2) formulation of a viable counseling program by experts and practitioners, and 3) description of the effectiveness of peer group counseling program in reduce aggressive behavior nine students of class X of SMK Negeri 3 Cimahi school year 2012/2013 which are in the high category. Research recommendation is addressed to teacher guidance and counseling can use the students' aggressive behavior instrument to determine the profile of the aggressive behavior of students at grade level and the program to others, especially peers counselor training can be developed or utilized for other phenomena faced in school. And to further research can be used as additional insights to an overview of aggressive behavior and peer group counseling

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II KONSEPTUALISASI KONSELING KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA A. Perilaku Agresif ... 12

B. Penyebab Perilaku Agresif ... 16

C. Mereduksi Perilaku Agresif ... 18

D. Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 22

E. Proses Pelaksanaan Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 25

F. Konseling Kelompok Teman Sebaya dalam Mereduksi Perilaku Agresif Siswa 28 G. Penelitian Sebelumnya ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 32

(7)

C. Definisi Operasional Variabel ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Analisis data ... 46

G. Pengembangan dan Pelaksanaan Program ... 48

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55

1. Profil Perilaku Agresif Siswa ... 55

2. Rumusan Program Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 59

3. Efektifitas Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 88

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

1. Profil Perilaku Agresif Siswa ... 99

2. Rumusan Program Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 103

3. Efektifitas Konseling Kelompok Teman Sebaya ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108

B. Rekomendasi ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Ketentuan Pemberian Skor Instrumen Perilaku Agresif Siswa ... 38

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrument Perilaku Agresif Siswa (Sebelum Judgement) ... 39

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrument Perilaku Agresif Siswa (Setelah Judgement) ... 40

Tabel 3.5 Kriteria Alternatif Respon Instrumen ... 41

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Perilaku AgresifSiswa Kelas X SMKN 3 Cimahi ... 43

Tabel 3.7 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 44

Tabel 3.8 Tingkat Reliabilitas Instrumen Perilaku Agresif Siswa ... 45

Tabel 3.9 Pola Skor Pilihan Alternatif Respon ... 46

Tabel 3.10 Kriteria Skor Matang Perilaku Agresif ... 47

Tabel 4.1 Tingkat Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013 ... 56

Tabel 4.2 Gambaran Perilaku Agresif Siswa Per Indikator ... 58

Tabel 4.3 Rancangan Operasional Intervensi Konseling Kelompok Teman Sebaya Dalam Mereduksi Perilaku Agresif Siswa ... 61

Tabel 4.4 Uji Efektivitas Konseling Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Agresif Siswa ... 91

(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Keterampilan Konselor Sebaya ... 26

Grafik 2.2 Interaksi Dalam Konseling Teman Sebaya ... 28

Grafik 4.1 Profil Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013... 55

Grafik 4.2 Profil Umum Perilaku Agresif Kelompok Eksperimen ... 57

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perilaku agresif seringkali menjadi tajuk utama dalam pemberitaan media baik media cetak maupun media elektronik. Dari berbagai pemberitaan tersebut, perilaku agresif ini dilakukan oleh berbagai usia baik itu anak-anak, remaja, maupun dewasa, bahkan oleh lansia. Perilaku agresif ini pula dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok. Selain berdasarkan informasi dari media, tidak jarang kita melihat sendiri perilaku agresif tersebut. Bahkan mungkin kita sendiri yang menjadi pelaku perilaku agresif atau korban dari perilaku agresif orang lain tersebut.

Dalam bukunya Emotional Behavior, Berkowitz (2006: 1) mempertanyakan masalah agresi tersebut dalam bab pertamanya:

Adakah orang yang tidak menyadari adanya tindak kekerasan di masyarakat? Hampir setiap hari Koran memberitakan tentang penembakan, perampokan, penusukan dan penyerangan, tentang manusia yang berkelahi dan saling membunuh. Tindak kekerasan terjadi di seluruh dunia dan di seluruh segmen masyarakat. Kita mendengar dan membaca tentang perang antar geng di lingkungan termiskin di Los Angeles, umat Kristen dan islam berperang di Beirut, dan perang saudara melanda Afrika. Kelihatannya berbagai tindakan kekerasan terjadi hampir dimana-mana. Terus menerus, dari hari ke hari. Berbagai cerita tersebut hanyalah contoh paling ekstrim agresi yang terjadi setiap hari. Ini bukanlah hal yang sepele, dan bukan hanya karena penderitaan yang disebabkan oleh agresi. Bahkan seringkali sulit mencegah agar tindak kekerasan tidak menyebar. Setiap agresi cenderung berlanjut.

Jika Berkowitz memberikan contoh tindak kekerasan maupun perilaku agresif yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya, maka pemberitaan

(11)

agresif lainnya. Bahkan terkadang terjadi perkelahian di tengah jalan hanya karena hal sepele yang terjadi di jalan yang jika pengguna jalan dapat tenang dan berpikiran jernih maka perkelahian tersebut tidak akan terjadi. Sarwono dkk. (2012: 146) menanggapi terhadap maraknya pemberitaan mengenai perilaku agresif tersebut menunjukkan bahwa perilaku agresif yang terjadi saat ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas, tak hanya sekadar menyakiti atau melukai tetapi juga menghilangkan nyawa korbannya. Penyebabnya pun kadang-kadang sangat sepele; misal, gara-gara tidak diberi rokok, seorang pemuda tega manganiaya temannya sampai meninggal.

Penelitian mengenai perilaku agresif beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya perilaku agresif di sekolah yang tidak sedikit meskipun tidak bisa dikatakan banyak. Fadhillah (2011: 78) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas XI di salah satu SMA swasta di kota Bandung memperoleh data perilaku agresif siswa yang berada pada kategori tinggi sebanyak 33,62% atau 39 orang dari 113 orang siswa. Kursin (2005: 64-65) dalam penelitiannya terhadap siswa panti di salah satu panti di Semarang memperoleh data dari 57 orang siswa terdapat 80,09% siswa yang berada

pada kategori tinggi pada perilaku agresif fisik dan 88,35% siswa yang berada pada kategori tinggi pada perilaku agresif verbal.

(12)

Meskipun siswa yang berperilaku agresif di sekolah yang menjadi penelitian ini sedikit dan bisa jadi bukan merupakan permasalahan yang besar dan krusial di sekolah tersebut. Tapi peneliti berpendapat bahwa tidak ada salahnya untuk membantu mereduksi perilaku agresif dari sembilan orang siswa yang berada pada kategori tinggi tersebut. Karena meskipun hanya sedikit siswa yang perilaku agresifnya tinggi, tapi dirasa dapat mengganggu kenyamanan bagi siswa lainnya di sekolah, ditakutkan akan memberi pengaruh kurang baik bagi siswa lainnya, dan ditakutkan pula perilaku agresifnya meningkat. Hal tersebut berdasarkan pandangan teoritikus sosial kognitif seperti Albert Bandura yaitu agresi dapat dipelajari melalui observai atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, semakin besar kemungkinan untuk terjadi (Atkinson dkk., 1983: 62). Lebih lanjut menurut Albert Bandura dalam Nevid dkk. (2003: 207):

Agresi merupakan perilaku yang dipelajari, dimunculkan melalui cara yang sama seperti perilaku-perilaku lain. Peran dari modeling (melihat dan meniru) dan reinforcement digaris bawahi pada pembelajaran perilaku agresif. Anak-anak dapat belajar meniru tindak kekerasan yang diamati di rumah, di halaman sekolah, di televisi, atau di media lain. Bila kemudian mereka di-reinforced untuk bertindak agresif, misalnya dengan memperoleh keinginannya atau memperoleh persetujuan dan rasa hormat dari sebaya, kecenderungan untuk melakukan agresi menjadi lebih kuat sejalan dengan waktu.

Siswa yang direduksi perilaku agresifnya dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. Berdasarkan usianya, kelas X ini merupakan usia remaja. Remaja adalah seorang anak yang bisa dibilang berada pada usia tanggung, mereka bukanlah anak kecil

yang tidak mengerti apa-apa, tapi juga bukan orang dewasa yang bisa dengan mudah akan

(13)

berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja. Dengan demikian, kelompok teman sebaya berpengaruh besar terhadap perkembangan perilaku remaja.

Lebih lanjut Hurlock (1997: 214-216) menjelaskan bahwa proses pencapaian kematangan emosional bagi remaja dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, dalam hal ini terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Artinya, apabila lingkungan tersebut bersifat kondusif maka remaja akan cenderung mencapai kematangannya. Akan tetapi apabila kurang dipersiapkan perannya atau kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, maka mereka cenderung akan mengalami kecemasan dan tertekannya perasaan, serta akan mengalami ketidaknyamanan emosional. Apabila rasa ketidaknyamanan emosional tersebut muncul, maka seorang remaja akan mereaksikannya secara offensive maupun defensive, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya.

Reaksi defensive cenderung akan membuat remaja menjadi pendiam dan menarik diri dari hubungan sosialnya. Sedangkan reaksi offensive tersebut akan tampil dalam tingkah laku seperti agresif.

Perilaku agresif menurut Bandura (dalam Sarwono, dkk. 2012: 146)

merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia sosial. Pemicu yang umum dari agresi adalah ketika seseorang mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam satu bentuk tertentu pada objek tertentu. Marah adalah sebuah pernyataan yang disimpulkan dari perasaan yang ditunjukkan yang sering disertai dengan konflik atau frustasi (Segall, dkk 1999 dalam Sarwono, dkk. 2012: 147).

(14)

kabur, dan karenanya menjadi sulit untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif atau agresi itu.

Sedangkan menurut para ahli, agresif adalah luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku (non verbal) (Scheneider, 1955). Perilaku agresif menurut Sears (1994) adalah setiap perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang. Agresif menurut Baron dalam Koeswara (1988: 5) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Agresif menurut Moore dan Fine dalam Koeswara (1988: 5) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objek-objek lain. Dan Berkowitz (2006:4) mendefinisikan agresif sebagai segala bentuk perilaku yang yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental.

Pemaparan sebelumya menjelaskan bahwa pada usia remaja ini merupakan

saat-saat pengaruh teman sebaya ini sangat berpengaruh terhadap diri remaja. Dan perilaku agresif ini cenderung dapat ditularkan melalui proses belajar sosial. Berdasarkan hal tersebutlah maka diperlukan peran seorang guru Bimbingan dan Konseling karena perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak ditangani, di samping dapat mengganggu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut (Wrightsman & Deaux, 1981). Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas.

(15)

rangsangan-rangsangan tertentu (Sobur, 2006: 121). Perilaku agresif dihasilkan dari lingkungan yang salah memberikan stimulus.

Berdasarkan hal tersebut, perilaku agresif dapat direduksi dengan melalui konseling kelompok yaitu konseling kelompok teman sebaya karena dalam konseling kelompok tersebut terdapat beberapa metode dan teori seperti menguatkan diri secara positif, memanipulasi kondisi emosional, melakukan respon-respon lain dan mengubah kondisi stimulus (Sukardi, 1996: 491). Dalam konseling kelompok teman sebaya terdapat dinamika kelompok yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif yaitu, mereka dapat mengembangkan berbagai keterampilan yang pada intinya meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain seperti berani mengemukakan atau percaya diri dalam berperilaku terhadap orang lain, cinta diri yang dapat dilihat dari dalam berperilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri, memiliki pemahaman yang tinggi terhadap segala kekurangan dan kemampuan dan belajar memahami orang lain ketegasan dan menerima kritik dan memberi kritik dan ketrampilan diri dalam penampilan dirinya serta dapat mengendalikan perasaan dengan baik.

Menurut Whiston dan Sexton dalam Rusmana (2009: 1-2):

Konseling kelompok berguna untuk membantu siswa. Pertama, konseling kelompok merupakan bentuk intervensi yang lebih efisien bila dibandingkan dengan konseling individual, karena konselor dapat bertemu dengan banyak siswa sekaligus. Kedua, bila dipandang dari perspektif perkembangan dan pedagogik, seringkali cara terbaik bagi siswa dalam belajar adalah dengan belajar dari satu sama lain. Konseling kelompok memberikan forum yang tepat bagi pembelajaran siswa ke siswa semacam ini. Berhubungan dengan hal ini, kekuatan dari kelompok sebaya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang positif dibawah kepemimpinan yang terampil dari konselor. Akhirnya, kelompok merupakan suatu komunitas mikrokosmos dan dapat memberikan suatu setting kehidupan nyata dimana siswa dapat mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan dan masalah-masalah.

(16)

helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian

pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong. Menurut Carr dalam Hunainah (2011: 81) konseling teman sebaya pada dasarnya merupakan suatu cara bagi para siswa belajar memperhatikan dan membantu siswa lain, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. dan menurut Varenhorst dalam Hunainah (2011: 81) konseling teman sebaya merupakan suatu upaya mempengaruhi perubahan (intervention) sikap dan perilaku yang cukup efektif untuk membantu siswa yang mengikuti pembekalan dalam menyelesaikan masalah diri mereka sendiri.

Fokus permasalahan perilaku agresif pada penelitian ini adalah permasalahan perilaku agresif yang terjadi pada siswa usia remaja di lingkungan sekolah dan pemanfaatan pengaruh teman sebaya dalam perubahan siswa. Dengan diketahuinya tingkat dan permasalahan perilaku agresif yang dialami siswa maka hal tersebut dapat dijadikan landasan dalam pengembangan program intervensi yang dapat membantu siswa mereduksi perilaku agresifnya melalui konseling kelompok teman sebaya.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

(17)

Teman sebaya ini dapat berdampak positif dan negatif. Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2004 : 415). Namun demikian, ada juga konformitas terhadap kelompok sebaya berisi tingkah laku negatif. Salah satunya adalah perilaku agresif.

Munculnya perilaku agresif terkait dengan kemampuan siswa mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau lingkungannya. Siswa cenderung menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu siswa sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Berdasarkan pandangan behavioral, agresif adalah respon dari perangsangan yang disampaikan oleh organisme lain. Perilaku agresif pada pandangan behavioral harus membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan

siswa tersebut. Konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar (Surya, 2003: 25).

Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak ditangani dapat menggangu proses pembelajaran dan perkembangan sosialnya. Siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk. Situasi dan kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah akan membentuk siswa lain meniru dan berperilaku agresif pula. Perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas.

(18)

untuk membantu orang lain, dan mendorong remaja untuk mengembangkan jaringan kerja untuk saling memberikan dorongan positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan untuk membentuk makna dan persepsi serta solusi-solusi baru. Budaya teman sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk menguji keefektivan komunikasi, tingkah laku, persepsi, dan nilai-nilai yang mereka miliki. Budaya teman sebaya yang positif sangat membantu remaja untuk memahami bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi berbagai tantangan. Budaya teman sebaya yang positif dapat digunakan untuk membantu mengubah tingkah laku dan nilai-nilai remaja (Laursen, 2005 : 138). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun lingkungan teman sebaya yang positif adalah dengan mengembangkan konseling oleh teman sebaya dalam hal ini adalah konseling kelompok teman sebaya. Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk membantu permasalahan perilaku agresif siswa adalah penelitian yang dapat menghasilkan intervensi konseling kelompok teman sebaya yang efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

Masalah utama yang harus segera dijawab melalui penelitian ini adalah intervensi seperti apa yang efektif dapat mereduksi perilaku agresif siswa? Masalah

pokok tersebut secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun

Ajaran 2012/2013?

2. Bagaimana rumusan program intervensi konseling kelompok teman sebaya

dalam mereduksi perilaku agresif siswa?

3. Bagaimana gambaran efektivitas program konseling kelompok teman sebaya

dalam mereduksi perilaku agresif siswa SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013?

C. Tujuan Penelitian

(19)

agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data empirik mengenai:

1. Profil perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran

2012/2013

2. Rumusan program intervensi konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi

perilaku agresif siswa

3. Efektivitas program konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku

agresif siswa SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, bagi pribadi, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu untuk sedikit tambahan wawasan dalam bidang bimbingan dan konseling mengenai konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku agresif siswa, untuk bahan acuan kegiatan yang lainnya dan penelitian selanjutnya.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi guru bimbingan dan konseling, penelitian selanjutnya, dan siswa.

Bagi guru bimbingan dan konseling SMK Negeri 3 Cimahi, penelitian ini

menghasilkan layanan konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku agresif sembilan orang siswa yang berada pada kategori tinggi tersebut sehingga semoga bermanfaat sebagai masukan untuk merumuskan program bimbingan dan konseling pribadi-sosial. Juga konselor sebaya yang telah dilatih dapat bermanfaat dan membantu guru bimbingan dan konseling.

Bagi penelitian selanjutnya, dapat mengembangkan pengungkapan profil perilaku agresif yang masih terbatas pada empat aspek yaitu aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. Dan dapat mengembangkan penelitian dengan tema yang sama, namun pada populasi dan sampel yang berbeda.

(20)

E. Struktur Organisasi Skripsi

Penelitian disusun dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I pendahuluan memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan stuktur organisasi penelitian. Bab II memaparkan kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan penelitian terdahulu. Bab III metode penelitian memaparkan lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan pengembangan dan pelaksanaan program

Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Bagian ini mendeskripsikan mengenai lokasi penelitian dilakukan, populasi penelitian dan sampel penelitian. Adapun deskripsinya adalah sebagai berikut.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian berlokasi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Cimahi yang beralamat di Jl. Sukarasa No. 136 Citeureup – Cimahi Utara 40512. Tlp./ Fax (022) 6628404. N S S : 34.1.02.08.03.003. NPSN : 20224135 SK Pendirian : No. 0207/ 0 / 1980 Tanggal 30 Juli 1980. SMK ini membuka 3 program keahlian yaitu: Perhotelan, Tata Boga, dan Tata Busana.

2. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010: 108). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMK Negeri 3 Cimahi

tahun ajaran 2012/2013, yaitu berjumlah 304 orang dengan rincian jumlah peserta didik setiap kelas sebagai berikut.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No KELAS JUMLAH

1. X Busana 1 23

2. X Busana 2 24

3. X Busana 3 22

4. X Tata Boga 1 36

5. X Tata Boga 2 36

6. X Tata Boga 3 35

7. X Tata Boga 4 34

8. X Perhotelan 1 36

(22)

10. X Perhotelan 3 36

Jumlah 304

3. Sampel Penelitian

Sugiyono (2012:118), menjelaskan “sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”

Pengambilan sampel untuk menentukan kelas eksperimen dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu yaitu siswa yang memiliki perilaku agresif tinggi dan tinggi sekali. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata,

random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dengan menggunakan teknik sampel bertujuan ini, peneliti dapat menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2010: 139).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan konseling kelompok teman sebaya yang telah dibuat dalam mereduksi perilaku agresif siswa, sehingga sampel yang dibutuhkan adalah siswa yang berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi pada profil perilaku agresif siswa yang diidentifikasi menggunakan instrumen perilaku agresif siswa. Maka siswa SMK Negeri 3 Cimahi yang berada pada kategori tinggi dan tinggi sekali dijadikan sampel penelitian atau menjadi kelompok

eksperimen.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tentang konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku agresif siswa adalah pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2012 : 14) mengartikan pendekatan kuantitatif sebagai:

(23)

pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah pengkajian secara empiris dan sistematis terhadap perilaku agresif siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri (SMKN) 3 Cimahi dengan menggunakan Instrumen Perilaku Agresif yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perhitungan statistik untuk menghasilkan data yang teruji secara ilmiah. Data yang dihasilkan adalah profil perilaku agresif siswa kelas X di SMKN 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013. Profil perilaku agresif yang diperoleh dari hasil pengolahan instrumen kemudian dianalisis sebagai landasan dalam penyusunan program konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas X SMKN 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan program konseling kelompok teman sebaya yang telah dibuat dalam mereduksi perilaku agresif siswa, sehingga metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Sugiyono

(2012: 107), mengartikan “metode penelitian eksperimen sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam

kondisi terkendalikan.” Terdapat beberapa bentuk dalam metode penelitian eksperimen, yaitu Pre-Experimental, True Experimental Design, Factorial Design dan Quasi Experimental (Sugiyono, 2012: 109).

(24)

awal sebelum diberi perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam kelompok yang sama. Dengan alasan ingin melihat apakah terdapat perubahan yang signifikan pada perilaku agresif siswa setelah diberikan treatment berupa konseling kelompok teman sebaya yang diberikan setelah pemberian tes awal. Dalam disain pre-test post-test group observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen/ sebelum

pemberian treatment dan sesudah eksperimen yang digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

O1 X O2

Keterangan dari bagan di atas adalah O1 yaitu pre-test dilakukan dengan

menggunakan instrumen perilaku agresif, O2 adalah posttest yang dilakukan dengan

menggunakan instrumen perilaku agresif, dan X adalah treatment yang dilakukan dengan menggunakan konseling kelompok teman sebaya. Perbedaan antara O1 dan O2

yakni O2-O1 diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen yang

dilakukan.

C. Definisi Operasional Variabel

Secara operasional terdapat dua konsep pokok dalam penelitian ini, yaitu perilakau agresif dan konseling kelompok teman sebaya.

1. Perilaku Agresif

Secara operasional, yang dimaksud dengan perilaku agresif dalam penelitian ini adalah tindakan menyakiti oleh siswa SMK Negeri 3 Cimahi Tahun ajaran 2012/2013 terhadap orang lain baik secara fisik maupun psikis dengan adanya unsur kesengajaan, adanya sasaran, dan bertujuan untuk menyakiti atau menghancurkan orang lain yang dibatasi pada aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan.

a. Aspek keagresifan, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan ditunjukkan dengan

(25)

b. Aspek melawan perintah, yaitu perilaku yang menunjukkan adanya keinginan

untuk menentang atau tidak mengikuti aturan ditunjukkan dengan indikator; (1) Tidak mengikuti perintah/aturan; dan (2) Membangkang atas perintah guru dan orang tua.

c. Aspek merusak, merupakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak

ditunjukkan dengan indikator; (1) Membuat keonaran; (2) Merusak barang-barang pribadi; (3) Merusak barang-barang milik orang lain.

d. Aspek permusuhan, yaitu tindakan-tindakan yang menunjukkan permusuhan

ditunjukkan dengan indikator; (1) Suka bertengkar; (2) Berlaku kejam terhadap orang lain; dan (3) Menaruh rasa dendam.

2. Konseling Kelompok Teman Sebaya

Konseling kelompok teman sebaya merupakan layanan bantuan yang diberikan oleh konselor ahli terhadap konseli secara tidak langsung tetapi melalui teman sebaya konseli (konselor sebaya) yang mempunyai kriteria kualitas kondisi humanistik seperti karakteristik hangat, memiliki minat pada kegiatan layanan bantuan, dapat diterima orang lain, toleran terhadap perbedaan sistem nilai, dan

energik. Dan yang telah diberikan pelatihan-pelatihan kecakapan konselor oleh konselor ahli dengan maksud agar dapat lebih diterima oleh konseli dengan menggunakan kelompok atau dalam bentuk dinamika kelompok.

D. Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen diberikan pada pada peserta didik, terlebih dahulu melalui proses pengembangan instrumen yang dilakukan dengan langkah-langkah ,antara lain sebagai berikut.

1. Jenis Instrumen Penelitian

Arikunto (2010:133), menjelaskan bahwa “instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam penelitian kuantitatif dalam mengumpulkan data.”

(26)

pertanyaan atau pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.”

Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pernyataan (Riduwan, 2002:26).

Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup.

Riduwan (2002:27) menjelaskan “angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam

bentuk sedemikian rupa (angket berstruktur) sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan memberikan tanda silang (X) atau checklist (√).”

Skala yang digunakan sebagai pedoman pemberian skor pada angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Penggunaan Skala Likert biasanya digunakan untuk pernyataan dan jumlah besar di mana skala nilai psycological continuum tidak diketahui, maka di dalam memberi respons, subyek

diizinkan memberi dalam lima kategori: a) Sangat Sesuai, b) Sesuai, c) Kurang

Sesuai, d) Tidak Sesuai, dan e) Sangat Tidak Sesuai. Dalam mengkontrukskian Skala Sikap. Azwar (2011: 144) menyatakan

Likert menemukan bahwa skor didasarkan pada hubungan integral korelasi 0,99 dengan sistem deviasi normal yang komplikasi pertimbangannya.” Jadi statment favorable yang direspons Sangat Setuju diberi nilai pertimbangan= 5, Setuju= 4, Bingung= 3, Tidak Setuju= 2, dan Sangat Tidak Setuju= 1. Demikian juga untuk pernyataan yang tidak favorable diberi penilaiaan untuk Sangat Tidak Setuju= 5, sampai ke yang Sangat Setuju= 1

Angka 0 atau angka 1 semua dapat dipilih sebagai titik awal asalkan semua

pernyataan dalam Skala Sikap yang bersangkutan diperlakukan sama sehingga peneliti memiliki sebaran (range) nilai skala pada kontinum yang sama.

Azwar (2011: 107) menyatakan cara menyeleksi item dalam metoda ini yaitu

(27)

kelompok ini kemudian dilengkapi dengan kelompok kriteria untuk mengevaluasi respons kelompok tinggi sampai rendah yaitu rasio.”

Prosedur pengskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu:

a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk

pernyataan yang favorable atau pernyataan yang tidak favorable.

b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi

bobot atau nilai yang lebih tinggi dari pada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif (Azwar, 2011: 139)

Jawaban favorable adalah respon setuju terhadap pernyataan yang favorable dan respon yang tidak setuju terhadap pernyataan yang tidak-favorabel. Jawaban tidak favorable adalah respon setuju terhadap pernyataan yang tidak favorabel.

Azwar (2011: 141) menyatakan tujuan penentuan skala dengan deviasi normal adalah “untuk memberikan bobot yang tertinggi bagi kategori jawaban yang paling favorable dan memberikan bobot rendah bagi kategori jawaban yang tidak

favorable.”

Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.

Adapun kriteria penyekoran untuk mendapatkan skor angket perilaku agresif siswa dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Ketentuan Pemberian Skor Instrumen Perilaku Agresif Siswa

(28)

2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Instrumen yang disusun ditujukan untuk mengungkap perilaku agresif siswa. Kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan definisi operasional yang kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Adapun pengembangan kisi-kisi instrumen untuk mengungkapkan profil perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi

terhadap orang lain 12, 13

14, 15,

(29)

barang milik orang lain. 55 58

Remaja suka bertengkar 59, 60, 61

Tabel di atas menunjukkan kisi-kisi instrumen perilaku agresif siswa yang

(30)

54

Pernyataan instrumen mengacu pada kisi-kisi instrumen perilaku agresif. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada instrumen perilaku agresif ditujukan untuk mengukur gejala keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. Pernyataan disesuaikan dengan tingkat berfikir responden, yaitu siswa kelas X SMK.

Setiap pernyataan disertai dengan alternatif respon yang disusun

menggunakan rating scale. Lima alternatif respon instrumen perilaku agresif siswa yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS)

Adapun kriteria alternatif respon instrument perilaku agresif adalah sebagai berikut.

(31)

4. Uji Kelayakan Instrumen

Instrumen perilaku agresif disusun melalui beberapa tahap uji kelayakan, yaitu penimbangan instrumen oleh pakar dan praktisi, uji keterbacaan, uji validitas dan uji reliabilitas instrumen.

a. Penimbangan Instrumen oleh Pakar dan Praktisi

Instrumen yang telah dibuat, terlebih dahulu diuji kelayakannya oleh para pakar. Uji kelayakan tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari sisi bahasa, konstruk dan isi. Pertimbangan dilakukan oleh tiga ahli bimbingan dan konseling yaitu tiga dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, yaitu Dr. Tina Hayati Dahlan, S.Psi.,M.Pd., Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., dan Dr. Mubiar Agustin, M.Pd.

Pertimbangan dilakukan untuk mendapatkan angket yang sesuai dengan penelitian dan untuk mengetahui memadai atau tidaknya pernyataan dalam instrumen dengan menilai dari sisi bahasa, konstruk dan isi. Pernyataan yang dinilai M (memadai) bisa langsung digunakan namun pada pernyataan yang TM (tidak

memadai) perlu diubah dari segi bahasa, konstruk maupun isi atau dibuang sesuai dengan pertimbangan para ahli.

Berdasarkan hasil uji kelayakan instrumen, dari total keseluruhan butir pernyataan yang berjumlah 77, setelah divalidasi oleh para ahli maka ada beberapa butir pernyataan yang harus diubah sisi bahasanya, diganti, dan dihilangkan maka tinggal berjumlah 66.

b. Uji Keterbacaan

(32)

yang tidak dipahami oleh peserta didik direvisi tanpa mengubah maksud dari pernyataan tersebut agar dapat dimengerti oleh peserta didik.

c. Uji Validitas Instrumen

Arikunto (2010: 168) memaparkan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas item adalah derajat kesesuaian antara satu item dengan item-item yang lainnya dalam cakupan yang ingin diukur dalam suatu perangkat instrumen.

Suatu instumen dapat dikatakan valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012:121).

Pengujian validitas data menggunakan rumus Spearman Brown. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 66 butir pernyataam dari angket perilaku agresif siswa 66 butir pernyataan dinyatakan valid. Indeks validitas instrumen bergerak diantara 0,099 – 0,507 pada p < 0.05. (hasil penghitungan validitas pada lampiran halaman 19).

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Perilaku AgresifSiswa Kelas X SMKN 3 Cimahi

Kesimpulan Nomor Pernyataan Jumlah

Valid 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,2 5,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45, 46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66

66

Tidak Valid 0

Hasil perhitungan terhadap 66 butir soal untuk instrumen perilaku agresif, tidak diperoleh item yang tidak valid, sehingga total item yang valid 66 item. Item-item yang valid dijadikan instrumen dengan nomor-nomor yang disusun secara berurutan.

d. Uji Reliabilitas Instrumen

(33)

tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.

Menurut Arikunto (2010: 196) untuk uji reliabilitas yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai atau berbentuk skala digunakan rumus Alpha. Rumus Alpha tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Keterangan:

r 11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir soal

∑Si = Jumlah varians butir

St = Varians total

(Arikunto, 2010: 196)

Titik tolak ukur koefisien reliabilitas yang digunakan adalah pedoman interpretasi koefisien korelasi yang disajikan pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat Rendah Rendah Sedang

Tinggi Sangat Tinggi

(Sugiyono, 2012: 257)

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 dan Microsoft Excel 2007, diperoleh hasil sebagai berikut.

(34)

Tabel 3.8

Tingkat Reliabilitas Instrumen Perilaku Agresif Siswa

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.952 66

Berdasarkan tabel 3.9 didapatkan koefisien Cronbach's Alpha adalah 0,952

yang berada pada tingkat reliabilitas sangat tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

disimpulkan bahwa instrumen perilaku agresifr dapat digunakan dengan baik dan

dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data mengenai perilaku agresif siswa SMK.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipilih untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner. Arikunto (2010:194), menjelaskan

“angket adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau

hal-hal yang diketahuinya.”

Riduwan (2002:26), mengemukakan “tujuan penyebaran angket adalah

mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan

kenyataan dalam pengisian daftar pernyataan.” Tujuan penyebaran angket dalam

penenlitian ini adalah untuk mengungkap profil perilaku agresif siswa kelas X SMK. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup.

Riduwan (2002:27) menjelaskan “angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam

bentuk sedemikian rupa (angket berstruktur) sehingga responden diminta untuk

(35)

Dalam mengumpulkan data, angket yang disebarkan kepada responden berbentuk pernyataan-pernyataan mengenai perilaku agresif siswa yang terdiri dari keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. Angket yang berisi 66 pernyataan (sebelum uji coba) disebarkan untuk mencari tingkat validitas dan reliabilitas. Setelah didapatkan hasil validitas dan reliabilitas, angket yang berisi 66 pernyataan (setelah uji coba) disebarkan dalam tahap penelitian pretest dan posttest.

F. Analisis Data

Data yang diungkap melalui instrument perilaku agresif yang telah disebarkan adalah profil perilaku agresif siswa kelas X SMK. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah data tersebut adalah sebagai berikut.

1. Verifikasi Data

Verifikasi data yang dimaksud adalah pemeriksaan kelengkapan jumlah instrumen yang terkumpul harus sesuai dengan jumlah instrumen yang telah disebarkan. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan identitas peserta didik yang dijadikan subjek penelitian, yaitu nama lengkap, nomor absen, dan kelas.

2. Skoring

Langkah selanjutnya adalah penskoran data hasil penelitian. Setiap pernyataan disertai dengan alternatif respon yang disusun menggunakan rating scale. Lima alternatif respon instrumen perilaku agresif siswa yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penskoran dilakukan dengan mengacu pada pedoman penyekoran sebagai berikut.

Tabel 3.9

Pola Skor Pilihan Alternatif Respon

Pernyataan Skor Pilihan Alternatif Respon

SS S KS TS STS

(36)

3. Pengelompokkan dan Penafsiran Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil perilaku agresif siswa kelas X SMK. Data hasil penelitian yang diperoleh dari angket yang telah disebarkan kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui makna skor yang dicapai peserta didik dalam pendistribusian responnya terhadap instrument apakah prilaku agresifnya sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Untuk mengetahui tingkat perilaku agresif siswa dilihat dari skor matang, skor

tersebut diperoleh dengan membagi nilai rata-rata jumlah skor actual dengan skor ideal, kemudian dikalikan 100. Adapun penghitungan skor matang dan skor ideal, sebagai berikut.

(Rahmat dan Solehuddin, 2006: 61)

Keterangan:

K = Jumlah Soal

N maks= Nilai maksimal jawaban pada setiap item pertanyaan

Selanjutnya, untuk menentukan kategori Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), Sangat Rendah (SR), menggunakan nilai skala pengukuran terbesar yaitu 5 dan skala pengukuran terkecil adalah 1. Skor maksimal idealnya adalah 100, skor minimal idealnya 20, rentang skor 80, banyak kelasnya 5, dan panjang kelasnya 16.

Berdasarkan perhitungan tersebut maka pengkategorian skor matang perilaku

agresif siswa SMK seperti dalam tabel 3.10 berikut. Tabel 3.10

Kriteria Skor Matang Perilaku Agresif

KATEGORI KRITERIA

(37)

Rendah 37-52

Sedang 53-68

Tinggi 69-84

tinggi sekali 85-100

G. Pengembangan dan Pelaksanaan Program 1. Pengembangan Program

Dalam rangka menghasilkan program konseling kelompok teman sebaya untuk mereduksi perilaku agresif siswa yang layak dilaksanakan, maka disusun tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Tahap pemotretan tentang need assesment siswa terhadap layanan konseling

kelompok diungkap melalui angket perilaku agresif yang disebarkan kepada seluruh siswa. (Angket dapat dilihat pada lampiran di halaman 27 )

b. Tahap pengkajian hasil need assesment yang diperoleh dari hasil angket dan

sosiometri untuk dijadikan bahan masukan pengembangan program, pemilihan konseli, dan pemilihan konselor sebaya. (Perhitungan statistik dan hasil

sosiometri dapat dilihat pada lampiran di halaman 32 )

c. Tahap pengembangan program konseling kelompok teman sebaya untuk

mereduksi perilaku agresif siswa. Berdasarkan kajian terhadap data hasil angket disertai analisis terhadap konsep konseling kelompok teman sebaya dan teori mengenai perilaku agresif, maka dikembangkan sebuah program konseling kelompok teman sebaya.

d. Tahap judgement program. Untuk mengkaji kelayakan sebuah program adalah

dilakukan judgement program kepada pakar atau ahli bimbingan dan konseling di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia yaitu bapak Dr. Mubiar Agustin, M.Pd. dan Nandang Budiman, S.Pd.,M.Si.. Judgement program juga dilakukan kepada praktisi bimbingan dan konseling di sekolah yaitu ibu Tri Windarwati S.Pd yang

(38)

kelompok eksperimen di sekolah baik dari sisi bahasa, isi maupun konstruk. Dengan demikian diperoleh saran-saran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengembangan program, sehingga tersusunlah program konseling kelompok teman sebaya untuk mereduksi perilaku agresif siswa. (Hasil dan kesimpulan dari masukan pakar dan praktisi bimbingan dan konseling dapat

dilihat pada lampiran di halaman 86 )

e. Uji coba lapangan. Kegiatan uji coba yang berbentuk penelitian pra-eksperimen

(one group pre test-post test) melibatkan siswa yang menjadi konselor sebaya

yaitu siswa yang popular dan skor rata-rata agresifnya tidak tinggi yaitu dalam rentang 20-68 dan melibatkan sampel penelitian dengan skor rata-rata perilaku agresif tinggi yaitu dalam rentang 69-84. Pelatihan calon konselor sebaya dilakukan selama 4 minggu dengan 10 materi pertemuan pada bulan April-Mei dan intervensi terhadap konseli dilakukan selama 3 minggu yaitu pada bulan Mei-Juni.

f. Analisis dan revisi program. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

program konseling kelompok teman sebaya dalam upaya mereduksi perilaku

agresif siswa. Revisi program dilakukan atas hasil analisis pada uji coba yaitu dampak dan reaksi siswa selama proses konseling kelompok, sehingga terwujud program akhir konseling kelompok teman sebaya yang mampu mereduksi perilaku agresif siswa. (Hasil Program dapat dilihat pada lampiran di halaman 86 )

2. Pelaksanaan Program

Untuk pelaksanaan program tersebut adalah sebagaimana standar konseling kelompok seperti yang dikemukakan oleh Gladding dalam Rusmana (2009: 86-97), ada empat langkah utama yang harus ditempuh dalam melaksanakan konseling kelompok, yakni; (1) langkah awal (beginning a group); (2) langkah transisi (the transition stage in a group); (3) langkah kerja (the working stage in a group); dan (4)

(39)

langkah-langkah dinamika kelompok dari Tuckman, yakni forming, storming, norming, performing, dan adjourning.

1. Tahap pertama adalah langkah awal (beginning a group). Menurut Gladding

dalam Rusmana (2009: 86) langkah awal konseling (beginning) paralel dengan langkah pembentukan kelompok (forming) dari Tuckman. Pembentukan kelompok terdiri dari perincian organisasional yang harus ditunjukkan sebelum kelompok dimulai yaitu merumuskan tujuan, pemilihan anggota, dan pemilihan calon konselor sebaya. Pada tahap pertama ini pula calon konselor sebaya dibina atau dilatih oleh konselor agar dapat memberikan layanan sesuai harapan konselor. Untuk pemilihan calon konselor sebaya ini maka dilakukan penyebaran sosiometri kepada seluruh populasi untuk mengetahui siapakah siswa yang dianggap mampu untuk menjadi pemimpin. Calon konselor sebaya yang dipilih ialah siswa yang dipilih berdasarkan hasil sosiometrinya tinggi, hasil angket perilaku agresifnya rendah. Setelah didapat siswa-siswa yang menjadi bakal calon konselor sebaya tersebut, maka nama-nama bakal calon konselor sebaya tersebut diajukan kepada konselor sebaya untuk didiskusikan lebih lanjut terutama

mengenai kriteria kualitas kondisi humanistik calon konselor sebaya seperti yang disarankan oleh Tindall dan Gray (1985: 74) yaitu seperti karakteristik hangat, memiliki minat pada kegiatan layanan bantuan, dapat diterima orang lain, toleran terhadap perbedaan system nilai, dan energik. Setelah terpilih calon konselor sebaya dari bakal calon konselor sebaya maka selanjutnya konselor sebaya dilatih dengan delapan keterampilan dasar dalam konseling sebaya menurut Tindall dan Gray yaitu Attending (member perhatian), emphatizing (melakukan empati), summarizing (merangkum), questioning (bertanya), genuineness (keaslian),

assertiveness (asertif), confrontation (konfrontasi), dan problem solving

(40)

telah dilatihkan tersebut secara bergantian kepada calon konselor sebaya lainnya. Selain itu juga calon konselor sebaya diberi soal evaluasi untuk mereka isi. Setelah seluruh materi pelatihan tersebut diberikan kepada calon konselor sebaya maka selanjutnya calon konselor sebaya diangkat menjadi konselor sebaya. Selanjutnya konselor sebaya diberi pembekalan atau pemantapan mengenai materi yang akan mereka berikan kepada konseli sebayanya.

2. Tahap kedua adalah tahap transisi (transition stage). Tahap ini adalah periode

kedua pasca pembentukan kelompok dan merupakan tahap awal sebelum memasuki tahap kerja. Masa transisi ditandai dengan adanya tahapan forming dan norming. Dalam tahap transisi ini adalah masa terjadinya konflik dalam

kelompok. Konflik dalam kelompok terjadi karena adanya kekhawatiran anggota kelompok dalam memasuki proses konseling (Rusmana, 2009: 90). Pada tahap kedua ini dilakukan kontrak perilaku terhadap konseli, pembagian kelompok, dan konselor sebaya mulai diperkenalkan kepada konseli sebagai rekan sebaya yang akan membimbing dan juga membantu konseli.

3. Tahap ketiga adalah tahap kerja (performing stage). Perhatian utama dalam

tahapan kerja adalah produktivitas kinerja. Masing-masing anggota kelompok terfokus pada peningkatan kualitas kinerja untuk mencapai tujuan individu dan kelompok (Rusmana, 2009: 96). Pada tahap kerja ini adalah tahap inti yaitu tahap pemberian materi oleh konselor sebaya terhadap konseli. Tujuan tahap ini adalah penciptaan harapan-harapan positif bagi anggota kelompok individu yang mengharapkan keberhasilan, lebih mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Pada bagian ini anggota kelompok mangkaji secara lebih spesifik upaya-upaya yang mereka lakukan. Mereka mengidentifikasi dan menunjukkan perilaku mereka yang ditargetkan untuk berubah, mengimplementasikan teknik-teknik perubahan yang penting, dan mengukur tingkat kesuksesan mereka.

4. Tahap keempat adalah tahap terminasi (termination stage). Tahap terminasi

(41)

perampungan tugas-tugas kelompok. Inilah saatnya ketika perilaku anggota kelompok berubah. Secara umum konseling kelompok akan berakhir ketika kelompok telah merampungkan misi-misinya (Rusmana, 2009: 100).

Keseluruhan intervensi dalam program ini dalam pelaksanaannya mencakup keempat tahapan dalam konseling kelompok. Dari keempat tahapan tersebut diaplikasikan dalam 8 sesi. Untuk lebih jelasnya gambaran setiap sesi intervensi konseling kelompok teman sebaya untuk mereduksi perilaku agresif siswa sekolah menengah kejuruan adalah sebagai berikut:

Sesi 1

Dalam sesi ini ialah pelatihan konselor sebaya terhadap calon konselor teman sebaya. Tujuan dalam pelatihan ini adalah untuk melatih dan mengenalkan konselor sebaya tentang konsep serta keterampilan dasar dalam memberikan layanan bantuan yakni keterampilan seorang konselor sebaya. Dalam sesi ini konselor sebaya dilatih agar memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, keterampilan dasar mendengarkan secara aktif, mampu menunjukkan empati kepada teman yang mengalami kesulitan-kesulitan sosial atau emosional, serta memiliki keinginan untuk memberikan

dukungan kepada temannya, dan sebelumnya diberikan materi mengenai apa itu konseling teman sebaya. Secara khususnya pelatihan konselor sebaya ini sesuai dengan delapan keterampilan dasar dalam konseling sebaya menurut Tindall dan Gray ialah Attending (member perhatian), emphatizing (melakukan empati), summarizing (merangkum), questioning (bertanya), genuineness (keaslian),

assertiveness (asertif), confrontation (konfrontasi), dan problem solving (pemecahan

masalah). Sesi 2

(42)

Dengan kata lain materi ini merupakan materi yang akan dilaksanakan oleh konselor sebaya terhadap konseli sebaya untuk mereduksi perilaku agresif mereka.

Sesi 3

Sesi ini bertujuan agar siswa memahami seputar perilaku agresif dan memiliki komitmen untuk turut serta dalam gerakan anti perilaku aresif yang ditandai dengan

kesediaan untuk mengikuti seluruh sesi intervensi. Sesi ini berjudul “Apa itu Agresif”

dan dalam pelaksanaannya menggunakan teknik diskusi dan kontrak perilaku. Pada sesi ini juga merupakan untuk pembentukan kelompok.

Sesi 4

Sesi ini bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mengurangi perilaku

keagresifannya. Dalam sesi ini layanan yang diberikan berjudul “Akibat Perilaku

Agresif” dan “Pengalaman Berlaku Kasar” layanan ini menggunakan media video dan kertas kosong dan melalui teknik diskusi dan simulasi dan diakhiri dengan konseling

Sesi 5

Sesi ini bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mengurangi perilaku

melawan perintah. Pada sesi ini layanan yang diberikan berjudul “Apakah Saya Suka

Melawan Perintah” dan “Patuhilah Perintah” dengan menggunakan media lembaran kertas isian dan melalui teknik diskusi dan simulasi dan diakhiri dengan konseling. Sesi 6

Sesi ini bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mengurangi perilaku merusak. Pada sesi ini layanan yang diberikan berjudul “Hasil Dari Membuat

Keonaran” dan “Rapi Itu Nyaman” dengan menggunakan media video dan kertas

kosong dan melalui teknik diskusi dan simulasi dan diakhiri dengan konseling Sesi 7

Sesi ini bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mengurangi perilaku

permusuhan. Dalam sesi ini layanan yang diberikan berjudul “Akibat Permusuhan” dan “Saya Benci” dengan menggunakan media video dan potongan berita dan melalui

(43)

Sesi 8

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian, konseling kelompok teman sebaya terbukti efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013 dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Profil perilaku agresif siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi berada pada tingkat

rendah. Siswa tidak memunculkan perilaku keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. Artinya secara umum siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi tidak memiliki masalah dengan perilaku agresif. Tetapi ada Sembilan orang siswa yang masuk dalam kategori tinggi.

2. Rumusan program konseling kelompok teman sebaya yang layak untuk

mereduksi perilaku agresif siswa menurut pakar dan praktisi memuat struktur program sebagai berikut: (a) rasional, (b) Deskripsi Kebutuhan, (c) tujuan program, (d) sasaran, (e) rencana operasional tindakan, (f) mekanisme pelaksanaan program, (g) garis besar isi intervensi, (h) kompetensi pelaksana

program, (i) evaluasi dan indikator keberhasilan, dan (j) satuan layanan.

3. Program konseling kelompok teman sebaya terbukti efektif untuk mereduksi

perilaku agresif sembilan orang siswa kelas X SMK Negeri 3 Cimahi tahun ajaran 2012/2013 yang berada pada kategori tinggi. Penurunan perilaku agresif sembilan orang siswa tersebut secara umum pada setiap aspeknya yang terdiri dari keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa temuan di lapangan bahwa perilaku

agresif siswa kelas X di salah satu SMK Negeri kota Cimahi Tahun Ajaran 2012/2013 secara

(45)

untuk mereduksi perilaku agresif Sembilan orang siswa yang berada pada kategori tinggi.

Sebagai upaya tindak lanjut program sebagai berikut:

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

a. Menggunakan instrumen perilaku agresif siswa tersebut untuk mengetahui profil

perilaku agresif siswa pada tingkat kelas yang lainnya.

b. Program konseling kelompok teman sebaya ini terutama pelatihan konselor

sebayanya dapat dikembangkan lagi atau dimanfaatkan untuk menghadapi fenomena

lainnya di sekolah.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan wawasan untuk gambaran perilaku

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta : Rineka Cipta.

Atkinson, dkk. 1983. Pengantar Psikologi. Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Azwar, Saifuddin. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkowitz, Leonard. 2006. Emotional Behavior. Jakarta: CV. Teruna Grafica

Fadhillah, Sunni. 2011. Hubungan antara Kemampuan Pengelolaan Emosi dengan Perilaku Agresif Siswa. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung:

Tidak diterbitkan.

Fromm, Erich. 2010. Akar Kekerasan. Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hunainah. 2011. Teori dan Implementasi Model Konseling Sebaya. Bandung: Rizqi Press

Hunainah. 2012. Bimbingan Teknis Implementasi Model Konseling Sebaya. Bandung: Rizqi Press

Hurlock, Elizabeth. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung: Eresco

Krahe, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kursin. 2005. Keefektifan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang. Skripsi.

(47)

Laursen, E.K. 2005. Rather Than Fixing Kids - Build Positive Peer Cultures. Reclaiming Children and Youth. 14. (3). 137 – 142. (ProQuest Education Journals).

Nevid dkk. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Nurlaeli, Yanti. 2012. Efektivitas Konseling Teman Sebaya Dalam Meningkatkan Kterempilan Sosial. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung:

Tidak diterbitkan

Pranandari, Kenes. 2013. Materi 05. Agresi.

http://kenes.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.1. [21 Juni 2013]

Rahmat, dan Solehuddin. 2006. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Andira

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Rusmana, Nandang. 2009. Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung:

Rizqi Press

Santrock. 2004. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, dkk. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Scheneider, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New York : Holt, Rinehart dan Winston

Sears. David o dkk. 1994. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Sobur, 2006. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

(48)

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujarwo. 2010. Efektifitas Bimbingan Teman Sebaya Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis. Universitas Pendidikan

Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan

Sukardi, 1996. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta

Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan : Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara

Surya, Muhammad. 2003. Psikolohi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Suwarjo. 2008. Model Konseling Teman Sebaya Untuk Pengembangan Daya Lentur. Disertasi. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan

Tindall, dan Gray. 1985. Peer Counseling: In Depth Look At Training Peer Hellpers. Muncie: Accelerated Development Inc. Publisher.

Gambar

Grafik 2.1 Keterampilan Konselor Sebaya ...............................................................
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Tabel 3.2 Ketentuan Pemberian Skor Instrumen Perilaku Agresif Siswa
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrument Perilaku Agresif Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, konseling teman sebaya ( peer counseling ) berbasis life skills juga mampu membantu siswa untuk meningkatkan perilaku prososial siswa dengan mendayagunakan

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku agresif remaja.. Subyek penelitian terdiri dari 207 siswa SMP Negeri 1

EFEKTIVITAS PROGRAM BIMBINGAN ANGER MANAGEMENT UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF (Penelitian Quasi EksperimenTerhadapPesertaDidikKelas XI SMK MJPS 3 Kota Tasikmalaya)..

Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga, melalui konseling

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah penerapan layanan konseling kelompok efektif dalam mengatasi perilaku bullying teman kelas peserta didik kelas VIII di UPTD SMP Negeri

Dengan adanya hasil dari penelitian yang menunjukan adanya penurunan perilaku agresif setelah pemberian konseling kelompok kognitif perilaku, maka diharapkan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan dari penelitian yang berjudul Hubungan Peran Kelompok Teman Sebaya Dengan Sikap Agresif Pada Remaja Kelas XI di SMA

Saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “ Efektivitas Konseling Kognitif Perilaku Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Cybersex” ini adalah karya saya