ANALISIS KONTRASTIF MODALITAS DESIDERATIF
BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA JEPANG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang
Oleh
NUNUK ANJARWATI
0908793
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Halaman Hak Cipta
==========================================================
ANALISIS KONTRASTIF MODALITAS
DESIDERATIF BAHASA INDONESIA DENGAN
BAHASA JEPANG
Oleh Nunuk Anjarwati S.S Unpad Jatinangor, 2007
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Nunuk Anjarwati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Dedi Sutedi, MA., M.Ed. NIP. 196605071996011001
Pembimbing II
Dr. Wawan Danasasmita, M. Ed. NIP. 195201281982031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Tesis ini berjudul Analisis Kontrastif Modalitas Desideratif Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jepang. Penelitian ini bertujuan: 1) mendeskripsikan bentuk pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ, 2) mendeskripsikan fungsi setiap pengungkap modalitas desidearatif BI dan BJ 3) mendeskripsikan persamaan dan perbedaan fungsi pengungkap modalitas desideratif BI dan BJ. Teori modalitas yang digunakan mengacu pada modalitas intensional menurut Alwi (1992) untuk BI, dan modalitas boulomaik menurut Narrog (2009) untuk BJ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kontrastif. Data diambil dalam bentuk ragam bahasa tulis. Sumber data berupa novel, buku pelajaran dan tata bahasa, artikel di internet, dan kalimat buatan peneliti sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) modalitas desideratif dalam BI diungkapkan secara leksikal melalui penggunaan verba pewatas/bantu ingin, berkeinginan, dan berhasrat, dan verba utama ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, dan mendambakan. Sedangkan dalam BJ, diungkapkan secara gramatikal melalui penggunaan sufiks adjektiva ~tai i-adjektiva hoshii, bentuk verba kompleks ~tehoshii dan ~temoraitai, beserta variannya masing-masing. Bentuk pengungkap modalitas desideratif (Pmd) BI tidak bergantung pada pelaku. Sedangkan bentuk Pmd BJ bergantung pada pelaku. Konstruksi umum bentuk pengungkapan modalitas desideratif BI, yaitu [Pmd+V], [Pmd+N], dan [Pmd+PP (Klausa)]. Sedangkan dalam BJ, yaitu [V+Pmd], [N+partikel+Pmd]. Pengungkapan modalitas desideratif dalam BI bisa diwujudkan dalam konstruksi pasif, sedangkan dalam BJ tidak. Nominalisasi Pmd BI hanya terbatas pada pengungkap ingin dengan melekatkan akhiran –nya. Sedangkan pada Pmd BJ, dapat diterapkan pada semua Pmd dengan melekatkan partikel no atau koto fungsi. Pertama, mengungkapkan keinginan untuk melakukan sesuatu, Kedua, untuk mengungkapkan keinginan terhadap sesuatu, Ketiga, untuk mengungkapkan keinginan agar seseorang yang tidak spesifik melakukan sesuatu, Keempat, untuk mengungkapkan keinginan agar seseorang yang spesifik melakukan sesuatu, Kelima, sebagai penyamaran suatu ‘perintah’ tidak langsung, Keenam, sebagai penghalus suatu ‘permintaan’ tidak langsung, Terakhir, ketujuh, sebagai pengantar suatu pertanyaan. Pengungkap ingin memenuhi fungsi 1, 2, 3, 4, 5, 6, berkeinginan dan berhasrat memenuhi fungsi 1, mendambakan memenuhi fungsi 2, menginginkan, mengingini, dan menghendaki memenuhi fungsi 2, 3, 4, 5, 6. Pengungkap ~tai memenuhi fungsi 1, 6, 7, hoshii memenuhi fungsi 2, 6, 7, ~tehoshii memenuhi fungsi 3, 6, ~temoraitai memenuhi fungsi 4, 6; 3) jenis kontrastif yang terjadi yaitu konvergen pada fungsi 1, 2, 3, dan 4. Ketsujo pada fungsi 5. Icchi pada fungsi 6. Serta shinki pada fungsi 7.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ……… iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ………...………. 1
B. Rumusan Masalah ……….………. 7
C. Tujuan Penelitian …………..………...……….……. 8
D. Manfaat Penelitian ……...……….………. 8
E. Penjelasan Istilah ……...…………..….………. 9
F. Sistematika Penelitian ………..……...…..………. 9
II. LANDASAN TEORITIS …………..………..……….……. 11
A. Kerangka Teoritis ……….…… 11
B. Analisis Kontrastif ………. 13
C. Modalitas ……… 20
1. Pengertian Modalitas, Modal, Modus, dan Proposisi ……..… 21
2. Hubungan Negasi, Aspektualitas, dan Temporalitas dengan Modalitas ………. 27 3. Kategori Modalitas dalam Bahasa Indonesia ………….……. 44
4. Kategori Modalitas dalam Bahasa Jepang ……….. 45
6. Modalitas Intensional Makna ‘Keinginan’ Sebagai Modalitas
Desideratif dalam Bahasa Indonesia ………
55
a. Makna dan Pengungkap Modalitas Desideratif Bahasa
Indonesia ………
57
b. Predikasi ………. 60
c. Perwujudan Sintaktis ……….. 64
d. Posisi Modalitas Intensional dalam Tingkatan Modalitas Bahasa Indonesia ………... 67 7. Modalitas Boulomaik Makna ‘Keinginan’ dan ‘Hasrat’ Sebagai Modalitas Desideratif dalam Bahasa Jepang …...…... 69 a. Makna dan Pengungkap Modalitas………..……... 70
b. Predikasi ………. 90
c. Perwujudan Sintaktis ………. 95
d. Posisi Modalitas Boulomaik dalam Tingkatan Modalitas Bahasa Jepang ……… 98 8. Penelitian Terdahulu ……… 99
9. Penelitian Ini ……… 105
III. METODOLOGI PENELITIAN ……….……. 107
A. Metode Penelitian ……….………. 107
B. Instrumen dan Data Penelitian …...………..……….. 108
C. Teknik Pengumpulan Data ………….……… 110
D. Teknik Pengolahan Data ……...………. 112
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 113 A. Pengungkapan Modalitas Desideratif Bahasa Indonesia ………… 113
B. Pengungkapan Modalitas Desideratif Bahasa Jepang ………. 127 C. Bentuk-bentuk Pengungkapan Modalitas Desideratif BI dan BJ 149 D. Fungsi Pengungkapan Modalitas Desideratif BI dan BJ Beserta
Pengungkapnya ………..………..…..……
E. Persamaan dan Perbedaan Fungsi Pengungakapan Modalitas Desideratif BI dan BJ …….………....
162
F. Pembahasan ………..… 165
G. SIMPULAN DAN IMPLIKASI …..……..……… 174
A. Simpulan ………...………. 174
B. Implikasi ……… 179
DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 181
LAMPIRAN ………….…….………..……….. 186
A. Data Kalimat BI Beserta Nomor Sajinya ………...…… 187
B. Data Kalimat BJ Beserta Nomor Sajinya ………...……… 202
C. Sumber Data Cetak dan Noncetak ……….……… 216
D. SK Pembimbing ………..……… 221
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Modalitas merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa (Alwi:
1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai
modalitas, yakni penggambaran sikap pembicara terhadap apa yang
dikemukakan dalam tuturannya (Alwi: 1992). Dengan demikian, bahasa
Indonesia (BI) dan bahasa Jepang (BJ) juga mempunyai modalitas. Salah satu
subkategori modalitas yang dipunyai oleh kedua bahasa adalah modalitas
desideratif, yakni modalitas yang mengungkapkan suatu „keinginan‟.
Sekarang, mari kita perhatikan contoh pengungkapan modalitas
desideratif dalam BI berikut ini.
(1) Saya ingin membeli novel Laskar Pelangi. (2) Dia ingin membeli novel Laskar Pelangi. (3) Saya mendambakan cintamu.
(4) Dia mendambakan cintamu.
Contoh (1-4) tersebut memperlihatkan bahwa pengungkap modalitas
desideratif BI (ingin, mendambakan) dapat digunakan untuk pelaku orang
pertama (1P) maupun orang ketiga (3P). Bentuk pengungkapnya sama, tidak
berubah.
Selanjutnya, mari kita perhatikan contoh pengungkapan modalitas
(5) 私はカメラ 買いたい す。
Kare wa kamera ga hoshii rashii desu. ‘Dia sepertinya ingin kamera.’
Contoh (5-8) tersebut memperlihatkan bahwa pengungkap modalitas
desideratif BJ (~tai, hoshii) hanya dapat digunakan untuk pelaku orang
pertama (1P). Sedangkan pada pelaku orang ketiga (3P), pengungkap ~tai,
dan hoshii harus melalui pemodifikasian terlebih dahulu (~tagatte imasu dan
hoshii rashii). Dengan kata lain, bentuk pengungkapnya tidak sama,
bergantung pada pelaku aktualisasi peristiwanya.
Sekarang mari kita perhatikan contoh berikut ini.
(9) Saya ingin Saudara membaca buku itu. (Alwi 1992: 266) (10) Saudara harus membaca buku itu. (Alwi 1992: 266)
Kalimat deklaratif pada contoh (9), yang sebenarnya mengungkapkan
„keinginan‟ pembicara, oleh rekan bicara dapat ditafsirkan sebagai „perintah‟
tidak langsung jika pembicara oleh rekan bicara dianggap sebagai sumber
deontik. Sebagai sumber deontik, pembicara memiliki kuasa untuk
memengaruhi rekan bicara agar mengaktualisasikan suatu peristiwa dalam
tuturan tersebut. Pengungkapan „perintah‟ tidak langsung pada contoh (9)
dengan tanpa menggunakan pengungkap modalitas „perintah‟ terasa lebih
halus daripada dengan menggunakan pengungkap modalitas „perintah‟ (harus)
seperti pada contoh (10) (Alwi: 1992). Kemudian, pada contoh (11) dan (12),
walaupun realisasinya menggunakan pengungkap modalitas desiderarif
(~temorairai, ~tehoshii n desu ga), tetapi oleh rekan bicara, dapat pula
ditafsirkan sebagai pengungkapan „permintaan‟ tidak langsung pembicara
(Narrog: 2009). Terlihat di sini, ternyata baik dalam BI mupun BJ, bentuk
(realisasi) pengungkapan modalitas desideratif tidak hanya berfungsi sebagai
pengungkapan suatu „keinginan‟, tetapi ada fungsi modalitas lainnya yang
tersamarkan.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa realisasi pengungkapan
modalitas desideratif dalam BI dan BJ terdapat persamaan dan perbedaan.
Pembelajar BJ yang berbahasa ibu BI, sebagai seorang dwibahasawan,
alangkah lebih baiknya jika memperhatikan karakteristik tiap bahasa yang
dikuasainya, dalam hal ini BI dan BJ. Nurhadi (1995: 239) menyatakan
bahwa kajian kedwibahasaan menemukan gejala interferensi pada tuturan
ini, sebagai akibat dari perkenalannya dengan bahasa lainnya. Misalnya,
penyimpangan tuturan bahasa kedua sebagai akibat dari kuatnya daya tarik
pola-pola yang terdapat pada bahasa pertama. Ichikawa (2005)
mencontohkan tuturan yang menyimpang atau kesalahan pembelajar BJ
ketika menggunakan pengungkap modalitas desideratif BJ seperti berikut ini.
(13) 李さ は東京 行 たい。seharusnya 李さ は東京 行 たいそ
う す。
Ri san wa Toukyou e ikitai. Ri san wa Toukyou e ikitai sou desu.
„Ri ingin pergi ke Tokyo.‟
(Ichikawa, 2005: 90)
(14) 早く子供 たい す。seharusnya 早く子供 ほしい す。
Hayaku kodomo ga dekitai. Hayaku kodomo ga hoshii desu.
‘(Saya) ingin segera punya anak.’
(Ichikawa, 2005: 85)
(15) 先生は何 食 たい す 。seharusnya 先生は召し上 ます 。
Sensei wa nani ga tabetai desu ka? Sensei wa meshi agarimasu ka?
„(Bapak/Ibu) Guru ingin makan apa?
(Ichikawa, 2005: 90)
Contoh-contoh kesalahan di atas, seperti yang dicontohkan oleh Ichikawa
(1995), tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh pembelajar BJ yang
berbahasa ibu BI. Misalnya, pada contoh (13), kesalahan penggunaan
pengungkap modalitas desideratif untuk pelaku 3P (seharusnya ~taisou
menjadi ~tai). Hal ini karena dalam BI, bentuk pengungkap „keinginan‟ pada
pelaku 1P, 2P dan 3P pada kalimat deklaratif sama. Tidak berbeda.
Kemudian contoh (14), mengenai kesalahan penggunaan pengungkap
menjadi ~tai. Kesalahan seperti ini juga punya peluang untuk terjadi karena
pengungkap ingin dalam BI, dapat digunakan untuk mengungkapkan
„keinginan terhadap (memperoleh) sesuatu‟ maupun „keinginan untuk
melakukan sesuatu‟. Sehingga, saat menggunakan BJ sebagai bahasa kedua,
pembelajar teringat akan kaidah pada bahasa pertamanya, yaitu BI.
Selanjutnya, pada contoh (15), kesalahan dalam sopan santun berbahasa.
Dalam BI, menanyakan keinginan orang lain, dalam hal ini pronomina
persona kedua (2P), tidaklah melanggar kesopanan berbahasa. Sedangkan
dalam BJ, menanyakan keinginan orang lain (2P) secara langsung, dianggap
kurang sopan, terlebih kepada yang lebih senior. Sehingga, tabetai „ingin
makan‟ diganti dengan bentuk meshi agarimasu „akan makan‟ pada (15).
Pembelajar BJ berbahasa ibu BI dapat saja melakukan kesalahan jenis ini juga,
karena dalam BI, hal yang demikian tidak melanggar kesopanan berbahasa.
Menurut linguistik edukasional (Parera; 1997), interferensi tersebut
dapat diminimalisasi dengan memberikan pemahaman di antara kedua
bahasa melalui kajian kontrastif bahasa ibu dengan bahasa sasaran yang
sedang dipelajari. Terlebih lagi, salah satu manfaat dari hasil analisis
kontrastif adalah dapat menjelaskan penyebab kesalahan yang dilakukan
pembelajar, terkait dengan perbedaan kedua sistem bahasa tersebut. Telah
disebutkan sebelumnya bahwa, realisasi pengungkapan modalitas BI dan BJ
mempunyai karakteristiknya masing-masing. Karakteristik tersebut ada yang
Sutedi (2009) menyatakan bahwa tujuan utama seseorang belajar
bahasa adalah untuk berkomunikasi, sehingga fungsi bahasa sebagai
penyampai makna ataupun informasi menjadi penting. Berdasarkan hal
tersebut, analisis kontrastif pada penelitian ini difokuskan kepada
fungsi-fungsi pengungkapan modalitas desideratif kedua bahasa beserta
pengungkapnya. Dengan demikian, pembelajar BJ berbahasa ibu BI,
diharapkan dapat mengetahui dan menggunakan fungsi-fungsi pengungkapan
modalitas desideratif dengan lebih tepat.
Seperti telah disinggung sebelumnya, bahasan tentang pengungkapan
sikap pembicara ataupun pengalam terhadap ekspresi keinginan termasuk ke
dalam kajian modalitas desideratif, yaitu modalitas yang menyatakan sikap
pembicara atau pengalam terhadap suatu keinginan pada peristiwa nonaktual
yang diutarakannya. Sikap pembicara itu bersifat subjektif dan tidak dapat
dinilai benar atau salah. Verba pewatas ingin, verba utama mendambakan,
bentuk ~tai, hoshii, ~tehoshii, dan ~temorairai, seperti pada contoh-contoh
tersebut, termasuk ke dalam pengungkap modalitas „keinginan yang kuat‟.
Dalam penelitian ini, pengungkap makna keinginan tersebut tidak
dipandang sebagai suatu ungkapan ataupun ekspresi keinginan saja,
melainkan sebagai salah satu pengungkap modalitas „keinginan‟. Dengan
membatasi kajian ini pada modalitas, maka pengungkapnya pun dapat
ditentukan dengan lebih tegas, terbatas pada unsur leksikal ataupun
gramatikal yang mengungkapkan makna keinginan. Untuk bahasa Indonesia,
menginginkan, mengingini, menghendaki, dan mendambakan. Sedangkan dalam
bahasa Jepang, ada ~tai, hoshii, ~tehoshii, ~temoraitai, dan varian keempatnya.
Mengingat beberapa kasus kesalahan yang sering terjadi terhadap
pengungkapan modalitas desideratif oleh pembelajar BJ dan solusi yang
ditawarkan oleh analisis kontrastif dalam meminimalisasi kesalahan tersebut,
maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini ingin mengetahui bentuk-bentuk
pengungkapan modalitas desideratif dalam BI dan BJ, fungsi modalitas
desideratif kedua bahasa beserta pengungkapnya, dan persamaan-perbedaan
fungsi-fungsi pengungkap tersebut.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah, masalah umum penelitian ini
adalah “Bagaimanakah persamaan dan perbedaan modalitas desideratif BI
dan BJ?”. Dengan demikian, berdasarkan masalah umum tersebut, peneliti
merumuskan permasalahan khusus sebagai berikut.
1)Bagaimanakah bentuk pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ?
2)Bagaimanakah fungsi setiap pengungkap modalitas desideratif BI dan BJ?
3)Apakah persamaan dan perbedaan fungsi setiap pengungkap modalitas
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji dan
mendeskripsikan persamaan dan perbedaan modalitas desideratif BI dan BJ.
Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
1)Mengkaji dan mendeskripsikan bentuk pengungkapan modalitas desideratif
BI dan BJ.
2)Mengkaji dan mendeskripsikan fungsi setiap pengungkap modalitas
desideratif BI dan BJ.
3)Mengkaji dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan fungsi
pengungkap modalitas desideratif dalam BI dan BJ.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan akan berguna antara lain untuk
hal-hal berikut.
1) Pengembangan linguistik Indonesia dan Jepang, dalam hal pengungkapan
modalitas desideratif BI dan BJ.
2) Bahan acuan atau referensi, terutama untuk peneliti berikutnya dan untuk
pengajar maupun pembelajar BJ yang berminat mempelajari modalitas.
3) Bahan penjelas bagi pengajar dan pembelajar BJ ketika mengalami atau
E. Penjelasan Istilah
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini.
1) modalitas desideratif; yaitu modalitas yang menyatakan sikap pengalam
terhadap suatu keinginan pada peristiwa nonaktual yang diutarakannya.
Dalam BJ, biasa disebut dengan ganbou atau kibou. Istilah modalitas
desideratif dalam penelitian ini mengacu kepada modalitas intensional
yang menyatakan „keinginan‟ seperti yang diajukan oleh Alwi (1992), dan
modalitas boulomaic yang menyatakan intention „keinginan‟ dan desire
„hasrat‟ seperti yang diajukan oleh Narrog (2009). Pengungkapnya
meliputi ingin, berkeinginan, berhasrat, menginginkan, mengingini,
menghendaki, mendambakan, ~tai, hoshii, ~tehoshii, dan ~temoraitai.
2) pengungkap modalitas; yaitu unsur leksikal atau gramatikal yang
menyatakan makna modalitas tertentu.
3) jenis kontrastif; yaitu tingkat kesulitan pembelajaran sebagai hasil dari
analisis kontrastif seperti yang diutarakan oleh Koyanagi (2004). Jenis
kontrastif tersebut adalah icchi, ketsujo, shinki, bunretsu, dan yuugou.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang
kemudian dibagi menjadi beberapa sub-bab yang saling terkait satu sama
lainnya. Setelah pendahuluan (Bab I) kemudian disusul oleh pemaparan
landasan teoritis penelitian ini (Bab II). Diawali dengan penjelasan sekilas
mengenai kerangka teoritis yang digunakan, lalu mengenai analisis kontrastif,
pengertian modalitas, ruang lingkup modalitas desideratif serta
pengungkapannya dalam BI dan BJ. Dan terakhir pemaparan penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan modalitas desideratif dan penjelasan
mengenai penelitian ini. Uraian mengenai metode, sumber data, teknik
pengumpulan dan pengolahan data disajikan pada Bab III. Pendeskripsian
bentuk pengungkapan modalitas desideratif dalam kedua bahasa, fungsi
pengungkapnya, hasil pengontrasan beserta jenis kontrastif yang terjadi pada
fungsi-fungsi pengungkap tersebut menyusul kemudian (Bab IV). Pada bab
terakhir (Bab V) dikemukakan dua hal, yaitu simpulan penelitian ini, dan
impilkasi hasil penelitian, baik terhadap pengajaran BJ, maupun terhadap
Nunuk Anjarwati , 2013
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode
Penelitian ini mencoba mencari tahu bentuk-bentuk pengungkapan
modalitas desideratif dalam BI dan BJ, fungsi setiap pengungkap modalitas
desideratifnya, serta persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi tersebut yang
dikaitkan dengan jenis-jenis kontrastif yang terjadi. Peneliti mencoba
mendeskripsikan, mengontraskan, menganalisis, dan menginterpretasi
karakteristik modalitas desideratif dalam kedua bahasa berdasarkan teori,
data, dan literatur yang terkumpul. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan analisis kontrastif secara deskriptif.
Pendeskripsian pengungkapan modalitas desideratif kedua bahasa dilakukan
secara terpisah, yang kemudian dibandingkan untuk melihat kekhasan
masing-masing. Kajian kebahasaan yang dilakukan dalam kajian ini adalah
telaah sinkronis, yaitu menelaah permasalahan yang sedang terjadi saat ini.
Sementara generalisasinya dilakukan secara induktif, yaitu berdasarkan hasil
analisis kontrastif tersebut yang berpedoman pada data (jitsurei dan sakurei).
Jitsurei merupakan contoh kalimat yang digunakan dalam teks konkret,
Nunuk Anjarwati , 2013
buku, artikel di internet dan lainnya baik yang berbahasa Indonesia maupun
Jepang. Sedangkan sakurei adalah contoh kalimat yang dibuat oleh peneliti
sendiri dengan mempertimbangkan tingkat kebenarannya, sehingga dapat
diterima oleh umum. Menurut Sutedi (2003: 118; 2009: 178), kedua jenis data
tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itulah
penggunaan kedua jenis data tersebut dimaksudkan untuk saling melengkapi.
Secara umum, prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1. melakukan studi pustaka,
2. mengumpulkan data,
3. mengklasifikasikan data,
4. menganalisis data,
5. menyimpulkan hasil penelitian, dan
6. melaporkan hasil penelitian.
B. Instrumen dan Data Penelitian
Sesuai dengan sifat dari penelitian kualitatif pada umumnya, peneliti
bertindak sebagai instrumen penelitian, dengan menggunakan kartu data dan
melakukan studi literatur. Data diambil dalam bentuk ragam bahasa tulis
dengan pertimbangan bahwa ragam tulis memperlihatkan ciri yang lebih
konsisten dalam penggunaan struktur kalimat ataupun pilihan kata (Alwi
1992: 25). Kalimat-kalimat yang dijadikan data tersebut mengandung
pengungkap modalitas desideratif dalam BI dan BJ. Data diambil dari novel
Nunuk Anjarwati , 2013
di internet, dan kalimat buatan peneliti sendiri sebagai data tambahan jika
diperlukan. Jumlah data BI adalah 138 kalimat (ingin: 89, berkeinginan: 7,
berhasrat: 5, menginginkan: 11, mengingini: 4, menghendaki: 13,
mendambakan: 9, dan BJ berjumlah 164 kalimat (~tai: 87, hoshii: 34,
~tehoshii: 23, ~temoraitai: 12, ~teitadakitai: 4, mai: 4).
Sumber data tersebut sebagai berikut.
1. Novel-novel berbahasa Indonesia dan berbahasa Jepang. BI dan BJ yang
digunakan dalam novel merupakan bahasa yang alami dan dipakai oleh
penuturnya. Data kalimat yang mengandung modalitas desideratif BI
diambil dari:
a. Dan Perang Pun Usai (DPPU), dan
b. Ketika Cinta Bertasbih 1 (KCB1);
Sedangkan data kalimat BJ diambil dari:
a. Madogiwa no Totto Chan (MTC), dan
b. Majyo no Takkyuubin (MT);
2. Buku-buku pelajaran, yakni:
a. Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunkei 200 (NHB),
b. Buku Saku Lengkap Percakapan Sehari-hari dalam BJ (PSBJ),
c. Korespondensi BJ (KBJ),
d. Radio Jepang (RJ), dan
Nunuk Anjarwati , 2013
3. Buku-buku tata bahasa BI dan BJ, yakni:
a. Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunkei Jiten (NHBJ),
b. Ungkapan Akhir Kalimat Pada BJ: Bunmatsu Hyogen (BMH),
c. Nihongo no Joshi: Partikel BJ (NNJ),
d. Nihongo Kyouiku Jiten (NKJ),
e. Nihongo Bunkei Jiten (NBJ),
f. Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo (SNBP),
g. Modality in Japanese (MIJ),
h. Shokyuu o Oshieru Hito no Tame no Nihongo Bunpo Handobukku (SNBH),
dan
i. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI);
4. Artikel di internet; dan
5. Kalimat buatan peneliti sendiri.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kepustakaan setelah
membaca literatur yang relevan dengan penelitian. Literatur yang dimaksud
adalah teori dan penelitian terdahulu yang mengkaji tentang modalitas yang
mengungkapkan makna keinginan kedua bahasa, ruang lingkupnya, dan
pengungkapnya. Berdasarkan studi literatur tersebut, maka dipilih
pengungkap modalitas desideratif yang cukup sering digunakan oleh kedua
Nunuk Anjarwati , 2013
dalam kedua bahasa yaitu ‘keinginan yang kuat’, ‘keinginan yang lemah’
tidak dikaji dalam penelitian ini.
Setelah menentukan pembatasan jenis data, kemudian dilakukan
pengumpulan data dari beberapa sumber yang dianggap dapat mewakili.
Data-data kalimat yang terdapat dalam sumber-sumber tersebut kemudian
dicatat dan dipilah berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan. Klasifikasi
dibuat berdasarkan bentuk pengungkap atau pola kalimat modalitas
desideratif, makna, maupun fungsi.
Dalam hal pengumpulan data, tahapan atau langkah-langkah yang
ditempuh adalah sebagai berikut.
1. Membaca dan mempelajari literatur mengenai analisis kontrastif,
modalitas, modalitas desideratif berikut pengungkap modalitasnya;
2. Mencari bentuk-bentuk pengungkapan yang menyatakan makna
modalitas desideratif dalam BI dan BJ dari sumber data yang akan
digunakan dalam penelitian ini;
3. Menandai dan menyalin semua data yang ditemukan;
4. Mengumpulkan data dengan sistem kartu, memberinya nomor dan kode,
lalu mengklasifikasikannya berdasarkan kode-kode tersebut;
5. Memilah data; yaitu mengelompokkan bentuk-bentuk pengungkapan
modalitas desideratif dalam BJ dan BI berdasarkan klasifikasi data yang
telah dibuat. Klasifikasi data tersebut adalah pola kalimat atau bentuk
pengungkap modalitasnya, jenis kalimat, bentuk penegasiannya,
Nunuk Anjarwati , 2013
fungsi modalitas desideratif. Klasifikasi ini kemudian diturunkan ke dalam
subbab dalam bahasan bab IV.
D. Teknik Pengolahan Data
Setelah data-data dimasukkan ke dalam klasifikasi atau kategori
masing-masing, kemudian dilakukan analisis kontrastif dengan
tahapan-tahapan:
1. pendeskripsian data pada kedua bahasa;
2. pengontrasan data kedua bahasa;
3. pemerian jenis kontrastif yang terjadi, dan;
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, pengungkapan
modalitas desideratif BI dan BJ dapat disimpulkan seperti di bawah ini.
1. Bentuk-bentuk pegungkapan modalitas desideratif dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Jepang adalah sebagai berikut.
a. Dalam bahasa Indonesia,
1) pengungkapan modalitas desideratif diungkapkan secara leksikal
melalui penggunaan verba pewatas/bantu ingin, berkeinginan, dan
berhasrat, dan verba utama ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki,
dan mendambakan,
2) bentuk Pmd tidak bergantung pada pelaku,
3) konstruksi umum bentuk pengungkapan modalitas desideratif, yaitu
[Pmd+V], [Pmd+N], dan [Pmd+PP (Klausa)],
4) pengungkapan modalitas desideratif bisa diwujudkan dalam konstruksi
pasif,
5) nominalisasi Pmd hanya terbatas pada pengungkap ingin dengan
6) verbalisasi Pmd tidak dijumpai,
7) peserta tuturan yang menjadi pengalam pada modalitas sejati adalah
nomina insan, baik itu 1P, 2P, maupun 3P,
8) penegasian modalitas desideratif (negasi modalitas), berkonstruksi
[NEG+ Pmd].
b. Dalam bahasa Jepang,
1) modalitas desideratif diungkapkan secara gramatikal melalui
penggunaan sufiks adjektiva ~tai, i-adjektiva hoshii, bentuk verba
kompleks ~tehoshii dan ~temoraitai, beserta variannya masing-masing,
2) bentuk Pmd bergantung pada pelaku..
3) konstruksi umum bentuk pengungkapan modalitas desideratif yaitu,
[V+Pmd] dan [N+partikel+Pmd],
4) pengungkapan modalitas desideratif tidak bisa diwujudkan dalam
konstruksi pasif,
5) nominalisasi Pmd dengan melekatkan partikel no atau koto setelah
Pmd,
6) verbalisasi Pmd dilakukan dengan melekatkan sufiks garu setelah Pmd,
7) peserta tuturan yang menjadi pengalam pada modalitas sejati terbatas
pada yang insan 1P saja. Pengungkapan ‘keinginan’ pengalam 2P dan
8) penegasian modalitas desideratif (negasi modalitas), pada dasarnya
berkonstruksi [Pmd +NEG]. Pada BJ terdapat pengungkap negasi
khusus (mai) yang bermakna ‘ketidakinginan’.
2. Pengungkap modalitas BI dan BJ dapat dikelompokkan ke dalam tujuh
fungsi. Pertama, mengungkapkan keinginan untuk melakukan sesuatu,
Kedua, untuk mengungkapkan keinginan terhadap sesuatu, Ketiga, untuk
mengungkapkan keinginan agar seseorang yang tidak spesifik melakukan
sesuatu, Keempat, untuk mengungkapkan keinginan agar seseorang yang
spesifik melakukan sesuatu, Kelima, sebagai penyamaran suatu ‘perintah’ tidak langsung, Keenam, sebagai penghalus suatu ‘permintaan’ tidak
langsung, Terakhir, ketujuh, sebagai pengantar suatu pertanyaan. Fungsi
setiap pengungkap modalitas desideratif BI dan BJ adalah sebagai berikut,
a. pengungkap ingin memenuhi fungsi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6;
b. pengungkap berkeinginan dan berhasrat memenuhi fungsi 1;
c. pengungkap mendambakan memenuhi fungsi 2;
d. pengungkap menginginkan, mengingini, dan menghendaki memenuhi
fungsi 2, 3, 4, 5, dan 6;
e. pengungkap ~tai memenuhi fungsi 1, 6, dan 7;
f. pengungkap hoshii memenuhi fungsi 2, 6, dan 7;
g. pengungkap ~tehoshii memenuhi fungsi 3, dan 6; serta
3. Persamaan dan perbedaan fungsi setiap pengungkap modalitas desideratif
BI dan BJ adalah sebagai berikut,
a. ingin, berkeinginan, berhasrat vs ~tai.
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai pengungkap
keinginan untuk melakukan sesuatu dan pengalam turut serta sebagai
pelaku. Perbedaannya, ingin, berkeinginan, dan berhasrat bentuknya
tidak bergantung kepada pelaku sedangkan ~tai bergantung kepada
pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap ~tai harus
dimodifikasi terlebih dahulu.
b. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, mendambakan vs hoshii.
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai pengungkap
keinginan terhadap sesuatu dan pengalam turut serta sebagai pelaku.
Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, dan
mendambakan, bentuknya tidak bergantung kepada pelaku sedangkan
hoshii bergantung kepada pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka
pengungkap hoshii harus dimodifikasi terlebih dahulu.
c. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~tehoshii
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai pengungkap
keinginan agar seseorang yang tidak spesifik melakukan sesuatu dan
pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin,
menginginkan, mengingini, dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung
kepada pelaku sedangkan ~tehoshii bergantung kepada pelaku, apabila
terlebih dahulu. Selain itu, dalam BI, pelaku yang tidak spesifik
biasanya ditandai dengan menggunakan pronomina persona jamak.
Sedangkan dalam BJ, ditandai dengan pelesapan pelaku aktualisasi
peristiwanya.
d. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~temoraitai
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai pengungkap
keinginan agar seseorang yang spesifik melakukan sesuatu dan
pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin,
menginginkan, mengingini, dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung
kepada pelaku sedangkan ~temoraitai bergantung kepada pelaku,
apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap ~temoraitai harus
dimodifikasi terlebih dahulu. Selain itu, dalam BI, pelaku yang spesifik
biasanya ditandai dengan menggunakan pronomina persona tunggal.
Sedangkan dalam BJ, ditandai dengan pernyataan pelaku (pelakunya
dinyatakan dengan tegas tidak dilesapkan).
e. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki
Pengungkap ingin, menginginkan, mengingini, dan menghendaki dapat
berfungsi sebagai penyamaran suatu ‘perintah’ tidak langsung. Fungsi
ini hanya dijumpai dalam BI, tidak dalam BJ. Pengalam dan
pembicara adalah 1P dan tidak turut serta sebagai pelaku. Pelaku
menganggap pembicara sebagai sumber deontik. Biasanya
f. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~tai, hoshii, ~tehoshii,
~temoraitai
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai penghalus suatu
‘permintaan’ tidak langsung. Pengalam dan pembicara adalah 1P dan
tidak turut serta sebagai pelaku. Pelaku tidak menganggap pembicara
sebagai sumber deontik. Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini,
dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung pada pelaku. Sedangkan
~tai, hoshii, ~tehoshii, ~temoraitai bergantung pada pelaku. Sebagai
penghalus suatu ‘permintaan’ tidak langsung, pengungkap ~tai, hoshii,
~tehoshii, dan ~temoraitai dikuti oleh ~ndesuga/~ndesukeredo/
~ndesukedo.
g. ~tai, hoshii,
Pengungkap ~tai, dan hoshii, dapat berfungsi sebagai pengantar suatu
pertanyaan. Fungsi ini hanya dijumpai dalam BJ, tidak dalam BI.
Pengalam, pembicara dan pelaku adalah 1P. Pengungkap ~tai dan
hoshii, dilekati oleh ~ndesuga/~ndesukeredo/~ndesukedo, kemudian
diikuti oleh kalimat interogatif.
B. Implikasi
Implikasi hasil penelitain ini, selain terhadap pengajaran BJ sebagai
bahasa asing, juga terhadap masalah-masalah kebahasaan lainnya. Implikasi
terhadap pengajaran seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, umumnya
yang berkaitan dengan pengalam 2P dan 3P yang lebih senior dari pembicara.
Hal ini karena berkaitan dengan masalah sopan santun berbahasa dalam BJ.
Keterkaitan modalitas desideratif dengan beberapa masalah
kebahasaan lainnya juga perlu ditindaklanjuti. Contohnya, pengungkapan
modalitas desidertaif dalam BJ, mempunyai banyak fungsi ‘tersembunyi’.
Misalnya fungsi pengungkapan modalitas desideratif BJ dalam konstruksi
negatif. Fungsi tersebut yakni, sebagai kritik terhadap mitra tutur
(~naidehoshii) dan pernyataan keinginan pembicara yang independen, tidak
berkaitan dengan mitra tuturnya (~tehoshikunai), belum dikaji dalam
penelitian ini. Karena itu, kajian mendalam mengenai kedua fungsi tersebut
masih perlu dilakukan.
Penelitian ini juga belum melibatkan data-data kalimat terjemahan
kedua bahasa. Bagaimana bentuk-bentuk pengungkapannya dan
fungsi-fungsinya setelah dialihbahasakan, perlu dikaji lebih lanjut. Karena, dalam
beberapa kasus penerjemahan, perbedaan bentuk konstruksi ataupun
pergeseran makna, dapat terjadi. Tentu hal ini juga perlu melibatkan
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Alwi, Hasan. 1990. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Disertasi pada Program
Pascasarjana UI Depok: tidak diterbitkan.
__________. 1992. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Alwi, H. et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Ed. Ketiga). Jakarta:
Balai Pustaka.
Andriani, Fitri. 2010. Analisis Penggunaan Kibou no Hyougen dalam Drama Zettai Kareshii. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ardiati, Riza Lupi. 2003. Modalitas Keinginan dalam Bahasa Jepang: Kajian Struktur Kalimat dengan Verba Bantu ~ Tai. Tesis pada Program Pascasarjana Unpad Bandung: tidak diterbitkan.
Arita, Setsuko. 2009. “Tense and Settledness in Japanese Conditionals”, dalam Japanese Modality: Exploring its Scope and Interpretation. England: Palgrave Macmillan.
Arka, I Wayan. 2011. “On modality and finiteness in Indonesian: complexities of=nya nominalization”, dalam International Workshop on TAM and Evidentiality in Indonesian Languages, ed. Asako Shiohara, Anthony Jukes, Atsuko Utsumi, Antonia Soriente, Tokyo University of Foreign Studies, Tokyo Japan, 73-89. [Online]. Tersedia: http://lingdy.aacore.jp/doc/ indonesiatam/i_wayan_ arka_p.pdf
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Ed. Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Darjat. 2009. Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang: Bunmatsu Hyougen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Destiyani, Desy. 2011. Pemakaian Modalitas Pada Novel dan Novelet Karya HabiburrahmanEl Shirazy: Kajian Sintaksis dan Semantik. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
El Shirazy, Habiburrahman. 2007. Ketika Cinta Bertasbih 1. Jakarta: Republika. Grup Jamashii, 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Haryati, Sri. 2008. Analisis Kontrastif Ungkapan Potensial dalam Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jepang. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Herawati, Isye. 2000. Partikel Lokatif Dalam Bahasa Indonesia Dan Bahasa
Ichikawa, Yasuko. 2005. Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo.Tokyo: Surii Ee Nettowaaku.
Iori, Isao et al. 2000. Shokyuu o Oshieru Hito no Tame no Nihongo Bunpou Handobukku. Tokyo: Surii Ee Nettowaaku.
Ishii, Kazuko. ___. Radio Jepang: Inilah Bahasa Jepang. Tokyo: Japan Broadcasting Corporation (NHK).
Izutani, Matazo. 2003. “Desiderative Construction in Japanese Revisited”, dalam Bulletin of the Department of General Education, Tokyo Medical and Dental University 33, 19-27. [Online]. Tersedia: http://ci.nii.ac.jp/els/110000935452.pdf?id=ART0001102896&type=pd f&lang=en&host=cinii&order_no=&ppv_type=0&lang_sw=&no=13180 99058&cp= [12 Oktober 2011]
Judian, Doni, 2005. Korespondensi Bahasa Jepang. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Kadono, Eiko. 1985. Majyo no Takkyuubin. Tokyo: Fukyuinkan Shoten. Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik (Ed. Keempat). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Koyanagi, Kaoru. 2004. Nihongo Kyoushi no Tame no Atarashii Gengo Shuutoku Gairon (Language Acquisition Theories for Teacher of Japanese), Tokyo: Suriiee Netto Waaku.
Kuroyanagi, Tetsuko. 1981. Madogiwa no Totto Chan. Tokyo: Kodansha. Kusmaryani, Tri Asih. 2009. Buku Saku Lengkap Percakapan Sehari-hari dalam
Bahasa Jepang. Jakarta: Transmedia.
Li, Renzhi. 2004. Modality in English and Chinese: A Typological Perspective. USA: Dissertation.com. [Online]. Tersedia: http://rzli.stu.edu.cn/Modality.pdf [11 Oktober 2011]
Makino, Seiichi dan Michio Tsutsui. 1986. A Dictitionary of Basic Japanese Grammar. Tokyo: The Japan Times.
Marahimin, Ismail. 1979. Dan Perang Pun Usai. Jakarta: Pustaka Setia. Matanggui, Junaiyah H. 2009. Kamus Sinonim. Jakarta: PT Grasindo.
Matsushita, Kazuyuki. 2006. A Study of Proposition and Modality Focusing on Epistemic Modals in the Japanese Language. Tesis pada Australian National University Australia: tidak diterbitkan. [Online]. Tersedia: https://digitalcollections.anu.edu.au/bitstream/1885/49401/2/02whole .pdf [12 Oktober 2011]
Muslich. Masnur. 2010. Garis-garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ogawa, Yoshio. 1995. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo: Taishuukan Shoten. Parera, Jos Daniel. 1997. Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajran Bahasa,
Analisis Kontrastif Antarbahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Piantari, Lusi Lian. 2005. Verba Modal Sebagai Pengungkap Modalitas dalam Bahan Ajar Bahasa Inggris: Penelitian dari Aspek Semantis. Tesis pada Program Pascasarjana UI Depok: tidak diterbitkan.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran. Bandung: PT Refika Aditama.
Rahmat. 2010. Identitas Diskursif Penulis Cerpen ‘Malaikat Juga Tahu’ Terkait Isu Penyandang Cacat Mental. Tesis pada Program Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sudaryono. 1992. Negasi dalam Bahasa Indonesia: suatu tinjauan sintaktik dan semantik. Disertasi pada Program Pascasarjana UI Depok: tidak diterbitkan.
Sudjianto. 1999. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri B. Jakarta: Kesaint Blanc.
________. 2007. Belajar Bahasa Jepang Berdasakan Pola Kalimatnya. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sugawara, Toshihiro. 2005. “Desideratives and Person: Constructing a semantic map”, dalam Journal of Universal Language 6: 117-153. [Online]. Tersedia: http://www.unish.org/upload/word/05No131.pdf [12 Oktober 2011]
Sugihartono. 2001. Nihongo No Joshi: Partikel Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sukmawaty. 2011. Modalitas dalam Bahasa Inggris dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia: Kajian Sintaktis dan Semantis. Disertasi pada Program Pascasarjana Unpad Bandung: tidak diterbitkan.
Sunarni, Nani. 1999. Negasi Dalam Bahasa Indonesia Dan Bahasa Jepang: Suatu Analisi Kontrastif. Laporan Penelitian pada Fasa Unpad Bandung: tidak diterbitkan.
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.
Tamaji, Mizuho. 2006. “Nihongo to Chuugokugo no Modariti no Taishou Kenkyuu: Gengo Ruikeiron no Kanten kara”, dalam Takamatsu Daigaku
Kiyou. 44. 17-54. [Online]. Tersedia:
http://www.takamatsu-u.ac.jp/library/06_gakunaisyupan/kiyo/no44/44_017-054_tamaji.pdf [11 Oktober 2011]
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa (Ed. Revisi). Bandung: Angkasa.
Tomomatsu, Etsuko et al. 2000. Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunkei 200 Sho-Chukyuu [200 Essential Japanese Expression: A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns]. Tokyo: ALC Press.
____________________. 2007. Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunkei Jiten [A Dictionary of Essential Japanese Expression]. Tokyo: ALC Press. Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: UPI.
Wahya, Sunarni, Nani dan Purnamasari, Endah. 2000. Struktur Klausa Verbal Dalam Bahasa Indonesia Dan Bahasa Jepang : Suatu Analisis Kontrastif. Laporan Penelitian pada Fasa Unpad Bandung: tidak diterbitkan.
Wahyudi, Agus Budi. 2002. “Negasi Alihan dalam Kalimat Tunggal Berpengungkap Modalitas (Akan, Dapat, dan Boleh) Bahasa Indonesia”, dalam Kajian Linguistik dan Sastra. No. 27 / Vol.14. Hal. 84. Surakarta: Jurusan PBS-FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta. [Online]. Tersedia: library.gunadarma.ac.id/journal/files/1777/negasi-alihan- dalam-kalimat-tunggal-berpengungkap-modalitas-akan-dapat-dan-boleh-bahasa-indonesia.pdf [12 Oktober 2011]
Wamafma, Dance. 2004. Analisis Kontrastif Modalitas Imperatif Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia. Tesis pada Program Pascasarjana UI Depok: tidak diterbitkan.
Wymann, Adrian Thomas. 1996. The Expression of Modality in Korean. Disertasi pada Philosophisch-historischen Fakultät Universität Bern Bern: tidak diterbitkan. [Online]. Tersedia: http://www.isw.unibe.ch/unibe/philhist/isw/content/e4229/e4357/e4 536/e5028/e5031/aw_diss_ger.pdf [12 Oktober 2011]
SUMBER DATA
Alwi, H. et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Ed. Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Darjat. 2009. Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang: Bunmatsu Hyougen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Grup Jamashii, 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Tokyo: Kuroshio Shuppan.
Ichikawa, Yasuko. 2005. Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo.Tokyo: Surii Ee Nettowaaku.
Iori, Isao et al. 2000. Shokyuu o Oshieru Hito no Tame no Nihongo Bunpou Handobukku. Tokyo: Surii Ee Nettowaaku.
Ishii, Kazuko. ___. Radio Jepang: Inilah Bahasa Jepang. Tokyo: Japan Broadcasting Corporation (NHK).
Judian, Doni, 2005. Korespondensi Bahasa Jepang. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Kadono, Eiko. 1985. Majyo no Takkyuubin. Tokyo: Fukyuinkan Shoten. Kuroyanagi, Tetsuko. 1981. Madogiwa no Totto Chan. Tokyo: Kodansha. Kusmaryani, Tri Asih. 2009. Buku Saku Lengkap Percakapan Sehari-hari dalam
Bahasa Jepang. Jakarta: Transmedia.
Marahimin, Ismail. 1979. Dan Perang Pun Usai. Jakarta: Pustaka Setia.
Narrog, Heiko. 2009. Modality in Japanese: The layered structure of the clause and hierarchies of functional categories. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.
Ogawa, Yoshio. 1995. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo: Taishuukan Shoten. Sugihartono. 2001. Nihongo No Joshi: Partikel Bahasa Jepang. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tomomatsu, Etsuko et al. 2000. Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunkei 200 Sho-Chukyuu [200 Essential Japanese Expression: A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns]. Tokyo: ALC Press.