• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Waria di Bandung Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Waria di Bandung Timur."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai Psychological Well-Being (PWB) pada Waria di Bandung Timur. Pemilihan sampel menggunakan accidental sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.

Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari The Ryff Scales of Psychological Well-Being yang berbentuk matriks dan terdiri atas 84 item. Validitas data diolah dengan teknik korelasi Rank Spearman menggunakan SPSS versi 16.0, dan diperoleh hasil 43 item valid dengan rentang validitas 0,323-0,758. Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh hasil 0.904.

Data hasil penelitian diolah dengan teknik deskriptif analisis. Sebanyak 90% responden memiliki PWB tinggi, dan 10% responden memiliki PWB rendah. Waria di Bandung Timur dengan PWB tinggi menunjukkan persentase yang lebih rendah pada dimensi Positive Relationship With Others. Waria di Bandung Timur dengan PWB rendah menunjukkan persentase yang lebih tinggi pada dimensi Self-Acceptance dan Autonomy. Tidak terdapat kaitan antara faktor status sosio-ekonomi, pendidikan, dan budaya dengan PWB pada waria di Bandung Timur. Terdapat indikasi bahwa faktor social support memengaruhi PWB waria di Bandung Timur.

(2)

ABSTRACT

This descriptive research was conducted with 30 transexual under

accidental sampling to obtain an overview of Psychological Well-Being (PWB) on

Transexual in East Bandung. Measurement instrument is modified from the Ryff Scales of Psychological Well-Being in the form of a matrix and it consists of 84 items.

The data validation was processed using the correlation technique, Rank Spearman, using SPSS version 16.0 and it resulted in 43 valid items with validity ranges from 0.323-0.758. Based on the reliability test result by Alpha Cronbach formula using the SPSS version 16.0, a 0.904 result was obtained.

PWB research shows that 90% of respondents have high PWB, and the rest have low PWB. Transexual in East Bandung with high PWB showed lower percentage in the dimensions of Positive Relationship with Others. While the transexual with low PWB showed a higher percentage of the dimension of Self-Acceptance and Autonomy. There is no link between socio-economic status factor, education, and culture with PWB on transexual in the East Bandung. There are indications that social support affects their PWB.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 10

1.5. Kerangka Pikir ... 11

1.6. Asumsi ... 20

BAB II ... 21

LANDASAN TEORI ... 21

2.1. Teori Psychological Well-Being ... 21

2.1.1. Gambaran Umum Psychological Well-Being ... 21

(4)

xi

2.1.3. Dimensi Psychological Well-Being ... 22

2.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PWB ... 27

2.2. Masa Dewasa Awal ... 30

2.2.1. Definisi Dewasa Awal ... 30

2.2.2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal... 30

2.2.3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 30

2.3. Waria ... 31

2.3.1. Definisi Waria ... 31

2.3.2. Ciri-ciri Waria ... 31

2.3.3. Faktor – faktor Pembentuk Diri Waria ... 33

2.3.4. Tekanan Sosial Pada Waria ... 35

BAB III ... 37

METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1. Rancangan Penelitian ... 37

3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 37

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37

3.3.1. Variabel Penelitian ... 37

3.3.2. Definisi Konseptual ... 38

3.3.3. Definisi Operasional ... 38

3.4. Alat Ukur ... 39

3.4.1. Prosedur Pengisian Kuesioner ... 40

3.4.2. Data Penunjang ... 43

3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.5.1. Validitas Alat Ukur ... 44

3.5.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.6. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 46

3.6.1. Populasi Sasaran ... 46

(5)

xii

3.6.3. Teknik Penarikan Sampel ... 47

3.7. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV ... 48

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Gambaran Responden ... 48

4.1.1. Berdasarkan Usia ... 48

4.1.2. Berdasarkan Suku Bangsa ... 49

4.1.3. Gambaran Berdasarkan Pendidikan ... 49

4.1.4. Gambaran Berdasarkan Pekerjaan ... 50

4.1.5. Gambaran Berdasarkan Lama Bekerja ... 50

4.1.6. Gambaran Berdasarkan Penghasilan per bulan ... 51

4.1.7. Gambaran Berdasarkan Penghayatan Terhadap Status Ekonomi ... 51

4.1.8. Gambaran Berdasarkan Ciri Khas Budaya ... 52

4.2. Hasil Penelitian ... 52

4.2.1. Gambaran Psychological Well-Being (PWB)Responden ... 52

4.2.2. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Self-acceptance Responden ... 53

4.2.3. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Positive Relation With Others Responden ... 54

4.2.4. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Autonomy Responden ... 55

4.2.5. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Environmental Mastery Responden ... 56

4.2.6. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Purpose in Life Responden ... 57

4.2.7. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Personal Growth Responden ... 58

(6)

xiii

4.2.9. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Pekerjaan ... 60

4.2.10. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Lama Bekerja ... 61

4.2.11. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Penghasilan Per Bulan ... 62

4.2.12. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Penghayatan Terhadap Status Ekonomi ... 63

4.2.13. Gambaran Tabulasi Silang PWB dengan Ciri Khas Budaya ... 64

4.3. Pembahasan ... 64

4.4. Diskusi ... 75

BAB V ... 77

SIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1. Simpulan ... 77

5.2. Saran ... 78

5.2.1. Saran Teoretis ... 78

5.2.2. Saran Praktis ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

DAFTAR RUJUKAN... 85

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Distribusi item tiap dimensi ... 40

Tabel 3. 2 Skor Pilihan Jawaban ... 42

Tabel 3. 3 Kriteria Validitas ... 44

Tabel 3. 4 Kriteria Reliabilitas ... 46

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ... 48

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku Bangsa ... 49

Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan ... 49

Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan ... 50

Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Bekerja ... 50

Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghasilan Per Bulan ... 51

Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penghayatan Terhadap Status Ekonomi ... 51

Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ciri Khas Budaya ... 52

Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi PWB ... 52

Tabel 4. 10 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Self-acceptance... 53

Tabel 4. 11 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Positive Relation With Others ... 54

Tabel 4. 12 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Autonomy ... 55

Tabel 4. 13 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Environmental Mastery ... 56

Tabel 4. 14 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Purpose in Life ... 57

Tabel 4. 15 Tabulasi Silang PWB dengan Dimensi Personal Growth ... 58

Tabel 4. 16 Tabulasi Silang PWB dengan Pendidikan ... 59

Tabel 4. 17 Tabulasi Silang PWB dengan Pekerjaan ... 60

Tabel 4. 18 Tabulasi Silang PWB dengan Lama Bekerja ... 61

Tabel 4. 19 Tabulasi Silang PWB dengan Penghasilan Per Bulan ... 62

Tabel 4. 20 Tabulasi Silang PWB dengan Penghayatan Terhadap Status Ekonomi ... 63

(8)

DAFTAR BAGAN

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Transeksual ialah gejala dimana seseorang merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya (Koeswinarno, 1996). Dalam perkembangannya waria merupakan “proyek” feminitas yang artinya suatu proses keadaan maskulin ke feminin (Kurniawati, 2010). Dari sudut pandang psikologi, waria ‘condong’ digolongkan pada gangguan identitas (gender identitiy disorder) (Andy, 2009). Munculnya kaum transeksual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya (Mashuri, 2008).

Menurut data statistik dari Yayasan Srikandi Sejati (2009) yang merupakan sebuah komunitas transeksual yang berada di Jakarta, jumlah waria yang terdata di Indonesia mencapai 6 juta jiwa. Komunitas waria biasanya menempati sebuah area tersendiri pada sebuah kota, seperti halnya komunitas-komunitas minoritas lain. Komunitas ini dapat terbentuk lebih disebabkan mereka sulit untuk menemukan lingkungan yang dapat menerima kondisi mereka sebagai waria, sehingga mereka membutuhkan sebuah kelompok yang para anggotanya dapat saling menerima kondisi masing-masing.

(11)

2

berada di Bandung, hingga bulan Desember 2012 tercatat bahwa terdapat 423 orang waria yang tersebar di beberapa daerah kerja yang di antaranya terdapat waria di daerah Bandung Barat, Tengah, dan Timur.

Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang pengurus Yayasan Srikandi Pasundan (YSP), Beliau mengatakan bahwa terdapat tiga profesi yang digeluti oleh waria di Bandung. Profesinya tersebut antara lain, waria yang mencari nafkah dengan mengamen, waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK), dan waria yang bekerja di salon.

Di setiap komunitas waria, mereka memiliki satu orang ketua yang menjadi koordinator bagi para waria tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang ketua komunitas waria di Bandung Timur, komunitas ini sudah berdiri kurang lebih 25 tahun. Anggota dari komunitas waria di Bandung Timur ini berada direntang usia 20 hingga 35 tahun.

(12)

3

Profesi waria di Bandung Barat dan Tengah ini kurang bervariasi. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai waria PSK, sedangkan hanya sebagian kecil saja yang bekerja di salon atau mengamen. Jika melihat komunitas waria di Bandung Timur, mereka memiliki profesi yang lebih bervariasi. Terkadang mereka memiliki dua profesi sekaligus. Saat siang hari mereka bekerja sebagai waria ngamen atau waria pekerja salon, dan saat malam hari mereka menjajakan diri sebagai PSK.

Keragaman profesi dan keahlian serta kedekatan diantara para anggota di komunitas waria Bandung Timur membuat para pengurus Yayasan Srikandi Pasundan menjadikan komunitas waria di Bandung Timur sebagai wadah bagi para waria dalam menyalurkan keterampilan yang dimiliki dalam acara kesenian dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk aktif dalam mengembangkan kemampuannya.

(13)

4

Ada banyak kegiatan positif yang dilakukan oleh para waria di Bandung Timur dan keinginan mereka untuk belajar dan mencari informasi dari berbagai sumber, namun masih ada saja stigma buruk dan diskriminasi pada waria tercipta karena norma-norma yang ada di masyarakat. Norma tersebut diantaranya, norma budaya, agama, dan sosial yang sudah ada sejak dulu. Norma-norma atau aturan tersebut diyakini kebenarannya oleh masyarakat, jadi bila sesuatu atau seseorang dianggap menyimpang dari norma atau kebiasaan, maka sesuatu atau orang tersebut dianggap aneh (Ari, 2011). Hal ini pun terjadi pada waria karena selama ini waria dianggap menjijikan, menyalahi kodrat, perusak moral bangsa, pembawa penyakit menular seksual (HIV/AIDS), dan lain-lain (Supriyadi, 2009).

Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang pengurus Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan informasi bahwa perilaku diskriminatif yang diterima oleh para waria tersebut memperkecil peluang mereka untuk mengakses berbagai layanan masyarakat. Para waria pun cenderung sulit mendapat mata pencaharian secara formal. Oleh karena itu, hanya sedikit waria yang bekerja di bidang formal. Kebanyakan dari mereka bekerja di salon, mengamen di jalanan, bahkan bekerja sebagai pekerja seks.

(14)

5

warga di sekitar tempat tinggal atau di tempat mereka bekerja, masyarakat, preman dan pengamen jalanan saat mereka sedang menjajakan diri.

Para waria ini sering dilecehkan misalnya ketika sedang mengadakan penyuluhan mengenai HIV/AIDS oleh beberapa warga di sekitar tempat tinggal mereka, dimintai uang keamanan oleh preman di tempat mereka bekerja, dilecehkan secara moral, seperti perlakuan dari beberapa anak SMP yang meminta waria di komunitas ini untuk memuaskan nafsu seksual mereka. Bentuk-bentuk tekanan sosial seperti yang disebutkan di atas sangat sering didapatkan oleh waria. Dengan kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi, tidak sedikit pula dari para waria di komunitas ini yang terpaksa menerima tawaran untuk menjajakan diri sebagai waria malam atau PSK.

Berbagai situasi yang dialami oleh waria di Bandung Timur akan menimbulkan dampak positif dan negatif bagi mereka. Situasi negatif tersebut berupa tekanan sosial dari keluarga dan masyarakat, pelecehan secara moral, sulitnya mengakses layanan masyarakat (Vertika, 2010). Situasi positif seperti adanya peluang bagi para waria untuk mengenyam pendidikan, serta berkarir yang dihayati oleh waria tersebut dapat memengaruhi penilaian mereka terhadap kehidupan yang mereka jalani secara berbeda. Sebenarnya beban paling berat di dalam diri seorang waria adalah beban psikologis. Mereka berjuang menghadapi perubahan dirinya menjadi seorang waria, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat luas (Susanti, 2009).

(15)

6

evaluasi waria terhadap kualitas diri dan hidupnya, dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis mereka, yang disebut dengan Psychological Well-Being (PWB). Psychological Well-Being adalah keadaan di mana individu melihat dan mengevaluasi kualitas diri dan hidupnya (Ryff, 1989). Untuk dapat mencapai kesejahteraan psikologis, individu mengevaluasi keenam dimensi dari PWB yaitu, kemampuan individu dalam menerima diri apa adanya (self acceptance), membina hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi atau mampu mengarahkan dirinya sendiri (autonomy), mampu mengatur dan menguasai lingkungan (environmental mastery), mampu merumuskan tujuan hidup (purpose in life), dan mampu menumbuhkan serta mengembangkan potensi pribadi (personal growth). Faktor-faktor yang bisa memengaruhi PWB setiap individu antara lain adalah faktor status sosial ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor budaya.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan sepuluh orang waria di Bandung Timur, hampir seluruh waria di Bandung Timur ini pada awalnya sangat sedih dan kecewa karena merasa bahwa dirinya begitu hina. Mereka menyesal karena dilahirkan sebagai seorang pria dan membuatnya harus terjerumus dalam kehidupan yang menyimpang sebagai waria. Mereka pun malu dan belum dapat menerima diri seutuhnya sebagai waria dan ingin berhenti menjadi waria dan mencoba hidup seperti laki-laki normal. Tidak ada yang mau menerima dan mendukung mereka yang memilih untuk menjadi seorang waria.

(16)

7

keluarganya. Mereka mencari nafkah sendiri, berjuang melawan tekanan dari masyarakat seorang diri, hingga pada akhirnya mereka bergabung dalam satu komunitas yang mereka anggap dapat membantu mereka dalam mengembangkan dirinya sebagai seorang waria. Hal tersebut mereka lakukan karena mereka ingin berkembang menjadi seorang waria seutuhnya. Mereka merasa tertekan oleh perlakuan keluarganya, mereka berpikir bahwa seharusnya keluargalah yang menjadi sumber dukungan mereka namun pada kenyataannya keluargalah yang paling utama menentang keputusan mereka menjadi waria.

Walaupun para waria di Bandung Timur memiliki hubungan yang tidak hangat dengan keluarga dan masyarakat, namun waria-waria di Bandung Timur memiliki hubungan yang baik dengan waria pada komunitas lain di Bandung. Mereka sering berkumpul untuk bertukar informasi, dan melakukan kegiatan sosial. Kegiatan sosial tersebut antara lain, mengadakan penyuluhan mengenai HIV/AIDS kepada warga sekitar, atau membantu warga dengan memberdayakan keterampilan mereka seperti menari, menyanyi, menjadi lengser atau pembawa acara (MC) dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh warga. Hal tersebut mereka lakukan guna membangun hubungan yang hangat dan akrab dengan warga sekitar dan membuat para warga dapat menerima keberadaan mereka sebagai waria.

(17)

8

singkat dengan waria di Bandung Timur, pada kenyataannya ada waria di Bandung Timur yang nampak berhasil memenuhi tugas-tugas perkembangannya dan merasa sejahtera secara psikologis.

Mereka menjalin hubungan dengan orang yang mereka cintai walaupun pasangan mereka adalah pria. Para waria tersebut merasa bahagia karena masih dapat dicintai layaknya seorang wanita. Waria tersebut dan pasangannya berencana untuk mengadopsi anak dan membangun sebuah keluarga. Para waria ini ingin membuktikan bahwa walaupun mereka adalah waria, namun mereka layak dan dapat memenuhi tugas perkembangan mereka sebagai manusia.

(18)

9

PWB menjadi penting bagi waria karena dengan memiliki PWB tinggi, waria dapat menilai diri mereka sebagai sesuatu yang positif, hal ini memudahkan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kehidupannya sebagai waria, sehingga dengan begitu waria dapat merasa puas dan bangga dengan diri dan hidup mereka serta dapat optimal dalam menjalani peran mereka dikeluarga dan masyarakat. Mereka tidak akan merasa bahwa diri mereka tidak berarti sebagai waria, karena masih banyak aktivitas yang dapat mereka lakukan. Berbeda dengan waria yang memiliki PWB rendah, mereka akan sulit menyesuaikan diri di lingkungan, aktivitas yang mereka lakukan akan terbatas, juga mereka akan merasa tidak puas akan hidupnya yang membuat hidupnya tidak sejahtera karena memandang dirinya dengan negatif.

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat perbedaan derajat penghayatan para waria di Bandung Timur melalui keenam dimensi dari Psychological

Well-Being pada setiap waria di Bandung Timur, yang mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui mengenai bagaimana gambaran

(19)

10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Mengetahui derajat Psychological Well-Being, derajat dimensi-dimensi

Psychological Well-Being, dan derajat faktor-faktor yang memengaruhi

dimensi-dimensi Psychcological Well-Being pada waria di Bandung Timur.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori psikologi positif yang berkaitan dengan Psychological Well-Being.

2. Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori psikologi sosial dan klinis terkait dengan pada waria di Bandung Timur.

3. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan penelitian lanjutan mengenai Psychological Well-Being dan waria pada berbagai komunitas di Bandung.

1.4.2. Kegunaan Praktis

(20)

11

2. Memberikan informasi dan masukan kepada Yayasan Srikandi Pasundan, agar para pengurus dapat mengetahui gambaran secara umum mengenai kesejahteraan psikologis para waria di Bandung Timur yang berkaitan dengan dimensi-dimensi Psychological Well-Being yang perlu mendapat perhatian khusus agar dapat ditanggulangi dan dapat menjadi acuan untuk membuat program pendampingan bagi waria.

1.5. Kerangka Pikir

Setiap waria di Bandung Timur pasti memiliki kebutuhan yang tidak akan pernah berhenti selama rentang hidupnya. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, seseorang akan memiliki pengalaman-pengalaman, dan tentunya pengalaman tersebut ada yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan mengakibatkan seseorang merasa sejahtera atau tidak sejahtera. Kesejahteraan dan ketidaksejahteraan ini dikenal sebagai Psychological

Well-Being (PWB). PWB merupakan hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap

dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-pengalaman hidupnya (Ryff, 1994).

(21)

12

others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth

pada waria di Bandung Timur.

Waria di Bandung Timur yang memiliki self-acceptance tinggi memandang positif dirinya sendiri, mengakui dan menerima kualitas diri yang baik maupun buruk, memandang positif kehidupan masa lalunya. Seperti pada salah satu waria di Bandung Timur yang menerima dirinya dengan bangga sebagai waria walaupun banyak tekanan dan pelecahan moral yang ia terima dari masyarakat, sedangkan waria dengan self-acceptance yang rendah merasa tidak puas akan dirinya, kesulitan menerima sebagian dari kualitas pribadinya, kecewa akan masa lalunya, dan ingin menjadi seseorang yang berbeda dengan dirinya saat ini, misalnya pada waria di Bandung Timur yang merasa menyesal karena dilahirkan sebagai seorang pria dan membuatnya harus terjerumus dalam kehidupan yang menyimpang sebagai waria, adapula waria yang merasa malu dan belum dapat menerima diri seutuhnya sebagai waria dan ingin berhenti menjadi waria dan mencoba hidup seperti laki-laki normal.

Dimensi kedua adalah positive relations with others, yaitu dimana pada waria di Bandung Timur membina hubungan positif dengan orang lain yang hangat, dekat, dan rasa saling percaya, memperhatikan kesejahteraan orang lain, memiliki empati dan afeksi yang kuat terhadap orang lain, serta memahami arti dari memberi dan menerima dalam suatu hubungan.

(22)

13

pengisi acara. Selain dengan para tetangganya, waria di Bandung Timur ini juga memiliki kedekatan dengan waria dari komunitas lain, mereka sering melakukan kegiatan sosial bersama, bertukar informasi dan saling membantu satu sama lain.

Waria dengan positive relations with others yang rendah akan kurang memiliki hubungan yang dekat dan tidak memiliki kepercayaan pada orang lain, sulit bersikap hangat, terbuka, dan peduli terhadap orang lain, terisolasi dan frustasi dalam hubungan antar pribadi, misalnya waria di Bandung Timur yang pergi meninggalkan keluarganya karena ditentang oleh keluarga karena mereka ingin menjadi waria secara utuh. Mereka juga dikucilkan oleh warga di tempat mereka bekerja karena dianggap mengganggu dan membuat citra tempat tinggal para warga tersebut jadi tercemar. Hal ini membuat waria di Bandung Timur tidak memiliki positive relation with other.

(23)

14

Dimensi selanjutnya adalah autonomy, dimensi ini terkait dengan kemampuan waria dalam mengarahkan dirinya sendiri sesuai kemampuan pribadinya tanpa terpengaruh oleh pendapat dan pandangan orang lain. Waria di Bandung Timur ini memiliki self-determinant dan mandiri, mereka mampu bertahan dari tekanan sosial untuk bertindak dan berpikir dengan cara tertentu, menilai diri sendiri dengan standar personalnya sendiri, misalnya saat para waria di Bandung Timur memutuskan untuk hidup mandiri sebagai seorang waria dengan meninggalkan rumah untuk mewujudkan keinginan mereka menjadi seorang waria secara untuh tanpa adanya tekanan dari keluarga.

Waria dengan autonomy yang rendah akan membuat dirinya bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat keputusan, menjadi lebih peduli dengan harapan dan evaluasi dari orang lain. Diharapkan pada waria di Bandung Timur untuk tidak bergantung dengan ketakutan akan stigma negatif yang muncul di masyarakat, namun dapat mengarahkan dirinya untuk lebih berguna di masyarakat, seperti mengikuti kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh Yayasan Srikandi Pasundan, atau dengan memberdayakan keahlian yang dimiliki mereka dalam membantu dan menghibur warga.

(24)

15

ikut berpartisipasi dalam acara penyuluhan mengenai HIV/AIDS bagi warga, mengembangkan kemampuan yang mereka miliki dalam bidang seni dan berusaha memanfaatkan kesempatan untuk mengisi acara atau merias bila ada yang membutuhkan jasa mereka.

Hal ini akan menjadi kompleks saat waria di Bandung Timur berhadapan dengan suatu lingkungan yang memberikan stigma negatif terhadap mereka, misalnya saat para waria di Bandung Timur yang berasal dari luar daerah memutuskan untuk mengadu nasib ke kota dan memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya untuk membuatnya bertahan hidup di kota. Waria yang memiliki

environmental mastery rendah akan sulit dalam mengatur masalah sehari-hari,

kurang mampu menguasai aktifitas eksternal, serta mengabaikan kesempatan yang hadir.

(25)

16

namun hal ini tidak terjadi pada waria di Bandung Timur. Sebagian besar dari mereka sudah memiliki tujuan dan tekad yang jelas untuk hidupnya.

Dimensi yang terakhir adalah personal growth, dimana waria di Bandung Timur mampu menumbuhkan serta mengembangkan potensi pribadi, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, berubah dalam berbagai cara yang mencerminkan banyaknya pengetahuan diri dan keberhasilan, misalnya para waria di Bandung Timur yang mengembangkan kemampuannya sebagai salah satu potensi untuk mencari nafkah, seperti kemampuan merias, menjadi hairstylist, menari, menyanyi, atau menjadi pembawa acara, mereka juga ikut serta dalam penyuluhan dan pelatihan yang diadakan oleh Yayasan Srikandi Pasundan guna mengembangkan kemampuan mereka dalam segala bidang, seperti tata rias, tata boga, kesenian, dan lainnya.

Waria dengan personal growth rendah tentunya akan merasa bosan dan tidak tertarik dengan hidup, merasa tidak mampu mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baru, misalnya pada waria di Bandung Timur yang tidak mengembangkan kemampuan merias, atau menari akan terhenti dalam kemampuan yang mereka miliki saat itu saja dan tidak akan berkembang.

(26)

17

yang terarah, memiliki kompetensi dalam menguasai dan menangani lingkungan, dan memiliki relasi interpersonal yang hangat.

Waria di Bandung Timur yang keadaan psikologisnya tidak sejahtera, umumnya adalah mereka yang tidak puas terhadap dirinya, mengalami kesulitan dalam menguasai dan mengatur aktifitas eksternal, kurang meningkatan diri, merasa hidupnya tidak bermakna, bergantung pada evaluasi orang lain, dan kesulitan dalam menjalin hubungan hangat dengan orang lain. Kesejahteraan psikologis yang dirasakan pada setiap waria di Bandung Timur akan berbeda-beda, tidak hanya dilihat dari keenam dimensi yang telah disebutkan saja, melainkan terdapat faktor-faktor sosiodemografis yang juga dapat memengaruhi proses pencapaian kesejahteraan psikologis.

Faktor-faktor sosiodemografis tersebut yaitu, faktor status sosioekonomi, pendidikan, dan budaya. Faktor status sosioekonomi ini berkaitan dengan dimensi

self-acceptance, purpose in life dan personal growth (Marmot, Fuhrer, Ettner et

al., 1998), didapati pada waria di Bandung Timur yang merasa bangga akan dirinya sebagai waria. Waria di Bandung Timur dapat mengembangkan kemampuannya misalnya dalam bidang tata rias wajah dan rambut dengan cara mengikuti kursus yang diselenggarakan oleh Yayasan Srikandi Pasundan, yang memiliki cita-cita membuka usaha salon yang akan meningkatkan status pekerjaan, status pendidikan dan status ekonominya kelak.

Faktor pendidikan berkaitan dengan dimensi personal growth dan purpose

in life (Ryff, 2006). Sebagian besar waria di Bandung Timur hanyalah lulusan

(27)

18

mengembangkan kemampuan mereka terutama di bidang kesenian dan tata rias. Mereka juga tidak putus asa dan memiliki keinginan untuk belajar dan menambah informasi baik dari internet atau mengikuti kursus dan berbagai penyuluhan yang diadakan di Yayasan Srikandi Pasundan.

Faktor budaya berkaitan dengan dimensi positive relation with others (Ryff, 1995). Terdapat budaya kolektif dan individualis. Dilihat dalam kehidupan para waria di Bandung Timur, mereka masih mampu menjalin hubungan dan relasi positif dengan warga sekitar tempat mereka tinggal serta dengan waria-waria lain di Bandung. Para waria-waria dan warga saling membantu dengan cara bekerjasama misalnya dalam acara pentas seni yang diadakan warga, dan para waria yang menjadi pengisi acaranya, atau mengadakan penyuluhan bersama warga mengenai HIV/AIDS. Kerjasama yang sering dilakukan para waria dan warga tersebut dihayati sebagai budaya kolektif dimana para waria dapat bekerjasama, memiliki rasa ketergantungan, memiliki rasa empati dan mementingkan tujuan bersama yang berguna untuk para waria dan wargas sekitar tempat mereka tinggal.

(28)

19

Timur. Sehingga para waria tersebut memutuskan untuk meninggalkan keluarga dan berjuang untuk menjadi waria dan mencari nafkah sendiri.

Mereka juga kini tidak memerdulikan ketidaknyamanan warga di sekitar mereka bekerja karena sebagian besar waria di Bandung Timur merasa bahwa mereka hanya bekerja dan tidak mengganggu warga. Penerimaan atau penolakan yang dialami para waria tersebut membuat mereka belajar banyak megenai perbedaan budaya yang dimiliki setiap individu termasuk dirinya sebagai waria (Ryff, 1995).

Dilihat dari hasil wawancara singkat, para waria di Bandung Timur ini mengalami banyak kekurangan dalam hal-hal positif dalam hidupnya juga dalam beberapa tugas perkembangan mereka serta kuatnya tekanan-tekanan dari keluarga dan masyarakat terhadap mereka, maka waria di Bandung Timur perlu mengembangkan PWB dalam diri mereka. Hal tersebut dapat membantu waria di Bandung Timur dalam mengoptimalkan kesejahteran psikologisnya. PWB membantu mereka untuk tetap mampu dalam memenuhi tuntutan dalam lingkungan keluarga dan sosialnya.

(29)

20

Bagan 1. 1 Kerangka Pikir

1.6. Asumsi

1. Derajat Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur berbeda-beda, ada yang menunkukkan derajat yang tinggi ataupun rendah.

2. Derajat Psychological Well-Being ditentukan berdasarkan dimensi

Self-acceptance, Positive relation with others, Autonomy, Environmental

mastery, Purpose in life, dan Personal growth.

3. Derajat setiap dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur bervariasi.

4. Faktor-faktor sosiodemografis seperti status sosio-ekonomi, pendidikan, dan budaya dapat memengaruhi Psychological Well-Being pada waria di

Waria di Bandung

Timur PWB

Rendah

Sosiodemografis:

• Status sosio-ekonomi • Pendidikan

• Budaya

PWB Tinggi

Dimensi PWB:

Self-acceptance

Positive relation with others

Autonomy

Environmental mastery

Purpose in life

Personal growth

(30)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan simpulan dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar waria di Bandung Timur memiliki Psychological

Well-Being yang tinggi.

2. Pada waria di Bandung Timur yang memiliki Psychological Well-Being yang tinggi, dimensi-dimensi yang tinggi antara lain dimensi

Self-Acceptance, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in Life, dan

Personal Growth. Psychological Well-Being yang rendah pada waria di

Bandung Timur, dimensi-dimensi yang rendah yaitu, dimensi Positive

Relation With Others, Environmental Mastery, Purpose in Life, dan

Personal Growth.

3. Pada waria di Bandung Timur yang memiliki Psychological Well-Being yang tinggi, menununjukkan persentase yang lebih rendah pada dimensi

(31)

78

memiliki Psychological Well-Being rendah, menunjukkan persentase yang lebih tinggi pada dimensi Self-Acceptance dan Autonomy.

4. Faktor status sosio-ekonomi, pendidikan, dan budaya pada penelitian ini tidak terkait dengan Psychological Well-Being pada waria di Bandung Timur.

5. Terdapat indikasi bahwa faktor social support memengaruhi Psychological

Well-Being pada waria di Bandung Timur.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak mengenai Psychological Well-Being pada waria agar mendapat hasil penelitian yang lebih komprehensif.

2. Melakukan penelitian kualitatif mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

Psychological Well-Being pada waria, sehingga mendapatkan gambaran

yang mendalam.

3. Menentukan kriteria terhadap penghayatan faktor sosio-ekonomi dan budaya pada waria, sehingga mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor yang memengaruhi Psychological Well-Being pada waria. 4. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor social support dalam

(32)

79

5.2.2. Saran Praktis

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, K. 1986. Kami Bukan Lelaki - Sebuah Sketsa Kehidupan Kaum Waria. Jakarta: PT. Temprin.

Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human

Strengths. Hove & NewYork : Brunner – Routledge Taylor & Francis

Group.

Diener, E. 2000. Subjective Well-Being: The science of happiness and proposal for national index. American Psychologist, 55 (1), 34-43.

Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2010. Psikologi Abnormal. (Alih bahasa: Fajar, N). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

DSM IV, 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. American Psychiatric Association.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Gulo, W. 2002. Metolodogi Penelitian. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Halim, Magdalena & Atmoko. 2005. Hubungan antara Kecemasan akan HIV/ AIDS dan Psycological Well-Being pada Waria yang Menjadi Pekerja Seks Komersial. Jurnal Psikologi. Vol. 15 : 17-31.

Kartono, K. 1989. Psikologi Abnormal & Abnormalitas Seksual. Bandung: CV. Mandar Maju.

Keyes, C. Ryff, C., & Shmotkin, D. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social

(34)

82

Koeswinarno. 2005. Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Kanisius.

__________. 1996. Waria dan Penyakit Menular Seksual: Kasus Dua Kota di Jawa. Yogykarta: Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada.

Kumar, Ranjit. 1996. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for

Begginers. London: Sage Publications

Maslim, R. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Monks, F.J. Knoers, A.M..P & Haditono, S.R. 1999. Psikologi Perkembangan Yogyakarta: Gajah Mada University Perss.

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Puspitosari, H dan Pujileksono, S. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Malang: Universitas Muhammadiah Malang.

Ryff, C. D. 1989. Happiness is Everything, or is it? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. “Journal of Personality and Social

Psychology”, 6, 1069-1081.

Ryff, C. D. 1994. Psychological Well-Being in Adult Life. “Current Directions in

Psychological Science”.

Ryff, C. D. 1995. Psychological Well-Being in Adult Life. Current Directions In

Psychological Science, vol 4:99-104

Ryff, C. D. & Essex, M. J. 1992. The Interpretation of Life Experience and Well-Being: The Sample Case of Relocations Psychological and Aging, 7: 507-517.

(35)

83

Ryff, C. D., & Singer, B. 1996. Psychological Well-Being: Meaning of Measurement, and Implications for Psychoteraphy Reseacrh.

Psychoterapy and Psychosomatics, 65, 14-23.

_______. 2006. Know Thsyself and become What You Are: A Eudaimonic Approach Psychological Well-Being. “Journal of Happiness Studies”.

Santrock. J. W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.(edisi kelima) Jakarta: Erlangga

Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology. Biopsychological Interaction. New York: John Wiley & Sons.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sue, D. 1986. Understanding Abnormal Behavior. Edisi III. Boston: Houghton Miffin Company.

Supangat, And. 2008. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensiasi, dan Non

Parametrik. Jakarta: Kencana.

(36)

DAFTAR RUJUKAN

Andy. 2009. Gender Identity Disorder. (Online),

(www.andy.zat.su/ceritaO9/gender_identity_disorder.html, diakses 20 Maret 2013).

Ari, W. T. 2011. Eksistensi Komunitas Lesbian yang Terpinggirkan di Kelurahan Kuta. (Online), (http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-163-1970273389-tesis%20bab%20i-viii%20ari%20trisna%20handayani.pdf, diakses 5 Desember 2013).

Kurniawati, M. 2010. Latar Belakang Kehidupan Laki-Laki yang Menjadi Waria: Sebuah Kegagalan Dalam Proses Pendidikan Pembentukkan Identitas

Gender. (Online),

(http://s2psikologi.tarumanagara.ac.id/wp- content/uploads/2010/09/07-latar-belakang-kehidupan-laki-laki-yang- menjadi-waria-sebuah-kegagalan-dalam-proses-pendidikan-pembentukan-identitas-gender-meike-kurniawati.pdf, diakses 1 Mei 2013).

Mashuri. 2008. Etiologi dan Kondisi Transeksual. (Online), (http://eprints.umm.ac.id/5295/1/ETIOLOGI_DAN_KONDISI_PSIKOLO GIS_TRAN_SEKSUAL.pdf, diakses 1 Mei 2013).

Rahayuningsih, R. 2008. Konsep Diri Waria Dewasa Madya yang Sukses

Mencapai Tugas Perkembangan. (Online),

(http://gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_ 10599253.pdf, diakses 13 April 2013).

Supriyadi, O. 2009. Stigma dan Diskriminasi Pada Waria. (Online), (http://satudunia.net/content/stigma-dan-diskriminasi-pada-waria, diakses 13 April 2013).

Susanti, Yuliani. 2009. Komunikasi di Kalangan Waria. (Online), (http://elibrary.unisba.ac.id/files/09-1616_Fulltext.pdf, diakses 25 Januari 2014).

(37)

86

Referensi

Dokumen terkait

Karena aliran metal yang kura ng teratur pada kecepatan potong yang rendah dan bila daya adhesi atau afinitas antar material benda kerja dan material pahat

Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan

• Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya.. •

Pengajaran mikro merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh dan wajib lulus bagi mahasiswa program studi kependidikan terutama menjelang PPL. Mata kuliah ini dilaksanakan satu

kedua berisi tentang tingkat tutur antara majikan dengan karyawan dan karyawan dengan karyawan mebel tersebut yang menjadi sumber data dalam penelitian register proses

Kelompok Sasaran Kegiatan : Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan aparat Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung. Kode Rekening

Tingginya angka kejadian ISPA ini disinyalir dipengaruhi oleh faktor pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, penghasilan perkapita keiuarga, pengetahuan, sikap dan perilaku

Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa faktor keuangan (rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio nilai pasar, rasio pertumbuhan penjualan) dan