Abstrak
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK
OLEH AHLI WARIS
Fahmi Fadillah
1187023
Tanah memiliki peran penting bagi setiap manusia, karena keberadaan tanah dapat menunjang kelangsungan kehidupan manusia dalam masyarakat. Seseorang dapat memperoleh tanah melalui jual beli. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut didaftarkan oleh pembeli ke Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah agar dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Namun dalam kenyataan dimasyarakat terdapat penguasaan tanah dan bangunan orang lain secara fisik oleh pihak yang tidak berhak.
Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yang meliputi aspek teori, sejarah, filosofis, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka skripsi ini menggunakan kombinasi pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang mendasarkan penelitian pada data sekunder.
Sertipikat merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya. Dalam hal tanah tersebut sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama pembeli yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik, maka terdapat jaminan kepastian hukum mengenai status hak yang didaftarkan, kepastian mengenai subjek hak dan kepastian objek hak yang didaftarkan. Pembeli yang beriktikad baik memperoleh perlindungan hukum untuk melaksanakan haknya dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa pembeli yang beriktikad baik dilindungi oleh hukum selama tidak ada yang membantah mengenai data yuridis dan data fisik yang tercantum di dalam sertipikat selama jangka waktu 5 tahun.
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian ... i
Pengesahan Pembimbing ... ii
Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii
Persetujuan Revisi ... iv
Abstrak ... v
Abstrac ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Singkatan ... xii
Daftar Tabel xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Kerangka Pemikiran ... 9
F. Metode Penelitian ... 15
BAB II TINJAUAN UMUM KEPASTIAN HUKUM
BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS
TANAH
... 20
A. Sejarah Hukum Agraria di Indonesia ... 21
B. Definisi Agraria ... 23
C. Hak-hak atas Tanah ... 25
D. Kepastian Hukum Dalam Penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah ... 31
E. Pendaftaran Tanah ... 33
BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK ... 61
A. Definisi Hukum ... 62
B. Sistem Hukum ... 64
C. Tujuan Hukum ... 68
D. Sertipikat Hak atas Tanah ... 77
BAB IV KAJIAN TERHADAP KEPASTIAN
HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK
ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK
TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH
DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI
WARIS.
... 98
A. Kajian Mengenai Kepastian Hukum bagi Pemegang Sertipikat Hak atas Tanah ... 98
B. Kajian Perlindungan Hukum bagi Pembeli yang Beriktikad Baik terhadap Adanya Penguasaan Tanah dan Bangunan Secara Fisik oleh Ahli Waris ... 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119
A. KESIMPULAN ... 119
B. SARAN ... 120
Daftar Pustaka ... 121
Lampiran Matrix Revisi ... 125
DAFTAR SINGKATAN
UUPA : Undang Undang Pokok Agraria
PP : Peraturan Pemerintah
BPN RI : Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
PERMENAG : Peraturan Menteri Negara Agraria
PAP : Proyek Administrasi Pemerintahan
DAFTAR TABEL
1. Sejarah Pertanahan di Indonesia ... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh
Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia
sebagai makhluk sosial, hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya
sehingga kebutuhan manusia yang satu dapat dipenuhi oleh manusia lainnya.
Salah satu kebutuhan yang paling penting berkaitan dengan kehidupan
manusia adalah tanah. Tanah memiliki peranan penting terutama dalam
kehidupan sehari–hari manusia antara lain untuk tempat tinggal, sebagai
tempat untuk melakukan berbagai aktivitas seperti melakukan kegiatan usaha
dan dapat digunakan sebagai alat investasi yang dapat memberikan manfaat
ekonomi bagi pemiliknya.
Indonesia mengenal tanah dengan sebutan agraria, yang mana agraria
memiliki nilai–nilai yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, sehingga
agraria ini menjadi hukum yang mencerminkan masyarakat bangsa Indonesia.
Agraria memiliki pengertian urusan pertanian atau tanah pertanian, juga
urusan pemilikan tanah.1 Agraria yang dalam bahasa Inggris disebut agrarian
diartikan dengan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan
agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih memeratakan penguasaan dan
pemilikannya. Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga
perspektif, yakni: agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan
pengertian agraria berdasarkan UUPA.
“1. Dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang
berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian;
2. Sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam
arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian; dan
3. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa, yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.”2
Tanah bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat penting karena
Tuhan memberikan tanah bagi masyarakat Indonesia, untuk dikelola,
dimanfaatkan dan dilestarikan sumber daya alamnya. Berdasarkan hal
tersebut yang dapat memiliki hubungan dengan bumi, air dan ruang angkasa
hanya masyarakat Indonesia yang mana hubungan tersebut bersifat abadi.
Hubungan antara masyarakat Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa
harus dilindungi agar dalam pemanfaatannya masyarakat Indonesia memiliki
hak yang sama dalam meningkatkan pendapatan ekonomi. Peraturan hukum
di Indonesia yang mengatur mengenai tanah diawali dengan Undang–Undang
Dasar 1945 sebagai dasar negara dan peraturan tertinggi di Indonesia yaitu
dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa :
2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang–Undang Dasar 1945 dapat
diketahui bahwa :
“1. Sumber daya alam merupakan hak bersama seluruh rakyat, dan dalam
pengertian hak bersama itu terdapat dua hak yang diakui, yaitu hak kelompok dan hak perorangan; dan
2. Kewenangan negara terhadap sumber daya alam terbatas pada
kewenangan pengaturan. Pengaturan oleh negara diperlukan ketika terdapat kekhawatiran bahwa tanpa campur tangan negara akan terjadi ketidakadilan dalam akses terhadap perolehan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat.
Kewenangan mengatur negara oleh negara tidak akan terbatas, tetapi dibatasi oleh dua hal yaitu :
1. Pembatasan oleh UUD. Pada prinsipnya, hal–hal yang diatur oleh negara
tidak boleh berakibat terhadap pelanggaran hak–hak dasar manusia yang
dijamin oleh UUD;
2. Pembatasan oleh tujuannya, yakni sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
atau untuk tercapainya keadilan sosial; dan
3. Hubungan antara negara dengan rakyat, bukan hubungan subordinasi,
tetapi hubungan yang setara sesuai dengan prinsip HAM, yang berarti menjamin apa yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban bagi negara. Dengan demikian netralitas negara dan fungsinya sebagai wasit
yang adil dapat menjamin unifikasi hukum yang mampu
mengakomodasi keanekaragaman hukum setempat (pluralisme).”3
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan pemaparan
mengenai hal–hal yang penting dalam kaitannya dengan pasal tersebut, dapat
diketahui bahwa negara memiliki wewenang untuk mengatur dan membuat
kebijakan dalam bidang pertanahan yang bertujuan untuk mencegah adanya
ketidakadilan dalam memperoleh pemanfaatan hak atas tanah, oleh karenanya
peran negara sangat penting untuk menjamin dan melindungi hak–hak
masyarakat dalam memanfaatkan hak atas tanah. Peran negara untuk dapat
memaksimalkan peruntukkan hak atas tanah adalah membuat suatu regulasi
yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
masyarakat agar hak atas tanah yang diperoleh melalui peralihan kepemilikan
tetap dijamin dan dilindungi secara hukum.
Pemerintah dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat di
bidang pertanahan adalah dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya dalam
penulisan skripsi ini disebut dengan UUPA). UUPA mengatur mengenai
mekanisme dari peralihan hak atas tanah yang bertujuan bagi masyarakat
yang menginginkan tanahnya dijual kepada pihak lain dapat diakui secara
hukum dan memberikan kepastian hukum kepada pemiliknya. Pasal 26 ayat
(1) UUPA mengatur mengenai tata cara yang dapat dilakukan dalam proses
peralihan tanah yaitu :
“Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian
menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Peralihan tanah mengandung arti bahwa apabila seseorang mengalihkan
tanahnya kepada pihak lain, baik secara jual beli, pewarisan atau penghibahan
berarti kepemilikannya pun beralih, dan harus ada penyerahan secara fisik
tanah dan secara hukum. Secara fisik tanah berarti tanah yang telah dialihkan
para ahli warisnya karena sudah beralih kepemilikannya, sedangkan secara
hukum berarti tanah yang telah dialihkan harus didaftarkan peralihan haknya
di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (yang selanjutnya dalam
penulisan skripsi ini disebut dengan BPN RI) pendaftaran tanah memiliki
kekuatan hukum apabila perbuatan hukum peralihan hak atas tanahnya dibuat
secara otentik yaitu dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, hal ini didasarkan pada Pasal 2
PP Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah yang berbunyi :
Pasal 2
(1). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu;
(2). Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar; Hibah;
c. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
d. Pembagian hak bersama;
e. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik;
f. Pemberian Hak Tanggungan;
g. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Kepastian hukum dari proses peralihan hak atas tanah adalah apabila
peralihan haknya telah didaftarkan kepada BPN RI dan dikeluarkan sertipikat
sebagai bukti kepemilikan yang sah.
Masalah yang penulis kaji adalah adanya penguasaan tanah dan bangunan
bangunan tersebut adalah miliknya yang diperoleh berdasarkan harta waris,
yang selanjutnya akan penulis uraikan pada Bab IV, sehingga ahli waris
menempati dan menguasai tanah dan bangunan tersebut. Fakta yang terjadi
adalah bahwa pewaris sudah melakukan transaksi jual beli dengan pihak lain
sebelum pewaris meninggal dunia, sehingga dengan adanya peralihan hak
dari pewaris kepada pembeli maka harus ada penyerahan tanah/penyerahan
objek secara fisik dan penyerahan secara hukum atas tanah dan bangunan
kepada pembeli yang beriktikad baik dengan dibuatnya Akta Jual Beli oleh
PPAT.
Permasalahan mengenai tidak diserahkannya tanah dan bangunan secara
fisik menimbulkan kesenjangan yaitu didalam proses peralihan haknya
seharusnya ada penyerahan tanah dan bangunan secara fisik dan secara
hukum, namun penyerahan tanah dan bangunan secara fisik tidak dapat
terlaksana karena ahli waris menguasai dan menempati tanah dan bangunan
tersebut.
Masalah tanah tersebut sudah pernah diteliti sebelumnya diantaranya oleh
Rahel Octora, Mahasiswi Sarjana Hukum Universitas Katolik Parahyangan
dengan judul “Konsistensi Yuridik Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran
Tanah di Indonesia”. Karya ilmiah berupa skripsi tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam skripsi ini penulis akan
membahas mengenai kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas
tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menulis
skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPASTIAN
HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI WARIS”.
B. Indentifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah ?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik
terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli
waris ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan penjelasan mengenai kepastian hukum bagi pemegang
sertipikat hak atas tanah.
2. Untuk memberikan penjelasan mengenai perlindungan hukum bagi
pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis :
Memberikan masukkan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya
mengenai kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan
perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya
penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
2. Secara praktis :
a. Memberikan masukkan bagi pemerintah dalam memberikan kepastian
hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan
hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan
tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
b. Memberikan masukkan bagi para praktisi dan akademisi mengenai
kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan
perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap
adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
c. Memberikan masukkan bagi masyarakat mengenai kepastian hukum
bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan hak pembeli yang
beriktikad baik untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap
E. Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah negara kesejahteraan (walfare state). Hal ini dapat
diketahui dari tujuan pembentukan negara Indonesia yang terkandung dalam
alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan
Mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Dalam negara kesejahteraan negara berperan aktif dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat melalui pembentukan peraturan
perundang-undangan yang mencerminkan penghormatan dan perlindungan terhadap hak
asasi manusia yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu
bentuk tanggung jawab negara Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di bidang pertanahan adalah dengan memberlakukan UUPA.
Pemanfaatan tanah diatur didalam UUPA Pasal 9 ayat (2) yang berbunyi
sebagai berikut:
“Tiap-tiap Warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya.”
Pemberian hak atas tanah tersebut diatur oleh negara yang tujuannya untuk
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, agar memperoleh hak yang
sama dalam menggunakan tanah. Wewenang negara yang bersumber pada
hak menguasai tanah oleh negara diatur dalam Pasal 4 UUPA yang berbunyi:
“1. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum;
2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penguasaan tanah itu dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi; dan
3. Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
Pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.”
Ketentuan Pasal 4 UUPA ini memberi wewenang kepada pemegang hak
atas tanah untuk menggunakan tanahnya, demikian pula tubuh bumi, dan
serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu, karena :
“Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara
disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, dimana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.”4
Pengaturan mengenai hak–hak atas tanah bertujuan agar masyarakat dalam
mengelola tanah dilakukan secara maksimal, sehingga hak–hak atas tanah
tersebut dapat memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.
Tanah yang dimiliki dapat dialihkan haknya kepada pihak lain dengan cara
yang telah ditentukan dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA salah satunya melalui
jual beli. Untuk memberikan kepastian hukum peralihan hak atas tanah maka
harus didaftarkan kepada BPN RI.
Sistem publikasi negatif dalam sistem pendaftaran tanah bertujuan bagi
pihak yang merasa berhak dan berwenang atas tanah tersebut dapat
mengajukan gugatan pembatalan sertipikat kepada BPN RI atau ke
pengadilan negeri dalam waktu maksimal 5 tahun, dengan ketentuan bahwa
pihak yang mengajukan pembatalan sertipikat atau gugatan tersebut memiliki
bukti yang kuat terhadap kepemilikan hak atas tanah sebagaimana yang
dinyatakan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Jo PP Nomor 10 tahun 1961
Tentang Pendaftaran Tanah.
“Asas mengenai hak penguasaan sebagaimana dimaksud dalam UUPA
diimplementasikan sebagai suatu stelsel negatif. Stelsel negatif ini menunjukkan dapat digugat oleh pihak yang merasa berhak dan berwenang atas tanah tersebut yang memiliki bukti yang kuat terhadap pemilikan tanah tersebut menunjukkan bahwa pemegang hak atau tanah (sertipikat) bukan pemegang/pemilik yang sejati atau sebenarnya apabila
ada pihak lain yang menyatakan kepastian hukum sebaliknya.”5
Menurut Lawrence M Friedman untuk menegakan hukum dibutuhkan 3 unsur dalam penegakan hukum yaitu :
“1. Struktur hukum yakni kerangka atau rangkaian dari hukum itu sendiri;
2. Substansi hukum yakni aturan norma dan pola perilaku manusia yang nyata dalam sistem hukum; dan
3. Kultur hukum yakni sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum
yang didalamnya terdapat kepercayaan nilai pemikiran serta harapan.”6
Lawrence M Friedman mengemukakan ada 3 ketentuan pokok untuk
memenuhi unsur penegakan hukum yaitu :
1. Struktur hukum yakni kerangka atau rangkaian dari hukum itu sendiri.
Dalam hal ini adalah adanya aparat penegak hukum yang akan
memberikan hukuman dan sanksi bagi pihak pelanggar, dalam hal ini
adalah tugas dari aparat pertanahan, kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan;
2. Substansi hukum yakni aturan norma dan pola perilaku manusia yang
nyata dalam sistem hukum di Indonesia pengaturan hukum dibidang
pertanahan adalah UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah; dan
3. Kultur hukum yakni sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum
yang didalamnya terdapat kepercayaan nilai pemikiran serta harapan.
Dalam hal ini ada masyarakat yang akan mematuhi dan melaksanakan
aturan hukum tersebut, sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis
dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum yang tegas dan berdasarkan hukum akan memunculkan
tujuan hukum, hal ini bisa terjadi karena masyarakat akan nyaman dan damai,
karena ia akan memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga tujuan hukum
dapat tercapai. Teori tentang tujuan hukum diungkapkan oleh Gustav
Radbruch yang merupakan seorang filsuf Jerman. Ia mengatakan bahwa
tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum.7
Kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling berkaitan satu
sama lain. Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang
diberikan pada individu terhadap kesewenang-wenangan individu lainnya,
hakim dan administrasi (pemerintah).8
Satijipto Rahardjo menyatakan bahwa :
“Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak
asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di
berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.”9
Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum bertujuan untuk
mengayomi terhadap adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan
oleh orang lain kepada manusia lainnya, sehingga hukum ada untuk
mencegah perbuatan manusia yang dapat merugikan, oleh karenanya hukum
ada untuk memberikan perlindungan agar tanah dan bangunan tersebut dapat
bermanfaat bagi pemilik tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7 Achmad Ali, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta: Yasif Watampone, Cetakan ke-1, 1996, hlm. 95.
8 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 208.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham mengenai
Utilitarianisme.
Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1831). Jeremy Bentham mengemukakan bahwa dasar yang paling objektif
adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau tindakan tertentu
memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya menimbulkan
kerugian bagi orang-orang yang terkait.
Suatu ketentuan hukum baru bisa dinilai baik, jika akibat-akibat
yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan
sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan dan sebaliknya dinilai buruk jika
penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian, dan
hanya memperbesar penderitaan.
Berdasarkan pemaparan mengenai teori–teori yang telah diuraikan diatas
maka dapat diketahui bahwa hukum memiliki peranan penting dalam
kehidupan masyarakat, karena hukum memiliki tujuan untuk memberikan
kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum kepada setiap manusia, oleh
karenanya apabila manusia melakukan perbuatan hukum dan melaksanakan
apa yang telah diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan memberikan
perlindungan hukum, apabila dikaitkan dengan kasus penulis, maka
permasalahan yang terjadi bahwa pembeli yang beriktikad baik belum
memperoleh apa yang menjadi haknya, oleh karenanya hal ini menimbulkan
diserahkannya tanah dan bangunan oleh ahli waris, sehingga hal ini
menimbulkan kerugian bagi pembeli yang beriktikad baik.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan metode
penelitian Yuridis Normatif. Metode Penelitian Yuridis Normatif adalah
penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yang
meliputi aspek teori, sejarah, filosofis, perbandingan, struktur dan komposisi,
lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal,
formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum
yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan dan implementasinya.
Metode penelitian yuridis-normatif digunakan untuk menemukan kebenaran
dalam suatu penelitian hukum dilakukan melalui cara berpikir deduktif dan
kriterium kebenaran koheren. Kebenaran dalam suatu penelitian sudah
dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses pengujian atau verifikasi.
Verifikasi di dalam Metode penelitian Yuridis-Normatif dilakukan dengan
pengujian cara berpikir (logika) dari hasil penelitian oleh kelompok sejawat
sebidang.
1. Sifat Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis yaitu
menggambarkan untuk melihat bagaimana proses perlindungan bagi
pembeli yang memiliki iktikad baik untuk memperoleh tanah yang sudah
mengetahui mengenai pengaturan secara undang–undang yang mengatur
mengenai perlindungan hukum tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan
Undang-Undang (statute approach). Pendekatan konseptual digunakan berkenaan
dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan perlindungan bagi
pembeli yang memiliki iktikad baik. Teori-teori yang dikemukakan oleh
penulis dalam hal ini adalah Gustaf Radbruch tentang tujuan hukum,
teori kemanfaatan dari Jeremy Bentham, dan teori Lawrence M Friedman
tentang penegakan hukum. Pendekatan tersebut dilakukan melalui
Undang-Undang Dasar 1945, UUPA, PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang
Pendaftaran Tanah yang diubah dengan PP Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah dan Kitab undang-undang Hukum Perdata.
3. Jenis Data
Sumber data dari penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan terutama
dengan cara mempergunakan data sekunder dan didukung oleh data
primer.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
a. Data sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1) Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari
penemuan-penemuan di Indonesia khususnya maupun di dunia pada
umumnya yang berhubungan erat dengan permasalahan yang
diteliti. Studi kepustakaan dapat berupa :
a) Data sekunder bahan hukum primer berupa Peraturan
perundang-undangan : UUPA, PP Nomor 10 Tahun 1961
Tentang Pendaftaran Tanah yang diubah dengan PP Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Data sekunder bahan hukum sekunder yang berupa
buku-buku literatur tentang hukum, hukum agraria, serta
hasil-hasil penelitian berupa skripsi di bidang hukum,
bahan-bahan seminar, diskusi panel.
c) Data sekunder bahan hukum tertier berupa ensiklopedia dan
kamus.
b. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Pendekatan
secara kualitatif tidak menggunakan parameter statistik guna
menganalisis data yang ada.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka skripsi ini
menggunakan kombinasi metode konseptual dan pendekatan
perundang-undangan yang mendasarkan penelitian pada data sekunder. Teknik
pengumpulan data adalah dengan teknik studi kepustakaan. Penulis
artikel, dan sebagainya sedangkan untuk teknik analisis data, penulis
menggunakan teknik analisis data kualitatif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun untuk mempermudah pembahasan dalam
penulisan yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
pemikiran, metode penelitian yang terdiri dari sifat penelitian,
pendekatan penelitian, jenis data, serta teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG
SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
Berisikan uraian mengenai teori yang relevan dengan pembahasan
masalah yaitu kajian teoritis mengenai peran tanah bagi masyarakat
yang meliputi sejarah hukum agraria di Indonesia, definisi agraria,
hak-hak atas tanah, kepastian hukum dalam penerbitan sertipikat
hak atas tanah dan pendaftaran tanah.
BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA
PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK
Berisikan pemaparan mengenai landasan teori yang relevan dengan
pembahasan masalah yang meliputi pengertian hukum, sistem
hukum, tujuan hukum, sertipikat hak atas tanah, penerbitan
sertipikat hak atas tanah, asas iktikad baik dan perlindungan hukum
bagi pembeli yang beriktikad baik dalam perjanjian jual beli
sebidang tanah.
. BAB IV KAJIAN MENGENAI KEPASTIAN HUKUM BAGI
PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG
BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN
TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI
WARIS.
Menguraikan mengenai hasil analisis berdasarkan identifikasi
masalah yaitu kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas
tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik
terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh
ahli waris.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang relevan dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Peran tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan
memiliki tanah manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang
menunjang kelangsungan hidupnya dalam masyarakat. Negara Indonesia
sebagai negara kesejahteraan berperan untuk mengelola tanah-tanah yang
ada di Indonesia, melalui kebijakan yang dapat memberikan jaminan
kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanahnya yang diwujudkan
dengan diterbitkannya UUPA. Dalam hal tanah sudah diterbitkan sertipikat,
secara sah atas nama pembeli yang memperoleh tanah tersebut dengan
iktikad baik, maka terdapat jaminan kepastian hukum mengenai status hak
yang didaftarkan, kepastian mengenai subjek hak dan kepastian objek hak
yang didaftarkan. Di dalam sertipikat terdapat data yuridis dan data fisik,
dalam data yuridis menunjukkan mengenai pemegang hak atas tanah dan
hak atas tanah yang didaftar, sedangkan data fisik menunjukkan mengenai
lokasi tanah, luas tanah dan batas tanah, sehingga bagi pihak yang memiliki
sertipikat telah memperoleh kepastian hukum karena menurut Pasal 32 PP
Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bagi pihak yang tercantum di dalam
sertipikat selama jangka waktu 5 tahun tidak ada menyangkal mengenai
data fisik dan data yuridisnya maka akan dilindungi oleh hukum.
penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan sebidang tanah dan berhak
untuk menerima sejumlah uang, sedangkan bagi pihak pembeli berhak
untuk memperoleh sebidang tanah dan memiliki kewajiban untuk
menyerahkan sejumlah uang. Pembeli yang beriktikad baik harus
dilindungi oleh hukum karena yang pertama ia telah mematuhi persyaratan
dan tata cara yang telah diatur di dalam Undang-Undang, yang kedua telah
melakukan pendaftaran hak atas tanahnya kepada BPN RI, dan yang ketiga
ia telah membayar lunas atas sebidang tanah yang ia beli, sehingga pihak
penjual tidak dirugikan, berdasarkan hal tersebut sudah selayaknya bagi
pihak pembeli yang beriktikad baik untuk memperoleh perlindungan
hukum untuk melaksanakan haknya dalam kapasitasnya sebagai subjek
hukum, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
yang menyatakan bahwa pembeli yang beriktikad baik dilindungi oleh
hukum selama tidak ada yang membantah mengenai data yuridis dan data
fisik yang tercantum di dalam sertipikat selama jangka waktu 5 tahun.
B. Saran
1. Pemerintah mensosialisasikan mengenai pentingnya kepemilikan sertipikat
hak atas tanah kepada masyarakat karena keberadaan data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertipikat dapat memberikan kepastian
hukum kepada pemegang hak atas tanah dan agar pemegang hak atas tanah
dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
2. Masyarakat yang akan membeli tanah dan bangunan, sebelum melakukan
transaksi jual beli, lebih baik untuk melihat lokasi tanahnya secara
langsung, hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa tanah yang akan dibeli
sesuai dengan kebutuhannya, dan mengecek mengenai tanda bukti
kepemilikan yaitu sertipikat hak atas tanah, hal ini untuk mencegah
timbulnya sengketa, karena jangan sampai membeli tanah dan bangunan
tetapi lokasinya tidak jelas dan tidak memiliki tanda bukti kepemilikan
sehingga akan merugikan pembeli yang beriktikad baik.
3. Pihak Pengadilan sebagai lembaga yang akan menangani sengketa di
bidang pertanahanan, harus melakukan perubahan dalam proses
penyelesaian sengketa yang ditangani, hal ini untuk mencegah terjadinya
penumpukan perkara dan untuk mewujudkan proses penyelesaian sengketa
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
I. Daftar Pribadi
Nama : Fahmi Fadillah
Alamat : Jl.Gn. Merapi No 10 Komplek Faden RT.02 RW.09.
Telefon : 081322038322
Email : fadillah.fahmii@gmail.com
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Bandung. 22 Oktober 1992.
II. Riwayat Pendidikan
No Sekolah Tahun periode
1 Tk Teratai 1997 - 1999
2 Sd Angkasa 3 1999 - 2005
3 Smpn 9 Bandung 2005 - 2008
4 Sman 4 Bandung 2008 - 2011
5 Universitas Kristen Maranatha 2011- sekarang
No Nama Kegiatan Waktu Tempat Kegiatan
1 Pengenalan dasar Perpustakaan 11 Agustus 2011 Universitas Kristen
Maranatha
2 Welcome To Maranatha 2 Agustus – 1
Oktober 2011
Universitas Kristen
Maranatha
3 Problematika Hukum Dalam
Implementasi Bisnis dan Investasi
24 November 2011 Universitas Kristen
Maranatha
4 Public Lecture 25 – 26 Juli 2012 Universitas Kristen
Maranatha
5 United Nations For You 10 Oktober 2012 Institut Teknologi
Bandung
6 Seminar Nasional Perlindungan
hukum bagi Pemegang Hak Atas
Tanah dalam Rangka Mewujudkan
Keadilan
8 November 2012 Universitas Trisakti
7 Lomba Debat Hukum Agraria Piala
Prof. Budi Harsono
9 – 10 November 2012 Universitas Trisakti
8 Kuliah Umum Mediasi Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan
implementasinya di Indonesia
16 Maret 2013 Universitas Kristen
Maranatha
No Organisasi Tahun Periode Jabatan
1 Pramuka 2008 – 2010 Divisi Humas
2 Debat Hukum 2012 – sekarang Anggota
3 Badan Perwakilan Mahasiswa 2011 – 2012 Divisi Keuangan
4 Badan Perwakilan Mahasiswa 2012 – 2013 Ketua
5 Ikatan Remaja Mesjid 2013 – sekarang Divisi Humas
V. Pengalaman Bekerja
No Nama Tempat Bekerja Waktu Status
1 Kantor Notaris Anna Yulianti SH.M.Kn 1 – 31 Juli 2013 Magang
2 Klinik Elim Medical Center 6 Januari – 6 Februari
2014
Magang
3. Istana Group, Proyek Dago Suites
Apartement
1 – 31 Juli 2014 Magang
4. Istana Group, Proyek Istana Bandung
Electronic Center
22 September 2014 –
sekarang
Magang
Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.
Achmad Ali, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yasif Watampone, Cetakan
ke- I, Jakarta, 1996.
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,
2006.
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Arie Sukanti Hutagalung, Program Retribusi Tanah di Indonesia, Rajawali, Jakarta,
1995.
Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1993.
Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, Cetakan Pertama, Al
Mawardi Prima, Jakarta, 2003.
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Dalam Persepektif Umum, PT.
Rajagrafindo Persada, Bandung, 2009.
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981.
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Jakarta, 1996.
Mariam Darius Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni,
Bandung, 1997.
Moh. Anwar, Muamalat Munakahat Faraid dan Jinayat Dalam Sudarsono Pokok-Pokok
Hukum Islam, Cetakan Ke-1, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar
Maju, Medan, 2008.
Pamudji. S, Teori Sistem dan Penerapannya Dalam Management, Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, 1981.
Parlindungan. AP, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,
Cetakan Ke-6, Bandung, 1991.
Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, Mandar Maju, Bandung,
Theo Hujiber, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Konisof: 1992.
Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Mataram, 2012.
B. KAMUS
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.
Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka, 2006.
Poerwadarminta W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan
Ke-8, Jakarta, 2005.
C. DIKTAT
Arief Sidharta, Diktat Perkuliahan Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, 2009.
D. MAKALAH
Bagir Manan, Pemahaman Mengenai Sistem Hukum Nasional, Makalah Kuliah
Prapasca Program Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung , 1
Oktober 1994.
E. KERTAS KERJA
Subekti, R., Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional Yang Akan
Datang, Kertas Kerja pada Seminar Hukum Nasional IV di Jakarta: 1979.
F. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang diubah
ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksananan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak Pengelolaan
1. Definisi Hak turun-temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
Hak mengusahakan
tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal
29 UUPA guna
perusahaan, pertanian,
perikanan atau
peternakan.
Hak untuk mendirikan
dan mempunyai
berkedudukan di
Tidak memiliki jangka waktu.
Tanggungan; dan
terjadi dengan pemberian hak oleh
pemegang Hak
Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
tanah Hak
Pengelolaan; dan
c. Hak Pakai atas
tanah Hak Milik terjadi
Tabel Perkembangan
Roerendiensten kebijakan kerja kepada rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian.
Jenderal memiliki wewenang untuk : a. Hak untuk menuntut kerja paksa; dan
b. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan uang atau hasil pertanian.
Jenderal memiliki wewenang untuk :
a. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat kecuali untuk kepentingan umum; dan
b. Tanah-tanah Hak Milik Adat atas permintaan pemiliknya yang sah, dapat diberikan kepadanya dengan Hak Eigendom,
Land rent atau tanah-tanah pajak, dengan demikian tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan
oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik Raja Inggris.
Sistem tanam paksa yaitu petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung dibutuhkan oleh Pasar Internasional.
Pada masa Agrarische Besluit Staatsblad 1870 Nomor 118 Pemerintah Belanda menetapkan beberapa kebijakan antara lain :
a. Vrijlands domein atau Tanah Negara bebas adalah tanah yang diatasnya tidak ada Hak
Penduduk Bumiputera; dan
b. Onvrijlands domein atau Tanah Negara tidak bebas adalah tanah yang diatasnya ada hak