• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS

MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA

TESIS

Oleh:

Nama Mahasiswa : Achmad Irfan Chasani Alsy

N.I.M : 21302100103

Progam Studi : Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN (M.Kn) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2023

(2)

ii

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS

MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn)

Disusun Oleh:

Nama Mahasiswa : Achmad Irfan Chasani Alsy

N.I.M : 21302100103

Progam Studi : Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN (M.Kn) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2023

(3)

iii

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS

MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA

TESIS

Oleh:

Nama Mahasiswa : Achmad Irfan Chasani Alsy

N.I.M : 21302100103

Progam Studi : Kenotariatan

Disetujui oleh:

Pembimbing Tanggal,

Dr. Hj. Siti Ummu Adillah, SH.,M.Hum.

NIDN: 0605046702

Mengetahui,

Ketua Program Magister Kenotariatan (S2 Kenotariatan (M.Kn)

Dr. Jawade Hafidz, S.H.,M.H.

NIP: 0620046701

(4)

iv

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS MENOLAK MELAKUKAN

TANDATANGAN DI JEPARA

TESIS Oleh:

Nama Mahasiswa : Achmad Irfan Chasani Alsy

N.I.M : 21302100103

Progam Studi : Kenotariatan

Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 31 Agustus 2023

Dan dinyatakan LULUS Tim Penguji

Ketua

Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H.

NIDN: 0620046701 Anggota 1

Dr. Hj. Siti Ummuh Adillah, S.H.,M.Hum.

NIDN: 0605046701 Anggota 2

Dr. Dahniarti Hasana, S.H.,M.Kn.

NIDK: 8954100020 Mengetahui,

Ketua Program Magister Kenotariatan (S2 Kenotariatan (M.Kn)

Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H.

NIP: 0620046701

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ACHMAD IRFAN CHASANI ALSY

NIM : 21302100103

Program Studi : Kenotariatan

Fakultas : Hukum/Program Magister Kenotariatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis saya dengan judul “Proses Balik Nama Sertipikat Hak Milik Tanah Berdasarkan Pengikatan Jual Beli Yang Penjualnya Meninggal Dunia Serta Ahli Waris Menolak Melakukan Tandatangan Di Jepara” benar-benar merupakan hasil dari karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dalam tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat atau bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia meminta sanksi atas perbuatan tersebut.

Semarang, 15 Agustus 2023 Yang menyatakan,

ACHMAD IRFAN CHASANI ALSY 21302100103

(6)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : ACHMAD IRFAN CHASANI ALSY

NIM : 21302100103

Program Studi : Magister Kenotariatan

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Tugas Akhir/Skripsi/Tesis/Disertasi* dengan Judul :

PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK TANAH BERDASARKAN PENGIKATAN JUAL BELI YANG PENJUALNYA MENINGGAL DUNIA SERTA AHLI WARIS MENOLAK MELAKUKAN TANDATANGAN DI JEPARA

Dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif untuk disimpan, dialihmediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasinya di internet atau media lain untuk kepentingan akademnis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 15 Agustus 2023 Yang menyatakan,

Achmad Irfan Chasani Alsy

(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang kepada mereka penjelasan-penjelasan. Dan bagi

mereka itu adzab yang pedih”

(QS. Al Imran: 105) PERSEMBAHAN

Dengan mengucap rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT, terima kasih atas segala nikmat yang berupa kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, ku persembahkan untuk mereka yang sangat saya cintai:

1 Kedua orang tua saya, Bapak Aly Miftahul Ulum dan Ibu Siti Rahayuning Khasanah yang telah berjuang memberikan dukungan untuk saya baik dari segi moril maupun materiil selama saya menempuh jenjang Strata-2 ini. Terimakasih atas segala doa yang selalu teriring untuk putramu ini.

2 Seluruh Keluarga besar saya yang tiada henti selalu memberikan doa yang terbaik untuk saya agar saya diberikan kemudahan dalam mencapai kesuksesan.

3 Untuk Teman dan Sahabatku di Magister Kenotariatan Unissula Semarang yang sudah memberikan dukungan dan Motifasi kepada Penulis.

(8)

viii ABSTRAK

Konsep dasar dalam jual beli tanah bersifat terang dan tunai. Apabila konsep terang dan tunai belum dapat dipenuhi, bukan berarti transaksi jual beli tidak dapat dilaksanakan. Notaris akan membuat instrument lain, yaitu dengan membuat pengikatan jual beli (PJB). Akta pengikatan jual beli (PJB) dapat dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu pengikatan jual beli (PJB) belum lunas dan pengikatan jual beli (PJB) lunas. Pengikatan jual beli dianggap lunas dengan disertai kuasa untuk menjual. Jika PJB sudah lunas akan tetapi penjual telah meninggal dunia maka penandatanganan AJB tetap dapat dilakukan yang mana akan diturunkan kepada ahli waris penjual. Maka timbul permasalahan terkait proses balik nama terhadap sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan jual beli apabila penjualnya telah meninggal dunia terlebih dahulu. Selain itu terdapat pula permasalahan balik nama sertipikat hak milik dalam jual beli tanah jika ahli waris penjualnya menolak.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosilogis, dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Penelitian yuridis sosiologis adalah meneliti dan mempelajari hukum melihat bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat yang bersifat empiris. Adapun teknik pengumpulan data primer menggunakan observasi dan wawancara, dan data sekunder menggunakan studi dokumen dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses penyelesaian jual beli tanah melalui pengikatan jual beli yang penjualnya telah meninggal dunia di Jepara dilakukan dengan melaksanakan turun waris terlebih dahulu, perlindungan hukum terhadap pembeli dalam proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan jual beli yang penjualnya meninggal dunia di Jepara dilakukan dengan proses mediasi terlebih dulu dari para pihak melalui bantuan dari notaris sebagai mediator bagi para pihak untuk mencapai kesepakatan terhadap masalah tersebut apabila proses mediasi gagal pembeli dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan. Proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan jual beli yang penjualnya meninggal dunia di Jepara dapat dilaksanakan dengan turun waris dan/atau berdasarkan putusan pengadilan.

Kata kunci: Pengikatan Jual Beli, Penjual Meninggal, Ahliwaris Menolak.

(9)

ix ABSTRACT

The basic concept in buying and selling land is clear and cash. If the concept of light and cash cannot be fulfilled, it does not mean that buying and selling transactions cannot be carried out. The notary will make another instrument, namely by making a sale and purchase agreement (PJB). The sale and purchase binding agreement (PJB) can be made in 2 (two) forms, namely the sale and purchase agreement (PJB) that has not been paid off and the sale and purchase agreement (PJB) paid off. The binding sale and purchase is considered paid off accompanied by the power of attorney to sell. If the PJB has been paid off, but the seller has passed away, then the AJB can still be signed which will be passed on to the seller's heirs. Then problems arise related to the process of transferring the name of the certificate of ownership rights based on a binding sale and purchase if the seller has passed away first. In addition, there is also the problem of turning over the name of the certificate of ownership in buying and selling land if the heirs of the seller refuse.

This study uses a sociological juridical approach, with analytical descriptive research specifications. Sociological juridical research is legal research that places law as a building system of norms. The primary data collection technique uses observation and interviews, and secondary data uses document studies and literature studies.

The results of the study show that the process of completing the sale and purchase of land through binding sale and purchase where the seller has died in Jepara is carried out by carrying out inheritance first, legal protection for the buyer in the process of transferring the name of the certificate of ownership based on the binding sale and purchase where the seller dies in Jepara is carried out with the mediation process beforehand from the parties through the assistance of a notary as a mediator for the parties to reach an agreement on the matter if the mediation process fails the buyer can file a lawsuit with the court to obtain a court decision. The process of transferring the name of a certificate of ownership based on a sale and purchase agreement where the seller dies in Jepara can be carried out by inheritance and/or based on a court decision.

Keywords: Binding of Sale and Purchase, Seller Dies, Heirs Refuse

(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tak lupa pula shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan kejujuran di muka bumi ini. Adapun judul tesis ini adalah “Proses Balik Nama Sertipikat Hak Milik Tanah Berdasarkan Pengikatan Jual Beli Yang Penjualnya Meninggal Dunia Serta Ahli Waris Menolak Melakukan Tandatangan Di Jepara”. dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna menyelesaikan Program Magister Kenotariatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Dalam penulisan tesis ini, penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini. Pada kesempatam ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1 Bapak Prof. Dr. Gunarto,S.H.M.Hum., Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang .

2 Bapak Dr. Bambang Tri Bawono,S.H.M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3 Bapak Dr. Jawade Hafidz, S.H., M.H. Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan.

4 Dr. Nanang Sri Darmadi, S.H., M.H., selaku sekretaris Program Magister Kenotariatan (MKn.) Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

(11)

xi

5 Dr. Hj. Siti Ummu Adillah, SH., M.Hum., selaku Pembimbing terimakasih atas segenap arahan, nasihat, ketelitian dan masukan dalam terselesaikannya tesis ini.

6 Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi pada Program Magister Kenotariatan (MKn.) Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

7 Bapak dan Ibu selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

8 Narasumber Bapak Notaris&PPAT Miftah Arifin Kabupaten Jepara yang telah memberikan informasi terkait dengan penelitian tesis penulis.

9 Narasumber Bapak Radiyanto Kabag Hukum ATR/BPN Kabupaten Jepara yang telah memberikan informasi terkait dengan penelitian tesis penulis.

10 Seluruh Staf dan Karyawan Akademik Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Terkhusus Staf Program Studi Magister Kenotariatan, Ibu Laely, Mas Ikrom dan Pak Main yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

11 Silvia Khasanah Sholekah yang telah menemani penelitian dan memberikan masukan serta semangat kepada saya.

12 Teman - teman penulis Aji Maulana, S.H., Karwanto, S.H., dan Sugeng Tangguh Budi Prakoso, S.H. atas dukungan kepada penulis.

13 Rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang khususnya angkatan 2022 (Kelas B) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14 Saudara-saudara dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga Tesis ini dapat terselesaikan sesuai dengan keinginan.

15 Serta kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyelesaian Tesis ini.

(12)

xii

Akhir kata penulis memohon maaf atas keterbatasan dalam penulisan ini dan berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Semarang, 15 Agustus 2023 Penulis,

Achmad Irfan Chasani Alsy

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Pernyataan Keaslian ... v

Surat Pernyataan Publikasi Karya Ilmiah ... vi

Motto Dan Persembahan ... vii

Abstrak ... viii

Abstract ... ix

Kata Pengantar ... xii

Daftar Isi ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Konseptual ... 5

F. Kerangka Teori ... 6

G. Metode Penelitian ... 14

1 Metode Pendekatan ... 15

2 Spesifikasi Pendekatan ... 15

3 Jenis dan Sumber Data ... 15

4 Tekhnik Pengumpulan Data ... 17

5 Metode Analisis Data ... 18

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

A. Tinjauan Umum Perjanjian ... 20

1. Pengertian Perjanjian... 20

2. Syarat Sahnya Perjanjian ... 21

3. Asas – Asas Perjanjian ... 24

4. Unsur – Unsur Perjanjian ... 28

5. Bentuk Perjanjian ... 31

6. Jenis – Jenis Perjanjian ... 32

7. Akibat Perjanjian ... 34

(14)

xiv

8. Berakhirnya Perjanjian ... 35

9. Wanprestasi ... 36

B. Tinjauan Umum Perjanjian Jual Beli ... 37

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli ... 37

2. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli ... 38

3. Hak Dan Kewajiban Penjual ... 39

4. Hak Dan Kewajiban Pembeli ... 40

5. Risiko Dalam Perjanjian Jual Beli ... 40

6. Bentuk – Bentuk Perjanjian Jual Beli ... 43

7. Larangan Perjanjian Jual Beli ... 43

8. Berkahirnya Perjanjian Jual Beli ... 43

C. Pendekatan Jual Beli Dalam Perspektif Islam ... 44

1. Pengertian Jual Beli Menurut Islam ... 44

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 45

3. Rukun Dan Syarat Jual Beli Dalam Islam ... 49

4. Macam – Macam Jual Beli ... 52

5. Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam ... 54

6. Hikmah Dan Tujuan Jual Beli ... 57

D. Tinjauan Umum Perjanjian Jual Beli Tanah ... 58

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli Tanah ... 58

2. Sifat Perjanjian Jual Beli Tanah ... 62

3. Syarat Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah ... 62

E. Tinjauan Umum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ... 66

1. Pengertian Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 67

2. Fungsi Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 68

3. Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 69

4. Bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 70

5. Berakhirnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 70

F. Hukum Waris ... 71

1. Pengertian Hukum Waris ... 71

2. Unsur – Unsur Kewarisan ... 73

3. Sistem Pewarisan Dalam Sistem Hukum Waris Perdata ... 75

BAB III Hasil Penelitian Dan Pembahasan ... 57

A. Proses penyelesaian jual beli tanah apabila dalam proses balik nama pemilik hak atas tanah (penjual) meninggal dunia ... 72

B. Upaya perlindungan hukum (pembeli) jika ahli waris menolak dalam proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan perjanjian jual beli tanah ... 74

BAB IV Penutup ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 118

(15)

xv

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini kebutuhan manusia akan hal yang baru terus bertambah, termasuk dalam salah satunya yaitu tanah, dalam hal ini tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia dimana manusia membutuhkan tanah untuk membangun tempat tinggal atau lainnya sebagainya contoh rumah, ruko, dan lainnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia berhubungan dengan tanah. Mulai dari lahirnya hingga meninggal dunia manusia juga berhubungan dengan tanah atau dalam artian tidak dapat dipisahkan.

Hukum pertanahan di Indonesia di atur dalam Pasal 5 Undang-undang pokok agraria (UUPA),1 yang menyatakan: “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Dengan merujuk dari pasal diatas artinya manusia atau rakyat indonesia boleh memiliki hak kebendaan atas tanah, dimana hak atas tanah itu diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yang menyatakan: “hak milik atas tanah yang paling kuat dan terpenuh”. Terkuat menjelaskan bahwa hak milik tidak memiliki batas waktu atau jangka waktu tertentu serta hak milik juga terdaftar dengan memiliki tanda bukti sebagai kekuatan hukum. Terpenuh menerangkan bahwa hak milik memberi wewenang kepada empunya atau yang memiliki dalam hal peruntukannya yang tidak terbatas.2

1 Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi, Dan Pelaksanaannya, Jakarta, Penerbit Djambatan, hal 176.

2 Effendi Perangin, 1994, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 237.

(17)

2

Pemindahan atau peralihan merupakan tindakan hukum yang dilajalankan dengan tujuan supaya hak atas tanah beralih dari yang memindahkan kepada yang menerima pengalihan.3 Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA meyatakan

“bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan. Beralih artinya perpindahan yang tidak karena tindakan hukum (kesengajaan) sebaliknya karena adanya kejadian hukum (tidak kesengajaan), seperti diwariskan. Sedangkan dialihkan menjelaskan adanya kesengajaan yang dilakukan dengan sadar sehingga menimbulkan suatu tindakan hukum terhadap hak milik.

Salah satu tindakan hukum peralihan hak milik atas tanah adalah dengan jual beli tanah. Sistem peralihan hak atas tanah sering terjadi di masyarakat dengan melakukan kegiatan jual beli. Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata:

“menyatakan jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan oleh para pihak”. Sistem jual beli memiliki unsur salah satunya adalah kesepakatan dimana meliputi pihak penjual dengan pihak pembeli yang mewajibkan kedua belah pihak memberikan benda atau objek sebagai pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan. Jadi, perjanjian jual beli akan menghasilkan hubungan hukum untuk para pihak sebagai pemenuhan atas hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan secara bersama.4 Syarat sebagai pemegang hak peralihan yaitu melakukan perbuatan hukum yang mempunyai tujuan untuk memindah suatu hak dari satu pihak ke pihak lainnya yang telah diketahui oleh pihak lain. Bentuk-bentuk dari peralihan atau pemindahan hak atas tanah, seperti berikut:5

1 Jual beli;

2 Tukar menukar;

3 Hibah;

4 Pemberian menurut hukum adat;

5 Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng; dan 6 Dan hibah wasiat atau legaat.

3 Ibid, hal. 1

4 Wantjik Saleh, 1982, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia, hal. 30.

5 Boedi Harsono, Op.Cit., hal. 333.

(18)

Dalam praktik jual beli tanah sekarang ini diharapkan memproleh ketetapan hukum yang bisa menanggung berlangsungnya tindakan tersebut dengan proses balik nama sertitikat hak atas tanah. Balik nama sertipikat hak atas tanah dilalui dengan proses jual beli dimana merupakan tindakan hukum peralihan hak lainnya, melainkan peralihan hak melalui lelang dengan didaftarkan apabila dibuktikan menggunakan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian bermaksud setiap perpindahan hak milik atas tanah, melalui bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah wajib dibuat dihadapan PPAT. Akta jual beli hak atas tanah yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah salah satu persyaratan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan, hal ini akan berimplikasi pada kepastian hukum tentang status tanah tersebut.

Hal diatas dimaksudkan, supaya peralihan hak atas tanah, terlebih khususnya pada hak milik atas tanah bisa terlaksanakan dengan benar, bahwa seorang PPAT yang berkenaan melakukan peralihan hak atas tanah wajib memastikan kebenaran terhadap hak atas tanah (hak milik) tersebut, mengenai kecakapan serta kewenangan bertindak terhadap mereka yang melakukan pengalihkan dan penerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

Balik nama Sertfikat hak atas tanah menandakan telah dilakukannya jual beli tanah antara para pihak, menurut hukum adat dalam pelaksanaannya kebanyakan sekedar dibuat surat yang berisi menerangkan bahwa penjual sudah memberikan tanahnya dan menerima uang pembayaran, namun bukan dibuktikan dengan adanya akta jual beli tanah yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembeli yang telah memiliki akta jual beli yang dibuat PPAT, seperti disyaratkan dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas Perraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang menyatakan bahwa akta PPAT merupakan akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu terhadap hak atas tanah. Oleh karena itu pembeli resmi atau sah sebagai pemiliknya dan bisa segera mendaftarkan

(19)

4

tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat. Mengingat pentingnya kepastian hukum disetiap peralihan hak atas tanah menjadi akibat dari transaksi jual beli tanah kemudian oleh UUPA diharuskan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli.

Tetapi dalam prakteknya jual beli tanah serta sistem balik nama tentu tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar, ada kalanya muncul hal-hal yang sebenarnya di luar dugaan, dan biasanya persoalan ini timbul dikemudian hari.

Semampu apapun dalam membuat perjanjian tidak dapat dipungkiri adanya celah- celah kelemahan yang suatu hari jika terjadi sengketa menjadi celah-celah untuk dijadikan alasan-alasan dan pembelaan diri dan pihak yang akan membatalkan, bahkan mencari keuntungan sendiri dari perjanjian tersebut.

Berdasarkan urain diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan judul “Proses Balik Nama Sertipikat Hak Milik Tanah Berdasarkan Pengikatan Jual Beli Yang Penjualnya Meninggal Dunia Serta Ahli Waris Menolak Melakukan Tandatangan Di Jepara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1 Bagaimana proses penyelesaian jual beli tanah apablia dalam proses balik nama pemilik hak atas tanah (penjual) meninggal dunia?

2 Apakah upaya perlindungan hukum (pembeli) jika ahli waris menolak dalam proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan perjanjian jual beli tanah?

C. Tujuan Penelitian

1 Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian jual beli tanah apablia dalam proses balik nama pemilik hak atas tanah (penjual) meninggal dunia.

2 Untuk mengetahui dan menganalisis upaya perlindungan hukum (pembeli) jika ahli waris menolak dalam proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan perjanjian jual beli tanah.

D. Manfaat Penelitian

(20)

Setiap penelitian dilakukan agar mendapatkan manfaat. Terdapat manfaat teoritis dan praktis dalam penelitian hukum. Manfaat teoritis yaitu manfaat bagi kepentingan pengembangan teori, khususnya penelitian yang berkaitan dengan teori-teori hukum atau ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum kenotariatan. Manfaat praktis yaitu manfaat yang berkaitan dengan praktik penerapan hukum di lapangan. Berdasarkan hal tersebut maka manfaat peneitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan keilmuan bagi para peneliti lain dalam melakukan penelitian lain lanjutan, dalam rangka meningkatkan kemampuan memecahkan suatu masalah, serta dapat menjadi kontribusi positif dalam sumbangsih keilmuan di bidang hukum khususnya dalam jual beli tanah, dimana pemilik tanah meninggal dunia.

2 Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Dapat memberi manfaat dan memberi informasi bagi masyarakat secara ilmu dan pengalaman sehingga dapat digunakan dalam melakukan perjanjian jual beli tanah.

b. Bagi Notaris

Memberikan masukan kepada Notaris mengenai cara-cara atau solusi untuk menunjang kinerja Notaris dalam melaksanakan penyelesaian proses balik nama sertipikat yang pemilik hak atas tanah meninggal dunia, agar risikoyang ada ketika melaksanakan profesinya dapat diminimalisir, dan tidak berdampak buruk bagi notaris.

c. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan sumbangan kepada pemerintah dalam membuat atau menyusun kebijakan bagi pihak-pihak dalam transaksi jual beli tanah, yang penjualnya meninggal dunia, sehingga para pihak haknya dapat terlindungi dengan baik.

E. Kerangka Konseptual

(21)

6

Untuk memberikan pemahaman mengenai konsep permasalahan dalam penelitian maka diberikan berbagai pengeetian berkaitan dengan judul penelitian yakni sebagai berikut:

1 Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perjanjian adalah

“persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing - masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu”.

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih. Berdasarkan rumusan dari pengertian perjanjian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian terdiri dari pihak- pihak, persetujuan antara pihak-pihak, prestasi yang akan dilaksanakan, sebab yang halal, bentuk tertentu lisan atau tulisan, syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian dan ada tujuan yang hendak dicapai.6

2 Akta Jual Beli

Menurut Sudikno Mertokusumo akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa hukum, yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula secara sengaja untuk tujuan pembuktian.7 Adapun Akta Jual Beli adalah akta autentik yang dibuat oleh Pejabata Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.

3 Jual Beli

Jual beli (menurut KUH Perdata) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (saksi penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (saksi pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.8 Jual beli adalah suatu

6 Dzulkifli Umar dan Utsman Handoyo, 2014, Kamus Hukum, Mahirsindo Utama, Surabaya, hal 450

7 Daeng Naja, 2012, Teknik Pembuatan Akta, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hal. 1

8 R Subekti, 1982. Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 13.

(22)

perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.9

4 Ahliwaris

Kata ahli waris berasal dari dua kata yaitu ahli dan waris, kata ahli menurut kamus Bahasa Indonesia berarti orang yang faham sekali dalam bidang Ilmu.10 Sedangkan kata waris keturunan yang berhak.

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.11 Dalam buku Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Sajuti Thalib memberi definisi, ahli waris adalah orang yang berhak mendapat bagian dari harta peninggalan.

5 Hak Milik Atas Tanah

Berdasarkan Pasal 6 juncto Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan bahwa “hak milik adalah hak turun temurun terkuat, terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan”. Turun temurun artinya tidak hanya selama pemegang hak masih hidup akan tetapi dapat dilanjutkan oleh ahli waris apabila pemegang hak milik tersebut meninggal dunia, terkuat berarti hak induk atas tanah lainnya atau dapat dibebani hak atas lainnya seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pengelolaan serta hak lainnya, terpenuh berarti memberikan kewenangan pemegang hak untuk menggunakan tanahnya secara penuh sesuai dengan haknya.

6 Balik Nama Sertipikat Hak Milik Atas Tanah

Balik nama merupakan perpindahan hak milik atau peristiwa jual beli.

Proses balik nama dilakukan dihadapan PPAT setelah adanya transaksi jual beli tanah antara penjual dan pembeli. Untuk pendaftaran balik nama dilaksanakan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)

9 Subekti, 1979. Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 79.

10 Hamzah Ahmad, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya:Fajar Mulya,1996), hal 13

11 Hajar M, Hukum Kewarisan Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2007), Cetakan Pertama, hal 32

(23)

8

setempat sesuai keberadaan tanah yang dijual. Setelah balik nama berhasil dilakukan, selanjutnya dilakukan pencoretan nama pemilik tanah sebelumnya digantikan dengan nama pemilik tanah yang baru. Dalam proses balik nama ini dibutuhkan waktu antara 3-4 minggu di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Setempat.12

F. Kerangka Teoritis

Untuk melakukan analisis terhadap pokok permasalahan dalam penelitian digunakan beberapa teori hukum sebagai berikut:

1 Teori Kepastian Hukum

Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi. Kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang- undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.13

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Kepastian hukum yang harus memperhatikan bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati. Kepastian hukum dapat mengandung

12 Muchamad Satria Endriana & Widhi Handoko, 2022 “Balik Nama Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Dalam Jual Beli Tanah Di Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Batang”, Jurnal

Notarius, Vol. 15 No. 1, hal 210,

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/view/46035. diakses pada 20 Juli 2023, jam 13.20 WIB.

13 Asikin Zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, hal. 22.

(24)

beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan.

Menurut Gustav Radbruch ada 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu:

a. Hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang- undangan.

b. Hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan.

c. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindarikekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan.

d. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.14

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.

Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang- Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.

Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani

14 Fathiya Achmad & Permata N. Daulay, 2017, “Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Yang Dilakukan Kreditur Separatis Dalam Keadaan Insolvensi”, Jurnal Nuansa Kenotariatan, Vol.

3 No. 1, hal. 45, https://www.neliti.com/id/publications/473169/pelaksanaan-eksekusi-hak- tanggungan-yang-dilakukan-kreditur-separatis-dalam-kead. diakses pada 20 Juli 2023, jam 13.30 WIB.

(25)

10

atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.15

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk.16

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.17

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum

15 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal.158

16 Cristine Kansil, 2009, Kamus Istilah Hukum, Jakarta, hal. 385.

17 Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.

(26)

membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.

Konstruksi dari teori kepastian hukum terhadap penelitian ini yakni bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah pada penelitian ini memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang mebuatnya. Hal ini dengan dipenuhinya syarat syahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

PPJB tanah dalam praktek seringkali pembuatannya dilakukan dibawah tangan atau dihadapan Notaris. Hal demikian mengakibatkan PPJB sebagai akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.

Hal ini demikian mengandung maksud dari para pihak supaya lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum untuk para pihak yang membuat, disebabkan Notaris dalam pembuatan akta akta tidak mempunyai keberpihakan pada pihak tertentu dan menjaga kepentingan para pihak dengan obyektif. Melalui bantuan Notaris para pihak yang melakukan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli akan memperoleh bantuan terhadap perumusan hal-hal sebagai obyek perjanjian. Akan tetapi suatu perjanjian tidak selamanya bisa berlangsung dengan baik dan lancar sebagaimana kesepakatan yang dikehendaki para pihak. Pada situasi dan keadaan tertentu bisa dijumpai adanya berbagai hal, yang berdampak pada suatu perjanjian tersebut, baik dibatalkan oleh para pihak, meninggalnya salah satu pihak maupun atas perintah pengadilan. Sebagaimana dalam kasus penelitian ini adanya peristiwa meninggalnya salah satu pihak dalam melakukan perjanjian pengikatan jual beli.

Apabila dikaitkan dengan teori keadilan menurut Gustav Radbruch bahwa PPJB tersebut harus tetap dilaksanakan meskipun meninggalnya salah satu pihak dengan mana ahliwaris wajib melaksanakan balik nama hak atas tanah sesuai denga nisi dari PPJB karena adanya kasus diatas penelitian ini mengandung tiga nilai yakni untuk memenuhi asas kepastian hukum (rechtmatigheid) dari sudut yuridis, asas keadilan hukum

(27)

12

(gerectigheit), dimana keadilan merupakan kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan dan asas kemanfaatan hukum (zwech matigheid atau doelmatigheid atau utility) dimana hukum harus dapat memberikan manfaat dalam memberikan penyelesaian suatu kasus hukum tertentu sebagaimana dalam kasus penelitian ini.

2 Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.18

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.19

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu:

a) Perlindungan Hukum Preventif

Subyek hukum pada perlindungan hukum preventif ini, diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan

18 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53.

19 Ibid, hal. 54.

(28)

yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b) Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan- pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Pada dasarnya teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Roscou Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as tool of sosial engginering). Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.20

Menurut Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam, yang meliputi:

a. Public Intersest (Kepentingan Umum) b. Sosial Interest (Kepentingan Masyarakat) c. Privat Interest (Kepentingan Individual)

20 Salim dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 266.

(29)

14

Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia berbeda dengan norma-norma yang lain. Karena hukum itu berisi perintah dan/atau larangan, serta membagi hak dan kewajiban.

Teori perlindungan hukum yang digagas oleh Roscou Pound ini, digunakan untuk menganalisis permasalahan yang pertama dan kedua, yang mana dinyatakan bahwa teori perlindungan hukum merupakan teori yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat dan kepentingan manusia yang merupakan suatu tuntutan yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh manusia itu sendiri.

Dalam permasalahan yang kedua mengenai mengapa diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap kasus diatas, serta bagaimana perlindungan hukum terhadap perlindungan hukum untuk pembeli dengan atas dasar perjanjian pengikatan jual beli dari penjual sebelum meninggal dunia, dengan berpedoman pada teori perlindungan hukum yang digagas oleh Roscou Pound ini maka perlindungan hukum terhadap pembeli jika ahliwaris menolak melakukan tanda tangan balik nama sertipikat adalah dengan cara litigasi. Dalam permasalahan ini penentuan terhadap perlindungan hukumnya akan ditentukan oleh Putusan Pengadilan.

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisis, serta pemikiran yang mendalam terhadap fakta hukum kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. Metode penelitian merupakan tata cara bagaimana melakukan penelitian.21 Adapun cara pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum sebagai berikut:

1 Metode Pendekatan

21 Irwansyah, 2021, Penelitian Hukum Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel, Yogyakarta, Mirra Buana Media, hal. 19.

(30)

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis sosiologis, maksudnya meneliti dan mempelajari hukum sebagai law in action atau melihat bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat yang merupakan studi sosial non doctrinal dan bersifat empiris.22

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, penelitian non doctrinal merupakan penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat dan proses terjadinya hukum yang sering disebut dengan socio legal search.

Dengan menggunakan metode pendekatan diatas diharapkan mampu melihat dalam praktek jual beli tanah yang penjualnya meninggal dunia, permasalahn dan solusinya.

2 Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian deskriptif analitis. Deskriptif analitis adalah penelitian yang menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaannya. 23 Artinya penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mendeskripsikan (mengungkapkan dan memaparkan) implikasi yuridis terhadap proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan jual beli yang penjualnya meninggal dunia di Jepara.

3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer data sekunder.

a. Data Primer

Dalam penelitian hukum, data primer yang dimaksud adalah data yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian, peneliti dalam hal ini memperoleh informasi secara langsung melalui instrumen-instrumen yang telah ditetapkan.24

b. Data Sekunder

22 Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 34.

23 Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 12.

24 Purhantara, 2010, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal.79.

(31)

16

Data sekunder, merupakan data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan seperti buku literatur, makalah, artikel jurnal hukum, tesis, laporan penelitian, arsip dan dokumen. Sumber data sekunder adalah sumber data tambahan yang menurut peneliti menunjang data pokok.25 Adapun data sekunder diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni berupa peraturan perundang-undangan, seperti:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Undang-undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

d) Kompilasi Hukum Islam Buku I Tentang Perkawinan Buku II Tentang Kewarisan Buku III Tentang Perwakaf

e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

f) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional

g) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan.

h) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan Dan Penyelesaian Kasus dan yurisprudensi.

i) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2) Bahan hukum sekunder, adalah dokumen atau bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku

25 Mahmud, 2011, Metode Penelitian Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, hal. 152.

(32)

referensi, artikel jurnal, laporan hasil penelitian, makalah dan lain sebagainya yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

3) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, maupun rujukan internet.

4 Tekhnik Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer, dilakukan dengan cara:

Merupakan Teknik pengumpulan data melalui proses wawancara atau tanya jawab secara lisan dengan narasumber. Artinya pertanyaan dari yang mewawancari dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara.26 Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara semi terstruktur, yaitu proses wawancara dari pengembangan topik dan mengajukan pertanyaan, jadi teknik dalam wawancara ini lebih fleksibel dibanding dengan wawancara terstruktur karena tidak terpaku pada pertanyaan yang sudah dibuat. Adapun pihak yang diwawancarai dalam penelitian ini yakni notaris dan PPAT di wilayah Kabupaten Jepara, serta Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jepara.

b. Data Sekunder, dilakukan dengan cara:

1) Studi dokumentasi

Merupakan metode pengumpulan informasi dengan mempelajari dokumen-dokumen untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.27

2) Studi Pustaka

Dalam teknik ini, peneliti mengumpulkan data-data kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berkaitan mengenai permasalahan yang akan diteliti.28

26 Ibid, hal. 105.

27 Haris Herdiansyah, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu - ilmu Sosial, Bandung, Salemba Empat, hal. 143.

(33)

18

5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data primer maupun data sekunder kemudian dikumpulkan dan disusun secara teratur untuk dianalisa.

Dalam penulisan tesis ini rencananya penulis menggunakan analisa data secara kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data secara deskriptif. Dalam penelitian kualitatif, semua investigator atau peneliti memfokuskan diri pada permasalahan yang dikaji, dengan dipandu oleh kerangka konseptual atau teoritis.29

H. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan tesis yang akan dipergunakan oleh penulis yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menjelaskan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Kerangka Teoritis, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Tesis.

Bab II Tinjauan Pustaka, pada bab ini berisi tentang Tinjauan Umum mengenai Perjanjian, Pengertian Perjanjian, Syarat Sahnya Perjanjian, Asas- Asas Perjanjian, Bentuk Perjanjian, Jenis – Jenis Perjanjian, Akibat Perjanjian, Berakhirnya Perjanjian, Wanprestasi, Tinjauan Umum mengenai Perjanjain Jual Beli, Pengertian Perjanjian Jual Beli, Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli, Hak dan Kewajiban Penjual, Hak dan Kewajiban Pembeli, Risiko dalam Perjanjian Jual Beli, Bentuk bentuk Perjanjian Jual Beli, Larangan Perjanjian Jual Beli, Berakhirnya Perjanjian Jual Beli, Jual Beli Dalam Perspektif Islam, Pengertian Jual Beli Menurut Islam, Dasar Hukum Jual Beli, Rukun Dan Syarat Jual Beli Dalam Islam, Macam – Macam Jual Beli, Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam, Hikmah Dan Tujuan Jual Beli, Tinjauan Umum mengenai Perjanjian Jual Beli Tanah, Pengertian Perjanjian Jual Beli Tanah, Sifat Perjanjian Jual Beli Tanah, Syarat Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah,

28 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Op.Cit., hal. 14.

29 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Op.Cit., hal. 17.

(34)

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Pengertian Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Fungsi Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Berakhirnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Hukum Waris, Pengertian Hukum Waris, Unsur – Unsur Kewarisan, Sistem Pewarisan Dalam Sistem Hukum Waris Perdata.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini membahas proses penyelesaian jual beli tanah apablia dalam proses balik nama pemilik hak atas tanah (penjual) meninggal dunia dan upaya perlindungan hukum (pembeli) jika ahli waris menolak dalam proses balik nama sertipikat hak milik berdasarkan pengikatan perjanjian jual beli tanah.

Bab IV Penutup, menjelaskan tentang simpulan dan saran.

(35)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Berdasarkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata (KUHPERDATA) perjanjian diatur dalam buku ketiga tentang perikatan. Perjanjian memiliki hubungan dengan perikatan dimana merupakan sumber dari perikatan.

Di Indonesia sendiri pengertian perjanjian diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPERDATA), Pasal 1313 menyebutkan: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Pendapat Para Sarjana Hukum Tentang Pengertian Perjanjian antara lain sebagai berikut:

Menurut Subekti perjanjanjian merupakan suatu kesepakatan yang dilakukan dua orang atau lebih dimana kedua orang berjanji untuk melaksakan sesuatu hal.30

Menurut Wirjono Prodjodikoro perjanjian yaitu suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana salah satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.31

Menurut M. Yahya Harahap, di dalam bukunya perjanjian adalah hubungan hukum yang dibuat oleh dua pihak atau lebih dimana satu pihak memiliki hak dan satu pihak lainnya memiliki kewajiban akan suatu prestasi.32

30 Subekti, 2004, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT Internassa, hal. 1-2.

31 Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan - persetujuan Tertentu, Bandung, Sumur Bandung, hal. 11.

32 M. Yahya Harahap, 1986, Segi – Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni hal 6.

(36)

Dari pengertian perjanjian diatas menurut Mariam Darus Badrulzaman pasal tersebut memiliki beberapa kelemahan diantaranya terlalu luas dan tidak lengkap karena mencakup beberapa hal, seperti janji kawin dimana hal ini merupakan lingkup hukum keluarga.33 Menurut Abdul Kadir Muhammad sebagai berikut:34

a. Hanya menyangkut sepihak saja, artinya kata “mengikatkat diri” dalam pasal tersebut bersifat hanya berasal dari satu pihak, bukan berasal dari kedua belah pihak.

b. Adanya Kata “perbuatan” artinya dimana kata tersebut tidak mengandung consensus.

c. Terlalu Luas artinya mencakup beberapa hal, seperti janji kawin dimana hal ini merupakan lingkup hukum keluarga.

d. Tidak menyatakan tujuan dari perjanjian, artinya kedua pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk apa.

Jadi secara garis besar didalam suatu perjanjian maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan adanya dua pihak yang melakukan kesepakan atau persetujuan sehingga dengan kesepaktan tersebut timbullah perbuatan hukum antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak harus memenuhi kewajibannya dan satu lagi pihak mendapatkan haknya dan apa yang diperjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang- undang.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap sah dan memiliki akibat hukum apabila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata antara lain, yaitu :

33 Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Aditya Bakti, hal. 2.

34 Abdul Kadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal.

78.

(37)

22

a) Kesepakatan

Dalam suatu perjanjian, hal utama yang harus dipenuhi adalah adanya suatu kesepakatan dari para pihak mengenai hal- hal pokok apa saja dalam mengadakan atau membuat suatu perjanjian tanpa adanya suatu paksaan dari pihak lain. Maka dari itu timbulnya suatu kata sepakat akan sah apabila dalam kesepakatan tersebut tidak menyinggung suatu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Dan apabila unsur-unsur diatas tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.35

b) Kecapakan

Berdasarkan Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa

“setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian”.

Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian:

(a) Orang yang belum dewasa

(b) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian (c) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh

Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang- undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah. Dalam hal ini

35 Ahmadi Miru, 2017, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, Rajawali Pers, hal. 14.

(38)

cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 yang menyatakan cukup umur untuk kawin adalah 19 (sembilan belas) tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertentu) maka usia yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah mendasarkan Pasal 1330 KUHPerdata.

c) Suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian merupakan prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan.

Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan Pasal 1332 KUHPerdata menytakan “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian.

Kemudian dalam Pasal 1333 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan berdasarkan Pasal 1333 ayat 2.

Syarat barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah:

1) Warisan yang belum terbuka.

2) Barang-barang yang dilarang oleh Undang-undang.

3) Barang-barang di luar perdagangan.

(39)

24

d) Suatu sebab atau causa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian.

Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Suatu sebab merupakan suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian dan yang mendorong orang untuk membuat perjanjian.36

Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa

“suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan”. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.

Keempat syarat tersebut di atas, dapat diklasifikasikan menjadi dua kelomlompok, yaitu:37

a. Syarat Subjektif

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya adalah dapat dibatalkannya perjanjian.

b. Syarat Objektif

Syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Apabila syarat objektif tidak dapat

36 Subekti, Op. Cit, hal. 19

37 Lely Joko Suryono, 2014, Pokok – Pokok Hukum Perjanjian Indonesia, Yogyakarta, Mata Padi Presindo, hal. 47.

(40)

dipenuhi maka akibat hukumnya adalah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.

3. Asas – Asas Perjanjian

Secara umum asas hukum merupakan suatu ciri khusus dari peraturan perundang-undangan yang ada di masyarakat dan di dapatkan dari latar belakang aturan tersebut. Artinya bahwa asas hukum ini menjadi dasar pemikiran suatu aturan yang bersifat umum, sehingga nantinya dasar pemikiran secara umum ini dapat menjadi suatu petunjuk untuk hukum atau aturan tersebut.

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Didalam pasal tersebut ini terkandung asas utama perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas kepastian hukum dan asas itikad baik.

a. Asas kebebasan berkontrak (Freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang utama dari suatu perjanjian maupun perikatan, yang mana dalam asas ini secara lebih luas mengenai kebebasan para pihak dalam menentukan isi suatu perjanjian. artinya asas ini memberikan jaminan kebebasan kepada setiap orang untuk bebas melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmadi Miru, diantaranya:38

1) Bebas menentukan apakah akan melakukan perjanjian atau tidak;

2) Bebas menentukan dengan siapa akan melakukan perjanjian;

3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

38 Ahmadi Miru Dalam Lely Joko Suryono, 2014, Pokok – Pokok Hukum Perjanjian Indonesia, Yogyakarta, Mata Padi Presindo, hal. 63-64.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perolehan sertipikat Hak Milik atas tanah (jual beli) telah mewujudkan perlindungan hukum di Kota

Apabila PPAT menerbitkan akta jual beli (AJB) berdasarkan PJB lunas dan surat kuasa untuk menjual, dimana penjualnya telah meninggal dunia maka proses pendaftaran

Pembuatan Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) dalam perbuatan hukum peralihan hak atas tanah mempunyai kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang

Hasil studi ini menunjukan bahwa perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak sah namun memiliki kekuatan hukum yang lemah; meninggalnya salah

Masalah yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian pengikatan jual beli antara masyarakat sebagai pembeli dengan pengembang apartemen yang didalamnya

12 Berdasarkan hal tersebut maka Implikasi perjanjian jual-beli dalam keluarga yang dibuat oleh Notaris/PPAT dalam hal adanya ahli waris yang menolak perjanjian

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Kepastian hukum kuasa mutlak pada perjanjian pengikatan jual-beli hak atas tanah yang harganya telah dibayar lunas oleh Pembeli, maka kuasa menjual yang merupakan klausula dalam PPJB