• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Pendekatan Jual Beli Dalam Perspektif Islam

2. Dasar Hukum Jual Beli

Adapun hukum disyariatkannya jual beli dapat dijumpai dalam Al- Qur‟an sebagai berikut :

Surat Al-Baqarah 275

ٍَِْٚيْنََ ٌَ ُْٕهُوْنَٚ َٕرِّبٰنَ َا ٌَ ُْٕيُْٕنَٚ ْاَِ َىَو ا ُوُْٕنَٚ ِْ٘يْنَ ُُّخْبَطَهَٚ ٍُ رخْْٛننَ

ٍَِي لبمًَْنَ َلِن رَ ْىََُْٓمِِّ َ َُْٕنمَا مًَََِْ َُْْٛبْنَ ُمْلِي لَٕرِّبٰنَ ْمَحَََٔ ُرُّ ََْْٛبْنَ َوَْٰحَٔ لَٕرِّبٰنَ

ًٍََْْ ََِءَمَٗ َوَعِظ َْٕي ٍْبي َّّبِّْٖ ٗرَٓهَْمَْ ََّهَْ مَي لَََهََۗ ُْٰئَََ ََِ َٗنَِ ِرُّ ل ٍَْئَ َامَظ َلِول َرنُٔمَْ ُص رح ْبََ ِٖمُْنَ ْىُْ مَِْْٓٛ ٌَ ُْٔوِه رَ

Artinya : Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali

79 Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal. 68.

80 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III, Beirut : Daar al-Fikr, 1983, hal. 126.

(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya. (Q. S. Al-Baqarah 275).81

Ayat ini merupakan dalil naqli diperbolehkannya jual beli. Atas dasar ayat inilah manusia dihalalkan oleh Allah melakukan jual beli dan diharamkan melakukan perbuatan riba perbuatan riba.

Surat Al-Baqarah 282

مَٓاَٚمَرٚ ٍَِْٚيْنَ َ ََُُْٕيرَ ََََِ ْىُهَََُْٚوَْ ٍَِْٚوِِّ َٗرنَِ ِمَََٗ ًَُّّٗ اي لُِ ُْٕبُهْومَْ ْصُهْكَْٛنَٔ

ْىُكَُِّْْٛ ََصِْمَو ِِلْوَدْنمِِّ َأَ َأْنَٚ َصِْمَو ٌََْ َصُهْكْٚ مًََو ًَُّْهَظ ُرُّ ْصُهْكَْٛهَْ

ِمِهًُْْٛنَٔ ِْ٘يْنَ َِّْٛهَظ اَْحْنَ ِْْهَْٛنَٔ َرُّ ََِّّْٖ َأَ ْمَطْبَٚ ُُِّْي لمُّـ َْٛۗ ٌِْمَْ ٌَمَو ِْ٘يْنَ َِّْٛهَظ اَْحْنَ مُِّْٓٛهََۗ ََْٔ مُّهِْٛدَا ََْٔ َا ُْْٛ ِخَهْ َٚ ٌََْ ْمًِاٚ َُْٕ ْمِهًُْْٛهَْ

اِٛنَٔ َّ لِلْوَدْنمِِّ َ ُْٔوِْٓنَهَََْۗٔ ٍَِْٚوَِْٛٓۗ ٍِْي ْىُكِنمَٗبٖ ٌِْمَْ ْىْن مََ ُْٕكَٚ ٍَِْٛهَُٖٗ

َمََُْٰٗ ٍِرَََْْٰئَْ ًٍِْْي ٌَ َْٕا َْْٰ ٍَِي ِءَ ََوَٓاننَ ٌََْ ْمِلَْ مًَُٓل روْحَِ َٰبوَيُهَْ

مًَُٓل روْحَِ لٖ رٰ َُْ ْاَ َأَ َأْنَٚ ُءَ ََوَٓاننَ َََِ ا مَي َ ُْٕظُا ل َأَ َ ًََُْٕـ ْ َْ ٌََْ

ُُِْٕبُهْكَْ َُِّْٰٛرَب ََْٔ َُِّْٰٛبَو َٗرنَِ لَِّّهَََٗ ْىُكِن رَ ُقَ ْاََ َوُِْظ ِرُّ ُوَْٕأَََ ِلَامَْٓنهِن َٗرَْأَََ ْاََ َ َُِّْٕمَْ َْْٰ َْاَِ ٌََْ ٌَ ُْٕكَْ ُّلَٖمَةِْ ُّلَِٰامَح مَََٓ ُِْْٰٔٚوُْ ْىُكََُِّْٛ َمَْٛهَْ

ْىُكَْٛهَظ َنمَُُٗ ْاََ لمَْ ُْٕبُهْكَْ َ َُْٔوَََِْٓۗٔ ََََِ ْىُهْدَٚمَبَْ ِ َأَ َْٖمَلُٚ َصِْمَو َأْ

َوَِْٛٓۗ لۗ ٌََِْٔ َ ُْٕهَدْهَْ ََِّْمَْ ََُ ُْٕ ُْ ْىُكِِّ ل َُٕنََْْٔ َرُّ ل ُىُكًُبهَدَُٚٔ ُرُّ ل ُرَُّٔ بمُكِِّ ِء َْٙۗ ِْٛهَظ َى

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya.

Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah

81 Departemen Agama RI, 1986, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, Intermassa,, hal.

69.

48

(keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282).82

Ayat diatas menjelaskan secara teknis bagaimana melakukan jual beli yang benar. Sebagaimana diketahui jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak untuk saling menukarkan barang.

Ada baiknya dalam melakukan perjanjian jual beli hendaknya perlu

82 Ibid,hal. 71.

menunjuk saksi atau alat bukti lain, dengan tujuan untuk memberikan saksi atau pembuktian

bahwa kedua belah pihak tersebut betul-betul telah melakukan jual beli. Hal ini sangat penting dalam perbuatan muamlah lainnya.

Surat An-Nisa‟ 29

مَٓاَٚمَرٚ ٍَِْٚيْنَ َ َُُْٕيرَ َا َ َُْٕهُوْنَْ ْىُكَنََْٕيََ ْىُكََُِّْٛ ِمِْمَبْنمِِّ َْاَِ ٌََْ ٌَ ُْٕكَْ ُّلَٖمَةِْ

ٍَْظ ِرَََْٰ ْىُكُْبي ل َأَ َ َُْٕهُهْنَْ ْىُكَ ُهَََْ ل ٌَِْ َرُّ ٌَمَو ْىُكِِّ ُّىِْٛحَٖ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa: 29).83

Ayat ini melarang manusia untuk melakukan perbuatan tercela dalam mendapatkan harta. Allah melarang manusia untuk tidak melakukan penipuan, kebohongan, perampasan, pencurian atau perbuatan lain secara bathil untuk mendapatkan harta benda. Tetapi diperbolehkan mencari harta dengan cara jual beli yang baik yaitu didasari atas suka sama suka.

Penjelasan yang dapat dipetik dari ayat diatas adalah larangan menyembunyikan aib atau cacat dan penipuan dalam jual beli hukumnya haram walaupun bentuk dan caranya. Jual beli walaupun merupakan akad, tetapi dalam pelaksanaannya, para pihak yang menyelenggarakannya. Dikenakan hukum-hukum agama karena kegiatannya. Dan ketentuan hukum yang dapat dikenakan kepada para pihakyang melakukan jual beli, yaitu:84

1) Mubah (boleh), mubah merupakan hukum asal dari jual beli.

Artinya dapat dilakukan setiap orang yang memenuhi syarat.

83 Ibid, hal.122.

84 Abdul Djamali, 1997, Hukum-hukum Islam, Bandung, Mandar Maju, hal. 158.

50

2) Wajib, kalau seorang wali menjual harta anak yatim dalam keadaan terpaksa. Hal ini wajib juga bagi seorang qadhi yang menjual harta muhlis (orang yang banyak hutang dan melebihi harta miliknya).

3) Haram bagi jual beli barang yang dilarang oleh agama, melakukan jual beli yang dapat membahayakan manusia.

Misalnya menjual minuman keras, narkoba dan lain-lain.

4) Sunnah kalau jual beli itu dilakukan kepada teman/kenalan atau anak keluarga yang dikasihi dan juga kepada orang yang sangat memerlukan barang itu.

Hukum dasar dalam muamalah ini, bahwa Allah mengharamkan dalam kitab-Nya memakan harta sesama secara batil. Aturan ini berlaku secara umum untuk seluruh harta yang dimakan secara batil dalam segala bentuk transaksi seperti sumbangan atau harta yang diambil tanpa kerelaan hati.

Dokumen terkait