PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KETERAMPILAN
SOSIAL DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SMP
Oleh Apriyani 12312241002
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA SMP (2) pengaruh model Cooperatuve Learning tipe Make a Match terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran IPA SMP
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain non equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 2 Wates terdiri lima kelas. Sampel dalam penelitian diambil menggunakan teknik cluster random sampling. Diperoleh kelas VIII C sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional/pembelajaran langsung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes dan nontes yaitu lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi keterampilan sosial, dan soal pretest-posttest. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, homogenitas, uji-t dan N-Gain dengan menggunakan program SPSS 18.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran cooperative learning tipe make a match berpengaruh posistif terhadap keterampilan sosial siswa SMP dibuktikan oleh hasil uji t dengan nilai sig 0,25 (2) model pembelajaran cooperative learning tipe make a match berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa SMP dibuktikan oleh hasil uji t dengan nilai sig 0,48 dan hasil N-Gain kelas eksperimen lebih besar dibanding kelas kontrol yaitu 0,6069>0,5273
Kata kunci: Pengaruh model pembelajaran, cooperative learning tipe make a match, keterampilan sosial, hasil belajar kognitif
EFFECTS OF COOPERATIVE LEARNING MODEL MAKE A
MATCH TYPE OF LEARNING AGAINST SCIENCE SOCIAL SKILLS AND OUTCOMES
COGNITIVE STUDENT JUNIOR HIGH SCHOOL
By Apriyani 12312241002
ABSTRACT
This research aims to determine (1) the effect of the type of model of Cooperative Learning Make a Matchagainst the social skills of students in science learning SMP (2) the effect of Learning-type models CooperatuveMake a Match against cognitive achievement of students in junior high school science teaching
This research is a quasi-experimental design of learning science with non-equivalent control group design. The population in this study were all students of class VIII SMPN 2 Wates consisting of five classes namely class A, B, C, D, and E. The samples in this study using cluster random sampling technique. Retrieved class VII C as the experimental class using the type cooperative learning model of learning make a match and class D as the control class uses conventional learning models / direct learning. The research instrument used is the test instrument and the report sheet learning, social skills observation sheets, and question pretest-posttest. Data were analyzed using normality test, homogeneity, and t-test using SPSS 18.
The results showed that (1) the positive effect of cooperative learning model make a match type on students social skills junior high school evidenced by the results of the t test with sig 0.25 (2) the positive effect of cooperative learning model make a match type on students cognitive junior high school is evidenced by the results of the t test with sig 0.48
Keywords: Influence of modes of learning, cooperative learning type of make a match, social skills, cognitive learning outcomes
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting dan wajib bagi setiap orang.
Pendidikan akan menunjang kehidupan yang lebih baik di masa depan. Oleh
karena itu pemerintah mencanangkan tentang wajib belajar 12 tahun. Program
ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap pendidikan bagi
generasi penerus Indonesia. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Anies Baswedan mengatakan mengelola wajib belajar 12 tahun pemerintah
harus menambah kemampuan untuk bisa menampung lulusan, menyiapkan
sarana dan prasarana serta kualitas tenaga kependidikan. Kualitas tenaga
kependidikan salah satunya adalah guru. Guru sebagai fasilitator dan
mediator sehingga siswa dapat berperan aktif dalam memperoleh pendidikan.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat
memberikan pembelajaran secara utuh. Hakikat dari pendidikan IPA adalah :
sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of
knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk
penyelidikan (a way of investigating) (Collette dan Chiappetta, 1994: 30).
Pembelajaran IPA yang utuh bukan hanya tentang pengetahuan saja, akan
tetapi juga bagaimana siswa memperoeh pengetahuan tersebut. Proses
pendidikan IPA akan bermakna apabila dalam proses pendidikannya guru
Setiap guru IPA memiliki model dan cara mengajar yang berbeda-beda
antara guru satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran yang berbeda
memiliki sintaks yang berbeda-beda pula. Model pembelajaran yang berbeda
membuat proses pembelajaran yang dilakukan berbeda. Model pembelajaran
dengan teacher centered berfokus pada kemampuan guru menyampaikan
materi pembelajaran di depan kelas, sedangkan pembelajaran dengan student
centered berfokus pada bagaimana siswa memperoleh pembelajaran. Proses
pembelajaran student centered merupakan model pembelajaran siswa aktif,
karena siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan dalam kegiatan
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP 2 Wates, guru mata pelajaran
IPA di SMP 2 Wates berfokus pada bagaimana siswa mendapatkan
pengetahuan atau pembelajaran yang berpusat pada guru yaitu teacher
centered. Guru menggunakan model pembelajaran langsung, guru
mengajarkan siswa dengan ceramah dan sesekali dengan menggunakan
demonstrasi. Siswa memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan
oleh guru mata pelajaran IPA. Pada saat proses pembelajaran keterampilan
sosial siswa seperti bekerja sama, menolong siswa lain, menyampaikan dan
mendengarkan pendapat belum terlihat. Model pembelajaran yang demikian
membuat siswa cenderung pasif sehingga keterampilan sosial pada siswa
rendah. Dalam proses pembelajaran hanya sedikit siswa yang bertanya
Siswa pasif serta keterampilan sosial yang rendah, membuat proses
pembelajaran berpusat pada guru. Model pembelajaran yang membuat siswa
lebih aktif (student centered) belum diterapkan. Model pembelajaran aktif
meningkatkan keterampilan sosial siswa. Pada saat proses pembelajaran di
SMP 2 Wates berlangsung hanya ada sedikit siswa yang bertanya tentang
materi yang disampaikan oleh guru. Siswa yang sering bertanya ini
mendominasi proses pembelajaran, sehingga hasil belajar kognitif yang
diperoleh oleh siswa juga rendah. Hasil belajar kognitif yang rendah
ditunjukkan oleh nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yang diperoleh siswa
masih banyak yang mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu 75.
Model pembelajaran tidak hanya model pembelajaran langsung saja.
Namun masih banyak lagi yang bisa dikembangkan seperti model kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
kompetensi akademik, selain untuk mencapai hasil belajar kompetensi
akademik juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa
(Rusman, 2010: 209). Model kooperatif ini merupakan model yang digunakan
untuk membimbing siswa agar menjadi lebih aktif dalam proses belajar
mengajar. Model cooperative learning dapat memecah kejenuhan siswa
dalam proses pembelajaran, karena siswa tidak hanya mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru tetapi siswa bersama-sama mencari tahu
pengetahuan tersebut. Di dalam model pembelajaran kooperatif terdapat
berbagai tipe seperti jigsaw, STAD, TGT, Make a Match dan yang lain. Setiap
beberapa kelompok kemudian dipecah lagi menjadi tim ahli dan akan kembali
lagi kekelompok sebelumnya untuk mengajarkan keahliannya. Model ini
sudah sering digunakan dan umum digunakan di sekolah.
Make a Match merupakan salah satu bagian dari struktural yang
menekankan pada struktur yang dirancang yang digunakan untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tersebut memiliki tujuan umum
diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan
keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48). Model pembelajaran Make a
Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman
kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan
berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari
pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59). Model kooperatif tipe
Make a Match memiliki dua orang anggota yaitu anggota kelompok
pertanyaan dan jawaban. Model pembelajaran ini seperti halnya permainan,
antar kelompok yang dilakukan di dalam kelas. Pembelajaran ini
menggunakan media kartu permainan pertanyaan dan jawaban dengan materi
getaran dan gelombang. Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa
model make a match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan
kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban
kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Tujuan dari pembelajaran
dengan model make a match adalah untuk melatih peserta didik agar lebih
cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Imam
bersemangat dalam belajar IPA, keterampilan sosial siswa akan terasah dan
siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran IPA.
Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti membuat penelitian yang
berjudul “Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Make a Match dalam
Pembelajaran IPA Terhadap Keterampilan Sosial dan Hasil Belajar Siswa
SMP”. Model pembelajaran ini dipilih oleh peneliti, karena siswa SMP 2
Wates saat melakukan proses pembelajaran di kelas kurang aktif sehingga
keterampilan sosial siswa rendah. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar
kognitif siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disajikan identifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran IPA di SMP 2 Wates masih berpusat pada guru
(teacher centered), hal ini membuat siswa kurang aktif dalam proses
pembelajaran IPA.
2. Guru mata pelajaran IPA masih mengunakan metode ceramah dan
demonstrasi membuat siswa tidak berinteraksi dengan guru ataupun siswa
yang lainnya.
3. Keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA masih belum
berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kerjasama, pengendalian diri dan
orang lain, kemampuan bertukar pendapat masih belum terlihat dalam
4. Proses pembelajaran masih didominasi oleh beberapa siswa. Siswa belum
berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa lain dalam proses
pembelajaran.
5. Hasil belajar kognitif mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat
diketahui banyaknya siswa yang mendapatkan nilai Ujian Tengah
Semester (UTS) di bawah nilai KKM yaitu 75.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dapat diketahui
berbagai macam masalah. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah pada
poin 1, 3, dan 5. Sehingga, peneliti membatasi permasalahan pembelajaran
sebagai berikut.
1. Proses pembelajaran IPA di SMP 2 Wates masih berpusat pada guru
(teacher centered), hal ini membuat siswa kurang aktif dalam proses
pembelajaran IPA.
3. Keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA masih belum
berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kerjasama, pengendalian diri dan
orang lain, kemampuan bertukar pedapat masih belum terlihat dalam
proses pembelajaran.
5. Hasil belajar kognitif mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat
diketahui banyaknya siswa yang mendapatkan nilai Ujian tengah Semester
(UTS) dibawah nilai KKM 75.
Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah.
1. Bagaimana pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match
terhadap keterampilan sosial siswa dalam pelajaran IPA SMP?
2. Bagaimana pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match
terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA SMP?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah.
1. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match
terhadap keterampilan sosial siswa dalam pelajaran IPA SMP.
2. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match
terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA SMP.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat bagi sekolah
Diharapkan dengan adanya penelitian ini terdapat peningkatan hasil belajar
siswa. Setelah adanya penelitian ini diharapkan sekolah lebih kreatif dan
variatif lagi dalam menggunakan model pembelajaran.
Hasil penelitian ini dapat digunakan guru untuk meningkatkan
keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA.
Penelitian ini juga dapat menambah inovasi guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
3. Manfaat bagi siswa
Diharapakan setelah adanya penelitian ini siswa lebih aktif dan semangat
lagi mengikuti pembelajaran IPA, sehingga hasil belajar kognitif siswa
dapat meningkat.
4. Manfaat bagi peneliti
Setelah melakukan penelitian ini maka dapat meningkatkan kemampuan
peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti menggunakan ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan dan membantu peneliti memperoleh gelar
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA
Sains berawal dari rasa ingin tahu manusia tentang gelaja alam yang
diamati. Sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan
(a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking),dan
cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Hakikat IPA atau sains
dipandang sebagai ilmu yang komprehensif (Collette dan Chiappetta,
1994: 30). Hakikat IPA menurut Trianto (2010: 37), bahwa hakikat IPA
semata-mata tidaklah hanya dimensi pengetahuan (keilmuan), namun juga
dimensi nilai. Sehingga hakikat IPA adalah serangkaian cara berpikir
serta cara penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan
dengan melalui nilai-nilai (sikap ilmiah). Menurut Trianto (2010: 137),
IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun menemukan
pengetahuan baru. Dalam mencari tahu pengetahuan peneliti
menggunakan cara berpikir ilmiah dan langkah-langkah ilmiah.
Langkah-langkah ilmiah dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak
hanya dapat diakuioleh orang lain tetapi juga dapat dipertanggung
jawabkan hasil penelitiannya atau pengetahuannya. Selain menggunakan
langkah-langkah ilmiah, seorang peneliti juga wajib bersikap ilmiah.
dilandasi sikap ilmiah maka tidak akan ilmu yang diperolehnya itu benar
dan ilmu itu hanya tulisan atau produk yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan. Produk berupa pengetahuan, hukum, teori, dan yang lainnya
apabiladilakukan dengan melalui langkah-langkah atau proses ilmiah
serta dilandasi sikap ilmiah maka produk tersebut akan diterima dan
digunakan karena produk tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa hakikat
IPA adalah sekumpulan pengetahuan, cara berpikir dan proses
pengetahuan yang digunakan untuk mengetahui gejala alam. Dalam
proses mencari pengetahuan peneliti berfikir ilmiah menggunakan
langkah ilmiah dan bersikap ilmiah. IPA memiliki tiga ilmu dasar yaitu,
fisika, kimia dan biologi.
2. Pembelajaran IPA
Gagne dalam Ratna (2011: 2), belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Sehingga belajar dapat diartikan sebagai pengalaman proses
dimana siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar guna mencapai
tujuan untuk membentuk siswa ke arah yang lebih baik. Belajar
merupakan suatu proses yang diarahkan kepada sebuah tujuan, proses
berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam belajar siswa tidak
berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi
berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai
Proses pembelajaran IPA di kelas harus dapat memberikan
pengalaman ilmiah kepada siswa, memberikan kesempatan bekerjasama,
mengembangkan keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah,
sehingga mencapai hasil belajar yang baik Pembelajaran merupakan suatu
proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu belajar tertuju kepada
apa yang harus dilakukan oleh siswadan mengajar berorientasi pada apa
yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pembelajaran (Jihas,
Haris, 2008: 11).
Dari paparan di atas maka pembelajaran IPA merupakan suatu
proses yang diarahkan kepada tujuan sehingga berubah perilakunya akibat
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya melalui model
pembelajaran. Pembelajaran IPA yang dilakukan juga harus beorientasi
terhadap lingkungan sebab tidak hanya guru saja yang digunakan sebagai
sumber belajar tetapi lingkungan juga dapat digunakan sebagai sumber
belajar. Sumber belajar yang digunakan dan proses pembelajaran siswa
harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Model pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana
para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin,
2010:4). Menurut Agus Suprijono (2010:54-65) menjelaskan
jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen
(Rusman, 2012: 202). Kelompok-kelompok kecil membuat siswa
berinteraksi dengan siswa dalam satu kelompok. Siswa belajar tentang
kerja sama, bertukar pendapat dan menolong siswa lain.
Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa
perspektif. Perspektif pertama yaitu motivasi artinya penghargaan
diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu
untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. Perspektif kedua yaitu
sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu
dalam belajar karena anggota kelompok menginginkan semua anggotanya
memperoleh keberhasilan. Perspektif ketiga yaitu pengembangan kognitif
artinya melalui interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan
prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Wina
Sanjaya, 2006: 242).
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe seperti
jigsaw, STAD, TGT, Make a Match dan lainnya. Jigsaw adalah salah satu
dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. Para siswa bekerja
dengan fokus yang berbeda pada masing-masing kelompok asal. Siswa
yang telah membaca berkelompok dengan kelompok yang lain membahas
topik yang sama sebagai kelompok ahli. Para siswa yang berasal dari
kelompok ahli bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik
mereka. Kunci metode Jigsaw ini adalah interdependensi. Setiap siswa
bergantung pada teman satu timnya untuk memberikan informasi yang
diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilainan (Slavin,
2005: 237-246).
Student Team-Achievement Divisions (STAD) merupakah salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan model yang paling baik untuk guru baru menggunakan
pendekatan kooperatif (Slavin, 2005: 143). Model pembelajaran ini terdiri
lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan
individual, rekognisi tim.
Menurut Slavin (2005: 163-166) Team-Game-Turnamen (TGT)
hampir sama dengan STAD hanya saja pada TGT menggunakan
turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu. Sistem skor kemajuan individu pada TGT yaitu para
siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan tim lain yang kinerja
akademiknya setara dengan mereka.
Make a Match merupakan model pembelajaran kooperatif yang
beranggotakan dua kelompok besar yaitu kelompok pertanyaan dan
pertanyaan dan jawaban. Siswa mencari pasangan mereka sesuai kartu
yang mereka dapatkan.
Berdasarkan beberapa tipe-tipe model kooperatif ini peneliti
mengambil tipe Make a Match sebagai variabel bebas penelitian. Tipe
Make a Match paling sesuai dengan materi yang digunakan pada
penelitian yaitu “Getaran dan Gelombang”. Model kooperatif tipe Make a
Match pada penelitian ini digunakan pada akhir pembelajaran yang
berfungsi sebagai evaluasi pembelajaran.
4. Ma
ke a Match
Make a Match merupakan salah satu bagian dari struktural yang
menekankan pada struktur yang dirancang yang digunakan untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tersebut memiliki tujuan
umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan
mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Tabel 2.1.Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa
Fase 2: Present information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal
Fase 3: Organize students into learning teams
Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provide recognition
Memberikan penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Sumber : (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Metode Make a Match (mencari pasangan) pertama kali
dikembangkan oleh Lorna Curran (Miftahul Huda, 2011: 113) mencari
variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode ini cukup
menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa
diajarkan dengan metode ini.
Langkah- langkah pembelajaran Make a Match:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian).
b. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
c. Mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
d. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang
kartu yang berhubungan.
Miftahul Huda (2013: 253-254) mengatakan bahwa kelebihan dan
a. Kelebihan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain.
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik
2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi
5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
b. Kelemahan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain:
1) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu
yang terbuang.
2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak
siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada
siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
5) Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Berdasarkan paparan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match merupakan model
kelompok besar. Model pembelajaran ini membuat siswa lebih berinteraksi
dengan siswa yang lain. Model pembelajaran ini menggunaka media kartu
untuk pertanyaan dan jawaban.
5. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk
berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun
nonverbal. Komunikasi tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang
ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang
dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu
mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan
interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, &
Dickson dalam Gimpel & Merrell, 1998).
Keterampilan sosial yang dimaksudkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007)
mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill), kecakapan
bekerjasama (collaboration skill) dan kecakapan bertanggung jawab
(accountability skill). Jarolimek dalam Jakiatin Nisa (2010: 62)
mengemukakan bahwa keterampilan sosial dapat meliputi: living and
working together;taking turns; respecting the right of others; being
socially sensitive (hidup dan bekerjasama, bergiliran, respek dan sensitif
terhadap hak orang lain). Learning self-control and self-direction (belajar
mengontrol diri dan tahu diri). Sharing ideas and experience with others
Sub indikator dalam keterampilan sosial menurut Jarolimek dalam
Jakiatin Nisa (2010: 62) yaitu:
1. Bekerja Sama meliputi membantu/menolong orang lain, menghargai
orang lain, dan bergiliran
2. Mengontrol diri dan orang lain meliputi mengucapkan kata-kata baik,
mengontrol emosi, dan mengikuti petunjuk/aturan
3. Menyampaikan pendapat yaitu menyampaikan pendapat dan menerima
pendapat
Berdasarkan rujukan maka keterampilan sosial adalah keterampilan
seseorang kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif sesuai
dengan situasi dan kondisi dan mampu mengungkapkan perasaan baik
positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai
orang lain. Keterampilan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi,
kecakapan bekerjasama dan kecakapan bertanggung jawab. Keterampilan
sosial yang digunakan pada penelitian ini adalah keterampilan bekerja
sama, mengontrol diri dan orang lain, dan menyampaikan pendapat.
6. Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Hasil belajar menurut Sugandi (2007:63) hasil
belajar merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas (secara
bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan
teknik-teknik penilaian tertentu. Hasil belajar adalah perubahan perilaku
perubahan perilaku tersebut tergantung yang dipelajari oleh siswa
(Achmad Rifa’i, 2009:85).
Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono: 2010:5-7) hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam
perkembangannya taksonomi Bloom dimulai sejak tahun 1948 oleh Bloom
di bawah bimbingan Ralph Tyler, dan baru diselesaikan dan
dipublikasikan resmi tahun 1956. Bloom dan kawan-kawan
mengembangkan ranah koognitif menjadi enam klompok, yang tersusun
secara hierarki mulai dari kemampuan yang paling rendah (lower order
thinking) sampai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking), yaitu: 1) knowledge, 2) comprehension, 3) application-ketiganya
termasuk lower order thinking, dan 4) analysis, 5) syinthesis, dan
evaluation yang termasuk dalam higher order thinking.
Taksonomi Bloom yang lama direvisi menurut Anderson dan
Krathwohl ada enam proses kognitif yaitu mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Hasil revisi
yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl menjadikan enam kategori
proses kognitif menurut tingkat kompleksistas (Wowo Sunaryo Kuswana,
2012: 109-110). Mengingat artinya mendapatkan kembali pengetahuan
yang tersimpan pada memori jangka panjang. Memahami artinya
mendeskripsikan isi pembelajaran mencakup tulisan dan komunikasi
grafik. Menerapkan artinya menggunakan prosedur dalam situasi yang
pokok dan menggambarkan bagian-bagian tersebut. Mengevaluasi artinya
menilai yang didasarkan pada standar kriteria. Menciptakan artinya
menempatkan bagian secara bersama pada suatu ide untuk memperoleh
hasil yang baik.
Tabel 2.2. Hubungan dan Dimensi Proses Kognitif
Kategori proses kognitif Contoh
1. Mengingat:
Mendapatkan pengetahuan dari memori jangka panjang
1.1 Mengenal Tanggal-tanggal penting sejarah
negara
1.2 Mengingat Mengingat kembali tanggal-tanggal penting sejarah negara
2. Memahami:
Membangun pengertian dari pesan pembelajaran, diantaranya oral, tulisan dan komunikasi grafik
2.1 Mengartikan Menguraikan dengan kata-kata
sendiri dalam pidato
2.2 Memberikan contoh Memberikan contoh macam-macam gaya lukisan artistik
2.3 Mengklasifikasi Mengamati atau menggambarkan kasus kekacauan mental
2.4 Menyimpulkan Menulis kesimpulan pendek dari kejadian yang ditayangkan video
2.5 Menduga Mengambil kesimpulan dasar-dasar
contoh dari pembelajaran bahasa asing
2.6 Membandingkan Membandingkan
peristiwa-peristiwa sejarah dengan situasi sekarang
2.7 Menjelaskan Menjelaskan penyebab peristiwa penting Perancis abad ke 18
3. Menerapkan:
Menggunakan prosedur dalam situasi yang diberikan
3.1 Menjalankan Membagi sau angka dengan seluruh angka dengan perkalian
Kategori proses kognitif Contoh 4. Menganalisis:
Memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan mendeskripsikan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan
4.1 Membedakan Membedakan angka yang relevan dan tidak relevan dalam satu soal matematika
4.2 Mengorganisasi Bukti-bukti struktur dalam deskripsi sejarah menjadi sesuatu atau melawan sesuatu penjelasan sejarah
4.3 Mendekonstruksi Menetapkan pandangan para ahli dalam pandangan politiknya
5. Menilai:
Membuat penilaian yang didasarkan pada kriteria standar
5.1 Memeriksa Menetapkan apakah kesimpulan
para ilmuan sesuai dengan data yang diteliti
5.2 Menilai Menilai antara dua metode mana yang terbaik yang dapat menyelesaikan masalah
6. Menciptakan:
Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama kedalam suatu ide semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik
6.1 Menghasilkan Menghasilkan hipotesis untuk menghitung fenomena yang sudah diteliti
6.2 Merencanakan Merencanakan penelitian mengenai masalah sejarah
6.3 Membangun Membangun sebuah habitat baru untuk menyakinkan tujuan yang baru
Sumber: Wowo Sunaryo Kuswana, (2012: 117-118)
Berdasarkan paparan di atas bahwa hasil belajar kognitif adalah
perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Hasil belajar kognitif
Dalam penelitian ini peneliti mengambil 4 tingkatan kognitif yaitu
7. Kajian Keilmuan a. Getaran
Getaran adalah salah satu bentuk gerak yang khusus (Mirza
Satriawan, 2007: 1). Getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui
titik kesetimbangan. Satu getaran didefinisikan sebagai satu kali bergetar
penuh, yaitu dari titik awal kembali ke titik tersebut. Gerakan yang
dilakukan dari titik awal kembali ke titik tersebut disebut getaran
harmonis. Getaran-getaran harmonis ini banyak dijumpai sehari-hari
misalnya sebatang per yang disimpangkan kemudian dilepaskan,
getaran-getaran senar, dan kolom udara pada alat musik dan lain sebagainya.
Gambar 2.1. Gerak Bolak-Balik Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 238)
Satu kali getaran yang dialami bandul pada gambar di atas adalah
ketika bandul bergerak dari titik A1 kembali ke titik A ( A-B-C-B-A ) atau
dari titik B kembali ke titik B ( B-C-B-A-B) (Saeful Karim, 2008: 238)..
Getaran juga dapat dilihat pada pegas yang diberi beban, kemudian diberi
kesetimbangannya. Mistar plastik yang salah satu ujungnya ditahan tetap
dan ujung yang lain diberi simpangan akan bergetar pula setiap benda
yang melakukan gerak bolak balik di sekitar titik kesetimbangannya
dikatakan bergetar
Parameter-parameter getaran 1) Amplitudo Getaran
Gambar 2.2 Gerak Amplitudo Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 328)
Pada gambar di atas, misalkan kita anggap titik B adalah titik
kesetimbangan. Simpangan terbesar getaran pada gambar di atas adalah
jarak BA atau BC. Simpangan terbesar disebut amplitudo.
2) Periode Getaran
Periode getaran adalah waktu yang ditempuh benda dalam
melakukan satu kali getaran. Periode dilambangkan dengan T. Untuk
menghitung periode getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim,
T = ... (1)
(Saeful Karim, 2008: 239)
dimana :
T = periode getaran ( sekon atau detik )
� = Waktu ( sekon atau detik )
N = banyaknya getaran
3) Frekuensi Getaran
Frekuensi getaran adalah banyaknya getaran yang dilakukan dalam
satu detik. Frekuensi dilambangkan dengan f. Untuk menghitung frekuensi
getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim, 2008: 239).
f = ... (2)
(Saeful Karim, 2008: 239)
dimana :
f = frekuensi getaran ( Hertz atau Hz )
� = Waktu ( sekon atau detik )
N = banyaknya getaran
b. Gelombang
Gelombang adalah getaran yang merambat. Setiap titik yang dilalui
gelombang terjadi getaran, dan getaran tersebut berubah fasenya sehingga
tambak sebagai getaran yang merambat (Mirza Satriawan, 2007: 14).
Gelombang adalah getaran yang merambat dalam suatu medium. Dalam
getarannya/usikannya, sedang mediumnya/zat perantaranya tetap (Saeful
Karim, 2008: 239).
1) Berdasarkan medium perantaranya gelombang dibedakan menjadi 2
macam yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnet
(Sutrisno, 1979: 5).
a) Gelombang mekanik adalah gelombang yang merambat
memerlukan zat perantara. Gelombang mekanis dicirikan oleh
pengangkutan tenaga melalui materi oleh gerak suatu gangguan di
dalam materi tersebut tanpa suatu gerak yang bersangkutan dari
materi itu sendiri (Halliday,R.1985:609-610).Contoh : gelombang
laut, gelombang bunyi, gelombang pada tali, gelombang pada
slinki.
b) Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang ditimbulkan
oleh getaran medan listrik dan medan magnet dan dapat
merambat tanpa medium zat perantara. Contohnya : gelombang
radio, gelombang cahaya, gelombang radar, sinar x, sinar alfa,
sinar beta, dan sinar gama.
2) Jenis-jenis Gelombang
Ada dua jenis gelombang yang dapat di lihat dari arah ramabatan
gelombangnya, yaitu gelombang transversal dan gelombang
longitudinal.
a) Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya
bawah tegangan dibuat berosilasi bolak-balik di sebuah ujung maka
sebuah gelombang transversal akan berjalan sepanjang tali tersebut.
Gangguan atau usikkan bergerak sepanjang tali tetapi
partikel-partikel tali bergetar di dalam arah yang tegak lurus kepada arah
penjalaran gangguan (Halliday,R.1985: 610).
b) Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah rambatnya
sejajar (berimpit) dengan arah getarnya. Misalnya, bila sebuah
pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berisolasi ke atas dan ke
bawah di suatu ujung maka sebuah gelombang longitudinal
berjalan sepanjang pegas tersebut. Tali-tali akan bergetar
bolak-balik di dalam arah dimana gangguan berjalan sepanjang pegas
atau sejajar. Contoh lain pada gelombang longitudinal yaitu
gelombang bunyi di dalam gas (Halliday,R.1985: 612).
3) Parameter-parameter gelombang
a) Periode
Periode gelombang adalah waktu yang diperlukan
gelombang untuk melakukan satu panjang gelombang (Saeful
Karim, 2008: 240).
Frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang yang lewat
satu titik selama satu detik (Saeful Karim, 2008: 240). Hubungan
antara periode dan frekuensi dapat dituliskan sebagai berikut :
T = atau f = ... (3)
(Saeful Karim, 2008: 240)
dimana :
T = periode gelombang ( sekon atau detik )
f = frekuensi gelombang ( Hertz atau Hz )
c) Panjang gelombang
Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang
dalam satu periode. Panjang satu gelombang sama dengan jarak
yang ditempuh dalam waktu satu periode.
[image:30.595.192.509.441.604.2] Panjang gelombang dari gelombang transversal
Gambar 2.3. Gelombang Transversal Sumber: (Saeful Karim 2008: 241)
Pada gelombang transversal, satu gelombang terdiri atas 1
puncak dan 1lembah. Jarak antara dua puncak atau dua lembah
yang berurutan disebut setengah panjang gelombang atau ½ λ
Panjang gelombang dari gelombang longitudinal
Gambar 2.4 Gelombang Longitudinal Sumber: (Saeful karim, 2008: 246)
Pada gelombang longitudinal, satu gelombang (1 λ) terdiri
dari 1 rapatan dan 1 renggangan.
d) Cepat rambat gelombang
Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh
gelombang tiap detik (Saeful Karim, 2008: 247). Hubungan antara
v, λ, dan f dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.
v= atau v = f λ ... (4)
(Saeful Karim, 2008: 247)
dimana :
v = cepat rambat gelombang ( m/s )
λ = panjang gelombang ( m )
T = per iode gelombang ( s )
f = frekuensi gelombang ( Hz)
4) Pemantulan Gelombang
Pada saat berteriak di lereng sebuah bukit, maka akan
terdengar suara kembali setelah beberapa saat. Hal ini membuktikan
bahwa bunyi dapat dipantulkan. Bunyi merupakan salah satu contoh
diskusi, dapat disimpulkan bahwa salah satu sifat gelombang adalah
dapat dipantulkan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering melihat
pemantulan gelombang air kolam oleh dinding kolam, ataupun
gelombang ombak laut oleh pinggir pantai. Dapat diterimanya
gelombang radio dari stasiun pemancar yang sedemikian jauh juga
menunjukkan bahwa gelombang radio dapat dipantulkan atmosfer
[image:32.595.282.341.275.481.2]bumi (Saeful Karim, 2008: 248)
Gambar 2.5 Pemantulan Tali Ujung Terikat Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)
Sebuah gelombang merambat pada tali, jika ujung tali
diikat pada suatu penopang, gelombang yang mencapai ujung tetap
tersebut memberikan gaya keatas pada penopang. Penopang
memberikan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke bawah
pada tali. Gaya ke bawah pada tali inilah yang membangkitkan
Gambar 2.6. Pemantulan Tali Ujung Bebas Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)
Pada Gambar ujung yang bebas tidak ditahan oleh sebuh
penopang. Gelombang cenderung melampaui batas. Ujung yang
melampaui batas memberikan tarikan ke atas pada tali dan inilah
yang membangkitan gelombang pantulan yang tidak terbalik
(Saeful Karim, 2008: 249).
B. Hasil Penelitian Relevan
1. Pada tahun 2012, penelitian Ita Ulansari dan Bertha Yonanta mengenai
keterampilan sosial siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD
pada materi pokok larutan penyangga di SMAN 1 Sumberrejo
Bojonegoro, hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa
keterampilan sosial yang meliputi keterampilan komunikasi, keterampilan
belajar mengajar dapat dikategorikan memberikan hasil yang positif,
karena rata-rata pada tiap aspek keterampilan sosial yang diamati sebanyak
≥ 60% siswa memperoleh nilai memuaskan. Berdasarkan kegiatan belajar
mengajar I, II dan III keterampilan sosial siswa yang diamati semakin
menunjukkan peningkatan terhadap kategori penilaian.
2. Tahun 2014, penelitian Anita Ekantini pengembangan LKPD IPA dengan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk
meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa SMP
berdasarkan hasil uji-t terhadap keterampilan sosial H0 ditolak dengan
taraf signifikansi 0,000. Variabel keterampilan sosial memberikan
sumbangan efektif terhadap hasil belajar kognitif lebih besar (9,76%) jika
C. Kerangka Pikir Penelitian
IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai objek,
fenomena dan gejala alam. Pembelajaran IPA hendaknya menerapkan
tentang hakikat IPA yaitu, produk,proses dan nilai. Proses pembelajaran
IPA harusnya mengaktifkan siswa (student centered). Keterampilan sosial
ini memiliki peran penting dalam belajar di kelas. Karena dengan
keterampilan sosial tersebut maka siswa akan mudah bersosialisasi dengan
siswa lain maupun guru. Pembelajaran aktif akan membuat siswa
semangat siswa untuk belajar IPA.
Model pembelajaran memiliki peran yang sangat penting, sehingga
perlu disesuaikan antara model pembelajaran dan tujuan dalam
pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif adalah Cooperative
Learning. Model ini dapat membuat siswa lebih aktif sehingga
keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa akan meningkat.
Model Cooperative Learning terdapat beberapa tipe, tipe yang
digunakan adalah Make a Match yaitu berpasangan dengan sebuah kartu
pertanyaan dan jawaban. Siswa yang telah belajar tentang materi getaran
dan gelombang diberi kartu pertanyaan dan jawaban. Kartu yang
dibagikan berisi materi sesuai meteri yang telah dipelajari. Siswa tidak
meteri tersebut. Pada saat siswa mencari pasangan kartu yang mereka
dapatkan keterampilan sosial siswa diasah.
Keterampilan sosial siswa diasah dari pertemuan pertama hingga
pertemuan ketiga. Keterampilan sosial yang diasah terus menerus maka
keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan meningkat. Hasil belajar
siswa akan meningkat dengan penggunaan materi sebagai bahan
permainan. Proses pembelajaran akan menarik, diimbangi dengan
Gambar 2.7. Alur Kerangka Berpikir Penelitian
D.Hipotesis Penelitian
Ada/tidak pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif Fakta :
1. Sistem pembelajaran masih menggunakan teacher centered, padahal untuk mengembangkan
keterampilan siswa harus
berorientasi pada student centered. 2. Siswa masih belajar dengan pasif,
keterampilan sosial siswa belum muncul.
3. Hasil belajar kognitif siswa masih rendah.
Teori :
1. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, selain untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Rusman, 2010: 209). 2. Struktur tersebut memiliki tujuan
umum diantaranya untuk
meningkatkan penguasaan isi
akademik dan mengajarkan
keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).
Dilakukan pengujian untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar siswa
Keterampilan sosial: a. Living and Working
Together (Bekerja
sama)
b. Learning Self
Control and Self
Direction
(Mengontrol diri dan orang lain)
c. Sharing Ideas and Experiences
(Menyampaikan pendapat)
Hasil belajar kognitif a. Mengingat
b. Memahami
c. Menerapkan d. Menganalisis Sintak model
Cooperative Learning
tipe Make a Match: a. Menyampaikan
tujuan dan
menyiapkan siswa b. Menyajikan
informasi
c. Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
1. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam
pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa
SMP.
2. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam
pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksperimen,
namun karena variabel kontrolnya sulit untuk dikontrol semua sehingga
dilakukannya metode ini yaitu quassi exsprimen (Sugiyono, 2010: 3).
Penelitian ini menggunakan desain nonequivalent control group desain
dengan menggunakan dua kelas yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Kelas kontrol akan diberikan pembelajaran konvensional
(pembelajaran langsung) sedangkan kelas eksperimen akan diberikan
pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match. Dengan perbedaan
perlakuan ini maka akan dilihat hasil kemampuan sosial dan hasil belajar
kognitif siswa.
Siswa pada masing-masing kelompok sebelum diberikan perlakuan,
terlebih dahulu diberikan tes untuk memastikan kemampuan awal siswa
(pretest). Pada akhir penelitian siswa juga diberikan tes (posttest), tes ini
berfungsi melihat hasil belajar kognitif siswa. Apakah hasil belajar kognitif
pada kelas eksperimen meningkat setelah diberikan perlakuan pembelajaran
Cooperative Learning tipe Make a Match.
Desain penelitian quassi eksperiment dengan design nonequivalent
control group design (Sugiyono, 2007: 116) pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Rancangan Nonequivalent Control Group Design
Keterangan:
O1: pengukuran kemampuan awal kelompok eksperimen
O2: pengukuran kemampuan akhir kelompok eksperimen
X : pemberian perlakuan
O3: pengukuran kemampuan awal kelompok kontrol
O4: pengukuran kemampuan akhir kelompok kontrol
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Wates Kulon Progo DIY.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April semester genap tahun
ajaran 2015/2016.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, obyek atau dari aktivitas yang memiliki variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari dan kemudian ditarik suatu
kesimpulan (Sugiyono, 2010: 61).
Variabel bebas dalam penelitian adalah model pembelajaran yang
digunakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a
Match sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
konvensional atau pembelajaran langsung.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif
siswa.
c. Variabel kontrol
Variabel yang dikontrol dalam penelitian atau variabel yang sengaja
dikendalikan oleh peneliti sebagai usaha untuk menghilangkan pengaruh
lain selain variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel
kontrol dalam penelitian ini pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol adalah:
1) Proses pembelajaran menggunakan guru yang sama
2) Materi pembelajaran dikontrol dengan menggunakan pokok
bahasan yang sama yaitu tentang getaran dan gelombang
3) Waktu pembelajaran, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan
materi dalam jumlah waktu pertemuan yang sama
4) Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dalam tingkat yang sama
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, agar tidak
terjadi kesalahan penafsiran mengenai istilah-istilah dalam penelitian ini,
maka ada beberapa istilah (definisi operasional) yang perlu dijelaskan
sebagai berikut.
a. Model Pembelajaran Make a Match
Metode pembelajaran Make a Match adalah metode pembelajaran
guru yang mengelompokkan siswa menjadi dua kelompok besar. Kelompok
pertama adalah kelompok pertanyaan dan kelompok kedua adalah kelompok
jawaban. Kedua kelompok ini akan diberikan kartu pertanyaan dan jawaban
yang nantinya siswa akan berusaha mencari pasangannya. Materi yang
digunakan untuk pertanyaan dan jawaban adalah getaran dan gelombang.
Make a Match dilakukan pada saat evaluasi pembelajaran setiap pertemuan.
b. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk
mempertahankan tujuan pribadinya dengan perilaku atau tingkah laku
terhadap lingkungannya. Keterampilan sosial ini kerja sama, mengontrol
diri dan orang lain, dan menyampaikan pendapat.
c. Hasil belajar kognitif
Hasil belajar kognitif adalah perubahan tingkah laku dalam proses
pembelajaran. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah mengingat,
memahami, menerapkan, dan menganalisis.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012: 117). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VIII SMP N 2 Wates yaitu terdiri dari kelas VIII A, VIII B, VIII C,
VIII D dan VIII E.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2006: 109). Sampel yang diambil dalam penelitian
menggunakan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik
pengambilan sampel oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 118). Teknik sampling
ini ada beberapa namun yang digunakan oleh peneliti adalah cluster
random sampling yaitu sampel diambil dari kelas VIII yang ada di SMP N
2 Wates. Seluruh kelas ditulis dalam kertas kemudian diundi untuk
menentukan kelas mana yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil
undian adalah dua kelas, kelas pertama digunakan untuk kelas eksperimen
sedangkan kelas yang satu lagi untuk kelas kontrol. Berdasarkan hasil
undian yang dilakukan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen sedangkan
kelas VIII D kelas kontrol.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik tes dan non-tes. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua yaitu soal pretest-posttest dan lembar observasi.
Lembar observasi digunakan untuk keterampilan sosial sedangkan soal
digunakan untuk hasil belajar kognitif siswa.
Keterampilan sosial dilihat beberapa aspek bekerja sama dengan
orang lain (bergiliran, menghargai hak orang lain, dan memiliki kepekaan
sosial), keterampilan untuk cara mengontrol diri dan orang lain, dan
keterampilan bertukar pendapat dan pengalaman dengan lainnya.
a. Instrumen nontes
Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi keterlaksanaan dan lembar observasi keterampilan
sosial. Berikut adalah penjelasan masing-masing instrumen nontes.
1) Lembar Observasi
Lembar observasi keterampilan sosial disusun untuk mengetahui
[image:44.595.170.517.529.728.2]peningkatan keterampilan sosial siswa selama proses pembelajaran.
Tabel. 3.1. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterampilan Sosial Indikator Keterampilan
Sosial
Sub Indikator Keterampilan Sosial
Living and Working Together
(bekerja sama)
1. Membantu/menolong orang lain (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills and Survey for Decision Making and Problem Solving Skills)
Indikator Keterampilan Sosial
Sub Indikator Keterampilan Sosial
Skills)
3. Bergiliran (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills
Learning Self Control and Self Direction
(Mengontrol diri dan orang lain)
1. Mengucapkan Kata-kata baik (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills) 2. Mengontrol Emosi (diambil dari
Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey of skills for Ekspressing Feeling and Survey of Conflict Management Skills) 3. Mengikuti Petunjuk/aturan
(diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills) Sharing Ideas and
Experiences
(Menyampaikan pendapat)
1. Menyampaikan Pendapat (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey Of Skill for Initial Social Skills) 2. Menerima pendapat (diambil dari
Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey Of Skill for Initial Social Skills)
Diadaptasi dari Skills and Curiculum Guide Jarolimek, dalam Jakiatin
Nisa (2010:62)
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran berisi beberapa
pernyataan-pernyataan yang mendeskripsikan aktivitas pembelajaran
yang berlangsung di kelas, kegiatan ini berdasarkan dengan Rencana
observer yang digunakan untuk memperoleh deskripsi atau data
kegiatan pembelajaran. Data ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh
siswa. Siswa ini apakah sudah melakukan kegiatan yang akan diamati
observer atau belum. Lembar observasi ini menggunakan skala
Guttman dengan penilaian menggunakan dua kategori yakni Ya dan
Tidak. Kegiatan dengan kategori keterlaksanaan “YA” diberi skor 1,
dan kegiatan dengan keterlaksanaan “Tidak” diberi skor 0. Skor yang
didapatkan siswa akan dan dijadikan skala kuantitatif.
Tabel. 3.2. Kisi-Kisi Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Cooperative Learning
No. Tahap Pembelajaran Indikator
1
Present goals and set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta didik
Mengajukan pertanyaan apersepsi
Menyampaikan tujuan pembelajaran
2 Present information Menyajikan informasi
Menjelaskan materi yang akan dipelajari
3 Organize students into learning teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil
Menjelaskan kegiatan percobaan
4 Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu kelompok dalam kegiatan percobaan
5 Test on the materials Mengevaluasi
[image:46.595.170.511.320.730.2]No. Tahap Pembelajaran Indikator
Mengelompokkan peserta didik menjadi dua kelompok besar
Membagikan kartu dan melakukan permainan kartu pertanyaan dan jawaban
Guru membantu peserta didik menyimpulkan materi
pembelajaran
6 Provide recognition Memberikan penghargaan
Memberikan penghargaan kepada peserta didik
2. Instrumen Tes
Instrumen tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa
yang berupa soal pilihan ganda. Instrumen tes digunakan untuk pretest dan
posttest. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal sebelum
diberikan perlakukan. Posttest digunakan untuk mengukur hasil belajar
kognitif siswa setelah diberikan perlakuan. Instrumen tes dibuat sebanyak
30 soal dengan materi “Getaran dan Gelombang”.
F. Validitas dan Reabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen
Lembar atau instrumen yang akan digunakan dalam penelitian
hendaknya sudah divalidasi. Validasi ini berupa validitas yang dilakukan
oleh valodator. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
2006: 168). Apabila instrumen mendapatkan validitas yang baik maka
dapat digunakan untuk penelitian. Validitas instrumen menggunakan
program Iteman versi 3.00. Soal yang digunakan valid atau tidak dilihat
dari porposi coreect, point biseral dan berdasarkan ada tidaknya kunci
jawaban yang terindikasi salah.
2. Reliabilitas Butir Soal
Reliabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan. Instrumen
dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila
digunakan berkali-kali. Reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan
program Iteman versi 3.00. Tingkat reliabilitas diukur berdasarkan skala
alpha 0 sampai dengan 1. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 108)
diinterpretasikan dengan tingkat keterandaian instrumen, digunakan
patokan sebagai berikut:
Tabel.3.3.Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Indeks Reliabel Kualifikasi Hasil
0,91 – 1,00 sangat tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 sangat rendah
Sumber : Arikunto (2006: 108)
Data yang diperoleh dari penelitian dapat berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif dari data kualitatif yang diubah menjadi kuantitatif.
Untuk menganalisis data yang diperoleh menggunakan beberapa uji yaitu:
1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji
statistik deskriptif program SPSS versi 18.00. Penggunaan statistik
parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang dianalisis
harus terdistribusi normal (Sugiyono, 2011: 171). Uji normalitas
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (One Sample K-S).
Menurut Triton (2006: 79) data dikatakan normal apabila probabilitas
atau (Sig.) > 0,05.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang
digunakan berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Cara yang
digunakan untuk mengetahui homogenitasnya dengan membandingkan
kedua variansnya. Uji homogenitas dilakukan pada data awal nilai
Ujian Tengah Semester (UTS) dan nilai pretest. Uji Homogenitas
dianalisis menggunakan Test of Homogeneity of Varians menggunakan
apabila probabilitas (Sig.) >0,05 dan bila probalitas (Sig.) <0,05 tidak
homogen.
2. Uji Hipotesis a. Uji-t
Data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji-t dua
sampel independen (independent-samples t test) menggunakan program
SPSS versi 18.00. Bentuk hipotesisnya jika nilai P-value (signifikasi)
(2-tailed) ≥ α, dimana α = 0,05; maka H0 diterima dan diinterpretasikan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan sosial atau
hasil belajar kognitif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Gain Ternormalisasi (N-Gain)
Uji gain ternormalisasi (N-Gain) dilakukan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan.
Peningkatan ini diambil dari nilai pretest dan posttest yang disapatkan
oleh siswa. Gain ternormalisasi atau yang disingkat dengan N-Gain
merupakan perbandingan skor gain aktual dengan skor gain maksimum.
(Richard R. Hake, 1998: 65). Skor gain aktual yaitu skor gain yang
diperoleh siswa sedangkan skor gain maksimum yaitu skor gain
tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Perhitungan skor gain
ternormalisasi (N-Gain) dapat dinyatakan dalam rumus berikut:
...(6)
Keterangan :
<Sf> = Skor Posttest
<Si> = Skor Pretest
Besar ukuran efek yang diberikan pendekatan Cooperative
Learning tipe Make a Match dapat diketahui melalui analisis ukuran
efek atau effect size. Menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005:2), besarnya
effect size adalah selisih rerata yang dinyatakan dalam simpangan baku,
yaitu.
... (7)
Keterangan:
d : ukuran efek
: rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas eksperimen
: rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas kontrol
Adapun kriteria effect size menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005: 2),
dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kriteria Effect Size Ukuran efek Kriteria
0 < d ≤ 0,2 Efek kecil
0,2 < d ≤ 0,8 Efek sedang
d > 0,8 Efek besar
Sumber : Dali S. Naga (2005: 2)
3. Pengolahan Data Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar keterlaksanaa di nilai oleh observer penelitian yang telah
memahami rubrik atau pedoman penelitian sehingga observer dapat
[image:51.595.170.363.471.601.2]Persentase keterlaksanaan pembelajaran dihitung menggunakan rumus
persentase sebagai berikut.
% keterlaksanaan= % ... (8)
Persen keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh selanjutnya
diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria dari Eko Putro
[image:52.595.142.438.275.433.2]Widoyoko (2009: 242).
Tabel 3.5. Persentase dan Kategori Keterlaksanaan Pembelajaran
No Persentase Kategori
1 80 ≤ X≤ 100 Sangat baik
2 60 ≤ X ≤ 80 Baik
3 40 ≤ X ≤ 80 Cukup
4 20 ≤ X ≤ 40 Kurang
5 0 ≤ X ≤ 20 Sangat kurang
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Rifa’i, dan Catharina Tri Anni. (2009). Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Ahmad Sholahuddin. (2011). Getaran dan Gelombang. Diunduh dari
https://sainsmediaku.wordpress.com/2011/03/16/getaran-dan-gelombang/
pada 30 Juli 2016 pukul 17.45 WIB
Agus Suprijono. (2010). Cooperative Laerning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anita Ekantini. (2014). Pengembangan LKPD IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif peserta didik SMP. Yogyakarta: FMIPA UNY
Collette, Alfred T. & Chiappetta, Eugene L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. New York : MacMillan Publishing Company.
Dali S. Naga. (2005). Ukuran Efek dalam Laporan Hasil Penelitian. Diakses dari http://dali.staff.gunadarma.ac.id [18Maret 2016].
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta : Puskur, Balitbang Depdiknas.
Desliana Maulipaksi. (2015). Pemerintah Siapkan Perangkat untuk Wajib Belajar
12 Tahun. Diunduh melalui internet dalam
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2015/pemerintah-siapkan-perangkat-untuk-wajib-belajar-12-tahun pada tanggal 13 Juli 2016
Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. (1998). Social Skill of Children and Adolescents: Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. http://www.questia.com/read/27773641/. Tanggal akses 17 Mei 2015.
Halliday, R. (1985). FISIKA.Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Isjoni. (2009). Pembelajaran Koperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ita Ulansari dan Bertha Yonata. (2012). Keterampilan Sosial Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Di Sman 1 Sumberrejo Bojonegoro. Surabaya: Jurnal pendidikan. No.1 Vol.1
Jakiatin Nisa.