RENCANA STRATEGIS
DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA
LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI
TAHUN 2015-2019
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan EkosistemDirektorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
KATA PENGANTAR
Rencana Strategis Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Tahun 2015-2019 disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam penyusunan dokumen ini mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE Tahun 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019.
Dokumen perencanaan jangka menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan langkah-langkah strategis pencapaian sasaran Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, agar upaya pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Berdasarkan tuntutan dinamika kebijakan nasional dan berdasarkan dokumen Renstra Direktorat KSDAE serta dokumen Renstra KLHK, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi 2015-2019 diharapkan mendukung empat sub agenda nasional yaitu ketahanan air, ketahanan energi, pariwisata dan pelestarian sumberdaya alam & lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.
Dokumen ini juga diharapkan dapat menjadi instrumen dalam upaya-upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dari kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, beserta indikator kinerja yang telah ditetapkan secara berjenjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan dan target kinerja kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dengan memperhatikan kondisi pemungkin, tahapan-tahapan, komponen kegiatan baik yang dilaksanakan di pusat maupun di UPT, target lokasi pencapaian kinerja dan verifier yang harus dipenuhi sebagai bukti capaian kinerja.
Besar harapan kami bahwa Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 ini dapat dipedomani dalam rancang tindak seluruh aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal KSDAE dalam pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi lima tahun mendatang. Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen perencanaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas waktu, tenaga dan pemikirannya. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita sekalian, untuk dapat mewujudkan era baru pemanfaatan jasa lingkungan dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc NIP. 19631004 199004 1 001 Bogor, 23 November 2015
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iii
Daftar Gambar ... vi
Daftar Lampiran ... vii
Ringkasan Eksekutif ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Kondisi Umum ... 1
B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hingga Tahun 2014... 7
C. Potensi dan Permasalahan ... 16
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ... 29
III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ... 34
A. Arah Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan ... 35
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE ... 36
C. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pemanfataan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi ... 37
D. Kerangka Regulasi ... 41
E. Kerangka Kelembagaan ... 44
IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 45
A. Target Kinerja ... 45
B. Kerangka Pendanaan ... 67
C. Partisipasi dan Kerjasama Para Pihak ... 68
V. PENUTUP ... 70 Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi ... 7
Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun 2010-2014... 9
Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun
2010-2014...
11
Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum
dikonversi menjadi Izin sampai Akhir 2014...
12
Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode 2008 – 2014 ... 13
Tabel 6 Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan
Konservasi...
15
Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader
Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP ...
16
Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan
Wisatawan Nusantara Tahun 2009-2014 ...
18
Tabel 9 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia ... 19
Tabel 10 Potensi distribusi titik panas bumi pada kawasan hutan di
Indonesia ...
23
Tabel 11 Hubungan Keterkaitan antara Sasaran Strategis KLHK,
Sasaran Program KSDAE dan Kegiatan ...
37
Tabel 12 Hubungan Keterkaitan antara Agenda/Sub Agenda
Nasional, Sasaran Strategis, Sasaran Program KSDAE,
Kegiatan dan IKK Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Kawasan Konservasi ...
40
Tabel 13 IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Kawasan Konservasi ...
45
Tabel 14 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke
kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang
wisatawan mancanegara ...
46
Tabel 15 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK
Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal
sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara ...
49
IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi
minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara
selama 5 tahun...
Tabel 17 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke
kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang
wisatawan nusantara ...
50
Tabel 18 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK
Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal
sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara ...
52
Tabel 19 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Tahun 2015-2019
IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan konservasi
minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara
selama 5 tahun ...
53
Tabel 20 Proyeksi capaian target IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan
pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah
sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ...
53
Tabel 21 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah unit usaha
pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013” dan
waktu pelaksanaan ...
57
Tabel 22 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah unit usaha
pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ...
57
Tabel 23 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan jasa
lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 25 unit selama 5 tahun ...
58
Tabel 24 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah pemanfaatan jasa
lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 25 unit” dan waktu pelaksanaan ...
59
Tabel 25 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan
jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 25 unit ...
60
Tabel 26 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan energi air
dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro
tahun ...
Tabel 27 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah pemanfaatan
energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan
mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal
50 unit” dan waktu pelaksanaan ...
62
Tabel 28 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan
energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan
mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit ...
63
Tabel 29 Proyeksi capaian target IKK Jumlah Unit Usaha
pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi
di kawasan konservasi sebanyak 5 izin selama 5 tahun ...
63
Tabel 30 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah Unit Usaha
pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi
di kawasan konservasi sebanyak 5 izin” dan waktu
pelaksanaan ...
64
Tabel 31 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah Unit Usaha
pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi
di kawasan konservasi sebanyak 5 izin ...
65
Tabel 32 Proyeksi capaian target IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi
Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi ...
66
Tabel 33 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah registrasi atau
sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi” dan waktu pelaksanaan ...
66
Tabel 34 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah registrasi
atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau
Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA)
REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber:
Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015) ....
3
Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan
tingkat pendidikan sampai Akhir 2014...
4
Gambar 3 Sustainable Development Trilogy ... 5 Gambar 4 Emisi dari berbagai sektor (Sumber: IPCC Fourth
Assessment Report, 2007) ...
25
Gambar 5 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman ...
27
Gambar 6 Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2015-2019 ... 30
Gambar 7 Sembilan Agenda Prioritas Nasional 2015-2019 ... 31
Gambar 8 Tujuan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
2015-2019 ...
32
Gambar 9 Sasaran Strategis Pembangunan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan ...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 1,5 juta
orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun ...
72
Lampiran 2 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 20 juta
orang wisatawan nusantara selama 5 tahun ...
73
Lampiran 3 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ..
74
Lampiran 4 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan
konservasi bertambah sebanyak 25 unit”...
75
Lampiran 5 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan
mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit” ...
75
Lampiran 6 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang
beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin” ...
76
Lampiran 7 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+
pada 2 unit kawasan konservasi ...
76
Lampiran 8 Proyeksi Pembiayaan Pencapaian Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi
2015-2019 ...
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan
konservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara
yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan
Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan
supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa
lingkungan hutan konservasi.
Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK
didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, yang terdiri dari: (1) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Air, (2) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata
Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan
Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian
Tata Usaha.
Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan analisis rancang tindak
untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dan
menghasilkan empat nilai strategis yang dapat diekstrak berdasarkan
mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola, serta fungsi dari
masing-masing obyek, yaitu 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2)
Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa
Ekosistem; 4) Konvensi dan Kesepahaman Internasional.
Nilai strategis ketiga merupakan merupakan tanggung jawab
secara bijaksana akan mampu mengubah potensi jasa lingkungan
menjadi potensi ekonomi riil dan menghasilkan multiplier effect yang
sangat besar. Sampai akhir tahun 2014, unit kawasan konservasi di
Indonesia berjumlah 521 unit terdiri dari Cagar Alam (227 unit), Suaka
Margasatwa (81 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115
unit), Taman Buru (13), Taman Hutan Raya (23 unit), KSA-KPA (18 unit),
dengan luas total mencapai 27.108.486,54 hektar. Pada 521 unit kawasan
konservasi tersebut, menyimpan berbagai keunikan fenomena alam yang
berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ecotourism),
potensi sumberdaya air, potensi panas bumi (geothermal) dan potensi
karbon hutan.
Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi
mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014
sebesar 6.111.613 orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak
5.584.656 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 526.957 orang.
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kehutanan, ODTWA di kawasan konservasi tersebut mampu
menghasilkan PNBP pada tahun 2014 sebesar Rp. 68.160.229.054.
Kawasan konservasi tersebut juga menyimpan potensi sumberdaya
air sebesar ±600 Milyar M3. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan massa
airnya maupun aliran airnya untuk keperluan energi. Sejak
diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka
pemanfaatan massa air dan aliran air di kawasan konservasi dapat
dilakukan secara legal melalui mekanisme perizinan. Izin pemanfaatan air
tersebut dapat dilakukan pada areal pemanfaatan air yang telah
ditetapkan. Berdasarkan peraturan tersebut volume air yang dapat
dimanfaatkan baik untuk keperluan komersial maupun non komersial
maksimum sebesar 50% dari debit air minimal di kawasan konservasi
pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari Izin Pemanfaatan Air (IPA)
sebanyak 63 unit (49 unit berlokasi di taman nasional, 7 unit di taman
wisata alam dan 7 unit di suaka margasatwa) dan Izin Pemanfaatan
Energi Air (IPEA) sebanyak 1 unit berlokasi di taman nasional.
Kawasan konservasi juga menyimpan potensi listrik dari geothermal
sebesar kurang lebih 6,16 GW atau sebesar 22% dari potensi panas bumi
yang berada pada kawasan hutan di Indonesia. Potensi panas bumi di
kawasan konservasi tersebut tersebar di taman nasional, taman wisata
alam dan cagar alam.
Dalam konteks perubahan iklim global, keberadaan hutan berperan
sebagai penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sink). Kawasan
konservasi di Indonesia menyimpan karbon kurang lebih 625 Giga Ton
CO2. Vegetasi dan tanah mampu menyimpan 7.500 Giga Ton CO2 (dua
kali CO2 yang ada di atmosfir). Hutan mampu menyimpan 4.500 Giga Ton
CO2 (lebih besar daripada di atmosfir). Hutan tropis dapat menyimpan
karbon sekitar 40% dari hutan dunia. Tegakan di hutan tropis dapat
menahan karbon sekitar 50% lebih besar dari kapasitas tegakan di luar
hutan tropis. Penyelenggaraan karbon hutan pada periode 2010-2014
merupakan tahap penyelenggaraan Demonstration Activities-Reducing
Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA-REDD). Sampai
akhir tahun 2014 telah terdapat tiga kawasan konservasi yang telah
mendapatkan persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan yaitu TN
Berbak, TN Sebangau dan TN Meru Betiri.
Pada periode pembangunan menengah 2015-2019, pembangunan
bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi melanjutkan
pembangunan pada periode 2010-2014 dan mengembangkan potensi
jasa lingkungan yang lain. Berdasarkan dinamika pembangunan nasional,
isu-isu strategis, hasil identifikasi, monitoring dan evaluasi, maka
pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi dilakukan
secara berjenjang mengikuti sasaran strategis Kementerian Lingkungan
Sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi adalah terjaminnya efektifitas pemanfaatan jasa lingkungan
hutan konservasi. Arah kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran
kegiatan tersebut adalah: 1) mendukung Sub agenda nasional bidang
pariwisata melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan
lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa
dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; 2)
mendukung Sub Agenda Nasional bidang Ketahanan Air melalui
pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara
lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa
lingkungan kawasan konservasi; 3) mendukung Sub Agenda Nasional
bidang Ketahanan Energi melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan
dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa
dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; dan 4)
mendukung Sub Agenda Nasional bidang pelestarian SDA, LH dan
Pengelolaan Bencana melalui pelestarian keseimbangan ekosistem dan
keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem
penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan
serta peningkatan efektifitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya
konservasi keanekaragaman hayati.
Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Kawasan Konservasi 2015-2019, dicapai melalui 7 (tujuh)
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), yaitu:
1) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 1,5 juta
orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun
2) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 20 juta
orang wisatawan nusantara selama 5 tahun
3) Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan
4) Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan
konservasi bertambah sebanyak 25 unit
5) Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk
keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal
50 unit
6) Jumlah unit usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang
beroperasi di kawasan konservasi sebanyak minimal 5 unit.
7) Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau
Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2
unit Kawasan Konservasi.
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi tahun 2015-2019,
atau selama periode rencana srategis sebesar Rp.722.725.314.000,-.
Pendanaan indikatif tersebut terbagi pada Direktorat PJLHK sebesar RP
47.225.314.000,-, UPT KSDA sebesar Rp 305.500.000.000,- dan UPT
Taman Nasional sebesar Rp 370.000.000.000,-. Untuk lebih
mengoptimalkan pencapaian sasaran dan target kinerja Kegiatan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi kebutuhan
pendanaan tersebut masih perlu ditunjang dengan kerjasama para pihak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
Tren pemanfaatan kawasan konservasi terus berkembang.
Sebelumnya konservasi hanya ditujukan untuk konservasi dan
pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan
hidupan liar. Beberapa tahun terakhir pengembangan tersebut cenderung
ke arah pemanfaatan secara lestari dan kecenderungan tersebut semakin
menguat dari waktu ke waktu bersamaan dengan tuntutan bahwa setiap
entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat dan para pihak.
Paradigma baru pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya
hutan (forest resource based management) telah membuka peluang bagi
pemanfaatan jasa lingkungan yang sebelumnya masih terabaikan. Hal
tersebut mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan hutan
yang semula merupakan barang tidak bernilai (non marketable goods)
menjadi barang bernilai (marketable goods). Perubahan apresiasi nilai
tersebut membawa konsekuensi untuk upaya pengaturan dan
pengendalian agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkelanjutan.
Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan
koservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara
yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan
Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan
supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa
lingkungan hutan konservasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut
1. Penyiapan perumusan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa
lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata
alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan
panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa
lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata
alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan
panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;
3. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kerjasama
pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa
lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air,
pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi
dan pemasaran;
4. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria kerjasama
pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya,
dan taman buru;
5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan
teknis kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi,
pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa
lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon,
serta promosi dan pemasaran;
6. Supervisi atas pelaksanaan urusan kerjasama pemanfaatan jasa
lingkungan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional,
taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru di daerah; dan
7. Pelaksanaan administrasi Direktorat.
Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK
didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan
Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian
Tata Usaha. Struktur organisasi Direktorat PJLHK sebagaimana Gambar 1.
Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber: Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015)
Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan pemanfaatan jasa
lingkungan hutan konservasi, sampai akhir tahun 2014 Direktorat PJLHK
berdasarkan tingkat pendidikannya terdiri dari S3 (1 orang), S2 (20 orang),
S1 (26 orang), D3 (5 orang), SLTA (24 orang) dan SLTP (1 orang)
(Gambar 2)
Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan tingkat pendidikan sampai Akhir 2014
Rencana Strategis Direktorat PJLHK disusun sebagai amanat dari
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, dengan mengacu pada agenda pembangunan
nasional sebagaimana tertuang dalam RPJMN Tahun 2015-2019 dan
merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Tahun 2015-2019
sekaligus berfungsi sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di lingkungan
Ditjen KSDAE dalam menyusun perencanaan jangka menengah bidang
pemanfaatan jasa lingkungan kawasan koservasi.
Direktorat PJLHK bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, sehingga
Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 menjabarkan
strategi pencapaian sasaran kegiatan melalui beberapa unit kegiatan dan
elemen kegiatan, serta indikator yang dapat menggambarkan kinerja
pencapaiannya baik pada level kegiatan, unit kegiatan dan elemen
kegiatan.
S‐2 (25,97 %)
D3 (6,49 %) SLTA (31,17 %)
S‐3 (1,30 %) SLTP (1,30 %)
Sebagaimana Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE yang
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renstra Direktorat PJLHK,
landasan berpikir dalam analisis perencanaan strategis Direktorat PJLHK
juga menekankan pada isu pembangunan berkelanjutan yang mulai
diwacanakan secara luas sejak pelaksanaan KTT Bumi di Rio de Janeiro
pada tahun 1992 (Rio Declaration on Environment and Development).
Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan umat manusia, dengan
upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara lintas
generasi. Kata kunci untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah keserasian
dan keseimbangan dari berbagai kepentingan utama, yang kemudian
dikelompokkan secara garis besar menjadi tiga kepentingan yaitu
ekonomi, ekologi, dan sosial (Gambar 3)
Gambar 3 Sustainable Development Trilogy
Menurut Indrawan dkk (2007), prinsip dan etika konservasi yang
terus berkembang hingga saat ini setidaknya mencakup lima hal (Gambar
3), yaitu: (1) Keanekaragaman spesies dan komunitas biologis harus
dipelihara untuk kepentingan ekonomi dan sosial; (2) Percepatan
EKONOMI EKOLOGI
kepunahan spesies dan populasi secara tidak wajar harus dihindari; (3)
Kompleksitas ekologis harus dipelihara di habitat alaminya; (4) Evolusi
harus terus berlanjut, sehingga aktivitas manusia yang membatasi
berkembangnya populasi dan spesies harus dihindari; (5) Nilai intrinsik
keanekaragaman hayati harus dijaga karena keberadaannya
merupakan perpaduan dari seluruh kepentingan yang saling terkait
(ekonomi, ekologi dan sosial).
Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal KSDAE telah
melakukan analisis rancang tindak untuk mewujudkan mandat
pembangunan berkelanjutan dengan tetap mengadopsi prinsip dan etika
konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem, melalui empat upaya
sistematis (Gambar 3), yaitu: (1) preservasi ekosistem dan habitat alami;
(2) konservasi spesies dan genetik; (3) pengembangan keekonomian
pemanfaatan jasa-jasa ekosistem; serta (4) perlindungan dan
pengamanan kawasan konservasi, ekosistem alami lainnya (ekosistem
esensial dan High Conservation Value Forest), keanekaragaman spesies,
dan keanekaragaman sumberdaya genetik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat 4 nilai strategis pada
program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem yang dapat
diekstrak berdasarkan mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola
serta fungsi dari masing-masing obyek. Keempat nilai strategis tersebut
yaitu, 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2) Kawasan
Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa Ekosistem; 4)
Konvensi dan Kesepahaman Internasional.
Dari keempat nilai strategis tersebut, nilai strategis ketiga merupakan
merupakan tanggung jawab Direktorat PJLHK. Kawasan konservasi
menyediakan potensi berbagai jenis jasa ekosistem/jasa lingkungan.
Pengelolaan kawasan konservasi secara bijaksana akan mampu
mengubah potensi jasa lingkungan menjadi potensi ekonomi riil dan
menghasilkan multiplier effect yang sangat besar.
(75 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit),
Taman Buru (13 unit), Taman Hutan Raya (23 unit) dan KPA-KSA (18
unit) dengan luas total mencapai 27.108.486,54 hektar (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi
No Fungsi Kawasan Jumlah Unit Luas (Ha)
1. Cagar Alam 222 3.957.691,66
2. Cagar Alam Laut 5 152.610,00
3. Suaka Margasatwa 71 5.024.138,29
4. Suaka Margasatwa Laut 4 5.588,25
5. Taman Nasional 43 12.328.523,34
6. Taman Nasional Laut 7 4.043.541,30
7. Taman Wisata Alam 101 257.323,85
8. Taman Wisata Alam Laut 14 491.248,00
9. Taman Buru 13 220.951,44
10. Taman Hutan Raya 23 351.680,41
11. KSA-KPA 18 275.190,00
Jumlah 521 27.180.132,28
Sumber: Kementerian Kehutanan (2014)
Pada 521 unit kawasan konservasi di Indonesia tersebut, terdapat
berbagai keunikan fenomena alam yang berpotensi sebagai obyek dan
daya tarik wisata alam (ecotourism). Sejumlah kawasan tersebut juga
menyimpan potensi sumberdaya air, panas bumi dan karbon hutan.
B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Kawasan Konservasi Hingga Tahun 2014
Pada era Kementerian Kehutanan, sebelum berganti nomenklatur
menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Direktorat
Jenderal KSDAE masih bernama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam (PHKA), Direktorat PJLHK bernama Direktorat
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung
(PJLKKHL). Namun demikian, walaupun terjadi perubahan nomenklatur,
mandat, tugas, fungsi dan fokus kegiatan Direktorat PJLHK tidak banyak
konservasi difokuskan pada pemanfaatan nilai keekonomian kawasan
konservasi dan keanekaragaman hayati. Nilai-nilai keekonomian tersebut
antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam yang
ada di dalam kawasan konservasi, intensifikasi dan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan
konservasi baik untuk kepentingan komersial maupun non komersial
(massa air dan energi air), perdagangan simpanan karbon pada kawasan
konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di dalam
kawasan konservasi.
Pada pelaksanaan Rencana Strategis 2010-2014, Direktorat
PJLKKHL sesuai dengan tugas dan fungsinya mendukung pelaksanaaan
Program Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati melalui
kegiatan Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi dan Hutan Lindung. Sasaran kegiatan tersebut adalah
meningkatnya kualitas dan kuantitas pemanfaatan jasa lingkungan dan
wisata alam. Pelaksanaan kegiatan tersebut pada tahun 2010-2014
dicapai melalui 5 (lima) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yaitu:
a) Pengusahaan pariwisata alam meningkat 60 % dibandingkan tahun
2008;
b) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit;
c) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pengusahaan
pariwisata alam meningkat 100 % dibandingkan tahun 2008;
d) Pelaksanaan Demonstration Activities Reduction Emission from
Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua)
kawasan konservasi (hutan gambut);
e) Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok
Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat
diberdayakan meningkat 10 % dari tahun 2009.
Capaian pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat PJLKKHL melalui
1. Pengusahaan Pariwisata Alam Meningkat 60% dibandingkan
Tahun 2008
Baseline data yang digunakan dalam pengukuran capaian IKK ini
adalah jumlah kumulatif Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yang
diterbitkan sampai dengan tahun 2008. Jumlah IPPA tersebut adalah 18
unit IPPA.
Sejak diberlakukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.48/Menhut-II/2010 jo P.4/Menhut-II/2012 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Alam, izin usaha pariwisata alam terdiri dari 2
(dua) jenis yaitu Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA)
dan Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA). Jumlah izin
usaha pengusahaan pariwisata alam yang diterbitkan pada tahun 2009
sampai dengan 2014 adalah 79 unit terdiri dari 11 unit IUPSWA dan 68
unit IUPJWA (Tabel 2).
Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun 2010-2014
No Jenis Izin Pemanfaatan
Jasa Wisata Alam
Baseline Data sampai dengan 2008
Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa
Wisata Alam Pada Tahun (unit) Jumlah
2009-2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014
A. IPPA/IUPSWA
1. Taman Nasional 7 1 1 2
2. TWA 11 2 1 1 4 1 2 9
Jumlah IPPA/IUPSWA 18 2 1 1 5 2 2 11
B. IUPJWA
1. Taman Nasional - - - 1 4 10 53 68
2. TWA - - - 0 0 0 0 0
Jumlah IUPJWA - - - 1 4 10 53 68
Jumlah IPPA/IUPSWA
+ IUPJWA 18 2 1 2 9 12 55 79
Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014
Dengan menggunakan baseline data 2008, maka capaian kinerja
IKK ini adalah 438,89%. Hasil capaian tersebut telah melampaui target
yang ditetapkan dalam Renstra 2010-2014.
Selain IPPA/IUPSWA yang telah diterbitkan pada periode
sebanyak 20 unit yang berlokasi di taman nasional sebanyak 6 unit dan di
taman wisata alam sebanyak 14 unit.
2. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25
unit
Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air, pada awalnya
merupakan kerjasama antara pemangku kawasan konservasi dengan
pihak ketiga. Dasar peraturan yang digunakan pada mulanya adalah
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang
Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam. Berdasarkan peraturan tersebut bentuk pemanfaatan jasa
lingkungan air menggunakan dasar MoU (Memorandum of Understanding)
Pasca terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64 tahun 2013
tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, kerjasama
dimaksud kemudian dikonversi menjadi perizinan pemanfaatan jasa
lingkungan air. Izin pemanfaatan air yang diberikan berupa pemanfaatan
massa air dan pemanfaatan energi air. Jenis-jenis Izin tersebut terdiri dari
1) Izin Pemanfaatan Air (IPA), 2) Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA), 3)
Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA), dan 4) Izin Usaha Pemanfaatan
Energi Air (IUPEA). IPA dan IPEA untuk pemanfaatan non komersial
sedangkan IUPA dan IUPEA untuk pemanfaatan komersial.
Sampai akhir tahun 2014, telah diterbitkan sebanyak 64 izin
pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari IPA sebanyak 63 unit dan
IPEA sebanyak 1 unit (Tabel 3). Lokasi 63 unit IPA berada di taman
nasional sebanyak 49 unit, di taman wisata alam dan di SM
masing-masing 7 unit. Satu unit IPEA berlokasi di taman nasional. Sedangkan
IUPA dan IUPEA sampai akhir tahun 2014 masih dalam proses
Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun 2010-2014
No Jenis Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada
Tahun (unit)
Jumlah
2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014
A. IPA
1. Taman Nasional ‐ ‐ ‐ ‐ 49 49
2. Taman Wisata Alam ‐ ‐ ‐ ‐ 7 7
3. Suaka Margasatwa ‐ ‐ ‐ ‐ 7 7
4. Hutan Suaka Alam ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 0
Jumlah IPA - - - - 63 63
B. IUPA
1. Taman Nasional - - - 0
2. Taman Wisata Alam - - - 0
Jumlah IUPA - - - 0
Jumlah IPA + IUPA - - - - 63 63
C. IPEA
1. Taman Nasional - - - - 1 1
2. Taman Wisata Alam - - - 0
Jumlah IPEA - - - - 1 1
D. IUPEA
1. Taman Nasional - - - 0
2. Taman Wisata Alam - - - 0
Jumlah IUPEA - - - 0
Jumlah IPEA + IUPEA - - - - 1 1
Jumlah IPA + IUPA + IPEA + IUPEA - - - - 64 64
Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014 Keterangan:
IPA : Izin Pemanfaatan Air IUPA : Izin Usaha Pemanfaatan Air IPEA : Izin Pemanfaatan Energi Air IUPEA : Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air
Dalam pencapaian IKK “Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air
baru sebanyak 25 unit” pada periode 2010-2014, baseline data yang
digunakan dalam perhitungan capaian kinerja IKK tersebut adalah pada
awal tahun 2010 adalah 0 unit izin. Dengan menggunakan baseline data
tersebut, persentase capaian kinerja IKK ini sampai akhir tahun 2014
Selain itu, sampai akhir tahun 2014, masih terdapat 11 MoU
pemanfaatan jasa lingkungan air yang berlokasi di taman nasional yang
belum dikonversi menjadi izin (Tabel 4). Sebelas MoU tersebut terdiri dari
10 unit MoU pemanfaatan massa air dan 1 MoU pemanfaatan energi air.
Pada pembangunan bidang jasa lingkungan pada periode 2015-2019
kesebelas MoU yang belum dikonversi menjadi izin tersebut termasuk
menjadi target pencapaian IKK pemanfaatan jasa lingkungan air yang
akan dikonversi menjadi izin.
Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum dikonversi menjadi Izin sampai Akhir 2014
No Jenis MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada Tahun (unit)
Jumlah MoU yang belum dikonversi menjadi Izin
2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014
A. Pemanfaatan massa air
1. Komersial 1 3 3 ‐ ‐ 8
2. Non Komersial 2 1 ‐ ‐ ‐ 3
Jumlah MoU Pemanfaatan Massa air 3 4 3 10
B. Pemanfaatan energi air
1. Komersial - 1 - - - 1
2. Non Komersial - - - 0
Jumlah MoU Pemanfaatan Energi Air 0 1 0 - - 1
Jumlah MoU Pemanfaatan massa air
+ MoU Pemanfaatan energi air 3 4 3 - - 11
Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014
Pemanfaatan air dan energi air sebagaimana ketentuan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 dilaksanakan
berdasarkan rencana pengelolaan dan hasil inventarisasi sumber daya air.
Inventarisasi sumber daya air dilakukan untuk menentukan areal
pemanfaatan potensi air dan energi air. Sampai akhir tahun 2014, telah
ditetapkan 7 areal pemanfaatan air di 7 lokasi yaitu TWA Gunung Baung,
TWA Wera, TWA Kerandangan, TWA Bukit Tangkiling, TN Gunung
3. Peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang
pengusahaan pariwisata alam meningkat 100% dibandingkan
tahun 2008
Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Kehutanan, sampai akhir tahun 2014 bidang Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Kawasan Konservasi terutama wisata alam telah memberikan
kontribusi berupa PNBP sebesar Rp 68.160.229.054. Selama 5 tahun,
telah terjadi peningkatan PNBP per tahun (Tabel 5).
Pada Renstra 2010-2014, ditetapkan target peningkatan PNBP
adalah sebesar 100% dari PNBP tahun 2008. Pada akhir periode Renstra
2010-2014, PNBP bidang pariwisata alam sebesar pada tahun 2014
meningkat sebesar 1.045,09% dibandingkan PNBP tahun 2008. Beberapa
hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan PNBP antara lain adanya
upaya dari UPT untuk meningkatkan PNBP di masing-masing kawasan
yang mempunyai potensi wisata, kegiatan pameran dan promosi di tingkat
daerah, nasional maupun internasional serta adanya reformasi birokrasi
melalui penyederhanaan proses perijinan pengusahaan pariwisata alam.
Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode 2008 – 2014
TAHUN SUMBER PNBP JUMLAH
PIPPA IHUPA KARCIS MASUK
2008 1.685.000 14.139.885 5.936.555.262 5.952.380.147
2009 192.870.566 193.493.400 7.517.956.832 7.904.320.798
2010 294.319.660 1.076.858.586 19.444.242.426 20.815.420.672
2011 102.922.500 118.212.233 26.679.137.821 26.900.272.554
2012 357.718.000 188.262.278 20.039.871.992 20.585.852.270
2013 55.788.000 241.623.598 36.073.742.293 36.371.153.891 2014
6.540.410.000 257.082.092 61.362.736.962 68.160.229.054
Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 selain menetapkan tarif
beberapa aturan dibawahnya, yaitu 1) Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.36/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Penetapan Rayon di TN,
Tahura, TWA, dan TB dalam rangka pengenaan PNBP bidang Pariwisata
Alam; 2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2014
tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran PNBP
bidang PHKA; 3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.38/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Kegiatan Tertentu Pengenaan
Tarif Rp. 0,00 (Nol Rupiah) di KSA, KPA, TB dan Hutan Alam.
4. Pelaksanaan Demonstration Activities Reducing Emission from
Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua)
kawasan Konservasi (hutan gambut)
Pada periode 2010-2014 merupakan tahap penyelenggaraan
DA-REDD (Demonstration Activities-REDD). DA-REDD dimaksudkan untuk
menguji dan mengembangkan metodologi, teknologi dan institusi
pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi
emisi karbon melalui pengendalian deforestasi dan degradasi hutan.
Penyelenggaraan karbon hutan mengacu pada peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: 20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon
Hutan. Sampai akhir tahun 2014, telah terdapat 3 kawasan konservasi
yang telah mendapat persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan,
yaitu:
1) TN Berbak, dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
SK.549/Menhut-II/2013 tanggal 31 Juli 2013, tentang persetujuan
DA-REDD+ pada TN Berbak seluas ± 142.750 ha.
2) TN Sebangau dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
SK.831/Menhut-II/2013 tanggal 26 November 2013, tentang
persetujuan DA-REDD+ pada TN Berbak seluas ± 74.167 ha.
3) TN Meru Betiri dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
Target pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan karbon hutan
pada periode 2010-2014 adalah pelaksanaan DA-REDD pada 2 kawasan
konservasi. Target tersebut telah terlampai dengan disetujuinya
pelaksanaan DA-REDD pada 3 lokasi sampai akhir 2014. Pelaksanaan
DA-REDD memerlukan upaya dan dana yang sangat besar. Dukugan dari
berbagai pihak sangat diperlukan untuk penyelenggaraan DA-REDD
tersebut. Demikian pula DA-REDD pada 3 kawasan konservasi tersebut
juga mendapat dukungan dari berbagai pihak (Tabel 6)
Tabel 6 Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan Konservasi
NO KEG. DA REDD+
LOKASI
TN SEBANGAU TN MERU BETIRI TN BERBAK
1. Kerjasama Kemenhut dengan WWF Indonesia
Kemenhut dengan ITTO Kemenhut dangan The Zoological Society of London (ZSL) Carbon Stocks in TNMB
Pelaksanaan persiapan program pengurangan emisi karbon dari Deforestasi dan degradasi hutan (Program REDD+) di TN Berbak Provinsi Jambi..
3. Executing Agency
Direktorat PJLHK Puslitbang BTN Berbak
4. Implementing Agency
BBTN Sebangau • Puslitbang Kebijakan dan Perubahan Iklim
● Distribusi Insentif ● Peningkatan
• Pengembangan kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya melalui program pemanfaatan penyerapan/penyimpana n karbon
• Pengembangan opsi-opsi pendanaan lain untuk satwa liar dan habitatnya melalui jasa lingkungan.
5. Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok
Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat
diberdayakan meningkat 10% dari tahun 2009
Sebagai upaya penyadartahuan tentang Konservasi Sumberdaya
melaksanakan upaya peningkatan peran serta dan kapasitas masyarakat
tentang KSDAH & E melalui Bina Cinta Alam. Sampai dengan tahun 2014,
Kementerian Kehutanan telah bermitra dengan 43.190 Kader Konservasi
(KK), 2.401 Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan 84 Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM)/Kelompok Profesi (KP). Data KK, KPA, KSM/KP pada
tahun 2009 adalah berturut-turut sebanyak 38.834 orang Kader
Konservasi, 1.317 kelompok KPA dan 84 kelompok KSM. Hal ini berarti
capaian IKK ini adalah terjadi peningkatan KK sebesar 7,11%, jumlah KPA
yang aktif sebesar 133,72% dan KSM yang aktif 0%. Jumlah total Mitra
Bina Cinta Alam tahun 2009 adalah 39.681 Mitra, sedangkan tahun 2014
berjumlah 45.141 mitra. Jumlah mitra bina cinta alam pada tahun 2014
mengalami kenaikan sebesar 13,76% dari tahun 2009 (Tabel 7)
Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP
Tahun Kader Konservasi (KK) KPA KSM/KP
Pemula Madya Utama Jumlah Aktif Tdk Aktif
Jumlah Aktif Tidak Aktif
Jumlah 2009 33.285 4.922 627 38.834 780 537 1.317 67 17 84 2010 34.215 4.923 627 39.765 780 537 1.317 67 17 84 2011 35.850 4.990 627 41.467 1.823 527 2.350 67 17 84 2012 35.980 4.990 627 41.597 1.823 527 2.350 67 17 84 2013 36.828 5.131 681 42.640 1.823 527 2.350 67 17 84 2014 37.363 5.146 681 43.190 1.884 517 2.401 67 17 84
Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015
C. Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan dalam rangka pelaksanaan mandat, tugas
dan fungsi Direktorat PJLHK antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi
dari isu-isu strategis bidang pemanfaatan jasa lingkungan kawasan
konservasi yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini,
isu terkait pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi yang
antara lain berupa: 1) pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam
yang ada di dalam kawasan konservasi, 2) intensifikasi dan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan
konservasi untuk kepentingan baik komersial maupun non komersial
(massa air dan energi air), 3) perdagangan simpanan karbon pada
kawasan konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di
dalam kawasan konservasi.
1. Potensi Pemanfaatan Jasa Lingkungan
a) Pemanfaatan Jasa Wisata Alam
Indonesia mempunyai kekuatan pariwisata pada tiga unsur yakni
nature, culture, dan manmade. Menurut Kementerian Pariwisata (2014), ketiga unsur kekuatan pariwisata tersebut mampu mendatangkan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara pada tahun
2014 masing-masing berjumlah 9,3 juta dan 250 juta. Devisa yang
dihasilkan dari kunjungan wisatawan tersebut sebesar Rp 120 Trilyun. Berdasarkan BPS (2014) sumbangan devisa pariwisata terhadap PDB
Nasional adalah 4%, sedangkan menurut WTTC devisa tersebut menyumbang 9% terhadap PDB Nasional. Sampai tahun 2014, indeks daya saing pariwisata nasional menempati urutan ke 70 di dunia. Sektor pariwisata nasional telah membuka kesempatan kerja sebanyak 11 juta tenaga kerja.
Diantara ketiga unsur pariwisata tersebut di atas, perkembangan pariwisata alam akhir-akhir ini sangat pesat. Enam puluh persen (60%) kekuatan utama pariwisata alam Indonesia terletak pada potensi alam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya berada pada kawasan konservasi yang terdiri dari Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13 unit) (Tabel 1)
Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi
mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014
sebesar 6.111.613 orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak
(Direktorat Jenderal PHKA, 2014). Jumlah tersebut relatif meningkat per
tahun selama 2010-2014 (Tabel 8). Dengan diberlakukannya Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, ODTWA di kawasan
konservasi tersebut mampu menghasilkan PNBP pada tahun 2014
sebesar Rp. 68.160.229.054.
Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan Wisatawan Nusantara Tahun 2009-2014
Kawasan Konservasi
Jumlah Per Tahun (orang)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Wisatawan Mancanegara (Wisman)
TN 84.640 75.638 129.089 142.031 216.846 240.505
TWA 38.897 38.540 149.604 219.369 264.409 274.711
Jumlah Wisman 123.537 114.178 278.693 361.400 481.255 515.216
Wisatawan Nusantara (Wisnus)
TN 1.020.674 1.194.083 1.532.995 1.674.376 1.748.460 2.153.099 TWA 1.050.031 2.034.125 3.280.635 2.651.171 2.508.030 3.314.774
Jumlah Wisnus 2.070.705 3.228.208 4.813.630 4.325.547 4.256.490 5.467.873
Jumlah Wisman +
Wisnus 2.194.242 3.342.386 5.092.323 4.686.947 4.737.745
5.983.089 Sumber: Laporan Statistik Direktorat PJLKKHL Tahun 2014
b) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(2015), secara keseluruhan ketersediaan air nasional mencapai 3.900
Milyar m3/tahun, namun sebanyak 75% masih terbuang percuma. Seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, diperkirakan
kebutuhan air bersih akan terus meningkat sebesar 2% per tahun.
Kebutuhan air rata-rata per tahun penduduk Indonesia mencapai 111
Miliar m3/tahun. Selain itu berdasarkan informasi pengusaha air minum
kemasan, saat ini kebutuhan air minum kemasan adalah 17 juta m3/tahun
dan diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 5%/tahun.
Meskipun data menunjukkan bahwa ketersediaan air di Indonesia
pulau utama di Indonesia tidak sama. Pulau Jawa, Sulawesi, Bali dan
Nusa Tenggara diperkirakan akan mengalami defisit air (Tabel 9)
Tabel 9 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia
Pulau Ketersediaan Air (Juta m3/Tahun)
Kebutuhan Air (Juta m3/Tahun)
Jumlah Surplus/Defisit Surplus
/Defisit
Jumlah (Juta m3/Tahun)
Sumatera 111.178 49.583 Surplus 61.494
Jawa 38.569 164.672 Defisit 42.518
Bali 1.067 28.719 Defisit 27.652
Sulawesi 34.788 77.305 Defisit 42.518
Nusa Tenggara 4.251 8.797 Defisit 4.546
Papua Surplus 349.279
Kalimantan NA NA
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, 2015
Kawasan konservasi menyimpan potensi sumberdaya air, yang dapat
dimanfaatkan massa airnya maupun aliran airnya untuk keperluan energi.
Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka
pemanfaatan massa air dan aliran air di kawasan konservasi dapat
dilakukan secara legal melalui mekanisme perizinan. Izin pemanfaatan air
di kawasan konservasi dapat dilakukan pada areal pemanfaatan ait yang
telah ditetapkan. Berdasarkan peraturan tersebut, volume air yang dapat
dimanfaatkan baik untuk kegiatan komersial maupun non komersial
maksimum sebesar 50% dari debit air minimal di kawasan konservasi
tersebut. Debit air diperoleh dari hasil inventarisasi sumberdaya air.
Menurut Darusman potensi air komersial pada Taman Nasional di
Indonesia sekitar 6,5 milyar m3/tahun. Besarnya potensi air tersebut masih
bertambah dari potensi air di Taman Wisata Alam (TWA), Suaka
Margasatwa (SM) dan Cagar Alam (CA). Potensi air di kawasan
konservasi mencapai 600 Milyar M3/tahun.
Potensi air tersebut mempunyai nilai ekonomi yang luar biasa apabila
dikelola dengan benar, baik air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih (air
kemasan maupun PDAM), maupun air sebagai sumber energi pembangkit
listrik. Hasil kajian nilai ekonomi potensi air di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango untuk keperluan air minum masyarakat dan pertanian
ditunjukkan dari potensi air di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
untuk air minum masyarakat sebesar Rp 3,433 Milyar/tahun dan untuk
keperluan pertanian sebesar Rp 1,593 Milyar/tahun. Sedangkan nilai
ekonomi potensi air di Taman Wisata Alam Papandayan untuk air minum
sebesar Rp 1,623 Milyar/tahun dan untuk keperluan pertanian sebesar Rp
11,111 Milyar/tahun.
Selain pemanfaatan massa air, potensi air di kawasan konservasi juga
dimanfaatkan untuk mikrohidro (menghasilkan tenaga listrik dengan daya
kurang dari 1.000 kilowatt) dan minihidro (menghasilkan tenaga listrik
dengan daya 1.000 – 10.000 kilowatt). Kementerian ESDM menyatakan
bahwa setiap meter kubik air yang memiliki perbedaan ketinggian 2 m,
akan mampu menghasilkan energi listrik sekitar 19,6 watthour. Potensi
Tenaga Air dan gradien sungai yang dapat digunakan untuk PLTMH
tersebar hampir di seluruh bagian hulu sungai-sungai Indonesia dengan
total perkiraan sampai 75.000 MW, sementara pemanfaatannya sampai
tahun 2014 masih sekitar 9% dari total potensi tersebut.
Energi air termasuk jenis energi baru dan terbarukan. Seiring dengan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup masyarakat, terjadi pula
peningkatan konsumsi listrik. Di sisi lain, belum semua masyarakat
Indonesia dapat menikmati listrik, terutama di daerah-daerah remote area.
Sementara pasukan listrik yang bersumber dari energi fosil cenderung
menurun dan tidak adanya penambahan temuan cadangan minyak dan
gas bumi baru, sehingga pembangkit listrik tenaga minihidro dan
mikrohidro sebagai salah satu jenis energi baru dan terbarukan
berpeluang untuk dikembangkan. Dalam perencanaan nasional
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro (PLTMH) bersama dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) direncanakan memiliki kapasitas
terpasang tahun 2015 sebesar 8.342 MW dan meningkat menjadi 10.622
MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangkit sebesar 2.510,7
MW selama 5 tahun. Pada kawasan konservasi selama tahun 2015-2019
c) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi
Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu
Lempeng tektonik Eurosia, Hindia-Australia, dan Pasifik. Sebagai
akibatnya, Indonesia memiliki ancaman bahaya geologi (geo-hazard) yang
tinggi karena merupakan wilayah cincin api (ring of fire), namun juga
menjadi negara yang kaya akan keanekaragaman energi.
Kebutuhan konsumsi listrik dalam negeri terus meningkat seiring terus
meningkatnya taraf hidup dan pertumbuhan ekonomi, di lain pihak
pasokan listrik yang tersedia terus menurun, sehingga jika antara
pertumbuhan konsumsi tidak disertai dengan pertumbuhan pasokan yang
memadai, maka Indonesia akan mengalami krisis energi. Diperkirakan
pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami krisis energi sebesar 69 GW.
Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan energi nasional masih
mengandalkan energi fosil, terutama minyak dan gas bumi (migas).
Minyak bumi yang telah lebih dari 100 tahun menjadi tumpuan ekonomi
Indonesia, dari waktu ke waktu cadangannya mulai menipis. Jumlah
cadangan minyak bumi Indonesia sampai akhir tahun 2014 hanya sekitar
0,20% dari cadangan minyak dunia. Sejak tahun 1995 produksi minyak
bumi Indonesia menurun, dari sekitar 1,6 juta bpd, menjadi sekitar 789
ribu bpd tahun 2014. Pada periode 2010-2013 Indonesia lebih banyak
memproduksikan minyak bumi dibandingkan menemukan cadangan
minyak. Padahal idealnya setiap 1 barel minyak yang diproduksikan harus
dikompensasi dengan penemuan cadangan sejumlah 1 barel.
Sampai akhir tahun 2014, menurut Kementerian ESDM cadangan
terbukti minyak bumi sebesar 3,6 milliar barel dan dengan tingkat produksi
saat ini maka umur cadangan tersebut hanya sekitar 13 tahun. Cadangan
terbukti gas bumi sampai akhir tahun 2014 sebesar 100,3 TCF dan akan
bertahan selama 34 tahun. Usia cadangan migas tersebut diasumsikan
apabila tidak ada penemuan cadangan migas baru. Dalam 5 tahun
terakhir, cadangan terbukti migas mengalami penurunan.
Sementara itu, masih ada potensi energi lain namun pemanfaatannya
ESDM (2015) beberapa jenis energi baru dan terbarukan yang potensi
untuk dikembangkan antara lain energi air, panas bumi, biomassa, surya,
angin dan hybrid serta gelombang laut. Diantara potensi energi tersebut,
yang mendapat perhatian cukup besar dari banyak kalangan adalah
energi panas bumi.
Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah,
tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan
potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas bumi Indonesia
merupakan nomor 2 terbesar di dunia (13% potensi dunia). Namun,
kapasitas terpasang PLTP di Indonesia masih rendah yaitu hanya 4,9%.
Sebagai perbandingan, Filipina meskipun potensinya lebih kecil namun
pemanfaatan potensi panas buminya mencapai 46,2%.
Mengacu pada hasil survey panas bumi di Indonesia yang telah
dilakukan oleh Badan Geologi, hingga tahun 2014 telah teridentifikasi
sebanyak 299 titik potensi panas bumi. Potensi titik tersebut tersebar di
hutan konservasi (48 titik), hutan lindung (56 titik), hutan produksi (50 titik)
dan APL (145 titik) (Tabel 8). Potensi panas bumi di kawasan konservasi
dapat menghasilkan energi listrik sebesar 6,16 GW atau 22% dari potensi
energi listrik yang bersumber dari panas bumi yang ada pada kawasan
hutan di Indonesia.
Beberapa kawasan konservasi tersebut antara lain Taman Nasional
(TN) Gunung Leuser, TN Batang Gadis, TN Kerinci Seblat, TN Bukit
Barisan Selatan, TN halimun Salak, TN Gunung Ciremai, TN Bogani Nani
Wartabone, TN Rinjani, TWA Dataran Tinggi Dieng, TWA Danau Buyan
Tamblingan, TWA Ruteng, SM Dataran Tinggi Yang, CA Malampah
Alahan Panjang, CA Gunung Simpang, CA Kawah Kamojang, CA Telaga
Tabel 10 Potensi distribusi titik panas bumi pada kawasan hutan di Indonesia
Pulau
Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi
Areal Sumber: Kementerian ESDM, 2014
d) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon
Pemerintah Indonesia, pada tingkat nasional dan internasional,
berkomitmen untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan
memanfaatkan imbalan karbon hutan. Sektor kehutanan dengan skema
REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation
Plus) merupakan salah satu cara pemenuhan harapan tersebut.
Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation
merupakan isu yang cukup mendapat perhatian dalam pembahasan isu
perubahan iklim. Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam proses
pembahasan pada pertemuan COP ke 11 di Montreal tahun 2005.
Terdapat 5 opsi kebijakan internasional terkait dengan REDD, yaitu:
1) Sistem kredit karbon sebagai kelanjutan dari Protokol Kyoto
(Compliance market), yang pelaksanaannya berbasis proyek atau
wilayah geografis (nasional atau sub nasional)
2) Sistem kredit karbon REDD yang diatur dalam protokol tersendri di
bawah UNFCCC
3) Mekanisme kompensasi REDD yang berbasis pendanaan bukan
pasar
5) Sistem kredit karbon REDD yang mengikuti kerangka UNFCCC
dengan model pelaporan yang sudah diadop oleh beberapa negara.
Dari semua opsi tersebut, opsi yang dianggap paling bermanfaat bagi
negara berkembang adalah REDD yang berbasis pasar dengan aturan
yang mengikat (Compliance rules) sebagai kelanjutan dari Protokol Kyoto
atau melalui protokol tersendiri di bawah UNFCCC yang pelaksanaannya
tidak berbasis proyek tetapi pada tingkat wilayah geografis tertentu.
Implementasi penuh REDD melalui sejumlah tahapan, yaitu:
1) Tahap pelingkupan (2008). Pada tahap ini yang diperlukan adalah
dukungan politis, analisis situasi dan penyebab, membuat design
program dan hipothesis, dan mengidentifikasi mitra;
2) Tahap pengembangan (2008-2010). Pada tahap ini dibangun
skenario baseline dan pendekatan monitoring, penyempurnaan
strategi untuk REDD, legalitas REDD, dukungan para pihak, sumber
pendanaan, dan business plan.
3) Tahap demonstrasi (2010-2015) dan tahap implementasi mulai tahun
2013.
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan
mekanisme internasional berupa pemberian insentif terhadap
keberhasilan negara berkembang dalam mengurangi emisi karbon dari
deforestasi dan degradasi hutan. REDD+ meliputi kegiatan konservasi,
pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan yang
dapat dilakukan melalui kegiatan penanaman.
Di Indonesia, REDD+ mulai menarik perhatian banyak pihak sejak
tahun 2007 dengan diselenggarakannya Conference of Parties (COP) 13
on Climate Change di Bali. Pada tahun 2009 dalam rangka mitigasi
perubahan iklim, Pemerintah Indonesia berkomitmen pada COP 15 untuk
mentargetkan penurunan emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020
apabila dilakukan dengan usaha Pemerintah Indonesia sendiri, namun
apabila ada bantuan dari luar negeri maka pengurangan emisi karbon
Menurut IPCC Fourth Assessment Report (2007), sektor yang paling
besar menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) adalah sektor energi
yang menggunakan bahan bakar fosil sebesar 25,9%, sektor industri
sebesar 19,4%, sektor kehutanan sebesar 17,4%, sektor pertanian
sebesar 13,5%, sektor transportasi sebesar 13,1%, kegiatan pemukiman
sebesar 7,9% dan limbah sebesar 2,8% (Gambar 4)
Gambar 4 Emisi dari berbagai sektor (Sumber: IPCC Fourth Assessment Report, 2007)
Sektor kehutanan dianggap sebagai salah satu sumber pengemisi
Gas Rumah Kaca yang cukup besar yaitu menyumbang 17,4% dari emisi
GRK global. Berdasarkan laporan tersebut, sekitar 75% dari emisi
tersebut berasal dari negara tropis dan umumnya merupakan hasil dari
konversi hutan ke penggunaan lain (deforestasi) dan degradasi hutan.
Emisi GRK yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari
deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian,
perkebunan, pemukiman, pertambangan dan prasarana wilayah) dan
degradasi (penurunan kualitas hutan) akibat illegal logging, kebakaran,
over cutting, perladangan berpindah dan perambahan. Menurut WRI
(2002) deforestasi mengemisi 8 Giga ton CO2 per tahun.
Di sisi lain, meskipun sektor kehutanan dianggap ikut menyumbang
emisi GRK, keberadaan hutan dalam konteks perubahan iklim global juga
berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sink).
Vegetasi dan tanah mampu menyimpan 7.500 Giga Ton CO2 (dua kali Energi Fosil:
25,9 %
Industri: 19,40 %
Kehutanan: 17,40 % Pertanian:
13,50 % Transportasi: 13,50 %
Pemukiman: 7,90 %