• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI SEKTOR PERTANIAN : PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI SEKTOR PERTANIAN : PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN DAYA SAING UKM DI SEKTOR PERTANIAN :

PELUANG DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI

Pendahuluan

Tantangan besar yang kita hadapi setiap saat adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan memang bersifat multi dimensi, akan tetapi secara empiris seiring dengan perkembangan peradaban maka dimensi yang paling menonjol adalah dimensi ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan masyarakat luas merupakan salah satu agenda pokok dari peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan karenanya merupakan salah satu tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional.

Sebagai komunitas internasional, kita tidak hidup sendiri. Kita hidup di tengah masyarakat global yang dinamis. Suka atau tidak suka, dinamika lingkungan strategis itu mempengaruhi situasi dan kondisi keseharian kehidupan kita sehingga harus kita pelajari dengan seksama dan kita sikapi dengan tepat. Dengan kata lain, implikasi dari globalisasi ekonomi membutuhkan antisipasi yang tepat. Globalisasi ekonomi menciptakan sejumlah peluang, tantangan, namun juga hambatan. Kesemuanya itu, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola perilaku konsumen dan produsen. Globalisasi perekonomian mempengaruhi perilaku permintaan dan penawaran barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Peluang yang terbuka dari globalisasi perekonomian diantaranya adalah : (1) meningkatnya peluang ekspor seiring dengan meningkatnya spektrum dan kuantitas permintaan, (2) meningkatnya peluang untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar karena harga jual yang lebih tinggi, (3) semakin terbukanya peluang untuk memperoleh harga sarana produksi yang lebih murah, (4) meningkatnya peluang untuk melakukan perbaikan teknologi karena makin terbukanya arus informasi, (5) kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh modal investasi, dan (6) semakin terbukanya peluang untuk meningkatkan efisiensi akibat realokasi

sumberdaya dan dorongan persaingan.

Akan tetapi, di sisi lain juga perlu dipahami dengan baik bahwa globalisasi juga menghadirkan sejumlah permasalahan yang baru. Arus barang-barang dan jasa-jasa dari luar negeri (impor) juga semakin deras. Tidaklah mudah untuk mengerem derasnya arus impor tersebut. Restriksi perdagangan yang ditujukan untuk mengerem masuknya barang-barang impor tidaklah sederhana. Sebagai anggota WTO, kita terikat dengan kesepakatan GATT sehingga justifikasi untuk

(2)

melakukan restriksi perdagangan antar negara harus berada dalam koridor kesepakatan GATT. Di sisi lain juga perlu dipahami bahwa secara empiris untuk beberapa jenis barang dan jasa tertentu memang terpaksa harus kita impor karena kita belum dapat memproduksi sendiri atau kalaupun telah memproduksinya tidak mencukupi permintaan domestik.

Dari sudut pandang dunia usaha dapat dinyatakan bahwa globalisasi menyebabkan jumlah pesaing dari usaha yang kita jalankan meningkat secara drastis. Implikasinya, untuk mempertahankan maupun mengembangkan usaha kita tidak hanya berhadapan dengan pesaing-pesaing domestik tetapi juga dari luar negeri.

Berbagai hasil penelitian empiris telah membuktikan bahwa jawaban terhadap permasalahan tersebut di atas adalah melalui peningkatan daya saing. Dengan meningkatkan daya saing maka peluang yang terbuka seiring dengan globalisasi ekonomi itu dapat dimanfatkan. Jika kita dapat meningkatkan daya saing produk yang kita hasilkan maka kita dapat menjual lebih banyak. Secara langsung hal itu dapat meningkatkan pendapatan produsen, buruh, dan faktor-faktor produksi lainnya. Secara tidak langsung, mendorong pertumbuhan sektoral dari sektor-sektor ekonomi yang terkait, baik pada sektor hilir melalui kaitan ke depan (forward linkage) maupun pada sektor hulu melalui kaitan ke belakang (backward linkage) industri yang bersangkutan. Kesemuanya itu mempunyai potensi untuk mengembangkan produksi, kesempatan kerja, dan pendapatan masyarakat secara umum.

Khususnya bagi sektor pertanian, meningkatnya liberalisasi perdagangan di dunia internasional mempunyai implikasi bahwa :

(1) Agribisnis domestik harus dapat hidup mandiri, dalam arti harus dapat terus mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dengan sesedikit mungkin bantuan subsidi dan proteksi dari pemerintah

(2) Agribisnis domestik harus siap menghadapi persaingan yang semakin terbuka dengan perusahaan luar negeri

(3) Instrumen kebijakan pembangunan pertanian perlu penyesuaian. Bantuan dan proteksi langsung harus diminimalkan, dan sebagai gantinya bantuan yang sifatnya tidak langsung yakni sebagai fasilitator dan bimbingan dapat kita tingkatkan. Dengan demikian subsidi, dukungan harga, ataupun tarif kuota memang harus semakin kecil; dan di sisi lain yang dapat kita tingkatkan adalah penyediaan prasarana, riset, penyuluhan, informasi pasar, dan bantuan teknis lainnya.

(3)

Peningkatan daya saing membutuhkan komitmen yang kuat, koordinasi yang baik, dan kompetensi yang memadai dari semua pihak, baik pemerintah, pihak dunia usaha, maupun masyarakat. Untuk itu perlu penguatan komitmen dan sistem koordinasi serta model kelembagaan yang kondusif untuk mewujudkan langkah-langkah yang sistematis dan konsisten untuk meningkatkan daya saing ekonomi kita di segala bidang, terutama unit-unit usaha kelompok Kecil – Menengah (UKM).

Peluang dan Tantangan yang dihadapi UKM di Sektor Pertanian

Meningkatnya pertumbuhan penduduk, konsumsi per kapita, maupun pendapatan per kapita di negara kita sendiri maupun lingkup global tentu saja meningkatkan konsumsi terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Ini merupakan titik awal dari terbentuknya sejumlah peluang, karena hal itu akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa, baik permintaan terhadap produk pertanian maupun non pertanian.

Meskipun peluang semakin terbuka karena secara kuantitatif permintaan meningkat akan tetapi tantangan yang kita hadapi juga semakin besar. Sebagaimana kita ketahui, seiring dengan berkembangnya peradaban maka atribut permintaan barang dan jasa-jasa mengalami perkembangan. Terutama untuk permintaan di pasar internasional, seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat internasional terhadap aspek pelestarian lingkungan dan pola hidup sehat mendorong munculnya sejumlah persyaratan yang semakin ketat terhadap mutu barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan. Diberlakukannya ISO-9000 berimplikasi bahwa aspek keamanan pangan dan kualitas lingkungan haruslah diperhatikan dengan baik. Peluang yang sangat terbuka adalah untuk produk-produk pertanian yang sehat dan proses produksinya menggunakan teknologi pra panen dan pasca panen yang kondusif dengan konservasi sumberdaya alam (ISO-14000).

Akan halnya dengan permintaan dalam negeri, kita pahami bersama bahwa sejumlah peluang juga sangat terbuka. Permintaan terhadap bahan-bahan pangan, produk-produk hortikultura, maupun produk-produk peternakan dan perikanan; baik dalam bentuk segar maupun bentuk terolah sangatlah terbuka. Produksi harus terus kita tingkatkan, baik dalam rangka memenuhi permintaan domestik, permintaan ekspor, maupun sebagai substitusi impor. Selain meningkatnya permintaan produk-produk pertanian untuk konsumsi rumah tangga, pasar yang sangat terbuka adalah permintaan dari industri pengolahan dan permintaan produk pertanian untuk menghasilkan energi (bio-fuel).

(4)

Sampai saat ini, andalan ekpor kita terutama adalah produk-produk perkebunan seperti sawit, karet, kakao, teh, dan kopi. Kelima komoditas ekspor andalan tersebut terus meningkat dengan pertumbuhan nilai ekspor sekitar 21 persen per tahun. Di sisi lain, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini impor kita terhadap produk pangan dan hortikultura terus meningkat, akan tetapi sebenarnya kita juga mengekspor produk-produk pangan dan hortikultura, seperti ubikayu olahan, jagung, kacang tanah, manggis, jambu, mangga, dan sebagainya.

Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan peluang tersebut. Secara ringkas, tantangan yang kita hadapi dapat dipilah menjadi tiga macam :

(1) Mempertahankan dan bahkan mengembangkan pangsa pasar untuk produk-produk andalan ekspor.

(2) Mengembangkan produksi dan mutu produk pertanian untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk substitusi impor.

(3) Menumbuhkan pasar baru untuk komoditas pertanian potensial, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.

Untuk menjawab tantangan tersebut, produk pertanian yang kita hasilkan harus memiliki keunggulan kompetitif. Dalam tataran operasional, keunggulan kompetitif adalah kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat, dan bentuk yang sesuai dengan selera konsumen, baik di pasar domestik maupun pasar internasional; pada tingkat harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing dengan tetap mempertahankan tingkat keuntungan yang sama atau lebih besar dari biaya penggunaan sumberdaya. Jadi, ada dua aspek yang terkait dengan pewujudan keunggulan bersaing tersebut. Pertama, kita harus mampu menterjemahkan secara tepat selera konsumen dan sinyal-sinyal pasar secara komprehensif dan sistematis sehingga keunggulan komparatif (keunggulan yang berbasis limpahan sumberdaya) yang kita miliki terdayagunakan secara maksimal dalam mekanisme pasar. Kedua, dalam sistem pengelolaan usaha harus disadari betul bahwa keunggulan kompetitif merupakan interaksi dari tiga tingkatan pasar, yaitu pasar produk di tingkat internasional, di tingkat domestik, dan pasar input. Kita harus mampu mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan. Dengan demikian, keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian adalah merupakan resultante dari rantai agribisnis secara vertikal mulai dari perolehan sarana produksi usahatani, pemasaran domestik, dan pasar internasional.

(5)

Berbicara tentang UKM di sektor pertanian berarti berbicara tentang usaha pertanian rakyat karena lebih dari 90 persen usaha pertanian rakyat termasuk kategori unit-unit usaha kecil dan menengah. Sebagai gambaran, pada saat ini rata-rata penguasaan lahan pertanian di Pulau Jawa adalah sekitar 0,35 hektar per rumah tangga tani. Di luar Jawa, yang kelihatannya lebih jarang penduduknya ternyata juga rata-ratanya juga hanya sekitar 0,93 hektar per rumah tangga tani. Fenomena serupa juga terjadi pada petani yang bidang usahanya di sektor peternakan (peternak). Sangat sedikit (kurang dari 8%) peternak sapi pedaging yang memiliki ternak lebih dari 5 ekor. Kurang dari 12 persen peternak sapi perah yang memelihara sapi pesar lebih dari 4 ekor. Tidak lebih dari 20 persen peternak ayam ras petelur yang skalanya di atas 1000 ekor. Sebagian besar (tak kurang dari 80 persen) peternak ayam buras pada umumnya hanya memelihara ayam buras antara 5 – 100 ekor. Jadi, sebagian besar petani/peternak kita adalah pengusaha-pengusaha kecil bahkan menurut terminologi para Sosiolog disebut 'gurem'.

Fenomena di atas adalah dimensi kuantitatif dari gambaran tentang pertanian rakyat di negeri tercinta ini. Dalam dimensi kualitatif, adalah fakta bahwa secara spatial unit-unit pengusahaan komoditas belum terkonsolidasikan dan sampai saat ini masih banyak usaha pertanian rakyat yang motif usahanya belum sesuai dengan paradigma bisnis modern. Tidak sedikit yang berusahatani yang sifatnya semi-komersial, bahkan beberapa diantaranya subsisten. Kesemuanya itu terkait dengan kenyataan bahwa sebagian besar petani kita memang masih miskin.

Fakta itu harus kita pahami. Itulah struktur pertanian rakyat di negara kita ini. Pertanyaannya adalah : apakah ada peluang untuk meningkatkan daya saing unit-unit usaha seperti itu? Apa tantangan yang mesti dilakukan agar daya saing produk yang dihasilkan dari unit-unit usaha seperti itu dapat kita wujudkan?

Kita harus tetap optimis. Dibalik kesulitan selalu ada kemudahan. Dibalik kelemahan dari struktur usaha pertanian yang secara teoritis tampaknya kurang sesuai dengan prasyarat untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, sebenarnya terdapat beberapa kekuatan.

Di atas telah kita kemukakan bahwa keunggulan komparatif saja tidak cukup untuk menjawab tantangan. Yang kita perlukan adalah keunggulan kompetitif. Meskipun demikian, jika diurai lebih seksama keunggulan kompetitif juga lebih mudah diwujudkan jika kita memiliki keunggulan komparatif. Bahkan untuk usaha di bidang agribisnis dapat dinyatakan bahwa keunggulan komparatif merupakan basis dari keunggulan kompetitif.

(6)

Basis keunggulan kompetitif di bidang agribisnis dapat dikelompokkan menjadi 5 yakni :

(1) Keunggulan komparatif limpahan sumberdaya lahan dan air (2) Keunggulan komparatif limpahan tenaga kerja

(3) Keunikan agroekosistem (4) Keunggulan teknologi (5) Keunggulan manajemen

Jika kita perhatikan secara seksama, kita memiliki keunggulan komparatif berbasis (1) – (3). Terkecuali di beberapa wilayah tertentu, secara umum kita memiliki sumberdaya lahan dan air yang cukup. Kita memiliki cukup banyak (bahkan berlebih) tenaga kerja. Kita tinggal di wilayah tropika, dimana ekosistemnya bersifat unik. Allah mentakdirkan bahwa wilayah tropika memiliki keragaman hayati yang terkaya. Di seluruh dunia, Indonesia adalah negara kedua sesudah Brasilia yang memiliki keragaman hayati yang tertinggi. Wilayah tropika juga dikaruniai dengan iklim yang sangat bersahabat dan secara potensial kita dapat mengusahakan tanaman dan atau ternak sepanjang tahun.

Akan tetapi, kita mesti pahami bahwa keunggulan komparatif (1) – (3) termasuk kategori keunggulan komparatif berbasis alamiah (natural resource base). Oleh karena itu, jika basis keunggulan kompetitif dari usaha agribisnis yang kita kembangkan hanya mengandalkan keunggulan komparatif (1) – (3) maka sangat kecil peluangnya untuk mampu mempertahankan eksistensinya. Bahkan dalam agribisnis modern keunggulan berbasis alamiah itu baru akan mewujud menjadi keunggulan kompetitif jika kita mampu memanfaatkan keunggulan (4) dan (5) sebagai basisnya. Jadi, dengan tetap memanfaatkan basis keunggulan (1) – (3), kita harus lebih banyak mengandalkan keunggulan teknologi dan manajemen sebagai basis keunggulan kompetitif dari usaha agribisnis kita.

Dalam inovasi teknologi, tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana menciptakan dan mengaplikasikan : (1) teknologi untuk meningkatkan kapasitas produksi, (2) teknologi untuk menurunkan biaya pokok produksi, (3) teknologi untuk memelihara/meningkatkan kualitas produk, dan (4) teknologi untuk pengembangan produk. Kesemuanya itu kita perlukan baik di level hulu, yakni usaha penyediaan sarana produksi, di level usahatani/ternak, maupun di level hilir, yakni pengolahan hasil-hasil pertanian; bahkan juga di tiap mata rantai yang menjembataninya yakni bidang pemasarannya.

(7)

dengan keunikan ekosistem tropika. Kita harus berusaha mengembangkan spektrum produk produk agribisnis. Untuk itu diversifikasi horizontal, diversifikasi vertikal, diversifikasi temporal, bahkan juga diversifikasi fungsional perlu kita wujudkan.

Selain inovasi teknologi, agar daya saing produk kita dapat kita tingkatkan maka harus dilakukan perbaikan manajemen usaha yang sasarannya adalah untuk meningkatkan efisiensi. Disadari bahwa hal ini tidak mudah adanya sejumlah variabel dalam dimensi teknis, ekonomi, maupun sosial yang melekat pada karakteristik usaha pertanian rakyat kita yang sifatnya kurang kondusif dengan apa yang dipersyaratkan untuk melakukan akselerasi perbaikan manajemen tersebut.

Melalui beberapa tahapan penelitian dan pengkajian, Departemen Pertanian berkesimpulan bahwa industrialisasi pertanian merupakan strategi yang dipandang sesuai untuk meningkatkan daya saing UKM di sektor pertanian. Berpijak pada karakteristik pertanian di Indonesia, industrialisasi pertanian yang diusulkan adalah suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal dalam agribisnis dalam satu alur produk sehingga produk akhir yang dipasarkan dapat disesuaikan dengan preferensi konsumen akhir. Dengan demikian, industrialisasi pertanian adalah suatu proses transformasi struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Berbeda dengan pola dispersal, dalam agribisnis pola industrial setiap perusahaan agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horizontal, tetapi memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal dari hulu ke hilir dalam suatu kelompok usaha yang disebut Unit Agribisnis Industrial (UIA). Karakteristik utama dari UIA adalah :

(1) Lengkap secara fungsional. Seluruh fungsi yang diperlukan dalam menghasilkan, mengolah, dan memasarkan produk pertanian sampai ke konsumen akhir dapat dipenuhi.

(2) Satu kesatuan tindak. Seluruh komponen atau anggota melaksanakan fungsinya secara harmonis dalam satu kesatuan tindak.

(3) Ikatan langsung secara institusional. Hubungan diantara seluruh komponen atau anggota terjalin langsung dalam suatu bentuk kelembagaan.

(4) Satu kesatuan hidup. Eksistensi dan perkembangan setiap komponen atau anggota saling bergantung satu sama lain.

(5) Kooperatif. Setiap komponen atau anggota saling membantu satu sama lain demi kepentingan bersama.

(8)

Pada saat ini, sebenarnya telah tumbuh unit-unit pertanian industrial sebagaimana dimaksud di atas. Unit-unit usaha agribisnis UKM melalui sistem Supply Chain Management (SCM) merupakan bentuk pola-pola pengelolaan usaha yang mulai banyak berkembang. Sebagian dari unit-unit usaha tersebut berkembang atas inisiatif dunia usaha sendiri, sebagian lainnya berkembang atas fasilitasi dari pemerintah. Sampai saat ini, yang paling banyak adalah bergerak di bidang agribisnis hortukultura dan produk-produk peternakan, utamanya dengan mengusung promosi produk-produk pertanian organik.

Sebenarnya bukan hanya produk-produk hortikultura, peternakan, maupun perikanan yang potensial untuk dikembangkan melalui UIA. Produk pangan juga sangat potensial. Khusus untuk agribisnis di sub sektor perkebunan, pengembangan daya saing melalui UIA relatif lebih mudah dilakukan daripada ketiga kelompok produk yang disebutkan di atas. Hal ini terkait dengan karakteristik intrinsik produk perkebunan maupun aspek historisnya, dimana integrasi vertikal ataupun koordinasi vertikal dalam pola pengusahaannya telah berlangsung lama.

Penutup

Sesungguhnyalah bahwa peningkatan daya saing UKM di sektor pertanian merupakan agenda yang sangat strategis. Jika berhasil kita wujudkan maka dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat akan sangat luas. Kontribusinya terhadap perekonomian nasional juga akan sangat besar karena pada saat ini sektor pertanian menyerap tenaga kerja tak kurang dari 41,8 juta orang. Dengan asumsi bahwa sekitar 80 persen diantaranya terserap oleh unir-unit usaha skala kecil – menengah, maka hal itu berarti mencakup tak kurang dari 33 juta orang.

Kita yakin bahwa IWAPI dapat berkontribusi banyak dalam mensukseskan peningkatan daya saing UKM di sektor pertanian. Mengapa? Karena secara empiris peranan wanita dalam pengembangan usaha pertanian, baik secara langsung maupun tidak langsung memang sangat menonjol. Secara langsung, adalah fakta bahwa tak kurang dari 30 persen tenaga kerja pertanian di Indonesia dilakukan oleh kaum wanita. Secara tidak langsung, fakta juga memperlihatkan bahwa lebih dari 50 persen tenaga kerja yang bergerak di bidang-bidang usaha pengolahan hasil pertanian dimotori oleh kaum wanita. Padahal industri pengolahan hasil pertanian merupakan determinan dari pengembangan pertanian dalam arti keseluruhannya. Sebagai catatan akhir, kiranya tidak salah jika kita mengingat kembali bahwa dalam perkembangan peradaban manusia, pada jaman dahulu kala konon petani pertama adalah wanita.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga persoalan tersebut juga sama pada buku sekolah elektronik bahasa Indonesia buku teks adalah buku sekolah, buku pengajaran, buku ajar atau buku pelajaran yang

Peningkatan nilai tambah melalui kegiatan penjaringan nilai pada lada didefinisikan sebagai kegiatan mengoptimalkan proses budidaya dan pengolahan lada dengan tujuan untuk

1. Citizen Journalism Net Tv: CJ Net dengan moto “Everybody Can Be Journalist”, merupakan media jurnalisme warga untuk mencari, menonton dan berbagi informasi

Nilai jumlah tenaga kerja memilki tanda (+) dengan nilai sebesar 1.831.000, hal ini berarti jika variabel lain tetap responden menambah satu tenaga kerja maka

Skripsi dengan judul “ Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial dan Risiko Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Peride 2003 – 2008” ini

Nilai Tukar Petani Kabupaten Lumajang 2016 25 Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa indeks yang di bayar menurut sub sektor, Pada bulan januari indeks yang di bayar

Hasil: DidapatkanT6 pasien rinosinusitis tronis yang dilakukan pemeriksaan tomografi komputer sinus paranasal untuk persiapan- opirasi bedah sinus endoskopi , terdiri

Mengetahui cara menghitung nilai per unit jika diketahui nilai keseluruhan dan banyak unit Kompetensi Dasar 4.10 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial