• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

3. Perkembangan dan Kebijakan

Moneter Triwulan III-2005

Laju inflasi IHK pada triwulan III-2005 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan tertentu yang berfluktuasi (volatile foods), terkait dengan pasokan yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan adanya gangguan distribusi pada kelompok barang tersebut. Dari sisi fundamental, ekspektasi inflasi masih tinggi sehubungan dengan rencana penerapan kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM dan melemahnya nilai tukar rupiah. Sementara itu, inflasi inti cenderung menurun walau masih dalam level yang tinggi, sejalan dengan kuatnya ekspektasi inflasi masyarakat dan melemahnya nilai tukar. Pelemahan nilai tukar ini terus terjadi sepanjang triwulan III-2005, sejalan dengan melemahnya kinerja sektor eksternal dan adanya sentimen negatif dari pelaku domestik yang semakin memicu perilaku ikutan pembelian valas, serta penguatan US Dollar sebagai dampak peningkatan suku bunga Fed Fund di AS.

Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya merespon potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) terus dilanjutkan dalam triwulan III-2005. Dalam triwulan laporan, BI Rate dinaikkan sebanyak 3 kali (kumulatif sebesar 150 bps) yang dibarengi oleh langkah-langkah untuk semakin mengoptimalkan upaya penyerapan ekses likuiditas. Kenaikan BI Rate tersebut direspon dengan kenaikan suku bunga deposito sementara suku bunga kredit mulai meningkat secara terbatas. Di sisi lain, langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus dilanjutkan untuk mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. Berbagai kebijakan yang telah ditempuh BI dan pemerintah dalam menstabilkan rupiah berdampak cukup signifikan dalam menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara itu, kinerja pasar keuangan diwarnai dengan kelesuan yang terjadi di pasar modal maupun pasar reksadana.

INFLASI

Inflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkan Inflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkanInflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkan Inflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkanInflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. triwulan sebelumnya.triwulan sebelumnya.

triwulan sebelumnya.triwulan sebelumnya. Inflasi IHK pada akhir triwulan III-2005 mencapai 9,06% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan pada akhir triwulan sebelumnya sebesar 7,42% (y-o-y). Kenaikan laju inflasi IHK tersebut terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga kelompok barang makanan tertentu yang berfluktuasi (volatile foods) akibat produksi beras yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan hambatan distribusi kebutuhan pokok di sejumlah daerah akibat kelangkaan BBM. Selain itu, peningkatan inflasi IHK juga disebabkan oleh meningkatnya harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) Grafik 3.1

Disagregasi Inflasi

2 4 6 8 10 12

1 2 3 4 5 67 8 9 10 11 12 12 3 4 5 67 8 9 10 11 1212 3 4 5 67 8 9

2003 2004 2005

IHK Inti Non Inti

(2)

sehubungan dengan kenaikan cukai rokok, tarif tol dan tarif PAM. Sementara itu, inflasi inti mencapai 6,73% (y-o-y) atau relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya, 6,78% (y-o-y). Tekanan terhadap inflasi inti terutama masih berasal dari peningkatan ekspektasi inflasi seiring dengan rencana penerapan

kebijakan administered prices, khususnya harga BBM serta

melemahnya nilai tukar rupiah. Sementara itu, tekanan inflasi inti dari sisi kesenjangan ouput dan pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan masih relatif belum besar. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK masih berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6% +/- 1%.

Tingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan harga Tingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan hargaTingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan harga Tingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan harga Tingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan harga volatile food

volatile food volatile food volatile food

volatile food dan harga dan harga dan harga dan harga dan harga administered. administered. administered. administered. administered. Selama periode laporan, kelompok barang makanan volatile mencatat inflasi sebesar 12,46% (y-o-y) atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,16% (y-o-y). Lonjakan kenaikan harga tersebut terutama disebabkan oleh pasokan beras dan bumbu-bumbuan akibat kondisi produksi yang tidak sebaik tahun lalu serta gangguan distribusi yang dipicu oleh kelangkaan BBM di sejumlah daerah. Sementara itu, pada triwulan III-2005 inflasi administered mencapai 12,65% (y-o-y), meningkat dari triwulan II-2005 sebesar 11,57%. Meningkatnya inflasi administered pada triwulan laporan antara lain disebabkan oleh kenaikan harga rokok, tarif PAM (Juli) dan tarif tol (Agustus). Inflasi administered prices juga disebabkan oleh kenaikan harga minyak tanah di tingkat pengecer meskipun harga patokannya di tingkat agen tidak mengalami perubahan.

Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang relatif tinggi.

relatif tinggi. relatif tinggi. relatif tinggi.

relatif tinggi. Pada triwulan III-2005 inflasi inti mencapai 6,73% (y-o-y), sedikit menurun dari triwulan sebelumnya (6,78%). Tekanan inflasi inti ini terutama karena ekspektasi inflasi masyarakat dan melemahnya nilai tukar, sementara faktor kesenjangan output belum memberikan tekanan cukup berarti pada inflasi. Rencana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah dan depresiasi rupiah telah memicu kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran. Selain itu, sejalan dengan melemahnya nilai tukar, tekanan inflasi yang berasal dari passthrough nilai tukar menunjukkan peningkatan. Kendati

demikian, besarnya passthrough terhadap inflasi IHK relatif

minimal terkait dengan perilaku pengusaha yang menahan kenaikan harga barang dengan mengurangi profit margin. Kondisi tersebut tercermin dari peningkatan imported inflation (inflasi IHPB impor) yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan Grafik 3.2

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 Inflasi

Ekspektasi Inflasi Pengamat Ekonomi

0,0

Survei Tw. IV-2004 Survei Tw. I-2005 Survei Tw. II-2005 Proyeksi inflasi 2005

2001 2002 2003 2004 2005

Indeks

Ekspektasi harga 6 bl ke depan

Survei Konsumen - BI

(3)

dengan peningkatan inflasi IHK. Sementara itu, interaksi permintaan dan penawaran belum memberikan tekanan cukup berarti mengingat kesenjangan output yang masih negatif meskipun cenderung menyempit.

NILAI TUKAR RUPIAH

Dalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjut Dalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjutDalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjut Dalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjutDalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjut

disertai dengan peningkatan volatilitas disertai dengan peningkatan volatilitasdisertai dengan peningkatan volatilitas

disertai dengan peningkatan volatilitasdisertai dengan peningkatan volatilitas. Rata-rata nilai tukar Rupiah selama triwulan III-2005 tercatat sebesar Rp10.013/USD atau terdepresiasi sebesar 4,78 % dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp11.880/USD sebelum akhirnya ditutup di level Rp 10.290/ USD atau secara point to point terdepresiasi 5,4% dibandingkan periode sebelumnya. Depresiasi yang terjadi juga diikuti oleh meningkatnya volatilitas dari 1,38% menjadi 2,72% pada triwulan laporan.

Pelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal dan Pelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal danPelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal dan Pelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal danPelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal dan

eksternal. eksternal. eksternal.

eksternal. eksternal. Di sisi internal, pelemahan rupiah tidak terlepas dari

kondisi defisit neraca pembayaran yang semakin membesar. Peningkatan defisit tersebut disebabkan antara lain oleh peningkatan permintaan valas domestik guna memenuhi kebutuhan impor maupun pembayaran ULN yang belum dapat diimbangi oleh peningkatan pasokan valas dari hasil ekspor dan FDI. Di sisi eksternal, berlanjutnya tightening cyle di AS sebagai respon atas perkiraan meningkatnya laju inflasi negara tersebut telah mendorong penguatan mata uang US dollar secara global. Selain itu, meningkatnya harga minyak dunia turut memberi dampak negatif terhadap mata uang negara-negara net-oil importer termasuk Indonesia.

Tingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicu Tingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicuTingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicu Tingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicuTingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicu

oleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhan oleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhanoleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhan oleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhanoleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhan

ekspansi ekonomi domestik. ekspansi ekonomi domestik.ekspansi ekonomi domestik.

ekspansi ekonomi domestik.ekspansi ekonomi domestik. Selama triwulan III-2005 pembelian valas oleh sektor korporasi secara kumulatif masih tinggi yaitu tercatat sebesar USD9,8 miliar. Pembelian valas sempat mencatat

level tertinggi pada pertengahan triwulan yaitu mencapai USD 200 juta/hari. Kendati demikian, untuk keseluruhan triwulan rata-rata pembelian valas mencapai sekitar USD160 juta/hari

atau relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Selain untuk keperluan impor minyak, kelompok korporasi lainnya yang bergerak di bidang industri otomotif, industri makanan, industri baja/logam serta consumer goods dan barang elektronik juga mencatat kenaikan pembelian valas untuk memenuhi kebutuhan impor bahan baku. Selain itu, menguatnya ekspektasi depresiasi sempat mendorong fenomena Grafik 3.5

Inflasi IHK, IHPB Impor dan Nilai Tukar

-14

2002 2003 2004 2005

%, y-o-y

IHPB Impor IHK

Depresiasi/Apresiasi USD/IDR

Grafik 3.7

Rata-rata Nilai Tukar Rupiah

10218

Rata-rata Nilai tukar 1 bulan Rata-rata harian selama 1 triwulan

Rp/USD

Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

(4)

bandwagon dari kelompok korporasi domestik lainnya maupun nasabah individu baik untuk motif berjaga-jaga maupun spekulatif.

Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. Yield spread antara Global bond dan US T-Notes masih tetap tinggi yaitu sekitar 261 bps bahkan pernah mencapai 336 bps, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 280 bps. Sementara itu, premi swap berbagai tenor mengalami peningkatan yang cukup tajam sehingga biaya untuk melakukan hedging menjadi lebih mahal. Kondisi ini mencerminkan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi dilatarbelakangi pula oleh faktor risiko yang meningkat.

Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode laporan.

laporan. laporan. laporan.

laporan. Sampai dengan bulan Agustus 2005, pasar valas dalam negeri diwarnai oleh kecenderungan pembalikan arus modal

asing (capital reversal) yang didorong oleh meningkatnya

ekspektasi depresiasi. Penempatan dana asing di berbagai instrumen pasar keuangan seperti SBI, SUN, saham serta obligasi korporasi sempat mengalami penurunan. Namun, pada bulan

September 2005 aliran dana asing dalam bentuk portfolio

investment, terutama SUN dan saham, kembali mengalami peningkatan. Membaiknya minat investor asing tersebut didorong oleh turunnya harga instrumen keuangan menyusul redemption besar-besaran reksadana dan jatuhnya indeks saham, di tengah kondisi nilai tukar rupiah yang mulai stabil. Disamping itu, menariknya imbal hasil rupiah di pasar uang dari interest rate differential yang mencapai sekitar 7,8% menyebabkan aliran modal masuk tersebut. Dengan perkembangan ini, kepemilikan asing pada SUN meningkat sekitar Rp9,6 triliun hingga mencapai Rp24,1 triliun pada akhir triwulan III-2005. Di pasar saham, investor asing mencatat posisi net beli hingga Rp8,2 triliun. Sementara itu, meski sempat diwarnai adjustment secara umum posisi asing pada portofolio SBI meningkat Rp4,6 triliun dibanding triwulan lalu hingga mencapai Rp8,7 triliun.

KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan

Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya

merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter

cenderung ketat ( cenderung ketat ( cenderung ketat ( cenderung ketat (

cenderung ketat (tight biastight biastight biastight biastight bias) terus dilanjutkan dalam triwulan III-) terus dilanjutkan dalam triwulan III-) terus dilanjutkan dalam triwulan III-) terus dilanjutkan dalam triwulan III-) terus dilanjutkan dalam triwulan III-2005

Perkembangan Berbagai Premi Swap

0,0

Yield Spread Global Bond RI14 Dengan US T-Notes Jatuh Waktu 2014

3,5

Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014)

US T. Note (jatuh tempo 2014)

Spread = 261 bps

Yield Spread (2014)

Maret April Mei Juni Juli Agustus September

2005

Grafik 3.10

Permintaan dan Penawaran Valas Berdasarkan Transaksi Spot Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN

Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN Rp/USD

2002 2003 2004 2005

(5)

mengalami peningkatan sebanyak 3 kali,1 dengan kumulatif

kenaikan sebesar 150 bps, yaitu dari 8,50% pada saat

pencanangannya sebagai reference rate di awal Juli 2005 menjadi

10% pada akhir triwulan laporan. Upaya ini dilakukan untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar. Kebijakan ini ditempuh dengan disertai penerapan beberapa langkah, yaitu : (1) Menaikkan BI Rate, (2) Menaikkan GWM, (3) Meningkatkan suku bunga FASBI 7 hari dan maksimum suku bunga penjaminan. Langkah-langkah ini juga dibarengi dengan upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas dengan mengaktifkan instrumen FTK O/N dan pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen OPT untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari. Upaya pengendalian inflasi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menurunkan harga akibat kenaikan harga BBM. Terkait dengan kenaikan harga BBM pada bulan Maret 2005, paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama berwujud kebijakan di bidang perpajakan dan kepabeanan, terutama pembebasan bea masuk dan penurunan tarif serta pajak atas impor. Terkait dengan kenaikan harga BBM yang kedua kalinya di tahun 2005, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi 31 Agustus 2005 disamping melanjutkan implementasi paket kebijakan sebelumnya. Secara umum paket kebijakan 31 Agustus 2005 tersebut memuat:

- Kebijakan kenaikan harga BBM dan program kompensasi pengurangan subsidi

BBM

- Kebijakan pengamanan APBN 2005

- Kebijakan konversi dan diversifikasi energi

- Kebijakan moneter.

Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk

mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. Berbagai kebijakan yang telah ditempuh BI dan pemerintah dalam menstabilkan rupiah berdampak cukup signifikan dalam menahan ekspektasi depresiasi lebih lanjut. Di samping berbagai kebijakan moneter seperti disebutkan di atas, terus dilanjutkannya langkah sterilisasi valas dan manajemen permintaan valas BUMN juga berperan signifikan dalam menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Namun demikian, langkah ini disadari bersifat temporer terutama karena adanya kebutuhan untuk mempertahankan kecukupan cadangan devisa dalam tingkat yang tetap mendukung terpeliharanya kepercayaan pasar. Untuk dapat menstabilkan dan menahan depresiasi rupiah lebih lanjut diperlukan kebijakan yang lebih bersifat struktural agar dapat menambah pasokan valas secara berkesinambungan. Pasokan

1 25 bps25 bps25 bps25 bps25 bps pada RDG Bulanan Agustus 2005, 75 bps75 bps75 bps75 bps75 bps pada RDG Mingguan 30 Agustus 2005, dan 50 bps50 bps50 bps50 bps50 bps pada RDG Bulanan September 2005.

Grafik 3.11

Suku Bunga Uncovered dan Covered

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

Persen

5,21 7,82

Suku Bunga Covered = JIBOR 1 M - (SIBOR 1 M + yield spread)

Suku Bunga Uncovered = JIBOR 1 M - SIBOR 1 M

12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

(6)

yang diharapkan tersebut bersumber dari aliran dana FDI dan peningkatan kinerja ekspor.

Suku Bunga

Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk memperbaiki struktur suku bunga.

memperbaiki struktur suku bunga. memperbaiki struktur suku bunga. memperbaiki struktur suku bunga.

memperbaiki struktur suku bunga. Seiring dengan langkah menaikkan BI Rate

sebanyak 3 kali, suku bunga FASBI 7 hari juga telah dinaikkan sebesar 100 bps2

menjadi 8,50% dan suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga rupiah dan valas pada bulan September dinaikkan masing-masing menjadi 10,50% dan

4,25%3. Selain itu, dalam upaya mengurangi potensi likuiditas yang dapat

memfasilitasi kegiatan spekulasi valas, fasilitas SBI repo pada tanggal 22 Agustus 2005 dihapus untuk waktu yang tidak ditentukan.

Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas.

mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas. mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas. mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas.

mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas. Terkait dengan ini, pada bulan tanggal 25 Agustus 2005, Bank Indonesia menggunakan kembali instrumen FTK O/N melalui

mekanisme variable rate tender dengan multiple price allotment4. Dalam periode

25 Agustus s.d. akhir September 2005 FTK O/N berhasil menyerap likuiditas dalam jumlah yang signifikan antara Rp3,6 √Rp18,1 triliun, atau secara rata-rata mencapai sekitar Rp11,0 triliun, jauh lebih tinggi dari rata-rata penyerapan likuiditas melalui FASBI 7 hari pada periode yang sama (rata-rata Rp2,5 triliun). Selanjutnya, guna menyediakan alternatif penempatan sekaligus mendorong perbaikan manajemen likuiditas dari sisi perbankan, sejak 20 September 2005 FTK ditambah dengan jangka waktu 3 dan 5 hari dengan mekanisme variable rate tender. Pelaksanaan FTK tersebut dilakukan pada pukul 10.00 √12.00 WIB dengan variasi pilihan tenor yang bersifat diskresi. Upaya peningkatan efektivitas penyerapan ekses likuiditas ini juga dilakukan melalui kenaikan GWM yang diberlakukan secara efektif sejak 8 September 2005. Kenaikan GWM ini dilakukan secara proporsional terhadap kondisi LDR dari

masing-masing bank5 setelah memperhitungkan ketentuan GWM tahun lalu yang

didasarkan pada kepemilikan Dana Pihak Ketiga6.

2 50 bps50 bps50 bps50 bps50 bps pada RDG Mingguan 30 Agustus dan 50 bps per 7 September 2005.

3 Siaran Pers No. 7/87/PSHM/Humas tanggal 30 Agustus 2005 tentang Langkah-langkah Lanjutan Kebijakan di Bidang Moneter untuk Meredam Gejolak Nilai Tukar dan dipertegas melalui SE No. 7/41/DPM tanggal 1 September 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank. Dengan diterbitkannya PBI No 7/32/PBI/2005 tanggal 22 September 2005 tentang Pencabutan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004 tentang ≈Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Sebagaimana telah diubah Terakhir Dengan PBI No.7/28/PBI/2005∆, maka SE No. 7/41/DPM yang menggunakan PBI dimaksud sebagai dasar hukum otomatis tidak berlaku lagi.

4 Mekanisme penawaran lelang dengan menggunakan harga beragam yang penentuan pemenangnya disesuaikan dengan (atau berdasarkan) harga yang ditawarkan.

5 LDR di atas 90% dikenakan tambahan 0%, LDR 75% - 90% dikenakan tambahan 1%, LDR 60% - 75% dikenakan tambahan 2%, LDR 50% - 60% dikenakan tambahan 3%, LDR 40% - 50% dikenakan tambahan 4%. RDG Mingguan 30 Agustus juga memutuskan untuk menaikkan imbalan jasa giro dari semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM Rupiah di atas 5%. Imbalan jasa giro tersebut dihitung atas dasar tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang ditentukan bedasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga ratus enam puluh) hari atau sama dengan 0.0149% perhari.

(7)

Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan. Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan.Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan. Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan.Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan. Seiring dengan kenaikan BI Rate dan suku bunga penjaminan, suku bunga deposito juga mengalami peningkatan. Pada bulan

Agustus7, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan tercatat sebesar

7,55% dan 7,71% atau masing-masing meningkat 57 dan 52 bps dari akhir Juni. Suku bunga kredit masih relatif stabil, kecuali modal kerja yang dibandingkan triwulan sebelumnya cenderung mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus 2005, suku bunga kredit tercatat masing-masing 13,40% (KMK), 13,62% (KI), dan 15,96% (KK). Dalam kondisi ini selisih suku bunga antara kredit dan deposito secara umum cenderung menyempit, kendati masih cukup lebar yaitu berkisar antara 5,85 √ 8,41%. Sementara itu, dengan digunakannya kembali FTK O/N, suku bunga PUAB O/N menjadi relatif stabil meskipun sempat mengalami kenaikan cukup signifikan pada masa awal penggunaan instrumen tersebut. Secara umum, kenaikan BI Rate tersebut belum mempengaruhi secara signifikan terhadap kinerja intermediasi perbankan. Demikian pula, stabilitas sistem perbankan secara umum masih cukup terjaga.

Dana, Kredit, dan Uang Beredar

Peningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikuti Peningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikutiPeningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikuti Peningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikutiPeningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikuti

dengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikan dengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikandengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikan dengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikandengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikan

simpanan dana masyarakat di perbankan. simpanan dana masyarakat di perbankan.simpanan dana masyarakat di perbankan.

simpanan dana masyarakat di perbankan.simpanan dana masyarakat di perbankan. Setelah mengalami penurunan pada tahun 2003 dan 2004, sejak awal 2005 simpanan berjangka (deposito) terus menunjukkan peningkatan. Selain dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga, peningkatan simpanan dana masyarakat pada perbankan juga berkaitan perpindahan dana yang sebelumnya ditanamkan dalam bentuk reksa dana ke perbankan sehubungan dengan penurunan NAB reksa dana yang cukup signifikan mulai Maret 2005. Dalam periode akhir Maret sampai dengan Agustus 2005, deposito milik perorangan pada perbankan nasional meningkat sekitar Rp40,6 triliun yang diperkirakan sebagian berasal dari redemption reksadana.

Sinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan ke Sinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan keSinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan ke Sinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan keSinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan ke

suku bunga kredit suku bunga kredit suku bunga kredit

suku bunga kredit suku bunga kredit sehingga belum tampak mempengaruhi

volume kredit perbankan. Pada bulan Agustus 2005, volume kredit perbankan mengalami peningkatan sekitar Rp37,9 triliun dari akhir Juni. Kredit tersebut terutama tersalur ke sektor perdagangan, perindustrian, dan jasa dunia usaha.

Uang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiring Uang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiringUang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiring Uang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiringUang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. dengan meningkatnya kegiatan ekonomi.

dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Secara nominal,

7 Angka sementara.

Grafik 3.12

Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito

5,4

SBI 1 bln/BI Rate* Jam.Dep.1 Dep 1 WA SBI 3 bln

Perkembangan Berbagai Suku Bunga

3 2001 2002 2003 2004 2005

BI Rate* Depo 1 bl KMK KI KK

Persen

Grafik 3.14

Pertumbuhan Simpanan Pihak Ketiga

Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags

(15)

(8)

pertumbuhan M2 pada periode yang sama tercatat mencapai 11,62% menjadi Rp1.088,4 triliun atau meningkat Rp14,6 triliun dari akhir Juni. Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh kenaikan komponen M1 terutama uang giral, dan kuasi Rupiah dalam bentuk deposito, serta simpanan valas. Dilihat dari faktor yang mempengaruhi, peningkatan M2 terutama disumbang oleh meningkatnya kredit Rupiah yang terutama digunakan untuk modal kerja dan konsumsi. Meskipun demikian, pada bulan Agustus pertumbuhan M2 riil masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini menunjukkan masih tingginya ekses likuiditas di perbankan yang belum mampu diserap secara optimal oleh sektor riil.

Pasar Modal

Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing sehingga indeks harga saham mengalami penurunan.

sehingga indeks harga saham mengalami penurunan. sehingga indeks harga saham mengalami penurunan. sehingga indeks harga saham mengalami penurunan.

sehingga indeks harga saham mengalami penurunan. Pada awal triwulan laporan perdagangan saham di BEJ menunjukkan peningkatan yang disertai dengan kenaikan indeks hingga mencapai level tertinggi dalam sejarah bursa Indonesia yakni 1.192. Namun, dalam bulan Agustus 2005 IHSG menurun kembali dan sempat berada di bawah 1.000 yang dipicu oleh penjualan saham secara besar-besaran oleh investor asing sehubungan dengan kekhawatiran investor terhadap perkembangan ekonomi nasional maupun internasional. Kondisi eksternal yang mempengaruhi penurunan kinerja bursa saham Jakarta antara lain adalah kenaikan harga minyak dunia yang memberikan dampak negatif bagi perdagangan bursa utama dunia dan bursa kawasan Asia Tenggara. Sementara faktor internal yang mempengaruhi melemahnya pasar saham adalah depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan suku bunga, dan kekhawatiran terhadap kesinambungan fiskal yang tertuang dalam RAPBN 2006. Penurunan harga saham yang cukup besar telah mendorong kembali sejumlah investor asing untuk

melakukan selective buying pada saham-saham kapitalisasi besar yang sudah

mencapai undervalue. Dengan pembelian tersebut, net beli asing pada periode

laporan masih lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya dan IHSG secara bertahap menguat kembali mencapai 1.044.

Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa dana.

dana. dana. dana.

dana. Peningkatan BI Rate sejak awal triwulan III memicu aksi penjualan khususnya di kelompok investor reksa dana. Hal ini sekaligus tercermin dari perkembangan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana yang terus mengalami penurunan. Sebagai akibat dari aksi jual ini, harga SUN mengalami penurunan drastis dan bahkan sudah berada di bawah harga par-nya. Untuk mencegah berlanjutnya kelesuan di pasar SUN dan dalam rangka penyediaan stok SUN sebagai instrumen moneter, Bank Indonesia Grafik 3.15

Total KREDIT (RHS) gKMK (%) gKI (%) gKK (%) g Total KREDIT (%)

Grafik 3.16

Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas Perekonomian

-10

2001 2002 2003 2004

PDB M2 Riil

Persen

(9)

kembali melakukan tiga kali pembelian SUN di pasar sekunder dengan total pembelian sebesar Rp4,0 triliun sehingga posisi akhir triwulan III-2005 Bank Indonesia sudah memiliki Rp10,5 triliun.

Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun

dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun

dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun. Dalam lelang dimaksud, respon yang diberikan oleh investor cukup baik, terbukti dari jumlah bidding yang oversubscribe dan yield yang relatif menguntungkan yaitu 15,97% (kupon 15,00%) dan 15,08% (kupon 14,50%). Dengan perkembangan ini, sampai dengan September pemerintah telah menerbitkan SUN sebesar Rp22,0 triliun di pasar domestik USD1 miliar di pasar internasional.

Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun

dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun

dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun. Selama triwulan

laporan, total redemption telah mencapai Rp77,1 triliun sementara subscription

hanya sebesar Rp37,4 triliun, dengan demikian net redemption selama triwulan

laporan mencapai Rp39,7 triliun. Penurunan NAB tersebut ditengarai terkait erat dengan perkembangan suku bunga yang mengalami peningkatan serta kurangnya edukasi terhadap investor retail mengenai potensi risiko yang mungkin timbul atas investasi di reksa dana. Guna mengatasi pencairan reksa dana dalam jumlah besar serta dalam rangka mengembangkan produk reksa dana, pada bulan akhir Juli 2005 Bapepam mengeluarkan ketentuan produk baru reksa dana, yaitu Reksa Dana Terproteksi, Reksa Dana dengan Penjaminan, dan Reksa Dana Indeks. Meskipun

demikian, jenis reksa dana baru ini tidak lepas dari risiko default dari obligasi

korporasi yang menjadi portofolionya.

Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih rendah

rendah rendah rendah

rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Selain bersifat siklikal dimana dalam triwulan III tidak banyak emiten yang melakukan IPO, penurunan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang mengalami tekanan terutama pelemahan nilai tukar. Secara keseluruhan, dalam triwulan III tercatat 6 perusahaan melakukan IPO obligasi dengan nilai sebesar Rp2,2 triliun dan 1 perusahaan melakukan IPO saham dengan nilai sebesar Rp63,4 miliar. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif dana yang berhasil diperoleh dari pasar modal selama periode Januari - September 2005 tercatat sebesar Rp9,6 triliun, masing-masing dari penerbitan obligasi sebesar Rp9,0 triliun (19 perusahaan) dan penerbitan saham sebesar Rp0,6 triliun (dari 5 perusahaan). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp16,5 triliun. Ditambah dengan peningkatan

pembiayaan dari kredit perbankan sebesar Rp107,2 triliun8, total peningkatan

pembiayaan perekonomian mencapai Rp116,7 triliun, atau meningkat lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar Rp70,4 triliun.

Gambar

Grafik 3.1peningkatan inflasi IHK juga disebabkan oleh meningkatnya
Grafik 3.2tersebut, inflasi IHK masih berada di atas sasaran inflasi yangSumbangan Disagregasi Inflasiditetapkan Pemerintah sebesar 6% +/- 1%.
Grafik 3.5atau terdepresiasi sebesar 4,78 % dibandingkan triwulan
Grafik 3.10merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan monetermerespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan monetermerespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan monetermerespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan monetermerespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneterPermintaan dan Penawaran Valascenderung ketat (cenderung ketat (cenderung ketat (cenderung ketat (cenderung ketat (tight biastight biastight biastight biastight bias
+3

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip latihan plyometrik dapat digunakan pada berbagai olahraga yang lain, organ resptor dari otot rangka tersebut berupa muscle spindle dan golgi tendon organ yang

Aplikasi perangkat lunak yang akan dirancang adalah sebuah aplikasi yang memanfaatkan API untuk pelacakan kendaraan bus sekolah yang dapat melakukan dua fungsi

Prof Bambang mengatakan masyarakat yang dimaksud bukanlah masyarakat adat yang biasa melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, mereka adalah masyarakat

Pembuatan biodiesel dari minyak biji kemiri sunan, mutunya sudah sesuai dengan persyaratan ketentuan standar biodiesel (SNI-2006) dengan menggunakan campuran metanol 20% (v/v)

2) Menyusun Instrumen penilaian pemahaman siswa terhadap materi beriman kepada malaikat Allah dalam bentuk tes tulis, dengan rincian lima soal pilihan ganda dan juga

Mempertimbangkan keuntungan yang akan dihasilkan dalam penduplikasian satu atau lebih atribut non-key dari relasi parent di dalam relasi child pada sebuah relasi 1:* dengan tujuan

masyarakat yang telah menjadi korban penipuan melalui media sosial.

Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan