• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KONFORMITAS PADA SISWA KELAS VIII DI SMP N 2 BANTUL TAHUN AJARAN 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KONFORMITAS PADA SISWA KELAS VIII DI SMP N 2 BANTUL TAHUN AJARAN 2013/2014."

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KONFORMITAS PADA SISWA KELAS VIII DI SMP N 2 BANTUL TAHUN AJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Aniswiti Astuti NIM 10104241007

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia”

(Terjemahan Q.S. Al-Hajj; 22 : 50)

“Allah akan melipatgandakan bagi mereka yang bersedekah dan mereka akan mendapatkan pahala yang mulia”

(Terjemahan Q.S. Al-Hadid; 57 : 18)

“Hidup adalah PERJUANGAN, berjuang untuk mendapatkan KEIMANAN, ILMU, dan AMALAN SHOLEH”

(Penulis)

“ Hiduplah seakan engkau akan mati besok. Belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya”

(Mahatma Gandhi)

“ Pekerjaan besar tidak dihasilkan dari kekuatan, melainkan oleh ketekunan”

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkat Rahmat, hidayah, dan Kemudahan yang telah diberikan. Karya ini ku persembahkan untuk :

1. Papa. Eddy (alm) & Ibu. Purwati yang tiada habisnya mendo’akanku & mendukungku, serta mengasihiku tanpa merasa lelah, nasehat, senyum, dan kebahagiaanmu adalah semangatku, engkau orang tua terhebatku yang aku miliki. Untuk Ibu, semoga perjuanganmu selama ini dapat menjadikanku anak yang berbakti dan lebih baik. Untuk Papa di surga, Anis percaya bahwa do’a papa selalu menyertaiku.

2. Kakak dan adikku tersayang, mas Adnan dan Ike yang selalu menantiku di rumah tercinta, terimakasih telah mendo’akan dan mendukungku, serta memberi semangat yang tak henti-hentinya.

3. Bpk. Suroto & Ibu. Bibit yang selalu mendukung & mendo’akanku, terimakasih telah memberikan kasih sayang yang besar & tulus kepadaku. 4. Mas Muhtar yang selama ini selalu ada untukku walau jauh. Terimakasih

telah banyak membantu, menasehati, mengkhawatirkanku, dan menunggu. 5. Kakak & adik-adikku, kang Prayit, Sugeng, Jirin, dan Jambari yang ikut

serta memberi warna dalam langkahku dan selalu mendo’akanku, terimakasih telah menjadi kakak & adik-adik yang baik untukku.

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KONFORMITAS PADA SISWA KELAS VIII DI SMP N 2

BANTUL TAHUN AJARAN 2013/2014

Oleh Aniswiti Astuti NIM 10104241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan konformitas pada siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul Tahun Ajaran 2013/2014.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul, Bantul, DIY, sejumlah 93 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan skala Konsep Diri dan skala Konformitas. Uji validitas instrument menggunakan expert judgement dan rumus product-moment dari Pearson, sedangkan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach

dengan nilai koefisien 0,881 pada konsep diri dan 0,914 pada Konformitas. Analisis data untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson’s.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara konsep diri dengan konformitas pada siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul. Hal ini ditunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar -0,255 dan p = 0. 014 (p < 0.05), artinya semakin tinggi konsep diri seorang siswa, maka semakin rendah konformitasnya. Sebaliknya jika rendah konsep diri seorang siswa, maka semakin tinggi konformitasnya.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim.

Alhamdulillah, tiada kata yang pantas terucap kecuali Puji Syukur

kehadirat ALLAH SWT, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan.

Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah menunjukkan jalan kebenaran dan menuntun manusia

menuju agama Allah SWT yang mulia.

Selanjutnya, dengan kerendahan hati penulis ingin menghaturkan

penghargaan dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi yang berjudul “Hubungan antara konsep diri

dengan konformitas pada remaja kelas VIII di SMP N 2 Bantul tahun ajaran

2013/2014”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi berbagai

pihak, skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada saya untuk kuliah dan menyelesaikan tugas akhir skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah mendukung secara akademik maupun administrasi.

3. Bapak Fathur Rahman, M. Si. selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan

(9)

ix

4. Ibu Eva Imania Eliasa, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran.

5. Bapak/Ibu dosen prodi BK, terimakasih telah memberikan banyak ilmu

kepada penulis.

6. Kepada para siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul yang telah membantu

untuk mengisi angket.

7. Kepada ayahku yang ada di surga dan ibuku yang berjuang sendiri untuk

anak-anaknya, terimakasih atas do’a serta dukungan moril maupun materil

yang telah diberikan.

8. Kepada kakak dan adik, serta seluruh keluarga besarku, yang tiada henti

memberikan dukungan, dorogan serta semangat.

9. Mas Muhtar yang tidak pernah lelah memberikan semangat, masukan, nasehat dan perhatian kepada penulis. Makasih.

10.Sahabat seperjuangan, mb Epi ingat selalu canda dan tanggis yang kita

alami di yogyakarta ini, serta neng Vuti yang manja, terimakasih kalian

telah membantu, memberi semangat dan memberi kenangan indah selama

ini.

11.Sahabat-sahabatku tercinta, yang selalu memberikan semangat kepada

penulis, Rini, Tutut, Aceh, Nelon, Domi, Prilly, Lia, Tuty, dan Wahyu.Rr,

dan kelompok praktikum A1, Emita, Umi, Laila, Akbar, Khoerul, dan

Santo. Ingat selalu canda dan tawa yang telah kita lalui bersama selama

kuliah di UNY tercinta. Kalian menjadi sahabat terbaik selama ini, selalu

(10)
(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

2. Pembentukan Konsep Diri ... 14

3. Jenis-jenis Konsep Diri ... 15

(12)

xii

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 24

6. Komponen Konsep Diri ... 26

7. Peranan Konsep Diri ... 27

B. Konformitas ... 29

1. Pengertian Konformitas ... 29

2. Tipe-tipe Konformitas ... 31

3. Aspek-aspek Konformitas ... 32

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ... 36

5. Dasar-dasar Konformitas ... 40

C. Remaja ... 41

1. Pengertian Remaja ... 41

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 42

3. Karakteristik Remaja ... 44

D. Hubungan antara Konsep Diri dan Konformitas pada Remaja ... 47

E. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

C. Variabel Penelitian ... 52

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

a. Populasi ... 52

b. Sampel ... 53

E. Definisi Operasional ... 53

F. Metode Pengumpulan Data ... 54

G. Instrumen Penelitian ... 55

1. Skala Konsep Diri ... 55

2. Skala Konformitas ... 58

(13)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 67

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 68

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 68

a. Diskripsi Sampel Penelitian ... 68

b. Hasil Penelitian ... 69

1) Kosep Diri ... 69

2) Konformitas ... 72

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 75

1. Uji Normalitas ... 75

2. Uji Homogenitas ... 76

3. Uji Linearitas ... 77

C. Pengujian Hipotesis ... 78

D. Pembahasan ... 79

E. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87

(14)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Keadaan Populasi Subyek Penelitian ... 52

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Konsep Diri ... 56

Tabel 3. Pola Opsi Alternatif Respon Model Skala Konsep Diri ... 57

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Skala Konformitas ... 58

Table 5. Pola Opsi Alternatif Respon Model Skala Konformitas ... 59

Tabel 6. Item Valid dan Gugur ... 62

Tabel 7. Interprestasi Koefisien Korelasi ... 64

Tabel 8. Uji Reliabilitas Instrumen ... 64

Tabel 9. Deskripsi Sampel Penelitian ... 68

Tabel 10. Deskripsi Penilaian Data Konsep Diri ... 70

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Konsep Diri ... 71

Tabel 12. Deskripsi Penilaian Data Konformitas ... 72

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Konformitas ... 73

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Skala Konsep Diri dan Konformitas ... 76

Tabel 15. Hasil Uji Homogenitas Skala Konsep Diri dan Konformitas ... 77

Tabel 16. Hasil Uji Linearitas Skala Konsep Diri dan Konformitas ... 77

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Skala Konep Diri dan Skala Konformitas ………... 93

Lampiran 2. Lembar Penilaian Expert Judgement Skala Konsep Diri dan Skala Konformitas……… 99

Lampiran 3. Hasil Uji Coba Skala Konsep Diri ... 110

Lampiran 4. Hasil Uji Coba Skala Konformitas ... 115

Lampiran 5. Rekap Data Penelitian ... 120

Lampiran 6. Kategorisasi ... 126

Lampiran 7. Hasil Uji Prasyarat ... 133

Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis ... 138

(18)

1

ini ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari

segi fisik, psikis dan sosialnya. Pada masa ini pula timbul banyak

perubahan yang terjadi, baik secara fisik maupun psikologis, seiring

dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja.

Menurut Havighurst (dalam Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 126), salah

satu tugas perkembangan remaja yaitu mencapai hubungan baru yang

lebih matang dengan teman sebaya serta mencapai peran sosial baik

sebagai pria maupun wanita. Remaja di sini diharapkan mampu mencapai

peran sosial karena remaja harus mampu menempatkan diri dalam

lingkungan sosial.

Remaja dalam menjalin hubungan sosial dengan orang di luar

lingkungan keluarga, tentu perlu adanya penyesuaiaan diri terhadap

pengaruh kelompok. Kuatnya pengaruh kelompok terjadi karena remaja

lebih banyak berada di luar rumah bersama teman sebaya, sehingga

penting bagi remaja untuk memiliki konsep diri yang baik dalam menjaga

dirinya sendiri dari pengaruh sosial yang negatif.

Menurut Hurlock (1999: 238), konsep diri (self-concept) merupakan inti dari pola kepribadian. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang

(19)

2

seperti perubahan fisik dan psikologis pada masa remaja. Konsep diri di

sini merupakan penilaian dan perasaan individu mengenai dirinya sendiri

yang timbul dari suatu interaksi sosial sebagai konsep diri.

Konsep diri perlu dibangun secara baik untuk bisa menyesuaikan diri

dengan ciri-ciri kelompok karena setiap kelompok mempunyai

norma-norma tertentu yang mengikat dan berpengaruh terhadap pembentukan

konsep diri individu (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 104). Konsep diri di sini

merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan sikap

ditengah-tengah kelompok teman sebaya bagi remaja. Konsep diri akan

mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku. Banyak dari remaja

saat ini yang mengikuti tuntutan kelompok tanpa melihat apa yang

dilakukan tersebut positif atau negatif.

Hubungan dengan teman sebaya yang ditunjukan dengan interaksi

yang terus terjalin, membuat remaja mempersepsikan diri berdasarkan

cerminan dari penilaian teman sebaya. Penilaian orang lain menurut

persepsi individu yang bersangkutan dan penilaian diri yang dilakukan

oleh dirinya sendiri mempengaruhi konsep diri remaja.

Jika konsep diri positif, remaja akan mengembangkan sifat-sifat

seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan melihat diri secara

realistis, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian yang baik. Sebaliknya

apabila konsep diri negatif, dapat membentuk kepribadian remaja yang

tidak sehat seperti rendah diri, tidak percaya diri, pemalu dan sebagainya.

(20)

3

bahwa, penyesuaian remaja terhadap norma dan berperilaku sama dengan

kelompok teman sebaya disebut konformitas.

Konformitas adalah suatu bentuk tekanan kelompok yang nyata atau

yang dibayangkan individu dalam mengubah sikap dan tingkah laku

menuju norma kelompok (Jalaluddin Rakhmat, 2005: 150). Individu yang

melakukan konformitas akibat dari tekanan kelompok akan sangat mudah

dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya. Konformitas merupakan

salah satu bentuk perilaku yang menyamakan diri dengan orang lain

sebagai keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat dari

perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok.

Remaja yang melakukan konformitas cukup kuat tidak jarang akan

membuat individu melakukan sesuatu yang merusak atau melanggar

norma sosial. Remaja yang ingin diterima dalam kelompoknya akan

melakukan perubahan dalam sikap dan prilaku sesuai dengan prilaku

kelompok.Tekanan yang terjadi didalam kelompok baik langsung maupun

tidak langsung akan menyebabkan perubahan prilaku remaja. Perubahan

ini terjadi sebagai usaha remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma

kelompok. Remaja yang tidak menyesuaikan diri dengan norma kelompok

akan menyebabkan kesenjangan antar anggota kelompok. Kuatnya

pengaruh norma kelompok pada perilaku remaja memicu munculnya

perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Konsep konformitas seringkali digeneralisasikan untuk masa remaja.

(21)

4

pemantapan diri sedang berlangsung sehingga remaja akan lebih rentan

terhadap pengaruh perubahan dan tekanan yang ada di sekitarnya. Dasar

utama dari konformitas yaitu ketika individu melakukan aktivitas dimana

terdapat dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan

kelompoknya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang

menyimpang.

Remaja yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih

banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam

kelompoknya, sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap

aktivitasnya sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri (Monks,

Knoers, dan Siti Rahayu Hadito 2004: 283). Hal seperti ini, dapat

dikatakan bahwa kelompok teman sebaya cukup tinggi pengaruhnya

terhadap remaja, karena remaja berusaha melakukan berbagai hal agar

diterima dan diakui keberadaannya dalam kelompok. Apabila kelompok

tersebut dirasa menguntungkan maka remaja akan berbuat sesuai dengan

tuntutan kelompoknya, maka kecenderungan melakukan konformitas

semakin banyak. Kondisi emosional yang labil pada remaja juga turut

mendorong individu untuk lebih mudah melakukan konformitas.

Menurut Syamsu Yusuf (2011: 198) perkembangan sikap

konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun

yang negatif bagi diri remaja. Apabila kelompok teman sebaya yang

diikuti itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral atau agama

(22)

5

beribadah, memiliki budi pekerti yang luhur, rajin belajar, dan aktif dalam

kegitan-kegitan sosial, maka kemungkinan besar remaja tersebut akan

menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompok teman

sebaya menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai

moral, maka sangat dimungkinkan remaja akan menampilkan perilaku

seperti kelomponya tersebut. Contohnya apabila anggota kelompok

mencoba minum alkohol, obat-obat terlarang atau merokok, dan perilaku

yang menyimpang moral lainya, maka remaja cenderung mengikutinya

tanpa memperdulikan akibatnya bagi diri mereka sendiri.

Begitu pula dengan hasil penelitian R. Kintoko Rochadi (2004)

menunjukkan bahwa mayoritas responden mulai merokok pada usia 12-14

tahun dan mengenal rokok dari temannya dimana mayoritas

teman-teman sebayanya adalah perokok. Didukung pula berdasarkan hasil

penelitian Levianti (2008: 1) menyatakan bahwa anak yang pernah

menjadi korban atau menyaksikan bullying cenderung akan menjadi pelaku bullying, atau menganggap bullying menjadi hal yang wajar terjadi, prilaku tersebut karena remaja ingin menyesuaikan dan berperilaku serupa

mengikuti teman-teman sebayanya.

Prilaku konformitas sangat marak dilakukan oleh remaja, bahkan

masih banyak tindakan konformitas yang dilakukan oleh remaja. Hal

tersebut tidak mengherankan, karena remaja akan melakukan apapun

sesuai penilaian dan persetujuan dari kelompok teman sebaya agar remaja

(23)

6

Konsep diri dan konformitas dalam ranah BK berkaitan pada BK

pribadi dan sosial. Konsep diri lebih berkaitan dengan BK pribadi yang

memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif, baik yang

terkait dengan kelebihan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.

Konformitas lebih berkaitan dengan BK sosial yang memiliki kemampuan

interaksi sosial, diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan,

persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia. Konformitas

termasuk dalam ranah BK sosial karena konformitas di sini merupakan

perubahan pola pikir atau perilaku karena mengikuti teman sebaya atau

tuntutan kelompok.

Berdasarkan observasi yang dilakukan selama PPL di SMP N 2

Bantul, diketahui bahwa konsep diri yang terdapat pada siswa kelas VIII

yaitu selalu aktif, baik dalam kelas maupun organisasi, berani untuk

mengungkapkan pendapat, mampu menyelesaikan permasalahan antar

teman, serta mampu mengetahui kekurangan dan kelebihan diri. Siswa

yang seperti ini cenderung bisa mengetahui perasaan dan pandangan

tentang dirinya sendiri. Akan tetapi ada pula siswa yang cenderung

pendiam, pemalu, kurang bisa menjalin persahabatan dengan temanya,

serta tidak mengetahui kekurangan dan kelebihan diri. Siswa yang seperti

ini cenderung tidak bisa memandang dirinya sendiri.

Sikap konformitas ditunjukkan juga oleh siswa kelas VIII ditandai

dengan adanya perubahan sikap dan prilaku yang menyamakan diri

(24)

7

menyukai hal yang berhubungan dengan Korea maka individu juga akan

menyamakan diri dengan kelompok, ketika kelompok memiliki gadget,

laptop, ipad, hp android, maka individu akan berusaha untuk dapat

memilikinya karena alasan ingin seperti teman-temanya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK menunjukkan bahwa,

banyaknya siswa kelas VIII yang malas, kurang aktif jika dikelas, dan

cenderung cuek biasanya akan cenderung berperilaku sesuai dengan

kelompoknya, contohnya ketika siswa datang keperpustakaan yang

seharusnya untuk belajar, siswa justru berperilaku sesuai kelompok yaitu

asyik bermain game online. Disisi lain, ada pula siswa yang tidak mudah untuk terpengaruh temannya seperti siswa yang aktif dalam kelas maupun

organisasi dan bisa menghargai pendapat orang lain.

Konsep diri yang dimiliki remaja sebagai acuan untuk menentukan

perilaku di lingkungan sosialnya. Perilaku yang dilakukan remaja salah

satunya adalah konformitas, yang ditunjukkan dengan selalu mengikuti

aturan kelompok dan menganggap semua cara-cara kelompok itu benar.

Sama halnya dengan konformitas yang dilakukan siswa kelas VIII di SMP

N 2 Bantul yang terwujud dari konsep dirinya sendiri. Siswa yang

cenderung memandang dirinya sebagai penilaian dari kelompok bukan

dari padangan dirinya sendiri. Didukung dengan penelitian Irnanda

Ibrahim (2006) yang meneliti tentang hubungan konsep diri dengan

konformitas pada remaja di SMKN II Ciamis, dengan hasil nilai koefisen

(25)

8

antara konsep diri dengan konformitas, yang berarti jika konsep dirinya

tinggi maka konformitasnya rendah, sebaliknya jika konsep dirinya rendah

amak konformitasnya tinggi.

Pertimbangan berdasarkan pemikiran dan berbagai masalah yang

telah diungkapkan di awal, maka penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui lebih jauh hubungan antara konsep diri dan konformitas pada

siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas masalah-masalah yang

dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Maraknya pengaruh negatif kolompok teman sebaya yang dilakukan

oleh remaja.

2. Kurangnya pandangan dan perasaan tentang diri sendiri pada remaja

dalam menentukan sikap terhadap pengaruh sosial.

3. Remaja saat ini rela melakukan hal yang menyimpang demi pengakuan

dalam suatu kelompok.

4. Terdapat siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul yang memiliki

kecenderungan tidak mengetahui konsep dirinya.

5. Banyak ditemui perilaku konformitas pada siswa-siswi kelas VIII di

SMP N 2 Bantul.

6. Belum diketahui hubungan konsep diri dan konformitas pada siswa

(26)

9

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya

pembatasan masalah pada hubungan antara konsep diri dan konformitas

pada siswa kelas VIII.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan penelitian, maka penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara konsep diri dan

konformitas pada siswa kelas VIII di SMP N 2 Bantul?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah “Mengetahui hubungan

antara konsep diri dan konformitas pada siswa kelas VIII di SMP N 2

Bantul”.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat yaitu:

1. Secara Teroritis

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan

kontribusi ilmu pengetahuan, informasi, dan pemikiran, khususnya

(27)

10

tentang variabel-variabel yang signifikan dalam menjelaskan

konsep diri dan konformitas.

2. Secara praktis

a. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kesadaran kepada siswa laki-laki maupun siswa perempuan

akan pentingnya konsep diri dalam menjalin hubungan

dengan kelompok teman sebaya.

b. Bagi guru

Hasil dari penelitian ini diharapkan guru bisa

memberikan bimbingan dan pendidikan tentang pentingnya

konsep diri kepada anak didik dalam berperilaku atau

meniru kelompok sebaya.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat

serta digunakan sebagai dasar atau tolak ukur bagi

penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki dan

(28)

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental diri sendiri yang terdiri

dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan diri dan penilaian

terhadap diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1995: 90). Konsep diri di

sini diartikan sebagai gambaran keseluruhan diri individu mengenai

dirinya sendiri. Menurut Hurlock (1999: 58), konsep diri menyangkut

gambaran fisik dan psikologis. Aspek fisik berkaitan dengan tampang

atau penampakan lahiriah (appearance) anak, yang menyangkut kemenarikan dan ketidakmenarikan diri yang ada pada dirinya,

sedangkan konsep diri yang bersifat psikologis berdasarkan pikiran,

perasaan, dan emosional. Hal ini berhubungan dengan kualitas dan

abilitas yang memainkan perananan penting dalam penyesuaian dalam

kehidupan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan

diri, aspirasi dan kemampuan diri dari tipe-tipe yang berbeda.

Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang

atribut (ciri-ciri sifat) yang dimilikinya menurut Brehm & Kassin

(dalam Tri Dayakisni Hudaniah, 2006: 78). Konsep diri didefinisikan

sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki

referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek.

Senada dengan pendapat di atas, Papalia, Olds, dan Feldman

(29)

12

ourselves”. Maksud dari pendapat tersebut adalah hal yang kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang dikatakan sebagai gambaran

dari kemampuan dan sifat, dan hal ini juga merupakan a cognitive construction, yang merupakan sebuah sistem representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, konsep diri adalah rasa terhadap diri,

dimana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap

kemampuan dan sifat-sifat seseorang.

Stuert dan Sundeen (dalam Budi Anna Keliat, 1992: 2),

mendefinisikan konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan,

dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan

mempengaruhi individu dalam hubungan dengan orang lain. Jadi

konsep diri merupakan pandangan dan perasaan kita tentang diri kita,

yang mencangkup sesuatu yang bersifat fisik, psikologis, dan sosial

sebagai pengalaman dan interaksinya dengan orang lain.

Pengertian konsep diri menurut Jalaluddin Rakhmat (2005: 99),

konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita, presepsi ini bisa

bersifat psikologis, sosial, dan psikis. Konsep diri bukan hanya

gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita. Sehingga konsep diri

dalam istilah umum mengarah pada presepsi seseorang mengenai

dirinya sendiri. Presepsi ini terbentuk melalui kesimpulan-kesimpulan

yang diambil berdasarkan pengalaman dan presepsi yang terutama

(30)

13

Clara R. Pudjijogyanti (1995: 2), berpendapat bahwa konsep diri

merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang akan

berperilaku negatif atau positif. Perilaku negatif merupakan cerminan

adanya ketidakmampuan individu dalam memandang kualitas

kemampuan yang ia miliki dan hal itu merupakan perwujudan dari

kegagalan seseorang dalam pencapaian harga dirinya. Apabila seorang

individu gagal dalam pencapaian harga diri, maka ia akan merasa

kecewa terhadap keadaan dirinya dan lingkunganya. Individu akan

menganggap bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan apa-apa dan

memandang dirinya dengan sikap negatif, sebaliknya individu berhasil

dalam mencapai harga dirinya, maka individu akan menganggap

dirinya mampu dan merasa puas dengan dirinya maupun terhadap

lingkunganya. Hal ini akan membuat individu bersikap positif terhadap

dirinya.

Dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri merupakan gambaran

yang ada pada diri individu yang berisikan tentang bagaimana individu

melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan

pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang

merupakan penilaian diri sendiri serta bagaimana individu

(31)

14

2. Pembentukan Konsep Diri

Harry Stack Sullivan (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2005: 101),

menjelaskan bahwa pembentukan konsep diri terjadi jika individu

diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita.

Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita,

dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1995: 77),

menyatakan bahwa konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar

melalui hubungan dengan orang lain. Pendapat tersebut didukung oleh

Hendriyanti Agustiani (2006: 2008), yang menyatakan bahwa konsep

diri juga merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pengalam-pengalaman yang diperoleh dari

interaksi dengan lingkungan.

Konsep diri remaja tidak hanya terbentuk dari lingkungan

keluarganya saja, akan tetapi seorang remaja akan mengembangkan

konsep dirinya melalui pergaulan yang lebih luas dengan teman dan

orang lain dalam lingkungan yang lebih luas, sehingga individu akan

mengalami peoses belajar dalam memahami dan mengembangkan

konsep dirinya. Seperti yang dijelaskan oleh Calhoun & Acocella

(1995: 79), bahwa konsep diri merupakan hasil belajar yang

berlangsung setiap hari dan hal ini biasanya tanpa kita sadari.

Pergaulan yang lebih luas dengan orang lain dan kebiasaan anak yang

(32)

15

menimbulkan berbagai pandangan yang lebih luas dalam memahami

diri sendiri dan orang lain yang pada akhirnya akan berpengaruh dalam

pembentukan konsep diri sekunder pada individu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

perkembangan konsep diri merupakan suatu proses yang terus

berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Perkembangan konsep diri

seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya yaitu melalui

proses belajar. Proses belajar berkembang melalui interaksi individu

dengan lingkungan sekitarnya dalam bentuk umpan balik yang

diterima dari orang-orang yang berarti bagi individu. Dapat diketahui

pula bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan

perkembangan dari konsep diri adalah orang lain seperti orang tua,

teman sebaya, dan masyarakat.

3. Jenis-Jenis Konsep Diri

Menurut William D. Brooks (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2005:

105), menyatakan bahwa dalam menilai dirinya seseorang ada yang

menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu

tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang

mempunyai konsep diri yang negatif. Tanda-tanda individu yang

memiliki konsep diri yang positif adalah:

(33)

16

Individu mempunyai rasa percaya diri sehingga individu

mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi,

tidak menghindari atau lari dari masalah, dan percaya bahwa

setiap masalah ada jalan keluarnya.

b. Individu merasa setara dengan orang lain.

Individu selalu rendah diri, tidak sombong, mencela atau

meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.

c. Individu menerima pujian tanpa rasa malu.

Individu menerima pujian tanpa menghilangkan rasa rendah

diri, jadi meskipun individu menerima pujian, maka dirinya

tidak merasa bangga apalagi meremehkan orang lain.

d. Individu menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai

perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya

disetujui oleh masyarakat.

Individu seperti ini akan lebih bisa menghargai perasaan orang

lain meskipun kadang tidak disetujui oleh masyarakat.

e. Individu mampu memperbaiki kesalahan.

Indivisu memiliki kemampuan untuk mengintrospeksi dirinya

sendiri sebelum mengintrospeksi orang lain, dan mampu

mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima

dilingkunganya.

Sedangkan tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri negatif

(34)

17 a. Peka terhadap kritik.

Individu yang seperti ini tidak tahan kritik yang diterimanya

dan mudah marah, hal ini dapat dilihat dari faktor yang

mempengaruhi diri individu tersebut bahwa individu belum

dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan sebagai hal

yang salah. Bagi individu yang seperti ini koreksi sering

dipresepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya dan

dalam berkomunikasi individu cenderung menghindari dialog

yang terbuka, serta bersikeras mempertahankan pendapatnya

dengan berbagai logika yang keliru.

b. Responsif terhadap pujian.

Individu pada hal ini sangat menjunjung tinggi harga dirinya

dan senang terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap

orang lain.

c. Hiperkritis terhadap orang lain.

Individu dengan ciri ini selalu mengeluh, mencela atau

meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan

tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan

pada kelebihan orang lain.

d. Merasa tidak disenangi oleh orang lain.

Individu seperti ini merasa tidak diperhatikan karena itulah

individu bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga

(35)

18 e. Pesimis terhadap kompetisi.

Hal ini terungkap dalam keenggananya untuk bersaing dengan

orang lain dalam membuat prestasi. Individu akan menganggap

tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan

dirinya.

Menurut Calhoun & Acoccela (1995: 95), dalam perkembangannya

konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri

negatif.

a. Konsep diri positif

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan

sebagai suatu kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri

positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki

konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang

dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang

bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap

dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan

orang lain. Individu yang memiliki konsep diri yang positif

akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas,

yaitu tujuan yang mempunyai kemungkinan besar untuk dapat

dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta

menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah

(36)

19

menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap

dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang

tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.

b. Konsep diri negatif

Menurut Erikson (dalam Calhoun & Acoccela, 1995: 72), membagi

konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu:

1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak

teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.

Individu tersebut benar- benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan

dan kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya.

2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini

bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras,

sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya

penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya

merupakan cara hidup yang tepat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep

diri ada dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif yaitu individu yang

mampu menerima dirinya sendiri, pengendalian diri terhadap emosi,

menerima kritik dan pujian dari orang lain, dan mampu mengevaluasi

atau introspkeksi dirinya sendiri. Sedangkan seseorang yang memiliki

konsep diri negatif adalah individu yang tidak dapat memahami

(37)

20

karena tidak mengetahui sesuatu yang berharga di dalam dirinya,

sehingga seseorang yang memiliki konsep diri negatif tidak akan

mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan pada akhirnya

akan menimbulkan harapan-harapan yang tidak realistis.

4. Aspek-Aspek Konsep Diri

Calhoun & Acoccela (1995: 67), menjelaskan bahwa konsep diri

memiliki tiga aspek yaitu:

a. Pengetahuan, yaitu apa yang kita ketahui tentang diri kita,

gambaran tentang diri kita, usia kita, jenis kelamin, suku,

pekerjaan, kebangsaan dan dibandingkan dengan kelompok

sosial contohnya baik hati atau egois, tenang atau temperamen

tinggi, tergantung atau mandiri.

b. Pengharapan yaitu suatu pandangan tentang kemungkinan kita

menjadi apa dimasa yang akan datang. Pengharapan ini

merupakan pandangan tentang diri ideal.

c. Penilaian yaitu mengukur dan membandingkan apakah kita

bertentangan dengan “saya dapat menjadi apa” dan

“seharusnya saya menjadi apa” pengukuran ini berarti untuk

mengetahui seberapa besar kita menyukai diri sendiri.

Melengkapi data di atas Fitts (dalam Hendriyanti Agustiani, 2006:

(38)

21

a. Aspek internal atau yang disebut juga sebagai kerangka acuan

internal (internal frame of reference) yaitu penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia

di dalam dirinya. Aspek ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu:

1) Diri identitas (identity self)

Bagian diri identitas merupakan bagian mendasar dari

konsep diri. Dalam bagian ini individu

menggambarkian dirinya dan membangun identitasnya.

Gambaran diri ini dapat berupa gambaran fisik dan

psikologis.

2) Diri perilaku (behavioral self)

Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang

tingkah lakunya. Diri perilaku berkaitan erat dengan

identitas. Diri yang baik akan menunjukkan adanya

keserasian antara diri identitas dan diri perilaku,

sehingga individu dapat mengenali dan menerima, baik

diri sebagai identitas dan diri sebagai perilaku.

3) Diri penerimaan/penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu

standar dan evaluator. Kedudukanya adalah sebagai

perantara (mediator) antara diri identitas dan diri

perilaku. Manusia cenderung memberi penilaian

(39)

22

label-label yang dikenakan pada diri individu bukan

semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi sarat

dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih

berperan dalam menentukan tindakan yang akan

ditampilkan. Diri penilai menentukan kepuasan

seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang

menerima dirinya.

b. Aspek eksternal adalah aspek dimana individu menilai dirinya

melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, niali-nilai yang

dianutnya, serta hal-hal lain yang di luar dirinya. Aspek ini

dibedakan menjadi lima bentuk, yaitu:

a. Diri fisik (psysical self)

Diri fisik mencangkup presepsi seseorang terhadap

keadaan dirinya secara fisik, misalnya kesehatan diri,

penampilan diri, keadaan tubuh.

b. Diri etik moral (moral-ethical self)

Diri etik moral merupakan presepsi seseorang terhadap

dirinya berdasarkan berdasarkan nilai moral etika. Hal

ini berupa presepsi seseorang mengenai hubunganya

dengan Tuhan, kepuasan seseorang dalam kehidupan

keagamaanya dan ilai-nilai moral yang dipegangnya,

yang meliputi batasan baik dan buruk.

(40)

23

Merupakan perasaan atau presepsi seseorang terhadap

keadaan pribadinya. Seperti memiliki pandangan yang

positif terhadap dirinya sendiri (percaya diri).

d. Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri

seseorang dalam kedudukanya sebagai anggota

keluarga.

e. Diri soaial (aocial self)

Merupakan penilaian individu terhadap interaksi

dirinya dengan orang lain maupun dengan lingkungan

sekitarnya. Seperti hubungan individu dengan orang

lain yang ditunjukkan dengan sikap hormat kepada

orang lain.

Berzonsky (dalam Maria, 2007: 33-34), mengemukakan bahwa

aspek-aspek konsep diri meliputi:

a. Aspek fisik (psysical self) yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatau yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian,

benda miliknya, dan sebagainya.

b. Aspek sosial (social self) meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian

individu terhadap performanya.

(41)

24

d. Aspek psikis (psychological self) meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, maka peneliti cenderung

menggunakan aspek-aspek konsep diri yang diutarakan oleh

Berzonsky (dalam Maria, 2007: 33-34), yaitu aspek fisik, psikologis,

sosial dan moral. Alasan penulis mengambil aspek-aspek dari

Berzonsky yaitu kejelasan bahwa terdapat perbedaan pada

masing-masing aspek dan operasionalisasinya, sehingga dianggap lebih sesuai

dalam penyusunan alat ukur untuk mengungkap konsep diri.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Calhoun & Acoccela (1990: 77), ada empat faktor yang

dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri, yaitu:

a. Faktor orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan yang

paling kuat yang dialami individu. Anak bergantung kepada

orang tuanya untuk makanannya, perlindunganya,

kenyamanannya, tentu saja untuk kelangsungan hidupnya.

Akibat orang tua menjadi sangat penting di mata anak.

b. Faktor teman sebaya

Kelompok teman sebaya ada pada posisi kedua setelah

orang tua dalam mempengaruhi konsep diri individu tersebut.

(42)

25

cinta dari orang tua, akan tetapi pada kemudian hari individu

membutuhkan penerimaan teman sebaya dalam kelompoknya.

c. Faktor masyarakat

Anak muda atau remaja tidak terlalu mementingkan

kelahiran mereka, kenyataan bahwa mereka hitam atau putih,

anak laki-laki maupun anak perempuan. Tetapi masyarakat

mengganggap penting fakta-fakta semacam itu. Akhirnya

penilaian masyarakat terhadap individu akan sampai kepada

anak dan masuk ke dalam konsep diri.

d. Faktor belajar

Konsep diri kita adalah hasil belajar. Belajar ini

berlangsung secara terus menerus setiap harinya, biasanya

tanpa kita sadari. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan

psikologis yang relatif permanen yang terjadi pada diri kita

sebagai akibat dari pengalaman. Melalui pengalaman jatuh

dalam bak mandi dan hidungnya kemasukan air, anak akan

belajar secara sendirinya untuk takut pada air. Proses

pembelajaran dapat diperoleh dari berbagai kegiatan, salah

satunya adalah dengan diskusi kelompok.

Dalam diskusi kelompok siswa dapat memperoleh

kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama.

Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan

(43)

26

Dalam pelaksanaan diskusi tentunya siswa berperan di dalam

kelompok yang kegiatanya dalam kelompok akan

menimbulkan rasa tanggung jawab dan harga diri yang dapat

mendorong pembentukan konsep diri pada siswa.

Dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep

diri individu terdapat faktor orang tua, faktor teman sebaya, faktor

masyarakat, dan faktor belajar. Seluruh faktor tersebut sangat

berpengaruh dalam pembentukkan konsep diri individu, karena

individu juga tidak bisa lepas dari orang lain.

6. Komponen Konsep Diri

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2005: 100), terdapat dua komponen

konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam

psikologi sosial komponen kognitif disebut dengan citra diri ( self-image), dan komponen afektif disebut dengan harga diri (self-esteem).

a. Komponen Kognitif (Citra Diri)

Pandangan dan pemikiran individu terhadap dirinya sendiri.

Individu mampu menilai dirinya sendiri dengan menyadari

kekurangan dan kelebihanya. Individu dalam berfikir mengenai

dirinya sendiri tidak lepas dari pemikiran mengenai kekurangan

dan kelebihanya.

(44)

27

Individu memiliki pandangan sendiri tentang kekurangan

dirinya. Individu dalam melihat kekurangan diri ada yang

merasa malu, tapi ada pula yang mengabaikan bahkan merasa

lebih nyaman dengan kekurangan yang individu miliki.

Berdasarkan pemaparan tentang komponen konsep diri di atas

dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua komponen individu

yaitu komponen kognitif dan konponen afektif. Komponen kognitif

merupakan cara pandang dan pemikiran individu mengenai

kekurangan dan kelebihannya, sedangkan komponen afektif

merupakan suatu harga diri individu yang ditunjukkan dengan adanya

rasa menerima atau merasa malau mengenai kekurangan dirinya.

7. Peranan Konsep diri

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2005: 104), konsep diri merupakan

faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal,

karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan

konsep dirinya. Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dia

bodoh, individu tersebut akan benar-benar menjadi bodoh. Sebaliknya

apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki kemampuan

untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya

pada akhirnya dapat diatasi. Hal ini dikarenakan individu tersebut

(45)

28

Dengan kata lain suksesnya komunikasi interpersonal banyak

bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau negatif.

Hurlock (1994: 238), mengemukakan, konsep diri merupakan inti

dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan

mempengaruhi berbagai bentuk sifat. Jika konsep diri positif, anak

akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri,

dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas, sehingga akan

menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya apabila

konsep diri negatif, anak akan mengembangkan perasaan tidak mampu

dan rendah diri. Mereka merasa ragu dan kuang percaya diri, sehingga

menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk pula.

Konsep diri juga dikatakan berperan dalam perilaku individu

karena seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya akan

mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan setiap aspek

pengalamanya. Suatu kejadian akan ditafsirkan secara berbeada-beda

antara individu satu dengan individu yan lain, karena individu

mempunyai pandangan dan sikap yang berbeda terhadap dirinya

sendiri. Konsep diri dikatakan berperan dalam menentukan perilaku

karena konsep diri menentukan pengharapan individu, di mana

penghargaan ini merupakan inti dari konsep diri. Penghargaan dapat

berupa cita-cita dan tujuan individu yang ingin dicapainya demi

(46)

29

Konsep diri mempunyai peranan yang sangat penting dalam

individu menentukan prilaku dirinya. Individu dalam memandang atau

menilai dirinya sendiri akan tampak jelas dari perilaku yang

ditunjukkanya, dengan kata lain perilaku seseorang akan sesuai dengan

cara individu memandang dan menilai dirinya. Apabila individu

memandang dirinya sebagai pribadi yang berperilaku positif, maka

individu akan menampakkan perilaku yang positif pula. Sebaliknya

jika individu memandang dirinya sebagai pribadi yang berperilaku

negatif, maka individu akan menampakkan perilaku yang negatif pula.

B. Konformitas

1. Pengertian Konformitas

Menurt Myers (2012: 252), konformitas (conformity) adalah perubahan perilaku atau kepercayaan individu agar selaras dengan

orang lain. Jadi dapat diartikan bahwa konformitas merupakan

perubahan perilaku individu untuk menyamakan dirinya dengan orang

lain. Baron & Byrne (2005: 53), berpendapat bahwa konformitas

adalah penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan

dari kelompok tersebut untuk menyesuaikan meskipun tuntutan

tersebut tidak terbuka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Selain itu, menurut Chaplin (2006: 105), mendefinisikan bahwa

(47)

30

tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah

berlaku.

Santrock (2003: 221), berpendapat bahwa konformitas muncul

ketika individu meniru tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan

yang nyata atau yang dibayangkan oleh mereka. Pendapat tersebut juga

didukung oleh pendapat Asch (dalam Baron & Byrne, 2005: 53), yang

mengatakan bahwa konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan

perilaku seseorang sebagai keinginan untuk mengikuti kepercayaan

atau standar yang ditetapkan oleh orang lain. Asch juag menyatakan

bahwa tekanan kelompok akan membuat individu konformistis

terhadap norma kelompok. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya

menjadi sangat kuat pada masa remaja. Artinya tekanan sosial dari

teman sebaya tidak hanya berupa tekanan nyata tetapi juga ada tekanan

yang ada dalam bayangan mereka sehingga dapat mengubah tingkah

laku mereka mengikuti perilaku teman sebaya.

Sarlito Wirawan Sarwono (1999: 182), menjabarkan konformitas

sebagai bentuk perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh

keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan

perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik

yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja (Kiesler &

Kiesler dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 1999: 172).

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa

(48)

31

dalam sebuah kelompok karena adanya tuntutan ataupun tekanan yang

sifatnya nyata atau sesuatu yang dibayangkan sebagai tuntutan

kelompok yang bertujuan agar individu tersebut dapat diterima dalam

kelompok tersebut.

2. Tipe-Tipe Konformitas

Menurut Nail, dkk (dalam Myers, 2012: 253), ada beberapa tipe

konformitas, akan tetapi hanya tiga tipe yang dijelaskan diantaranya

yaitu pemenuhan, kepatuhan, dan penerimaan.

a. Pemenuhan (Complience)

Individu telah melakukan konformitas dengan adanya

persetujuan dan permintaan orang lain, sementara pibadinya

tidak menyetujuinya.

b. Kepatuhan (obedience)

Individu bertindak sesuai dengan perintah atau petunjuk

langsung dari orang lain atau kelompoknya.

c. Penerimaan (acceptance)

Individu yang bertindak konformitas sesuai perintah

diyakininya agar bisa menyesuaikan diri dengan tekanan sosial

yang ada disekitarnya.

Deutsch & Gerrad (dalam Oktantri Rujiantika Pratami, 2013: 17),

(49)

32

a. Complience, yaitu pengaruh yang menyebakan seseorang individu berperilaku konform karena didasarkan pada hal

untuk diterima kelompok.

b. Acceptance, yaitu pengaruh yang menyebabkan seseorang individu berperilaku konform karena didasarkan pada

keinginan dan kebutuhan untuk memperoleh informasi yang

benar dan akurat tentang realitas orang lain.

Allen, dkk (dalam Oktantri Rujiantika Pratami, 2013: 17),

mengemukakan dua tipe konformitas yaitu:

a. Private conformity disebut juga acceptance yaitu perilaku konformitas yang dilakukan dengan tidak hanya mengubah

perilaku tetapi juga mengubah pola pikir.

b. Public conformity disebut juga complience yaitu perilaku konformitas yang dilakukan untukk mengubah perilaku luar

tanpa mengubah pola pikir.

Berdasarkan uraian diatas terdapat tipe-tipe Konformitas, yaitu

Complience, obedience dan Acceptance. Selain itu dua tipe konformitas yang lain adalah Private conformity dan Public conformity.

3. Aspek-aspek konformitas

Konformitas merupakan sebuah kelompok acuan yang akan dapat

(50)

33

mengemukakan secara eksplisit aspek konformitas pada remaja yang

ditandai dengan tiga ahal sebagai berikut:

a. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan

remaja tertarik dan tetap ingin menjadi anggota kelompok.

Hubungan remaja dengan kelompok acuan sangat erat yang

disebabkan dari perasaan suka antara anggota kelompok serta

harapan memperoleh manfaat dari keanggotaanya. Rasa suka

anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin

besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan

kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan

semakin kompak kelompok tersebut.

a. Penyesuaian Diri

Kekompakan yang tinggi memunculkan tingkat

konformitas yang semakin tinggi pula. Individu yang

merasa dekat dan diakui anggota kelompok lain, maka

akan semakin menyenangkan dan semakin

menyakitkan bila anggota kelompok saling mencela.

Penyesuaian individu akan semakin besar apabila

memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi sebuah

anggota kelompok tertentu.

(51)

34

Peningkatan konformiatas yang terjadi pada individu

karena tidak mau disebut sebagai orang yang

menyimpang dari kelompok. Penyimpangan tersebut

akan menimbulkan resiko penolakan pada individu.

Anggota kelompok yang terlalu sering menyimpang

dan tidak menyenangkan bisa dikeluarkan dari

kelompok. Perhatian individu yang tinggi dalam

kelompok, maka akan semakin serius tingkat rasa

takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil untuk

tidak menyetujui aturan kelompok

b. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang telah dibuat memiliki tekanan

yang kuat sehingga remaja harus menyesuaikan pendapatnya

dengan pendapat kelompok. Tekanan yang terjadi dalam

kelompok membuat adanya kesepakan dalam kelompok

tersebut.

1) Kepercayaan

Apabila individu sudah tidak mempunyai

kepercayaan terhadap kelompok, maka akan dapat

mengurangi ketergantungan individu terhadap

kelompok sebagai sebuah kesepakatan.

(52)

35

Apabila dalam kelompok terdapat satu individu saja

yang tidak sependapat dengan kelompok lain maka

konformitas akan menurun. Persamaan pendapat dalam

kelompok akan meningkatkan konformitas.

3) Penyimpangan terhadap Pendapat Kelompok

Apabila individu mempunyai pendapat yang

berbeda dengan anggota kelompok lain, maka individu

akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang

menyimpang, baik dalam pandangan orang lain maupun

pandangan dirinya sendiri. Individu yang menyimpang

akan menyebabkan penurunan kesepakatan dalam

melakukan konformitas.

c. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja

membuat remaja melakukan tindakan walaupun tidak

diinginkanya. Bila ketaatan individu tinggi maka

konformitasnya akan tinggi pula.

1) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman

Salah satu cara untuk memunculkan ketaatan yaitu

dengan cara meningkatkan tekanan terhadap individu

untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melaui

ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

(53)

36 2) Harapan orang lain

Harapan-harapan orang lain akan menimbulkan

ketaatan, meskipun harapan tersebut bersifat umum atau

luas. Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan

adalah dengan menempatkan individu dalam situasi

yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur

sedemikian rupa sehingga ketidak taatan merupakan hal

yang hampir tidak mungkin timbul dalam kelompok.

Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti akan menggunakan

aspek-aspek konformitas remaja yang dipaparkan oleh Sears, dimana

aspek yang dijelaskan cukup jelas dan terperinci. Aspek-aspek

tersebut mencangkup tiga aspek yaitu aspek kekompakkan, aspek

kesepakatan, dan aspek ketaatan. Ketiga aspek yang dikemukakan

oleh Sears inilah yang menyebabkan individu melakukan konformitas

terhadap kelompok teman sebaya.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Penelitian yang dilakukan oleh Asch (Baron & Byrne, 2005: 56),

menunjukkan terdapat empat faktor yang menentukan seseorang

menuruti tekanan konformitas, yaitu:

a. Kohesivitas (Cohesiveness)

Kohevitas didefinisikan sebagai derajat ketertarikan yang

(54)

37

tinggi maka tekanan untuk melakukan konformitas bertambah

besar. Sebaliknya apabila kohevitas rendah maka teknanan untuk

konformitas juga rendah.

b. Ukuran Kelompok

Faktor yang memiliki pengaruh besar penting dalam

kecenderungan melakukan konformitas adalah ukuran kelompok.

Semakin besar ukuran kelompok tersebut, makn semakin besar

pula kecenderungan seorang untuk ikut serta dalam kelompok

tersebut.

c. Norma Sosial Deskriptif

Norma sosial deskriptif atau himbauan (descriptive norms) adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian

orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini mempengaruhi

tingkah laku dengan cara memberitahu mengenai apa yang

umumnya dianggap efektif atau adaptif pada situasi tertentu.

d. Norma Sosial Injungtif

Pada faktor ini, perempuan lebih tinggi intensitasnya dalam

(55)

38

lebih melekat keinginan untuk merubah penampilan yang

berhubungan dengan mode.

Myers (2005: 230) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

konformitas menjadi lima faktor, yaitu:

a. Group Size

Semakin besar anggota kelompok, maka semakin besar pula

pengaruhnya terhadap individu.

b. Cohession

Semakin seorang merasa tertarik dengan kelompoknya maka

semakin besar pengaruh dari kelompok terhadap individu tersebut.

c. Status

Didalam sebuah kelompok apabila seseorang memiliki status

yang tinggi cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar,

sedangkan seseorang yang memiliki status rendah cenderung untuk

mengikuti pengaruh yang ada.

d. Public Respons

Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung di

hadapan publik, individu cenderung akan lebih conform daripada individu tersebut diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan

lisan.

(56)

39

Seseorang yang sudah memutuskan untuk memiliki

pendirianya sendiri, akan cenderung mengubah pendirianya

dikarenakan adanya aspek tekanan sosial.

Berdasarkan Serlito Wirawan Sarwono (2001: 182-185), ada enam

ciri yang menandai konformitas, yaitu:

a. Beasarnya Kelompok

Kelompok yang kecil lebih memungkinkan melakukan

konformitas daripada kelompok yang besar.

b. Suara Bulat

Lebih mudah mempertahankan pendapat jika banyak

kawanya.

c. Keterpaduan Kohesivitas

Semakin besar kohesivitas maka akan tinggi keingginan

individu untuk melakukan konformitas terhadap kelompoknya.

d. Status

Bila staus individu dalam kelompok belum ada maka

individu akan melakukan konformitas agar dirinya memperoleh

status sesuai harapanya.

e. Tanggapan Umum

Perilaku yang terbuka dapat didengar atau dilihat secara

umum akan lebih mendorong konformitas daripada prilaku yang

dapat didengar dan dilihat oleh orang-orang tertentu.

(57)

40

Konformitas akan lebih mudah terjadi pada orang yang tidak

mempunyai komitmen apa-apa.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas adalah kohevitas

(Cohesiveness), ukuran kelompok, norma sosial deskriptif, dan norma sosial injungtif, perbedaan jenis kelmin, suara bulat, status, tanggapan

umum atau public respons, dan komitmen paham.

5. Dasar-Dasar Konformitas

Terdapat dua pembentuk dasar konformitas menurut beberpa ahli

yaitu:

a. Pengaruh Normatif

Pengaruh normatif adalah penyesuaian dengan keinginan

atau harapan orang lain untuk mndapatkan penerimaan. Myres

(2005: 237), menambahkan bahwa dalam pengaruh ini, individu

berusaha untuk mematuhi standar norma yang ada di dalam

kelompok. Apabila norma ini dilanggar, maka hasil yang akan

diterima adalah penolakan dan pengasingan oleh kelompok pada

individu tersebut.

Sejalan dengan Baron & Byrne (2005: 62), yang

mengatakan bahwa pengaruh normatif adalah pengaruh sosial yang

didasarkan pada keinginan individu utuk disukai atau diterima

(58)

41 b. Pengaruh Informasional

Pengaruh informasional adalah penyesuaian individu atau

keinginan individu untuk memiliki pikiran yang sama sebagai

akibat adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi

pemikiran kelompok dan beranggapan bahwa informasi dari

kelompok lebih baik dibandingkan dengan pendapat diri sendiri.

Sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyampaikan

pendapat atau sugesti (Myers, 2005: 237).

Baron & Byrne (2005: 63) menyatakan bahwa, pengaruh

informasional adalah penagruh sosial yang didasarkan pada

keinginan individu untuk menjadi benar dan untuk memiliki

persepsi yang tepat mengenai dunia sosial.

Berdasarkan penjelasan diatas terdapat dua dasar pembentuk

konformitas, yaitu pengaruh normatif berupa keinginan untuk disukai

dan rasa takut akan penolakan terhadap kelompok, seta pengaruh

informasional berupa keinginan untuk merasa benar.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008 : 123), remaja diterjemahkan

(59)

42

sosial. Menurut Hurlock (dalam Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 124), awal

masa remaja berlangsung kira-kira dari 13- 16 tahun atau 17 tahun, dan

akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun

yaitu usia matang secara hukum.

Santrok (2003:26), remaja dimaksudkan sebagai masa

perkembangan praliahan antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang yang terjadi berkisar dari

perkembangan fungsi seksual, proses berfikir abstrak sampai pada

kemandirian. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan

pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk kira-kira setelah usia 15 tahun.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulankan bahwa

remaja merupakan masa perkembangan serta peralihan antara masa

anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perkembangan fisik, intelektual,

emosi dan sosial. Masa remaja berlangsung antara umur 13-18 tahun.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (dalam Rita Eka Izzaty dkk, 2008:126), ada

beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik

(60)

43

a) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

Individu berusaha mempelajari peran masing-masing baik

sebagai pria atau wanita. Remaja dalam hal ini belajar untuk

menjalin hubungan baru dan menyesuaikan diri dengan teman

sebayanya.

b) Mencapai peran sosial pria dan wanita

Mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis kelaminnya

sebagai pria atau wanita. Adanya penerimaan peran individu baik

sebagai pria maupun wanita akan membantu individu dalam

pencapaian peran sosialnya.

c) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif

Individu akan lebih menghargai dirinya sendiri dengan

menerima kondisi fisik, menjaga dan melindungi dirinya sendiri,

serta menggunakannya secara efektif.

d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab

Remaja belajar dan berpartisipasi sebagai orang dewasa

yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan mampu

menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam perilakunya.

(61)

44

Individu belajar merencanakan kehidupannya sendiri.

Adanya keinginan remaja untuk dapat berdiri sendiri tanpa bantuan

orang lain.

f) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

Individu belajar untuk hidup bersama dengan orang lain,

serta belajar untuk dapat percaya, jujur, dan terbuka terhadap orang

lain. Mampu untuk memahami adanya perbedaan pendapat

maupun perilaku dengan orang lain.

g) Memperoleh perangkat nilai-nilai dan sistem etika sebagai

pegangan untuk berperilaku.

Remaja di sini belajar dari agama, budaya, maupun

pengalaman untuk pegangan dalam berpikir, berpendapat, dan

berperilaku dilingkungan masyarakat.

Rita Eka Izzaty dkk (2008:126), menerangkan bahwa tugas

perkembangan remaja sangat menuntut pada perubahan-perubahan besar

yang terjadi dalam sikap maupun tingkah laku individu. Sehingga hanya

sedikit anak laki-laki maupun perempuan yang diharapkan untuk dapat

menguasai tugas-tugas perkembangan tersebut selama masa remaja awal,

apalagi mereka yang kematanganya terlambat.

3. Karakteristik Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Konsep Diri
Tabel 3. Pola Opsi Alternatif Respon Model Skala Konsep Diri
Table 4. Kisi-kisi Instrumen Skala Konformitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat tersebut juga sejalan dengan hasil Penelitian Arkham (2014:94) yang berjudul penalaran adaptif siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi

Pada hari ini, tanggal...bulan...Tahun...telah dilakukan penyusunan visi, misi, tujuan dan sasaran unit kerja...yang dihadiri oleh sebagaimana terlampir

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Asas Hukum Transnational Organized Crimes dan Bentuk- bentuk Kejahatan Transnasional dan bagaimana

Hasil kuesioner yang ditampilkan dalam tabel 2 menunjukan bahwa dari 15 pasien prabedah yang diberi pendidikan kesehatan rata-rata memiliki skor kecemasan sebesar 14,75

38. Dalam setahun terakhir siswa memperoleh pengalaman belajar yang dapat menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara dan tanah air Indonesia.

Oleh karena pelaksanaan Jual-beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain,yaitu dari penjual kepada pembeli tanah.Di

Ekonometrika sebagai suatu hasil dari suatu hasil tnjauan tertentu tentang peran ilmu ekonomi, mencakup aplikasi statistic matematik atas data

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b Pasal ini tidak atau kurang atau terlambat dibayar dalam