SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
AINNA AL FIRDAUSI NIM. D71213075
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Kegiatan Anjangsana, Silaturahmi, Pembentukan Kecerdasan Emosional.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya? (2) Bagaimana pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya? (3) Efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sumber data yang diambil adalah meliputi literatur, sumber data lapangan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun teknik analisa datanya dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan anjangsana dinilai efektif untuk membentuk kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, terbukti dengan adanya kegiatan tersebut santriwati saling mengetahui kondisi keluarga santriwati lainnya sehingga santriwati dapat saling memahami dan dapat bertoleransi sesama santriwati lainnya untuk membina hubungan baik dan mempererat rasa kekeluargaan.
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...vi
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR TABEL ...xv
BAB I : PENDAHULUAN A. LatarBelakang ...1
B. RumusanMasalah ...6
C. TujuanPenelitian ...6
D. KegunaanPenelitian...7
E. Penelitian Terdahulu ...8
F. BatasanMasalah...10
G. DefinisiOperasional...11
H. SistematikaPembahasan ...12
4. Manfaat Kegiatan Anjangsana ... 22
B. Kecerdasan Emosional ...25
1. Pengertian Kecerdasan Emosional ...25
2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional ...28
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ...30
4. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional ...35
5. Manfaat Kecerdasan Emosional ...39
6. Pembentukan Kecerdasan Emosional ...42
C. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional ...46
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenisdan Pendekatan Penelitian...51
B. Subjek dan Objek Penelitian ...54
C. Tahap-tahap Penelitian ...54
1. Tahap Pra Penelitian ...55
2. Tahap Pekerjaan Lapangan ...55
3. Tahap Analisis Data ...56
4. Tahap Penulisan Laporan ...56
1. Observasi ...59
2. Wawancara ...61
3. Dokumentasi...62
F. TeknikAnalisis Data ...63
1. Reduksi Data ...64
2. Penyajian Data ...64
3. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan ...65
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. GambaranUmumObyekPenelitian ...66
1. Profil Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...66
2. Letak Geografis Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...67
3. Sejarah Singkat Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...68
4. Visi dan MisiYayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...70
6. KeadaanUstadz/dzah dan Santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Surabaya ...72
7. SaranadanPrasaranaYayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya ...75
8. Prestasi Santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya ...76
B. Penyajian Data ...77
1. Pelaksanaan Kegiatan Anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Surabaya ...78
2. Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...82
3. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan
Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya ...87
C. Analisis Data ...90
1. Pelaksanaan Kegiatan Anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri
An-Nuriyah Surabaya ...90
2. Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...91
3. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan
Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...98
B. Saran ...99
DAFTAR PUSTAKA ...101
Dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup
bersosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan cenderung untuk
melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan manusia lain, dengan
bersosialisasi manusia perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya agar dirinya dapat diterima oleh masyarakat. Meski begitu tidak
sedikit dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.
Dalam bermasyarakat perlu adanya interaksi dengan orang lain,
dimana interaksi ini terjadi apabila santriwati saling mengenal antara
santriwati satu dengan santriwati lainnya. Santriwati dalam melakukan
interaksi sosial, ia harus menghargai hak santriwati lain, mampu
menciptakan suatu relasi yang sehat dengan santriwati lain, berperan aktif
dalam kelompok, menjalin persaudaraan, dan lain-lain. Santriwati yang
mampu menyesuaikan diri berarti dapat menjalin persahabatan dan
persaudaraan dengan santriwati-santriwati yang ada di sekitarnya.
Nilai-nilai persaudaraan Islam merupakan persoalan penting yang
perlu dipelihara dan sangat diutamakan dalam pandangan Islam sehingga
terjalinnya hubungan yang akrab antara individu satu dengan individu
yang lain. Persaudaraan atau yang lebih dikenal dengan istilah silaturahmi
Diperingatkan untuk tidak memutuskannya sebagaimana firman Allah swt
yang berkaitan dengan menyambung silaturahmi;
“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut
kepada hisab yang buruk.”(QS. Ar-Ra’d: 21)1
Ayat tersebut adalah salah satu dari sekian banyak ayat al-Qur’an
yang menjelaskan tentang silaturahmi. Jika dilihat dari banyaknya ayat
al-Qur’an yang menjelaskan tentang silaturahmi sudah jelas bahwa,
silaturahmi merupakan tonggak yang mengokohkan banyak hal, mulai dari
persatuan, perhatian kasih sayang, mata pencaharian, hingga memudahkan
seseorang memasuki surga-Nya.
Manusia yang menjalankan hubungan silaturahmi akan berpahala
serta akan diberi sanksi bagi pemutus hubungan silaturahmi, sesuai hadits
nabi berikut,
َيِضَر ةَرْ يَرُ َِِا ْنَع
ا
ِِّبهنلا ْنَع ُهْنَع ُهَ
َمِحهرلا هنِا َلاَق َمهلَسَو ِهِيَلَع ُهَا ىهلَص
ُهُتْعَطَق ِكَعَطَق ْنَمَو ُهُتْلَصَو ِكَلَصَو ْنَم ُهَا َلاَقَ ف ِنَْْهرلا َنِم ُةَنْجَش
2“Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya rahim itu berasal dari Arrahman lalu Allah berfirman, “Siapa menyambung Aku menyambungnya dan barangsiapa memutusmu Aku memutusnya.” (HR. Bukhari).
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya special for woman (Bandung:
Sygma, 2007), h. 252.
2 Ahmad bin Muhammad Asy-Syafi’i Al-Qisthilani,
Hadits tersebut menjelaskan bahwa rahim secara umum mencakup
makna saling cinta, saling kasih sayang, dan berlaku adil. Rahim secara
khusus mencakup memberikan nafkah kepada kerabat, memperhatikan
keadaan mereka, dan pura-pura tidak tahu dengan kesalahan mereka.
Sebulan sekali santriwati Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya melakukan kegiatan silaturahmi yang biasa disebut anjangsana.
Kegiatan tersebut dilakukan di tempat yang berbeda-beda sesuai dengan
urutan rumah santriwati yang akan dituju. Kegiatan tersebut terjadi
interaksi antar santriwati dengan santriwati, interaksi antar santriwati
dengan keluarga santriwati, dan interaksi antar santriwati dengan
lingkungan rumah santriwati yang dikunjungi.
Setiap santriwati pasti memiliki banyak kesibukan, kesibukan pada
jadwal kegiatan di pondoknya juga mereka masih berstatus mahasiswa
aktif yang ingin memiliki banyak pengalaman di dunia kampusnya.
Namun, mereka harus bisa membagi waktu, pikiran, dan tenaganya untuk
dapat berhasil di manapun. Terlebih mereka selalu berinteraksi dengan
individu lain untuk bisa menyeimbangkan pola pikirnya.
Proses interaksi yang terjadi pada individu merupakan sesuatu
yang penting, karena melalui proses interaksi individu tersebut belajar
mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitasnya
kelompok suatu masyarakat.3 Keberagaman sifat santriwati dengan
santriwati yang lain di Yayasan Pondok Pesantren An-Nuriyah Surabaya
itulah dapat menjadikan santriwati tersebut belajar dari keberagamannya
dan bekal pengetahuan yang dimilikinya dapat digunakan untuk
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian generasi yang
lahir dari dunia pendidikan formal maupun informal dapat membangun
bangsa dari segala bidang.
Silaturahmi erat kaitannya dengan proses interaksi dalam
pelaksanaannya. Proses interaksi sendiri dalam seluruh tatanan sosial tidak
bisa ditumpukan pada logika rasio yang cenderung linear dan sistemik. Ia
memerlukan adanya dimensi lain sebagai penyeimbang, berupa kecerdasan
intuitif atau yang lebih dikenal dengan sebutan emotional question (EQ).
Sebuah kecerdasan yang bisa memotivasi kondisi psikologi menjadi
pribadi-pribadi yang matang. Ia terwujud dalam bentuk kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusia.4
Peter Salovey dan John Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional berdasarkan kecerdasan pribadi yang dikemukakan Howard
Gardner, yakni kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang
memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, serta bagaimana bekerja
sama dengan mereka. Juga kemampuan untuk membedakan dan
3
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 115.
4
menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat
orang lain. Dari definisi dasar ini, pengertian kecerdasan emosional
dijabarkan menjadi lima wilayah utama, yakni kemampuan untuk
mengenali emosi diri, kemampuan untuk mengola emosi, kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali emosi orang
lain, dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.5
Perkembangan emosi pada remaja seharusnya dapat mengantarkan
remaja untuk bisa mengendalikan diri sendiri dalam berinteraksi kepada
orang lain maupun lingkungannya. Sedangkan perkembangan kognisi
remaja yang baik dapat menjadikan remaja memiliki wawasan luas dan
pengetahuan yang lebih dari sebelumnya. Akan tetapi setiap remaja
memiliki perkembangan emosi yang berbeda-beda karena dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal remaja. Apabila perkembangan
emosi dan kognisi remaja tersebut belum optimal, maka akan timbul
beberapa permasalahan dalam perkembangan remaja seperti, mudah
marah, suka tersinggung, mudah putus asa, suka berburuk sangka terhadap
teman, dan lain sebagainya.
Dari uraian latar belakang tersebut maka signifikansi penelitian ini
adalah efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan
emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya. Maka penelitian ini berjudul “Efektivitas Kegiatan
5
Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?
2. Bagaimana pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan
Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?
3. Efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan
emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui beberapa
tujuan dari penelitian. Antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan
Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.
2. Untuk mengetahui pembentukan kecerdasan emosional santriwati di
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.
3. Untuk mengetahui efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan
kecerdasan emosional di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
D. Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan,
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam bidang
pengajaran dan menambah wawasan dalam bidang penelitian,
sehingga dapat dijadikan sebagai latihan dan pengembangan
kegiatan yang baik dalam membentuk kecerdasan emosional
santriwati, juga sebagai konstribusi nyata bagi dunia pendidikan.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan
tentang efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan
kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren
Putri An-Nuriyah Surabaya khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
c. Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan dalam membentuk
kecerdasan emosional santriwati melalui kegiatan anjangsana.
2. Secara Praktis
a. Bagi Santriwati
Dengan adanya penelitian ini, maka santriwati dapat
mengetahui keefektivan kegiatan anjangsana dalam membentuk
b. Bagi Pengasuh
Agar para pengasuh dapat memanfaatkan kegiatan
anjangsana dalam membentuk kecerdasan emosional santriwatinya.
c. Bagi Pondok Pesantren
Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan kecerdasan emosional santriwati melalui kegiatan
anjangsana.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah hasil kajian penelitian yang relevan
dengan permasalahan. Beberapa penelitian yang terkait dengan kegiatan
anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional belum ditemukan
di literatur penelitian yang ada di UIN Sunan Ampel Surabaya. Namun,
beberapa penelitian dibawah ini dianggap berkaitan dengan judul yang
diangkat penulis. Beberapa judul penelitian tersebut sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Iva Nofia, mahasiswa jurusan
Bimbingan dan Konseling Isslam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN
Sunan Ampel Surabaya, tahun 2013 berjudul “Bimbingan dan Konseling
Islam dengan Terapi Silaturahmi Pada Seorang Remaja yang Mengalami
Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik”6
yang menjelaskan tentang
depresi sebagai masalah bimbingan dan konseling Islam, bimbingan dan
konseling Islam dalam mengatasi depresi, dan pelaksanaan bimbingan dan
6
konseling Islam dengan terapi silaturahmi pada seorang remaja yang
depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mashuda, mahasiswa jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan
Ampel Surabaya, tahun 2010 berjudul “Pengaruh Keberagaman Santri
terhadap Kecerdasan Emosional di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak
Bahrul Ulum Surabaya”7
yang menjelaskan tentang keberagaman
seseorang dalam mamahami, menghayati, dan mengamalkan aturan-aturan
agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Menjelaskan juga
tentang kemampuan seseorang dalam memanajemen emosi yang
terkadang timbul ledakan-ledakan jiwa yang apabila tidak terkontrol akan
berdampak pada hubungannya dengan orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Agung Yudistira, mahasiswa
jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan
Komunkasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2017 berjudul “Efektivitas
Positive Thinking Training dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 2 Kota Mojokerto”8 yang menjelaskan tentang proses efektivitas positive thinking training dalam meningkatkan kecerdasan
emosional.
7
Mashuda, Pengaruh Keberagaman Santriwati terhadap Kecerdasan Emosional di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak Bahrul Ulum Surabaya, Skripsi, FTK, PAI, UIN Sunan Ampel Surabaya.
8
Agung Yudistira, Efektivitas Positie Thinking Training dalam Meningkatkan
Penelitian diatas menjadi acuan dan landasan penyebab penulis
melakukan penelitian ini, dari kedua penelitian yang telah dilakukan di
atas, penulis yakin bahwa penelitian tentang efektivitas kegiatan
anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional, belum ada yang
mengulasnya.
F. Batasan Masalah
Untuk memperoleh data yang relevan dan memberikan arah
pembahasan pada tujuan yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup
penelitian akan diarahkan pada:
1. Pembahasan tentang Kegiatan Anjangsana
a. Pengertian Kegiatan Anjangsana
b. Bentuk Kegiatan Anjangsana
c. Aspek-aspek dalam Kegiatan Anjangsana
d. Manfaat Kegiatan Anjangsana
2. Pembahasan tentang Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
b. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
c. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional
d. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional
e. Pembentukan Kecerdasan Emosional
G. Definisi Operasional
Definisi operasional ini dimaksudkan untuk memperjelas dan
mempertegas kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul
penelitian “EFEKTIVITAS KEGIATAN ANJANGSANA DALAM
PEMBENTUKAN KECERDASAN EMOSIONAL SANTRIWATI DI
YAYASAN PONDOK PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH
SURABAYA.”
1. Efektifivitas
Kata efektivitas berasal dari kata efektif yang memiliki arti tepat
mengenai sasaran.9 Efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh
atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan
keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas
dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan intruksional khusus yang
telah dicanangkan.10
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan efektivitas adalah keberhasilan penggunaan sesuatu dengan
tepat dan dapat menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan tujuan.
2. Kegiatan Anjangsana
Kegiatan sejenis silaturahmi yang terdapat di Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya. Kegiatan tersebut dilakukan
sekali dalam sebulan. Acara tersebut diisi dengan kegiatan keagamaan
9
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Penerbit Fakultas UGM, 1996), h. 3
10
diantaranya; khotmil al-Qur’an, Dhiba’an, dan bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar.
3. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional menurut W.Stren adalah kesanggupan jiwa
untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi
yang baru.11 Kecerdasan (dalam bahasa Inggris disebut Intelligence
dan bahasa Arab disebut al-dzaka), menurrut arti bahasa adalah
pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.12 Jadi, kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriates of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial.13
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tata urutan
penelitian ini, maka peneliti mencantumkan sistematika laporan penulisan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, ruang
11
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 66.
12
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cet. ke-1, h. 317.
13
lingkup dan pembatasan masalah, definisi operasional,
sistematika pembahasan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tinjauan tentang kegiatan Anjangsana yang
meliputi: pengertian kegiatan anjangsana, bentuk kegiatan
anjangsana, aspek-aspek dalam kegiatan anjangsana, manfaat
kegiatan anjangsana. Kecerdasan Emosional yang meliputi:
pengertian kecerdasan emosional, ciri-ciri kecerdasan emosional,
faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional,
komponen-komponen kecerdasan emosional, pembentukan kecerdasan
emosional, manfaat kecerdasan emosional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, subjek
dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang:
A. Profil Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Surabaya, meliputi: sejarah berdirinya Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, letak geografis
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya,
visi-misi Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah
Putri An-Nuriyah Surabaya, keadaan sarana dan prasarana
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya,
keadaan ustadz serta keadaan santriwati Yayasan Pondok
Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, prestasi santriwati
Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.
B. Penyajian data, meliputi data tentang kegiatan anjangsana
dan pembentukan kecerdasan emosional.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang
berkenaan dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan
A. Kegiatan Anjangsana
1. Pengertian Kegiatan Anjangsana
Anjangsana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kunjungan
untuk melepas rasa rindu, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga,
saudara, kawan lama, sahabat).14
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia silaturahmi bermakna tali
persahabatan atau persaudaraan. 15 Di Indonesia sering ditemui kata
silaturahmi sebagai kata yang menggambarkan aktivitas hubungan antar
sesama manusia. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas saling
mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Istilah silaturahmi di
tengah-tengah masyarakat sering diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi,
saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan.
Silaturahmi adalah istilah yang cukup akrab dan populer didalam
pergaulan umat Islam sehari-hari, namun pada hakikatnya istilah tersebut
merupakan bentukan dari bahasa Arab dari kata silaturahim, dan silaturahim
ini berasal dari dua kata yakni shilah yang berarti perhubungan, hubungan,
14
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 53.
15
pemberian, dan karunia. Sedangkan kata rahim yang memiliki arti kerabat
atau peranakan.16
Istilah-istilah tersebut merupakan sebuah simbol hubungan baik
penuh kasih sayang antar karib kerabat yang asal usulnya berasal dari rahim,
dikatakan simbol karena rahim atau peranakan secara materi tidak bisa
disambung atau tidak bisa dihubungkan dengan rahim lain. Dengan kata lain,
rahim yang dimaksud disini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh
rahim ibu, dimana hubungan antara satu dengan yang lain diikat dengan
hubungan rahim. Maka dapat dipahami bahwa pemaknaan terhadap istilah
silaturahmi cenderung pada hubungan kasih sayang yang terbatas pada
hubungan-hubungan dalam sebuah keluarga besar atau qarabah.17
Silaturahmi dapat diartikan menyambung tali kasih sayang adalah
merupakan bagian dari kebutuhan setiap makhluk hidup dan yang lebih
utamanya disini adalah manusia, karena manusia merupakan makhluk sosial
yakni makhluk yang membutuhkan hidup bersama. Hal ini terbukti dengan
adanya dalam memenuhi kebutuhan manusia tidak mampu sendirian
meskipun pada saat sekarang ini teknologi sudah mengalami perkembangan
dan kemajuan, oleh karena itu maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
manusia harus senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan orang lain.
16
Ahmad Warson dan Zainal Abidin, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), h. 215.
17
Dengan demikian istilah silaturahim dengan istilah silaturahmi
memiliki maksud pengertian yang sama, namun dalam penggunaan bahasa
Indonesia istilah silaturahmi memiliki pengertian yang lebih luas, karena
penggunaan istilah ini tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang
antara sesama karib kerabat tetapi mengadakan silaturahmi dapat
diaplikasikan dengan mendatangi keluarga atau teman dengan memberikan
kebaikan berupa ucapan maupun perbuatan.
2. Bentuk Kegiatan Anjangsana
Kegiatan anjangsana atau yang lebih dikenal dalam dunia Islam
dengan istilah bersilaturahmi adalah salah satu sunnah yang dianjurkan oleh
Rasulullah SAW, karena dalam silaturahmi banyak terkandung akan berbagai
hikmah dan juga keutamaan silaturahmi itu sendiri. Sebagai manusia yang
dijadikan sebagai makhluk sosial tentunya berhubungan dengan manusia
lainnya tak akan terlepas dalam kehidupan sehari-hari, karena selalu
membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Terdapat banyak bentuk-bentuk untuk bersilaturahmi. Menurut M.
Quraish Shihab setidaknya ada empat macam bentuk persaudaraan, yaitu:18
a. Ukhuwah Ubudiyah, yaitu saudara kesemakhlukan atau kesetundukan kepada Allah SWT.
18 Rachmat Syafe’i,
b. Ukhuwah Insaniyyah atau Basyariyyah, yaitu bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu.
c. Ukhuwah Wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
d. Ukhuwah fi ad-din al-islam, yaitu persaudaraan antar sesama muslim. Silaturahmi secara konkrit dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk
antara lain sebagi berikut:
a. Berbuat baik atau ihsan terutama dengan memberikan bantuan materiil
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun yang harus diprioritaskan
untuk dibantu adalah karib kerabat dibanding dengan pihak-pihak lain
yakni diantaranya anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, dan lain-lain.
karena jika karib kerabat tersebut seorang yang miskin maka bersedekah
kepada karib kerabat tersebut bermakna ganda, yakni sedekah sekaligus
silaturahmi. Dengan demikian jelas bahwa dari ukhuwah antar karib
kerabat adalah lebih utama.
b. Memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang sesama kerabat
maupun orang lain dapat diaplikasikan dengan sikap saling
kenal-mengenal, hormat-menghormati, bertukar salam, kunjung-mengunjungi,
surat-menyurat, jenguk-menjenguk, bantu-membantu, dan lain-lain.19
Penjelasan diatas bisa dikatakan silaturahmi dengan catatan hal-hal
tersebut diorientasikan untuk meningkatkan persaudaraan. Selain itu, dapat
19
meningkatkan dan mempererat hubungan persaudaraan antar sesama karib
kerabat apabila dilakukan dengan sesuainya cara untuk berinteraksi dengan
manusia lain.
3. Aspek-Aspek dalam Kegiatan Anjangsana
Seorang muslim dapat dikatakan memiliki kemampuan berinteraksi
dengan sesama yang baik jika ia mampu memahami dan mengamalkan
beberapa sikap sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya, ketika bertemu saling menyapa yang
mana sikap ini akan memupuk keakraban, saling mengingatkan jika
saudaranya salah, mampu bersikap toleransi, tenggang rasa akan mudah
membina penyesuaian sosial dimana ia tinggal dan dapat diterima dengan
gembira oleh individu lain. Berhubungan atau berinteraksi dengan sesama
manusia adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang karena
Islam memerintahkan agar umat manusia menjalin persaudaraan
(menyambung silaturahmi) yang dilandasi perasaan cinta dan kasih sayang
serta melarang umatnya untuk memutuskan tali peraudaraan.
Kegiatan anjangsana yang memiliki arti kunjungan untuk melepas
rindu, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama,
sahabat) erat kaitannya dengan proses interaksi dalam pelaksanaannya.
Seseorang butuh penyesuaian sosial untuk bisa menyesuaikan diri dalam
kegiatan tersebut dengan orang lain. Jersild dkk mengemukakan aspek-aspek
a. Kesadaran selektif
Penyesuaian yang sehat membutuhkan kemampuan individu untuk
melaksanakan seleksi terhadap berbagai tekanan yang ada, untuk
direspon secara tepat dengan tidak membahayakan diri individu tersebut.
Kemampuan melakukan seleksi tergantung pada pengalaman dari hasil
belajar.
b. Kemampuan toleransi
Merupakan kemampuan individu untuk menerima kehadiran
individu lain dan menganggap orang lain sebagaimana adanya, mampu
menerima nilai-nilai hidup serta kode-kode moral dan mampu
mengembangkan hidupnya dengan baik tanpa mengabaikan kepentingan
lingkungan.
c. Otonomi
Otonomi individu meliputi tiga aspek yaitu otonomi emosi, yakni
kemampuan melakukan hubungan emosional secara bebas dengan orang
lain, otonomi perilaku yakni kemampuan atau kecakapan pengambilan
keputusan secara bebas dan otonomi nilai yakni kemampuan memaknai
seperangkat prinsip benar dan salah serta apa yang penting dan yang tidak
penting. Penyesuaian sosial dianggap berhasil ketika individu mampu
d. Integritas pribadi
Individu mempunyai penyesuaian sosial yang sehat tidak merasa
takut atau cemas jika menghadapi hal-hal yang baru. Selain itu juga tidak
akan merasa panik jika suatu saat menghadapi kesulitan atau hambatan
dalam mencapai tujuan hidupnya.20
Dari teori diatas, dapat diketahui bahwa aspek penyesuaian sosial
menurut Jersild meliputi kesadaran selektif, kemampuan toleransi, otonomi,
dan integritas pribadi. Sedangkan menurut Hurlock, memiliki pemaparan yang
berbeda tentang aspek-aspek penyesuaian sosial. Adapun aspek tersebut
meliputi:
a. Penampilan nyata. Yaitu perilaku sosial seperti perilaku yang dinilai
berdasarkan standar kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, dana
akan menjadi anggota yang diterima kelompok.
b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok baik
kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa. Hal tersebut
secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik secara sosial.
c. Sikap sosial. Menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain,
terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok sosial.
20
d. Kepuasan pribadi. Seseorang harus merasa puas terhadap kontak
sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial,
baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota.21
Jadi dapat dijelaskan bahwa aspek penyesuaian sosial menurut
Hurlock meliputi penampilan nyata, penyesuaian nyata, penyesuaian diri
terhadap beberapa kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.
4. Manfaat Kegiatan Anjangsana
Berkunjung ke rumah saudara atau kerabat merupakan ibadah yang
sangat mulia, mudah, dan membawa berkah. Karena itu merupakan ibadah
yang paling indah yang berhubungan dengan manusia, sehingga perlu
meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini. Selain dapat
meningkatkan dan mempererat tali persaudaraan antar sesama karib kerabat
pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, silaturahmi juga dapat
memberikan manfaat lain baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat
silaturahmi antara lain:
a. Mendapat rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT
Seseorang yang menyambung tali persaudaraan maka Allah SWT
juga akan menghubungkannya, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian
maka orang-orang yang melakukan silaturahmi akan mendapatkan rahmat,
nikmat, dan ihsan dari Allah SWT.
21
b. Masuk surga dan jauh dari neraka
Secara khusus disebut oleh Rasulullah SAW bahwa sesudah amalan
pokok, silaturahmi dapat mengantarkan seseorang ke surga.
c. Lapang rizki dan panjang umur
Salah satu modal untuk mendapatkan rizki adalah dengan kita
berhubungan baik dengan sesama manusia. Peluang-peluang bisnis
misalnya akan terbuka dari banyaknya hubungan kita dengan masyarakat
luas.
Sedangkan maksud dari pengertian dipanjangkan umur hanya sebatas
pengertian simbolis, yang menunjukkan bahwa umur yang mendapatkan
taufiq dari Allah SWT menjadi berkah dan bermanfaat bagi umat manusia
sehingga namanya akan abadi dan akan senantiasa dikenang dalam waktu
yang lama.22
Bersilaturahmi antar kerabat khusus dan kerabat umum pada era
globalisasi ini sangat diprlukan untuk mencapai kedamaian, kerukunan, dan
persatuan. Pembinaan individu dan kerabat mendapat prioritas dalam Islam,
diantaranya dengan melakukan silaturahmi. Pembinaan masyarakat dimulai
individu, keluarga, kemudian masyarakat. Masyarakat akan merasakan
kedamaian dan kenyamanan dalam hidup, manakala masing-masing individu
dan keluarga rumah tangga melakukan tugas dan kewajiban silaturahmi secara
baik yang didasarkan pada keimanan dan kasih sayang.
22
Kasih sayang merupakan sifat Allah SWT yang sangat banyak
disebutkan dalam al-Qur’an, maka sebagai manusia yang taat, percaya, dan
bertaqwa kepada-Nya tentu harus berupaya untuk meneladani sifat keutamaan
Allah SWT tersebut dalam menjalani kehidupan, karena sesuai janji-Nya,
Allah SWT akan menjadikan kasih sayang ada didalam hati orang-orang yang
beriman dan beramal sholeh. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Maryam
ayat 96 sebagai berikut,
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.(QS. Maryam: 96).23
Ayat tersebut dapat difahami secara logika bahwa setiap mukmin
seharusnya hidup berdampingan dengan penuh kasih sayang, karena Allah
SWT telah memberi masing-masing sifat kasih sayang, namun dalam realita
pada masa sekarang adalah penuh dengan permusuhan, pertikaian,
perselisihan, dan sifat-sifat tidak terpuji lainnya. Sedangkan Islam dalam
berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam juga
menganjurkan pentingnya kasih sayang terhadap sesama.
23
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan
membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit keterampilan kata dan
angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan
sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang
akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak terpaut itu saja.
Pandangan baru yang berkembang, ada kecerdasan lain diluar IQ, seperti
bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan
emosional yang harus juga dikembangkan.24
Istilah emotional intelegence yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan kecerdasan emosional yang pertama kali
diterjemahkan oleh Peter Salovey dari Hardward University dan John Mayer
dari University of New Hampshire pada tahun 1990. Kemudian
dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam sebuah buku “Emotional
Intelegence”. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosional untuk menggambarkan sejumlah ketrampilan yang berhubungan
dengan keakuratan penelitian tentang emosi diri sendiri dan orang lain,
kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan
meraih tujuan kehidupan.
24
Dalam menjabarkan arti kecerdasan emosional, Salovey dan Mayer
menggunakan pengertian “Kecerdasan Pribadi” yang dikemukakan oleh
psikologi Horward Gardner sebagai definisi dasar, yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain, apa yang memotivasi serta cara bekerja sama, juga
kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati,
temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.
Definisi ini diperluas oleh Salovey dan Mayer dalam lima wilayah
utama, yaitu:
a. Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri
b. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan diri sendiri denga
tepat
c. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
d. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain
e. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.25
Gardner menyebut kecerdasan emosional dengan istilah “Kecakapan
Interpersonal” dan “Kecakapan Antarpersonal”. Kecakapan interpersonal
adalah kemampuan yang bersifat kolektif terapi yang terarah ke dalam diri
sendiri serta kemampuan untuk membentuk suatu model diri sendiri serta
kemampuan untuk menggunakan model tersebut sebagai alat menempuh
kehidupan secara efektif. Sedangkan kecakapan antarpersonal adalah
25
kemampuan untuk memahami orang lain berupa pemahaman terhadap apa
yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja sama dengan
sesamanya dan mampu membedakan serta menanggapi dengan tepat suasana
hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang lain.26
Menurut Aristoteles, kecerdasan emosional adalah suatu keterampilan
langka, yaitu untuk marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai,
pada waktu yang tepat demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik.27
Wilayah EQ adalah hubungan pribadi dan berhubungan antar pribadi, EQ
bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan
kemampuan adaptasi sosial.28
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh
di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang dalam memahami, mengelola, memotivasi emosinya sendiri dan
mampu memahami orang lain dan juga membina hubungan dengan orang
lain.
Dari kesimpulan tersebut, kecerdasan emosional seseorang berarti
dapat digolongkan menjadi dua bagian kemampuan, yaitu kemampuan
interpersonal dan kemampuan personal yang mana keduanya tersebut dapat
menjadikan seseorang tersebut menjadi sukses, baik dari dalam dirinya,
maupun di tengah-tengah orang lain, dalam arti orang tersebut mampu
26
Ibid.,
27
Ibid., h. 9.
28
membina hubungan dengan orang lain dengan baik dan mampu secara
bijaksana mengelola dirinya sendiri menjadi orang yang sukses.
2. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan seseorang.
Kecerdasan emosional ditentukan oleh kecakapannya dibidang emosi dalam
hal tersebut dapat dilatih dan ditingkatkan sejak diri secara terus menerus
dan bukan kecerdasan yang bersifat bawaan sejak lahir, seperti kecerdasan
intelektual, emosi dan akal adalah bagian suatu keseluruhan, itulah sebabnya
istilah baru-baru ini diciptakan untuk menggambarkan kecerdasan hati
adalah EQ.29
Pelatihan dibidang emosional ini perlu dan penting dimulai pada masa
kanak-kanak melewati berbagai aspek kehidupan dengan sukses. Menurut
Goleman, aspek-aspek kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan mengenali emosi diri, yaitu:
1) Kemampuan individu untuk mengenali perasaan sesuai apa yang
terjadi, mampu memantau perasaan diri waktu ke waktu dan merasa
selaras terhadap apa yang dirasakan.
2) Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.
3) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul.
4) Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan.
29
b. Kemampuan mengolah emosi, yaitu:
1) Untuk menangani perasaan sehingga perasaan dapat diungkap dengan
tepat.
2) Kemampuan untuk menenangkan diri.
3) Melepaskan diri dari kecemasan dan kemarahan yang menjadi-jadi.
c. Kemampuan memotivasi diri, yaitu:
1) Kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan.
2) Menunda kepuasan dan meregangkan dorongan hati.
3) Mampu berada dalam tahap flow.
d. Kemampuan mengenal emosi orang lain, yaitu:
1) Kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain.
2) Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.
3) Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.
e. Kemampuan membina hubungan, yaitu:
1) Kemampuan mengelola emosi orang lain.
2) Berinteraksi secara mulus dengan orang lain.
3) Meningkatkan kemampuan menganalisis serta memahami
hubungan.30
30
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Perkembangan dan pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi kecerdasan emosional tersebut adalah:
a. Faktor Otak
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi atau otak seseorang
menurut psikologi perkembangan adalah pengalaman dan
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Seperti pendidikan, pelatihan,
pengalaman dan kejadian-kejadian yang dialami.31
EQ bekerja berdasarkan jaringan saraf asosiatif di otak, muka
berfikir asosiatif adalah gaya berfikir EQ. Cara berfikirnya menggunakan
hati dan tubuh. Kecerdasan ini merupakan jenis kecerdasan yang
digunakan untuk menghasilkan efek-efek luar biasa oleh para atlet
berbakat atau seorang penulis yang piawai.
Para ahli menganggap bahwa bagian otak yang disebut dengan
sebutan sistem limbik, merupakan bagian otak yang mengurusi
emosi-emosi manusia. Akan tetapi, sistem limbik tidak bisa dipisahkan dari
korteks (terkadang disebut nonkorteks), karena kortekslah yang merupakan bagian terpenting otak yang dengannya otak bisa berfikir
(hingga bisa disebut dengan istilah akal). Korteks juga berperan penting
dalam memahami kecerdasan emosional.
31
Korteks memungkinkan kita mempunyai perasaan tentang perasaan
kita sendiri. Sistem limbik, sering emosi otak terletak jauh dalam
hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengetahuan
emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi hippo campus (tempat
berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya
ingatan emosi), sedangkan amingdala (yang dipandang sebagai pusat
pengendalian emosi pada otak).32 Komponen ketiga dari sistem saraf yang
berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam banyak hal justru
paling menarik, karena komponen ini ikut mengatur bagaimana emosi
secara biokimia dikirimkan ke berbagai bagian tubuh.
Amingdala adalah sekelompok sel yang berbentuk kacang almond
yang bertumpu pada batang otak. Amingdala merupakan gudang ingatan
emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan
emosi, seperti rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang dan sebagainya.
Apabila amingdala hilang dari tubuh, maka manusia tidak akan mampu
menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Keadaan ini disebut
“Kebutaan Efektif”.33
b. Faktor Keluarga
Secara umum apabila berbicara mengenai keluarga maka tidak
lepas dari konsep orang tua dan anak. Tugas kedua orang tua adalah
32
Muhammad Muhyiddin, Cara Islami Melejitkan Citra Diri, (Jakarta: Lentera, 2003), h. 34.
33
mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan suatu tugas
mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah
banyak usaha yang dilakukan orang tua maupun pendidik untuk mencari
dan membekali diri dengan pengetahuan yang berkaitan dengan
perkembangan anak. Lebih-lebih bila pada suatu saat dihadapkan pada
masalah yang menimpa diri anak.34
Orang tua memeggang peranan yang sangat penting terhadap
perkembangan emosional anak, dimana lingkungan keluarga merupakan
sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi. Pengalaman masa
kanak-kanak dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan otak. Oleh
karenanya jika anak-anak mendapatkan pelatihan emosi yang tepat, maka
kecerdasan emosinya akan meningkat, begitupun sebaliknya.
Beberapa prinsip dalam mendidik dan melatih emosi anak, yaitu
dengan menyadari dan mengakui emosi anak sebagai peluang kedekatan
dalam mengajar, mendengar dengan penuh empati dan meneguhkan
emosi anak, menentukan batas-batas emosi dan membantu anak dalam
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.35
34
Singgih D Sunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), h. 3.
35
c. Faktor belajar
Faktor ini merupakan faktor yang lebih udah dikendalikan. Dengan
pengendalian pra belajar lingkungan, seseorang akan mudah membina
pola emosi yang positif dan menghilangkan pola emosi yang negatif
sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. Ada lima
kegiatan belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi, yaitu:
1) Belajar coba dan ralat, hal ini melibatkan aspek reaksi. Anak akan
belajar mencoba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam
bentuk tingkah laku ketika pemuasan didapatkannya dan menolak
perilaku ketika sedikit atau tidak ada pemuasan yang didapatkannya.
2) Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, biasanya anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan cara mengidentifikasi, yaitu menirukan reaksi
emosional orang lain. Metode ini dilakukan karena kekaguman
kepada orang lain dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya serta motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi.
4) Belajar melalui pengkondisian, berani belajar dengan cara asosiasi.
Dalam metode ini obyek dan situasi pada mulanya gagal memancing
reaksi emosional lalu kemudian berhasil dengan cara asosiasi.
5) Pelatihan, belajar dibawah bimbingan pengawasan. Kepada anak
diajarkan cara bereaksi bagaimana menerima atau menolak jika
sesuatu emosi terangsang.
d. Faktor dukungan sosial
Dukungan sosial dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian,
nasehat, yang ada pada dasarnya memberikan kekuatan psikologis pada
seseorang sehingga ia merasa kuat dan membuatnya menghadapi situasi
yang sulit. Dukungan sosial dapat berupa suatu hubungan interpersonal
yang didalamnya terdapat satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik,
informasi, dan pujian. Dukungan sosial dianggap mampu
mengembangkan aspek-aspek kecerdasan emosional sehingga
memunculkan perasaan berharga dalam mengembangkan kepribadian dan
kontak sosial.
e. Faktor lingkungan sekolah
Guru memegang peranan penting dalam pengembangan potensi
anak didik melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode mengajarnya
sehingga kecerdasan emosi anak (EQ) dapat berkembang secara
maksimal. Sistem pendidikan hendaknya tidak mengabaikan
perkembangan fungsi otak kanan terutama perkembangan emosi dan
kondisi seseorang. Pemberdayaan pendidikan di sekolah hendaknya
psikologis anak sehingga dapat berekspresi secara bebas sesuai dengan
perkembangannya.
4. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional
Daniel Goleman adalah seseorang yang telah mempopulerkan istilah
“kecerdasan emosional”, walaupun istilah ini bukanlah istilah yang ia
temukan sendiri. Menurutnya, “kecerdasan emosional” atau emotional
intelligence merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri, dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya
dengan orang lain.36 Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai
menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan menggunakan
kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum.
Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:37
a. Mengenali emosi diri
Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut
“menahan diri”. Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip
“harus memiliki segalanya saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati
merupakan salah satu seni bersabar dan bersabar dan menukar rasa sakit
36
Muhammad Muhyiddin, ESQ Manajemen ESQ Power, (Yogyakarta: Diva Press, 2007), h. 83-84.
37
atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa
yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.
b. Mengelola emosi diri
Merupakan kemampuan emosional yang meliputi kecakapan untuk
tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan kegelisahan yang
timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang
menjengkelkan. Orang yang cerdas secara emosi tidak berada dibawah
kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali bersemangat apapun situasi
yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri. Mengelola emosi diri
bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi emosi yang bisa
timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles, marah itu
mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat,
waktu, tujuan, dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang yang cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas,
merupakan kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi-emosi
diri sendiri yang harus dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas
secara emosi.
c. Memotivasi Diri
Motivasi diri adalah dorongan hati untuk bangkit. Ia merupakan inti
secercah harapan dalam diri seseorang yang membawa orang tersebut
mempunyai cita-cita yang mendorongnya untuk meraih yang lebih tinggi.
ketika masalah menghadangnya. Jika seseorang telah termotivasi, tidak
ada seorang lain yang dapat mengambil kekuatan mereka untuk bergerak
maju dan ketika motivasi itu datang dari dalam hati seseorang, mereka
menjadi tak terkalahkan.
Orang dengan keterampilan ini cenderung sagat produktif dan
efektif dalam hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk
memotivasi diri sendiri antara lain dengan banyak membaca buku atau
artikel-artikel positif, tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan
sebagainya.
d. Memahami Orang Lain (Empati)
Menyadari dan menghargai perasaan orang lain adalah hal
terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan
empati. Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. ini
berarti juga dapat membaca dan memahami emosi-emosi orang lain.
memahami perasaan orang lain tidak harus mendikte tindakan kita.
Menjadi pendengar yang baik tidak berarti harus setuju dengan apapun
yang kita dengar. Keuntungan dari memahami orang lain adalah kita
banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik
untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Empati bermula dari kesadaran akan perasaan orang lain. lebih
mudah untuk menyadari emosi orang lain jika mereka benar-benar
selama mereka tidak menceritakannya, seseorang harus berusaha
menanyakannya, membaca apa yang tersirat, menduga-duga, dan
berupaya untuk meginterpretasikan isyarat-isyarat yang bersikap
nonverbal. Orang yang ekspresif secara emosional adalah paling mudah
untuk dibaca, tentunya lewat mata dan wajah mereka yang
memberitahukan kita bagaimana perasaan mereka.
Seseorang yang mau membaca emosi orang lain haruslah berempati.
Empati berbeda dengan simpati. Simpati hanya sekedar memahami
masalah atau perlakuan seseorang. Empati lebih dari itu, empati bukan
hanya memahami masalah orang lain tetapi juga merasakan apa yang
dirasakan orang tersebut.
e. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain
Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. orang yang
mempunyai kemampuan ini dapat bergaul dengan siapa saja,
menyenangkan dan tenggang rasa terhadap orang lain yang berbeda
dengan dirinya. Kecakapan jenis ini sangat membantu seseorang untuk
berkomunikasi dan menjalin hubungan serta kepercayaan dengan orang
lain. Gardner memecahnya menjadi empat jenis kemampuan, yakni:
kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dan mempertahankan
persahabatan, kemampuan menyelesaikan konflik, dan keterampilan
5. Manfaat Kecerdasan Emosional
Manfaat kecerdasan emosional dapat kita rasakan secara fisik maupun
psikis.
a. Secara Fisik
Emosi yang baik adalah kekuatan terbesar bagi kesehatan kita. Hal
ini berarti dengan mencerdaskan emosi kita akan dapat memberi manfaat
positif bagi kesehatan fisik kita.
Menurut John A Schindler sakit yang disebabkan oleh emosi negatif
lebih banyak adalah penyakit fisik. Penyakit itu mengakibatkan ribuan
gejala yang bervariasi, seperti sakit leher, buang angin, atau radang
dinding lambung.38
Pada saat marah, sejumlah sel darah dalam sirkulasi darah
meningkat sebanyak setengah juta per kubik mili meter, dan saat menjadi
marah otot-otot dibagian luar perut menekan begitu ketat sehingg alat
pencernaan menjadi sangat tegang sehingga banyak orang menderita sakit
perut hebat.39
Detak jantung meningkat luar biasa mencapai 180-220 atau lebih
tinggi. Seperti orang yang terkena stroke ketika sedang marah, terjadi
tekanan darah tinggi sehingga meledakkan aliran darah dalam oaknya.
Demikian juga didalam kemarahan, urat nadi koroner didalam jantung
38
John A. Schendler, Bagaimana Menikmati Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17.
39
menekan cukup keras sehingga mengakibatkan kejang-kejang bahkan
jantung koroner.
Emosi negatif juga mempengaruhi sistem syaraf otomis. Dampak
syaraf yang umum adalah otot yang kejang, otot yang mengetat dan
sangat sakit, baik dari bagian luar kaki, pembuluh darah, atau bagian
perut. Dengan demikian otot yang mengetat secara emosional akan
mengakibatkan rasa sakit pada bagian leher, perut, usus besar, kulit
kepala, dan pembuluh darah.
Penyakit-penyakit fisik diatas diakibatkan karena lemahnya
pengendalian emosi negatif, sedangkan mengendalikan atau mengganti
emosi negatif menjadi emosi positif akan memberikan manfaat dalam
berbagai hal, diantaranya:
1) Menghasilkan hormon optimal. Orang-orang yang cenderung
endorong kelenjar otak dalam cara yang tepat dan optimal untuk
memproduksi suatu keseimbangan hormon. Sehingga menghasilkan
ketenangan hati, tidak memperdulikan hal-hal yang merugikan,
dorongan semangat hidup dan keceriaan.
2) Menghasilkan kerja yang menakjubkan. Contohnya seorang laki-laki
yang menderita infeksi ginjal dan cenderung marah serta sangat
agresif, kemudian oleh seorang dukun Vood, emosi orang yang
menderita infeksi ginjal tersebut diubah menjadi emosi yang cerah,
3) Menghindarkan dari pengaruh stress yang diakibatkan oleh emosi
negatif.40
b. Secara Psikis
Manfaat psikis dari kecerdasan emosi yaitu dapat menghindarkan
kita dari psikoneurosis atau neu rosisi yang terjadi akibat ketegangan
pribadi yang terus menerus dari konflik-konfliknya sehingga ketegasan
tidak segera mereda akan mengalami neurosis.
Psikoneurosis disebabkan dari faktor luar, misalnya pengalaman traumatis dan faktor dari dalam diri yaitu tidak dapat mengatasi
konflik-konflik dari dalam diri. Berikut ini adalah macam-macam psikoneurosis
sesuai gejalanya:
1) Neurosis kekhawatiran. Gejala psikoneurosis jenis ini adalah kekhawatiran atau was-was yang terus menerus tidak beralasan.
Penderita menjadi gelisah, tidak tenang, dan sulit tidur. Kemudian
termasuk juga takut, khawatir marah, semuanya itu membuat
seseorang menjadi tegang, cemas, sehingga tidak dapat melihat
kenyataan yang jelas.
2) Histeris. Penderita psikoneurosis jenis ini tidak sadar meniadakan fungsi salah satu anggota tubuhnya sendiri, sehingga sekalipun secara
organis tidak ditemui adanya kelainan, anggota tubuh itu tidak dapat
menjalankan fungsinya, namun orang tersebut menjadi lumpuh, buta,
40
atau tuli, tergantung pada anggota tubuh mana yang dibuatnya tidak
berfungsi.
3) Neurosis obsesif-kompulsif. Jenis ini ditandai oleh pikiran-pikiran dan dorongan tertentu yang terus menerus. Orang yang bersangkutan
tahu bahwa pikiran dan dorongan itu tidak benar dan tidak masuk
akal, tetapi ia tidak melepaskannya. Misalnya, pikiran bahwa tangan
itu adaah anggota tubuh yang penuh dengan kuman, karena kotor
sehingga harus dicuci. Maka orang bersangkutan sangat sering
mencuci tangannya.41
Demikianlah salah satu penyebab penyakit psikis. Dengan
kecerdasan emosi kita dapat mengendalikan emosi dan menggantikannya
dengan emosi positif yang akan membuat hidup kita lebih optimis,
percaya diri sehingga semua permasalahan dapat diatasi dengan cara
yang tepat dan berfikir positif dalam menjalani hidup.
6. Pembentukan Kecerdasan Emosional
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling
sempurna dibanding makhluk lainnya. Manusia dianugerahkan akal dan
fikiran dalam membuat pilihan yang bijak sewaktu berada dalam keadaan
beremosi. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki beberapa
kecakapan salah satunya yaitu mampu mengelola emosinya. Seseorang yang
memiliki kecerdasan emosi mampu menjalin hubungan dengan baik kepada
41
orang disekelilingnya sehingga terjalin keharmonisan dalam hubungan
sosialnya.42
Cara membangun kecerdasan emosional banyak diusulkan oleh
praktisi, salah satunya adalah usulan Claude Steiner. Berikut ini dijelaskan
tentang langkah-langkah membangun kecerdasan gaya Claude Steiner yang
dimodifikasi oleh Agus Nggermanto seorang praktisi Quantum,43
langkah-langkah tersebut adalah:
a. Membuka Hati
Membuka hati ini adalah langkah awal dan utama, karena hati
adalah simbol pusat emosi. Hatilah yang akan merasa damai ketika
bahagia dalam kasih sayang dan cinta. Sebaliknya, hati akan merasa tidak
nyaman ketika sedih, marah, dan patah hati. Dengan demikian kita mulai
dengan membebaskan pusat kecerdasan kita dari impuls dan pengaruh
yang membatasi perasaan kita untuk menunjukkan cinta satu sama lain.
b. Menjelajahi daratan emosi
Setelah membuka hati, seseorang akan dapat melihat kenyataan dan
peran emosi dalam kehidupan dan dapat berlatih cara mengetahui apa
yang dirasakan, seberapa kuat dan alasannya, sehingga mengetahui
hambatan dan aliran emosi. Tahapan menjelajahi emosi adalah pernyataan
42
Gerungan W.A, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), h. 43.
43
tindakan atau perasaan, menerima tindakan atau perasaan menggapai
intuisi dan validasi percikan intuisi.
c. Mengambil tanggung jawab
Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, kita harus
mengambil tanggung jawab ketika suatu masalah terjadi antara kita
dengan orang lain. setiap orang harus mengerti permasalahan, mengakui
kesalahan dan keteledoran yang terjadi, membuat perbaikan dan bagi
anak khususnya para remaja sangat penting untuk meningkatkan atau
mengembangkan kecerdasan emosi, karena masa remaja adalah masa
transisi menuju dewasa, banyak perubahan yang terjadi ketika menginjak
masa remaja, baik fisik maupun psikis.
Untuk itu langkah-langkah yang bisa diambil untuk membangun
kecerdasan emosi bagi anak dan remaja menurut Maurice J. Elias, adalah:44
a. Sadari perasaan diri dan orang lain, ketika remaja tidak mampu
membedakan rasa bosan, marah, maka mereka akan cenderung merasa
sedih, murung dan menarik diri dari pergaulan. Maka dari itu kesadaran
memahami perasaan orang lain sangat penting untuk berinteraksi,
sehingga tidak akan mengalami kerugian dalam pergaulan di masyarakat
dan sekolah.
b. Tunjukkan empati dan cobalah memahami pandangan orang lain.
Beberapa keterampilan untuk dapat berempati diantaranya adalah non
44
verbal orang lain, kemampuan kognitif dan keragaman pengalaman hidup,
hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengabdian pada
masyarakat, sehingga akan belajar mengalami aneka perspektif.
c. Menjaga ketenangan hati dan mengikuti aturan emas 24 karat. Menjaga
ketenangan hati berarti mengendalikan dorongan hati, hal tersebut akan
membawa seorang lebih baik secara psikologis dan tingkah laku.
Kemudian mengikuti aturan emas 24 karat adalah perlakuan orang lain
bagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita, artinya hormati
orang lain seperti kita ingin dihormati oleh orang lain dengan
sebaik-baiknya.
d. Bersikap positif dan berorientasi pada tujuan dan rencana. Salah satu hal
penting tentang manusia adalah bahwa seseorang dapat menetapkan
tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan
mengetahui kekuatan ampuh optimisme dan harapan serta dalam keadaan
berfifkir positif, akan terjadi reaksi biokimia dalam tubuh kita yang
membentuk semangat tinggi dan keadaan penuh harap, sehingga cita-cita
atau tujuan dapat tercapai dengan baik.
e. Menggunakan kecakapan sosial BEST dalam menangani hubungan:
B : Body Language (bahasa tubuh) maksudnya isyarat non verbal yang
ditunjukkan dengan tubuh. Misalnya orang yang marah akan
E : Eye Contact (kontak mata) maksudnya dalam berbicara dengan seseorang jangan sampai mata tertuju pada yang lain. seperti sambil
menonton TV, atau membaca pesan di HP.
S : Speech (mengucapkan kata yang benar dan melewatkan
kata-kata yang salah) seharusnya dalam mengkritik atau menyindir lebih baik
berbicara tentang diri sendiri. Seperti “saya suka berpakaian rapi” jika
menyindir orang yang tidak berpakaian rapi.
T : Tone of Voice (nada suara) maksudnya dalam berbicara harus
menggunakan nadanya tulus dan lembut, jangan menyakitkan atau kasar.
Maka dari penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa indikator variabel
kecerdasan emosi adalah: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
diri, empati dan