• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS NEURO LINGUISTIC PROGRAMMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIFITAS NEURO LINGUISTIC PROGRAMMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS NEURO LINGUISTIC PROGRAMMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

DENA SUPRIATNA NIM. B53212072

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN DAKWAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Dena Supriatna, NIM. B53212072, 2017, “Efektifitas Neuro Linguistic Programming untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Konseling mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel.”

Secara garis besar ada dua kategori keterampilan utama yang harus dikuasai oleh seorang konselor, yaitu eksternal skill dan internal skill yang dalam istilah lain disebut dengan mind skill. Eksternal skill bagi konselor adalah keterampilan dalam berkomunikasi dan bertindak, atau keterampilan yang melibatkan perilaku eksternal. Sedangkan mind skills, atau keterampilan-keterampilan yang melibatkan perilaku internal adalah kemampuan konselor dalam mengorganisasikan masalah konseli dan menentukan penanganannya yang tepat.

Keterampilan dalam berkomunikasi sebagai unsur pokok dalam proses kegiatan konseling harus sangat diperhatikan. Keterampilan dalam berkomunikasi menjadi penentu berhasil atau tidaknya sebuah proses konseling. Keterampilan inilah yang menentukan apakah rapport bisa terjadi antara konselor dan konseli sehingga konseli mau meluapkan segala permasalahannya, juga apakah konselor bisa menemukan pokok dari permasalahn konseli atau tidak.

Salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam untuk menunjang kualitas komunikasi konseling mahasiswanya adalah mata kuliah keterampilan komunikasi konseling. Namun, sebagaimana pengalaman penulis, materi-materi yang diajarkan dalam mata kuliah ini dirasa kurang untuk memenuhi kriteria komunikasi yang efektif dan bernuansa konseling terutama dalam materi-materi yang sifatnya teknis. Diantara penyebabnya adalah karena kurangnya referensi bahan ajar.

Untuk meningkatkan keterampilan komunikasi konseling di kalangan mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling penulis tertarik untuk mencoba menerapkan neuro linguistic programming dalam keterampilan komunikasi konseling. Tiga puluh orang mahasiswa aktif dilibatkan sebagai subjek penelitian dalam penelitian eksperiment ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan model one group pretest-posttest design.

Pengujian menggunakan t test dengan taraf signifikansi 5% hasilnya terbukti bahwa neuro linguistic programming efektif dalam meningkatkan keterampilan komunikasi konseling mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS PENULISAN ... vi

ABSTRAK ... vii

4. Variabel dan Indikator Penelitian ... 13

5. Lokasi penelitian ... 13

1. Pengertian Neuro Linguistic Pogramming ... 20

2. Sejarah Neuro Linguistic Programming ... 22

3. Presuppositions ... 24

(8)

5. Pacing and Leading ... 29

6. Meta Program ... 36

7. Meta Model ... 44

8. Milton Model ... 49

B. Keterampilan Komunikasi Konseling ... 51

1. Pengertian Keterampilan Komunikasi Konseling ... 51

2. Keterampilan dasar komunikasi konseling konselor profesional ... 56

3. Prinsip-Prinsip dalam Komunikasi Konseling ... 73

C. Aplikasi Neuro Linguistic Programming dalam Komunikasi Konseling ... 74

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam ... 79

B. Deskripsi Penilaian, Indikator dan Responden ... 80

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 84

D. Uji Keabsahan Instrumen ... 94

E. Uji Hipotesis ... 98

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses pelatihan Neuro Linguistic Programming untuk meningkatkan keterampilan komunikasi konseling pada mahasiswa Prodi BKI semester lima ... 99

B. Analisis Pengujian Hipotesis Efektivitas Neuro Linguistic Programming untuk meningkatkan Keterampilan Komunikasi Konseling pada mahasiswa Prodi BKI semester V ... 101

C. Pengujian Dua Sampel ... 102

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 sistem representasi ... 29

Tabel 3.1 Skoring skala angket Favourable dan unfavourable ... 81

Tabel 3.2 Indikator dan Deskripsi Variabel Y ... 82

Tabel 3.3 blue print angket keterampilan komunikasi konseling ... 83

Tabel 3.4 Daftar Nama Responden ... 83

Table 3.5 Rundown pelatihan NLP ... 89

Tabel 3.6 Hasil Pre-test keterampilan Komunikasi Konseling... 93

Table 3.7 Hasil Post-test Keterampilan Komunikasi Konseling ... 93

Tabel 3.8 Hasil Item-Total Statistic Validitas Variabel Y ... 95

Tabel 3.9 Hasil Item-Total Statistic Validitas Variabel Y ... 96

Tabel 3.10 Hasil item total statistic Reliabilitas ... 97

Tabel 4.1 Hasil Angket Pretest dan Posttest... 102

Tabel 4.2 Uji Normalitas ... 104

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogeneity Variances ... 105

Tabel 4.4 Paired Samples Statistics ... 105

Tabel 4.5 Paired Samples Correlations ... 106

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sejarah Munculnya NLP ... 23

Gambar 2.2 Sistem Representasi ... 27

Gambar 2.3 Eye Accessing Cues ... 33

Gambar 2.4 Skema Meta Program ... 44

Gambar 2.5 Skema Meta Model ... 48

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat manusia bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Sebagian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi. Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, baik itu keluarga, kelompok, maupun organisasi.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonerbal. Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communiation) yang hanya melibatkan dua orang, seperti yang terjadi pada konselor dengan klien.1 Ciri-ciri dari komunikasi diadik adalah: pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal dan nonverbal.2

Komunikasi antarpribadi berperan untuk saling mengubah dan mengembangkan. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memberi inspirasi, motivasi dan

(12)

2

menumbuhkan rasa semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan, dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama.

Konseling merupakan kegiatan yang sangat memungkinkan bahkan menuntut terjadinya komunikasi antara konselor dan klien. Sebagaimana dalam definisi yang di ungkapkan oleh Tolbert, bahwa konseling adalah “hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang,

dimana melalui hubungan itu, konselor memiliki kemampuan-kemampuan khusus untuk mengondisikan situasi belajar”. Dalam hal ini, konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaanya sekarang, dan kemungkinan keadaannya di masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi kesejahteran pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.3

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh keefektifan komunikasi antara diantara konselor dengan konseli. Dalam hal ini, konseor dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif untuk menunjang pelaksanaan proses konseling.4

Komunikasi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam sesi konseling adalah komunikasi antarpribadi atau dalam istilah lain biasa disebut komunikasi interpersonal. Model komunikasi ini memiliki pola sederhana

3 Prayitno dan Amti Emran, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 101.

(13)

3

yaitu pola stimulus-respon (S-R). Model komunikasi antarpribadi menunjukan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang sangat sederhana.

Senada dengan itu, Cavanagh dalam sulistyarini mengungkapkan bahwa konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways”, yang berarti hubungan antara konselor terlatih terhadap konseli yang mebutuhkan pertolongan, dimana keterampilan si konselor dan situasi yang diciptakannya menolong orang untuk belajar membangun relasi dengan dirinya dan orang lain dengan cara yang berproduktif.5

Untuk menjadi seorang konselor yang profesional, memiliki kecakapan dan keterampilan yang mumpuni dalam berkomunikasi menjadi suatu keharusan. Menurut Sofyan S. Willis, konselor harus mampu menjadi komunikator yang terampil dan pendengar yang baik. Hartono dan Sudarmadji menambahkan sebagai berikut:

Keterampilan dalam menciptakan dan membina hubungan konseling kepada konseli (helping relatoinship). Dalam hubungan konseling, konselor mampu menciptakan suasana yang hangat, simpatik, empati yang didukung sikap dan perilaku konselor yang tulus dan ikhlas untuk membantu konseli, jujur dan bertanggung jawab, terbuka toleran dan setia.6

5 Sulistyarini dan Muhammad Jauhar, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014), hal. 29.

(14)

4

Selanjutnya Hosking dan Brammer, dalam Hartono berpendapat sebagai berikut:

Ada beberpa keteampilan dasar wawancara konseling yang harus dikuasai seorang konselor yaitu: (a) keterampilan penampilan; (b) keterampilan membuka percakapan; (c) keterampilan membuat parafrashing atau parafrasha; (d) keterampilan mengidentifikasi perasaan; (e) keterampilan merefleksikan perasaan; (f) keterampilan konfrontasi; (g) keterampilan memberi infomasi; (h) keterampilan memimpin; (i) keterampilan menginterpretasi; dan (j) keterampilan membuat ringkasan.7

Dari uraian singkat diatas, secara sederhana kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seorang calon konselor dituntut untuk bisa menjalin komunikasi konseling yang selain memberikan kenyamanan juga efektif dalam pelaksanaanya sehingga bisa tercapai tujuan dari kegiatan konseling itu sendiri.

Program studi Bimbingan dan Konseling Islam merupakan program studi yang bertujuan mencetak para peserta didiknya menjadi konselor-konselor yang handal dan profesional. Hal ini sesuai dengan visi yang dicanangkan prodi BKI, yaitu menjadi pusat pengembangan Bimbingan dan Konseling Islam yang unggul dan kompetitif. Untuk menjadi program studi yang unggul dan kompetitif tentu saja prodi BKI melengkapi kurikulumnya dengan mata berbagai macam mata kuliah yang dianggap bisa membangun pondasi keilmuan yang kokoh terutama dalam fokus studinya yaitu bidang bimbingan dan konseling.

Salah satu mata kuliah yang diajarkan prodi BKI untuk menyokong kemampuan mahasiswanya dalam bidang koseling adalah mata kuliah

(15)

5

keterampilan komunikasi konseling. Mata kuliah ini tentu sangat penting mengingat proses konseling itu sendiri tidak lepas dari aktifitas berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal. Namun selama ini peneliti yang juga menjadi pihak yang ikut terlibat dalam proses pembelajaran keterampilan komunikasi konseling di perkuliahan, merasa bahwa materi-materi yang didapatkannya tidak cukup untuk menjadi bekal dalam membangun komunikasi konseling yang efektif terutama dalam keterampilan-keterampilan yang sifatnya praktis.8 Oleh karena itu peneliti merasa tergerak untuk menocba mengkombinasikan komunikasi konseling dengan sebuah keilmuan yang bisa membantu seseorang untuk meningkatkan keterampilan komunikasinya.

Neuro Linguistic Programming adalah seni dalam berkomunikasi yang menitik beratkan pada perubahan saraf (neuro) dengan melalui bahasa (linguistik). Neuro Linguistic Programming bukan hanya berbicara tentang psikologi, namun juga berbicara tentang komunikasi, sibernetika, neurologi, linguistik, dan juga terapi.9

Oleh karena itu, mencoba untuk mengkombinasikan antara teknik keterampilan konseling dengan Neuro Lingusitic Programming perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Islam dalam bidang komunikasi konseling, juga sebagai bentuk nyata usaha mencapai visi program studi bimbingan dan konseling islam. Atas dasar itulah peneliti memilih judul Efektifitas Neuro

(16)

6

Linguistic Programming untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Konseling Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel” sebagai bahan penelitian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka fokus penelitan yang dilakukan peneliti adalah: Sejauhmana efektifitas penerapan Neuro Linguistic Programming (NLP) dalam keterampilan komunikasi konseling mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel ?

C. Tujuan Penelitan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Neuro Lingusitic Programming dalam meningkatkan keterampilan komunikasi konseling mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

D. Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada berapa manfaat yang bisa dihasilkan baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya:

1. Manfaat teoritis

a. Memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam bidang

keterampilan komunikasi konseling.

(17)

7

2. Manfaat praktis

a. Meningkatkan kemampuan keterampilan komunikasi konseling

mahasiswa program studi bimbingan dan konselng islam.

b. Jika dianggap layak maka hasil penelitian ini bisa menjadi bahan

rujukan untuk mata kuliah keterampilan komunikasi konseling yang selama ini memang terbatas dalam hal referensi.

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa kosa kata yang harus didefinisikan terlebih dahulu guna manghindari terjadinya kesalahan dalam menginterpretasi, diantaranya:

1. Neuro Linguistic Programming

Adalah seni dalam berkomunikasi yang berfokus pada pemprograman saraf (neuro) menggunakan keahlian berbahasa (linguistik). Neuro Linguistic Programming menekankan pada sistem representasi manusia yang secara garis besar bisa dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe visual, tipe auditori, dan tipe kinestetik untuk membangun komunikasi yang efektif dan memberikan impact.

(18)

8

yang sama dengan konseli. Hal ini melahirkan apa yang disebut dengan connectedness atau suatu keterhubungan antara dua orang yang terlibat dalam suatu percakapan, yaitu antara konselor dengan konseli.

2. Keterampilan komunikasi konseling

Kemampuan-kemampuan dasar yang digunakan oleh konselor dalam membangun komunikasi dengan konseli dan menggali perasaan-perasaan konseli baik dari tingkah laku verbal maupun nonverbal sebagai usaha untuk memberdayakan konseli supaya bisa memahami dirinya sendiri dan menggapai kodisi yang konseli inginkan.

Keterampilan-keterampilan ini secara garis besar terdiri dari empat keterampilan: keterampilan dalam attending, keterampilan dalam membangun rapport dengan klien, keterampilan dalam membuat pertanyaan-pertanyaan, dan keterampilan dalam merespon ungkapan-ungkapan klien atau dalam istilah lain disebut dengan keterampilan paraphrasing.

3. Keterampilan Komunikasi Konseling berlandaskan Neuro Linguistic Programming

(19)

9

Komunikasi konseling yang berlandaskan pada pengetahuan neuro linguistic programming akan memahami masing-masing individu konseli dari sistem representasinya: visual, auditori, atau kinestetik. Dengan memanfaatkan pemahaman atas sistem representasi ini, konselor bisa menentukan secara efektif bagaimana merespon konseli dengan sistem representasi tertentu. Konselor mengikuti dan menyesuaikan dengan gelombang komunikasi konseli. Jika konselor dan konseli sudah berada dalam gelombang komunikasi (verbal dan nonverbal) yang sama, maka proses komunikasi akan berjalan lebih efektif dan akan lebih memberikan pengaruh.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Yaitu pendekatan positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.10 Sedangkan menurut S. Margono, penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.11

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen termasuk dalam format penelitian eksplanasi. Format

10Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 7.

(20)

10

eksplanasi dimaksud untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh suatu variabel dengan variabel yang lain. Observasi pada penelitian eksperimental dilakukan di bawah kondisi buatan (artificial condition) yang diatur oleh peneliti.12

Dalam hal ini peneliti merancang pelatihan Neuro Linguistic Programming sebagai treatment dalam uji eksperimen. Selama proses pelatihan peneliti mengobservasi bagaimana peserta mempraktekan segala materi yang telah diajarkan oleh peneliti. Seperti bagaimana membangun rapport, kontak mata, manyamakan bahasa verbal dan nonverbal, ataupun mempraktekan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam Meta dan Milton model.

Beberapa pakar mengatakan format eksplanasi digunakan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teori. Juga dikatakan bahwa penelitian eskplanasi memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab-akibat dari dua atau beberapa variabel dengan menggunakan analisis statistik inferensial.13

Desain penenlitian ini mengambil format studi “One-group pretest-posttest. Tiga puluh orang mahasiswa dari semester lima yang sudah mendapatkan materi kuliah keterampilan komunikasi konseling diberi pre-test (O) berupa kuisoner yang berisi indicator-indikator dalam aspek keterampilan komunikasi konseling, lalu diberi treatment (X)

12 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian:Sebuah Penganalan dan Penuntun

(21)

11

berupa pelatihan aplikasi Neuro Linguistic Programming dalam komunikasi konseling dan setelah itu diberikan post-test (O).

Keberhasilan treatment yang dalam hal ini berupa pelatihan Neuro Linguistic Programming di tentukan dengan membandingkan nilai pre-test dengan nilai post-test.14 Adapun pengaruh treatment diuji beda dengan menggunakan t-test.

2. Populasi atau Subyek Penelitian

Secara etimologi populasi diartikan sebagai jumlah orang atau benda di suatu daerah yang memiliki sifat universal.15 Populasi adalah obyek secara keseluruhan yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau diteliti. Sedangkan menurut Dr. Riduwan, M.B.A dalam bukunya pengantar statistik sosial mengatakan populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.16

Adapun subjek yang akan diteliti adalah 30 orang mahasiswa aktif program studi Bimbingan dan Konseling Islam semester V yang terdiri dari tiga belas orang laki-laki dan tujuh belas orang perempuan di lingkungan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Sampel yang diambil dari populasi adalah

14 Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 237.

15 Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 60

(22)

12

mereka yang sudah mendapatkan materi kuliah keterampilan komunikasi konseling.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.17

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini berbasis pada Probability Sampling. Probability sampling adalah sebuah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel sebuah penelitian.18

Sampel diambil dari mahasiswa semester V Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel yang sudah mendapatkan mata kuliah keterampilan komunikasi konseling. Hal ini dilakukan untuk menjadi standar pembanding antara sebelum dan sesudah diberikan treatment yang dalam hal ini berupa pelatihan neuro linguistic programming. Jadi sampel yang diambil adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan materi keterampilan komunikasi konseling di kelas perkuliahan.

17 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), Hal.62.

(23)

13

4. Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian yang dianggap sebagai faktor yang berperan dalam penelitian, atau bisa juga disebut dengan apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.19

Karena menggunakan penelitian model one group posttest-pretest jadi peneiliti hanya menggunakan satu variabel saja yaitu variabel Y yang dalam hal ini adalah Keterampilan Komunikasi Konseling.

5. Lokasi penelitian

Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat dan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitiannya. Dalam pembuatan proposal, membuat jadwal penelitian merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena dapat memberikan rencaca secara jelas dalam proses pelaksanaan penelitian. Jadwal penelitian meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.

Adapun tempat penelitian ini adalah di Faklutas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, tepatnya di program studi Bimbingan Konseling Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah tahapan yang paling krusial. Maka proses ini harus dilakukan dengan cermat agar memperoleh hasil yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.20

(24)

14

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penlitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan dari interviewer.21

Wawancara yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara “semi structured”. Peneliti menanyakan kepada beberapa

calon subjek perihal kemampuan komunikasi konseling dan bagaimana tanggapan mereka terhadap keterampilan komunikasi konseling yang sudah diajarkan di kelas, apakah sudah dirasa cukup atau tidak. Dari jawaban yang didapat, menyoritas interviewee menjawab bahwa mereka merasa belum cukup dengan keterampilan-keterampilan komunikasi koneling yang sudah mereka pelajari terutama yang bersifat praktis. Diantara sekian banyak penyebabnya adalah kurangnya referensi atau bahan ajar.

20 Sugioyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 224.

(25)

15

b. Kuisioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.22

Kuisioner ini digunakan untuk mengetahui kemampuan keterampilan komunikasi konseling subjek pada sebelum dan sesudah diberikan pelatihan NLP. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup dengan memakai penilaian menggunakan skala Likert. Adapaun model yang digunakan adalah Carkhuf.

c. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.23

Observasi ini dilakukan ketika kelompok yang sudah diberikan treatment berupa pelatihan Neuro Linguistik Programming mencoba mengaplikasikannya dalam komunikasi konseling secara bergantian sesama peserta. Dalam hal ini peneliti sebagai observer non partisipan, karena hanya mengobservasi saja.

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, memerlukan interpretasi

22 Sugioyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 142

(26)

16

yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwatersebut.24

Metode ini digunakan sebagai bukti proses penelitian sekaligus untuk bukti otentik visual berupa rekaman atau gambar saat proses pemberian pelatihan.

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data merupakan kegiatan setelah pengumpulan data seluruh responden atau sumberdata lain terkumpul sempurna.

Adapun langkah-langkah analisis data yang ditempuh oleh peneliti saat pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memeriksa (Editing)

Hal ini dilakukan setelah semua data yang kita kumpulkan melalui kuesioner atau angket atau instrumen lainnya. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu persatu. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengecek apabila terjadi kesalahan, maka responden akan diminta untuk mengisi angket kembali.

b. Memberi Tanda Kode (Coding)

Coding adalah pemberiaan tanda terhadap semua pernyataan yang telah sebelumnya diajukan kepada responden dalam bentuk angket.

(27)

17

Pemberian kode ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti pada saat melakukan tabulasi dan analisa data.

c. Tabulasi Data

Tabulasi data dilakukan pada saat kedua tahapan sebelumnya sudah diselesaikan. Artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam editing dan coding atau semuanya telah selesai. Analisis perhitungan rumus statistik dengan menggunakan tabel data. Ragam tabel data disesuaikan dengan kebutuhan komponen rumus tersebut. Dengan demikian, rumus perhitungan analisis rumus tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu.25

Adapun ketiga teknik analisis data ini ditempuh untuk mengetahui efektivitas hasil treatment yang digunakan oleh peneliti yang dalam hal ini adalah Neuro Linguistic Programming (variable X) untuk meningkatkan keterampilan komunikasi konseling mahasiswa semester lima Prodi BKI (variable Y).

8. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan penelitian ini, maka Peneliti akan menyajikan pembahasan kedalam beberapa bab yang sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan berisi serangkaian pernyataan atau kalimat yang memberikan gambaran mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian, serta penjelasan mengapa permasalahan itu menjadi satu

(28)

18

hal menarik untuk dijadikan penelitian. Bagian dalam bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika pembahasan.

Bab II. Kajian Pustaka merupakan salah satu upaya penggalian teori yang dapat digunakan peneliti untuk menjelaskan hakikat dari gejala yang ditelitinya. Unsur yang terkandung dalam bagian ini antara lain: deskripsi teori, kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis.

Bab III. Metodologi penelitian akan berisi penjelasan secara ringkas dan menyeluruh mengenai bagaimana penelitian dilakukan. Dalam hal ini akan menentukan tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, metode penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian merupakan penjabaran dari jawaban-jawaban yang responden yang telah dianalisi dari metode yang telah digunakan. Dalam hasil penelitian ini meliputi deskripsi data dan pembahasan.

(29)

19

9. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap berikut disusun dan digunakan untuk rancangan penelitian supaya proses penelitian lebih sistematis dan bisa dipertanggung jawabkan validitasnya.

Adapun tahap-tahapnya sebagai berikut: a. Tahap pra lapangan

1) Menyusun rancangan penelitian 2) Memilih lapangan penelitian

3) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan 4) Memilih dan memanfaatkan informan 5) Menyiapkan perlengkapan penelitian 6) Persoalan etika penelitian

b. Tahap pekerjaan lapangan

1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri 2) Memasuki lapangan

(30)

20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Neuro Linguistic Programming.

1. Pengertian Neuro Linguistic Pogramming

Secara sederhana definisi Neuro Linguistic Programming dapat diurai sesuai rangkaian kata yang membentuknya. Neuro mengacu pada pikiran dan bagaimana individu mengorganisasikan mentalnya. Linguistic berarti bahasa, baik verbal maupun nonverbal, dan bagimana individu menggunaknnya dalam kehidupan. Sedangkan programming adalah usaha individu untuk belajar bereaksi pada situasi tertentu dan membangun pola-pola otomatis atau program-program yang terjadi pada system neurologi ataupun sistem bahasa.1

NLP melibatkan aspek neuro (syaraf, khususnya syaraf otak), linguistik (bahasa) dan aktivitas pemrograman. Apa yang rasakan panca indra, yakni apa yang dilihat, didengar, dan rasakan diolah oleh cortex dengan neuro-transmiternya, dan otak akan mengubahnya menjadi informasi yang tersimpan di pikiran. Apa yang tercatat dan tersimpan itu disebut representasi internal. Namun, karena dalam pemanfaatannya NLP digunakan oleh berbagai kalangan, maka definisi terhadap NLP pun menjadi variatif, dengan tidak lepas dari substansi makna NLP itu sendiri. Berikut adalah definisi NLP menurut beberapa ahli:

(31)

21

a. Menurut Coolingwood NLP adalah studies the way people take information from the world, how they describe it to themselves with their senses, filter it with their beliefs and act on the result.”2 b. Sedangkan menurut Bandler & Grinder sendiri mengenai NLP ini,

individu adalah suatu eseluruhan sistem pikiran-tubuh dengan hubungan yang telah dipola diantara pengalaman internal (neuro), bahasa (language), dan perilaku. Dengan mempelajari hubungan-hubungan tersebut, individu secara efektif bertransformasi dari cara lama mereka dalam merasakan, berfikir, dan berperilaku, menjadi bentuk baru dan jauh lebih membantu dalam komunikasi manusia.3 c. Menurut O’Connor NLP adalah suatu cara untuk mempelajari

bagaimana seseorang dapat begitu sempurna dalam satu hal dan kemudian mengajarkan hal tersebut pada orang lain. Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa NLP adalah seni sekaligus sains dari sebuah personal excellence.4

d. Sedangkan menurut Bandler sendiri, NLP adalah sikap dan metodologi yang mengajak orang untuk berpikir dan berkomunikasi lebih efektif.5

2 Feni Etika Rahmawati dan Wiryo Nuryono, Penerapan Terapi NLP (Neuro Linguistic

Programming) Untuk Menurunkan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Siswa Kelas Xi

Sma Negeri 2 Pare”, Jurnal Bk, Vol. 04, No. 03, (2014), hal. 675-681.

3 Rini Mastika Sari, “Neuro Linguistic Programming (NLP) untuk Mengatasi Depresi

Pada Penyandang Tuna Daksa yang Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas Di BBRSBD Surakarta” (Naskah Publikasi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012), hal. 10.

4 Yamin Setiawan, Selling With Simpaty. Artikel Online http://www.yaminsetiawan.com, diakses pada tanggal 17 november 2016 pada 21.30

5 Richard Bandler, Allesio Roberti, Owen Fitzpatrick, The Ultimate Introduction to NLP;

(32)

22

Dari berbagai macam uraian di atas, selanjutnya NLP bisa didefinisikan sebagai sebuah model yang memprogram interaksi antara pikiran dan bahasa (verbal dan nonverbal) sehingga dapat menghasilkan pikiran atau perilaku yang diharapkan.

2. Sejarah Neuro Linguistic Programming.

Munculnya Neuro Linguistic Programming yang selanjutnya disingkat menjadi NLP berawal dari pertemuan seorang profesor di bidang linguistik yaitu John Grinder dengan Richard Bandler yang merupakan seorang ahli dalam bidang matematika, logika, dan sains6 pada tahun 1970-an di University of California, Santa Cruz. Grinder sempat berkarir di militer amerika serikat. Keahliannya di bidang linguistik membawanya sebagai intelejen AS. Pada tahun 1960, Grinder memutuskan kembali ke universitasnya untuk memperdalam keahliannya di bidang linguistik hingga meraih gelar Ph.D.7

Selain seorang ahli bahasa yang banyak mempelajari ilmu kebahasaan seperti syntax dengan menggunakan dasar teori Noam Chomsky tentang transformational grammar, Grinder pun memiliki latar belakang psikologi. Sedangkan Richard Bandler saat itu merupakan ahli matematika dan komputer yang meiliki ketertarikan dan rasa penasaran yang sangat tinggi terhadap seorang psikoterapis sohor beraliran Gestalt yaitu Fritz Perls. Fritz Perls sangat terkenal

6 Richard Bandler, Allesio Roberti, Owen Fitzpatrick, The Ultimate Introduction to NLP;

Cara Membangun Hidup yang Sukses, (Jakarta: PLP Book, 2015), hal. 9.

(33)

23

dalam dunia psikoterapis karena keahliannya membantu menyelesaikan masalah klien dalam waktu singkat.8

Setelah terinspirasi oleh Firtz Perls, mereka berdua melanjutkan petualangan akademisnya dengan mempelajari ajaran-ajaran Virginia Satir. Virginia Satir merupakan pakar terapi keluarga. Karena sejauh itu bahan-bahan yang mereka kumpulkan ternyata dirasa belum cukup untuk melahirkan formulasi NLP, maka untuk menyempurnakannya mereka berguru pada seorang dokter juga psikoterapis terkenal, Milton H. Erickson yang pada waktu itu juga menjabat sebagai presiden American Society For Clinical Hypnosis. Selanjutnya nama Milton H. Erickson di abadikan sebagai aliran dalam perkembangan hypnosis modern, Ericksonian Hypnosis.9

Gambar 2.1 Sejarah Munculnya NLP

(34)

24

3. Presuppositions

Presuppositions atau prisuposisi adalah satu set asumsi dasar yang melatarbelakangi munculnya segala pemikiran dan teknik dalam NLP. Ia adalah unspoken belief alias keyakinan yang sering kali tidak terucap secara lisan dalam perbincangan mengenai NLP namun menjadi kerangka dasar pemikiran yang ada didalamnya. Selayaknya sebuah keyakinan, kita tidak pernah menyadari proses bekerjanya, namun tanpa disadari kita selalu mengambil tindakan yang senantiasa merujuk padanya. Sebetulnya ada banyak sekali presuposisi dalam NLP, namun dalam uraian dibawah ini hanya akan dijelaskan sebagian saja.

a. Peta bukanlah wilayah

Menurut Alferd Corzibski, peta adalah persepsi anda, dan wilayah adalah hidup anda, ini adalah sebuah perumpamaan bahwa persepsi tidak sama dengan kenyataan. Selanjutnya ketika persespi dirubah maka sikap pun akan berubah.10

b. Hormati orang lain membentuk dunianya

Setiap manusia memiliki serangkaian nilai dan kepercayaan yang melatarbelakangi setiap tingkah lakunya. Setiap respon yang dilakukan sejatinya merupakan reaksi terhadap peta dalam pikiran masing-masing orang. Pemahaman manusia terhadap segala informasi yang masuk ke dalam kesadaran manusia bersifat

(35)

25

subjektif karena itu dinamakan subjective-experience. Subjektivitas pemahaman terhadap informasi, bagaimana seseorang memberikan penilaian terhadap sesuatu yang dilihat, didengar dan dirasakan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat pendidikan, keyakinan, kepercayaan, latarbelakang budaya dan nilai individual lainnya.11 Setiap orang memiliki peta masing-masing yang jelas berbeda. Itulah yang menjadikan setiap individu unik.

c. Tidak ada orang yang kaku, hanya komunikator yang kurang fleksibel

Kaku tidak harus berarti tanpa kompromi, tapi lebih kurang fleksibelnya dalam menghadapi suatu peristiwa atau masalah. Orang-orang yang fleksibel lebih bisa menguasai komunikasi. Karena orang-orang fleksibel lebih mudah untuk merubah kerangka berfikirnya. Dalam istilah NLP ini disebut reframing. d. Selalu ada maksud baik di setiap tingkah laku

NLP menekankan supaya tetap berupaya menganggap bahwa selalu ada tujuan positif dalam setiap perilaku. Berangkat dari prinsip ini, NLP mengajak untuk selalu mencermati maksud-maksud positif, termasuk dalam tindakan buruk sekalipun.

e. Tubuh dan pikiran saling mempengaruhi

Pernyataan ini dikemukakakn berdasarkan hasil penelitian dunia kedokteran, bahwa tubuh dan pikiran memiliki satu keterikatan.

(36)

26

Hal ini disebabkan karena manusia memiliki satu juta sel saraf dalam tubuh. Sebagian besar sel tersebut punya sambungan langsung ke otak.

f. We cannot not communicate

Proses komunikasi terjalin tidak semata melalui komunikasi verbal, melainkan juga nonverbal. Tanpa disadari, komunikasi nonverbal justru lebih sering keluar. Jadi, kita bisa berkomunikasi tidak sekedar mnelalui apa yang kita katakan, tapi juga melalui bagaimana kita mengatakannya, seperti bagaimana nada suara, volume, ekspresi wajah, pola nafas, gerak nafas, dan lain sebagainya.12

4. Representational System

Sistem representasi merupakan cara manusia merepresentasikan ulang pengalaman-pengalaman yang diterimanya. Adapun cara kerjanya, setiap ada pengalaman yang masuk melalui panca indra, otak akan melakukan pengkodean terhadap informasi tersebut dalam bentuk tertentu.

Misalnya ketika menerima informasi dalam bentuk visual, otak akan mengkode informasi tersebut dalam bentuk gambar. Ketika informasi yang diterima dalam bentuk auditori, maka otak kita akan mengkode informasi tersebut dalam bentuk suara atau kata-kata. Sedangkan ketika kita menerima informasi dalam bentuk perasaan,

(37)

27

otak akan mengkode informasi tersebut dalam bentuk perasaan atau emosi.

Gambar 2.2 Sistem Representasi

(38)

28

Jadi dalam sistem representasi ini ada tiga tipe kelompok besar yang membedakan manusia dalam berkomunikasi, yaitu tipe visual, tipe auditori, dan tipe kinestetik.

Konseli dengan dominasi sistem representasi visual, cenderung nada suaranya tinggi dan berbicara cepat, secepat mereka memvisualisasikan pengalaman meraka dan menggunakan gerakan tubuh. Bernafas dengan tinggi dan dangkal di dalam dada. Mereka biasanya suka menyela pembicaraan orang lain dan bergerak cepat serta penuh energi. Ketika berkomunikasi sering menggunakan kata-kata seperti jelas, terlihat, muncul, memandang, mempertunjukan, ada gambaran, menyala, silau, mengamati, dan lain-lain.

Tipe dengan dominasi sistem representasi auditori cenderung bernafas lewat diafragma. Mereka lebih suka mendengarkan daripada berbicara. Dan ketika berbicara mereka menggunakan variasi warna suara nada patah-patah menunjukan seakan-akan membicarakan satu gambar ke gambar yang lain, nada suara medium dan temponya ritmis. Kemampuan mendengarnya luar biasa tanpa kegemaran menyela. Tipe auditori banyak mendengar, berbicara, dan membuat keputusan berdasarkan analisis teliti.13

Tipe dengan dominasi sistem representasi kinestetik, cenderung bernafas dengan dalam dan rendah di daerah perutnya. Nada suaranya lambat, banyak jeda panjang dan suaranya dalam. Mereka lebih

(39)

29

mengutamakan perasaan. Oleh karena itu keputusan yang diambil banyak didasari oleh perasaan dan emosi. Ketika komunikasi sering menggunakan kosa kata seperti menyentuh, meraba, merasakan, santai, berat, lembut, terjepit, dan sebagainya. Berkomunikai dengan tipe kinestetik harus berupaya membuat mereka merasakan apa yang konselor katakan.

Tabel 2.1 Skema Sistem Representasi

INPUT PROSES OUTPUT

Visual Gambar Kata-kata Visual

Auditori Suara Kata-kata Auditori

Kinestetik Perasaan Kata-kata Kinestetikal

5. Pacing and Leading

Secara sederhana pacing bisa diartikan menyamakan atau menyelaraskan komunikasi, baik verbal ataupun nonverbal dengan mitra bicara. Tujuannya adalah menciptakan kedekatan.14 Lebih lanjut Wiwoho menambahkan bahwa pacing dapat dilakukan dengan cara memberi umpan balik komunikasi verbal dan nonverbal dari mitra bicara, “yang bisa menciptakan sebuah situasi dimana kita (mungkin

sebagai terapis atau sebagai apapun) berfungsi sebagai biofeedback loop (lingkaran umpan balik biologis) terjadi.15

14 Margaretha Mega Natalia & Kania Islami D, Aplikasi NLP dalam Pembelajaran, (Bandung: CV Regina Publishing, 2008), hal. 76.

(40)

30

a. Pacing Verbal: Menyamakan Predikat

Menurut Yuliawan, dalam berbahasa, predikat adalah kata-kata lain untuk memproses informasi yang ingin kita sampaikan. Yuliawan mengibaratkan predikat layaknya jenis dan tipe mesin yang digunakan dalam suatu pabrik. Jenis atau tipe itu berupa visual, auditori, dan kinestetik.16 Orang yang memiliki kecenderungan tipe visual, akan menggunakan predikat visual. Demikian dengan halnya orang yang memiliki kecenderungan kinestetik dan auditori, akan menggunakan predikat sesuai tipenya. Cara menyamakan predikat dengan lawan bicara ini sangat elegan untuk membangun keakraban.

Berikut adalah beberapa contoh penyamaan predikat antara seorang terapis dengan kliennya yang dikutip dari Wiwoho, RH. dalam NLP in Action: First Class Therapy.

1) Contoh penyamaan predikat kinestetik

Klien : “Beberapa bulan terakhir ini saya merasa depresi. Saya merasa seperti lepas pegangan dalam banyak hal.”

Terapis : “Tampaknya anda ingin terlibat penuh dengan apa yang terjadi disekililing anda;dan punya

kendaliterhadap kehidupan anda.”

Klien : ”Benar sekali.”

(41)

31

Terapis : “Baiklah, mari kita mulai dengan perasaan apa yang persisnya yang anda rasakan sehingga anda menjadi depresi.”

2) Contoh penyamaan predikat visual

Klien : “Saya amati hidup saya mandek. Maju tidak mundur pun tidak”

Terapis : Coba fokuskan pada tujuan anda, sehingga kita bisa melihatapa sebenarnya yang anda inginkan.”

Klien : “Ok. Coba saya bayangkan kembali.”

Terapis : “Buatlah gambaran yang jelas apa persisnya yang anda inginkan.”

3) Contoh penyamaan predikat auditori

Klien : “Saya ingin membicarakanmasalah saya.”

Terapis : “Saya akan dengarkan apa yang anda katakan. Masalah apa persisnya yang ingin anda

bicarakan.”

Klien : “Saya punya masalah dengan suami saya yang sering mabuk-mabukan, namun tak seorang pun yang mau mendengarkan apa akibatnya buat saya.”

Terapis : Kedengarannya hal ini menarik untuk kita

(42)

32

awal, sehingga saya bisa mendengarkannya lebih utuh.”

Klien :“Memang, sebaiknya saya menceritakan

semuanya supaya lebih jelas.”17

Sedangkan leading adalah sebuah proses dimana terapis mulai melakukan overlap dari keadaan sekarang ke keadaan yang dinginkan oleh klien. Proses leading membuat terapis dapat membimbing klien untuk memperluas model dunianya, sehingga klien akan memiliki lebih banyak pilihan atau alternatif. Saat sudah berhasil melakukan pacing, itulah kesempatan untuk membawa lawan bicara pada tujuan komunikasinya (leading).

b. Pacing Nonverbal

Ada beberapa fungsi bahasa nonverbal. Diantaranya, bahasa nonverbal dapat mengulangi, memperjelas dan menekankan bahasa verbal yang diucapkan. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan rangsangan nonverbal itu hampir selalu berlangsung bersama-sama dalam kombinasi. Kedua rangsangan itu diinterpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan. Misalnya ketika mengatakan “tidak” tanpa disadari kita juga menggelengkan

kepala.18

(43)

33

1) Memperhatikan gerak mata (Eye Accessing Cues)

Salah satu yang menjadi fokus perhatian NLP dalam hal perilaku nonverbal adalah gerakan bola mata, atau disebut juga dengan eye accessing cues. Dalam kajian NLP setiap pergerakan mata memiliki pola. Dan setiap pola menunjukan aktifitas representational system seseorang.

Gambar 2.3 Eye Acessing Cues

a) Visual Remembered (VR). Jika seseorang menggerakan

mata ke kiri atas, berarti sedang mengingat-ngingat sebuah gambaran yang pernah dilihat sebelumnya.

b) Visual Construct (VC). Jika gerakan matanya ke kanan

atas, berarti sedang mereka-reka sebuah gambaran yang belum pernah dilihat sebelumnya.

(44)

34

d) Auditory Construct (AC). Jika ke kanan tengah, berarti sedang mengingat-ngingat kata-kata atau suara yang belum pernah didengar sebelumnya.

e) Auditory Digital. Jika ke kiri bawah, berarti sedang

berdialog dengan dirinya sendiri/ internal dialogue atau dalam istilah lain self talk

f) Kinestetic. Jika ke arah kanan bawah, berarti sedang

menggunakan kinestetiknya untuk merasakan sesuatu (sensasi, emosi, dan lain-lain)

2) Matching and Mirroring

Matching dan mirroring adalah proses untuk menyamakan cara berpikir dan berperilaku kita dengan mitra bicara. Kita dapat melakukannya dengan mulai me-match dan me-mirror kata-kata, fisiologi, suara, posisi tubuh, gerakan tubuh, gerakan mata, dan lain-lain.

Matching: Menyamakan posisi tubuh. Mirroring: Mencerminkan gerakan tubuh. c. Memperhatikan gerak tubuh

1) Tipe Visual

a) Orang-orang visual biasanya akan duduk dan berdiri dengan posisi tegak sambil pandangan lurus ke depan. b) Berbicara dengan tempo cepat, nada tinggi, dan volume

(45)

35

c) Ketika sedang mengakses tentang gambaran tertentu, ia seakan berhentu bernafas sejenak. Setelah ingatan itu muncul, nafasnya pun berlanjut.

d) Cara belajar yang efektif dengan nelihat.

e) Sangat peka terhadap hal visual. Hal ini mempengaruhi gaya berbusananya yang cenderung rapih dan warnanya matching.

2) Tipe Auditori

a) Cenderung berbicara dengan cukup panjang untuk

menjelaskan suatu hal karena pembendaharaan katanya yang cukup banyak.

b) Sering tampak berpikir dengan cara menggerakan mata dari

satu sisi ke sisi lain.

c) Senang belajar dengan cara mendengarkan. d) Biasanya mendominasi pembicaraan. 3) Tipe kinestetik

a) Berbicara dengan suara rendah, dalam, lembut, cenderung berat.

b) Ketika berbicara sering menggerakan matanya ke kanan

bawah.

(46)

36

d) Ketika sedang berbicara tentang dirinya pribadi, mereka akan tampak ringan. Ketika membicarakan hal-hal tentang orang lain, otot-ototnya akan mengeras.

e) Memiliki tingkat emosi yang intens.19

6. Meta Program

Meta program merupakan program internal yang digunakan untuk mensortir dan menentukan hal-hal apa yang kita ingin menaruh perhatian padanya. Pikiran melakukan generalisasi, menghapus dan mengedit beberapa informasi dari luar karena hanya mampu mengolah sedikit informasi pada saat yang sama. PDy mengungkapkan bahwa sejatinya meta program meruapakan “program” sebagai syarat yang

dimiliki seseorang untuk mengambil keputusan dalam berperilaku. Menurutnya, setiap keputusan yang diambil manusia pada dasarnya mempunyai alasan yang melandasinya.20

Mengetahui meta program dari mitra bicara maka akan memudahkan dalam mempengaruhinya. Berikut dijelaskan beberapa jenis dari meta program:

a. Proaktif-Reaktif

Orang proaktif cenderung mengambil inisiatif pertama kali dalam setiap kesempatan. Mereka bertindak dengan sedikit atau

19 Iwan Sugiarto, Mengoptimalkan daya kerja otak dengan berpikir holisti dan kreatif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 19

(47)

37

bahkan tanpa pikir panjang sama sekali. Orang proaktif sangat senang terjun ke lapangan.

Sisi lain, orang reaktif menunggu orang lain mengambil peran terlebih dahulu atau menunggu datang situasi yang mereka anggap tepat. Terkadang mereka melakukan analisis yang sangat mendalam terhadap suatu hal.

1) Mengenali pola

Orang-orang proaktif akan banyak menggunakan kalimat-kalimat pendek. Mereka berbicara seakan-akan mereka memegang kendali terhadap hidup mereka. Kalimat-kalimatnya jelas dan to the point.

Sementara itu orang-orang reaktif banyak berbicara dengan kalimat-kalimat panjang yang terkadang tak terselesaikan. Mereka banyak menggunakan kata-kata pasif. Kalimat-kalimat mereka panjang, tampak selalu melakukan analisis yang mendalam terhadap suatu hal.

2) Teknik Mempengaruhi

Mempengaruhi orang proaktif harus menggunakan kata-kata frasa seperti: lakukan saja, langsung, terjun bebas, sekarang juga, mengapa harus menunggu, ambil peran, ambil inisiatif, tunggu apa lagi.

(48)

38

memikirkan ini, anda harus benar-benar memahami, ini akan memberi anda jawaban tentang, pikirkan kembali keputusan anda, anda mungkin bisa mempertimbangkan.

b. Mendekati-Menjauhi

Mereka yang menggunakan program mendekati sangat fokus terhadap tujuan yang ingin mereka capai. Mereka berpikir berdasarkan tujuan, ingin mendapatkan sesuatu. Karena mereka begitu fokus pada tujuan inilah, mereka umumya pandai menempatkan prioritas. Dalam kasus yang ekstrem orang tipe ini sering dianggap naïf karena tidak memperhitungkan berbagai hambatan yang mungkin muncul.21

Semantara itu orang menjauhi bergerak karena menghindari kondisi yang tidak diinginkan. Mereka mudah terpacu ketika ada sebuah masalah yang harus diselesaikan. Tenggat waktu pekerjaan adalah adalah tombol motivasi orang menjauhi. Sisi lain, orang menjauhi amat ahli dalam troubleshooting.

1) Mengenali Pola

Menggali meta program ini, bisa dengan melalui pertanyaan, “Mengapa memiliki hal tersebut (kriteria) penting

bagi anda ?” atau “Apa yang akan terjadi pada diri anda kriteria tersebut terpenuhi ?”

(49)

39

Pada orang mendekati, akan ditemukan jawaban yang menjabarkan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai atau hal-hal yang bisa mereka dapatkan. Sementara pada orang menjauhi, akan didapati jawaban mengenai hal-hal yang ingin mereka hindari, masalah-masalah yang tidak ingin mereka hadapi.

2) Teknik Mempengaruhi

Pada orang mendekati, gunakan kata-kata seperti: mendapatkan, mencapai, termasuk didalamnya, memungkinkan anda untuk, keuntungan. Sementara pada orang menjauhi, pakailah kata-kata seperti: menghindari, tidak akan mengalami, memperbaiki, menjaga anda dari, tidak sempurna, mari kita cari tahu dimana kesalahannya.

c. Internal-Eksternal

(50)

40

Sementara orang-orang eksternal mereka banyak membutuhkan pendapat dan saran dari orang lain untuk mengambil keputusan. Dalam hal memotivasi diri pun mereka sangat mengharapkan penilaian yang diberikan oleh orang lain padanya. 1) Mengenali Pola

Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengenali meta program ini adalah, “Bagaimana anda tahu bahwa anda telah

menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik ?”, “Bagaimana

reaksi anda ketika mendapat masukan dari rekan anda ?”,

“Siapa saja yang anda libatkan dalam mengambil keputusan ?”,

“Bagaimana jika anda telah melakukan pekerjaan dengan baik,

namun seseorang yang sangat anda hormati mengkritiknya ?” 2) Teknik Mempengaruhi

Gunakan kata-kata seperti ‘hanya anda yang dapat memutuskan, ‘semuanya terserah anda’, saya sarankan anda

untuk memikirkan, ‘coba sendiri dan kemukakan pendapat

anda, ‘ini data yang anda butuhkan dan silahkan putuskan

sendiri’ akan sangat mengena bagi mereka yang memiliki

program internal.

Sementara untuk program eksternal, kata-kata yang bisa digunakan adalah ‘orang lain sudah banyak melakukan, ‘cara

ini telah diuji’, ‘saya sangat merekomendasikan anda untuk’,

(51)

41

d. Opsional-Prosedural

Mereka dengan meta program opsional, akan termotivasi dengan banyaknya kesempatan dan pilihan yang ada untuk melakukan sesuatu dengan cara yang beda. Mereka senang membuat prosedur dan system kerja, namun mengalami kesulitan mengikutinya. Kesempatan mengeluarkan ide tak terbatas akan menimbulkan gairah bagi mereka. Sisi lain, kebiasaan ini sering berakibat pada seringnya berbagai aturan dilanggar.22

Meta program opsional senang memulai ide baru atau proyek baru, namun terkadang tidak dibarengi dengan keinginan untuk menuntaskannya. Lebih senang mengembangkan dari pada melakukan pemeliharaan terus-menerus. Bahkan, terkadang malas untuk membuat komitmen, sebab merasa hal ini akan mengurangi pilihan-pilihan yang mereka miliki.

Sementara itu meta program prosedural akan membuat seseorang senang mengikuti aturan. Mereka selalu yakin bahwa ada satu cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Sekali mereka menemukan cara itu, mereka akan mengikutinya terus-menerus. Mereka dengan tipe ini harus memiliki titik awal dan akhir dalam mengambil keputusan sebagaimana sebuah prosedur. Tanpa ada titik ini mereka yang prosedural akan kebingungan dan kehilangan

(52)

42

arah. Adalah sebuah rasa bersalah jika mereka terpaksa melanggar sebuah aturan.

1) Mengenai Pola

Sebuah pertanyaan yang dapat menjadi acuan memunculkan meta program ini adalah, “Mengapa anda

memilih…?”

Mereka yang opsional memberikan jawaban berupa daftar alasan yang mereka miliki. Sedangkan mereka yang prosedural akan mengganti kata ‘mengapa’ dengan ‘bagaimana’, lalu

memberikan jawaban berupa langkah demi langkah atau bahkan sebuah cerita sehingga mereka sampai pada keputusan untuk memilih hal itu.

2) Teknik Mempengaruhi

Untuk meta program opsional gunakan kata-kata seperti, ‘altenatif’, itu hanya salah satu cara’, ‘ada beberapa pilihan’,

‘tak ada batasnya’. Sedangkan untuk prosedural gunakan kata -kata seperti ‘cara yang benar adalah’, ‘pertama… kedua…

ketiga… setelah itu’, ‘dapat diandalkan’, ‘ikuti saja

petunjuknya’, ‘ini adalah metode yang teruji’, dan seterusnya.

e. Persamaan-Perbedaan

(53)

43

Karena kesenangan inilah mereka cenderung menyukai kondisi dan situasi yang sama. Mereka agak kurang suka dengan perubahan.

Sebaliknya, mereka yang dengan meta program perbedaan justru sangat menyenangi perubahan. Mereka akan resistan terhadap situasi yang statis dan stabil..

1) Mengenali Pola

Gunakan pertanyaan “Apa hubungan antara (konteks lama)

dengan (konteks baru)?” Agar menjaga kenetralan pertanyaan

harus menggunakan kata ‘hubungan’, yang akan

memungkinkan membuka semua jawaban.

Atau bisa dengan pertanyaan yang lebih simple, seperti ‘seberapa sering mereka melakukan perubahan seperti dalam

profesi, karir, jabatan dan lain-lain. 2) Teknik Mempengaruhi

Untuk meta persamaan gunakan kata-kata ‘sama seperti’, ‘secara umum’, ‘seperti biasa’, ‘seperti sebelumnya, ‘tidak

berubah, ‘sebagaimana anda tahu’, ‘persis seperti’,

‘mempertahankan, ’merawat’ , dan seterusnya. Selain itu anda

(54)

44

Untuk meta perbedaan gunakan kata-kata ‘baru’, ‘benar -benar beda’, ‘tidak seperti yang lain’, ‘unik’, ‘belum pernah

ada’, ‘benar-benar berubah’ dan masih banyak lagi.23

Gambar. 2.4. Skema Meta Program

7. Meta Model

Meta model dikembangkan Grinder dan Bandler setelah melakukan observasi atas pola bahasa yang digunakan Virginia Satir dan Fritz Perls dalam menangani kliennya. Keduanya mengamati bahwa pola bahasa yang digunakan kedua terapis tersebut dapat menghasilkan efek yang mampu membuat klien merasakan situasi yang lebih baik. Ternyata, Satir dan Perls menggunakan pola bahasa tertentu dalam

23 Teddy Prasetya Yuliawan, NLP; The Art of Enjoying Life, (Jakarta: Serambi, 2014), hal. 190-205.

Meta

Program

Mendekati -Menjauhi

Internal-Eksternal

Opsional-Prosedural

Persamaan-Perbedaan

(55)

45

mengajukan pertanyaannya kepada klien-kliennya untuk memperkaya dan memberdayakan dunia internalnya.24

Sebuah kalimat dapat dianalisa dari dua pola, yaitu deep structure dan surface structure. Pola ini dikemukakan oleh Noam Chomsky dalam teorinya yang diberi istilah transformational grammar. Transformational grammar merupakan ilmu yang berusaha memahami bagaimana proses pengkodean dan pemberian makna dalam pikiran kemudian ditransformasikan ke dalam bahasa. Proses ini dinamakan deep structure sedangkan hasilnya dalam bahasa disebut surface structure.25

Bahasa adalah simbol yang mewakili apa yang sebenarnya ada dalam benak si pengucap. Karena fungsinya mewakili, seringkali ia tidak sama dengan apa yang diwakili, atau apa yang ada di dalam deep structure. Hingga sering terjadi orang berbicara tidak mewakili apa yang dia rasakan. Bahkan lebih parah hamper tidak tahu apa yang mereka maksud. Disinilah meta nodel bekerja. Ia mengumpulkan informasi linguistik yang dirancang untuk menghubungkan kembali bahasa seseorang dengan pengalamannya. Dalam meta model ada tiga hal yang menjadi penyebab kegagalan seseorang gagal mengungkapkan apa yang ada deep structure melalu surface structure.

24 Annie Sailendra, Neuro-Linguistic Programming (NLP); dari Konsep Hingga Teknik, (Yogyakarta: Bhafana Publishing, 2014), hal. 94.

(56)

46

a. Deletions (Penghapusan)

1) Simple Deletion (Delesi Sederhana)

Contoh : Saya tidak mampu.

Respon : Apa yang anda tidak mampu? Contoh : Saya merasa tidak nyaman.

Respon : Merasa tidak nyaman terhadap apa/ siapa? 2) Comparative Deletions (Delesi dengan Perbandingan)

Contoh : Saya merasa diperlakukan tidak adil Respon : Dibandingkan dengan siapa?

Contoh : Dia memang lebih pintar.

Respon : Lebih pintar dibandingkan dengan? Apa kriterianya?

3) Unspecified Noun or Verbs (Kata-kata tidak spesifik) Contoh : Dia mengacuhkan saya semalam.

Respon : Siapa persisnya yang telah mengacuhkan anda? Bagaimana caranya dia mengacuhkan anda?

Contoh : Teman-teman tidak suka dengan cara saya. Respon : Teman-teman yang mana persisnya yang tidak

(57)

47

b. Generalization (Generalisasi) 1) Universal Quantifiers

Contoh : Orang tua saya tidak penah mau tahu apa yang saya inginkan.

Respon : Tidak Pernah? Sekalipun? 2) Modal Operators

Contoh : Saya harus belajar dengan giat agar lulus ujian. Respon : Apa yang akan terjadi jika kamu tidak belajar dengan giat?

c. Distortion (Pemotongan Arti) 1) Nominalizatios

Contoh : Kamu tidak memiliki penghargaan sedikitpun kepada saya.

Respon : Apa persisnya yang anda maksud dengan penghargaan itu? Bagaimana persisnya anda ingin dihargai?

2) Mind Reading

Contoh : Saya tahu dia tidak suka sama saya.

Respon : Bagaimana persisnya kamu tahu bahwa dia tidak suka sama kamu?

3) Cause-Effect

(58)

48

Respon : Bagaimana caranya sehingga suami anda membuat rencana anda berantakan?

Contoh :Kakak saya membuat saya merasa tak berharga.

Respon :Bagaimana dia membuat anda merasa tak bergaharga?

4) Complex Equivalence

Contoh :Setiap saya berpapasan dengan dia, mukanya dipalingkan ke arah lain. Dia pasti membenci saya.

Respon : Bagaimana persisnya memalingkan muka bisa berarti membenci?26

Gambar. 2. 5. Skema Meta Model

26 Nurul Ramadhan Makarao, NLP: Neuro Linguistic Programming, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 35.

Meta

Model

Deletions

(59)

49

8. Milton Model

Milton model merupakan model komunikasi yang juga sering disebut sebagai Hypnotic Language Pattern, yaitu suatu pola komunikasi yang bersifat hipnotik. Milton model merupakan hasil pemodelan dari Milton H. Erickson. Milton moel menggunakan bahasa abstrak atau global yang membuat seseorang dapat menerima informasi masuk ke dalam pikiran bawah sadar seseoang dengan intervensi sedikit mungkin. Milton dapat digunakan untuk memperhalus sebuah saran ataupun perintah dengan cara yang abstrak tetapi tetap mendapatkan respon yang diinginkan. Berikut adalah pola-polanya.27

a. Mind Reading

1) “Anda tentu bertanya-tanya tentang manfaat yang bisa anda dapat ketika mencoba mengaplikasikan materi ini?”

2) “Dan, Bukankah anda berpikir bahwa ini adalah sebuah kesempatan yang langka dan tidak boleh dilewatkan?”

b. Cause-Effect

1) “Jika anda mau melakukan latihan ini dengan serius, maka hasil yang akan anda dapatkan pun menjadi semakin luar biasa.”

(60)

50

2) “Dan hanya ketika anda mau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain pada anda, anda akan merasakan suasana hati yang tenang.”

c. Universal Quantifiers

1) “Setiap tantangan akan membuat anda semakin kuat dan lebih dewasa.”

2) “Mulailah perubahan, dan anda akan mendapati semua orang memunculkan respon yang berbeda kepada anda.”

d. Tag Question

1) “Anda tentu sudah tidak sabar mendengarkan penjelasan saya, bukan?”

2) ”Anda tentu bisa memaafkan orang-orang yang telah menyakiti anda, kan?”

e. Double Binds

1) “Kira-kira, mulai hari ini atau besok bapak bisa melihat perubahan dari diri kamu?”

2) “Kamu akan merasa nyaman jika menceritakan masalahmu di rumah saya atau di kantor?”

f. Conversational Postulate

1) “Bersediakah anda duduk di kursi ini?

2) “Maukah anda membuka pikiran anda untuk saat ini saja?” 3) “Maukah anda menutup pintu?”28

(61)

51

B. Keterampilan Komunikasi Konseling

1. Pengertian Keterampilan Komunikasi Konseling

Sebagaimana dikemukakan oleh Richad Nelson-Jones bahwa di dalam konseling dan helping ada dua kategori utama keterampilan. Pertama, ada keterampilan komunikasi dan bertindak, atau keterampilan yang melibatkan perilaku eksternal. Kedua, ada mind skills, atau keterampilan-keterampilan yang melibatkan perilaku internal.29 Dalam pembahasan ini akan difokuskan pada keterampilan eksternal seorang konselor. Dan supaya memperoleh pengetahuan komprehensif tentang keterampilan komunikasi konseling, maka akan diuraikan terlebih dahulu definisi dari keterampilan komunikasi konseling.

a. Keterampilan

Menurut Marwah D. Ibrahim, keterampilan dasar merupakan kecakapan yang perlu dimiliki setiap orang dalam memecahkan masalah yang terjadi di dalam hidupnya baik yang menyangkut tugas dan fungsinya sebagai profesionalnya maupun secara pribadi.30

Dalam hal ini, seorang konselor sebagai tenaga profesional untuk memfasilitasi seorang klien dalam menghadapi dunianya jelas harus membutuhkan suatu keterampilan. Sebagaimana

29 Richard Nelson-Jones, Pengantar Keterampilan Konseling. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyatini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 16.

Gambar

Gambar 2.6 Aplikasi NLP dalam Komunikasi Konseling ........................ 78
Gambar 2.1 Sejarah Munculnya NLP
Gambar 2.2 Sistem Representasi
Tabel 2.1 Skema Sistem Representasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “ Profil Keterampilan Komunikasi Interpersonal dan Implementasinya Bagi Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling di SMK ”

Konseling indigenous juga menunjukkan pemahaman mereka terhadap person, self, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang dijadikan pijakan (Nager, 2000: 28). Berkaitan dengan

Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral, Transaksional, dan Terapi realita, bahwa pribadi yang tidak mampu mengatur

Dengan demikian konseling dalam pengertian ini merupakan profesi bantuan ang diberikan oleh konselor kepada klien baik perorangan maupun kelompok dengan menggunakan

Setelah melaksanakan proses Bimbingan Konseling Islam melalui Teknik Self Management untuk meningkatkan tanggung jawab belajar pada mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, maka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan komunikasi interpersonal mahasiswa Program Studi Bimbingan & Konseling angkatan tahun 2014 Fakultas Ilmu

Arti dalam Bahasa Indonesia, konseling adalah proses pembelajaran yang berorientasi pada proses lingkungan sosial secara personal dengan sederhana, yang mana seorang