• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PAKET PENINGKATAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MELALUI TEKNIK REFRAMING BAGI MAHASISWA BKI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PAKET PENINGKATAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MELALUI TEKNIK REFRAMING BAGI MAHASISWA BKI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PAKET PENINGKATAN KETERAMPILAN

KOMUNIKASI KONSELING MELALUI TEKNIK REFRAMING BAGI

MAHASISWA BKI DI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN

SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi

Islam (S. Kom. I)

Oleh:

Siti Fatimah

NIM. B03210015

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAKSI

Siti Fatimah (B03210015), Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling melalui Teknik Reframing bagi Mahasiswa BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana pelaksanaan pengembangan

peningkatan keterampilan komunikasi melalui teknik reframing bagi mahasiswa

BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya? (2) Bagaimana respon dari mahasiswa peserta pengembangan setelah diadakan kegiatan pengembangan di jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya (3) Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan kegunaan?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan

metode Reseach and Development (R&D), dengan menggabungkan penelitian

kualitatif den kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara, observasi, saran, kritik, dan komentar tertulis dalam angket maupun catatan hasil wawancara. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan skala penilaian yang berupa angket.

Hasil penelitian ini menyebabkan, bahwa pengembangan peningkatan keterampilan komunikasi konseling dibutuhkan paket dan pelatihan agar dapat membantu konselor dalam mempelajari keterampilan komunikasi konseling.

Paket yang telah dirancang berisikan materi, yaitu : (1) reframing dalam aspek

keterampilan komunikasi konseling, (2) Artikel reframing, (3) Pengertian

reframing, (4) Macam-macam reframing (5) Cara membedakan reframing (6)

Harapan dan keberatan (7) Tips pemula reframer (8) kesimpulan & evaluasi.

Dalam pelatihan ini, dilakukan tiga hari dan terdiri dari perkenalan, stage

hipnosis, penyampaian materi, simulasi, evaluasi.

Untuk keefektifan paket dan peningkatan keterampilan komunikasi konseling, diadakan uji ahli dan penilaian keterampilan komunikasi konseling. Setelah paket diuji tim ahli, didapatkan hasil penilaian akhir sebesar 75% yang masuk dalam kategori cukup efektif. Terdapat peningkatan yaitu dari 2,78% ke 3,91%. Sedangkan respon mahasiswa BKI setelah diadakannya bimbingan sebesar 85% berdasarkan uji prosentase kuantitatif masuk dalam kategori sangat baik atau positif.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 9

1. Paket Pengembangan Keterampilan Komunikasi Konseling ... 9

2. Reframing ... 11

3. Pengembangan dalam Penelitian ... 11

F. Spesifik Produk Paket ... 12

G. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 17

3. Jenis dan Sumber Data ... 17

4. Tahap-tahap Penelitian ... 19

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data ... 25

(7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik ... 28

a. Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 39

c. Fungsi Serta Peran Bimbingan dan Konseling ... 30

d. Pengertian Konselor ... 31

b. Keterampilan komunikasi konseling ... 33

c. Reframing ... 42

d. Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 52

B. Pengembangan Program Pelatihan ... 54

1. Mekanisme Pelatihan ... 59

2. Efektifitas Pelatihan ... 60

3. Penerapan Hasil Pelatihan ... 61

4. Materi Paket Pelatihan Keterampilan Konseling ... 63

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 66

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 69

1. Profil Jurusan BKI Fakultas Dakwah ... 69

2. Deskripsi Konselor ... 70

3. Deskripsi klien... 73

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

1. Deskripsi Data Tentang Hasil Buku Paket ... 75

2. Deskripsi Data tentang Proses Pelatihan Reframing ... 75

3. Deskripsi Data Respon Mahasiswa ... 85

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Tentang Hasil Buku Paket ... 90

(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 100 B. Sarana Pengembangan Lebih Lanjut ... 101

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Spesifikasi Produk Paket

Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksanaan Pelatihan

Tabel 4.1 Nilai dari Uji Ahli

Tabel Ketakutan menjadi Konselor

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap waktu perkembangan kemampuan mahasiswa selalu diberikan

stimulus, agar ia dapat bersaing. Persaingan yang semakin ketat membuat

mahasiswa terus menggali potensi dan bakat terutama dalam bidang yang

ditekuni. Potensi tersebut menjadikan mahasiswa mampu untuk berkreasi,

mandiri, tanggung jawab dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Ketika

menggali kemampuan tersebut, mahasiswa memerlukan interaksi dengan orang

lain. Ketika berinteraksi, ia tidak jarang menemui permasalahan. Oleh karena itu,

mahasiswa membutuhkan seorang pendamping. Pendamping tersebut, guna

membantu permasalahan yang sedang ia hadapi.

Seorang mahasiswa, sama halnya dengan individu lain pada usianya. Hal

ini dibedakan ialah tingkat pengetahuannya. Semua individu, akan meceritakan

semua permasalahan yang ia hadapi. Sering juga ditemui individu tertutup dan itu

membutuhkan kesabaran. Hal ini, sering didengar dengan sebutan curhat. Curhat

tersebut, bisa meluapkan semua permasalahan. Permasalahan tersebut seperti, rasa

kekesalan dan kekecewaan bisa berkurang. Biasanya, istilah curhat selalu

digunakan dalam hubungan persahabatan yang didasari rasa ingin membantu satu

sama lain. Jarang sekali, ketika curhat kepada orang lain ataupun sahabat bisa

memberikan solusi. Karena memang pada dasarnya orang yang diajak curhat

(11)

2

permasalahannya terungkap dan terselesaikan. Padahal seorang diharapkan bisa

melepaskan permasalahn dengan kelegaan dan pengertian tentang permasalahan

tersebut. Walapun dengan curhat tersebut, seseorang bisa merasa kepuasan.1

Membantu menyelesaikan permasalahan orang lain, bukan hanya sebatas

mendengarkan. Namun, membutuhkan berbagai cara untuk menggali semua

permasalahn. Cara tersebut, bisa berupa bimbingan yang terarah. Bimbingan

tersebut, biasa dinamakan konseling. Adapun yang dimaksud konseling ialah,

merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan

disini, yaitu upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh ke arah yang

dipilih, serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi.2

Rogers mengartikan konseling sebagai hubungan membantu di mana

salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi

mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi

dengan lebih baik.3 Oleh karena itu seorang konselor dalam proses konseling

atau dalam membantu suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu,

bukan sekedar mendengarkan atau mencari solusi masalahnya, dengan

nasehat-nasehat, atau membiarkan luapan emosi untuk mencapai kelegaan diri.

Akan tetapi, perlu dalam memberikan informasi tentang masalah yang sedang

dihadapi konseli. Proses konseling, seorang konselor harus mampu melibatkan

konseli secara penuh. Hal ini bertujuan, agar konseli bisa terbuka. Konselor tidak

1 Baro Indra, Le Me Gagal Move On, (Jakarta Selatan: Loveable, 2015), hal. 104

2 Dinarpermadi Rahman, Mengapa Aku Begini !? (Kumpulan Curhar Para Remaja),

(Bandung: Cinta,2011), hal. 120

(12)

3

hanya sebagai pendamping klien, tetapi sebagai penerapis bagi konseli. Banyak

diantara klien yang mengiginkan masalah yang dialami cepat hilang

Ketika proses konseling, konselor berbekal keterampilan yang dapat

memperlancar proses konseling. Secara ringkas, maksud dan tujuan utama

menggunakan keteramilan konseling untuk membantu klien mengembangkan

keterampilan pribadi dan kekuatan batin agar menciptakan kebahagiaan diri

sendiri dan orang lain.4

Salah satu keterampilan tersebut ialah keterampilan komunikasi yang

dialogis, khusnya dengan konseli. Komunikasi dialogis ini, pada dasarnya

merupakan bentuk komunikasi interaktif antara satu pihak dengan pihak lain.

komunikasi tersebut melalui proses penciptaan suatu situasi dalam upaya mencari

informasi yang tepat dalam pembuatan keputusan secara tepat. Hal ini dalam mata

kuliah bimbingan konseling disebut dengan keterampilan komunikasi konseling.

Tujuan lain dari pada keterampilan komunikasi konseling ialah menciptakan

keterampilan pikiran. Artinya, seorang konselor terutama calon konselor terampil

berkomunikasi dengan pikiran klien.5 Keterampilan tersebut, bisa juga disebut

dengan persepsi. Persepsi merupakan proses yang kompleks yang dilakukan orang

untuk memilih, mengatur, dan memberi makna pada keyataan yang dijumpai

sekelilingnya. Persepsi dipengaruhi pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan.6

4 Richard-Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2012), hal. 11-12

5 Syamsu Yusuf Dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 9

6 Agus M, Hardjana, Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius,

(13)

4

Persepsi masalah yang dimiliki klien akan mempengaruhi bagaimana

bertindak selanjutnya. Dan setiap individu akan mengalami hal seperti itu, jika

diilutrasikan seperti ini. Semua yang kita hadapi, awalnya tanpa label, tanpa

sebutan, tanpa predikat. Tanpa bingkai sama sekali, hanyalah sebuah kejadian.

Setelah kita alami, kita memberikannya sebuah bingkai. Kita melihatnya dari

sudut pandang tertentu dan merasakannya dari jendela hati kita. Ada yang

menyebutkannya sebagai “hoki”, ada yang menyebutnya “sial”, “kebetulan”,

“saya memang selalu begini”, “karma”, “beginners luck”, “dia selalu begitu”,

”begitulah wanita”, dll. Semua itu adalah bingkai yang kita berikan terhadap

sebuah kejadian atau pengalaman kita.

Setelah kita memberikan bingkai, atas “instruksi” ini, subconscious kita

mencatatnya sebagai sesuatu “pembenaran”. Sebagai suatu bingkai yang akan

dipakai untuk berbagai kejadian dengan nature yang serupa dan sebagai penuntun

ke sebuah jalur perilaku atau sikap yang dianggap subconscious sebagai yang

“benar” untuk kita berdasarkan bingkai tersebut yang menjadi identitas diri.

Dengan menempelkan ke bingkai identitas, kita akan berpikir, berperilaku

sesuai bingkai tersebut, atau akan merespon terhadap setiap sikap orang lain

berdasarkan bingkai yang kita tempelkan kepadanya. Menjadi bagus, seandainya

bingkai tersebut berguna bagi kita atau dengan bingkai tersebut kita memperoleh

apa yang kita inginkan dari hidup. Menjadi berbahaya, apabila dari bingkai

tersebut yang kita peroleh hanyalah stress berlebihan, prasangka, dendam, iri,

(14)

5

Seorang yang membingkai dirinya dengan identitas sebagai orang yang

selalu sial akan selalu berusaha melihat, mendengar, dan merasakan dirinya sial

dalam berbagi situasi. Bahkan pada saat dia “beruntung” pun, dia akan

mempunyai argumentasi bahwa ini “bukan dia”. Dalam keadaan paling ekstrim

dia seolah menolak keberuntungan tersebut karena merasa dia tidak berhak.

Bukti yang paling bisa terlihat misalnya seseorang merasa bahwa dia tidak

menarik. Pada saat seseorang kemudian benar-benar tertarik kepadanya, apa yang

terjadi? Dia tetap saja tidak percaya diri, karena merasa tahu bahwa dia tidak

menarik dan tidak pantas apabila ada yang tertarik kepadanya.

Setelah melihat ilustrasi tersebut, peran dari pada konselor setelah

menggali permasalahan yang tengah dihadapi dan pemberian label atau bingkai

dari hasil peristiwa atau kejadian yang dialami oleh klien. Yaitu membingkai

ulang kembali kejadian yang dialami klien, agar mempunyai pandangan atau

persepsi baru yang terpikirkan oleh klien. Nantinya, akan mempengaruhi

perubahan tindakan yang klien. Hal ini, disebut sebagai teknik reframing.

Pemaparan diatas, menjadi alasan penulis untuk melakukakan penelitian.

Menurut Yoder (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 43) istilah pelatihan

dan pengembangan adalah usaha yang terencana dari organisasi untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai.

Lebih jelasnya:

1. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan

(15)

6

2. Pengembangan lebih ditekankan padapeningkatan pengetahuan untuk

melakukan pekerjaan di masa yang akan datang.

Pendapat Wexly dan Yulk menjelaskan bahwa pelatihan dan

pengembangan adalah sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan

dengan usaha-usaha berencana yang dilaksanakan untuk mencapai penguasaan

keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan atau anggota organisasi.

Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan keterampilan calon konselor

dalam memberikan intervensi dan hubungan manusia (human realations).7

Setelah mencermati beberapa alasan dan uraian sebagaimana di atas

akhirnya penulis menyadari adanya suatu indikasi keterkaitan psikologis dan

praksis dalam pengembangan diri individu, termasuk mahasiswa fakuttas Dakwah

dan Komunikasi UINSA Surabaya jurusan BKI semester III. Oleh karena itu,

kebutuhan ini sangat menantang dan menarik bagi penulis untuk dijasikan sebagai

bahan kajian, terlebih dengan model penelitian applikatif (penelitian

pengembangan), sehingga dapat diharapkan munculnya suatu produk

pengembangan yang aplikatif dalam perpektif konseling Islami yang

kontemporer.

Berangkat dari pemaparan di atas, peneliti mengambil judul “ Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling dengan Reframing

bagi Mahasiwa Jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya ”.

(16)

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi

konseling melalui teknik reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya ?

2. Bagaimana respon dari mahasiswa pesert pengembangan setelah diadakan

pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi konseling melalui teknik

reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UINSA Surabaya ?

3. Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan

kegunaan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam mengadakan pendekatan penelitian tentunya tidak lepas`dari

tujuan yang ingin dicapai untuk mewujudkan rasa keingin tahuan dari sasaran

penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum untuk mengetahui

seberapa efektif:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengembangan peningkatan ketrampilan

komunikasi konseling Islam melalui teknik reframing pada Mahasiswa Prodi

BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya.

2. Untuk mengetahui Untuk Mengetahui Respon mahasiswa setelah diadakan

(17)

8

reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UINSA Surabaya.

3. Untuk mengetahui uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan,

kelayakan, dan kegunaan.

D. Manfaat Penelitian

1) Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan menambah wawasan pemikiran bagi para pembaca

khususnya mahasiswa bimbingan konseling islam. Dan bagi para pembaca

lain umumnya. Agar dapat mengetahui bagaimana cara yang baik, jika

berkomunikasi dengan membenarkan persepsi yang salah dari lawan bicara.

2) Secara Praktis

Dapat dijadikan acuan yang dapat memberikan informasi kepada

seluruh konselor tentang bagaimana berkomunikasi dengan teknik

reframing.

E. Definisi Operasional

Dalam pembahasan ini peneliti akan membatasi dari sejumlah konsep

yang diajukan. Adapun judul penelitian tersebut ialah, “ Pengembangan Paket

Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling melalui Reframing

(18)

9

Keterampilan Komunikasi konseling jika dipisah menurut kata

sebagai berikut; keerampilan berasal dari kata terampil, di dalamnya

terkandung suatu proses belajar, dari tidak terampil menjadi terampil8.

Sedangkan komunikasi ialah proses pemindahan informasi antara dua oarang

manusia atau lebih dengan menggunakan simbol-simbol bersama.

Komunikasi sekurang-kurangnya melibatkan dua partisipan yaitu pemberi

dan penerima. Komunikasi akan lebih eefktif, jika mencapai suatu

pemahaman diantara partisipan.9 Dan konseling adalah suatu proses yang

melibatkan konselor dan klien, untuk memecahkan suatu permasalahn.

Keberhasilan konseling ditentukan oleh keefektifitasan komunikasi10.

Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan komunikasi

konseling ialah suatu keterampilan yang dimiliki seorang konselor untuk

keberhasilan proses konseling. Oleh Agus Santoso, keterampilan tersebut

meliputi: pembukaan, penerimaan, pengulangan pernyataan konseli,

mendengarkan, mengamati, menanggapi, klarifikasi, pemantulan perasaan,

pemantulan makna, pemusatan, penstrukturan, pengarahan, penguatan,

nasehat, penolakan, ringkasan, konfrontasi, penghentian, mempengaruhi:

tindakan untuk kepentingan konseli11.

8 Richard Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), hal. 15

9

Wiryanto, PengantarIlmu Komunikasi, (Jakarta: Grasindo, 2009), hal, 5-7

10 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 2

11

(19)

10

Jadi paket peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui

teknik reframing merupakan media layanan bimbingan konseling di

instansi tertentu berisi seperangkat kegiatan dengan prosedur kerja yang

sistematis untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa, pemahaman akan

teknik reframing, aplikasi dan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan

reframing dalam keterampilan komunikasi konseling,.

2. Reframing

Menurut Wiwoho reframing adalah pembingkaian ulang pada suatu

kejadian yanng sudah diberi label atau bingkai,dengan merubah sudut

pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri12. Sedangkan dalam bukunya

Stephan Palmer, reframing adalah suatu teknik konseling yang bertujuan

mereorganisir content emosi yang dipikirkannya dan membingkai kembali ke

arah pikiran yang rasional.13

Jadi, pengertian Reframing dalam penelitian ini. Ialah salah satu

teknik dalam keterampilan komunikasi konseling yang digunakan oleh

konselor, dalam mereorganisir content emosi yang dipikirkannya. Dan

membingkai ulang suatu kejadian yang sudah diberi label ke arah pikiran

yang rasional. Sehingga konseli dapat mengerti dengan berbagai sudut

pandang konsep kongnitif dan tanpa merubah kejadian itu

3. Pengembangan Dalam Penelitian

12 R Wiwoho, Kunci Hidup Bahagia 24 Jam Sehari, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

(20)

11

Serangkaian kegiatan mendesain, menyusun, mengevaluasi, dan

merevisi, suatu produk yang akan menghasilkan paket, modul dan sebagainya

dengan memiliki kriteria akseptabilitas yang meliputi empat aspek yaitu

ketepatan, kelayakan, kegunaan, dan respon afeksi positif dari subyek

penelitian.

F. Spesifik Produk Paket

Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian di atas, maka

penelitian pengembangan ini dirancang sedemikian rupa, agar dapat berguna,

praktis, sistematis, menunjang pencapaian tujuan, menarik, dan mudah difahami.

Oleh karena itu penelitian pengembangan ini diharapkan dapat memiliki kriteria

berikut :

1. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa isi paket yang dikembangkan sesuai

dengan tujuan dan prosedur paket. Hal ini dapat diketahui dengan cara

mengukur tingkat validitas paket yang dikembangkan dengan menggunakan

instrument skala penelitian.

2. Kelayakan yang dimaksud adalah bahwa paket yang dikembangkan

memenuhi persyaratan yang ada, baik dari sisi prosedur maupun

pelaksanaannya, sehingga paket tersebut dapat diterima konselor di perguruan

tinggi

3. Kegunaan yang dimaksud adalah bahwa paket yang dikembangkan memiliki

(21)

12

memiliki wawasan tentang keterampilan komunikasi konseling melalui teknik

reframing.

4. Respon Afektif Positif yang dimaksud adalah bahwa tampilan dan isi paket

berpotensi dapat membuat para calon konselor untuk mempelajari, membaca

tulisan, mengamati gambar, dan melakukan tugas paket tersebut.14

Untuk lebih memperjelas hal ini dapat dilihat tabel berikut:

Table 1.1 Spesifik Produk Paket

No Variabel Idikator Alat

1 Ketepatan (accuracy) a. Ketepatan obyek

b. Ketepatan rumusan tujuan dan

prosedur

c. Kejelasan rumusan umum dan

khusus

d. Kejelasan diskripsi tahap dan materi

e. Kesesuaian gambar dan materi

Angket

2 Kelayakan

(feasibility)

a. Prosedur praktis

b. Keefektifan biaya, waktu dan tenaga

Angket

3 Kegunaan (utility) a. Pemakaian produk

b. Kualifikasi yang diperlukan

c. Dampak paket pada peningkatan

keterampilan komunikasi konseling

Angket

14 Agus Santoso, Pengembangan Paket Pelatihan Interpersonal Skills Melalui

(22)

13

Buku paket reframing terdapat tiga bagian, yaitu:

1. Bentuk Paket

Bentuk paket pelatihan ini didesain dalam sebuah buku yang berisi

icon-icon atau ilustrasi gambar. Adapun materi yang digunakan, dibentuk

dalam teknik simulasi, observasi dan tutorial melalui ilustrasi gambar dan

narasi, yang diharapkan mampu menarik dan memotivasi mahasiswa (calon

konselor).

2. Isi Paket

Paket ini terdiri dari tiga bagian:

a. Buku panduan untuk konselor yang merupakan pedoman atau Petunjuk

pelaksanaan pelatihan yang dibimbing oleh seorang dosen. Panduan ini

terdiri dari dua bagian. Bagian 1, yaitu: pendahuluan, tujuan umum,

fungsi dan manfaat, bahan media, orientasi kegiatan dan pengelolaan

waktu, evaluasi, diskusi, dan penutup. Bagian 2: penyajian materi.

b. Buku panduan untuk mahasiswa yaitu petunjuk bagi mahasiswa dalam

mengikuti tata cara pelaksanaan pelatihan dengan harapan dapat

memudahkan mereka dalam memahami tujuan yang ingin dicapai.

c. Materi pelatihan yaitu buku materi tentang pelatihan ketrampilan diri

yang terintegrasi dalam sebuah paket yang berisi tentang tata cara

(23)

14

G. Metode Penelitian

A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan.

Penelitian pengembangan memiliki tujuan untuk menghasilkan produk

tertentu dan menguji kualitas kelayakan produk yang telah dikembangkan.

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa media pocket book

dengan materi pokok reframing.

2. Model Penelitian

Model pengembangan yang digunakan adalah model research and

Development (R&D) menurut Sugiyono. Hal ini digunakan dengan alasan

karena penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk dan menguji

kelayakan produk tersebut.

Langkah-langkah dalam penelitian pengembangan ini antara lian

adalah menemukan potensi dan masalah, pengumpulan data atau informasi,

desain produk, validasi produk, revisi atau perbaikan produk, dan langkah

terakhir adalah uji coba produk (Sugiyono, 2013: 408).

3. Prosedur Penelitian

Berdasarkan model pengembangan tersebut, kemudian peneliti

pengembangan mengaplikasikannya dalam prosedur pengembangan yang

akan dilakukan. Prosedur pengembangan yang dilaksanakan dalam

mengembangkan media pocket book tentang materi kepenulisannya adalah

(24)

15

a. Potensi dan Masalah

Salah satu teknik dalam konseling yaitu reframing. Agar teknik

tersebut dikuasai dengan baik oleh mahasiswa, maka diperlukan

pengetahuan dan pemahaman mengenai reframing.

Pada tahap ini peneliti akan melakukan analisis kebutuhan

mahasiswa.

b. Pengumpulan Data atau Informasi

Tahap selanjtnya yang dilakukan agar produk yang dihasilkan

setelah pengembangan dapat bermanfaat dan betul-betul penting Potensi dan masalah Pengumpulan data

atau informasi

Desain Produk

Validasi Produk

Revisi atau Perbaikan Produk

Uji Coba Produk

Gambar 3.1 Alur Penelitian pengembangan media pocket book berbasis menurut model Research and Development (R&D) Menurut

(25)

16

dalam kegiatan pembelajaran setelah nantinya melakukan wawancara

dengan dosen BKI Fakultas Dakwah, yang selanjutnya dijadikan dasar

sebagai analisis kebutuhan media pembelajaran.

c. Desain Produk

Tahap pengembangan desain dan draf produk dilakukan melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tahap Pertama: mengembangkan bahan ajar ke dalam media

pocket book.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti

pengembangan meliputi: pengumpulan materi yang relevan

dengan tujuan pembelajaran.

2) Tahap Kedua: Menyusun bahan ajar ke dalam media pocket book

berdasarkan enam elemen yang menuntut penulisan media

berbasis cetakan.

3) Tahap Ketiga: Menyusunan pocket book berdasarkan media aspek

penyajian dan kegrafisan

Penyusunan pocket book dari aspek penyajian dan

kegrafisan harus memperhatikan dan disesuaikan dengan

kerangka pocket book yang telah disusun sebelumnya. Produk

yang dikembangkan oleh peneliti memiliki komponen-komponen

yang bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam proses

(26)

17

4) Tahap Keempat: Menyusun Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan dikembangkan

untuk mengumpulkan data di saat tahap validasi produk. Pada

tahap validasi produk, data akan didapat dari ahli isi, ahli desain,

dan ahli media dengan menggunakan instrument angket.

Instrumen angket yang digunakan dalam penelitian

pengembangan ini diadopsi dari format evaluasi media

pembelajaran disusun menurut Arsyad (2011: 175) yang

kemudian dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan

dan berupa angket dengan skala Likert yang digunakan untuk

mengukur nilai dan pendapat terhadap media yang digunakan.

d. Validasi Produk

Uji validasi produk ini dilakukan untuk memvalidasi produk

media pocket book. Validasi ini dilakukan dengan cara meminta

pendapat, penilaian, dan saran dari ahli isi dan ahli media

pembelajaran. Tujuan dari validasi produk ini agar produk yang telah

dikembangkan dianggap layak sebagai sumber belajar.

e. Revisi atau Perbaikan Produk

Revisi atau perbaikan dilakukan sesuai dengan hasil validasi

yang didapatkan dari ahli isi dan ahli media dan desain pembelajaran.

Revisi bertujuan untuk menciptakan produk pengembangan yang

memenuhi kriteria kelayakan sebagai sumber belajar yang sesuai

(27)

18

f. Uji Coba Produk

Setelah produk pengembangan memiliki kelayakan sesuai

dengan saran dan kritik dari para ahli, maka produk pengembangan ini

akan diujicobakan ke lapangan. Uji coba produk ini dilakukan dalam

bentuk uji coba lapangan kelompok terbatas. Pada uji coba lapangan

kelompok terbatas, produk diujicobakan kepada satu Dosen dan

mahasiswa BKI kelas B2. Uji coba lapangan ini difokuskan pada

pengembangan dan penyempurnaan materi produk, namun belum

memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi.

Bentuk pengujian dalam kelompok terbatas adalah 30

mahasiswa secara serempak menggunakan produk tersebut. Subjek uji

coba tersebut akan menggunakan fasilitas sumber belajar media

pocket book. Sebagai keperluan pengumpulan data, setelah guru dan

siswa mencoba produk tersebut, maka guru dan siswa mengisi angket

yang telah dirancang pengembang.

4. Desain Uji Coba

Penelitian pengembangan tentunya membutuhkan rangkaian

uji coba terhadap produk. Ini dilakukan untuk menguji validitas

produk apakah benar-benar bermanfaat dan memenuhi kelayakan

sebagai sumber belajar mahasiswa. Desain uji coba dapat

(28)

19

5. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian pengembangan ini adalah dosen

Dosen Fakultas Dakwah. Subyek uji ahli yaitu orang yang dianggap

mampu dan memenuhi syarat dalam menguji peningkatan keterampilan

komunikasi konseling melalui reframing. Adapun kriteria subyek ahli

adalah pendidikan minimal S1, ahli pada bidangnya seperti dilihat dari sisi

kesehatan yakni seorang dokter, dari sisi tahapan konselingnya yakni

dosen BK. Dalam peneliti ini, penulis mengambil empat orang sebagai tim

uji ahli. Tim ahli akan memberikan penilaian dengan mengisi angket yang

telah disiapkan penulis dapat berupa saran, ataupun kritik yang dapat

Angket Tanggapan Ahli Media dan Desain Pembelajaran

Revisi Draf II Masukan Ahli

Final Product

(29)

20

membangun agar buku dapat menjadi lebih baik lagi dan memiliki daya

guna di kalangan pembaca

B. Data dan Sumber Data

Berdasarkan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka data

dibagi kedalam dua jenis, yaitu data yang bersifat naratif (kualitatif) dan data

yang bersifat angka (kuantitatif).

1. Data Kualitatif

Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari wawancara kepada dosen

BKI fakultas Dakwah UINSA, tanggapan dan saran tentang

pengembangan berdasarkan tinjauan dan masukan uji ahli pada tahap uji

validitas. Selain itu, data kualitatif juga berasal dari tanggapan dan saran

dari Dosen dan mahasiswa terhadap kualitas media yang telaah

dikembangkan pada saat tahap uji lapangan.

2. Data Kuantitatif

Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari hasil validasi media

yang telah dikembangkan yang diberikan uji ahli serta besarnya persentase

respon Dosen dan Mahasiswa kelas B2 UINSA.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumuplan data atau instrument pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

(30)

21

mengumpulkan informasi terkait potensi dan masalah yang ada di lingkungan

BKI kelas B2 dalam hal penggunaan media pembelajaran. Wawancara ini

dilakukan kepada Dosen BKI Fakultas Dakwah. Selain itu, wawancara juga

dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang berupa saran, kritik, atau

masukan dalam tahap uji validitas yang dilakukan kepada ahli isi dan ahli

media dan desain pembelajaran. Namun, dalam pengumpulan saran, kritik, dan

pendapat ini tidak menggunakan pedoman. Pengumpulan data melalui teknik

wawancara akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif.

2. Instrumen penilaian media pocket bookoleh ahli

Instrumen penilaian yang digunakan peneliti berfungsi untuk mengetahui

kualitas dan kelayakan dari media pocket book yang telah dikembangkan yang

ditujukan kepada ahli isi dan ahli media dan desain pembelajaran dengan

menggunakan Skala Likert. Adapun instrumen penilaian media pocket book

oleh ahli dapat dilihat di lampiran 3 dan lampiran 4.

3. Angket respon mahasiswa terhadap media pocket book

Instrumen angket respon yang digunakan untuk mahasiswa BKI kelas B2

berfungsi untuk mengetahui respon mahasiswa BKI kelas B2 serta tanggapan

atau masukan mahasiswa BKI kelas B2 setelah membaca media pocket book

yang telah dikembangkan dengan menggunakan Skala Likert.

D. Teknik Analisis Data

Data hasil wawancara kepada Dosen BKI Fakultas Dakwah yang

(31)

22

digunakan sebagai dasar pengembangan media pocket book. Sedangkan data

berupa nilai dan tanggapan oleh ahli yang berupa data kuantitatif selanjutnya

dijadikan peneliti untuk memperbaiki media pocket book yang telah

dikembangkan. Selain itu, data hasil evaluasi berupa tanggapan dan saran dari

Dosen dan mahasiswa dijadikan pertimbangan perbaikan media pocket book

setelah diuji-cobakan. Data kuantitatif tersebut diperoleh dengan memberikan

skor pada data kualitatif dengan skala Likert. Penjelasan teknik analisis data

diuraikan sebagai berikut:

1. Wawancara

Data yang didapat dari hasil wawancara kepada guru matematika

kemudian akan dirangkum oleh peneliti sebagai langkah lanjutan dari

potensi dan masalah dalam proses pengembangan sebuah media pocket

book. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, kemudian akan

diuraikan kembali sebagai analisis kebutuhan mahasiswa.

2. Penilaian media pocket book oleh ahli, respon Dosen BKI Fakultas

Dakwah, dan respon mahasiswa

Untuk menganalisis penilaian media pocket book yang telah diberikan

oleh ahli, maka peneliti menggunakan skala Likert yang disajikan pada

tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 aturan pemberian nilai oleh terhadap media pocket book

Skor Kategori

1 Sangat kurang

(32)

23

3 Cukup

4 Baik

5 Sangat baik

Sedangkan untuk menganalisis respon Dosen dan respon mahasiswa

terhadap media pocket book, peneliti menggunakan aturan tabel dibawah

ini:

Tabel 3.2 aturan analisis respon oleh Dosen dan mahasiswa terhadap

media pocket book

Skor Kategori

1 Sangat Kurang Baik

2 Kurang Baik

3 Cukup Baik

4 Baik

5 Sangat Baik

Data tersebut kemudian dihitung yang bertujuan untuk mengetahui

persentase besar penilaian yang didapat dari ahli dan juga besar

persentase respon guru matematika dan respon siswa terhadap media

pocket book yang dikembangkan. Perhitungan ini menggunakan rumus

sebagai berikut.

a. Rumus data aspek kelayakan :

� =

� � %

(33)

24

P : Persentase (%)

X : Jumlah skor jawaban dari responden

�� : Jumlah skor maksimal dari instrumen

b. Rumus untuk mengolah data secara keseluruhan aspek kelayakan:

� = ∑ �∑ �

� � %

Keterangan:

P : Persentase (%)

∑� : Jumlah keseluruan skor jawaban dari seluruh responden

∑�� : Jumlah keseluruhan skor maksimal dalam keseluruhan dari

instrumen

Setelah didapatkan hasil dari data yang diolah dengan

menggunakan rumus diatas, hasil tersebut dibandingkan dengan

kriteria kelayakan menurut Arikunto (2009: 245) dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kualifikasi Kelayakan Media Pembelajaran menurut Arikunto

No. Persentase Kualifikasi Ekuivalen

1. 86%-100% Tidak revisi Sangat layak

2. 76%-85% Tidak Revisi Layak

3. 56%-75% Perlu Revisi Cukup layak

4. ≤55% Harus Revisi Tidak Layak

Keterangan tabel kriteria tingkat kelayakan tersebutdiuraikan

(34)

25

a. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat

persentase 86% - 100%, maka media tersebut tergolong

kualifikasi sangat layak dan tidak perlu direvisi.

b. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapat tingkat

persentase 76% - 85%, maka media tersebut tergolong

kualifikasi layak dan tidak perlu direvisi.

c. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat

persentase 56% - 75%, maka media tersebut tergolog kualifikasi

cukup layak tetapi perlu direvisi.

d. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat

persentase ≤55%, maka media tersebut tergolong kualifikasi

tidak layak dan harus direvisi.

Produk sumber belajar berupa pocket book yang

dikembangkan akan dikatan berhasil dan dapat dimanfaatkan

sebagai media pembelajaran apabila mencapai minimal pada

kriteria layak (76%). Hal ini juga berlaku untuk respon Dosen dan

mahasiswa BKI kelas B2 apabila media pembelajaran

mendapatkan respon positif jika minimal mendapat penilaian

sebesar 76%.

E. Keabsahan Data

1. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang berupa media pocket book mempunyai spesifikasi

(35)

26

a. Produk yang dihasilkan berbentuk media cetak berupa buku siswa pada

materi perbandingan.

b. Media pocket book disusun dengan memperhatikan syarat kualitas

media pembelajaran

2. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator keberhasilan penelitian pengembangan media pocket

book berupa buku pegangan mahasiswa dikatakan berhasil apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bahan ajar yang dikembangkan minimal memenuhi kategori

“Baik” menurut kriteria penilaian pada tabel dengan persentease minimal

76%, dilihat dari keseluruhan komponen kelayakan ketepatan dan

kegunaan.

H. Sistematika Pembahasan

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari : Judul Penelitian (sampul), Persetujuan Pembimbing,

Pengesahan Tim Penguji, Motto dan Persembahan, Penyataan Otentisitas

Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar,

dan Daftar Grafik.

2. Bagian Inti

Bab I. Dalam bab ini berisi Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang

(36)

27

Operasional, Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis

Penelitian, Sasaran dan Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data,

Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik

Pemeriksaan Keabsahan Data, serta dalam bab satu ini berisi tentang

Sistematika Pembahasan.

Bab II. Tinjauan Pustaka. Bab ini akan membahas tentang kajian teoritik

yang dijelaskan dari beberapa referensi untuk menelaah objek yang

dikaji, pembahasannya meliputi: Bimbingan Konseling Islam, terdiri dari

pengertian bimbingan konseling Islam, tujuan bimbingan Islam, fungsi

bimbingan konseling Islam, prinsip bimbingan dan konseling Islam,

langkah-langkah bimbingan dan konseling Islam, prinsip-prinsip

bimbingan dan konseling Islam. Keterampilan komunikasi konseling, dan

teknik reframing.

Bab III. Bab ini membahas tentang model penelitian pengembangan,

prosedur pengembangan dan uji coba produk. Dalam uji coba produk

nantinya juga dipaparkan desain uji coba, jenis data, instrument

pengumpulan data.

Bab IV. Bab ini merupakan paparan hasil uji coba pengembangan, yang akan

memaparkan penyajian data uji coba, analisis data, dan revisi produk

berdasarkan hasil analisis data.

Bab V. Dalam bab ini berisi tentang Penutup yang di dalamnya terdapat dua

(37)

27

BAB

II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam adalah suatu proses pemberian

bantuan kepada klien yang berupa informasi yang bersifat prefentif

sehingga klien dapat memahami dirinya dan dapat mengenali

lingkungannya.1 Menurut Komarudin, konseling Islam adalah proses

pemberian bantuanyang berlandaskan Qur’an dan Hadits, untuk

menjadi penerang bagi seluruh umat manusia. Guna mengantarkan

manusia kepada kebahagiaan lahir batin dunia dan akhirat.2

Konseling Islam adalah mencakup keseluruhan unsur yang ada

dalam konseling secara umum ditambah lagi dengan unsur iman

sebagai spesifikasi atau ciri khusus yang belum ada dalam konseling

secara umum.3

1 Sofyan, Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung: CV. Alvabeta, 2010),

hal. 6

2 Komaruddin, dkk, Dakwah dan Konseling Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

(38)

28

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

1) Manusia dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan

dan hati serta petunjuk ilahiyah, sehingga seharusnya ia

melaksanakan tugas-tugas keagamaan yang diberikan Allah

kepada dirinya, sebagai kholifah, yaitu orang yang melaksanakan

apa yang telah dilaksanakan generasi sebelumnya, sekaligus

sebagai Abdullah yaitu penyembah Allah.

2) Membentuk pribadi sehat menurut Islam yang diukur

berdasarkan berfungsinya iman sebagai penentu kognitif, efektif

dan psikomotorik manusia. Dalam hal ini berarti berfikir,

bertindak dan berbuat sesuai dengan fitrahnya yang mengarah

pada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Meliputi

mencintai Allah, bertaqwa, mengakui kesalahan , ber-ma’ruf nahi

munkar, memelihara hubungan dengan Allah dan dengan sesama

manusia, berpandangan hidup lurus, saling menolong dalam

kebaikan dan melarang berbuat dosa, batinnya kuat, berlaku sabar

dan adil, bernasehat tentang kebenaran, selalu mengingat Allah,

menjaga keseimbangan dunia akhirat, selalu berfikir positif, dan

menjaga silaturrahim.

3) Menjaga dari pribadi yang tidak sehat yaitu tidak berfungsinya iman.

(39)

29

Allah, melupakan Allah, dhalim, kafir musyrik, syirik, munafik,

selalu mengikuti hawa nafsu dan selalu berbuat kerusakan.

4) Pemberdayaan iman yaitu beragama tauhid dan penerima

kebenaran, terkait perjanjian dengan Allah dan mengakui bahwa

Allah itu tuhannya, dibekali dengan potensi akal, pendengaran,

penglihatan, hati dan petunjuk ilahiyah sebagai kholifah dan

Abdullah, bertanggung jawab atas perbuatannya, serta diberi

kebebasan menurut jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya.4

c. Fungsi Serta Peran Bimbingan dan Konseling

1) Pemahaman, yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman

terhadap dirinya dan lingkungannya.

2) Preventif, yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai

masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya

supaya tidak terjadi pada diri klien. Melalui fungsi ini, konselor

memberikan bimbingan pada klien tentang cara menghindarkan diri

dari perbuatan yang merugikan.

3) Pengembangan, yaitu konselor berupaya untuk menciptakan

lingkungan yang kondusif. Konselor membimbing klien pada

proses pengembangan potensi dirinya.

(40)

30

4) Perbaikan (kuratif), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat

penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian

bantuan kepada klien ynag telah mengalami masalah, baik

menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga maupun karir.

5) Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar

dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap

kehidupan sosialnya.5

Peran Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu klien

menyadari kekuatan mereka sendiri, menemukan hal-hal merintangi

penggunaan kekuatan itu, dan memperjelas tentang pribadi seperti apa

yang diinginkan oleh klien.6

d. Pengertian Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses

konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik

konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak

sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu, konselor juga bertindak

sebagai penasihat, guru, konsultan yang mendampingi klien sampai

klien dapat menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya7.

5 Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosda Karya, 2005),

hal. 16-17

6 Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.

197

7 Namora Lumongga Lubis, Memahami dasar-dasar konseling, (Jakarta: kencana, 2011),

(41)

31

Konselor adalah salah satu instrument dari terjadi pada proses di

mana dapat menentukan adanya hasil-hasil yang positif dari serangkaian

konseling tersebut. Kondisi ini dapat berjalan dengan baik dengan

dilandasi dan dan didukungan oleh keterampilan seorang konselor

dalam mewujudkan sikap dasar berkomunikasi dengan klien. Instrument

konseling terdiri dari dua bagian besar yaitu, “pribadi dan

keterampilan” pribadi dan keterampilan seorang konselor, adalah

merupakan suatu modal dasar untuk dapat melakukan suatu proses

konseling. Keduanya akan memperbesar peluang keefektifan cara kerja

seorang konselor. Dan keefektifan konselor tersebut dapat membuat

suatu peluang adanya hasil-hasil dan langkah-langkah yang dapat di

ambil sebagai barometer “pengarahan, pemahaman, pengalaman

(pembelajaran diri) dan pengambil keputusan” seorang klien dari proses

konseling.8

Virginia Satir turut menyumbangkan pemikirannya dengan menemukan

beberapa karakteristik konselor agar menjadikan konseling efektif, yaitu:

1) Resource person, artinya konselor adalah orang yang memiliki banyak

informasi tentang masalah yang dihadapi klien dan senang

memberikan penjelasan informasi yang diperolehnya tersebut.

2) Model of communication, konselor memiliki keahlian dalam

berkomunikasi yang baik dengan klien, mampu menjadi pendengar

(42)

32

dan komunikator yang terampil. Konselor mampu menghargai klien

dan dapat bertindak sesuai dengan realitas diri dan lingkungannya.

2. Keterampilan Komunikasi Konseling

a. Pengertian Keterampilan Komunikasi Konseling

Keterampilan Komunikasi konseling jika dipisah menurut kata

sebagai berikut; keerampilan berasal dari kata terampil, di dalamnya

terkandung suatu proses belajar, dari tidak terampil menjadi terampil9.

Sedangkan komunikasi ialah proses pemindahan informasi antara dua

oarang manusia atau lebih dengan menggunakan simbol-simbol

bersama. Komunikasi sekurang-kurangnya melibatkan dua partisipan

yaitu pemberi dan penerima. Komunikasi akan lebih eefktif, jika

mencapai suatu pemahaman diantara partisipan.10 Dan konseling

adalah suatu proses yang melibatkan konselor dan klien, untuk

memecahkan suatu permasalahn. Keberhasilan konseling ditentukan

oleh keefektifitasan komunikasi11.

Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan komunikasi

konseling ialah suatu keterampilan yang dimiliki seorang konselor

untuk keberhasilan proses konseling. Oleh Agus Santoso,

keterampilan tersebut meliputi: pembukaan, penerimaan, pengulangan

pernyataan konseli, mendengarkan, mengamati, menanggapi,

9 Richard Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2012), hal. 15

10 Wiryanto, PengantarIlmu Komunikasi. (Jakarta: Grasindo, 2009), hal, 5-7 11 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana,

(43)

33

klarifikasi, pemantulan perasaan, pemantulan makna, pemusatan,

penstrukturan, pengarahan, penguatan, nasehat, penolakan, ringkasan,

konfrontasi, penghentian, mempengaruhi: tindakan untuk kepentingan

konseli12.

Jadi paket peningkatan keterampilan komunikasi konseling

melalui teknik reframing merupakan media layanan bimbingan

konseling di instansi tertentu berisi seperangkat kegiatan dengan

prosedur kerja yang sistematis untuk mengembangkan potensi diri

mahasiswa, pemahaman akan teknik reframing, aplikasi dan hal-hal

yang mempengaruhi keberhasilan reframing dalam keterampilan

komunikasi konseling, serta reframing dalam pandangan islam.

b. Proses Keterampilan Komunikasi Konseling

1) Pembukaan

Pembukaan adalah keterampilan konselor membuka atau memulai

wawancara hubungan konseling. Dalam hal ini perlu diperhatikan

tentang penyambutan atau topik umum atau netrl. Penyambutan

dilaksanakan secara lisan.

2) Penerimaan adalah keterampilan konselor untuk menunjukkan minat

dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukkan konseli.

Penerimaan bukan berarti persetujuan konselor terhadap pernyataan

konseli.

(44)

34

3) Pengulangan pernyataan konseli

Adalah keterampilan konselor mengulangi dan menyatakan kembali

sebagian pernyataan konseli yang dianggap penting. Pengulangan

dilakukan dengan cara tidak merubah kata-kata pernyataan konseli,

dan dengan cara menggunakan intonasi konselor yang variatif.

Pengulangan dengan tujuan supaya konseli memberikan penjelasan

lebih lanjut mengenai permasalahannya.

4) Mendengar

Adalah mendengar dengan tepat dan mengingat apa yang konseli

katakan dan bagaimana mengatakannya. Dengan mendengar yang

tepat memungkinkan konselor merumuskan tanggapan yang dapat

menangkap dengan tepat perasaan dan pikiran konseli.

Mendengarkan memberikan informasi dan bagaimana persaan

konseli. Bagaimana mendengar dilakukan? Mendengar selama

konseli berbicara dilakukan dengan:

a) Perhatikan dan amati

b) Menunda menilai

c) Bertahan dari gangguan dalam

d) Mendengar isi.

Siapa yang terlibat? Apa yang mereka lakukan? Mengapa hal itu

penting? Bilaman, dimana, dan bagaimana terjadi?

Mendengar keadaan perasaan yang diekspresikan tingkat tinggi,

(45)

35

komunikasi. Kemudian ulangi pernyataan kembali konseli. Hindari

membreo pernyataan dan tanggapan lisan. Sebagai gantinya,

memantulkan kata-kata konseli dengan kata-kata konselor sendiri

(paraphrase).

Pendengar bukan seorang hakim. Selama kita mnedengar orang lain,

sering terjadi kita mengadakan penilaian pernyataan konseli. Penting.

Untuk menunda kecenderungan ini bila konselor sedang

mendengarkan konseli. Agar dapat mendengar “sebenarnya” apa yang

dikatakan konseli, para konselor yang efektif menghentikan

mendengarkan terhadap diri sendiri dan menfokuskan semata-mata

kepada konseli yang kita hadapi.

Perasaan tidak selalu dapat diucapkan dengan nyata. Seringkali dalam

komunikasi konseli tidak memasukan suatu kata yang spesifik yang

menggambarkan perasaannya. Misalnya seorang konseli tidak akan

mengatakan “saya merasa menderita”. Tetapi dia nampak mendarita.

Keyword dari keterampilan ini yaitu APA dan BAGAIMANA.

5) Mengamati

Adalah keterampilan mengamati konseli (mendengarkan, melihat dan

merasakan) memungkinkan konselor mencatat dan memahami tingkah

laku dalam wawancara. Penahaman ini akan dapat membantu konselor

memilih keterampilan wawancara yang bermanfaat dan intervensi

(46)

36

konseli. Keterampilan mengamati konseli berfokus kepada tiga daerah

yaitu: tingkah laku konseli non lisan, tingkah laku lisan

6) Menanggapi

Kita menanggapi dengan cara terakhir karena tanggapan

itu efektif, sebab mengkomunikasikan empati yakni

mengekspresikan suatu pemahamanyang menghargai pangalaman

orang lain dari sudut pandangnya. Meskipun pemberian nasehat,

simpati dan berfilsafat adalah tanggapan yang sangat umum,

sayang hal itu tidak dapat mengekspresikan pemahaman empati

kepada pengalaman orang lain.

7) Klrarifikasi

Keterampilan konselor mengungkapkan kembali isi

pernyataan konseli dengan menggunkan kata-kata konselor sendiri

yang baru dan segar.

Tanggapan konselor biasanya didahului oleh kata-kata

pendahuluan, misalnya pada dasarnya anda tidak menghendaki

kejadian itu. Pada pokoknya anda tidak berubah pendirian. Pada

intinya anda selalu waspada, pada initinya Anda ada

dipersimpangan jalan. Klarifikasi dapat digunakan untuk

menjelaskan pernyataan tentang orang lain.dan diri sendiri.

8) Pemantulan perasaan

Pemantulan perasaan dimulai dengan kata-kata

(47)

37

Ahmad merasa...”,. kata-kata persaan dapat ditambah seperti kata:

susah, gembira, sedih, bahagia, dan sebagainya. Hal yang perlu

diperhatikan saat peoses konseling untuk menciptakan suasana

akrab dan nyaman bagi konseli yaitu hendaknya lebih baik

menggunakan kata Anda. Konteks dapat ditambahkan dalam

pemantulan perasaan seperti kata-kata: mengenai, waktu, dan alsan

timbulnya persaaan. Waktu dalam pemantulan perasaan adalah

sangat penting. Pemantulan perasaan saat sekarang (sekarang, Joni

menjadi marah) cenderung lebih jelas maksudnya daripada waktu

yang lalu.

9) Pemantulan makna

Pemantulan makna ialah, konselor memantulkan yang

berkenan dengan pikiran, persan dan sikap yang ada dibalik

pengalaman hidup yang dialami konseli. Jika konselor dapat

menggunakan pemantulan makna tersebut dengan baik, maka

konselor mampu membantu konseli untuk menggali lebih dalam

aspek-aspek hidup dari pengalaman mereka.

10)Pemusatan

Adalah keterampilan konselor yang memungkinkan mengarahkan

arus pembicaraan ke arah daerah atau bidang yang konselor

(48)

38

11)Penstrukturan

Strukturing dapat dilakukan dengan memberik petunjuk

tentang urutan langkah berpikir atau urutan tahap dalam

pembicaraan yang sebaiknya diikuti, supaya akhirnya sampai pada

pemecahan atau penyelesaian masalah.

12)Pengarahan

Adalahn keterampilan konselor untuk mengarahkan

pembicaraan dari satu topik atau hal ke topik atau hal lain secara

langsung. Teknik ini sering disebiut dengan teknik.

13)Penguatan

Adalah keterampilan untuk memperkuat atau mendukung

pertanyaan konseli agar dia menjadi yakin atau percaya diri dan

teknik ini juga dapat dipergunakan untuk mendorong diri konseli

agar dia tabah dalam menghadapi hal-hal yang tidak

menyenangkan bagi dirinya.

14)Nasehat

Adalah keterampilan konselor untuk memberikan nasehat

atau saran bagi konseli agar ia dapat lebih jelas, pasti mengenai apa

yang dikerjakan. Nasehat dapat dibagi tiga macam, yaitu: nasehat

langsung, nasehat persuasive, nasehat alternatif.

15)Penolakan

Adalah keterampilan konselor melarang konseli

(49)

39

diduga besar kemungkinannya merugikan atau mebahayakan orang

lain atau dirinya sendiri.

16)Membuat ringkasan

Untuk mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai

apa yang dikemukakan konseli pada proses wawancara konseling.

Kesimpulan dibedakan menjadi dua jenis yaitu: kesimpulan bagian

dan kesimpulan akhir.

17)Konfrontasi

Adalah bagaimana konselor memperhatikan akan hal; antara dua

pernyatan, antara apa yang dilakukan dengan di katakan, antara

pernyataan dan tingkah laku non verbal, antara dua tingkah laku

nonverbal,antara pernyatan dan konteks, antara dua orang atau

lebih.

18)Penghentian

Adalah mengakhiri pertemuan konseling yang dianggap

telah selesai saat itu. Cara penghentian ini dapat dilakukan dengan

isyarat, misalnya konselor merapikan kembali alat-alat yang sudah

digunakan, membuat kesimpulan akhir, membicarakan tugas yang

hendak dilakukan sebelum pertemuan yang akan datang, dan dapat

dilakukan secara langsung, misalnya konselor menunjukkan

(50)

40

19)Mempengaruhi tindakan untuk kepentingan konseli.

Dapat dijelaskan sebagai proses mempengaruhi antar pribadi.

Cara mempengaruhi tidal lamngsung seperti keterampilan

komuniksi terdahulu, seperti penerimaan, pernayataan kembali,

pemantulan perasaan, dan dengan langsung. Seperti komunikasi

dibawah ini:

a. Petunjuk

Konselor menunjukkan dengn jelas kepada konseli tindakan

apa yang diinginkan konselor untuk dilakukan konseli.

Tujuannya adalah untuk membantu konseli pemahaman tugas

dan memastikan tindakan.

b. Konsekuensi logis

Konselor menunjukkan kemungkinn hasil tindakan konseli

baik yng negatif maupun yang positif. Tujuannya membuat

konseli sadar akan dampaknya tindakannya.

c. Penyingkapan diri

Konselor berbagi pikiran dan perasaan sendiri dengan konseli.

Tujuan untuk memudahkan konseli menyingkapi diri dan

meberikan model untuk perubahan tingkah laku.

d. Umpan balik

Konselor memberi data akurat mengenai bagaimana konselor

(51)

41

memudahkan konseli mengeksplorasi diri dan pemeriksaan diri

berdasakan data tersebut.

e. Interpretasi/membuat kerangka ulang

Konselor memberi konseli kerangkan acuan alternatif. Tujuan

untuk memudhkan kemampuan konsli memandang situasi

hidup dari perpektif alternatif.

f. Ringkasan pengaruh

Konselor memberi konseli ringkasan singkat mengenai apa ynag

konselor telah nyatakan dan pikiran selama dalam pertemuan.

Tujuannya untuk memungkinkan konseli memahami dan

mengingatkan pernyatan konselor yang mempengaruhi.

g. Informsi/nsehat/intruksi/ pendapat

Konselor mengemukakan informasi atau gagasan kepada konseli.

Tujuan untuk memberi konseli sudut pandangan baru.

3. Teknik Reframing

Reframing adalah bertujuan mereorganisair content emosi yang

dipikirkannya dan membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional,

sehingga kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep

diri/konsep kognitif dalam berbagai situasi.13 Reframing ini, merupakan salah

satu teknik dari pendekatan konseling kogntifbahavior.

(52)

42

Pandangan tentang manusia menurut teknik ini bahwa manusia didominasi

oleh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran

berinteraksi di dalam jiwa. Manusia memiliki kecenderungan yang inheren

untuk menjadi rasional dan irasional dan bahwa gangguan perilaku dapat

terjadi karena kesalahan dalam berpikir.

Lebih jelas lagi Patterson dalam George (1990), Cottone menyatakan bahwa

hakikat manusia adalah sebagai berikut:

a Manusia itu unik secara rasional dan irasional. Keunikan itu ditunjukkan

dalam cara berfikir dan berperilaku secara rasional, manusia itu akan

efektif, bahagia, dan kompeten.

b Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil berfikir yang irasional dan

tidak logis. Emosi menyertai pemikiran, emosi itu bias, penuh

prasangka, sangat pribadi dan merupakan pemikiran yang irasional

c Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis

yang biasanya berasal dari orangtua atau budaya.

d Manusia merupakan binatang verbal, dimana dalam berpikir

menggunakan simbol atau bahasa. Jika pikiran bekerja sama dengan

emosi, pikiran yang negatif akan muncul emosi seseorang itu

(53)

43

e Gangguan emosional yang terus menerus akan menimbulkan verbalisasi

di mana tidak ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri,

tetapi lebih pada persepsi dan sikap terhadap kejadian tersebut.

f Individu mempunyai sumber-sumber untuk mengaktualisasikan potensi

dirinya dan dapat mengubah pribadi dan hubungan sosialnya.

g Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus dilawan

dengan cara mereorganisasi pikiran dan persepsi sehingga akan

mengarahkan seseorang untuk berfikir secara lebih logis dan rasional

a. Pengertian Reframing

Menurut Cormier (1985) Menurut Cormier (1985:417) “Reframing

(sometimes also called reliabeling) is an approach that modifies or structures a

client’s perceptions or view of a problem or a behaviour”. Yang menerangkan

bahwa reframing (yang disebut juga dengan pelabelan ulang) yaitu suatu

pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi konseli atau

cara pandang terhadap masalah atau tingkah laku.

Menurut Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldard 2011:165)

reframing adalah pengubahan kerangka pandang pada konseli.

Ketrampilan ini dikembangkan dari pemrogaman neuro-linguistikpada

tahun 1989. Secara khusus ketrampilan ini berfungsi untuk membantu

konseli-konseli yang terperangkap oleh pandangan yang sempit dan

(54)

44

mereka beralih pada pandangan yang lebih luas dan positif, dan hasilnya

akan ada perubahan terhadap cara berfikir mereka tentang kondisi

mereka.

Sedangkan menurut Wiwoho (2011:41) reframing adalah upaya

untuk membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut

pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri. Darminto (2007:182)

mengungkapkan bahwa teknik refarming digunakan untuk membantu

konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda

tentang dirinya.

Menurut watzlawick, weakland and fisch (1974)

Describe the ‘gentle art of reframing’thus: to reframe, then, means to change

the conceptual and/or emotional setting or viewpoint in relation to wich a

situation is experienced an to place it in another frame which fits the ‘facts’ of

the same concret situation equally well or even better, and therapy changing its

entire meaning. Mendeskripsikan ‘seni yang lembut dari reframing’

dengan demikian. Jadi membingkai ulang berarti mengubah konsepsi

dan/ atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah

pernah dialami yang meletakkan dibingkai lain sesua fakta-fakta dari

situasi konkrit sama baik atau lebih baik, dan dengan demikian merubah

artinya secara keselutuhan.14

14 Devi Ana Ratih, Skripsi Penerapan Konseling Kelompok Menggunakan Strategi Reframing

(55)

45

Pengubahan kerangka pandang atau refarming memberi konseli

gambaran yang lebih besar tentang dunia mereka dan dapat membantu

memandang situasi mereka dengan cara yang berbeda dan lebih

konstruktif. Pengubahan kerangka pandang harus dilakukan secara

sensitif dan hati-hati, kerangka-kerangka pandang baru harus ditawarkan

dengan cara yang dapat membuat konseli merasa nyaman untuk memilih

apakah akan menerima kerangka pandang tersebut atau menolaknya.

Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldrad dan Geldard 2011:223)

Menurut Watzlawick, (dalam Weakland an Fisch, 1974) “describe

the gentle art reframing thus : to reframe, then means to change the conceptual

and / or emotional setting or viewpoint in relation to which a situation is

experienced and to place it in another frame which fits the “facts” of the same

concrete situation equally well or even better, and thereby changing its entire

meaning”. Yang mendeskripsikan bahwa seni yang lembut dari reframing

adalah membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan / atau cara

pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami

dan meletakkanya dibingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta dari

situasi konkret yang sama baik atau yang lebih baik dan dengan demikian

mengubah artinya secara keseluruhan.

Berdasarakan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa refarming adalah suatu pendekatan yang mengubah atau

Gambar

Tabel Ketakutan menjadi Konselor
Table 1.1 Spesifik Produk Paket
Gambar 3.2 Desain Uji CoboPenelitian Pengembangan R&D
Tabel 3.1 aturan pemberian nilai oleh terhadap media pocket book
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya hal tersebut dikerjakan secara bersamaan, secara berkolompok dan struktural,

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening Pada Dosen Tetap Fakultas Dakwah Dan Komunikasi..

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa (1) Ada pengaruh antara kompetensi komunikasi dosen terhadap tingkat pemahaman materi kuliah mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Pengamatan penulis pada mahasiswa semester VII jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau dari Tahun Akademik 2014- 2015

Sound Qur‟anic Healing dalam mereduksi Culture Shock Mahasiswa Baru Fakultas dan Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya, maka dari itu peneliti. melakukan pre-test yang

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis bagaimana mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) dalam menggunakan

Pengamatan penulis pada mahasiswa semester VII jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Suska Riau dari Tahun Akademik 2014- 2015

PENGARUH LOGOTERAPI DALAM MENURUNKAN PERILAKU HEDONISME PADA MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI DI UIN MATARAM Oleh: BAIQ MIRA