• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi komparasi pasal 76 KHES dan hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi komparasi pasal 76 KHES dan hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI PASAL 76 KHES DAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG JUAL

BELI ANAK SAPI DALAM KANDUNGAN DI DESA SUMBER

ANYAR KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO

SKRIPSI

Oleh Wiwit Nurdiyanti NIM. C02213077

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH) SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) dengan judul

Studi Komparasi Pasal 76 KHES dan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana kegiatan praktik jual beli anak sapi dalam kandungan, bagaimana pendapat tokoh agama terhadap praktik jual beli anak sapi dalam kandungan, dan bagaimana tinjauan pasal 76 KHES dan Hukum Islam terhadap pendapat tokoh agama terhadap jual beli anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik

wawancara (interview), observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, data

diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif dengan pola pikir deduktif yaitu penyimpulan data yang bertitik tolak dari isi pasal 76 KHES dan dari segi hukum Islam kemudian ditarik menuju fakta-fakta lapangan yang sifatnya khusus yaitu mengenai komparasi antara pasal 76 KHES dan hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam kandungan.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dalam praktik jual beli anak sapi yang masih berada dalam kandungan terdapat indikasi ketidakjelasan, yakni objeknya belum dapat diketahui oleh kedua belah pihak sehingga belum dapat diserahkan ketika akad berlangsung, harus menunggu anak sapi tersebut lahir. Kemudian menurut pendapat para tokoh agama di Desa Sumber Anyar sama-sama memperbolehkan adanya jual beli anak sapi dalam kandungan yang dikembangkan oleh peternak Bapak Nur Hasan yang tidak sesuai dengan isi pasal

76 KHES dan hukum Islam karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan).

Berdasarkan hasil penelitian di atas, jual beli anak sapi dalam kandungan tersebut tidak diperbolehkan oleh Hukum Islam maupun isi daripada pasal 76 KHES. Maka disarankan kepada pemilik yang mengembangkan jual beli anak

sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar untuk menghilangkan unsur gharar

dalam bertransaksi dan lebih memperdalam pengetahuan mengenai jual beli agar

dalam bermu’ama>lah tidak bertentangan dengan isi daripada pasal 76 KHES dan

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian... 13

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II JUAL BELI DAN AKAD DALAM ISLAM a. Pengertian Jual Beli... 22

b. Landasan Hukum Jual Beli ... 23

c. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 26

d. Akad dalam Jual Beli ... 34

(8)

f. ‘Ada<tul‘Urf... 39

BAB III KEGIATAN PRAKTIK JUAL BELI ANAK SAPI DALAM

KANDUNGAN DI DESA SUMBER ANYAR KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO

A. Gambaran Umum Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa

Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso ... 41

1. Lokasi Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan ... 41

2. Produk yang Diperjualbelikan ... 41

B. Praktik Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber

Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso ... 42

1. Latar Belakang Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa

Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso... 42

2. Praktik Pelaksanaan Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di

Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso ... 45 C. Pandangan Tokoh Agama ... 47

BAB IV ANALISIS KHES DAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG JUAL BELI ANAK SAPI DALAM KANDUNGAN DI DESA SUMBER ANYAR KECAMATAN MAESAN KABUPATEN BONDOWOSO

a. Analisis Pasal 76 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum

Islam Terhadap Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa

Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso ... 51

b. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama

Tentang Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso ... 55

(9)

a. Kesimpulan ... 72

b. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk Allah yang sempurna dan amat mulia yang

diberi kelebihan atas banyak makhluk-makhluk lainnya termasuk akal fikiran.

Manusia diciptakan dari tanah dan diberinya akal untuk menuntut ilmu,

memikirkan, dan merenungkan segala yang diciptakan Allah Swt. Manusia juga

merupakan makhluk hidup yang mempunyai kebutuhan beraneka ragam dan

kebutuhan itu selalu meningkat. Sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu

yang diinginkannya itu terbatas. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk

bertahan hidup, sehingga manusia memerlukan pula kerjasama yang bersifat

saling menguntungkan dengan yang lain. Allah telah menjadikan manusia antara

yang satu berhajat kepada yang lainnya. Ini mengandung sebuah isyarat agar

mereka saling tolong-menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan

kepentingan hidup, antara lain melalui proses jual beli yang manfaatnya untuk

diri sendiri atau untuk kemaslahatan umum.

Persoalan yang telah dijabarkan di atas inilah yang disebut dengan

bermuamalah.1 Di samping bermuamalah sudah menjadi sunnatullāh pula bagi

manusia untuk hidup bermasyarakat, tunjang menunjang, topang-menopang dan

tolong-menolong antara satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial,

manusia menerima dan memberikan andilnya kepada orang lain. Saling

(11)

2

bermuamalah untuk memenuhi hajat dan mencapai kemajuan dalam hidupnya.

Sedangkan ntuk mencapai tujuan dan kemajuan hidup manusia, diperlukan

adanya kerja sama antara sesama manusia seperti yang dijelaskan dalam Al-quran

surat al-Maidah ayat: 2

……

Artinya:‚…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…‛(Q.S. al

-Maiddah: 2).2

Di antara sekian banyak aspek kerjasama dan perhubungan manusia, maka

ekonomi perdagangan termasuk salah satu di antaranya. Bahkan aspek ini

teramat penting peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.

Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika

tidak bekerjasama dengan orang lain. Dan bentuk kerja sama itu harus sesuai

dengan etika agama. Sebagaimana yang dimaksudkan didalam Al-quran dan

as-Sunnah terdapat pengakuan masalah ekonomi dengan maksud memberi arah bagi

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Al-quran dan as-Sunnah juga

mengisyaratkan bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk

menjalankan kegiatan ekonominya, baik dengan mengeksploitasi sember alam

secara langsung seperti pertanian, pertambangan maupun yang tidak langsung

seperti perdagangan dan berbagai kegiatan produktif lainnya. Sebagaimana

firman Allah Swt dalam surat al-Mulk ayat 15:

(12)

3





   

 

   

  

Artinya: ‚Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah

disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya

kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.‛ (QS. al-Mulk: 15).3

Berkaitan dengan hal di atas, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip

yang mengatur secara baik persoalan-persoalan muamalah yang akan dilalui oleh

setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka. Perkembangan jenis dan bentuk

muamalah yang dilaksanakan oleh manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan

dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas

dasar itu dijumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang

beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya

memenuhi kebutuhan masing-masing.4Ajaran tentang muamalah berkaitan

dengan persoalan-persoalan hubungan antara sesama manusia dalam memenuhi

kebutuhan masing-masing, untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam

bermuamalah. Agama telah mengatur sebaik-baiknya masalah inisesuai dengan

ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang dikandung oleh Al-quran dan al-Hadis.

Sebagaimana penjabaran di atas bahwasanya agama telah mengatur

manusia satu dengan lainnya, di dalam Islam pun tidak ada suatu pembatasan

untuk memiliki harta dan tidak ada larangan untuk mencari karunia Allah

sebanyak-banyaknya asalkan jelas penyaluran dan pemanfaatannya. Sebagaimana

di dalam firman Allah Swt dalam surat al-Jumu’ah ayat 10:

3Ibid, 283.

(13)

4

  

 

 

    





 

Artinya:‚Apalia telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung‛.(Q.S. al-Jumu’ah 10).5

Dari ayat di atas kita diperintahkan untuk mencari penghidupan di muka

bumi ini dengan sebanyak-banyaknya untuk kehidupan kita yang akan datang

dengan memanfaatkan bumi sebagai tempat untuk mencari rizki yang halal. Ayat

ini juga menjelaskan bahwa Islam menetapkan berbagai aturan kepada

pemeluknya untuk mengadakan komunikasi dan interaksi antara sesama. Di

antara aturan tersebut adalah berdagang. Kegiatan perdagangan dilakukan

dengan barang secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan

alat-alat pembayaran (mata uang) yang biasa disebut dengan jual beli, yaitu

pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti

yang dapat dibenarkan. Kemudian praktik jual beli yang sering terjadi

ditengah-tengah masyarakat dan dilakukan dikehidupan sehari-hari sering tidak sesuai

dengan syarat dan rukun jual beli.

Bagi mereka yang bergerak di bidang perdagagan atau transaksi jual beli

wajib untuk mengetahui hukum yang berkaitan dengan sah dan rusaknya

transaksi jual beli tersebut, lebih-lebih mengetahui apa saja syarat dan rukun

transaksi dalam hal jual beli. Supaya praktiknya nanti sesuai dengan ketentuan

syariat dalam hukum Islam serta tujuan usaha yang dilakukannya nanti sah

(14)

5

secara hukum dan terhindar dari hal yang tidak dibenarkan.6Allah Swt dalam

kegiatan bermuamalah melarang manusia merugikan orang lain dengan tujuan

untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Selain itu manusia

juga dilarang memakan harta yang diperolehnya dengan cara batil (tidak sah).

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat an-Nisa ayat 29:

                         

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu,

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu‛. (Q.S. an-Nisa: 29)7

Kegiatan jual beli ini merupakan salah satu kegiatan yang dapat memicu

persoalan dalam kehidupan seseorang dari segala lapisan masyarakat. hal

tersebut dipicu dengan adanya krisis ekonomi. Namun dalam Islam kegiatan jual

beli dilarang merugikan orang lain, sehingga akan tercapai kemaslahatan umat.

Sedangkan orang-orang yang telah terjun dalam kegiatan usaha sudah seharusnya

mengetahui hak-hak yang didapatkan sehingga dapat mengakibatkan jual beli itu

sah atau tidak fasid. Hal tersebut dimaksudkan dengan tujuan agar kegiatan

muamalah dapat berjalan dengan sah dan segala pikiran dan tindakannya jauh

dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Tidak banyak umat muslimin yang

mempelajari muamalah, mereka telah lalai sehingga tidak memperdulikan jika

(15)

6

mereka memakan barang haram sekalipun semakin hari usahanya akan

meningkat dan mendapatkan keuntungan yang melimpah.8

Banyak pula manusia yang dalam melakukan transaksi jual beli tidak

memperhatikan rukun jual beli, salah satunya terletak pada objek jual beli yang

mudah diselewengkan. Hal tersebut terjadi di salah satu desa Sumber Anyar

kabupaten Bondowoso, yang mana terdapat seorang penjual yang bernama Bapak

H. Nur Hasan yang menjual sapi-sapinya, bahkan Ia menjual anak sapi yang

masih berada didalam kandungan induknya kepada para pembeli langganannya.

Hal tersebut bertentangan dengan pasal 76 KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah) yang mana isi di dalam pasal tersebut menyatakan bahwa :

a. Barang yang diperjualbelikan harus sudah ada. Sedangkan objek transaksi

yang dilakukan oleh Bapak H. Nur Hasan dan pembelinya tersebut masih

belum ada, artinya masih berada di dalam kandungan induknya.

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahkan. Di dalam bisnis

transaksi tersebut belum dapat diserahkan setelah kesepakatan yang terjalin

antara penjual dan pembeli dikarenakan objeknya masih berada di dalam

kandungan induknya.

c. Barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli.9 Sedangkan pada

jual beli di atas pembeli belum bisa mengetahui objeknya dan sudah menawar

hingga sampai untuk saling bersepakat melakukan transaksi pada waktu

tersebut.

8 Sayyid Sabiq, ‚Fiqh Sunnah‛, ( Al-Ma’arif: Bandung, 1987), 46.

9 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), ‚Kompilasi Hukum

(16)

7

d. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.10 Dilihat

dari objek jual beli yang masih belum jelas adanya, pembeli akan berani

menawar anak sapi dan membelinya ketika masih di dalam kandungan

induknya yang benar-benar objek dari jual beli tersebut belum diketahui.

Pak Nur Hasan ini telah menjalankan bisnis jual beli sapinya tersebut

selama 6 tahun. Bisnisnya telah mashur dikenali oleh masyarakat di desanya

sangat berkualitas lebih dan dapat dipercaya. Dan beberapa pendapat tokoh

agama yang terkemuka di desa tersebut mengatakan bahwa transaksi jual beli

sebagaimana yang telah dijalankan oleh Bapak Nur Hasan tersebut boleh

dilakuakan dengan bertumpu terhadap adanya saling percaya antara bapak Nur

Hasan dan para pembelinya. Pendapat tersebutlah yang bertentangan dengan isi

daripada pasal 76 KHES, khususnya di poin a,b,e, dan i yang kesemuanya

menjabarkan bahwasanya objek dari jual beli harus jelas dan dapat diketahui oleh

pembeli.

Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa jual beli tersebut mengandung

unsur gharar serta dapat merugikan salah satu pihak. Padahal Islam telah

melarang jual beli yang mengandung unsur gharar serta yang dapat merugikan

salah satu pihak. Sementara penjual tersebut masih menekuni bisnis transaksi

jual belinya yang jelas-jelas itu sudah mengandung gharar. Dan yang menjadi

pertanyaan lagi adalah bagaimana isi dari pasal 76 KHES dan pandangan tokoh

agama di desa setempat tersebut mengenai masalah jual beli anak sapi dalam

kandungan induknya tersebut bila ditinjau dari segi hukum Islam.

(17)

8

Berpijak dari uraian di atas penulis memandang perlu untuk mengadakan

penelitian dan pembahasan yang jelas serta mendalam agar memperoleh

kejelasan hukum, dan bagaimana persamaan serta perbedaan mengenai transaksi

jual beli anak sapi dalam kandungan induknya tersebut, serta penulis tertarik

untuk mengkaji dan mengkomparasikan pasal 76 KHES dan pedapat tokoh

agama selaku ulama’ yang menjadi panutan dan acuan bagi masyarakat desa

Sumber Anyar disana. Maka studi ilmu tentang ‚Studi Komparasi Pasal 76

KHES dan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli

Anak Sapi dalam Kandungan Di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan

Kabupaten Bondowoso‛ ini amat diperlukan dan Insya Allah sangat bermanfaat

untuk penelitian-penelitian tentang praktik ber mu’āmalah.

B. Indentifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi dan Batasan Masalah dilakukan untuk menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan cakupan yang dapat muncul dalam penelitian dengan

melakukan identifikasi dan interventarisasi sebanyak-banyaknya kemungkinan

yang dapat diduga sebagai masalah yang akan didekati dan dibahas.11

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diperoleh

identifikasi masalah sebagai berikut :

11 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

(18)

9

1. Praktik transaksi jual beli anak sapi dalam kandungan induknya.

2. Objek yang belum diketahui dari transaksi jual beli anak sapi dalam

kandungan induknya.

3. Isi penjabaran dari pasal 76 KHES terhadap keterkaitan dari praktik jual

beli anak sapi dalam kandungan

4. Analisa dari pasal 76 KHES terhadap pandangan tokoh agama setempat

mengenai jual beli anak sapi dalam kandungan

5. Tinjauan hukum Islam pasal 76 KHES terhadap pandangan tokoh agama

tentang jual beli anak sapi dalam kandungan induknya.

Agar pembahasan tidak melebar, diperlukan batasan masalah dalam

penelitian ini, maka penulis akan membatasi masalah yang akan diteliti sebagai

berikut:

1. Bagaimana praktik jual beli anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber

Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan analisis pasal 76 KHES dan Hukum

Islam terhadap pendapat tokoh agama di Desa Sumber Anyar Kecamatan

Maesan Kabupaten Bondowoso tentang jual beli anak sapi dalam

kandungan.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah diidentifikasi dan dibatasi

permasalahan yang akan diteliti, maka penulis dapat merumuskan permasalahan

(19)

10

1. Bagaimana praktik dan pandangan tokoh agama terhadap jual beli anak sapi

dalam kandungan di desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan analisis pasal 76 KHES dan hukum

Islam terhadap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam

kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran

hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang sudah pernah

dilakukan pada penelitian sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan.12

Kajian Pustaka merupakan deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti.

Berawal dari kajian yang ditulis oleh Lukmanul Khakim (2013) dengan

judul: Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Jual Beli Ikan Laut Dalam

Tendak Di Desa Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, skripsi ini

meneliti dan membahas pada mekanisme jual beli ikan laut dalam tendak seperti

halnya jual beli pada umumnya yang lebih menitikberatkan pada status barang

yang akan diperjualbelikan atau lebih kepada objek jual belinya. Dari segi jual

belinya telah memenuhi rukun daripada jual beli itu sendiri yaitu adanya pelaku

(20)

11

(penjual dan pembeli), adanya uang, barang, dan akad. Namun pada jual beli ini

tidak memenuhi syarat objek yang diperjualbelikan maka hukum jual belinya

tidak diperbolehkan.13

Yang kedua ditulis oleh Isma Wahyu Fadilah (2013) dengan judul:

Analisis Hukum Islam Pada Jual Beli Handphon Rusak Di Pasar Wonokromo,

skripsi ini membahas suatu permasalahan yang dikaji yakni diantaranya, dalam

bentuk praktik jual beli handphone rusak yang berada di Pasar Wonokromo

terdapat dua bentuk praktik yaitu, (1) dilaksanakan secara beja-beji yakni

untung-untungan dan pembeli dianjurkan untuk membayar dahulu tanpa si

pembeli mengetahui kondisi handphone yang rusak tersebut masih bisa

dimanfaatkan ataupun tidak, dan para pembeli juga belum mengetahui dalamnya

handphone tersebut melainjkan hanya mengetahui kondisi luarnya saja. (2)

analisis hukum Islam pada jual beli handphone rusak yang mana jual belinya

dianggap sah, namun jika dilihat dari dari bentuk praktik jual belinya bahwa

bentuk praktik yang semacam itu menyebabkan adanya larangan akad, yang

mana jual beli handphone rusak dipandang telah melanggar prinsip antāradin

minkum dan melanggar prinsip la tazdlimūn wa lā tudzlamūn (jangan

mendzalimi dan jangan didzalimi) yang mana dalam bentuk praktik tersebut

terdapat gharar (ketidakjelasan).14

13Lukmanul Khakim, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Mekanisme Jual Beli Ikan Laut Dalam

Tendak Di Desa Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan‛(Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013).

(21)

12

Yang ketiga ditulis oleh Diswatin Nunung (2010) dengan judul: ‚Analisis

Hukum Islam Terhadap Jual Beli Nelethong Di Desa Tergambang Kecamatan

Bancar Kabupaten Tuban : Studi Analisis Hukum Islam‛. Skripsi ini membahas

suatu permasalahan yang dikaji yakni diantaranya, membahas praktik jual beli

Nelethong (jual beli hewan ternak dan juga beberapa anak hewan ternak yang

masih berada dalam kandungan induknya). Yang mana analisis hukum Islam

pada transaksi jual beli tersebut tidak diperbolehkan karena mengandung unsur

gharar (ketidakjelasan).15

Sedangkan di dalam skripsi ini berbeda dengan yang ditelusuri oleh

peneliti di atas mengenai objek yang dibahas dan diteliti serta dari perbandingan

yang akan dituangkan dari pasal 76 KHES dan pandangan tokoh agama setempat

mengenai transaksi jual beli tersebut, yang membedakan adalah bagaimana

pendapat dan anggapan dari beberapa tokoh agama di desa Sumber Anyar

tersebut yang membolehkan melakukani jual beli anak sapi di dalam kandungan

induknya dengan menitikkan pada saling adanya kepercayaan dan

pertanggungjawaban dari penjual dan para pembelinya. Hal itulah yang

menyebabkan perbedaan antara isi dari pasal 76 KHES mengenai objek dari jual

beli itu harus diketahui dan harus jelas adanya. Namun tetap saja tokoh agama di

desa setempat itu menganggapnya sah jika dilandaskan terhadap saling percaya

antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.

(22)

13

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana praktik jual beli anak sapi dalam

kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten

Bondowoso.

2. Untuk mengetahui bagaimana ulasan dari analisa pasal 76 KHES dan

Hukum Islam terhadap pandangan tokoh agama di Desa Sumber Anyar

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso tentang jual beli anak sapi

dalam kandungan.

F. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian di atas, maka

diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi

pembaca maupun penulis sendiri, baik secara teoretis maupun secara praktis.

Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan ini dapat ditinjau dari dua

aspek, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam permasalahan jual beli di dalam hukum Islam.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan dan

(23)

14

Syariah dan Hukum pada umumnya dan mahasiswa Prodi Hukum

Ekonomi Syariah (Muamalah) pada khususnya.

2. Secara Praktis

a. Dapat dijadikan bahan rujukan bagi para peneliti yang ingin

mengeksplor lebih jauh berkaitan dengan masalah jual beli terutama

untuk mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum, khususnya prodi

Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah).

G. Definisi Operasional

Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian judul

secara operasional agar tidak salah persepsi. Untuk menghindari terjadinya

kesalahpahaman dalam pengertian maksud dari judul di atas, maka penulis

memberikan definisi yang menunjukkan kearah pembahasan sesuai dengan

maksud yang dikehendaki oleh judul tersebut:

Studi Komparasi : Suatu perbandingan penelitian

ilmiah dan telaah untuk mencari persamaan dan perbedaan antara pasal 76 KHES

dan pendapat tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam kandungan.16

Pandangan tokoh agama : Pendapat dan pertimbangan yang

dimiliki seseorang yang mengetahui ilmu agama dengan standarisasi ketokohan

terhadap lingkungan sekitar.17

(24)

15

Jual beli anak sapi dalam kandungan : Pertukaran benda (anak sapi) yang

masih berada di dalam kandungan induknya dengan uang oleh pembeli dan akan

diserahkan setelah 3 bulan dari kelahiran induk sapi oleh penjual.18

H. Metode Penelitian

Agar penelitian berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan maka penelitian ini memerlukan suatu metode tertentu.

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode sebagai

berikut :

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni

penelitian yang dilakukan dalam kontek lapangan yang benar-benar terjadi

adanya jual beli anak sapi dalam kandungan induknya.

Selanjutnya untuk dapat memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan

serangkaian langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas:

data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik

pengolahan data, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.

2. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan rumusan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka

data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:

(25)

16

a. Latar Belakang terjadinya jual beli anak sapi dalam kandungan

induknya.

b. Praktik terjadinya jual beli anak sapi dalam kandungan yang dilakukan

antara Bapak Nur Hasan dengan para pembelinya.

c. Data tentang objek yang akan dikaitkan dengan penjabaran pasal 76

KHES.

d. Data mengenai analisis yang dijabarkan oleh pasal 76 KHES dan hukum

Islam teradap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam

kandungan.

3. Sumber Data

Data-data penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa sumber data

sebagai berikut:

a. Sumber Primer, adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber

asli yang memberikan informasi langsung dalam penelitian. Dan sumber

tersebut diantaranya adalah wawancara dengan:

a) Bapak H. Nur Hasan (selaku penjual)

b) Para Pembeli

b. Sumber Sekunder, informasi yang telah dikumpulkan pihak lain19.

Dalam penelitian ini, merupakan data yang bersumber dari buku-buku;

catatan-catatan; publikasi atau dokumen tentang apa saja yang

berhubungan dengan penelitian, antara lain:

a) Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu,

(26)

17

b) Anwar Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah

c) Basyir, Ahmad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum

Perdata Islam)

d) Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 4(terjemah)

e) Syafe’i Rahmat, Fiqih Muamalah

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si

penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara).20 Dimana wawancara dilakukan

dengan bertanya langsung kepada pihak-pihak yang terkait baik dari

pihak penjual yakni Bapak H. Nur Hasan dan kaki tangan atau pekerja

yang sangat dipercayai oleh penjual tersebut. Wawancara sebagai alat

pengumpul data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan

dengan sistematis dan berlandasaskan pada tujuan penelitian.

Wawancara yang peneliti lakukan, yaitu dengan:

a) Bapak H. Nur Hasan, selaku penjual sapi di Desa Sumber Anyar

tersebut.

b) Salah satu pekerja dari Bapak Nur Hasan.

(27)

18

c) Salah satu pembeli yang sering membeli sapi ternak Pak Nur

Hasan tersebut.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu pelengkap dalam pengumpulan data

yang mana penulis menggunakan data dari sumber-sumber yang

memberikan informasi terkait dengan permasalahan yang dikaji. Seperti

para pihak yang bertransaksi di Desa Sumber Anyar Tersebut.

5. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-sumber

data akan diolah melalui tahapan-tahapan berikut:

a. Editing

Yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya data-data yang

diperoleh dan memperbaiki bila terdapat data yang kurang jelas atau

meragukan.21 Teknik ini betul-betul menuntut kejujuran intelektual

(intelectual honestly) dari penulis agar nantinya hasil data konsisten

dengan rencana penelitian.

b. Organizing

Yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai

dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.

Dengan teknik ini diharapkan penulis dapat memperoleh gambaran

(28)

19

secara jelas tentang praktik jual beli anak sapi dalam kandungan oleh

pembeli.

c. Analyzing

Yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil editing

dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,

sehingga diperoleh kesimpulan.

6. Teknik Analisis Data

Dalam pembahasan skripsi ini, data yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan analisis diskriptif komparatif, yaitu memaparkan isi dari

pasal 76 KHES dan pendapat tokoh agama di Desa Sumber Anyar tersebut

tentang jual beli anak sapi dalam kandungan induknya melalui cara dengan

mencari perbedaan dan persamaannya untuk dijadikan suatu perbandingan.

Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian

dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan.

a. Analisis Deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan

serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan metode ini adalah

untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian

secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang telah diselidiki.22 Metode ini

(29)

20

digunakan untuk memberikan penjelasan lebih jelas lagi mengenai

praktek jual beli anak sapi dalam kandungandi Desa Sumber Anyar.

b. Pola Pikir Deduktif, Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola

pikir induktif yang berarti pola pikir yang berpijak pada fakta-fakta

yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya dikemukakan

pemecahan persoalan yang bersifat umum. Pola pikir ini digunakan

untuk mengemukakan fakta-fakta dari hasil penelitian yang kemudian

di analisis secara umum menurut hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penyusunan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang

masing-masing bab terdapat sub bab, rangkaian bab ini disusun dengan sistematika

pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama : Terdiri dari Terdiri dari pendahuluan, yang meliputi: Latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, metode penelitian, definisi

operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua : Merupakan landasan teori yang membahas tentang pengertian

jual beli, landasan hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli, objek jual beli

didalam pasal 76 KHES, akad dalam jual beli, akad salam, dan ‘urf.

Bab ketiga : Berisikan tentang penyajian empiris yang berhasil dihimpun

(30)

21

dari pemilik bisnis jual beli anak sapi dalam kandungan, praktik jual beli anak

sapi dalam kandungan, proses pelaksanaan akad yang terjalin antara penjual dan

pembeli anak sapi dalam kandungan, pandangan tokoh agama tentang jual beli

anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan

Kabupaten Bondowoso.

Bab keempat : Berisikan tentang analisis antara pasal 76 KHES dan Hukum

Islam terhadap praktik jual beli anak sapi dalam kandungan dan pandangan tokoh

agama tentang jual beli anak sapi dalam kandungan di Desa Sumber Anyar

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso.

BAB kelima : Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan jawaban yang menyeluruh dari pembahasan pada

bab-bab sebelumnya yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang ada, dan

saran-saran yaitu membuat nasehat atau rekomodasi hukum diberikan kepada penulis

(31)

22

BAB II

AKAD DALAM JUAL BELI

A. Pengertian Jual Beli

Menurut terminologi fikih, jual beli diartikan dengan al-bai’ yang berarti

menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Secara

makna etimologi jual beli merupakan masdar dari kata

عاب

yang bermakna

memiliki dan membeli. Sedangkan jual beli secara istilah syara’ adalah suatu

perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha

diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain

menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan

syara’ dan disepakati.

Didalam fikih muamalah jual beli diartikan sebagai

ئْيَشلا ُةَلَ باَقُم

(Pertukaran

sesuatu dengan sesuatu yang lainnya).1 Sedangkan menurut Hanafiah pengertian

jual beli (al-bai’) yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan

dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.2 Sedangkan

menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-bai’) yaitu

tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan

kepemilikan.3 Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,

1 Rachmat Syafei, Fiqih muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 73.

2

(32)

23

bai’ merupakan jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran antara

benda dengan uang.4

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli

merupakan suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang dengan barang,

uang dengan barang yang mempunyai nilai dengan pemindahan kepemilikan

benda tersebut yang dilakukan secara sukarela diantara kedua belah pihak dan

sesuai dengan aturan hukum di dalam Islam.5 Kata Benda di atas dapat

mencakup pengertian barang dan uang, Sedangkan sifat benda tersebut harus

dapat dinilai yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan

penggunaannya menuruit syara’. Baik benda tersebut bergerak (dipindahkan),

tetap (tidak dapat dipindahkan), dapat dibagi-bagi, tidak dapat dibagi-bagi, dan

lain sebagainya. Penggunaan harta tersebut diperbolehkan sepanjang tidak

dilarang oleh syara’.

B. Landasan Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia

mempunyai landasan yang kuat, baik landasan tersebut bersumber dari dalil naqli

(Al-quran dan hadis) maupun dalil aqli.

1. Al-quran, diantaranya;

Terdapat beberapa jumlah ayat Al-quran yang berbicara mengenai

jual beli, di antaranya adalah surat al-Baqarah ayat 275:

4 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 15.

(33)

24                                                                                     

Artinya‚Orang-orang yang Makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan sepertiberdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.‛6.

Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29:

                                          

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh

dirimu karena sesungguhya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.‛7

Di dalam surat al-Baqarah juga disebutkan:

                              

(34)

25

Artinya: ‚Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di

antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain dengan jalan berbuat dosa,

padahal kamu mengetahui.‛ (al-Baqarah 2: 188)8

2. As-sunnah

Hal ini sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rosulullah saw;

.ِرَرَغْلا ِعْيَ ب ْنَعَو ِةاَصَحْا ِعْيَ ب ْنَع َملسو يلع ُها ىلص ِّللا ُلوُسر َىه

Artinya: ‚Rasulullah saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.‛9

Maksudnya dalam hadis di atas adalah Rasul melarang melakukan jual beli

al-hashah dan jual beli gharar yang mengandung unsur ketidakjelasan dan

penipuan, serta dapat merugikan orang lain.

) جام نباو ىقهيبلا اور( ٍضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اَََِإَو

Artinya: ‚Jual beli harus dipastikan harus saling meridai.‛ (HR. Baihaqi dan Ibnu

Majah).

3. Ijma’

Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan

bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa

bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain

8 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, 16.

(35)

26

yang sudah dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang

sesuai.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

Dalam pembahasan jual beli, ada beberapa syarat dan rukun yang harus

dipenuhi. Para Ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat jual

beli. Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli ialah ijab (ungkapan membeli dari

pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual) yang menunjukkan

pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.

Adapun rukun jual beli menurut jumhur Ulama ada empat yaitu :10

1. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)

2. Shighat (ijab dan qabul)

3. Ma’qud alaih (Benda atau barang)

4. Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat dari jual beli yang sesuai dengan rukun jual beli yang

dikemukakan oleh jumhur Ulama di atas adalah sebagai berikut :

1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

Para Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan

akad jual beli harus memenuhi syarat:

(36)

27

a. Berakal

Orang yang berakad haruslah berakal, artinya jika dia gila atau

bodoh maka tidak sah jual belinya.11 Orang berakal dapat membedakan

atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. Apabila

salah satu pihak tidak berakal maka jual beli yang diadakan tidak sah.

Jika jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal hukumnya

tidak sah.

b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Dalam artian

bahwa, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan

sebagai penjual, sekaligus pembeli. Demikian tersebut tidak

diperbolehkan oleh para Ulama.

c. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)

Maksudnya, dalam jual beli tidak terdapat unsur paksa yang dapat

merugikan, baik bagi si penjual maupun pembeli. Sehingga pihak yang

lain tersebut melakukan perbuatan jual beli bukan lagi disebabkan

kemauannya sendiri, tapi disebabkan adanya unsur paksaan. Jual beli

yang dilakukan bukan atas dasar ‚kehendaknya sendiri‛ adalah tidak

sah untuk dilakukan.

Adapun yang menjadi dasar acuan suatu jual beli harus atas

kehendak sendiri dapat dilihat dalam ketentuan Al-quran surat an-Nisa’

ayat 29 yang artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

(37)

28

dengan jalan perniagaan (jual beli) yang berlaku dengan suka sama suka

diantara kamu.‛12 Perkataan ‚suka sama suka‛ dalam ayat tersebut

menjadi dasar bahwa jual beli haruslah merupakan ‚kehendak bebas

atau kehendak sendiri‛ yang bebas dari unsur tekanan atau paksaan dan

tipu daya.

d. Baligh atau dewasa

Anak kecil tidak sah melakukan jual beli. Dikatakan dewasa

dalam hukum Islam ialah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah

bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan).

2. Syarat Benda atau Barang yang Menjadi Obyek Akad

Objek jual beli di sini dapat diartikan sebagai benda yang menjadi

sebab terjadinya perjanjian jual beli. Adapun syarat-syaratnya adalah :

a. Suci

Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk

dibelikan seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak. Suci

adalah syarat yang harus ada pada benda tersebut untuk melakukan

transaksi. Mazhab Hanafi dan Mazhab Zhahiri mengecualikan barang

yang ada manfaatnya, hal itu dinilai halal untuk dijual. Untuk itu

mereka mengatakan: ‚Diperbolehkan seseorang menjual

kotoran-kotoran atau tinja dan sampah-sampah yang mengandung najis, karena

sangat dibutuhkan untuk keperluan perkebunan. Barang-barang tersebut

(38)

29

dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar perapian dan juga dapat

digunakan sebagai pupuk tanaman.‛

b. Ada manfaatnya

Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang

pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti

menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang dalam Al-quran,

sebagaimana di dalam surat al-Isra’ ayat 2713 yang berbunyi;

‚Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudara setan,‛. Jual beli

seperti serangga, ular, dan tikus tidak diperbolehkan kecuali untuk

dimanfaatkan. Juga, boleh menjualbelikan kucing, lebah, singa, dan

binatang lainnya yang berguna untuk berburu atau dimanfaatkan

kulitnya. Demikian pula memperjual belikan gajah untuk mengangkut

barang, burung merak, burung beo yang bentuknya indah sekalipun

tidak untuk dimakan tetapi dengan tujuan menikmati suara dan

bentuknya.

c. Barang itu dapat diserahkan

Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan

kepada yang membeli, misalnya ikan di dalam laut, barang rampasan

yang masih ada ditangan yang merampasnya, barang yang sedang

dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya atau gharar.

Sebagaimana Hadist Nabi yang menegaskan bahwa menjual sesuatu

yang belum dimiliki atau belum diserahterimakan (dimiliki secara sah)

(39)

30

itu tidak bolehkan oleh syariah. Oleh karena itu, para ahli fikih sudah

menjelaskan abhwa bai’ al-ma’dum (menjual barang yang tidak ada) itu

termasuk bai’ al-gharar (jual beli tidak jelas).14

ُ َىه

ييَلا

َملسو يلع ُها ىلص ِّللا

َمَلَسَو

ْنَع

ِعْيَ ب

ْضِبْقَ ي ََْاَم

Artinya: ‚Rasulullah saw melarang menjual sesuatu yang belum diserahterimakan.‛

d. Milik sendiri

Objek dari jual beli haruslah milik sendiri. Tidak dapat dikatakan

jual beli yang sah apabila barang tersebut miik orang lain. Jikalau jual

beli berlangsung sebelum ada izin dari pemilik barang, maka jual beli

seperti itu dinamakan bai’ fudu>l.15

e. Diketahui

Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya

tidak diketahui maka jual beli tersebut tidak sah karena mengandung

unsur penipuan. Di dalam Al-quran surat al-Baqarah ayat 282 yang

berbunyi:                                                               …

14 Ibid, 93.

(40)

31

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.‛16(Qs. Al-Baqarah: 282)

Kata

ِلْدَعْلاِب

di atas menjabarkan akan keadilan dari transaksi dalam

bermuamalah, baik dari pihak penjual maupun pembeli dalam

melakukan jual beli haruslah adil. Artinya penjual menjualkan barang

daganganya harus diketahui terlebih dahulu oleh pembelinya. Jika objek

daripada jual beli tersebut tidak diketahui oleh pembelinya, maka jual

beli itu tidak sah untuk dilakukan karena mengandung unsur gharar.

f. Barang yang diakadkan ada di tangan

Adapun menjual barang sebelum di tangan maka tidak boleh.

Karena dapat terjadi barang itu sudah rusak pada waktu masih berada

ditangan penjual, sehingga menjadi jual beli gharar , dan jual beli gharar

tidak sah hukumnya baik itu bentuk gharar iqar (yang tidak bergerak)

atau yang dapat dipindahkan, baik itu yang dapat dihitung kadarnya

atau jazaf.17

Sedangkan di dalam pasal 76 KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah), disebutkan bahwasanya objek dari jual beli haruslah memenuhi

beberapa hal di bawah ini, diantaranya:

(41)

32

a. Barang yang diperjualbelikan harus sudah ada

Salah satu objek dari jual beli di dalam pasal 76 KHES ialah barang

yang diperjualbelikan harus ada atau nampak. Sama halnya dengan

beberapa syarat benda atau barang yang menjadi obyek akad, salah

satunya adalah harus diketahui dan berada ditangan. Artinya, barang

yang akan dijualkan kepada pembeli haruslah diketahui oleh pihak

pembeli itu sendiri. Karena dapat terjadi barang itu sudah rusak pada

waktu masih berada di dalam kandungan sehingga menjadi jual beli

gharar, dan jual beli gharar tidak sah hukumnya.18

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahkan

Salah satu objek dari jual beli di dalam pasal 76 KHES pada poin b

ini ialah barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahkan. Tidak sah

menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang

membeli, sebab semua itu mengandung tipu daya atau gharar.

c. Barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli19

Didalam melakukan transaksi jual beli telah dijelaskan dalam

ketentuan KHES pada pasal 76 poin e, yakni barang yang

diperjualbelikan harus diketahui oleh pembelinya.20 Jika barang tidak

diketahui maka jual beli tersebut tidak sah karena mengandung unsur

penipuan atau unsur gharar.

18 Adiwarman Karim, Riba,Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih dan

Ekonomi (Jakarta: Rajawali Pres, 2015), 88.

19

Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, 34.

20 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi Hukum

(42)

33

Mengenai syarat mengetahui barang yang dijual, cukup dengan

penyaksian barang sekalipun tidak diketahui (jazaf). Untuk barang

zimah (barang yang dihitung, ditakar, dan ditimbang) maka kadar

kuantitas dan sifat-sifatnya harus diketahui oleh kedua belah pihak yang

melakukan akad

d. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad21

Salah satu objek dari jual beli yang telah ditentukan dalam pasal 76

KHES poin i ialah, barang yang dijual harus ditentukan secara pasti

pada waktu akad. Adapun menjual barang setelah akad terjadi, dan

barang tersebut belum ditangan maka tidak boleh. Karena dapat terjadi

barang itu rusak pada waktu masih berada ditangan penjual, sehingga

dapat menjadi jual beli gharar dan jual beli gharar tidak sah hukumnya,

baik itu bentuk gharar iqrar (yang tidak bergerak) ataupun yang dapat

dipindahkan (jazaf)

3. Syarat ijāb dan qabu>l

Para Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama dari jual beli yaitu

kerelaan dari kedua belah pihak. Kerelaan dari kedua belah pihak dapat

dilihat dari ija>b dan qabu>l yang dilangsungkan. Menurut mereka, ija>b dan

qabu>l perlu diungkapkan secara jelas dalam transaksi-transaksi yang

bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, sewa-menyewa,

dan nikah. Terhadap transaksi yang sifatnya mengikat salah satu pihak,

seperti wasiat, hibah dan wakaf, tidak perlu qabu>l karena akad seperti ini

21

(43)

34

cukup dengan ija>b saja. Bahkan menurut Ibn Taimiyah (Ulama fikih

Hanbali) dan Ulama lainnya ija>b pun tidak diperlukan dalam masalah

wakaf.

Apabila ija>b dan qabu>l telah diucapkan dalam akad jual beli maka

pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula.

Barang yang dibeli berpindah tangan menjadi milik pembeli, dan nilai/

uang berpindah tangan menjadi milik penjual. Para Ulama fikih

mengemukakan bahwa syarat ija>b dan qabu>l itu adalah sebagai berikut:

a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

b. Qabu>l sesuai dengan ija>b.

c. Ija>b dan qabu>l itu dilakukan dalam satu majelis atau satu tempat.22

d. Ija>b dan qabu>l dinyatakan di satu tempat. Konkritnya, kedua pelaku

transaksi hadir bersama di tempat atau transaksi dilangsungkan di satu

tempat dimana pihak yang absen mengetahui terjadinya pernyataan

ija>b.

4. Mempunyai nilai tukar, Termasuk unsur penting dalam jual beli adalah

nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang).

D. Akad dalam Jual Beli

1. Pengertian Akad

Akad

(

ُدْقَعلا

)

adalah ikatan, perjanjian, dan pemufakatan. Pertalian ija>b

(pernyataan melakukan ikatan) dan qabu>l (pernyataan menerima ikatan)

(44)

35

sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada objek perikatan.

Menurut istilah, akad adalah suatu ikatan antara ija>b dan qabu>l dengan cara

yang dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada

objeknya.23 Ija>b adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan

yang diinginkan, sedangkan qabu>l adalah pernyataan pihak kedua untuk

menerimanya. Ija>b dan qabu>l itu diadakan dengan maksud untuk

menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang

dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan. Dari pengertian tersebut,

akad terjadi antara dua pihak dengan sukarela dan menimbulkan kewajiban

atas masing-masing secara timbal balik.

Unsur-unsur akad adalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya

akad termasuk sighat akad. Yang dimaksud dengan sighat akad adalah

dengan cara bagaimana ija>b dan qabu>l yang merupakan rukun-rukun akad

dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan dengan cara :

a. Sighat akad secara lisan

Adalah cara alami untuk menyatakan keinginan bagi seseorang

adalah kata-kata. Maka akad dipandang telah terjadi apabila ija>b dan

qabu>l dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak bersangkutan. Bahasa

apapun yang digunakan asal dapat dipahami oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

(45)

36

b. Sighat akad dengan tulisan

adalah cara kedua setelah lisan untuk menyatakan sesuatu

keinginan. Maka jika kedua pihak yang akan melakukan akad tidak ada

disatu tempat, akad tersebut dapat dilakukan melalui yang dibawa

seseorang utusan atau melalui perantara.

c. Sighat akad dengan isyarat

Adalah apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ija>b dan qabu>l

dengan perkataan karena bisu, akad tersebut dapat terjadi dengan

memakai isyarat. Namun dengan isyarat Ia pun tidak dapat menulis

sebab keinginan seseorang yang dinyatakan dengan tulisan lebih dapat

meyakinkan daripada yang dinyatakan dengan isyarat.

d. Sighat dengan perbuatan

cara ini adalah cara lain selain cara lisan, tulisan, dan isyarat.

Misalnya seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang tertentu,

kemudian penjual menyerahkan barang yang dibelinya. Cara ini disebut

jual beli dengan saling menyerahkan harga dan barang (jual beli dengan

mu’atah). Yang penting dengan cara mu’atah ini untuk dapat

menumbuhkan akad itu yang jangan sampai terjadi semacam tipuan,

kecohan, dan lain sebagainya. Segala sesuatu harus dapat diketahui

dengan jelas.

2. Rukun dan syarat akad

Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:24

(46)

37

a. A>qid (orang yang berakad)

b. Ma’qud alaih (benda-benda yang diakadkan)

c. Maudu’ al aqd (tujuan atau maksud pokok mengadakan akad)

d. Sighat al aqd ialah ija>b dan qabu>l.25

3. Macam-macam Akad

Menurut Ulama fikih akad dapat dibagi dari berbagai segi. Apabila

dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’, maka akad dibagi dua

macam, yakni:

a. Akad sahih

Yang dinamakan dengan akad yang sahih yaitu akad yang telah

memenuhi syarat dan rukun. Dengan demikian segala akibat hukum

yang ditimnbulkan oleh akad itu berlaku kepada kedua belah pihak.

b. Akad yang tidak sahih

Tidak akan sahih akad tersebut jika terdapat kekurangan pada rukun

atau pada syaratnya, sehingga akibat hukum tidak berlaku bagi kedua

belah pihak yang melakukan akad itu.

E. Akad Salam

Di dalam akad jual beli terdapat suatu akad salam atau pesanan untuk lebih

mempermudah melakukan transaksi dalam bermu’ama<lah.

1. Pengertian Salam

Bai’ as-salam atau disingkat salam secara bahasa berarti pesanan atau

jual beli dengan melakukan pesanan terlebih dahulu. Salam ialah pembeli

(47)

38

memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta kualitasnya

kepada penjual dan setelah ada kesepakatan. Dengan kata lain pembelian

barang dengan membayar uang terlebih dahulu dan barang yang dibeli

diserahkan dikemudian hari, artinya penyetoran harga baik lunas maupun

sebagian harga pembelian sebagai bukti kepercayaan sehubungan dengan

transaksi yang telah dilakukan.

2. Rukun dan Syarat Salam

Pelaksanaan bai’ as-salam harus memenuhi jumlah rukun di bawah ini:

a. Muslam (pembeli)

b. Muslam alaih (penjual)

c. Modal atau uang

d. Muslam fiihi (barang)

e. Shigat (ucapan)

Disamping itu, kesepakatan melakukan transaksi jual beli dapat juga

disebut dengan khiya>r.26 Khiya>r artinya boleh memilih antara dua, meneruskan

akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli).

Diadakan khiya>r oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat

memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi

penyesalan di kemudian hari lantaran merasa tertipu. Khiya>r ada 3 macam,

yaitu:27

26 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, 286.

(48)

39

a. Khiya>r majelis, artinya si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua

perkara tadi selama keduanya masih tetap berada ditempat jual beli

b. Khiya>r syarat, artinya khiya>r itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh

keduanya atau oleh salah seorang, seperti kata si penjual, ‚Saya jual barang

ini dengan harga sekian dengan syarat khiya>r dalam tiga hari atau kurang

dari tida hari.‛

c. Khiya>r ‘aibi, artinya si pembeli boleh mengembalikan barang yang

dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi

kualitas barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang

yang seperti itu baik, dan sewaktu akad cacatnya itu sudah ada tetapi si

pembeli tidak tahu atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.

Keterangannya adalah ijma (sepakat ulama mujtahid).

F. Al-‘urf/ Al-‘A<dah

1. Pengertian al-‘urf

Dari segi kebahasaan (etimologi) al-‘urf berarti kenal, dengan kata ‘urf

yakni (kebiasaan yang baik). Adapun dari segi terminologi, kata ‘urf

mengandung makna sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka

mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular di antara

mereka. Kata ‘urf dalam pengertian etimologi sama dengan istilah al-‘a<dah

(49)

40

ْنِم ِسْوُفي لا ِِ َرَقَ تْسِا اَم

. ِلْوُ بَقْلاِب ُةَمْيِلَسلا ُعاَبَطلا ُْتَقَلَ تَو ِلْوُقُعلْا ِةَهِج

28

Artinya: ‚sesuatu yang telah mantab di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar.‛

kata al-‘a<dah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara

berulang-ulang. Sehingga menjadi kebiasaan masyarakat.

2. Kedudukan al-‘urf sebagai dalil syara’

Pada dasarnya semua ulama menyepakati kedudukan al-‘urf al-sahi<h

sebagai salah satu dalil syara’. Akan tetapi diantara mereka terdapat

perbedaan pendapat dari segi intensitas penggunaan sebagai dalil. Dalam

dalil-dalil kehujjahan ‘urf , para ulama terutama ulama Hanafiyah dan

Malikiyah merumuskan kaidah hukum yang berkaitan dengan al-‘urf antara

lain, berbunyi:

ةَمَكَُُ ُةَداَعْلَا

.

29

Adat kebiasaan dapat menjadi kebiasaan hukum.

(50)

41

BAB III

KEGIATAN PRAKTIK JUAL BELI ANAK SAPI DALAM

KANDUNGAN DAN PANDANGAN TOKOH AGAMA DI DESA

SUMBER ANYAR KECAMATAN MAESAN KABUPATEN

BONDOWOSO

A. Gambaran Umum Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber Anyar

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

1. Lokasi Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan

Praktik kegiatan jual beli ini berada pada lokasi agak strategis karena

terletak di dekat kantor kecamatan Maesan yang tepatnya di Jalan Raya

Maesan Bondowoso. Jarak dari kecamatan Maesan ke lokasi jual beli tersebut

sekitar 2 km. jika dilihat dari ekonomisnya tempat praktik jual beli anak sapi

dalam kandungan tersebut agak mudah dijangkau karena letaknya juga agak

strategis karena berdekatan dengan jalan raya menuju arah kota Bondowoso

dan Kota Jember, dan berdekatan pula dengan kantor kecamatan Maesan.

2. Produk yang diperjualbelikan

Produk atau objek yang menjadi jual beli disini adalah anak sapi. Tetapi

anak sapi biasanya dengan anak sapi limosin sangat berbeda, baik dari berat

yang membedakan keduanya, jenisnya, pemeliharannnya, cara memberi

makannya, dan harga jika dijual. Pada umumnya sapi limosin lebih dikenali

masyarakat sebagai sapi yang lebih kuat dan lebih berat daripada sapi

biasanya. Sapi biasa jarang ditemukan dengan berat mencapai satu ton, tapi

(51)

42

B. Praktik Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber Anyar

Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

1. Latar Belakang Jual Beli Anak Sapi dalam Kandungan di Desa Sumber

Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso

Desa Sumber Anyar merupakan desa yang sebagian besar penduduknya

bermata pencaharian sebagai seorang petani karena sesuai dengan kondisi

wilayah desa Sumber Anyar yang sebagian besar terdiri dari wilayah

persawahan. Dalam mengelola sawah, para petani di desa Sumber Anyar

masih menggunakan peralatan tradisional yang dibantu oleh tenaga

manusia dan tenaga binatang yaitu sapi, dan untuk lebih membuat hasil

lahan tanah bagus biasanya para petani akan memanfaatkan tenaga sapi

limosin dikarenakan lebih kuat dan lebih besar sapi limosin dibandingkan

dengan sapi ternak biasanya. Masyarakat desa Sumber Anyar juga gemar

memarakkan bulan lomba terbesar ketika 17 agustus tiba, mereka akan

memperlombakan sapi peliharaannya dengan keahlian sapi-sapi yang

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (adjusted R 2 ) sebesar 0,563, hal ini berarti bahwa variabel independen dalam model (variabel Pengalaman Auditor ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh besarnya modal sendiri, besarnya pinjaman dan biaya operasional usaha terhadap keuntungan usaha anggota KSP CU

Reading this book with the title Gallimaufry: A Hodgepodge Of Our Vanishing Vocabulary By Michael Quinion will allow you recognize

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Guru diharapkan semakin meningkatkan kreatifitasnya dalam menciptakan suatu situasi yang mampu

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H 2 ) dalam penelitian ini dapat ditolak, yaitu variabel Compliance tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan

Kesimpulan, berdasarkan uraian singkat kami tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49/PRP/1960 tentang Panitia Urusan Piutang

Lakukan pengkajian terhadap aspek finansial dalam hal ini analisis yang tidak memperhitungkan faktor waktu terhadap suatu jenis usaha agribisnis yang sudah dipilih. Data

a. Indonesia memiliki banyak sahabat dan disegani oleh negara-negara lain. Indonesia mengambil peran besar dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indonesia dikenal sebagai negara yang