• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAFSU DALAM AL-QUR’AN: STUDI TEMATIK TENTANG NAFSU DALAM AL-QUR’AN DAN PENGENDALIANNYA MENURUT PANDANGAN M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NAFSU DALAM AL-QUR’AN: STUDI TEMATIK TENTANG NAFSU DALAM AL-QUR’AN DAN PENGENDALIANNYA MENURUT PANDANGAN M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAKSI

Islamiyah: ‚Nafsu Dalam Al-Qur’an (Studi Tematik Tentang Nafsu Dalam Al-Qur’an dan Pengendaliannya Menurut Pandangan M. Qurais Shiha>b Dalam Tafsir Al-Misbah.‛ Program Studi Ilmu Al Qur’a>n dan Tafsi>r, Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nas{ir, M. A.

Manusia diciptakan oleh Allah mempunyai hawa nafsu sebagai penggerak dan pendorong untuk bekerja mengusahakan keperluan hidupnya atau menghindarkan bahaya yang mungkin menimpa, seperti nafsu makan dan seks. Jika manusia tidak memiliki nafsu makan dan minum, tentu saja dia akan lemah dan sakit atau mati. Jika tidak ada nafsu seks tentu manusia tidak akan berkembang biak dan tidak ada yang meramaikan dan mengubah bumi ini. Begitu juga jika manusia tak memiliki nafsu membela diri maka manusia menjadi binasa dan hancur.Tetapi jika manusia memperturutkan hawa nafsu tentu saja dia akan bertindak melanggar batas. Akibatnya bukan saja membinasakan dirinya sendiri, tapi juga manusia lain dan makhluk sekitarnya. Oleh sebab itu nafsu perlu dikendalikan agar terus berjalan dan tidak menyeleweng pada kejahatan, Oleh karena itu penting sekali kita mengkaji tentang nafsu yang sangat berpengaruh terhadap pribadi manusia itu sendiri. Dalam Hal ini peneliti memlilih mengkaji tentang nafsu dalam al-Qur’an menurut pendapat para mufassir, khususnya pendapat Quraish Shiha>b, karena ia banyak membahas tentang manusia yang tak lepas dari nafsu dalam salah satu karya tulisnya. Selain dari itu ia termasuk mufassir kontemporer (hidup di zaman ini), yang banyak terjadi kemerosotan moral yang merupakan latar belakang dari penelitian ini, untuk itulah penulis menganggap perlu meneliti lebih lanjut tentang penafsiran tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bertujuan untuk menjawab bagaimana metode dan aliran Quraish Shiha>b{, dan bagaimana pula konsepnya tentang pengendalian nafsu sebagai pembentukan kepribadian yang s}alih

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis isi.

Hasil penelitian menemukan bahwa yang dimaksud nafs dalam al-Qur’an menurut Quraish Shiha>b, mempunyai aneka makna, namun secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan manusia, menunjukkan pada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Nafsu bisa menjadi inti prilaku buruk dan prilaku baik manusia. Dari itu perlulah seseorang mengontrol hawa nafsu sebagai bentuk usaha pembentukan pribadi yang shaleh (baik). Ada tiga konsep pengendalian nafsu yang ditawarkan oleh Quraish Shiha>b yaitu; takwa, muja>hadah, jihad al-nafs (memerangi diri).

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PENYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..….1

B. Idetifikasi dan Batasan Masalah……….….…6

C. Rumusan Masalah………...6

D. Tujuan Penelitian………...7

E. Manfaat Penelitian……..……….….…..….7

F. Peneliti Terdahulu………...7

G. Metode Penelitian………..…10

(7)

BAB II : TINJAUAN UMUM TAFSIR MAWD}U’I>

A. Pengertian Tafsir Mawd}u’i ………..…..…...…14

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Mawd}u’i………....……....16

C. Langkah-langkah Metode Tafsir Mawd}u’i………19

D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Mawd}u’i……….20

BAB III : QURAISH SHIHA>B DAN TAFSIR AL-MISBAH A.Biografi Quraish Shiha>b………....23

1.Quraish Shiha>b dan Latar Belakang Pendidikannya…….…...23

2.Aktifitas dan Jabatan Quraish Shiha>b………..………….…....25

3.Karya-karya Quraish Shiha>b ………...….….28

B.Kitab Tafsi>r al Misbah………...29

1. Tafsi>r al Misbah ………...………...……...….29

2. Metode Penafsiran………...……...….30

3. Corak Penafsiran………. 37

BAB IV : TERMINOLOGI AL-NAFS DAN PANDANGAN QURAISH SHIHA>B TENTANG NAFS A. Kata al-Nafs………...……..38

B. Ayat-ayat Tentang Nafsu……….. 41

C. Kajian Terkait Ayat Nafsu...49

(8)

1. Konsep Nafs...50

2. Penciptaan nafsu………...………..….… 52

3. Pembagian Nafsu……….…….……….…….. 60

4. Pengendalian Nafsu...71

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………..…77

B. Saran………....79

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an turun sebagai pedoman (hudan) bagi seluruh manusia sampai

akhir zaman dan telah memberikan sinyal bahwa manusia yang mulia bukanlah

ditentukan dari seberapa besar kekayaannya atau seberapa bagus penampilan

fisiknya yang kesemuanya bersifat profan (fana) tidak abadi. Akan tetapi

manusia yang paling mulia adalah mereka yang bertaqwa.1Beberapa hadis Nabi

juga menjelaskan bahwa Allah tidak melihat kondisi fisik (unsur materi) tetapi

yang disaksikan adalah hati dan amal perbuatan. Seperti hadis berikut ini:

)

‚Bercerita kepada kami ‘Amr al-Na>qid dari Kathi>r Ibn Hisha>m dari Ja’far Ibn Burqa>n dari Yazi>d Ibn al-As{am dari Abu Hurairah: Rasulullah S}allallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan tidak pula kepada harta benda kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan perbuatan kalian.‛ (Diriwayatkan oleh Muslim). 2

Al-Qur’an telah memberikan klaim bahwa beribadah dan pengabdian dalam

bingkai penghambaan diri (‘ubudiyah) kepada Tuhan merupakan tujuan utama

penciptaan manusia dan jin. Melalui penghambaan diri inilah manusia dan jin

1 . QS. Al-Hujurat -49: 13

2

. Muslim Ibn al-Hajja>j Abu> al-H{usain al-Qushairi> al-Ni>sa>bu>ri>, S}ahi>h Muslim, ( Beirut :

(10)

bisa memperoleh kebahagiaan di dunia maupun akhirat sebagaimana janji yang

telah disampaikan oleh al-Qur’an itu sendiri.

Namun, dalam tatanan kehidupan modern seperti sekarang ini, manusia

semakin disibukkan dengan pelbagai urusan duniawi dan diamini oleh berbagai

fasilitas teknologi yang serba canggih, semakin membuat manusia lupa akan jati

dirinya, sehingga tujuan utama dari penciptaan manusia menjadi semakin kabur

dan hilang.

Fenomena kemerosotan pemahaman dan kesadaran akan jati diri ini, tidak

bisa lepas dari pengaruh dan potensi yang ada dan tertanam dalam setiap diri

manusia. Secara fitrah, manusia memiliki potensi-potensi dasar dalam dirinya,

dan potensi ini bergantung pada dorongan jiwa yang ada pada setiap personal.

Baik buruknya perilaku manusia sangat ditentukan oleh kuat lemahnya

dorongan dan pengaruhnya terhadap potensi yang ada. Jika dominasi pengaruh

ini baik, maka manusia akan cenderung berbuat baik, dan sebaliknya jika

pengaruh buruk dan jahat yang mendominasi, maka manusia akan memiliki

kecenderungan buruk dan jahat dan semakin jauh dari Allah. Potensi yang

dimaksud disini adalah nafsu.

Kata nafs sendiri mengandung beberapa makna, di antaranya adalah jiwa,

diri, nafsu dan lai-lain. Nafsu jug bisa berarti emosi atau amarah dan ambisi atau

hasrat dalam diri manusia (dalam bahasa Indonesia disebut dengan nafsu). Makna

seperti inilah yang seringkali digunakan dikalangan para ahli tasawwuf, karena

(11)

3

pada diri manusia. Itulah sebabnya mereka menegaskan tentang keharusan

melawan hawa nafsu ataupun mengekangnya.

Manusia diharapkan mampu untuk mengontrol nafsu yang ada pada dirinya

agar tidak melampaui batas. Dengan arti lain nafs sendiri bisa mempengaruhi

sifat atau kepribadian manusia yang pada awalnya manusia itu lahir dalam

keadaan fitrah menjadi tidak terkendali dan berkepribadian jelek. Oleh karna itu

diperlukan sekali manusia memahami apa itu nafsu dan cara mengontrol atau

mengekang nafsu.

Manusia diciptakan oleh Allah mempunyai hawa nafsu sebagai penggerak

dan pendorong untuk bekerja mengusahakan keperluan hidupnya atau

menghindarkan bahaya yang mungkin menimpa, seperti nafsu makan dan seks.

Jika manusia tidak memiliki nafsu makan dan minum, tentu saja dia akan lemah

dan sakit atau mati. Jika tidak ada nafsu seks tentu manusia tidak akan

berkembang biak dan tidak ada yang meramaikan dan mengubah bumi ini. Begitu

juga jika manusia tak memiliki nafsu membela diri maka manusia menjadi binasa

dan hancur.

Tetapi jika manusia memperturutkan hawa nafsu tentu saja dia akan

bertindak melanggar batas. Akibatnya bukan saja membinasakan dirinya sendiri,

tapi juga manusia lain dan makhluk sekitarnya. Oleh sebab itu nafsu perlu

dikendalikan agar terus berjalan dan tidak menyeleweng pada kejahatan sebagai

mana firman Allah surat al-mukminun3:

3

(12)

‚Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasahlah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu.4

Nafsu itu diumpamakan seperti kendaraan kuda yang meski selalu dipegang

tali kekangnya agar perjalanannya lurus menuju tujuan, dan jika tidak

terkendalikan bisa menyimpang ke kiri dan kanan sampai tersesat. Orang yang

bisa mengendalikan atau mengontrol nafsunya (bisa menguasai diri) maka pada

umumnya orang itulah yang memperoleh kemajuan dan keberentungan dalam

hidup, karena dia akan dijauhkan dari akibat buruk hawa nafsu.

Oleh karena itu penting sekali kita mengkaji tentang nafsu yang sangat

berpengaruh terhadap pribadi manusia itu sendiri. Dalam Hal ini peneliti

memlilih mengkaji lebih dalam tentang nafsu dalam al-Qur’an menurut pendapat

para mufassir, khususnya pendapat Quraish Shiha>b, karena ia banyak membahas

tentang manusia yang tak lepas dari nafsu dalam salah satu karya tulisnya. Selain

dari itu ia termasuk mufassir kontemporer (hidup di zaman ini), yang banyak

terjadi kemerosotan moral yang merupakan latar belakang dari penelitian ini.

Konsep tentang nafs dalam al-Qur’an banyak variasi maknanya. Hal ini

karna berasal dari bervariasinya makna kata nafs itu sendiri dalam sumbernya,

yaitu berbagai ayat dalam al-Qur’an. Quraish Shiha>b berpendapat bahwa nafs

4

(13)

5

dalam al-Qur’an mempunyai aneka makna, dalam suatu ayat bisa diartikan

sebagai totalitas manusia sebagai mana dalam ayat berikut ini.5

‚oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bagi Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia. Sesunggunya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.‛6

Tetapi di tempat lain nafs menunjukkan pada apa yang terdapat dalam diri

manusia yang menghasilkan tingkah laku sebagai dalam surat al-Ra’d ayat 11.

‚ Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu

menjaganyabergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (al-Ra’d: 11). 7

Namun secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks

pembicaraan manusia, menunjukkan pada sisi dalam manusia yang berpotensi

baik dan buruk.8 Sedangkan mufassir lain yang berpendapat bahwa nafs itu

5

. QS. 5: 32

6

. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Pustaka Agung

Harapan, 2006), 149-150.

7

. Ibid, 337-338.

(14)

sendiri adalah fitrah sejak awal penciptaan sebagai mana yang dijelaskan oleh

Ibnu Kathi>r , bahwa jiwa atau nafsu manusia telah diciptakan oleh Allah sesuai

dengan fitrahnya, yakni lurus, suci dan bersih. Dari hal ini lah muncul ide dari

penulis untuk mengangkat tema nafs menurut pandangan Quraish Shiha>b.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalahan pemahan dan maksud dari penulisan tesis ini

maka penulis berusaha membatasi judul dengan identifikasi dan membatasi

masalah sebagai berikut:

1. Bermacam-macam makna nafs dalam al-Qur’an

2. Pentingnya memahami nafs

3. Kemerosotan akhlaq masyarakat akibat pengaruh buruk nafsu

4. Pentingnya mengontrol atau mengekang nafsu

5. Pengaruh nafs terhadap pembentukan kepribadian

Agar permaslahan dalam tesis ini lebih fokus maka penulis membatasi

permasalahan untuk dibahas sebagai berikut:

1. Konsep nafs dalam al-Qur’an

2. Pengontrolan nafs sebagai upaya pembentukan pribadi yang s}alih

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka membantu penulis

membuat rumusan dalam pertanyaan berikut:

1. Bagaimana konsep nafsu menurut pandangan M. Quraish Shiha>b dalam Tafsir al-Misba>h?

(15)

7

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di

atas, maka penelitian ini memiliki tujuan, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep nafs dalam al-Qur’an menurut pandangan M.

Quraish Shiha>b

2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengekang nafsu sebagai upaya

membentuk pribadi yang s}alih.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian ini bisa menjadi kontribusi dalam studi

al-Qur’an, dan juga sebagai wacana ilmiyah bagi dunia pendidikan

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang konsep nafs secara khusus

dengan metode dan pendekatan yang berbeda dan juga menjadi acuan bagi

peneliti dalam memahami kajian atau penelitian yang bersangkutan.

F. Penelitian Terdahulu

Tulisan tentang nafs atau pun jiwa sudah ada, bahkan bisa dikatakan

melimpah, tetapi setelah melakukan kajian pustaka tidak banyak tulisan yang

mengkaji secara mendalam konsep nafs dari tafsir al-Misbah Karya M. Quraish

Shiha>b. Tafsir memiliki warna dan corak yang beragam; ada yang berdasarkan

nalar penulis saja, ada yang berdasarkan riwayat-riwayat, ada pula yang

menyatukan keduannya. Disamping itu, setting sejarah, dan tingkat keilmuan

mufassir turut membawa pengaruh pada produk tafsirnya. Nafs atau jiwa sangat

(16)

mengkaji tentang manusia, sehingga memahami nafs tidak pernah lepas dari

konsepsi-konsepsi manusia itu sendiri. Dari penelusuran kepustakaan dari

berbagai literatur, ditemukan kajian yang bersinggungan dengan tema yang

dibahas, diantaranya adalah:

1. Metode dan Corak Tafsir Al-Misba>h} Karya M. Quraish Shiha>b. Disertasi

oleh M. Sja’roni (F0150617), program Studi Hukum Islam Program Pasca

Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya 2011. Disertasi ini menjelaskan

Metode dan Corak yang dicenderungi oleh M. Quraish Shiha>b dalam

Tafsir al-Misba>h}, serta latar belakang pemilihan corak tersebut dan

penerapan metode dan corak sebagai tafsir kontemporer terhadap

permasalahan sosial dalam masyarakat. Berbeda dengan disertasi ini yang

pembahsanya fokus terhadap metode dan corak Tafsir al-Misba>h,

penelitian berfokus pada penafsiran al-nafs saja, akan tetapi merujuk

kitab yang sama yaitu Tafsir al-Misba>h, karena itu penulis menyertakan

metode penulisan kitab Tafsir al-Misba>h sebagai pengetahuan tentang

kitab tersebut.

2. Riya>d}ah nafs karangan Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ali Ibn

al-Hasan Ibn Bashar. Di dalamnya dijelaskan tentang al-nafs dan yang

berkaitan dengan nafs , baik dan buruknya. Berbeda dengan kitab tersebut

yang membahas semua cara melatih diri , penelitian ini membahas

tentang pengaruh nasf terhadap pembentukan prilaku atau kepribadian

(17)

9

3. Mengendalikan Hawa Nafsu Dalam Perspektif al-Qur’an. Skripsi ini

ditulis oleh Indah Fatmawati: E03397047, fakultas Ushuluddin jurusan

Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya, 2002. Berbeda dengan skripsi

ini yang menjelaskan tentang eksistensi nafsu secara umum dalam

al-Qur’an serta cara mengatur nafsu atau mengontrol nafsu tanpa merujuk

mufassir atau tokoh tertentu, penelitian ini membahas tentang nafs dan

pengarunya terhadap kepribadian dengan merujuk mufassir atau kitab

tertentu yakni Tafsir al-Misba>h. Selain itu, dalam skripsi tersebut tidak

dibahas sedikitpun pandangan atau penafsiran Quraish Shiha>b mengenai

nafs.

4. An-Nafs dalam al-Qur’an. Skripsi ini ditulis oleh Ummi Latifatul

Istitho’a : E03393178, fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis UIN

Sunan Ampel Surabaya, 1998. Di dalamnya dijelaskan tentang manusia

dalam al-Qur’an, jiwa dalam al-Qur’an, serta relevansi nafs dengan

eksistensi manusia. Seperti sebelumnya, skripsi ini hanya membhas

tentang nafsu tanpa memfokuskan ulama tafsir tertentu sebagaimana

penelitian penulis tesis ini. Dalam skripsi tersebut juga tidak dibahas

sedikit pun pendapat Quraish Shiha>b mengenai nafs.

5. Implikasi Taubat Terhadap Pembentukan Kepribadian Muslim (Studi

Terhadap Penganut Tarekat Naqsyabandiyan Muzhariyah Desa

Ghersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampan Madura Jawa Timur).

Tesis ini ditulis oleh Muhammad sholehhuddin Prodi Pemikiran Islam

(18)

tentang taubat sebagai bentuk tazkiyah al-nafsu upaya membetuk

kepribadian. Penulis melakukan penelitian pada kelompok tertentu (studi

kasus) yaitu pada kelompok tarekat Naqsyabandiya Muzhariyah. Dalam

tesis tesebut (karya Muhammad sholehhuddin ini) memfokuskan taubat

sebagai salah satu pengendalian nafsu untuk pembentukan kepribadian,

sedang dalam penelitian penulis tidak dijelaskan mengenai taubat,

melainkan cara lain yang akan di jelaskan dalam isi . selain hal itu

perbedaan yang mencolok anatara tesis tersebut dengan penelitian penulis

adalah objeknya, yaitu penulis tidak menjadikan golongan tertentu

sebagai objek tetapi mencakup seluruh masyarakat khususnya masyarakat

Indonesia.

G.Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, metode penelitian meliputi:

1. Jenis dan Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research) yaitu

penelitian melalui data-data kepustakaan yang representatif dan relevan

dengan obyek penelitian berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya.9

Dan jika perlu akan digunakan beberapa kamus bahasa Arab untuk

mendukung pemahaman kata berbahasa Arab yang membutuhkan

pengertian.

2. Metode Pengumpulan Data

9Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

(19)

11

Pengumpulan data penelitian diperoleh dengan cara

mengumpulkan dan menelaah data-data yang berkaitan dengan nafs dan

buku-buku yang berkaitan dengan kepribadian manusia. Berikut

langkah-langkah penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini:

1. Mengumpulkan ayat-ayat yang berhubungan dengan judul.

2. Menyusun ayat sesuai dengan urutan turunnya (tarti>b al-nuzu>l).

3. Menafsirkan dan menguraikan ayat yang telah dihimpun.

4. Melengkapi ayat dengan beberapa hadis yang berkaitan.

5. Mengungkapkan berbagai pendapat ulama (mufassir) terkait

pembahasan.

6. Merumuskan makna nafs dari ayat-ayat tersebut dengan analisis Tafsir

Al-Misbah karya M. Quraish shiha>b.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan primer, yaitu bahan yang mengikat dan utama, yaitu al-Qur’an,

Tafsi>r Mis}ba>h karya Muh}ammad Quraish Shiha>b , Wawasan

al-Qur’an karya Muh}ammad Quraish Shiha>b, membumikan al-Qur'an yang

juga karya Muh}ammad Quraish Shiha>b , Mu’jam Mufrada>t Alfaz}

al-Qur’an karya Al-Raghi>b al-Asfahani> dan Maqa>yis al-Lughah karya Abi>

Husain Ahmad bin Fa>ris bin Zakariya.

b. Bahan skunder, yakni buku-buku, kitab-kitab, artikel-artikel baik dari

majalah maupun internet dan alat informasi lainnya yang bisa

(20)

pokok permasalahan dalam penelitian ini dan dianggap penting untuk

dikutip dan dijadikan informasi tambahan.

c. Bahan tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan primer dan skunder, seperti ensiklopedi dan

kamus. Dalam hal ini, peneliti menggunakan al-Munjid fi> Al-Lughah wa

al-A’la>m, Lisa>n al-‘Arab karya Ibnu al-Manz}u>r, al-Munawwir karya

Achmad Warson Munawwir, dan Mu’jam Mufh}aras li Fa>z}

al-Qur’an karya Muh}ammad Fua>d Abd al-Ba>qi>.

4. Analisis Data

Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelahaan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Jadi, analisis data

adalah penelahaan dan penguraian atas data hingga menghasilkan

kesimpulan.10

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif-analitis yaitu

mengumpulkan ayat-ayat tentang al-nafs dalam al-Qur’an kemudian

menganalisa bentuk-bentuk kata al-nafs dalam al-Qur’an.

H.Sistematika Pembahasan

Supaya pembahasan yang ada dalam penelitian ini menjadi sistematis dan

mudah dipahami, maka penelitian ini disajikan dengan sistematika sebagai

berikut:

(21)

13

Bab pertama adalah pendahuluan, meliputi: Latar belakang masalah,

identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, batasan penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah tinjauan umum tentang tafsir mawd}u’i>, meliputi:

pengertian tafsir mawd}u’i>, sejarah perkembangan tafsir mawd}u’i>,

langkah-langkah tafsir mawd}u’i>, serta kelebihan dan kekurangan tafsir mawd}u’i>.

Bab ketiga adalah mengkaji metode dan kecenderungan Tafsir al-Misbah, latar

belakang penulisannya, metodologinya, keistimewaannya, dan posisinya di antara

tafsir-tafsir kontemporer yang ada. Kemudian biografi M. Quraish Shiha>b dimulai dari

perjalan intelektualnya, pemikiran-pemikirannya dan karya-karyanya.

Bab keempat adalah terminologi al-nfs dalam al-Qur’an, meliputi: pengertian

al-nafs ayat-ayat tentang al-nafs, sebab-sebab turunnya ayat (bila memang ada)..

Kemudian memaparkan konsep nafs menurut pandangan beliau, juga peran nafs dalam

membentuk kepribadian serta pengendaliannya, serta menyisipkan beberapa pendapat

mufassir lain mengenai nafs sebagai pembanding.

Bab kelima adalah penutup, meliputi kesimpulan dari pembahasan penelitian

(22)

TINJAUAN UMUM TAFSIR MAWD}U’I>

A.Pengertian Tafsir Mawd}u’i>

Tafsir mawd}u’i> berasal dari dua kata yaitu kata ‚tafsir‛ dan ‚mawd}u’i>‛.

Tafsir secara bahasa berasal dari kata fassara yang berarti menjelaskan,

menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak.

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Furqa>n ayat 33:

Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidakl itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh melaikan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan penjelasan yang paling baik.1

Sedangkan secara istilah tafsir adalah ilmu yang menyingkap makna

ayat-ayat al-Qur’an dan menjelaskan maksud Allah sesuai kadar kemampuan manusia.

Mawd}u>’ secara bahasa berasal dari kata wad}a’a – yad}a’u –wad}’an –wa

mawd}u>’an yang berarti meletakkan sesuatu ke bumi. Maksudnya yaitu

menurunkan dan meletakkan sesuatu pada suatu tempat: menetapkan sesuatu

didalamya.2 Sedangkan secara istilah mawd}u>’ adalah suatu masalah atau sesuatu

yang berhubungan dengan kehidupan dalam beraqidah atau etika masyarakat atau

fenomena alam yang menentang/ memperlihatkan pada ayat-ayat al-Qur’an. Jadi

yang dimaksud dengan tafsir mawd}u’i> adalah ilmu yang membahas

permasalahan-permasalahsan dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna

atau tujuan melalui pengumpulan ayat-ayat yang terpisah diberbagai surat, lalu

1 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (surabaya: Pustaka Agung Harapan,

2006), 506.

2 Ziya>d Khali>l al-Dighamain, al-Tafsi>r al-Mawd}u’i> wa Manhajuhu al-Bahthu Fi>hi (t.tp:

(23)

15

menelitinya berdasarkan kondisi tertentu, dengan syarat-syarat tertentu untuk

menjelaskan maknanya, mengistimbatkan elemen-elemennya serta mengikatnya

dengan ikatan yang menyeluruh. Ada pula yang berpendapat bahwa tafsir

mawd}u’i> adalah mengumpulkan ayat-ayat yang terpisah pada surat-surat

al-Qur’an yang berkaitan menjadi satu tema baik secara lafaz} atau hukum dan

menjelaskan sesuai maksud-maksud al-Qur’an.3 Sedangkan menurut Nashruddin

Baidan mawd}u’i> (tematik) ialah membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan

tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun.

Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait

dengannya, seperti asba>b al-nuzu>l, kosa kata, dan sebagainya. Semua dijelaskan

dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu berasal dari

al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional.4

Sesuai dengan namanya yaitu mawd}u’i> (tematik), maka yang menjadi ciri

utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan,

sehingga tidak salah jika dikatan bahwa metode ini juga disebut metode topikal.

Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada ditengah

masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari yang lain.

Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh

dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di

dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Dengan demikian, metode tematik ini

3 Mustafa> Muslim, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u’i>’i> (Damaskus: Da>r al-Qalam, 2000),

16.

4 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka pelajar,

(24)

tafsir.5

Cara kerja metode tafsir mawd}u’i> terdapat dua , yaitu:6

1. Pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan

menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan korelasi

antara berbagai masalah yang dikandungnya sehingga surat itu tampak dalam

bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.

2. Menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama

membicarakan satu massalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian

rupa dan diletakkan dibawah satu tema bahasan, dan selanjutnya ditafsirkan

secara maud}u’i>.

B.Sejarah Perkembangan Tafsir Mawd}u’i>

Tafsir mawd}u’i> sudah ada sejak kehadiran Nabi Muh}ammad, karna beliau

sering kali menafsirkan ayat dengan ayat lain, seperti menjelaskan kata z}ulm

dalam surat al-An’a>m ayat 82:

‚Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.7

Nabi menjelaskan bahwa z}ulm yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah

syirik pada surat Luqma>n ayat 13.8

5 Ibid., 152.

6 Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maud}u’iy; Suatu Pengantar. Terj. Suryan A.

Jamrah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), 36.

7

. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya...,185.

8Kha>lid ‘Abd al-Rahman al-‘Ak, Usu> al-Tafsi>r wa Qawa>iduhu (beiru>t: Da>r al-Nagha>is,

(25)

17

‚Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia membei pelajaran kepadanya, ‚Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.‛9

Benih penafsiran ayat dengan ayat itu tumbuh subur dan berkembang

sehingga lahir kitab-kitab tafsir yang secara khusus mengarah kepada tafsir ayat

dengan ayat. Tafsir al-T}abari> (839-923 M) dinilai sebagai kitab tafsir pertama

dalam bidang ini, lalu lahir kitab tafsir yang tidak lagi secara khusus bercorak

penafsiran ayat dengan ayat, tetapi lebih fokus pada penafsiran ayat-ayat yang

bertema hukum, seperti tafsir Ahka>m al-Qur’a>n karya Abu> Bakar Ahmad bin ‘Ali>

al-Razy al-Jas}s}as} (305-370 H), tafsir al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n karya Abu>

‘Abdullah Muh}ammad bin Ahmad al-Ans}ari> al-Qurt}ubi>.

Dua tafsir di atas membatasi diri atau fokus membahas ayat-ayat yang

bertema hukum, namun penafsiran mereka belum dimaksudkan secara khusus

sebagai tafsir mawd}u’i> yang berdiri sendiri karena belum menggunakan metode

mawd}u’i>. Tafsir mawd}u’i> mulai mengambil bentuknya melalui imam Abu> Isha>q

Ibrahi>m bin Mu>sa> al-Shat}ibi> (720-790 H). ia mengingatkan bahwa satu surah

adalah satu kesatuan yang utuh.10

Istilah tafsir mawd}u’i> itu sendiri diperkirakan lahir pada sekitar abad empat

belas hijriyah (XIV H) tepatnya ketika metode tafsir ini ditetapkan sebagai mata

kuliyah Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin di Ja>mi’ah al-Azha>r yang di

prakarsai oleh Abd al-Hayy al-Farmawi, ketua Jurusan tafsir Hadith.11

Menurut Quraish Shihab, tafsir mawd}u’i> berdasarkan surat digagas pertama

kali oleh seorang guru besar Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas

9

. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya...,581.

(26)

termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Qur’an al-Kari>m. Sedangkan tafsir mawd}u>‘i

berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Ah}mad Sayyid al-Ku>miy, seorang

guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mah}mu>d Shaltu>t dan menjadi

ketua jurusan tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun 1960.

Buah dari tafsir model ini menurut Quraish Shihab di antaranya adalah

karya-karya ‘Abba>s Mah>mu>d al-‘Aqqa>d yaitu kitab al-Insa>n fî> al-Qur’an, al-Mar’ah fî>

al-Qur’an, dan karya Abu> al-A’la> al-Maudu>di> yaitu kitab al-Riba> fî> al-Qur’an.12

Kaitannya dengan tafsir mawd}u’i> berdasar surat al-Qur’an, Zarkashi

(745-794 H/1344-1392 M), dengan karyanya al-Burhan,13 misalnya adalah salah satu

contoh yang paling awal yang menekankan tafsir bahasan surat demi surat.

Demikian juga al-Suyut}i> (w. 911 H/1505 M) dalam karyanya al-Itqan.14

Sementara mawd}u’i> berdasar subyek, antaranya adalah karya Ibnu Qayyim

al-Jauzîyah (1292- 1350 H), ulama besar dari mazhab Hanbali, yang berjudul

al-Baya>n fî> Aqsa>m al-Qur’`an, Maja>z al-Qur’`an oleh Abu ‘Ubaid, Mufrada>t

al-Qur’`an oleh al-Raghi>b al-Isfahani>, Asba>b al-Nuzû>l oleh Abu> al-H}asan al-Wah}idi

al-Naisabu>ri> (w. 468/1076).15

12 . M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1999), 114.

13 . Badr al-Di>n Muh>ammad al-Zarkashi>, al-Burha>n f>i Ulu>m al-Qur`an, (Beiru>t: Da>r

al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988), 61-72.

14 . Jala>l al-Di>n al-Suyut}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Turath, 1985),

159-161.

(27)

19

C.Langkah-langkah Metode Tafsir Mawd}u’i>

Langkah-langkah metode mawd}u’i> menurut Abd. Al-Hayy al-Farmawi

dalam kitab al-Bidayah fi al-Tafsi>r al-Mawd}u’i>: Dirasah Manhajiyah Maud}u’iyah

sebagai berikut:16

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik/tema). Menurut Quraish

Shibab mufassir mawd}u’i> diharapkan agar terlebih dahulu mempelajari

problem-problem masyarakat, atau ganjalan-ganjalan pemikiran yang

dirasakan sangat membutuhkan jawaban Qur’an, misalnya petunjuk

al-Qur’an menyangkut kemiskinan, penyakit dan sebagainya. Dengan demikian,

corak dan metode penafsiran semacam ini memberi jawaban terhadap problem

masyarakat tertentu dilokasi tertentu dan tidak harus memberi jawaban

terhadap mereka yang yang hidup sesudah generasinya.17

2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang

telah ditetapkan, ayat Makkiyah dan Madaniyah.

3. Menyusun ayat-ayat al-Qur’an secara runtut menurut kronologi masa

turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau

asba>b al-nuzul.

4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing

suratnya.

5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh

(out line).

16 . Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawd}u’i>; Suatu Pengantar. Terj. Suryan A.

Jamrah, 45-46.

(28)

relevan bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin

sempurna dan semakin jelas.

7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara

menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,

mengkompromikan antara pengertian yang a>m dan kha>s}, antara yang mut}la>q

dan muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif,

menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu

pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan

terhadap sebagian ayat kepada makna yang sebenarnya tidak tepat

D.Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Mawd}u’i>

Metode penafsiran al-Qur’an pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan tafsir mawd}u’i> itu sendiri menurut Nashruddin Baidan, adalah:18

1. Menjawab tantangan zaman. Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh

dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Semakin

modern kehidupan, permasalahan yang timbul semakin kompleks dan rumit,

serta mempunyai dampak yang luas. Hal itu dimungkinkan karena apa yang

terjadi pada suatu tempat, pada saat yang bersamaan, dapat disaksikan oleh

orang lain ditempat yang lain pula, bahkan peristiwa yang terjadi diruang

angkasapun dapat dipantau dari bumi. Untuk menghadapi permasalahn yang

demikian, dilihat dari sudut tafsir al-Qur’an, tidak dapat ditangani dengan

metode-metode penafsiran selain tematik. Hal ini dikarenakan kajian metode

tematik ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan.

(29)

21

2. Praktis dan sistematis. Kondisi semacam ini cocok dengan kehidupan umat

yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi sehingga mereka

seakan-akan tidak punya waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar, padahal

untuk mendapatkan petunjuk al-Qur’an mereka harus membacanya. Dengan

adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk al-Qur’an secara

praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu, efektif, dan efisien.

3. Dinamis. Metode tematik membuat tafsir al-Qur’an selalu dinamis sesuai

dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image didalam benak pembaca

dan pendengarnya bahwa al-Qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing

kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata sosial.

4. Membuat pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkan judul-judul yang akan

dibahas, maka pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dapat diserap secara utuh.

Sedangkan menurut Quraish Shihab kelebihan tafsir mawd}u’i> dalam buku

Membumikan al-Qur’an, adalah:19

1. Menghindari dari suatu problem

2. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadith Nabi merupakan satu cara

terbaik dalam menafsirkan al-Quran.

3. Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami. Hal ini karena ia membawa

pembaca kepada petunjuk al-Qur’an tanpa mengemukakan berbagai

pemabahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu. Dengan metode ini, dapat

dibuktikan bahwa persoalan yang disentuh al-Qur’an bukan bersifat teoritis

semata-mata dan atau tidak dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Dengan begitu, ia dapat membawa kita kepada pendapat al-Qur’an tentang

(30)

memperjelas kembali fungsi al-Qur’an sebagai kitab suci dan dapat

membuktikan keistimewaan al-Qur’an.

4. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya

ayat-ayat yang bertentangan dalam al-Qur’an. Ia sekaligus dapat dijadikan bukti

bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan masyarakat.

Sedangkan kekurangan tafsir mawd}u’i>, sebagai berikut:20

1. Potensial memenggal ayat al-Quran. Ini disebabkan banyak ayat yang

mengandung lebih dari satu bahasan. Ayat yang berbicara tentang salat dan

zakat, misalnya. Kedua bentuk ibadah tersebut biasanya disebut secara

berbarengan dalam satu ayat. Bila seorang mufassir fokus pada tema salat,

secara otomatis pembahasan tentang zakat akan tereduksi dari ayat tersebut.

2. Membatasi pemahaman pembaca terhadap ayat, sebab dengan diterapkannya

tema penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada

permasalahan yang dibahas tersebut.

(31)

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari serangkaian pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan

beberapa hal sebagai berikut.

1. Menurut Quraish Shiha>b, nafs dalam al-Qur’an mempunyai aneka

makna, sekali diartikan sebagai totalitas manusia (QS:5;32), tetapi di

tempat lain nafs menunjukkan pada apa yang terdapat dalam diri manusia

yang menghasilkan tingkah laku sebagai mana dalam surat al-Ra’d yang

menjelaskan sisi dalam manusia dinamai nafs bentuk jamaknya anfus

dan sisi luar antara lain dinamai jism jamknya ajsa>m. Banyak hal

yang dapat ditampung oleh nafs namun dalam konteks perubahan

Quraish Shihab menggaris bawahi tiga hal pokok:

a. Nilai-nilai yang dianut dan dihayati oleh masyarakat .

b. Menyangkut sisi dalam manusia, yakni tekad dan kemauan keras.

c. Menyangkut kemampuan. Kemampuan terdiri dari kemampuan fisik

dan non fisik yang disebut pemahaman.

Namun secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks

pembicaraan manusia, menunjukkan pada sisi dalam manusia yang

berpotensi baik dan buruk. Sedang kata Hawa> (hawa nafsu) lebih

menunjukkan pada makna negatif sebagaimana dalam penjelasan Quraish

(32)

menjelaskan kata al-hawa> berarti kecenderungan hati kepada sesuatu tanpa

pertimbangan akal yang sehat.

2. Al-Qur’an memperkenalkan tiga macam atau peringkat nafsu

manusia. Pertama, al-nafs al-amma>rah seperti pada ayat ini, yakni

yang selalu mendorong pemiliknya berbuat keburukan. Kedua,

al-nafs al-lawwa>mah yang selalu mengecam pemiliknya begitu dia

melakukan kesalahan, sehingga timbul penyesalan dan berjanji untuk

tidak mengulangi kesalahan. Ketiga, adalah al-nafs al-muthmainnah,

yakni jiwa yang tenang karena selalu mengingat Allah dan jauh dari

segala pelanggaran dosa. Dari hal ini dpat diketahui betapa

berpengaruhnya nafsu terhadap prilaku manusia. Nafsu bisa menjadi

inti prilaku buruk dan prilaku baik manusia. Dari itu perlulah

seseorang mengontrol hawa nafsu sebagai bentuk usaha

pembentukan pribadi yang shaleh (baik). Quraish Shiha>b

memberikan beberapa hal dalam menangani nafsu atau mengontrol

nafsu sebagai berikut:

a. Taqwa kepada Allah, yakni menanam rasa takut atau takwa pada

Allah

b. Muja>hadah (memerangi nafsu dengan melakukan kebajikan)

c. Memerangi hawa nafsu itu dengan diri kita sendiri, yaitu

(33)

79

B.Saran

1. Perlunya memahami tentang nafsu dengan al-Qur’an sebagai pedoman.

Untuk membentuk grenerasi bangsa yang berperilaku dan berkepribadian

shaleh

2. Perlunya kajian al-Qur’an mengenai segala aspek khususnya yang

berhubungan dengan akhlak sebagai pengingat bagi yang telah lalai.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

‘Ak(al) Kha>lid ‘Abd Rahman , Usu> Tafsi>r wa Qawa>iduhu , beiru>t: Da>r al-Nagha>is, 1986.

Anshari, ‚Penafsiran Ayat-ayat jender dalam Tafsir al-Misbah‛, Disertasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006.

Anwar, Rosihon, Pengantar Ulu>m al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia,2009.

Arikunto Suharsimi, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Baidan Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an , Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2012.

Bukha>ri (al), Muhammad bin Ismail, al-Ja>mi’ al-S}ahi>h, Lebanon: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 2009.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya , Surabaya: Pustaka agung Harapan , 2006.

Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya, (al Hijr), 22, (tanpa tempat: tanpa penerbit, tanpa tahun.

Dighamain(al) Ziya>d Khali>l , al-Tafsi>r al-Mawd}u’i> wa Manhajuhu al-Bahthu Fi>hi ,t.tp: Da>r ‘Amma>r, 2007.

Ensiklopedi Islam Indonesia , Jakarta: Jembatan Merah, 1988.

Farmawi(al) Abd. Al-Hayy , Metode Tafsir Maud}u’iy; Suatu Pengantar. Terj. Suryan A. Jamrah ,Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994.

Hajja>j(al) Muslim Ibn Abu> al-H{usain al-Qushairi> al-Ni>sa>bu>ri>, S}ahi>h Muslim , Beirut : Da>r Ihya’ al-tura>th al-‘Arabi>, Tth, Juz IV.

Izzan Ahmad, Metodologi Ilmu Tafsir ,Bandung: Tafakur, 2009.

Kadiri (al), Ihsan Muhammad Dahlan , Sira>j T}a>libi>n, Da>r Kutub al-Islamiyah,1955.

(35)

81

KbbiAndroid, Hak Cipta @@@2008 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Versi 4.0.0

Koentjaranigrat , Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1997.

Lahha>m(al), Muhammad sa’i>d , Mu’jam Mufahras li alfa>z} Qur’a>n al-Kari>m, Wafq Nuzu>L Al-Kalimat , Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 2012.

Moleong Lexy J. , Metodelogi Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Muslim Mustafa>, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u’i>’i> ,Damaskus: Da>r al-Qalam, 2000.

Munawir, Ahmad Warson Munawir, al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pustaka4 Progressif, 1984.

Naisabu>ri (al), Muslim bin al-Hajja>j, S}a>hih Muslim, Lebanon:Da>r Kutub al-Ilmiyah, 2008.

Nasir Ridlwan, Memahami al-Qur’an; Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin, Surabaya: Indra Media, 2003.

Qurt}ubi (al), Muhammad bin Ahmad Shams al-Di>n, al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n, Kairo: Da>r al-Kutub al-Mishriyah,1964.

Qushairiy (al), Abd al-Kari>m bin Hawa>zin, Lat}a>if Isha>ra>t, Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. II, 2007.

Rumini Sri , Psikologi Pendidikan ,Yogyakarta: UNY Press, 2006.

Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedia al-qur’an : Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep kunci, Jakarta: Paramadina, 1996.

S}abu>ni (al), Muhammad Ali, S}afwah al-Tafa>sir, Beirut: Maktabah al-‘As}riyah, 2008.

Shiha>b M. Quraish, Tafsir Al-Misba>h, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol. IX.

________________, Tafsir Al-Misba>h, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol. XV.

(36)

________________, Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002,Vol. V>.

_________________, Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002,Vol. VI>.

_________________, Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002,Vol. X>.

_________________, Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002,Vol. III>.

_________________, Wawasan al-Quran; Tafsir Maud}u'i Atas Berbagai Persoalan Umat Bandung: Mizan, 2000.

_________________, Wawasan al-Quran; Tafsir Maud}u'i Atas Berbagai Persoalan Umat Bandung: Mizan,1996

_________________, Kaidah Tafsir , Jakarta: Lentera hati, 2013.

_________________, Membumikan al-Qur’an , Bandung: Mizan, 1999.

_________________, Tafsir al-Qur’an al-Karim , Bandung : Pustaka Hidayah, 1999.

Suryadilaga M. Alfatih, Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta: Teras, 2005.

Suyut}i(al) Jala>l al-Di>n >, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, Kairo: Dar al-Turath, 1985.

T}abari (al) Abu Ja’far Muhammad bin Jari>r, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l al-Qur’a>n, Muassasah al-Risa<>lah,2000.

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Tim Penyusun, The Noble,al-Qur’anul Karim Tafsir Perkata, Depok: Penerbit NELJA,t.th.

Referensi

Dokumen terkait

Quraish Shihab tentang ayat-ayat al- Qur’an yang berkenaan dengan konsep ulu&gt; al-alba&gt;b yang dikaitkan dengan tipe manusia

Quraish Shihab dalam al-Qur‟an Surat Luqman ayat 13-19 adalah memberikan peran penting terehadap keluarga khususnya orang tua, dalam mendidik anak (dimulai usia dini)

Sebagian besar dari masyarakat Indonesia akan berkata bahwa ulama adalah orang yang memiliki wawasan dalam ilmu agama, yaitu orang yang mengerti dan hafal

Para mufasir yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak merujuk pada ayat al- Qur’ an, tetapi menjadikan pemahaman itu (Hawa diciptakan dari

dan lain-lain.29 Pada penelitian ini, penulis melakukan analisis terhadap ayat-ayat al-Qur‟an dan interpretasi dari Muhammad Quraish Shihab dalam kitab tafsir al-Mishbah yang

Secara umum terdapat perbedaan pemikiran Quraish Shihab terhadap pandangan fuqaha klasik mengenai masalah hukum keluarga diantaranya Nusyuz, persamaan hak dan

Dalam tafsir Al-Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab tidak jauh berbeda dengan Hamka, yaitu menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu sebuah

Quraish Shihab, sebagaimana yang dinyatakan dalam bukunya, pandangan yang dimaksud merupakan pandangannya melalui kacamata kaidah penafsiran 24 , dan secara penuh