• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KOMPETENSI KADER DALAM PELAKSANAAN SCREENING PENYAKIT TIDAK MENULAR DI POS PEMBINAAN TERPADU WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KOMPETENSI KADER DALAM PELAKSANAAN SCREENING PENYAKIT TIDAK MENULAR DI POS PEMBINAAN TERPADU WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DI YOGYAKARTA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Non-communicable diseases (NCDs) is a catastrophic disease that causes substantial socioeconomic burden for patients, family and country. Ignorance and indifference of society to NCDs becomes a problem that results in a delay in treatment so that complications and deaths occur earlier. Therefore, public participation is necessary to develop a model of community-based control of NCDs known as Posbindu PTM. Posbindu PTM activity is a public participation in the activities of early detection, monitoring and follow-up of NCDs' early risk factors independently and continuously. The purpose of this study is to determine the effectiveness of training in enhancing cadre competence in Implementing Non-Communicable Diseases Screening at Integrated Counseling Post in Sleman, Yogyakarta. This type of research is quasi-experimental "pre-post test with control group design". Samples were taken by non-probability sampling that took five respondents in one Posbindu. The data were analyzed by t-test and it was obtained the significance of 0.001 (<0.05). The results showed that the mean difference of skills before and after training showed the highest difference is in the delivery of simulation type with the score of 71.05 for before treatment and 88.07 for after treatment with 7 scores in different. Changes in leaflets, demonstration and simulation groups were about the same. This means that there was no significant difference in the three groups in terms of cadres knowledge about non-communicable diseases (NCDs) screening. Therefore there was no significant change in the knowledge in those three groups. In the treatment group with simulation, the mean score was higher than leaflet and demonstration groups. The highest improvement on respondents' skills was 17.0 as it was the highest among hree treatment groups. Therefore it could be interpreted that the provision of simulations in training group will provide skills improvement for Posbindu cadres. It can be concluded that there are differences of before and after training implementation. It showed the highest result of the difference is in the delivery of the type of simulation by 71.05 for before treatment and 88.07 for after treatment with 7 for the difference.

Keyword: cadres' competence, non-communicable diseases screening

PENINGKATAN KOMPETENSI KADER DALAM PELAKSANAAN

SCREENING PENYAKIT TIDAK MENULAR DI POS PEMBINAAN

TERPADU WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DI YOGYAKARTA

Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Email : arinihidayat@gmail.com

Sri Arini Winarti Rinawati

ABSTRACT

Penyakit Tidak Menular merupakan penyakit katastropik yang menimbulkan beban sosial ekonomi besar bagi penderita, keluarga dan negara. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap PTM, menjadi permasalahan yang mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan sehingga komplikasi dan kematian terjadi lebih dini. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat dikenal dengan nama Posbindu PTM. Kegiatan Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui efektifitas pelatihan dalam meningkatkan Kompetensi Kader Dalam Pelaksanaan Screening Penyakit Tidak Menular Di Pos Pembinaan Terpadu Wilayah Kabupaten Sleman Di Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan “pre-post test with control group design”. Sampel diambil secara non probabilitas sampling yaitu mengambil 5 responden dalam satu Posbindu dan di analisis dengan t test didapatkan signifikansinya 0,001 (< 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rerata ketrampilan sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan menunjukkan hasil yang paling tinggi selisihnya yaitu pada pemberian jenis simulasi yaitu sebelum perlakuan 71.05 dan sesudah perlakuan 88,07 dengan selisih angka 7. Perubahan pengetahuan pada kelompok Leaflet, Demosntrasi dan Simulasi hampir sama. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok tersebut ditinjau dari pengetahuan kader mengenai screening penyakut tidak

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular atau selanjutnya disebut PTM merupakan penyakit yang tidak membahayakan orang-orang disekitar karena tidak akan menularkan penyakitnya tetapi dapat berdampak pada kematian. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, memperlihatkan bahwa penyebab kematian terbesar di Indonesia untuk penduduk umur 5 tahun ke atas adalah stroke (salah satu PTM) baik di perdesaan maupun di perkotaan. Selanjutnya data prevalensi nasional untuk Penyakit Tidak Menular : penyakit sendi sebesar 30,3%, Hipertensi (untuk penduduk umur 18 tahun lebih) adalah 31,7%, Stroke 0,83%, Asma 4,0%, Kanker 0,4%, Jantung sebesar 7,2% dan Diabetes 1,1% (pemeriksaan dengan biomedis sebesar 5,7%). Di sisi lain, PTM merupakan penyakit katastropik yang menimbulkan beban sosial ekonomi besar bagi penderita, keluarga dan negara. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap PTM, menjadi permasalahan yang mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan sehingga komplikasi dan kematian terjadi lebih dini. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis masyarakat dikenal dengan nama Posbindu PTM. Kegiatan Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan.

P e r a n k a d e r s a n g a t b e s a r d a l a m penanggulangan penyakit kronis PTM di masyarakat. Dalam kegiatan Pos Pembinaan Terpadu kader mempunyai tugas dalam deteksi dini penyakit tidak menular baik pada kelompok masyarakat sehat dan atau masyarakat yang mempunyai resiko. Sampai dengan saat ini, Posbindu telah di bentuk di beberapa daerah di Indonesia. Pelaksanaan di masyarakat belum semua kader mampu melaksanakan pengelolaan posbindu tersebut, terutama pada aspek sreening pada penyakit tidak menular (PTM).

Faktor risiko PTM adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, o b e s i t a s , H y p e r g l i k e m i a , H i p e r t e n s i , Hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar.

Dalam rangka menghilangkan atau mengurangi faktor resiko PTM, dengan memperhatikan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan, meningkatkan upaya kesehatan melalui promotif dan preventif. Untuk itu perlu dilihat dan ditingkatkan kembali kompetensi kader dalam meningkatkan pelaksanaan manajemen peningkatan dan pencegahan pada penyakit tidak menular di Posbindu melalui berbagai cara baik melalui peningkatan pengetahuan serta program-program pelatihan.

METODE

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen, dengan rancangan Pre Post test with control group design, dengan rancangan sebagai berikut :

menular (PTM). Sehingga tidak ada perubahan pengetahuan yang siginifikan pada ketiga kelompok tersebut. Pada kelompok perlakuan dengan simulasi didapatkan rerata yang lebih tinggi dari kelompok leaflet dan demonstrasi. Peningkatan ketrampilan responden yang paling tinggi 17,0 atau paling tinggi diantara ketiga kelompok perlakuan. Sehingga bisa di artikan bawah kelompok pemberian pelatihan dengan simulasi akan memberikan dampak peningkatan ketrampilan yang bagus bagi kader Posbindu. Kesimpulan adanya perbedaan rerata ketrampilan sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan menunjukkan hasil yang paling tinggi selisihnya yaitu pada pemberian jenis simulasi yaitu sebelum perlakuan 71.05 dan sesudah perlakuan 88,07 dengan selisih angka 7.

Kata Kunci: Kompetensi kader, screening penyakit tidak menular.

Tabel 1. Aktivitas Antioksidan Bubuk Kacang Gude dengan Metode DPPH

Pre test O1 O3 O5 Perlakuan X0 X1 X2 Post test O2 O4 O6

Pada rancangan ini kelompok kontrol (X0) dilakukan pretest dan post test berupa pengukuran kompetensi dasar (pengetahuan dan keterampilan) kader posbindu dalam screening penyakit Tidak Menular tanpa mendapat pelatihan. Sedangkan kelompok eksperimental (2 kelompok) dilakukan pretest dan post test berupa pengukuran kompetensi dasar (pengetahuan dan keterampilan) kader posbindu dalam screening penyakit Tidak

(3)

Menular menggunakan metode Demonstrasi (X1) dan Simulasi (X2).

Metode pelatihan tentang screening penyakit tidak menular yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan untuk menstranfer pengetahuan dan keterampilan dari pelatih kepada peserta pelatihan (kader) tentang melakukan sreening penyakit tidak menular berdasarkan kurikulum pelatihan yang sudah ditetapkan. Metode pelatihan yang digunakan, terdiri dari :

a. Demonstrasi yaitu cara menstranfer p e n g e t a h u a n d a n k e t e r a m p i l a n menggunakan media yang sesungguhnya atau situasi nyata.

b. Simulasi yaitu cara menstranfer pengetahuan dan keterampilan menggunakan media yang tidak sesungguhnya atau tiruan. Skala data nominal/ dikotomi.

Kompetensi dasar dalam sreening penderita penyakit tidak menular yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran pengetahuan dan keterampilan dalam sreening penderita penyakit tidak menular pada awal dan akhir penelitian. Skala data rasio/kontinyu.

Lokasi penelitian ini di Wilayah kerja Puskesmas Gamping I dan Gamping II.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni s.d Agustus 2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh kader posbindu di wilayah kerja Puskesmas Gamping I dan Gamping II. Pengambilan sampel secara nonprobabilitas sampling dengan menentukan 5 orang kader setiap Posbindu. Sehingga jumlah subyek yang diamati sejumlah 60 orang kader.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan dapat dilihat pada table berikut :

Berdasarkan tabel 1, maka didapatkan hasil bahwa karakteristik kader Posbindu adalah Perempuan yang berusia antara 55-60 tahun dengan mempunyai tingkat pendidikan SMA dengan mayoritas kesibukan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Kader Posbindu Lansia menjadi ujung tombak agen perubahan bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, tingkat desa, pasalnya, para kader mampu mengimplementasikan program meningkatkan kualitas pelayanan kepada Lansia.

Pelatihan merupakan bagian dari investasi Sumber Daya Manusia (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian

1

meningkatkan kinerja seseorang. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, u n t u k m e m b e k a l i s e s e o r a n g d e n g a n keterampilan kerja.

Hasil penelitian lain tentang kompetensi guru adalah pada penelitian upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengalaman pelatihan; pengalaman pelatihan guru berkontribusi terhadap kompetensi profesional guru SMP Negeri di kecamatan Karangasem tahun 2012, bahwa pengalaman dalam pelatihan menjadi faktor yang paling besar mempengaruhi profesionalisme guru bidang studi, maka guru bidang studi dapat memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin u n t u k m e n a m b a h p e n g e t a h u a n d a n keterampilan melalui pelatihan. peningkatan profesionalisme guru bidang studi SMP di kecamatan Karangasem kontribusi pengalaman pelatihan sangat berperan.

Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan

Karakteristik Jenis Kelamin Perempuan Laki2 Kelompok Umur 41-45 46-50 51-55 55-60 >60 Frek 58 2 3 17 19 13 8 % 96,7 3,3 5,0 28,3 31,7 21,7 13,3 Pendidikan SD SMP SMA PT Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 5 10 43 2 51 9 8,3 16,7 71,7 3,3 85,0 15,0

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Kader Posbindu Sebelum Dan Sesudah Perlakuan

Pada Semua Kelompok Posbindu

Tingkat Pengetahuan Kelompok Perlakuan Sebelum Perlakuan Frek 5 13 2 Sesudah Perlakuan Leaflet Baik Sedang Kurang % 25,0 65,0 10,0 Frek 5 10 5 % 25,0 50,0 25,0

(4)

Tingkat pengetahuan pada kelompok perlakuan dengan leaflet tidak mengalami peningkatan, pada kelompok ini cenderung semakin banyak yang menurun tingkat pengetahuannya sedang menjadi kurang. Sedangkan perlakuan dengan demonrasi mempunyai kecenderungan meningkat jumlah tingkat pengetahuan sedang meningkat ke baik. Pada kelompok perlakuan dengan simulasi terdapat peningkatan pengetahuan dan sebaliknya.

Ketrampilan kader Posbindu dalam melaksanakan ketrampilan screening penyakit tidak menular (PTM) meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, serta p e m e r i k s a a n g u l a d a r a h . D i s t r i b u s i keterampilan kader berdasarkan enis perlakuan pada pre dan post baik pada kelompok Leaflet, Kelompok Demonstrasi dan Kelompok Simulasi dapat dilihat pada tabel berikut :

tinggi dari kelompok leaflet dan demonstrasi. Sehingga bisa di artikan bawah kelompok pemberian pelatihan dengan simulasi akan memberikan dampak peningkatan ketrampilan yang bagus bagi kader Posbindu.

Salah satu strategi pengendalian PTM dapat dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Sedangkan bentuk pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan posbindu PTM. Pada pelaksanaannya, peran utama kegiatan posbindu PTM dilakukan oleh kader posbindu.

Pada aspek ketrampilan, maka dapat dihasilkan bahwa ada perbedaan pada kelompok dengan hasil yang maksimal pada pemberian simulasi.

Metode pelatihan dengan demonstrasi dan praktik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan pengetahuan. Pelatihan dengan metode ini memberikan kesan yang mendalam pada peserta. Peserta juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu praktik. Penelitian yang dilakukan oleh Kurrachman juga menunjukkan bahwa pelatihan dengan metode ceramah yang disertai diskusi, simulasi dan praktik meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam 2 kegiatan penimbangan balita di Posyandu. Pelatihan yang dilakukan oleh Sukiarko, menunjukkan ada peningkatan skor pre test dan post test pengetahuan kader dengan selisih 16,8. Pelatihan dengan metode belajar berdasar masalah (BBM) yang menitikberatkan pada kemampuan kader dalam mencari informasi (student centered learning) dimana peserta

3

dituntut belajar secara aktif. Dalam teori B e n y a m i n B l u m m e n y a t a k a n b a h w a pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, dijelaskan juga bahwa perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu atau masyarakat, sehingga dengan memiliki pengetahuan yang baik seseorang akan

4 mempengaruhi perubahan perilaku.

Penelitian Kurrachman menunjukkan bahwa pelatihan dengan metode ceramah yang disertai diskusi, simulasi dan praktik akan meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam kegiatan 2 pengukuran status gizi balita di Posyandu. Pelatihan yang dilakukan Sukiarko dengan metode Belajar Berdasar Masalah (BBM) juga meningkatkan skor keterampilan kader dari 3 63,10 menjadi 84,77 terjadi peningkatan 21,67. Metode pelatihan dengan demonstrasi dan p r a k t i k t e l a h t e r b u k t i m e n i n g k a t k a n 3 14 3 3 14 3 Demonstrasi Baik Sedang Kurang Simulasi Baik Sedang Kurang 15,0 70,0 15,0 15,0 70,0 15,0 6 11 3 4 10 6 30,0 55,0 15,0 20,0 50,0 30,0

Tabel 3. Distribusi Ketrampilan Kader berdasarkan Jenis Perlakuan pada Pre dan Post Perlakukan di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I

dan II Gamping Sleman Yogyakarta tahun 2016

45,00 40,00 40,00 40,00 33,00 40,00 Sebelum diberi leaflet Sesudah diberi lealet Sebelum diberi demontrasi Sesudah diberi demontrasi Sebelum diberi simulasi Sesudah diberi simulasi 100 100 100 100 100 100 73,85 73,81 77,35 84,80 71,05 88,05 16,74 17,77 17,73 19,71 14,35 16,24 Kelompok Min. Maks. Rerata SD

Berdasarkan tabel di atas, perubahan pengetahuan pada kelompok Leaflet, Demonstrasi dan Simulasi hampir sama. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok tersebut ditinjau dari pengetahuan kader mengenai screening penyakut tidak menular (PTM). Sehingga tidak ada perubahan pengetahuan yang siginifikan pada ketiga kelompok tersebut. Pada kelompok perlakuan dengan simulasi didapatkan rerata yang lebih

(5)

pengetahuan dan keterampilan kader, namun metode ini juga memiliki kelemahan yaitu memerlukan waktu yang relatif lama, jumlah tenaga pengajar yang cukup untuk bisa mengawasi jalannya praktik dan sarana dan prasarana yang memadai baik dari alat peraga maupun bahan ajar atau modul serta ruangan yang cukup luas. Sejalan dengan nilai-nilai Islam bahwa meningkatkan pengetahuan dan k e t e r a m p i l a n y a n g b e r m a n f a a t u n t u k masyarakat merupakan tugas kita sebagai manusia yang diciptakan Allah sebagai khalifatullah fil ardh, demikian pula kader sebagai ujung tombak penggerak masyarakat m e m p u n y a i k e w a j i b a n u n t u k s e l a l u meningkatkan ilmu dan keterampilan yang bermanfaat untuk kemaslahatan bersama. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang adalah pengetahuannya. Semakin matang usia seseorang semakin baik

5 pula pengetahuan seseorang.

A. KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan pada kelompok perlakuan dengan leaflet tidak mengalami peningkatan, pada kelompok ini cenderung semakin banyak yang menurun tingkat pengetahuannya.

2. Perlakuan dengan demontrasi mempunyai kecenderungan meningkat jumlahnya dari tingkat pengetahuan sedang meningkat ke baik.

3. Perakuan dengan simulasi memberikan dampak ketrampilan yang lebih baik dari pada jenis leaflet dan demontrasi pada aspek ketrampilan.

B. SARAN

1. Puskesmas

Membina secara berkelanjutan dan hal ini dapat bekerja sama dengan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta melalui unit PPM. Mempertahankan pola pendampingan kader Posbindu serta melaksanakan pelatihan dan refreshing kader secara periodik.

2. Desa

Mempertahankan dan meningkatkan ketrampilan dalam pelaksanaan screening PTM di Posbindu

DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.

2. Kurrachman, T. 2003. Pelatihan Pengukuran Status Gizi dan Palpasi Gondok Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan pada Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Semarang. Tesis.

3. Sukiarko, E. 2007. Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah dalam Kegiatan Kader Gizi Posyandu: Studi di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Jurnal Media Medika Indonesia. 42 (3): 103-147.

4. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Gambar

Tabel 1. Aktivitas Antioksidan Bubuk Kacang  Gude dengan Metode DPPH
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan  Kader Posbindu Sebelum Dan Sesudah Perlakuan
Tabel 3. Distribusi Ketrampilan Kader berdasarkan  Jenis Perlakuan pada Pre dan Post Perlakukan  di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I

Referensi

Dokumen terkait

Jadi air dapat naik ke atas dalam suatu pipa kecil (yang disebut pipa kapiler). Ini dikenal sebagai kapilaritas. Kapilaritas adalah gejala naik atau turunnya zat

Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan deskripsi, analisis dan refleksi dari proses pembelajaran pada konsep gaya magnet dengan penerapan pendekatan keterampilan

Program Percontohan Tertib dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas Serta Implikasinya terhadap Penguatan Civic Disposition Pelajar di Kota Surakarta (Studi Sekolah Pelopor

ANGIN MENGGUNAKAN KONTROL PITCH ANGLE DENGAN FUZZY LOGIC CONTROL (APLIKASI PADA KECEPATAN ANGIN DAERAH NIAS UTARA) ” yang penulis susun sebagai salah satu syarat

menyesuaikan daya mekanis yang diterima turbin saat kecepatan angin tinggi,. sehingga turbin bekerja pada daerah aman walau kecepatan

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penelitian berjudul “Kewenangan BPK dalam Pemeriksaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan Ditinjau dari Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang

Dampak atau pengaruh dari perubahan waktu dan biaya sebelum dilakukan percepatan shift dibandingka dengan ketika proyek dipercepat dengan shift adalah naiknya biaya

From the searches that have been made in understanding the views of regionality and regionalism in architecture was found that regionality is an identity that