• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL

BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI

PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V

SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

DEWI SULISTIANINGSIH

A 54B090138

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI STRATEGI

PEMBELAJARAN ROLE PLAYING SISWA KELAS V SD NEGERI JETIS KLATEN TAHUN 2012/ 2013

Oleh

Dewi Sulistianingsih* Drs. Muhroji, SE, M. Si** Program Studi S1 PGSD UMS

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui stratgi pembelaajran role playing, 2) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui strategi pembelajaran role playing. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang berjumlah 14 siswa terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam 2 siklus. Tiap siklusnya melalui 4 tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Teknik validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber, sedangkan teknik validitas instrumen adalah teknik validitas isi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/ 2013. Peningkatan ini dapat dilihat pada siklus I. Pada siklus ini terjadi peningkatan keberanian berbicara dan hasil belajar dibandingkan dengan pra tindakan. Bila pada pra tindakan hanya 1 siswa yang berpredikat sangat berani maka pada siklus I meningkat menjadi 4 anak. Pada tahab pra siklus juga meninggalkan 1 anak yang berpredikat sangat tidak berani, namun pada siklus I tidak ada anak yang berpredikat sangat tidak berani. Kriteria beranipun mengalami peningkatan dari 1 anak pada pra tindakan menjadi 5 anak pada siklus I. Siklus ke II keberanian berbicara meningkat secara signifikan. Siswa yang berkategori sangat berani menjadi 7, 3 siswa berpredikat berani dan hanya 4 anak yang berpredikat cukup berani. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan tiap siklusnya. Pada pra siklus hanya terdapat 4 siswa yang memiliki nilai di atas KKM dengan rata-rata kelas 68,00, pada siklus I meningkat menjadi 8 anak yang di atas KKM denga rata-rata 70,36 dan pada siklus II siswa yang memperoleh KKM sebanyak 13 siswa dengan nilai rata-rata 80,57. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui strategi pembelajaran role playing dapat meingkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/ 2013.

Kata kunci: keberanian berbicara, hasil belajar, role playing, Bahasa Indonesia

Keterangan:

*: Nama Mahasiswa

(3)

PERSETUJUAN

NASKAH PUBLIKASI

(4)
(5)

A. PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang menuntut siswa untuk menguasai aspek-aspek yang terdapat dalam mata pelajaran ini, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Oleh sebab itu dalam membelajarkan Bahasa Indonesia guru perlu mengenal dan melaksanakan dengan baik pedoman tentang strategi-strategi yang mampu menggali kemampuan siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru di SD Negeri Jetis masih meggunakan metode konvensional dan tanya jawab. Akibatnya siswa tidak memiliki pengalaman belajar karena hanya dijadikan obyek belajar saja oleh guru. Kenyataan yang terjadi, ketika siswa diminta untuk mengerjakan soal-soal ulangan tidak sedikit siswa memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Jika KKM yang ditentukan adalah 70 ternyata masih banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dari itu. Data yang diperoleh dari ulangan harian pada semester ini menunjukkan, dari 14 anak yang duduk di kelas V ternyata hanya 4 anak yang memperoleh hasil diatas 70. Itu berarti prosentase keberhasilannya hanya 28,57%. Nilai rata-rata kelaspun masih rendah, yakni hanya 68,00. Selain itu, empat keterampilan bahasa yang semestinya dikuasai siswa ternyata tidak semuanya dapat dikuasai dengan baik, terutama pada aspek keterampilan berbicara. Siswa akan terdiam manakala guru meminta siswa untuk memberikan tanggapan, pendapat, bahkan suasana diskusi sederhanapun tidak berjalan efektif dan cenderung pasif. Siswa pada umumnya akan mengalami kesulitan ketika guru memintanya untuk bercerita, berpidato, bertanya bahkan sekedar bercakap-cakappun banyak siswa yang tidak mampu. Padahal siswa Sekolah Dasar (SD) pada dasarnya memiliki kemampuan dasar untuk berbicara. Hal ini senada dengan teori D. Mcneill (dalam Hamzah, 2009:lambitu.wordpress.com/) yang menyebutkan bahwa setiap anak normal memiliki perabot yang bersifat bawaan. Perabot ini disebut perabot perolehan Bahasa atau Language Acquisition device (LAD) yang dispekulasikan harus menguasai bahasa apapun. Teori ini benar adanya dengan pengamatan yang dilakukan peneliti. Bukti nyatanya adalah siswa SD tidak merasa kesulitan berbicara manakala pada waktu jam istirahat. Siswa-siswa saling berkomunikasi tanpa adanya hambatan berbicara. Mereka dengan mudahnya mmengeluarkan ide-ide, perasaan, pengalaman dan gagasan melalui lisannya. Ini menunjukkan bahwa siswa SD memiliki kemampuan dasar berbicara.

Kondisi yang terjadi pada siswa kelas V yang mengalami kesulitan berbicara dan hasil belajar yang rendah dikarenakan beberapa faktor, diantaranya materi

(6)

pembelajaran yang dimuat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya mengedepankan aspek membaca dan menulis dan seakan mengesampingkan aspek berbicara. Senada dengan ini menurut Bukian (2004:1) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa buku ajar yang digunakan guru SD memperlihatkan bahwa pembelajaran keterampilan membaca dan menulis lebih banyak porsinya dibandingkan keterampilan berbicara. Bahkan dalam porsi pembelajaranpun aspek membaca dan menulislah yang selalu diterapkan oleh guru.

Seringkali guru tidak menyadari bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran sangat berbengaruh terhadap hasil yang dicapai dalam pembelajaran tersebut. Tidak jarang pula hasil akhir yang menjadi keberhasilan pembelaran hanya dipatokkan pada prestasi belajar siswa semata tanpa mengindahkan proses pembelajaran yang berlangsung. Praktis, siswa hanya dijejali materi-materi pembelajaran tanpa mengajarkan bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaranpun hanya berpusat pada guru, yakni yang dikenal dengan “one man show” atau ceramah. Metode ini digunakan oleh guru dengan alasan praktis dan untuk memperkenalkan materi-materi yang diajarkan agar target materi dalam satu semester dapat tersampaikan. Akibatnya pembelajaran tidak menarik, siswa cenderung pasif dan hasil belajar siswa masih jauh dari harapan. Porsi siswa dalam pembelajaran yang relatif kecil memicu ketidak tertarikan siswa untuk mngeluarkan pendapat ataupun ide-ide yang berujung pada ketidak beranian siswa dalam berbicara.

Permasalahan keberanian berbicara yang rendah dan hasil belajar siswa yang rendah pada kelas V SD Negeri Jetis tersebut harus segera dipecahkan. Hal ini mengingat berbicara merupakan salah satu aspek yang akan dinilai dalam ujian praktek kelak di kelas VI. Selain itu SD Negeri Jetis merupakan salah satu sekolah yang menyuplai siswanya dalam ajang lomba berpidato untuk mewakili Karangnongko. Alasan terakhir SD Negeri Jetis merupakan salah satu SD favorit yang memiliki reputasi positif khususnya di Karangnongko. Untuk itu dalam proses pembelajaran seyogyanya guru memperhatikan strategi pembelajarannya agar pembelajaran lebih efektif, menyenangkan dan bermakna. Untuk memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tahap perkembangan anak, maka strategi yang guru gunakan dalam menyampaikan sesuatu baik yang berupa penanaman sikap, mental, perilaku, kepribadian maupun kecerdasan harus tepat sasaran. Pembelajaran dengan

(7)

motode yang sesuai dengan karakter peserta didik akan memudahkan peserta didik dalam menyerap apa yang diajarkan oleh guru. Kaitannya dengan permasalahan rendahnya keberanian berbicara dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai harapan maka strategi pembelajaran konvensional (ceramah) harus segera ditanggalkan dan menggantikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan peran siswa sebagai subyek pembelajaran. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri (Surtikanti dan Joko Santoso, 2008:63). Sesuai dengan persepsi Dewey (dalam Surtikanti dan Joko Santoso, 2008: 63-64) peran siswa dan guru dalam konteks belajar sangat penting. Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar yang bermakna, dan yang mampu mengelola sumber belajar yang diperlukan. Kaitannya dengan keberanian berbicara siswa yang rendah, strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah strategi pembelajaran role playing. Role

playing sebagai suatu strategi pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa

menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui role playing siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: 1) menggali perasaannya, 2) memperoleh inspirasi san pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, 3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan 4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara (Uno, 2007:26). Strategi pembelajaran role playing dianggap tepat dalam memecahkan permasalahan keberanian berbicara siswa yang rendah karena strategi ini memiliki beberapa kelebihan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) strategi pembelajaran role playing memiliki kelebihan siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Dari kelebihan strategi pembelajaran role playing tersebut mengandung arti bahwa melalui stretgi pembelajaran role playing yang mengedepankan permainan peran akan menumbuhkan keberanian berbicara siswa melalui peran-peran yang sedang dimainkan.

(8)

Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama untuk meningkatkan keberanian berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kedua untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Uno (2007:25) stretegi pembelajaran role playing adalah pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya dan bahkan melepaskannya. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Role playing dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami perasaan orang lain; dapat tepa seliro dan toleransi (Roestiyah 2001:90). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stretegi pembelajaran role playing atau bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) strategi pembelajaran role playing memiliki kelebihan sebagai berikut: a) Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. b) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. c) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.d) Kerjasama antar-pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. e) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerimadan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. f) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.

Dari kajian teori berikut dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: melalui strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara

(9)

dan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/ 2013.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jetis, Kecamatan karangnongko, Kabupaten Klaten. Waktu pelaksanaannya pada periode semester II tahun pelajaran 2012/ 2013, dari bulan Januari hingga April 2013. Subyeknya adalah siswa kelas V SD Negeri Jetis sebanyak 14 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Secara garis besar penelitian ii melalui 4 tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pertama, data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang berupa kalimat kalimat atau data yang dikatagorikan berdasarkan kualitas objek yang diteliti, misalnya: baik, buruk, pandai dan lain sebagainya. Data kualitatif ini berupa keberanian berbicara peserta didik dan kegiatan pembelajaran. Kedua, data kuantitatif. Data kuantitatif, merupakan data yang berupa angka atau bilangan, baik yang di peroleh dari hasil pengukuran maupun diperoleh dengan cara mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data kuantitatif ini berupa nilai ulangan ( tes formatif) peserta didik. Teknik pengumpulan datanya yaitu observasi, tes, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan instrumennya berupa lembar observasi dan soal tes. Untuk mengecek validitas data yang diperoleh yaitu menggunakan triangulasi sumber sedangkan validitas instrumen menggunakan teknik veliditas isi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keberanian Berbicara dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Jetis Klaten Tahun 2012/ 2013 ini, peneliti menerapkan penelitiannya dalam 2 siklus. Siklus I terdapat 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksaan, observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Guru menyiapkan skenario drama yang akan dipentaskan dan menunjuk pemain-pemain yang akan mementaskannya, guru menyusun lembar kegiatan siswa dan lembar evaluasi serta menyiapkan lembar kegiatan pembelajaraan dan lembar observasi. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 6-7 Maret 2013 dengan diawali guru mengucap salam kemudian dilanjutkan do’a, guru mengabsen kehadiran siswa, guru

(10)

mempersiapkan media/ alat bantu pembelajaran, guru menyampaikan apersepsi dan memberi motivasi kepada siswa. Pada kegiatan inti secara singkat guru menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam cerita, guru mempersiapkan siswa yang telah ditunjuk untuk memainkan drama, siswa dibagi kedalam 3 kelompok, 4 siswa yang telah ditunjuk diminta untuk memerankan drama di depan kelas, siswa yang lain mengamati dan menyelesaikan lembar kerja yang telah dipersiapkan, masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi dari pengamatan drama dan guru memberikan penguatan materi. Pada kegiatan akhir guru membimbing siswa membuat catatan dan menyimpulkan materi pembelajaran. Observasi dilakukan oleh teman sejawat, yakni Bapak Sumardiyono, S. Pd selaku wali kelas V yang secara umum mengetahui seluk beluk siswa kelas V. Hal-hal yang ditemukan selam observasi adalah 1) Pelaksanaan pembelajaran belum sesuai dengan perencanaan yang dibuat, 2) Persiapan media yang mendadak membuat penggunaannya kurang optimal, 3) Penyampaian apersepsi oleh guru kurang sesuai dengan materi pembelajaran, 4) Permaslahan yang diperkenalkan guru terlalu panjang sehingga menyita waktu, 5) Pengaturan setting tempat pementasan oleh guru tidak sesuai dengan cerita yang diperankan, 5) Drama yang diperankan siswa menarik minat belajar siswa, 6) Banyak siswa yang terdorong untuk mengeluarkan ide atau tanggapan, 7) Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, 8) Guru menguasai kelas dengan baik, 9) hasil belajar siswa mengalami meningkatan dari hanya 4 anak yang memperoleh nilai di atas KKM menjadi 8 anak. Pada tahap refleksi diketemukan 1) Guru kurang siap dalam membuka pembelajaran, 2) Dominasi guru yang masih sangat terlihat ketika penyampaian permasalahan yang akan diperankan siswa, 3) Guru kurang pandai menempatkan properti sebagai sarana penunjang pementasan drama, 4) Media pembelajaran yang dipersiapkan guru berupa properti dalam pementasan drama kurang dapat memperjelas cerita, 5) Guru kurang melibatkan peran siswa dalam membuat rangkuman.

Berdasarkan hasil observasi tersebut bahwa keberanian berbicara dan hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan meskipun belum optimal. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa kekurangan selama proses pembelajaran. Untuk itu peneliti dan observer sepakat dalam perbaikan siklus II skenario drama yang akan dipentaskan siswa dibuat sendiri oleh siswa agar lebih memahami isi teks dan jalan ceritanya.

(11)

N o     Nama Siswa    

Indikator keberanian berbicara Kriteria

M engungka pka n i de se ca ra s uka re la Te ga s be rp enda pa t L anc ar be rb ic ar a V ol um e ya ng cukup Sa nt ai & tid ak te ga ng Ju mla h Sa nga t be ra ni B er ani C ukup be ra ni K ur ang be rn ai Sa nga t kur ang 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 Ahmad Nur Fauzi 1 2 2 2 1 8 √

2 Ananda Noviyanto. P 2 2 2 3 2 11 √ 3 Defi Fitriana 3 2 2 1 2 10 √ 4 Fitriyani 3 2 3 1 2 11 √ 5 Maulana Irvanudin 1 1 1 2 1 6 √ 6 Fajar Sidiq 1 1 2 2 2 8 √ 7 Tutik Alawiyah 3 2 3 3 2 13 √ 8 Wahyu Danang. P 3 3 2 3 2 13 √

9 Mahfud Ali Ma’sum 2 2 3 2 2 11 √

10 Afina Marfuani. N. Y 1 1 2 1 1 6 √

11 Agus Triyana Indriyani 3 3 2 2 3 13 √

12 Fendi Triwibowo 1 2 2 2 2 9 √

13 Annisa Putri Ismanto 3 2 2 2 3 12 √

14 Wahyu Fitriyani 3 2 2 1 2 10 √

PENSKORAN KEBERANIAN BERBICARA SISWA

No Indikator Deskriptor Skor A. Mengungkapkan ide atau

pemikiran secara sukarela

1. Secara spontan siswa memberikan ide atau pemikiran setelah diminta

2. Siswa menyampaikan ide dengan dipanggil namanya terlebih dahulu 3. Siswa tidak menyampaikan ide setelah dipanggil namanya • Tampak deskriptor pertama skor 3

• Tampak deskriptor kedua skor 2

• Tampak deskriptor ketiga skor 1

B. Tegas dalam

menyampaikan pendapat

1. Tanpa ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat 2. Tidak terpengaruh

dengan sorakan teman 3. Mengungkapkan dengan

bahasa yang santun

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2

• Tampak 1 deskriptor skor 1.

• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1

(12)

C. Lancarnya kata-kata yang

keluar 1. Pendapat disampaikan tanpa terbata-bata. 2. Tidak ada kesulitan

dalam penyampaian. 3. Pilihan kata yang

disampaikan tidak menyulitkan.

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2

• Tampak 1 deskriptor skor 1

• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1 D. Volume suara yang cukup

bagi pendengar

1. Suara cukup untuk didengar seluruh audien di kelas

2. Volume dapat didengar oleh sebagian siswa 3. Volume sangat kecil

sehingga tidak terdengar oleh siswa yang lain

• Tampak deskriptor pertama skor 3

• Tampak deskriptor kedua skor 2

• Tampak deskriptor ketiga skor 1

E. Santai dan tidak tegang 1. Sikap berbicara tidak tegang.

2. Kalimat yang diucapkan runtut.

3. Tidak terpengaruh dengan kondisi di luar. kelas

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2

• Tampak 1 deskriptor skor 1

• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1

Kriteria penggolongan keberanian berbicara siswa

Skor Kriteria

X ≥ 12 Sangat berani 10 < X ≤ 12 Berani 8 < X ≤ 10 Cukup berani 6 < X ≤ 8 Kurang berani 5 < X ≤ 6 Sangat kurang berani

Keterangan :

X : Jumlah skor keberanian siswa

Data diatas bila direkapitulasi dapat digambarkan sebagi berikut:

Skor Kriteria Siklus I

X ≥ 12 Sangat berani 4 10 < X ≤ 12 Berani 5 8 < X ≤ 10 Cukup berani 3 6 < X ≤ 8 Kurang berani 2 5 < X ≤ 6 Sangat kurang berani -

X: Jumlah skor keberanian berbicara siswa

(13)

Kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dilakukan perbaikan pada siklus II. Sama halnya dengan siklus I, siklus ini terdiri dari 4 tahapan. Pada tahap perencanaan guru menyusun RPP yang disertai lembar kerja siswa dan lembar observasi, guru mempersiapkan lembar observasi kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa, serta mempersiapkan lembar penilaian. Pelaksanaan siklus II pada tanggal 13-14 Maret 2013. Pelaksaan ini diawali dengan guru mengucap salam yang kemudian dilanjutkan do’a, guru mengabsen kehadiran siswa, guru dan siswa membahas pekerjaan rumah bersama siswa, guru mempersiapkan media pembelajaran, guru menyampaikan apersepsi dan motivasi. Pada kegiatan inti guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, secara singkat guru menyampaikan materi membaca memindai, Setiap kelompok membuat teks drama dengan ketentuan: Kelompok I : skenario pementasan memilih daftar, Kelompok II : skenario pementasan membaca jadwal perjalanan pesawat terbang di suatu bandara, Kelompok III : skenario pementasan membaca jadwal acara televisi dalam surat kabar, Kelompok IV : skenario pementasan mencari daftar nama pasien dalam rumah sakit. Setiap kelompok mementaskan skenario yang telah dibuat di depan kelas. Kelompok yang lain mengamati dan mencatat hal-hal penting yang diperoleh dari pementasan dan memberi penilaian. Guru meluruskan kesalah pemahaman siswa dan memberi penguatan materi. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran. Observasi masih dilakukan oleh teman sejawat yang sama dengan siklus I. Hal-hal yang diketemukan dalam observasi adalah: 1) Pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan perencanaa, 2) Guru mengatur pembelajaran dengan baik, 3)Dominasi guru sudah tidak tampak, 4) Pembuatan naskah drama yang dilakukan oleh siswa memudahkan siswa dalam mementaskannya, 5) Siswa sudah tidak canggung dengan strategi role playing, 6) Media yang digunakan guru membantu pentransferan ilmu kepada siswa, 7) Pengaturan setting panggung drama belum sesuai dengan cerita, 8) Pembelajaran menarik siswa untuk mengeluarkan ide atau tanggapan, 9) Hasil belajar mengalami peningkatan dengan hanya menyisakan 1 anak yang tidak tuntas.

(14)

Data keberanian berbicara pada siklus II dapat digambarkan sebagai berikut:

PENSKORAN KEBERANIAN BERBICARA SISWA

No Indikator Deskriptor Skor A. Mengungkapkan ide atau

pemikiran secara sukarela 1. Secara spontan siswa memberikan ide atau pemikiran setelah diminta

2. Siswa menyampaikan ide dengan dipanggil namanya terlebih dahulu 3. Siswa tidak menyampaikan ide setelah dipanggil namanya • Tampak deskriptor pertama skor 3

• Tampak deskriptor kedua skor 2

• Tampak deskriptor ketiga skor 1

B. Tegas dalam

menyampaikan pendapat

1. Tanpa ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat 2. Tidak terpengaruh

dengan sorakan teman

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2 N o     Nama Siswa    

Indikator keberanian berbicara Kriteria

M engungka pka n i de se ca ra s uka re la Te ga s be rp enda pa t L anc ar be rb ic ar a V ol um e ya ng cukup Sa nt ai & tid ak te ga ng Ju mla h Sa nga t be ra ni B er ani C ukup be ra ni K ur ang be rn ai Sa nga t kur ang 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 Ahmad Nur Fauzi 2 2 2 3 2 11 √

2 Ananda Noviyanto. P 2 3 2 3 2 12 √ 3 Defi Fitriana 2 2 3 2 3 12 √ 4 Fitriyani 2 2 2 2 1 9 √ 5 Maulana Irvanudin 2 2 1 3 1 9 √ 6 Fajar Sidiq 2 3 2 1 2 10 √ 7 Tutik Alawiyah 3 3 3 3 2 14 √ 8 Wahyu Danang. P 3 3 3 3 3 15 √

9 Mahfud Ali Ma’sum 3 2 2 2 2 11 √

10 Afina Marfuani. N. Y 1 2 2 2 1 8 √

11 Agus Triyana Indriyani 3 3 2 3 3 14 √

12 Fendi Triwibowo 1 2 2 2 2 9 √

13 Annisa Putri Ismanto 3 3 2 2 3 13 √

(15)

3. Mengungkapkan dengan

bahasa yang santun • Tampak 1 deskriptor skor 1. • Tidak tampak satupun

deskriptor skor 1 C. Lancarnya kata-kata yang

keluar

1. Pendapat disampaikan tanpa terbata-bata. 2. Tidak ada kesulitan

dalam penyampaian. 3. Pilihan kata yang

disampaikan tidak menyulitkan.

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2

• Tampak 1 deskriptor skor 1

• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1 D. Volume suara yang cukup

bagi pendengar

1. Suara cukup untuk didengar seluruh audien di kelas

2. Volume dapat didengar oleh sebagian siswa 3. Volume sangat kecil

sehingga tidak terdengar oleh siswa yang lain

• Tampak deskriptor pertama skor 3

• Tampak deskriptor kedua skor 2

• Tampak deskriptor ketiga skor 1

E. Santai dan tidak tegang 1. Sikap berbicara tidak tegang.

2. Kalimat yang diucapkan runtut.

3. Tidak terpengaruh dengan kondisi di luar. Kelas

• Tampak 3 deskriptor skor 3

• Tampak 2 deskriptor skor 2

• Tampak 1 deskriptor skor 1

• Tidak tampak satupun deskriptor skor 1

Kriteria penggolongan keberanian berbicara siswa

Skor Kriteria

X ≥ 12 Sangat berani 10 < X ≤ 12 Berani 8 < X ≤ 10 Cukup berani 6 < X ≤ 8 Kurang berani 5 < X ≤ 6 Sangat kurang berani

Keterangan :

X : Jumlah skor keberanian siswa

Data tersebut bila dibuat grafik dapat digambarkan sebagai berikut:

Skor Kriteria Siklus II

X ≥ 12 Sangat berani 7 10 < X ≤ 12 Berani 3 8 < X ≤ 10 Cukup berani 4 6 < X ≤ 8 Kurang berani - 5 < X ≤ 6 Sangat kurang berani - X: jumlah skor keberanian berbicara

(16)

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada siklus II dapat dikatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karena pada siklus II telah menunjukkan peningkatan yang optimal, maka penelitian dihentika pada siklus II. Adapun nilai hasil evaluasi pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Data hasil evaluasi dari Pra Tindakan sampai siklus II

No Nama Siswa Pra Tindakan Siklus I Siklus II

1 Ahmad Nur Fauzi 60 60 72

2 Ananda Novianto Pamungkas 65 70 78

3 Defik Fitriana 68 70 70

4 Fitriyani 68 65 80

5 Maulana Irvanudin 60 60 70

6 Fajar Sidiq 65 65 80

7 Tutik Alawiyah 70 75 85

8 Wahyu Danang Peryanto 78 80 85 9 Mahfut Ali Ma’sum 68 70 90 10 Afina Marfuani Nifayatu. Y 50 65 68 11 Agus Triana Indriyani 85 85 90

12 Fendi Triwibowo 62 60 80

13 Annisa Putri Ismanto 80 85 92

14 Wahyu Fitriyani 68 75 88

Jumlah 952 985 1.128

Rata-rata 68,00 70,36 80,57

Prosentase keberhasilan 28,57% 57,14% 92,57%

(17)

Data tersebut bila dibuat dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti di bawah ini

Gambar grafik hasil evaluasi dari Pra Tindakan sampai siklus II

Dari data diatas menunjukkan bahwa selalu terjadi peningkatan hasil belajar pada tiap siklusnya. Bila pada pra tindakan hanya ada 4 siswa yang memiliki nilai diatas KKM maka siklus I menjadi 8 siswa dan 13 siswa pada siklus II. Nilai rata-rata juga mengalami peningkatan. Dari 6,00 pada pra tindakan menjadi 70,36 pada siklus I dan 80,57 pada siklus II. Prosentase keberhasilannya dari pra tindakan sampai siklus II mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada pra tindakan tingkat keberhasilan hanya 28,57%, maka pada siklus I menjadi 57,14% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 92,85%.

Dari data di atas diketahui baahwa terjadi perubahan dari pra siklus hingga siklus II. Perubahan tersebut adalah meningkatnya keberanian berbicara dan hasil belajar siswa. Peningkatan tersebut membuktikan bahwa strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar siswa seperti dalam landasan teori yang diungkapkan Djamarah dan Aswan Zain (2002:101) tentang kelebihan strategi pembelajaran role playing yang dapat membina Bahasa lisan siswa menjadi bahasa yang baik dan memberanikaan diri untu mengungkapkannya serta teori Conny dkk (1992:83) yang menyebutkan bahwa strategi pembelajaran role playing siswa akan lebih menghayati pelajaran yang diberikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

0 1 2 3 4 5 6 7 sangat  berani X ≥  12 berani 10 <  X ≤ 12 cukup  berani 8 < X  ≤ 10 kurang  berani 6 < X  ≤ 8 sangat  kurang  berani 5 < X  ≤ 6 pra tindakan siklus I siklus II

(18)

D. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam dua siklus dan seluruh pembahsan serta analisis diatas maka dapat disimpulkan. 1) Strategi pembelajaran role playing dapat meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Jetis Klaten tahun 2012/ 2013. Hal ini dapat dilihat deskripssi persiklus yang menggambarkan peningkatan tersebut. Bila pada pra tindakan hanya terdapat 1 siswa yang berpredikat sangat berani maka pada siklus I meningkat menjadi 4 anak dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 7 anak. Bila pada pra tindakan masih meninggalkan 1 anak yang berpredikat sangat tidak berani, maka pada siklus I dan II sudah tidak ada anak yang berpredikat sangat tidak berani. Siswa yang berpredikat berani juga mengalami peningkatan. Bila pada pra tindakan hanya 1 anak yang berpredikat berani, maka pada siklus I meningkat menjadi 5 anak dan pada siklus II menjadi 3 anak dan pada siklus II 4 anak berkriteria cukup berani. Dari data tersebut maka keberanian berbicara siswa pada akhirnya menjadi 100%. 2) Strategi pembelajaran role playing yang diterapkan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat adanya peningkatan siswa yang memperoleh nilai diatas KKM. Bila pada pra tindakan hanya 4 anak yang memiliki nilai diatas 70, maka pada siklus I menjadi 8 anak dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 13 anak. Dengan demikian prosentase keberhasilan dapat diketahui bahwa pada pra tindakan hanya 28,57%, pada siklus I meningkat menjadi 57,14% dan pada siklus II menjadi 92,86%. Nilai rata-rata kelaspun meningkat dari 68,00 pada pra tindakan menjadi 70,36 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 80,57 pada siklus II.

Implikasi setelah dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama keterampilan guru dalam mengajar dan mengelola kelas menjadi meningkat setelah menggunakan strategi pembelajaran aktif role playing, kedua kenggunaan strategi pembelajaran role playing membuat siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran sehingga meningkatkan keberanian berbicara dan hasil belajar siswa.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Conny, Semiawan dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Roestiyah. N. K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Surtikanti dan Joko Joko Santoso. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: BP-FKIP UMS

Uno, Hamzah. B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar mengajar yang

Gambar

Gambar grafik hasil evaluasi dari Pra Tindakan sampai siklus II

Referensi

Dokumen terkait

terdiri dari 3 (tiga) konsep model dengan asumsi dan batasan sebagai berikut:  Model pondasi adalah model pondasi kelompok tiang pancang (pile group)  Tiang diperlakukan

-Mengolah data analisis -Menyajikan hasil analisis kuantitatif -Mempresentasikan hasil analisis - - Melakukan berbagai sistem penjajaran secara angka langsung , tengah

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2012.. SKPD : Kantor

Kelas, Konser, dan Kekeluargaan dalam Pembelajaran Vokal Anak di Purwacaraka Music Studio Bangbarung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

data yang dilakukan dengan uji One Way Anova , diketahui nilai F sebesar 2,352 dengan signifikansi sebesar 0,088 ( p &gt; 0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan

Mikroorganisme kitinolitik dapat diperoleh dari berbagai sumber. Mikroba kitinolitik dilakukan isolasi dan skrining untuk mendapatkan bakteri yang paling baik

bahwa sehubungan dengan hal terse but pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan

Kelarutan karbamazepin dalam air yang rendah mengakibatkan disolusi merupakan tahap penentu kecepatan bioavailabilitas pada penggunaan secara oral dan tidak tersedia