• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (Koentjaraningrat, 1982:9). Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut

culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau

mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata

culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa

Indonesia.

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Dan hal ini berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, di mana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang sangat kaya dengan beraneka ragam budaya yang menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa tersebut. Kemajemukan kebudayaan tersebut tentunya akan

(2)

kebudayaan bagi masyarakat adalah sebagai sumber nilai yang menjadi objek orientasi (Bangun 1981:12).

Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Mereka selalu melestarikan kebudayaan dari leluhur mereka terdahulu, masyarakat mengembangkan dan membangun sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu. Sistem keyakinan mempengaruhi dalam kebiasaan bagaimana memandang hidup dan kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah menghormati leluhur atau moyangnya.

Penghormatan kepada leluhur ini merupakan fenomena budaya yang universal yang terdapat dalam sebahagian besar masyarakat di dunia, termasuk masyarakat Tionghoa (Cina). dalam masyarakat Batak Toba penghormatan kepada leluhur dilakukan dengan cara membuat tugu-tugu bagi para leluhurnya. Dalam masyarakat Jawa penghormatan kepada nenek moyangnya melakukan doa dan disertai dengan sesajian berbagai makanan seperti apem dan lain-lainnya. Begitu juga dengan pembangunan makam dengan bahan-bahan semen, keramik, batu-batuan, nisan, dan lainnya. Dalam kebudayaan Karo, penghormatan kepada leluhur ini, setelah dikubur dalam periode tertentu, maka tulang belulang leluhur dipindahkan ke kuburan baru. Ritual ini disebut dengan ngampaken tulan-tulan. Hampir sama dengan suku karo, orang Toraja di Sulawesi melakukan penghormatan

(3)

kepada leluhurnya dengan cara mengangkat jenazah leluhurnya ke kawasan pegunungan yang tinggi, dengan melibatkan upacara dan pemotongan kerbau.

Wujud penghormatan kepada leluhur, selain dengan cara upacara, juga menyertakan nama-nama leluhur ke dalam nama seseorang. Misalnya orang Tionghoa dan Korea memakai nama marga di depan namanya. Misalnya di Korea nama Park Jo Bong, berarti ia keturunan marga Park yang diturunkan secara patrialineal (pihak ayah). Begitu juga nama Tionghoa Lim Swie King, berarti ia adalah keturunan marga Lim yang diturunkan secara patrilineal. Demikian juga orang Arab yang selalu menggunakan nama leluhurnya dengan cara memakai bin atau binti. Misalnya Abdullah bin Hasyim bin Amru. Berarti Abdullah adalah anak laki-laki dari Hasyim, dan cucu dari Amru. Dalam masyarakat Minangkabau yang matrilineal pun, penghormatan leluhur ini salah satu caranya adalah menyertakan nama klen atau marga yang ditarik secara matrilineal. Misalnya Hajizar Koto, berarti ia adalah anak dari seorang ibu yang bermarga Koto.

Demikian pentingnya penghormatan kepada leluhur ini, sampai-sampai agama pun menganjurkan untuk menghormati kedua orang tua. Dalam agama Islam misalnya diajarkan agar seorang anak menghormati ibunya. Ajaran ini sering menggunakan salah satu hadits Nabi Muhammad

(4)

yaitu bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Kemudian seorang wanita pun harus menghargai suaminya, bahwa surga seorang isteri terletak pada keridhaan dan keikhlasan seorang suami. Artinya pihak ayah dan ibu haruslah dihormati. Demikian juga yang terjadi dalam masyarakat Tionghoa.

Implementasi budaya khas Tionghoa adalah suatu konsekuensi logis, karena orang Tionghoa memposisikan diri sebagai etnik yang mempunyai budaya, kebiasaan dan tradisi sendiri. Apabila kita melihat suatu ekspresi kegiatan budaya di kalangan masyarakat Tionghoa, kita sulit memisahkan dan membedakan dengan jelas apakah itu ekspresi tradisi, agama, atau kepercayaan.

Dalam Bahasa Mandarin, kepercayaan disebut sebagai Xin Yang dan agama disebut sebagai Zong Jiau. Kepercayaan tradisional adalah Tri-Dharma yang merupakan gabungan antara Taoisme, Konfusianisme, dan Budhisme. Namun seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Tionghoa pun telah menganut berbagai agama lainnya seperti Islam yang banyak dianut di kawasan Provinsi Xinjiang republik Rakyat China (RRC). Begitu juga agama Kristen Protestan terutama Methodist dan Katholik, banyak dianut masyarakat Tionghoa di China, Hongkong, Makao, Taiwan (Formosa), dan juga perantauan China di Eropa dan Amerika.

(5)

Kepercayaan tradisional yakni hal yang telah ada jauh sebelum agama eksis dan juga bagian dari budaya (sinkretisme budaya). Kepercayaan ini malah mempengaruhi bentuk dan transformasi ketiga agama tadi dalam batas-batas tertentu.

Di zaman dulu, ada atau tidaknya agama leluhur orang Tionghoa, mereka tetap memegang teguh kepercayaan tradisional ini. Dalam kepercayaan tradisional ini dikenal konsep tiga alam sebagai inti dari kepercayaan tradisional Tionghoa.

Leluhur orang Tionghoa percaya bahwa, tiga alam ini mempunyai peranannya masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Ketiga alam tersebut tidak dapat dipisahkan dan berdiri sendiri tanpa kedua alam lainnya. Ketiga alam ini terdiri atas Alam Langit, Alam Bumi, dan Alam Baka.

Dalam kepercayaan tradisional, leluhur orang Tionghoa mempercayai bahwa kehidupan setelah meninggal lebih kurang sama dengan kehidupan manusia di dunia ini. Dalam perkembangannya, kepercayaan mengenai Alam Baka ini kemudian terpengaruh oleh konsep reinkarnasi dari Budha. Ini ditandai dengan kepercayaan roh yang hidup di Alam Baka dan akan terlahir kembali ke dunia sebagai manusia tapi mereka lupa dengan kehidupan sebelumnya. Perbedaan yang mendasar adalah kepercayaan tradisional ini menganggap manusia hanya akan terlahir

(6)

kembali sebagai manusia dan tidak sebagai makhluk lainnya. Tiga alam ini mempunyai hubungan antar satu sama lain dan dapat berinteraksi. (www.wikipedia.com)

Secara umum, kepercayaan tradisional Tionghoa mementingkan ritual penghormatan leluhur yaitu penghormatan kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Hal ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh. Leluhur orang Tionghoa sebelum mengenal agama dan filsafat telah terlebih dahulu mengenal penghormatan pada leluhur. Penghormatan leluhur ini kemudian menjadi titik tolak dan dasar daripada kepercayaan tradisional Tionghoa yang muncul lebih dulu daripada semua agama yang ada di Tiongkok.

Evolusi kepercayaan tradisional Tionghoa ini kemudian mempercayai bahwa manusia setelah meninggal akan menuju ke alam baka, namun bagi manusia yang dianggap mempunyai kontribusi dan jasa besar bagi masyarakat dapat pengecualian untuk berdomisili di Alam Langit. Alam langit, alam baka juga dipercaya mempunyai pemerintahan, kehidupan interaksi masyarakat yang mirip dengan alam manusia. Atas dasar kepercayaan inilah, uang emas dan uang perak diciptakan. Uang emas (kim cua) adalah diperuntukkan bagi dewa-dewi di alam langit. Uang perak (gin cua) diperuntukkan bagi roh manusia di alam baka. Uang perak juga

(7)

diperuntukkan bagi roh manusia yang gentanyangan di alam manusia (hantu).

Bangsa Tionghoa merupakan suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang sangat tinggi. Mereka telah mengenal peradaban sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi. Kebudayaan, kepercayaan, dan tradisi tetap mereka pelihara. Hal-hal tersebut bahkan dapat kita lihat pada orang-orang Tionghoa yang telah menetap di Indonesia pada saat ini.

Jika kita mengunjungi rumah keluarga Tionghoa tradisional, diruang tamunya akan terlihat sebuah meja khusus yang diatasnya terletak berbagai jenis peralatan sembahyang serta foto-foto anggota keluarga yang telah meninggal. Dengan menyaksikan benda-benda tersebut akan langsung terpikir oleh kita betapa orang tua serta leluhur yang telah meninggal sangat dihormati dan dihargai oleh keluarga yang masih hidup. Religi tradisional yang merupakan salah satu unsur kebudayaan Tionghoa tetap dipegang hingga saat ini adalah penghormatan leluhur.

Penghormatan leluhur dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa merupakan suatu bentuk religi yang menekankan pada pengaruh roh leluhur terhadap kehidupan nyata. Suatu bentuk religi yang merupakan perkembangan dari animisme di mana manusia percaya bahwa mahluk-mahluk halus menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Mahluk-mahluk halus tadi, bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap oleh

(8)

pancaindra manusia, yang mampu berbuat hal-hal yang tidak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek dari penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban.

Penghormatan leluhur pada masyarakat etnik Tionghoa dilakukan berdasarkan beberapa tujuan yaitu:

(a) Kelestarian dengan masa lampau.

(b) Penghormatan terhadap kebijaksanaan orang-orang tua.

(c) Harapan akan berkat yang diberikan oleh orang-orang yang telah meninggal.

(d) Meredakan kesedihan, dengan cara merawat dan memelihara roh leluhur dengan memberikan sesajian dan doa bagi kebahagiaan mereka.

(e) Ketakutan akan kutukan roh jahat.

Prinsip dasar dari hal-hal tersebut diatas adalah:

(1) Roh atau jiwa dari orang yang telah meninggal tetap memperhatikan dan tetap mengasihi orang-orang yang masih hidup.

(2) Adanya rasa ketidaktentraman dan ketakutan akan orang yang telah meninggal, oleh karena itu mereka berusaha menentramkan roh-roh tersebut.

(9)

Praktik penghormatan leluhur di China kemungkinan besar sudah berlangsung sejak zaman Huang Di ( 皇 帝 ) dan terus mengalami perkembangan sampai sekarang. Penghormatan leluhur dilakukan dengan kepercayaan akan kelangsungan keluarga dan penghormatan terhadap orangtua yang sudah meninggal. Penghormatan leluhur ini merupakan salah satu kewajiban keluarga yang tidak dapat dipisahkan dari praktek pemberian sesaji, tata ibadah upacara dan doa yang dilakukan dihadapan papan tempat arwah leluhur atau shen wei (神 位) dirumah rumah, kelenteng dan di

perkuburan.

Dilihat dari segi tata kehidupan moral dalam masyarakat Tionghoa, penghormatan leluhur merupakan suatu bentuk manifestasi dari ‘bakti’ atau xiao (孝) , penghormatan bagi orang tua “xiao jing fu mu” ( 孝经父母) sebagai ajaran yang ditanamkan Konfusius. Menurut Konfusius, kewajiban dari seorang anak adalah menghormati orang tua, “ketika orangtua masih hidup layani mereka menurut tata cara kesopanan, ketika meninggal kuburkan mereka dengan tata cara kesopanan, dan berikan mereka upacara korban menurut tata cara kesopanan.” Dengan demikian konfusius menanamkan laku bakti anak terhadap orang tua secara terus menerus walaupun orang tua telah meninggal.

Kepercayaan masyarakat Tionghoa tentang kehidupan setelah meninggal sangat kuat. Mereka percaya bahwa roh-roh ini membutuhkan

(10)

hal-hal yang sama sebagaimana manusia di dunia ini. Segala kebutuhan tersebut hanya bisa diperoleh dari sanak keluarga yang masih hidup.

Demikian sekilas tentang keberadaan penghormatan leluhur pada masyarakat Tionghoa secara umum. Seperti difahami bahwa orang-orang Tionghoa negeri asalnya adalah Daratan Tiongkok, yang kini menjadi negara bangsa yang disebut Dengan Republik Rakyat China (RRC). Selain itu terdapat juga kawasan budaya Tionghoa seperti Hongkong, Makao, Taiwan, dan lainnya. Pada masa sekarang orang-orang Tionghoa juga melakukan migrasi ke seluruh dunia yang disebut sebagai diaspora China (Tionghoa). Termasuk juga keberadaan mereka di Indonesia, dan khususnya kota Medan seperti yang menjadi fokus kajian penulis dalam skripsi ini.

Masyarakat Tionghoa di Kota Medan memiliki strategi dalam mempertahankan kebudayaannya, termasuk dalam upacara penghormatan leluhur mereka. Bagaimanapun sedikit banyaknya upacara ini mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan kebudayaan di Kota Medan yang heterogen.

Sejauh penelitian penulis, perubahan tentang upacara penghormatan kepada leluhur di dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Medan adalah sudah semakin berkurangnya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai ini di kalangan generasi muda. Menurut penjelasan para informan, kegiatan upacara penghormatan kepada para leluhur hanya dipahami dan dihayati

(11)

nilai-nilainya oleh para generasi relatif tua saja. Tidak demikian yang terjadi dalam generasi mudanya.

Dari latar belakang di atas, untuk mengetahui lebih dalam penulis tertarik untuk memfokuskan tentang kebudayaan Tionghoa khususnya religi tradisional ini, yaitu penghormatan kepada leluhur. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini: Kajian Fungsi dan Makna Tradisi Penghormatan Leluhur Dalam Kepercayaan Masyarakat Tionghoa di Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada:

1. Bagaimana fungsi sosiobudaya tradisi penghormatan leluhur pada

masyarakat Tionghoa di Kota Medan? Pokok masalah ini nantinya

akan dijawab oleh penjelasan-penjelasan seputar fungsi sosial dan budaya penghormatan leluhur dalam budaya masyarakat Tionghoa di Kota Medantropologi. Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya ini penulis menggunakan teori fungsionalisme yang lazim digunakan dalam disiplin antropologi dan sosiologi.

(12)

2. Apa saja makna (budaya) tradisi penghormatan leluhur pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan? Pokok masalah ini nantinya

akan dijawab dengan menguraikan makna-makna budaya yang terkandung di dalam upacara penghormatan kepada leluhur. Makna-makna yang akan penulis uraikan adalah mencakup Makna-makna perilaku budaya, makna benda dan peralatan upacara, makna waktu upcara, dan hal-hal sejenis.

Untuk memperkuat dua pokok masalah penelitian di atas, maka penulis juga akan mendeksripsikan bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi penghormatan kepada leluhur? Deskripsi ini akan berisi persiapan, pelaksanaan upacara, dan pasca pelaksanaan upacara. Ini penting untuk memberikan dimensi umum bagaimana pelaksanaan upacara penghormatan leluhur dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Ini diperlukan untuk dapat memahami lebih jauh apa yang melatarbelakangi upacara yang dilakukan seperti itu.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

(13)

1. Untuk mengetahui fungsi sosiobudaya tradisi penghormatan kepada leluhur pada masyarakat Tionghoa.

2. Untuk mengetahui makna tradisi penghormatan kepada leluhur pada masyarakat Tionghoa.

Untuk menambah tujuan utama di atas, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui tata cara pelaksanaan tradisi penghormatan kepada leluhur. Juga untuk mengetahui nilai religius dan budaya yang terdapat pada tradisi penghormatan kepercayaan masyarakat Tionghoa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum tentang upacara religi tradisional ini. Secara keilmuan, penelitian ini akan menyumbangkan data-data etnografis yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan metode teori terhadap ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa, termasuk di Program Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini juga akan mengungkap makna-makna sosiobudaya yang dapat dijadikan dasar dalam kebijakan pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Bagaimana pun dalam kegiatan yang penuh makna budaya ini juga mengandung filsafat hidup masyarakat Tionghoa. Penelitian ini juga akan

(14)

berguna dalam mengungkapkan sistem alam (kosmologi) dalam kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan perempuan Bali yang terkekang oleh sistem kasta dan adat dan entah sampai kapan akan keluar dari kekangan itu, yang digambarkan oleh penulis Oka

Tahap empat merupakan deep sleep yaitu tahap tidur terdalam yang biasanya diperlukan rangsangan lebih kuat untuk membangunkan, sehingga ketika bangun dari tidur yang

Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,89 persen diakibatkan oleh menurunnya indeks harga pada kelompok konsumsi

Kelas Eksperimen : Pada pertemuan kali ini, hampir semua siswa dapat menulis dalam satu lembar penuh げんこうようし, walaupun kosa kata dan pola kalimat yang dipakai

Information Strategy System bertujuan untuk mengkonstruksi arsitektur informasi dan strategi yang mendukung tujuan dan kebutuhan organisasi secara menyeluruh, menyangkut

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa studi dokumenter, karena peneliti fokus terhadap analisis nilai-nilai dakwah Islam melalui bahasa yang

dengan demikian waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa

Bukti nyata Suwardi MS sebagai Sejarawan ialah karir yang pertama kali ia awali dengan melakukan seminar tentang Sejarah Riau di Universitas Riau sehingga