• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEOLOGI PERDAMAIAN DALAM JAMAAH TABLIGH DI AMBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEOLOGI PERDAMAIAN DALAM JAMAAH TABLIGH DI AMBON"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

TEOLOGI PERDAMAIAN DALAM JAMAAH TABLIGH DI AMBON

Disertasi

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai

Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor

Dalam Bidang Pemikiran Islam

Oleh:

Baco Sarluf

NIM.

31161200000160

Pembimbing

Pembimbing I :

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA

Pembimbing II :

Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA

Konsentrasi Pemikiran Islam

Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2019/1441

(2)

i Sanjungan dan pujian yang tak terhingga penulis ungkapkan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. Tuhan semesta alam. Dengan inayah-Nya jualah penulisan buku ini dapat diselesaikan. Begitu pula, shalawat dan salam dihaturkan baginda Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau sampai hari Akhir Jaman.

Buku ini semula merupakan hasil dari penelitian penulis untuk disertasi doktor pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang diambil pada saat itu adalah “Teologi Perdamaian dalam Jamaah Tabligh di Ambon”. Penulis harus akui bahwa banyak pihak telah turut ambil bagian menyumbangkan jasa mereka dalam penyelesain buku ini. Sampai dengan saat ini dan juga seterusnya penulis masih tetap mengharapkan bantuan pertolongan dari siapa saja atau pihak mana pun, terutama untuk perbaikan dan penyerpunaan isi buku ini lebih jauh lagi. Pada kesempatan ini pula penulis perlu sekali menyatakan terima kasih yang tak terhingga kepada para promotor yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian. Mereka-mereka itu ialah Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A., dan Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, M.A., masing-masing sebagai promotor I dan II. Tak lupa juga penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada promotor I sebelumnya, yaitu Prof. Dr. Yunan Yusuf, M.A., yang karena telah sampai pada masa purna baktinya di lembaga ini, terpaksa harus mengambil sikap mengundurkan diri dari pembimbingan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji, baik pada saat ujian pendahuluan maupun ujian promosi. Mereka adalah Prof. Dr. Jamhari Makruf, M.A., Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag., Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, M.A., dan Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak lembaga di mana penulis mengabdikan diri sebagai dosen, yaitu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Lembaga ini, selama berada di bawah kepemimpinan rektor-rektor Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag., dan Dr. H. Hasbollah Toisuta, M.Ag., tak henti-hentinya memberikan bantuan, baik moril maupun materi. Lembaga yang juga mendapat ucapan terima kasih adalah Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah. Unit ini beserta seluruh stafnya dan rekan kerja lainnya, selama di bawah kepemimpinan dekan-dekannya, yaitu Dr. Hasan Lauselang, M.Ag., Dr. Ismail Tuanany, M.M., Dr. Achmad Mujadid Naya, M.Pd., dan Dr. Ye Husen Assagaf, M.Fil.I., banyak pula memberikan bantuannya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada lembaga SPS Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Lembaga ini telah menjadi tempat terbaik selama penulis menimba ilmu. Berikut seluruh stafnya, terutama sekali para direkturnya, yaitu Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Prof. Dr. Masykuri Abdillah, M.A., dan Prof. Dr. Jamhari Makruf, M.A.

Lagi, ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua ahli keluarga penulis sendiri, yaitu kedua Almarhumani Ayahanda Abdurrahman Sarluf dan Ibunda Siti Aminah Tjiu, yang telah berjasa melahirkan, mendidik dan mengasuh serta membesarkan penulis. Begitu juga terima kasih kepada kedua istri tercinta,

(3)

ii Mardhiyah Sarluf dan Muhammad Rafif Sarluf. Para orang tua mertua penulis, kedua Almarhumani Muhammad Qasim Latuconsina dan Siti Hajar Karepesina serta Drs. H. Idris Karepesina dan Siti Hajar Latuconsina, S. Ag. Termasuk semua saudara-saudara kandung dan saudara-saudara ipar.

Ucapan terima kasih kepada Saudaraku Adam Rahayaan, S.Ag.,M.Si beserta seluruh keluarga besarnya. Haruslah penulis akui bahwa mereka pun telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil.

Ucapan terima kasih juga para pimpinan dan staf pada Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan SPS Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Pada kedua lembaga ini penulis dapat temukan reverensi-reverensi berharga untuk pemenuhan data-data penelitian.

Akhirnya, semua pihak yang turut serta membantu penulis. Tak dapat disebutkan lagi mereka. Hanya doa tulus dan ikhlas yang boleh penulis panjatkan kepada Allah SWT. semoga dibalas dengan kebaikan setimpal dari Allah SWT.

Jakarta, 25 Oktober 2020

Penulis,

(4)

v TEOLOGI PERDAMAIAN DALAM JAMAAH TABLIGH DI AMBON Nama : H. Baco Sarluf

NIM : 31161200000160

Disertasi ini menunjukkan bahwa secara teologi perdamaian berdasar pada absolutisme. Absolutisme itu sendiri merupakan bentuk ideal sebuah kelompok dan kepentingannya. Sedangkan, perdamaian adalah model gerakan bagaimana sebuah kelompok mengupayakan perwujudan absolutisme dalam kehidupan nyata dalam rangka penegasan eksistensi diri dan kepentingannya. Melalui kepercayaan bersama terhadap absolutisme individu-individu dapat mengintegrasikan diri secara damai ke dalam satu kesatuan kelompok. Jadi, kelompok yang bersatu merupakan hasil atau bentuk kongkrit dari perdamaian.

Kelompok modernis Islam, melalui absolutisme “Semua kebenaran (agama) adalah relatif”, mengklaim pluralisme agama sebagai satu-satunya paham yang benar. Sementara, dengan mengabsolutkan pemahaman mengenai Islam versi masing-masing, kelompok-kelompok fundamentalisme Islam saling menglaim diri sebagai yang benar. Klaim kebenaran (truth claim) terhadap absolutisme versi masing-masing kelompok, di satu pihak dapat menciptakan perdamain internal kelompok. Tetapi, dengan pihak lain, selalu tersedia kecenderungan untuk terjadinya konflik.

Jamaah Tabligh, dalam dakwah-dakwah mereka, hanya berdasar pada makna obyektif ayat Al-Qur’an maupun hadis. Melalui makna tersebut, mereka dapat mengemukakan absolutisme universal Islam, yang dengan itu perdamaian universal dapat dibangun.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-eksploratif. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah teologi, yang kemudian diperkaya dengan pendekatan-pendekatan lain, seperti filsafat, sosiologi, sejarah dan ilmu dakwah. Sumber utama penelitian berasal dari lapangan (field research), yang kemudian, lebih diperkaya lagi dengan kajian kepustakaan (library research). Langkah-langkah untuk mendapatkan hasil yang maksimal, selama penelitian dilakukan proses menganalisa data, reduksi data, penyajian data. Proses terakhir adalah penarikan kesimpulan/verifikasi data dengan menggunakan model interaktif.

Penelitian ini dilakukan di Ambon dengan menghabiskan waktu selama lima tahun, dimulai dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Sementara lokasi penelitian difokuskan di Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

(5)

vi

KATA PENGANTAR i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii

TRANSLITERASI iv

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR PETA

Peta I : Maluku Utara dan Maluku Tengah 44

Peta II : Kota Ambon 46

DAFTAR TABEL

Tabel I : Jumlah Kecamatan di Pulau Ambon 45

Tabel 2 : Jumlah Penduduk Maluku Berdasarkan Kabupaten/Kota

Di Propinsi Maluku pada tahun 2005, 2006, dan 2007 47 Tabel 3 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin 1990 – 2011 48 Tabel 4 : Banyaknya Penduduk Berdasarkan Agama di Kota Ambon 49 Tabel 5 : Banyaknya Sarana Peribadatan di Kota Ambon 49 Tabel 6 : Nama-nama Soa dan Matarumah di Negeri Batumerah 70 Tabel 7 : Tingkat Pendidikan Masyarakat di Negeri Batumerah 72 Tabel 8 : Berbagai Jenis Pekerjaan Warga di Negeri Batumerah 72

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Permasalahan 10

C Tujuan Penelitian 12

D Manfaat Penelitian 12

E Kajian Riset Sebelumnya 12

F Metodologi Penelitian 16

G Tehnik Analisa Data 19

H Sistematika Pembahasan 20

BAB II DISKURSUS TEOLOGI PERDAMAIAN 22

A Pengertian Perdamaian Secara Teologi 22

B Konflik, Perdamaian Dan Pembentukan Kelompok 25

C Perdamaian Versus Teologi Kelompok 28

D Perdamaian Versus Teologi Universal 34

BAB III STRUKTUR MASYARAKAT KOTA AMBON 41

A Sekilas Tentang Kota Ambon 41

B Peta Geografis, Demografis, Iklim Dan Sistem Pemerintahan 43

C Agama 53

D Pertumbuhan Penduduk, Konflik Dan Perdamaian 53

E Profil Singkat Negeri Batumerah 69

(6)

vii BAB IV PERDAMAIAN DALAM PERSPEKTIF JAMAAH TABLIGH

A Kekuasaan Allah 85

B Status Alam 90

C Kebesaran Allah 94

D Muhammad Rasul Allah 97

E Pandangan Terhadap Kehidupan Akhirat 102

F Ayat Al-Qur”an Dan Hadis Tentang la ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah 107

BAB V UPAYA PERDAMAIAN JAMAAH TABLIGH DI AMBON A Infrastruktur Masyarakat Islam Universal 114

B Kepentingan Allah Sebagai Dasar Perdamaian 120

C Upaya Membangun Perdamaian 140

D Bentuk Suprastruktur Masyarakat Islam Universal 145

E Pengorganisasian 153

F Sikap Jamaah Tabligh Terhadap Konflik Ambon 161

BAB VI P E N U T U P A Kesimpulan 165

B Temuan Disertasi Dan Saran 166

DAFTAR PUSTAKA 168 Lampiran : Fatwa MUI tentang Liberalisme, Sekularisme dan Pluralisme

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sampai dengan saat ini aksi-aksi kekerasan massa masih terus saja berlangsung. Dalam skala yang lebih luas tentu saja aksi-aksi tersebut mengancam kehidupan masyarakat dunia. Sayang sekali, sebagian dari aksi-aksi tersebut justru dikontribusikan oleh gerakan-gerakan fundamentalis yang mengatas-namakan agama. Gerakan Zionis Yahudi, yang pada tanggal 14 Mei 1948 berhasil mengonsentrasikan dirinya ke dalam sebuah negara bernama Israel, telah selalu menjadi masalah bagi umat Islam, terutama bagi bangsa Palestina maupun bangsa Arab secara keseluruhan. Padahal, pendiriannya bermasalah. Wilayah di mana didirikannya negara itu, sebagaimana diketahui, merupakan bagian dari kepemilikan bangsa Palestina yang dicaploknya secara tidak sah. Akibatnya, peperangan antara kedua bangsa itu pun tak terhindarkan. Pada tahun 1949 telah dimulai peperangan yang pada kali pertama itu saja telah menyebabkan banyak warga sipil Palestina, sampai mencapai 700.000 orang, terpaksa harus mengungsi keluar. Hingga saat ini belum juga terlihat bahwa situasi konflik antara keduanya akan mereda. Dalam waktu-waktu tertentu, eskalasi konflik, bahkan meletus lebih hebat daripada sebelumnya. Dengan terkonsentrasinya konflik pada wilayah-wilayah pemukiman penduduk Palestina, tentu saja bangsa ini yang paling dirugikan, baik dari segi korban jiwa maupun kerusakan materi. Kampung halaman, rumah, sekolah, masjid, dan tempat-tempat usaha untuk mempertahankan hidup mengalami kehancuran besar-besaran.1 Hal yang sama berlaku juga terhadap minoritas muslim Rohingya. Konflik yang telah dimulai pada tahun 2012 semakin diperparah oleh adanya sentimen agama yang dilancarkan Asosiasi Biksu Muda dan Asosiasi Biksu Mrauk Oo. Kelompok-kelompok Budhis, dengan dibantu junta militer Myanmar, melakukan pembantaian besar-besaran terhadap kaum muslimin. Korban jiwa meninggal dunia telah melebihi dari 3.000 orang. Sementara, lebih dari 80.000 orang lainnya terpaksa mengungsi keluar, ke Bangladesh dan ke negara-negara tetangga lainnya, termasuk Indonesia. Sebagaimana halnya di Palestina, konflik juga dipusatkan pada wilayah-wilayah pemukiman muslimin, yang mengakibatkan jatuhnya korban pada komunitas ini saja. Perkampungan beserta sekolah, masjid dan tempat-tempat usaha atau pusat-pusat perekonomian mengalami kehancuran besar-besaran.2

Di Indonesia pun tak kalah seru dengan konflik-konflik yang mengatasnamakan agama. Beberapa di antaranya saja yang perlu disebutkan, dimulai dari Posso, Sulawesi Tengah. Konflik antar umat Islam dan Kristen berlangsung dahsyat dalam tiga fase. Fase pertama berlangsung pada bulan Desember 1998. Fase kedua berlangsung pada bulan April 2000. Fase ketiga, yang

1Ardi Yansyah, “Awal Sebab Berdirinya Negara Israel”, dalam

https://www.kompasiana.com. Dikutip pada tanggal 28 Nopember 2017.

2Buyung Sutan Muhlis, “Sejarah Pembantaian Terhadap Muslim Rohingya (Bagian I)”, dalam https://www. Kicknews. Today. Dikutip pada tanggal 31 Oktober 2017.

(8)

merupakan fase terbesar, berlangsung pada bulan Mei dan berlanjut sampai pada bulan Juni 2000. Konflik baru mereda setelah dilakukan perjanjian Malino pada tanggal 20 Desember 2001. Catatan mengenai korban jiwa agak simpang siur. Ada yang menyebutkan korban meninggal sebanyak 500 orang, ada lagi yang menyebutkan 1.000 orang, bahkan ada yang sampai menyebutkan 2000 orang. Dari versi pemerintah sendiri tercatat 557 jiwa meninggal, 384 terluka, 7.932 rumah hancur, serta 510 fasilitas umum rusak dibakar massa.3 Konflik berikutnya, yang lebih dahsyat lagi, adalah yang terjadi pada Propinsi Maluku dan Maluku Utara. Tahun-tahun sepanjang dari 1999 sampai dengan 2002 merupakan masa-masa berlangsungnya konflik secara masif. Di samping mengakibatkan kerusakan materi yang tidak sedikit, korban jiwa meninggal sampai mencapai 10.000 orang. Suatu jumlah yang cukup fantastis.4

Pada tanggal 12 Oktober 2002 dunia dikejutkan dengan bom yang meledak di Bali. Pengeboman yang disasarkan khusus terhadap orang-orang Amerika dan Australia yang sedang berada di tempat hiburan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa meninggal dunia sebanyak 202 jiwa. Kemudian, pada tanggal 1 Oktober 2005, terjadi lagi di Bali pengeboman, yang sasarannya masih terhadap obyek yang sama, tempat hiburan. Korban jiwa meninggal dunia sebanyak 23 orang. Sebelumnya, di Jakarta sudah terjadi secara berturut-turut pengeboman terhadap beberapa tempat. Bom Bursa Efek Jakarta pada tanggal 14 September 2000, bom Plaza Atrium pada tanggal 1 Agustus 2001, dilanjutkan dengan bom JW Marriot pada tanggal 5 Agustus 2003. Untung sekali bahwa kesemua insiden itu tidak sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Tetapi pada Bom Kuningan yang terjadi pada tanggal 9 September 2004 sempat mengakibatkan korban jiwa meninggal, yaitu sebanyak 9 atau, bahkan sampai 11 orang.

Konflik meningkat ke level internasional. Beberapa saja di antaranya yang perlu disebutkan. Pada tanggal 11 September 2001 dunia dikejutkan dengan pengeboman menara kembar World Trade Centre (WTC) di kota New York, Amerika Serikat. Cukup besar, karena di samping kerusakan hebat pada kedua gedung tersebut, korban jiwa meninggal sampai mencapai 3.000 orang.5 Sementara,

3Lihat, Kerusuhan Posso dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, dalam https://id. M. Wikipedia.org > wiki. Dikutip pada tanggal 21 Agustus 2019, jam 12.00 WIB.

4Untuk penjelasan lebih jauh mengenai konflik Maluku, lihat: Husen Assagaf, “Toleransi Kehidupan Beragama”, Hasil Penelitian yang dipersiapkan untuk Disertasi Doktor pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016; Rustam, Kastor, Fakta, Data dan Analisa Konspirasi RMS dan Kristen Menghancurkan Umat Muslim

di Ambon-Maluku. Yogyakarta: Wihdah Press, 2000; I.O. Nanulatu, Timbulnya Militerisme Ambon Sebagai Suatu Persoalan Politik, Sosial, Ekonomi. Jakarta: Bhratara, 1966; Husni

Putuhena, Buku Putih Seri 2 Konspirasi RMS dalam Kerusuhan Ambon dan Lease, Gerakan

Penghancuran Islam untuk Merebut Sebuah Kekuasaan di Bumi Siwa-Lima 1950-2000,

Ambon; Samuel Waileruny, Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2001.

5Tidak ada bukti yang jelas, sampai dengan saat ini, mengenai siapa yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Tuduhan dari pemerintah Amerika Serikat terhadap kelompok Al-Qaeda pimpinan Usamah Bin Laden sama sekali tidak berdasar pada satu bukti

(9)

di Paris pada tanggal 7 Januari 2015, terjadi juga penyerangan bersenjata oleh sekelompok orang terhadap kantor majalah Charlie Hebdo. Penyerangan itu dipicu oleh tulisan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. yang dimuat di dalam majalah tersebut. Akibat penyerangan itu, korban jiwa meninggal sebanyak 12 orang, sementara 10 lainnya mengalami luka-luka. Terakhir untuk disebutkan juga adalah konflik yang ditimbulkan dari usaha mendirikan negara Islam oleh kelompok yang menamakan dirinya Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Gerakan yang dilancarkan oleh fundamentalis Islam terbesar abad ini telah mengakibatkan korban jiwa meninggal mencapai lebih dari 6.500 orang.6

Bertolak dari beberapa catatan kelam sejarah agama-agama di atas, pertanyaan yang tentu saja penting untuk diajukan adalah mengenai bagaimana mengatasi dan menyelesaikan konflik-konflik tersebut? Mengapa sampai bisa agama dijadikan dasar bagi terjadinya konflik? Bagaimana cara memahami agama oleh mereka yang menciptakan konflik itu? Bagaimana pula cara memahami agama yang membawa kepada perdamaian? Terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, tampil dua kelompok gerakan keagamaan untuk memberikan jawaban dengan cara masing-masing. Kelompok pertama dikenal dengan nama modernis Islam dan kelompok kedua adalah fundamentalis Islam.7

apa pun. Sebagian kalangan justru menuduh, dilihat dari cara gedung itu meledak dan runtuh seketika begitu ditabrak pesawat, bahwa bom telah dipasang terlebih dulu dan diledakkan bersamaan ketika pesawat menabrak gedung. Sebab, kalau pesawat saja tak mungkin bisa sedemikian hebat meledak seperti itu. Bertolak dari keanehan-keanehan itulah Dr. Zakir Naik menuduh bahwa itu semua adalah konspirasi orang dalam Gedung Putih. Lihat,

https://www.youtube.com/watch?v=gvYMXyjEn88. Dr. Zakir Naik ― Manipulasi Penghancuran WTC 11 September.

6Dalam tulisannya, Mayjen TNI (Purn) Ari Suyono, yang ditujukan kepada Barat menulis, “Buat Media Mainstream yang Gagal Paham”. Sang Jenderal bertanya, “Siapa yang disebut teroris itu, yang pasti buka Islam! Dalam sejarah dunia, banyak manusia yang tidak berdosa telah menjadi korban pembunuhan secara brutal, di antaranya oleh: Joseph Stalin membunuh lebih dari 20 juta orang, termasuk 14,5 juta orang yang mati kelaparan, Mao Tse Tsung membunuh 14-20 juta orang, Benito Mussolini membunuh 400.000 orang, Ashoka dalam pertempuran Kalinga membunuh 100.000 ribu orang, embargo yang dilakukan George Bush di Irak mengakibatkan 500 anak tewas. Begitu pula dalam PD I 17 juta orang mati, PD II 50-55 juta orang mati, Bom Atom Nagasaki 200.000 orang mati, Perang Vietnam 5 juta orang mati, Perang Bosnia/Kosovo 500.000 lebih orang mati, Perang di Irak 12 juta orang mati, Perang Kamboja 3 juta orang mati dan sekian ribu orang telah mati juga di perang-perang Afghanistan, Irak, Burma, Palestina, itu semua dilakukan oleh non-muslim. Lihat,

https://www.konfrontasi.com/content/politik/mayjen-tni-purn-ari-suyono-siapa-teroris-itu-yang-pasti-bukan-islam-kenapa-byk-media Group. Dikutip tanggal 25 Nopember 2019.

7Menggunakan model pembagian yang digunakan William Montgomery Watt (1909−2006), yang dimaksud dengan modernis Islam adalah mereka yang mengambil sikap liberal dalam hal pengembangan pemikiran keagamaan. Mereka menghargai dan mengakui pandangan Barat sebagai sumber pemikiran. Bahkan, dalam beberapa hal, membenarkan kritikan Barat terhadap Islam. Lebih jauh lagi, dalam upaya pencarian dan pengembangan jati diri baru, pemikiran mereka lebih diselaraskan dengan nilai-nilai Barat. Kebalikan dari kelompok ini adalah fundamentalis Islam. Dalam upaya mengembangkan jati diri muslim, kelompok ini lebih kepada mengambil sikap konservatis. Sehingga tampak upaya mereka

(10)

Menurut kelompok modernis Islam, konflik-konflik antar agama bersumber dari sikap merasa paling benar sendiri dari para pemeluk sebuah agama. Padahal, klaim kebenaran (truth claim) seperti itulah yang melahirkan sikap fundamentalis yang kemudian berujung kepada timbulnya radikalisme.8 Untuk meminimalisir, atau bahkan menghilangkannya sama sekali, kelompok modernis mengajukan paham pluralisme agama.9 Pikiran pokok dalam paham ini menuntut kepada setiap orang agar tidak boleh merasa benar sendiri dengan keyakinan agamanya. Kebenaran tidak tunggal. Kebenaran tersebar dalam berbagai agama dengan porsi-porsi yang berbeda. Setiap orang, di samping mengakui kebenaran agamanya, hendaknya mengakui juga kebenaran agama lain.10 “Jika ada orang bersikap eksklusif dan

dapat dilihat sebagai suatu bentuk pembedaan diri dari Barat, sekaligus untuk menjawab tantangan Barat. Dalam pandangan mereka, Barat adalah ancaman besar. Kehadirannya hanya untuk membawa umat Islam kepada degradasi jati diri. Islam adalah agama yang sudah sempurna. Kemunduran umat Islam terjadi karena kelemahan sendiri sebagai akibat dari adanya sikap menjauhkan diri dari Islam. Keadaan ini hanya akan bisa diperbaiki bila umat Islam mau kembali lagi kepada ajaran Islam yang sejati. Lihat, William Montgomery Watt, Islamic Fundamentalism and Modernity (London and New York: Routledge, 1988), h. 62.

8Tuduhan kelompok modernis Islam memang ada bukti historisnya. Penjajahan bangsa Barat terhadap bangsa Timur, yang karena itu telah menimbulkan reaksi berupa perlawanan bersenjata, mengakibatkan terjadinya kekacauan berkepanjangan. Perang yang menguras tenaga, uang, harta, tenaga dan jiwa adalah karena dimotori oleh pihak gereja (Paus dan petinggi-petinggi gereja). Pada tanggal 4 Mei 1493, Paus Alexander VI sebagai pemegang otoritas tertinggi Gereja Katolik Roma telah memberikan mandat melalui bulla (maklumat) kepada Portugis dan Spanyol untuk menyebarkan injil dan iman Kristen kepada penduduk-penduduk lain. Mandat itu mengandung penyataan tegas bahwa di luar Kristen tidak ada keselamatan (extra eclesiam nulla salus). Kedua negara itu kemudian melaksanakan pengembangan tiga misi pokok, yaitu berdagang, menaklukkan wilayah dan menyebarkan agama atau biasa diistilahkan dengan Gospel, Gold dan Glory. Lihat, Olaf Schumann, “Cristian-Muslim Encounter in Indonesia”, dalam Yvonne Yazbeck Haddad (eds), Cristian Muslim Encounters (Gainesville: University Press of Florida, 1988), 285-287. 9Hamid Fahmy Zarkasy mengumpulkan pengertian dari beberapa kamus. Dia dapati bahwa Pluralisme bermakna dua hal: Pertama, pengakuan terhadap kualitas majemuk atau toleransi terhadap kemajemukan. Kedua, doktrin yang berisi: a) Pengakuan terhadap kemajemukan prinsip tertinggi, b) Pernyataan tidak ada jalan untuk menyatakan kebenaran yang tunggal atau kebenaran satu-satunya tentang suatu masalah, c) Ancaman bahwa tidak ada pendapat yang benar atau pendapat bahwa semua pendapat itu sama benarnya, d) Teori yang seirama dengan relativisme dan sikap curiga terhadap kebenaran (truth), e) Pandangan bahwa di sana tidak ada pendapat yang benar atau pendapat bahwa semua sama benarnya,

Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi dan Islam, (Jakarta: Hasil Kerjasama

INSIST dan MIUMI, 2012), 137-138.

10Salah satu tokoh penting dalam hal ini adalah John Hick. Menurut keyakinannya kebenaran adalah relatif. Hanya Tuhan yang absolut. Pengenalan manusia terhadap-Nya bersifat relatif. Agama-agama merupakan kebenaran-kebanaran Tuhan dan setiap agama memiliki kesetaraan yang sama dengan agama yang lain dalam hal membawa kebenaran. Pada poros dari semua kebenaran tersebut terdapat Kebenaran Absolut (Tuhan).

Tinjajaun kritis, seperti yang dilakukan Hamid Fahmy Zarkasy, menunjukkan bahwa Hick melakukan semacam Revolusi Copernicus dengan cara memindahkan pusat gravitasi

(11)

merasa paling benar sendiri, maka dia adalah orang yang paling munafik,” demikian, tegas Raimundo Panikkar.11

Tentu saja pandangan mereka itu langsung mendapat tanggapan keras dari kelompok fundamentalis Islam. Pikiran kelompok modernis dianggap mencederai keyakinan Islam sebagai satu-satunya kebenaran. Mewakili fundamentalis Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera saja mengeluarkan fatwa. Pada tanggal 29 Juli 2005 dikeluarkanlah keputusan berupa Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 7 / MUNAS VII / MUI / II / 2005, yang mengharamkan pluralisme.12 (Fatwa itu juga

mengharamkan dua agenda pembaruan mereka lainnya, yaitu liberalisme13 dan sekularisme).14 Selanjutnya, MUI menyatakan sikap tegas terhadap kelompok modernis Islam dengan pernyataan-pernyataan, sebagai berikut:

1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama.

3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.

4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap

teologi dari agama-agama kepada Tuhan. Jika sebelumnya orang-orang beragama memandang setiap agama sebagai pusat yang dikelilingi Tuhan, kini Tuhanlah yang dikelilingi agama-agama. Itu berarti, agama boleh banyak tetapi Tuhan adalah satu. Lihat, Hamid, Misykat, 142.

11Raimundo Panikkar, The Intra- Religious Dialogue (New York: Paulist, 1978), 20. 12Dalam pandangan MUI, sebagaimana dinyatakan dalam keputusannya pada ayat 1, pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Padahal menurut MUI mengakui kenyataan, sebagaimana pada keputusan pada ayat 2, pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Untuk lebih jelas, lihat juga Fatwa MUI pada bagian lampiran disertasi ini.

13Dalam pandangan MUI, sebagaimana dinyatakan dalam keputusannya pada ayat 3, liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yangg bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. Lihat juga Fatwa MUI pada bagian lampiran disertasi ini.

14Dalam pandangan MUI, sebagaimana dinyatakan dalam keputusannya pada ayat 4, sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hu-bungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial. Untuk lebih jelas, lihat Fatwa MUI pada bagian lampiran disertasi ini.

(12)

melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.15

Bertolak dari fatwa MUI di atas, kelompok modernis melakukan tanggapan balik. Intinya, menolak fatwa MUI. Komentar-komentar mereka dihimpun oleh Budhy Munawar-Rachman dalam buku yang berjudul Reorientasi Pembaruan Islam, Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme: Paradigma Baru Pembaruan Islam di Indonesia. Salah satu komentarnya dalam buku tersebut bernada sangat provokatif, “Fatwa MUI mengganggu keharmonisan beragama”.16

Dari fatwa MUI dan dari tanggapan balik kelompok modernis Islam terhadap fatwa tersebut, menunjukkan bahwa cara penyelesaian konflik kelompok modernis memang bermasalah. Menegakkan perdamaian dengan cara meredusir keyakinan kelompok lain justru mengundang terjadinya konflik baru. Itu yang tidak disadari mereka. Kenyataannya, mereka yang memancing terjadinya konflik. Secara terus-menerus mereka melancarkan serangan terhadap keyakinan orang beragama. Kemudian pula, bila dilihat dari cara mempertahankan keyakinan (akan kebenaran paham mereka), ternyata kelompok modernis Islam juga berdasar pada suatu sikap fundamental. Untuk mengungkap aspek fundamental pemahaman kelompok modernis, perlu dilakukan tinjauan historis yang kemudian lebih dipertajam dengan suatu analisa secara teologis, terhadap pluralisma agama.

Paham dengan pengertiannya yang bermacam-macam ini, pada awalnya hanya sekedar menganjurkan toleransi17 antar pengikut agama yang berbeda-beda. Pada perkembangan selanjutnya, toleransi dalam pluralisme mengalami perubahan tensi daripada saling menghargai dan menghormati antar pemeluk agama menjadi pengakuan akan kebenaran agama-agama. Perubahan ini didasarkan atas pandangan bahwa kebenaran tidak tunggal. Semua agama sampai dengan saat ini masih merupakan kebenaran-kebenaran Tuhan. Hal itu karena wahyu Tuhan yang turun ke dalam konteks ruang dan waktu tertentu serta melalui media kebudayaan dan adat-istiadat suatu bangsa tentu saja sudah tidak bisa lagi membawa kebenaran Tuhan dengan seutuhnya.18 Mereka kemudian mengemukakan semboyan yang berbunyi: “Semua kebenaran (agama) adalah relatif”.

15Untuk lebih jelas, lihat Fatwa MUI pada bagian lampiran disertasi ini.

16Budhy Munawar-Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam, Sekularisme, Libealisme

dan Pluralisme: Paradigma Baru Islam di Indonesia (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan

Filsafat [LSAF] bekerjasama dengan Paramadina, 2010), 345.

17Toleransi, berasal dari kata “tolerare” (dari bahasa Latin), berarti sabar dan menahan diri. Toleransi juga dimaknai sebagai sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat. Dengan sikap ini, diskriminasi terhadap kelompok lain dalam sebuah masyarakat, dapat dihindari. Lihat, Toleransi – Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, dalam, https://id.m.wikipedia.org > wiki > Dikutip pada tanggal 9 September 2019, jam 10:30 WIT.

18Teologi yang dikembangkan dalam pluralisme agama terdiri dari dua aliran besar. Pertama, teologi global (global theology) atau disebut juga teologi dunia (world theology) yang diperkenalkan oleh John Hick. Menurutnya, kebenaran itu relatif, yang absolut hanya Tuhan. Manusia tidak pernah mampu memahami Tuhan. Apa yang dipahaminya hanya bersifat relatif. Kedua, teologi yang berdasarkan pada kesatuan agama-agama, dikembangkan oleh Frithjof Schuon. Tokoh yang terakhir ini melihat agama memiliki dua aspek: eksoterik

(13)

Semboyan di atas kontradiktif. Di satu pihak menolak absolutisme, tetapi di pihak lain, mengabsolutkan kekeyakinan mereka tentang relatifisme. Maksudnya, menganggap bahwa setiap kebenaran, apa pun bentuknya, pasti bersifat relatif. Jadi, relatifisme menjadi kebenaran absolut yang secara universal melingkupi semua agama. Agama-agama mengmbil posisi sebagai kebenaran-kebenaran relatif, sehingga tampak sebagai aliran-aliran kecil dalam pluralisme. Tuhan dalam pluralisme adalah satu. Hanya saja cara memahami Tuhan dalam agama-agama yang berbeda, menjadikan antar agama yang satu dengan yang lainnya berbeda juga.

Sikap menolak atau tidak mau mengakui adanya klaim kebenaran dari paham lain telah menjadikan pluralisme di Barat, dari semenjak awal kelahirannya memunculkan sejumlah permasalahan serius dalam kehidupan sosial masyarakat Barat. Pluralisme dianggap sebagai tandingan kebenaran Kristen. Kelahirannya hanya untuk menggugat secara langsung relevansi Kristen dan keyakinan Kristen sebagai kebenaran agama tertinggi. Penghinaan terhadap klaim kebenaran Kristen dilancarkan secara terus-menerus oleh kelompok humanis ateis sampai dengan abad dua puluh ini.19

Sebaliknya, usaha-usaha yang dilakukan kelompok fundamentalis Islam saat ini justru tidak menjadikan Islam sebagai kebenaran mutlak-universal, melainkan menjadi plural. Memang setiap orang Islam hanya mengakui Islam saja sebagai yang benar. Begitu pula, doktri Islam tentang perdamaian diyakini dapat menciptakan tatanan dunia yang damai dan aman secara universal. Tetapi saat ini, pertanyaan yang paling mendasar adalah Islam yang mana. Ada banyak ragam pandangan tentang ajaran Islam yang tak dapat dipersatukan begitu saja, walaupun pokok persoalannya sama. Di Indonesia, sebagaimana dikemukakan Arskal Salim, partai-partai Islam gagal mempersatukan pembicaraan mengenai syari’at Islam. Perbedaan yang terus-menerus dipertentangkan tentang makna atau maksud dari kata syariah dan istilahnya telah memunculkan perdebatan yang berkepanjangan tentang syariah yang mana, penafsiran dan pandangan siapa tentang syariah yang akan diterapkan.20 Demikian pula halnya dengan perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mendirikan khilafah Islamiah dari kelompok-kelompok fundamentalis Islam, seperti misalnya ISIS, HTI, FPI dan yang lainnya. Akhir-akhir ini persoalan khilafah Islamiyah sedang ramai-ramainya mencuat dengan cara yang sangat mengesankan. Tetapi, antara satu dengan yang lainnya, memperlihatkan konsep yang berlainan, yang karenanya tidak bisa mempersatukan mereka.

Di Ambon suasana pluralis ditimbulkan juga oleh beberapa kelompok fundamentalis Islam. Dua di antaranya, yang sama-sama mengambil jalur politik sebagai jalan pergerakan misi mereka, perlu disebutkan di sini. Kedua kelompok tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

dan esoterik. Pada tataran eksoterik, agama-agama mempunyai Tuhan, teologi dan ajaran yang berbeda-beda. Pada tataran esoterik agama-agama menyatu pada Tuhan yang sama, abstrak dan tak terbatas. Lihat, Hamid Fahmy Zarkasy, Misykat, 142-143.

19Dalam Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat, 149

20Lihat, Arskal Salim, “Which and Whose Shari’a?: Historical and Political Perspectives on Legal Articulation of Islam in Indonesia”, dalam Jurnal Indo-Islamika, Volume II, Nomor 1, 2012/1433, 31-41.

(14)

Walaupun berdasar pada ortodoksi Islam, meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, tetap saja mereka berada pada jalan pemahaman dan pergerakan yang berbeda-beda. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang telah dibubarkan pemerintah RI beberapa waktu lalu,21 mengambil bentuk sebagai gerakan Islam politik, walaupun tidak sampai mendirikan partai politik. Tujuan utama gerakan mereka adalah mendirikan sistem pemerintahan khilafah Islamiyah universal untuk menggantikan segala bentuk sistem yang lain.22 Dalam keyakinan mereka, sistem pemerintahan selain khilafah tidak akan bisa menyelesaikan berbagai persoalan umat Islam. Ideologi-ideologi Barat seperti kapitalisme dan demokrasi justru membawa umat terlempar keluar dari ajaran Islam. Terhadap demokrasi, walaupun pada dasarnya ditegakkan di atas kedaulatan dan kekuasaan rakyat, ia tak lebih dari suatu bentuk akumulasi kepentingan kelompok tertentu yang berhasil mencapai posisi mayoritas dalam suatu negara. Akan menjadi suatu masalah bila posisi mayoritas itu didominasi oleh orang-orang yang tidak benar. Arti dari nama Hizbut tahrir ialah “Partai Pembebasan”. Maksudnya, membebaskan manusia dari segala bentuk atau sistem kufur dan syirik. Hal itu karena dulu para sahabat Nabi Muhammad Saw. telah mendatangi berbagai kelompok manusia di berbagai penjuru dunia untuk membebaskan mereka dari kedua hal tersebut.23 Sikap yang

membenarkan pemahaman sendiri tercermin dalam pernyataan “pelaksanaan hudud dianggap sah hanya apabila dilaksanakan oleh seorang khalifah”.24 Sudah tentu

khalifah yang dimaksud adalah seperti yang dipahami dan berasal dari kelompok mereka. Begitu pula identifikasi kufur dan syirik dikenakan kepada semua sistem atau pun orang lain yang berada diluar mereka. Kebetulan pada saat ini sedang tumbuh gerakan-gerakan menegakkan khilafah Islamiyah yang lain, HTI sedikitpun tidak tertarik untuk mau bergabung dan membentuk suatu kesatuan gerakan.25

21Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Dengan adanya pencabutan SK Badan Hukum HTI, maka ormas tersebut dinyatakan bubar sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A. Artikel ini dapat dilihat pada Kompas.com dengan judul "HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah". Lihat,

https://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-dibubarkan-pemerintah. Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita.

22Lihat, Masdar Hilmy, “Akar-Akar Transnasionalisme Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)”,dalam Jurnal ISLAMICA, Volume 6, Nomor 1, September2011, 1-11.

23Hasil wawancara dengan Munawir Umakaapa, Koordinator Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) wilayah pulau Ambon, pada tanggal 12 Februari 2014.

24Hafidz Abdurrahman, “Sahkah Pelaksanaan Hudud Bukan oleh Khalifah”, dalam

Al-Wa’ie, Nomor 163, Tahun XIV, 1-31 Maret 2014, 43-45.

25TEMPO.CO, Banjarmasin pada MINGGU, 24 JANUARI 2016 | 15:50 WIB. dengan judul berita “HTI: Kami Berjuang demi Khilafah, tapi Beda dengan ISIS” - Anggota Lajnah Tsaqofiah DPP Hizbut Tahrir Indonesia, M. Shiddiq Al-Jawi, mengakui memiliki konsep perjuangan khilafah yang sama dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Namun Al-Jawi menegaskan, HTI punya sudut pandang berbeda menuju konsep negara khilafah tersebut. ISIS, ia membandingkan, berjuang lewat jihad dan peperangan untuk menegakkan khilafah.

“HTI menegakkan khilafah tidak dengan perang atau jihad, tapi dakwah. Rasulullah (Nabi Muhammad) mendirikan negara Islam pertama di Madinah dengan cara dakwah. Kami

(15)

Lain halnya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Walaupun menempuh jalur politik juga dalam memperjuangkan penegakan pemerintahan yang berdasar atas Syari’at Islam di Indonesia, tetap berada pada posisi yang berseberangan dengan HTI. Bila gerakan HTI bercorak transnasional dan berada di luar sistem demokrasi perpolitikan Indonesia, PKS justru menempatkan diri sebagai salah satu partai politik nasional dan menerima dengan hati terbuka sistem pemerintahan demokrasi Indonesia. Bagi mereka, apa pun bentuk suatu negara dan sistem pemerintahan, sama sekali bukan persoalan. Karena yang diperjuangkan adalah penegakkan syari’at Islam dalam pemerintahan. Jalan untuk itu dimulai dengan memenangkan terlebih dulu suara mayoritas dalam pemilihan umum, baru kemudian diangkat penguasa yang benar-benar muslim. Dialah penguasa yang sepenuhnya akan bertanggung jawab terhadap penerapan syari’at Islam.26 Sudah tentu, penguasa

Islam yang dimaksud adalah berasal dari kelompok mereka, walaupun saat ini harapan tersebut belum bisa terwujud. Masih dalam proses.

Dari penjelasan-penjelasan di atas tampak bahwa setiap paham mengandung di dalamnya dua aspek sekaligus, yaitu aspek absolutisme dan relatifisme. Melalui pendekatan secara induktifis,27 tampak bahwa kelompok modernis Islam, walaupun

gigih mengampanyekan relatifisme agama-agama, pada akhirnya berujung juga pada absolutisme, yaitu absolutisme sempit kelompok yang berkeyakinan bahwa relatifisme adalah kebenaran universal. Sebaliknya, dengan pendekatan secara deduktifis28 tampak bahwa fundamentalisme Islam, walaupun bertolak dari keyakinan akan absolutisme universal Islam, pada akhirnya berujung pada timbulnya berbagai relatifisme, yakni relatifisme aliran-aliran dalam Islam. Karena absolutisme, kedua kelompok dapat menciptakan kompromi internal, yang karenanya perdamaian internal kelompok dapat diciptakan. Tetapi, karena aspek relatifisme dalam masing-masing paham, menjadikan mereka tidak bisa

(HTI) ada kejelasan konsep tentang khilafah ini,” ujar Al-Jawi setelah mengisi diskusi bertema “Islam tanpa Teror: Jalan Penegakan Syariah dan Khilafah” di Banjarmasin, Sabtu, 23 Januari 2016.

Menurut Al-Jawi, HTI belum menemukan kejelasan konsep khilafah yang diperjuangkan ISIS. Konsep khilafah yang dia maksud semacam konstitusi negara, pendidikan, dan sistem politik yang gamblang. Adapun HTI, Al-Jawi mengklaim, mengantongi konsep khilafah secara detail, seperti dasar negara khilafah.

26Hasil wawancara dengan Husen Maswara, salah seorang Murabbi PKS di Ambon, pada tanggal 9 Mei 2014.

27Penalaran induktif adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat khusus. Contoh:

Kebenaran Islam adalah relatif Kebenaran Kristen adalah relatif Kebenaran Hindu adalah relatif Kebenaran Budha adalah relatif

Kesimpulan: semua kebenaran agama adalah relatif

28 Penalaran deduktif adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari kasus yang bersifat umum. Contoh:

Islam adalah kebenaran mutlak HTI adalah kebenaran Islam Maka, HT adalah kebenaran mutlak

(16)

mewujudkan perdamaian secara universal. Dengan kelompok lain, selalu terbuka peluang untuk terjadinya konflik.

Penjelasan di atas, sekaligus mengungkap adanya suatu kenyataan lain, yang secara fundamental, menjadi penyebab terciptanya perdamaian secara internal kelompok dan konflik eksternal dengan kelompok lain yaitu, misi penegasan eksistensi kelompok dan kepentingannya. Kedua hal inilah yang mendasari semua proses konflik dan perdamaian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut. Absolutisme paham dari sebuah kelompok mengandung kedua hal tersebut dan dipertahankan berdasarkan pada kedua hal tersebut. Sehingga, mempertahankan absolutisme paham sama dengan mempertahankan eksistensi kelompok dan kepentingannya.

Kiranya, tergambar sudah bahwa penelitian ini akan mengungkap usaha-usaha perdamaian Jamaah Tabligh (JT). Walaupun, di satu pihak keyakinan dan tindakan-tindakan praktis mereka terlihat sebagai fundamentalis Islam, tetapi di pihak lain pikiran dan sikap mereka dapat menciptakan perdamaian dan menerima semua perbedaan tanpa perlu mempertentangkannya. Absolutisme yang mendasari usaha perbaikan umat diklaim mereka sebagai upaya untuk menegaskan ketuhanan Allah dan kepentingan abadi-Nya, bukan kelompok. Ini tentunya yang membedakan mereka dengan kedua kelompok di atas yang hanya memperjuangkan penegasan eksistensi kelompok dan kepentingannya semata. Dengan berbuat demikian, di samping menghindarkan mereka dari menciptakan kelompok, JT justru perlahan-lahan sedang membangun kesatuan umat berskala global universal, lintas mazhab, budaya dan bangsa (nasionalisme). Cara berdakwah demikian, dilakukan di semua tempat dalam segala keadaannya, bahkan juga ketika Ambon sedang hangat-hangatnya dilanda kerusuhan. 29

Penelitian ini menarik karena mengungkap suatu gerakan dakwah yang bersikap fundamentalis tetapi mendamaikan secara universal. Sepanjang diketahui, sampai saat ini belum ada satu pun penelitian yang telah melakukannya.

B. PERMASALAHAN (1) Identifikasi Masalah

Perdebatan antara dua kelompok (modernis Islam dan fundamentalis Islam) sebagaimana telah dijelaskan di atas, memperlihatkan suatu kenyataan yang menarik, yang dapat diidentifikasi, sebagai berikut:

1. Dari perdebatan-perdebatan yang dikembangkan mereka tampak bahwa setiap paham memiliki sekaligus dua aspek, yaitu aspek absolutisme dan relatifisme. Dua aspek ini, ternyata, menjadi faktor utama dalam menentukan terjadinya perdamaian maupun konflik. Aspek absolutisme berperan merekatkan individu-individu yang berkecenderungan pada kesamaan paham kepada suatu kondisi perdamaian yang selanjutnya

29Penulis sempat menyaksikan langsung pertemuan (ijtima’) sedunia yang dilakukan di Bangladesh pada 6-9 Januari 2001. Dalam pertemuan itu, telah hadir lebih-kurang tujuh juta orang yang berasal dari 250 negara di dunia. Dalam beragam ras, tradisi, budaya, dan mazhab fiqh, mereka bisa dipersatukan dalam satu pemahaman dan gerakan.

(17)

direalisasikan lagi ke dalam suatu bentuk kesatuan kelompok. Tetapi aspek relatifismenya menyebabkan individu-individu yang berbeda paham terkonsentrasi ke dalam kelompok lain. Dari situ, potensi untuk terjadinya konflik selalu dalam kemungkinan yang terbuka.

2. Dalam upaya mewujudkan perdamaian, kedua kelompok sama-sama terobsesi untuk menjadikan dunia supaya hanya dalam satu kepahaman saja seraya mengingkari adanya kepahaman lain. Kelompok modernis Islam, melalui pluralisme agamanya, hanya mengakui relatifisme dan mengabsolutkannya sebagai satu-satunya kebenaran. Hal itu jelas dalam semboyan mereka “Semua kebenaran adalah relatif”. Sementara para fundamentalis Islam meyakini bahwa hanya ada satu saja yang absolut, yaitu Islam. Hanya karena ada berbagai paham mengenai Islam, maka sudah tentu ada berbagai kelompok fundamentalis dalam Islam, yang mana masing-masing meyakini bahwa hanya pahamnya yang benar.

3. Melalui absolutisme paham perdamaian internal kelompok dapat diwujudkan dan dengan absolutisme itu pula pahamnya didesakkan kepada semua orang agar sepaham denganya. Dalam upaya tersebut terkadang dengan saling menyalahkan, mengafirkan bahkan, dengan cara-cara radikalisme. Kelompok modernis Islam megambil radikalisme lembut, kelompok fundamentalisme mengambil radikalisme keras.

4. Suatu kenyataan menarik lain, yang akan dijelaskan nanti dalam disertasi ini juga adalah mengenai adanya kepentingan kelompok yang menentukan suatu kelompok bagaimana cara mereka memahami, merasa, berpikir, meyakini dan bertindak. Sudah tentu, kepentingan yang berbeda-berbeda akan menjadikan kelompok-kelompok sulit untuk mewujudkan perdamaian universal.

5. Jamaah Tabligh tampak sebagai sebuah gerakan fundamentalisme Islam. Absolutisme Islam yang ditawarkannya sepenuhnya terlepas dari aspek kepentingan kelompok, melainkan aspek kepentingan Allah. Absolutisme yang bersifat universal itu dapat menciptakan perdamaian universal dan membentuk kesatuan umat Islam universal dengan tetap memelihara berbagai perbedaan paham dalam Islam.

6. Penjelasan tentang absolutisme membawa kepada persoalan perdamaian dan perdamaian yang dimaksudkan dalam disertasi ini adalah yang wujud sebagai sebuah bentuk kesatuan kelompok. Bukan dalam pengertian sekedar sebagai suatu kondisi damai atau tidak adanya konflik. Dengan demikian, ada perdamaian versi kepentingan kelompok dan ada perdamaian versi kepentingan Allah yang melahirkan masyarakat Islam universal.

Demikianlah, sejumlah poin penting yang dapat dilihat sebagai identifikasi masalah dari disertasi ini.

(2) Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang masalah, yang kemudian dibuatkan beberapa identifikasi masalahnya di atas, kiranya rumusan masalah pokok dari disertasi ini

(18)

dapat disebutkan, sebagai berikut : Bagaimanakah teologi perdamaian dalam Jamaah Tabligh di Ambon.

Bertolak dari rumusan pokok masalah di atas, permasalahan penelitian dari disertasi ini kemudian dipecah menjadi tiga, yang boleh diungkapkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan, sebagai berikut:

1. Bagaimana perdebatan masyarakat akademik tentang perdamaian? 2. Bagaimana pula perspektif JT mengenai masalah yang sama? 3. Bagaimana peran JT di Ambon menegakkan perdamaian? (3) Batasan Masalah

Dari penjelasan tiga masalah pokok, sebagaimana disebutkan di atas, maka pembahasan disertasi ini akan dibatasi pada pandangan JT di Ambon tentang teologi perdamaian dan upaya mereka untuk menegakkannya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengungkap perdebatan masyarakat akademik tentang teologi perdamaian

2. Untuk mengungkap teologi perdamaian Jamaah Tabligh

3. Untuk mengungkap upaya mereka membangun perdamaian universal berdasarkan kebenaran fundamental-universal

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi ilmiah, dalam hal pengembangan doktrin-doktrin fundamental keagamaan namun, dengan cara yang menyejukan, mendamaikan dan menyatukan.

2. Memahami bagaimana Jamaah Tabligh mengaplikasikan peran iman dan kebenaran Islam dalam usaha membangun perdamaian, persatuan dan persaudaraan.

3. Menjembatani barbagai teologi sektarian yang berkecenderungan kuat kepada pembentukan politik identitas yang mengandung potensi konflik. 4. Memberikan acuan bagi para pengembangan atau pun para praktisi yang

terlibat dalam usaha-usaha perdamaian dan persatuan masyarakat dengan tetap mempertahankan kebenaran Islam.

5. Memberikan tanggung jawab kepada setiap orang agar aktif mengambil bagian dalam usaha-usaha membangun perdamaian, kesatuan dan persatuan masyarakat tanpa harus mengorbankan kebenaran fundamental.

E. KAJIAN RISET SEBELUMNYA

Kajian tentang Jamaah Tabligh sudah banyak dilakukan. Beberapa di antaranya perlu dikemukakan di sini. Yusron Razak menyusun disertasi untuk program Doktor (S3)nya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 dengan judul “Jamaah Tabligh: Ajaran dan

(19)

Dakwahnya”. Dengna menggunakan pendekatan ilmu dakwah yang diperkuat analisa atas isi (content analisist), hasil penelitiannya menunjukkan ketidak tepatan tiga peneliti terdahulu, masing-masing: Mumtaz Ahmad, menyebutkan Jamaah Tabligh sebagai gerakan fundamentalisme Islam, Abdul Aziz menyebutkan Jamaah Tabligh sebagai gerakan fundamentalis yang damai dan Jan Ali menyebut Jamaah Tabligh sebagai gerakan Islam revivalis. Yusron ingin memperkuat bahkan mengembangkan kesimpulan Barbara D. Metcalf yang menyebutkan Jamaah Tabligh sebagai gerakan tradisionalis. Ia menemukan bahwa Jamaah Tabligh merupakan gerakan Islam tradisionalis-transnasional. Ciri transnasional itu merupakan aspek dari tradisional dalam Jamaah Tabligh yang telah dikembangkan hingga melampaui batas-batas negara. Ia juga menyinggung tentang penerapan sekularisme yang disetujui oleh Jamaah Tabligh di negara Bangladesh di bawah kepemimpinan presiden Shekh Mujib-ur Rahman (periode 1971-1975). Persetujuan itu sepenuhnya berkaitan dengan distingsi yang dibuat Jamaah Tabligh antara urusan dīn dan dunya.30 Sejauh yang dia lakukan dalam penelitiannya itu, Yusron sedikit

pun tidak membahas teologi perdamaian dalam Jamaah tabligh.

Bertentangan dengan hasil penelitian Yusron Razak, Yoginder Sikand, melalui penelitiannya, justru memperlihatkan Jamaah Tabligh sebagai salah satu gerakan umat Islam India paling modernis. Bangkitnya Jamaah Tabligh pada 1920-an oleh Maul1920-ana Muhammad Ilyas (1885-1944) merupak1920-an suatu fenomena menarik. Kebangkitan itu dapat dilihat sebagai suatu bentuk tanggapan terhadap pendudukan kolonialis Inggeris di satu pihak dan persaingan jumlah antara elit-elit Hindu yang mayoritas dan elit muslim yang minoritas. Gerakan yang dilakukan oleh Maulana Ilyas dan Jamah Tablighnya telah mengarah kepada suatu bentuk pemahaman baru Islam. Gerakan itu juga berhasil membentuk identitas komunitas muslim dalam batas-batas yang diakui. Dengan mengkritik praktek-praktek sufisme yang “tidak Islami” dan menekankan pentingnya Shari’ah Maulana Ilyas telah membantu menggembleng lebih jauh proses pendefenisian ulang identitas muslim di tengah pengaruh kuat Hinduisme.

Pembaruan sufisme yang dilakukan oleh Maulana Ilyas dan Jamaah Tablighnya menimbulkan konsekwensi penting lebih jauh berupa desentralisasi otoritas keagamaan sufisme dalam hal wasilah. Shaikh sufi ditransformasikan menjadi guru yang mengajarkan shari’ah kepada para pengikutnya. Sufi ideal adalah bukan orang yang hengkang dari dunia untuk mengejar maqām mistis dan transendental, melainkan orang yang aktif bekerja di dunia untuk merealisasikan kehendak Tuhan di muka bumi.

Dengan menerima secara kritis terhadap segala yang ditimbulkan modernitas, penolakannya terhadap masalah-masalah ikhtilāfiyah memungkinkan para pengikutnya melakukan penyesuaian pragmatis terhadap tantangan dan prospek hidup di bawah kekuasaan negara non-muslim, termasuk menerima, dalam konteks

30Yusron Razak, “Jamaah Tabligh: Ajaran dan dakwahnya”, disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universiitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

(20)

praktis, prinsip sekularisme. Dalam tulisan ini Sikand juga tidak menyinggung sama sekali teologi perdamaian Jamaah Tabligh.31

Dalam bukunya yang lain yang berjudul The Origins and Development of the Tabligh Jama’at (1920-2000), A Cross-Country Comparative Study, Yoginder Sikand menjelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Jamaah Tabligh di Pakistan, Bangladesh dan Inggris. Ulasan terjauh mengenai Jamaah Tabligh berkaitan dengan pengaruh yang ditimbulkannya sehingga menempatkannya sebagai gerakan yang paling populer di dunia saat ini. Di sini pun tidak mencantum penjelasan apa pun mengenai teologi perdamaian Jamaah Tabligh.

Sejarahwan Barbara D. Metcalf menyumbang dua buku mengenai Jamaah Tabligh. Dalam buku yang berjudul Islamic Contestations, Essays on Muslim in India and Pakistan, Metcalf lebih menyoroti sisi kelemah-lembutan Jamaah tabligh yang dalam pandangannya merupakan gerakan dakwah Islamiah yang damai.32

Dalam Living Hadith in the Tablighi Jama’at, setelah mengkaji kitab rujukan utama Jamaah Tabligh, Fadhail al-A’mal karangan Maulana Muhammad Zakaria, ia menyimpulkan bahwa kehidupan Jamaah Tabligh merupakan suatu upaya menginternalisasikan makna tekstual hadith.33 Kedua tulisannya itu tidak pula

menyinggung teologi perdamaian Jamaah Tabligh.

Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad, dalam makalah ilmiahnya yang berjudul Faith on the Move: Inside of the Ijtimā’ of Jamā’ah Tablīgh in Pekan Baru menyoroti aspek spirit dan ritual Jamā’ah Tablīgh dalam ijtimā’. Maksud diadakannya ijtimā’ adalah untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya anggota untuk diajak khurūj. Aspek lain yang disoroti adalah peran para Maulāna yang berasal dari India, Pakistan dan Bangladesh dalam ijtim̄a’. Tampak bagi para anggota Jamaah Tabligh, Mawlāna adalah penghubung dengan Tuhan dalam hal kepentingan mereka.34

Dalam makalah ilmiahnya yang berjudul Gender, Tabligh and the “Docile Agent”: the Politics of Faith and Embodiment among the Tabligh Jama’at Alexander Horstmann menyoroti peran perempuan pada komunitas Jamaah Tabligh di beberapa wilayah Asia. Horstmann menemukan bahwa di wilayah Thailand Selatan, khususnya di Nakhonsrithammarat dan Songkhla, kaum perempuan memegang peran yang penting dalam pengembangan dakwah. Di tangan perempuan alih transformasi nilai-nilai ajaran Islam berjalan efektif dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Kaum perempuan dapat mempertahankan moralitas, ketaatan, dan kesalehan sebuah keluarga. Mereka juga diposisikan sebagai bertugas hanya di

31Yoginder Sikand, Sufisme Pembaru Jamaah Tabligh, dalam Martin van Bruinessen dan Julia Day Howell “Urban Sufism” (Jakarta: PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Raja Grafindo Persada, 2008), 221-251.

32Barbara D. MetcalfIslamic Contestations, Essays on Muslim in India and

Pakistan(New York: Oxford University, Press, 2004).

33Barbara D. Metcalf, “Living Hadith in the Tablighi Jama’at”, dalam The Journal of

Asian Studies 52, no. 3, Agustus, 2003, 584-608.

34Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad, “Faith on the Move: Inside of the Ijtimā’ of Jamā’ah Tablīgh in Pekan Baru”, dalam Studia Islamika, Indonesian Journal for Islamic

(21)

dalam rumah, bukan di ruang-ruang publik. Menurutnya, dari sisi ini Jama’ah Tabligh terlihat ambiguitasnya.35

Alex Alexiev dalam tulisannya yang berjudul Tablighi Jamaat: Jihad's Stealthy Legions, pada awal tulisannya menjelaskan Jamaah Tabligh sebagai gerakan yang lembut. Dengan menghindari diskusi terbuka tentang politik, Jamaah Tabligh telah memproyeksikan citra dirinya sebagai gerakan yang tidak mengancam. Akibatnya, akademisi cenderung menggambarkan Jamaah Tabligh sebagai gerakan apolitis dengan penekanan pada renungan keimanan pribadi, introspeksi, dan pengembangan spiritual. Gaya hidup yang keras dan egaliter dari misionaris Tabligh dan berdiri pada prinsip mereka untuk menangani penyakit-penyakit sosial menyebabkan banyak pengamat luar menganggap bahwa kelompok tersebut memiliki pengaruh positif pada masyarakat.

Pada akhirnya, dengan berdasarkan laporan dari beberapa Badan Intelijen, seperti Amerika, Perancis, Pakistan dan Inggeris, Alexiev menilai Jamaah Tabligh sebagai gerakan terorisme terselubung. Ada dugaan kuat bahwa gerakan terorisme internasional melakukan penyusupan ke dalam Jamaah Tabligh untuk melakukan perekrutan anggota. 36

Abdul Aziz dalam bukunya Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia, sekedar menjelaskan Jamaah Tabligh sebagai salah bentuk fundamentalisme yang sedang berkembang di Indonesia.37

Samsu Rizal Panggabean, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam juga masih seputar menjelaskan sejarah kelahiran dan perkembangan Jamaah Tabligh yang ditambah dengan sedikit penjelasan mengenai doktrin-doktrin Jamaah Tabligh yang dikenal dengan nama Enam Sifat Sahabat.38

Dalam website “www.angelfire.com” Jamaah tabligh dikelompokkan ke dalam gerakan fundamentalisme, karena memiliki kemiripan dalam hal interpretasi literalis terhadap kitab suci dan juga bekerja untuk kebangkitan Islam murni. Namun sangat berbeda dalam banyak aspek lainnya, di antaranya karena menghindari aktifitas politik.39

Dari kalangan Jama’ah Tabligh juga menulis buku, di antaranya An Nadhr M. Ishaq Shahab, Khurūj Fī Sabīl li Allāh, Musthafa Sayani, Mudzakarah Iman & Amal Shalih, Maulana Muhammad Manshur, Keutamaan Masturah, Usaha Dakwah di Kalangan Wanita Sesuai Contoh Rasul, Shahabah & Shahabiyah, Andi Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny menulis tiga jilid dengan judul Kupas Tuntas

35Alexander Horstmann, “Gender, Tabligh and the “Docile Agent”: the Politics of Faith and Embodiment among the Tabligh Jama’at”, dalam Studia Islamika, Indonesian

Journal for Islamic Studies, Volume 16, number 1, 2009, 107-125.

36Alex Alexiev, Tablighi Jamaat: Jihad's Stealthy Legions http://www.meforum.org/ 686/tablighi-jamaat-jihads-stealthy-legions

37Abdul Aziz, Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia (Jakarta: Diva Pustaka, 2004).

38Samsu Rizal Panggabean, “Organisasi dan Gerakan Islam”, dalam Ensiklopedi

Tematis Dunia Islam: Dinamika Masa Kini (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 2002), jilid VI,

95-97.

39Historical Background of Islamic Fundamentalism, http://www.angelfire. com /az/rescon/islfnd.html.

(22)

Jamaah Tabligh. Kesemua buku ini tak satu pun yang membahas teologi perdamaian Jama’ah Tabligh.

Dari beberapa referensi di atas terlihat bahwa perhatian mereka lebih kepada dakwah Jamaah Tabligh dan permasalahannya. Belum terlihat sama sekali mengenai usaha membangun perdamaian dan kesatuan masyarakat. Di samping itu pula, kesemua penjelasan di atas tidak juga mengungkap teologi yang dikembangkan Jamaah Tabligh, yang karena itu gerakan mereka dapat dipandang sebagai suatu gerakan pembaruan dalam bidang teologi. Penelitian ini, mengambil fokus pada upaya pengembangan aspek fundamental ajaran Islam yang oleh Jamaah Tabligh telah meningkat ke tataran perdamaian berskala global-universal. Penelitian ini merupakan suatu hal yang baru, sehingga perlu mendapat perhatian positif. Diharapkan, dengan penelitian ini dapat membawa kita kepada pentingnya menjaga kesatuan masyarakat dengan tetap melaksanakan usaha-usaha pembaruan secara damai.

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Tipe dan Jenis Penelitian serta Tehnik Pengumpulan Data

Tipe penelitian ini adalah deskriptif-eksploratif. Dengan tipe ini, tujuan penelitian adalah menggali secara luas bagaimana pola gerakan Jamaah Tabligh mengembalikan umat kepada aqidah yang benar, dengan berorintasi pada mewujudkan masyarakat yang damai dan bersatu.

Adapun jenis penelitian ini bersifat kualitatif. Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan melalui observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam (indepth interview). Jenis ini dilakukan untuk menggali informasi secara luas dan mendalam serta didukung oleh data yang memadai mengenai bagaimana pola gerakan Jamaah Tabligh dalam membangun masyarakat.

Dalam mengambil data wawancara peneliti menggunakan tehnik semi terstruktur. Tehnik ini digunakan dengan terlebih dulu dibuatkan pedoman wawancara baru kemudian diperdalam dengan serentetan pertanyaan untuk mengorek keterangan lebih lanjut.

Berkaitan dengan pengamatan (observasi), peneliti mengambil peran langsung sebagai observer yang berperan penuh sebagai orang dalam (insider). Dalam banyak kasus peneliti menampilkan diri sebagai “pemain”. Cara dimaksudkan untuk mengakses yang diperlukan bagi penelitian ini.40 Agar lebih efektif cara ini dilengkapi dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.41

Metode dokumentasi diperlukan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.42 Dengan demikian, ada dua jenis data, data

40 Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial, 168-169.

41Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 270-273.

(23)

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan informasi yang tersedia pada instansi atau lembaga tertentu. 2. Metode Pendekatan

Pendekatan terhadap obyek studi yang multi dimensi, tidak cukup hanya satu. Diperlukan lebih agar obyek dapat terungkap dengan lebih jelas, yaitu dengan pendekatan interdisipliner ilmu-ilmu. Dengan demikian, penelitian ini akan melibatkan beberapa pendekatan, sebagai berikut:

2.1. Pendekatan teologi

Eka Darmaputra, seperti yang dikutip Imam Suprayogo, menjelaskan bahwa pendekatan teologis merupakan suatu upaya merumuskan iman dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Ia berkaitan dengan upaya pengkajian, penghayatan (internalisasi), dan perwujudan (aktualisasi) nilai-nilai iman (ketuhanan) dalam memecahkan masalah-masalah kemanusiaan.43 Suatu kenyataan bahwa gerakan-gerakan perubahan dan pembaruan sosial yang disebutkan dalam penelitian ini semuanya berdasar pada suatu kepercayaan. Dengan menganalisa kepercayaan, masing-masing semangat dari gerakan-gerakan tersebut dapat dipahami.

Berkaitan dengan obyek studi penelitian ini, buku yang menjadi rujukan utama dalam membahas tentang pandangan ketuhanan atau teologi dalam Jamaah Tabligh adalah yang berjudul Khuru Fi Sabilillah, Sarana Tarbiyah Ummat Untuk Membentuk Sifat Imaniyyah. Buku ini disusun oleh An Nadhar M. Ishaq Shahab. 2.2. Pendekatan Ilmu Dakwah

Pendekatan ini digunakan untuk melihat sampai sejauh mana pesan-pesan dakwah JT. dapat merespon kondisi umat Islam. Untuk itu tema-tema pembicaraan JT. akan diukur berdasarkan fungsi-fungsi dakwah, sebagai berikut:

a. Dakwah sebagai Ajakan atau Seruan. Dengan fungsi ini, akan terlihat bagaimana kemampuan JT dalam mengajak dan sampai sejauh mana ajakannya mau diamalkan. Bagaimana juga JT mampu menempatkan dirinya ketika berhadapan dengan tingkat kemampuan pemahaman orang diajak itu.

b. Dakwah sebagai Proses Komunikasi. Dengan fungsi ini seorang JT dituntut mengoptimalkan kemampuannya menyampaikan pesan-pesan dakwahnya kepada orang lain. Komunikasi menghendaki terjadi transformasi dalam bentuk internalisasi Iman dan Islam, pengamalan, pentadrisan ajaran Islam, serta perubahan sikap, perilaku dan keyakinan. c. Dakwah sebagai Pembebasan. Pembebasan yang dimaksud meliputi

pembebasan dari kebodohan, kemalasan, pembelengguan tradisi, kemusyrikan, kekafiran, ketergantungan terhadap alam, dan sebagainya.

43Imam Suprayogo (et.all), Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), 58.

(24)

d. Dakwah sebagai Penyelamatan. Dengan fungsi ini akan dideskriptifkan bagaimana JT melakukan tindakan penyelamatan dari kesalahan, dosa, kemaksiatan dan semua perbuatan mungkar.

e. Dakwah sebagai proses membangun peradaban. Dengan fungsi ini akan terlihat bagaimana JT memerankan dirinya sebagai khalifah Allah dalam upaya membangun perdaban yang Islami.44

Di dalam buku yang disebutkan di atas, Jamaah Tabligh telah menggariskan pedoman dakwah mereka yang disebut 28 Ushul-Ushul Dakwah. Agar lebih jelas, di sini disebutkan, sebagai berikut:

I. Empat Hal yang Diperbanyak 1. Dakwah ilā Allāh

2. Ta’līm wa ta’l 3. Zikr wa al-‘ibādah 4. Khidmah

II. Empat Hal yang Dikurangi 1. Makan dan minum 2. Tidur dan istirahat 3. Keluar dari masjid

4. Pembicaraan dan perbuatan sia-sia III. Empat Hal yang Dijaga

1. Taat kepada amir selama amir taat kepada Allah dan Rasul-Nya 2. Mendahulukan amal ijtima’ daripada amal infiradi

3. Kehormatan masjid 4. Sabar dan tahan uji

IV. Empat Hal yang Harus Ditinggalkan 1. Mengharap kepada makhluk 2. Meminta kepada makhluk 3. Boros dan mubazir

4. Memakai barang orang lain tanpa izin V. Empath Hal yang Tidak Boleh Disentuh

1. Politik, baik dalam negeri maupun luar negeri

2. Khilafiyah (Perbedaan pendapat mengenai masalah fiqh) 3. Membicarakan aib seseorang atau masyarakat

4. Meminta sumbangan dan membicarakan status sosial (pangkat/jabatan) VI. Empat Hal (Pilar-pilar Agama) yang Didekati

1. Ulama 2. Ahli Zikir 3. Penulis kitab 4. Juru dakwah

VII. Empat Hal yang Dijauhi 1. Merendahkan

2. Mengkritik 3. Menolak

44H. Sukriyanto, “Filsafat Dakwah”, dalam Andy Darmawan (ed.), Metodologi Ilmu

(25)

4. Membanding-bandingkan45. 2.3. Pendekatan Filsafat.

Pendekatan filsafat digunakan untuk melihat persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman manusia menjadi pengalaman religius, dan membahas bahasa yang digunakan orang beriman ketika membicarakan keyakinan mereka.46 2.4. Pendekatan Sejarah

Pendekatan sejarah dalam penelitian ini digunakan sebagai metode, bukan materinya. Hal itu karena, sebuah peristiwa, gerakan atau pun pemikiran tidak tiba-tiba muncul begitu saja dari ruang hampa. Ada faktor-faktor dalam situasi kesejarahan yang menjadi pemicu bagi kemunculannya. Menurut Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip Imam Suprayogo dan Tobroni, tujuan dari digunakannya analisis sejarah adalah untuk menemukan kebenaran tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa penting terjadi. Tolfsen menambahkan bahwa perlu sekali dilakukan rekonstruksi proses genesis, perubahan dan perkembangan. Dengan cara demikian manusia dapat dipahami secara kesejarahan. Melalui analisis sejarah juga dapat diketahui bahwa tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran seorang tokoh didorong oleh keinginan-keinginan dan tekanan-tekanan yang muncul dari dirinya sendiri (faktor internal) dan dorongan dan tekanan dari luar (faktor eksternal).47 F. TEHNIK ANALISA DATA

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif, mengikuti pedoman yang diberikan oleh Imam Suprayogo dan Tobroni. Dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Sosial Agama, keduanya menyebut langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian, meliputi proses analisa selama pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan akhirnya menarik kesimpulan/verifikasi data. dengan menggunakan model interaktif. Dalam penjelasan analisa data dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah proses yang berlangsung selama proses penelitian itu sendiri, baik sebelum, pada saat maupun sesudah penelitian di lapangan selesai.48 Adapun analisis konten/isi digunakan sejauh yang menyangkut dengan tema-tema pembicaraan JT.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis berdasarkan pada metodologi yang telah dijelaskan rancangan pada pembahasan tadi. Seluruh data tersebut akan dibahas ke dalam lima bab, sebagai berikut:

45 Lihat, M. Ishaq Shahab, Khuruj fi Sabilillah…, 89-90

46Rob Fisher, “Pendekatan Filsafat”, dalam Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi

Agama, (Jogjakarta: LkiS, 2002), 155.

47Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Peneltian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 65-67.

48Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), 191-200.

Gambar

Tabel I  : Jumlah Kecamatan di Pulau Ambon  45
Gambar  I.  Monumen  Gong  Perdamaian  Dunia  yang  ke-39,  dibuat  untuk  mem- mem-peringati kerusuhan Maluku/Ambon Tahun 1999-2002, terletak di kota Ambon
Tabel I. Jumlah kecamatan di kota Ambon
Tabel  2:  Jumlah  Penduduk  Maluku  Berdasarkan  Kabupaten/Kota  di  Provinsi  Maluku pada tahun 2005, 2006, dan 2007
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan dari metode latihan plyometrics diantara lain: (a) kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif untuk menghasilkan

Name and Adress of the College Composite Remarks Contact

Nitrogen dalam tanah utamanya berasal dari proses perombakan bahan organik, pola sebaran kandungan N yang terbentuk menunjukkan bahwa kandungan N total hanya

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Persepsi mahasiswa FEB jurusan Manajemen S1 semester 2 terhadap perilaku menyontek adalah: (1) Mempunyai

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah konsentrasi ekstrak jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) berpengaruh terhadap besar zona hambat pada bakteri Proteus sp..

pengembangan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas itu kami sudah Apakah dalam mengadopsi langsung dari cambridge guru pengintegrasian kedua hanya mengembangkan ya baru kalau

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh media audio visual terhadap konsentrasi belajar anak kelompok B di TK Pertiwin 2 desa Ngarum Kecamatan Ngrampal