74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Partai Golongan Karya dan Partai Hati Nurani
Rakyat
1. Partai Golongan Karya
Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya atau disingkat Sekber Golkar. Sekber Golkar merupakan perhimpunan (federasi) 97 organisasi fungsional non afiliasi politik yang anggotanya terus berkembang hingga mencapai 220 organisasi.
Setelah melalui Rakornas I (Desember 1965) dan Rakornas II (Nopember 1967) dilakukan pengelompokan organisasi berdasarkan kekaryannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:
1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) 2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) 3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) 4. Organisasi Profesi
5. Ormas Pertahanan keamanan (Hankam) 6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) 7. Gerakan Pembangunan
Untuk menghadapi Pemilu 1971, tujuh KINO yang merupakan kekuatan inti dari Sekber Golkar tersebut diatas pada tanggal 4 Februari 1970 mengeluarkan keputusan bersama untuk ikut menjadi peserta pemilihan umum melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (Golkar). Logo yang menjadi tanda
75 gambar Golkar sejak Pemilu 1971 tersebut tetap dipertahankan sampai sekarang. Melalui Musyawarah Nasional (Munas) I tanggal 4-10 September 1973 di Surabaya, dikukuhkan perubahan nama yang sebelumnya telah diputuskan oleh musyawarah Sekber Golkar tanggal 17 Juli 1971 di Jakarta yaitu menggunakan nama sebagai peserta Pemilu 1971. Dengan demikian Sekber Golkar yang semula merupakan organisasi bersifat federatif dari Golongan Karya.
Selanjutnya dari pemilu ke pemilu sejak tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 Golkar terus menerus berhasil mengemban kepercayaan rakyat dengan memperoleh kemenangan sebagai mayoritas tunggal. Setelah terjadinya Gerakan Reformasi yang dimotori oleh mahasiswa sehingga terjadinya peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada B.J Habibie maka diadakan pembaharuan beberapa undang-undang di bidang politik dengan ditetapkan undang-undang yang baru tentang Partai Politik, Pemilihan Umum, dan Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Untuk menyesuaikan dengan ketentuan baru peraturan perundang-undangan tersebut maka pada tanggal 7 Maret 1999 telah dilaksanakan Deklarasi Partai Golongan Karya dan sejak saat itu secara resmi Golkar menegaskan diri menjadi partai politik dalam posisi yang sejajar serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan partai politik yang lain. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Golkar yang baru sudah ditetapkan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada tanggal 9-11 Juli 1998. Bersamaan dengan penetapan berbagai hasil Munas Luar Biasa kiranya sebagai manifestasi pembaharuan dalam tubuh Golkar untuk tampil sesuai dengan
76 tuntutan dan semangat reformasi. Berdasarkan hasil Munas Luar Bisaa tersebut, DPP Partai Golkar menegaskan paradigma baru Partai Golongan Karya yang berintikan misi, visi dan platform perjuangan Partai Golkar dalam era reformasi. Partai Golongan Karya dalam paradigma baru dan diringkas sebagai Golkar Baru pada prinsipnya mengedepankan tema pokok perjuangannya dengan semboyan:
Golkar Baru, Bersatu Untuk Maju.
2. Partai Hati Nurani Rakyat
Pendirian Partai Hanura dirintis oleh Wiranto bersama tokoh-tokoh nasional yang menggelar pertemuan di Jakarta pada tanggal 13-14 November 2006. Forum tersebut melahirkan delapan kesepakatan penting sebagai berikut.
1) Dengan memperhatikan kondisi lingkungan global, regional, dan nasional, serta kinerja pemerintahan RI selama ini, mengisyaratkan bahwa sejatinya Indonesia belum berhasil mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945. 2) Memperhatikan kinerja pemerintahan sekarang ini maka kemungkinan tiga
tahun yang akan datang akan sulit diharapkan adanya perubahan yang cukup signifikan, menyangkut perbaikan nasib bangsa.
3) Oleh sebab itu perjuangan untuk mewujudkan terjadinya sirkulasi kepemimpinan nasional dan pemerintahan bukan lagi untuk memenuhi ambisi perorangan atau kelompok, namun merupakan perjuangan bersama untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
4) Perjuangan itu membutuhkan keberanian untuk menyusun strategi jangka panjang pada keseluruhan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara guna mengembalikan kemandirian dan kebanggaan kita sebagai bangsa.
77 5) Untuk itu diperlukan kepemimpimpinan yang jujur, bijak, dan berani yang dapat menggalang persatuan, kebersamaan, dan keikhlasan, sebagaimana dahulu para pendahulu kita ‘berhimpun bersama sebagai bangsa untuk mencapai kemerdekaan’. Sekarang saatnya kita berhimpun kembali sebagai bangsa guna menyelamatkan negeri kita.
6) Kita kembangkan semangat perjuangan, ‘Semua untuk satu, satu untuk semua’. Artinya, semua harus memberikan yang terbaik untuk satu tujuan bersama, yakni membentuk pemerintahan yang jujur dan berkualitas. Selanjutnya, pemerintahan itu benar-benar akan bekerja semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia.
7) Perjuangan itu akan kita wadahi dalam sebuah partai politik.
8) Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati dan melindungi perjuangan yang tulus dan ikhlas ini demi masa depan Indonesia yang kita cintai bersama.
Delapan kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti dalam wadah partai politik bernama Partai Hati Nurani Rakyat, disingkat Partai Hanura. Pendeklarasian partai ini diselenggarakan pada tanggal 21 Desember 2006 di Jakarta.
Komposisi dewan pendiri Partai Hanura di antaranya adalah: Jend. TNI (Purn) Wiranto, Yus Usman Sumanegara, Dr. Fuad Bawazier, Dr. Tuti Alawiyah AS., Jend. TNI (Purn) Fachrul Razi, Laks TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, Prof. Dr. Achmad Sutarmadi, Prof. Dr. Max Wullur, Prof. Dr. Azzam Sam Yasin, Jend. TNI (Purn) Subagyo HS., Jend. Pol (Purn) Chaeruddin Ismail, Samuel Koto,
78 LetJen. TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, Marsdya TNI (Purn) Budhy Santoso, Djafar Badjeber, Uga Usman Wiranto, Letjen. TNI (Purn) Ary Mardjono, Elza Syarief, Nicolaus Daryanto, Anwar Fuadi, Dr. Teguh Samudra dan lain-lain.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang penulis kemukakan di sini adalah hasil penulusuran lapangan untuk meneliti rekrutmen calon anggota DPRD Provinsi oleh Partai Golongan Karya dan Partai Hati Nurani Rakyat. Adapun berbagai informasi ini penulis dapatkan dari :
1. Wawancara dengan :
o Bapak Drs.H.Yod Mintaraga, MPA (Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Barat)
o Bapak H. Deddy Ismail, Amd (Ketua Biro OKK DPD Partai Golkar Jabar) o Ibu Toety Yani Marlina (Caleg DPRD Jabar Partai Golkar Dapil Jabar VII
dengan nonor urut 3)
o Bapak H. Dede Gunawan, SS. (Kepala Sekretariat DPD Partai Golkar Jabar)
o Ibu Dyah Yanti T., SH (Wakil Ketua di DPD Partai Hanura Jawa Barat) o Bapak Fitrun Fitriansyah (Wakil Sekretaris di DPD Partai Hanura Jawa
Barat)
o Bapak dr. Ganjar Simakerti (Caleg DPRD Jawa Barat Partai Hanura Dapil Jabar I nomor urut 2)
79 o Ibu Helvi Indah Sari, SH (Caleg DPRD Jabar Partai Hanura Dapil Jabar
VI dengan nonor urut 8)
o Bapak Drs. Arry Bainus, M.A selaku pemerhati politik
2. Berbagai dokumen dari DPD Partai Golkar Jawa Barat dan DPD Partai Hanura Jawa Barat.
3. Data dari Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Jawa Barat 4. Berbagai sumber literatur dari koran, majalah dan internet.
1. Rekrutmen Calon Anggota DPRD Provinsi dari Partai Golongan Karya
a. Mekanisme dan Pola Rekrutmen Calon Anggota DPRD
Rekrutmen calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2009 yang dijalankan Partai Golongan Karya (Golkar) mengacu kepada hasil Rapat Pimpinan Nasional II Golkar yang diselenggarakan di Bali pada tahun 2006 yang lalu, tepatnya diatur oleh Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Nomor : Kep–143/DPP/GOLKAR/II/2007 Tentang Pedoman Penyusunan Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten /Kota Partai Golongan Karya. Keputusan ini menjadi suatu acuan yang harus dijalankan oleh semua dewan pimpinan partai terkait.
Secara umum partai Golkar tidak membuka pendaftaran secara langsung. Rekrutmen yang dilakukan hanya terbatas untuk anggota internal partai saja. Menurut DG, Hal ini bukan karena Golkar merasa di atas angin, tetapi ternyata setelah terjadi berbagai kasus, Golkar masih diminati oleh masyarakat, banyak berbagai macam elemen masyarakat masuk Partai Golkar. Otomatis setelah masuk
80 Partai Golkar mereka menjadi kader Golkar. Apa yang disampaikan tersebut merupakan suatu argumentasi bahwa Partai Golkar sudah dan masih memiliki kader yang banyak, jadi tidak perlu membuka pendaftaran terbuka untuk umum.
Golkar memang memiliki energi untuk merekrut caleg hanya dari kalangan internal partai karena Golkar memiliki kader yang banyak. Kader Partai Golkar sendiri juga sudah sangat memadai untuk dicalonkan menjadi anggota legislatif. Hal ini didukung oleh organisasi-organisasi “anak” Partai Golkar. Golkar punya organisasi pendiri dan didirikan, organisasi pendiri misalnya Sentra Organisasi Swadiri Karyawan Indonesia (SOSKI), Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Organisasi yang didirikan misalnya Angkatan Muda Pemuda Indonesia (AMPI), Majelis Dakwah Indonesia (MDI), Himpunan Wanita Karya (HWK), Satuan Karya (Satkar) Ulama. Ada juga organisasi sayap seperti Angkatan Muda Pemuda Golkar (AMPG), Kelompok Perempuan Partai Golkar (KPPG). Setelah itu Golkar juga punya badan dan lembaga seperti Bakumham, Balitbang, Lembaga pengkajian seni dan budaya, kurang lebih ada tujuh lembaga yang terdapat dalam Partai Golkar.
Berdasarkan Keputusan Rapimnas II, sumber rekrutmen bakal calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah kader-kader partai Golkar yang selama ini aktif dalam :
1. kepengurusan partai Golkar,
2. anggota Fraksi Partai Golkar DPR/MPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,
81 3. pengurus Ormas pendiri dan didirikan partai Golkar,
4. Organisasi sayap,
5. pengurus badan dan lembaga yang dibentuk oleh Partai Golkar, 6. anggota Kelompok Kerja/Tim Kerja Partai Golkar,
7. Daftar Calon Tetap (DCT) anggota legislatif pada pemilu yang lalu, 8. kader partai yang telah memenuhi persyaratan, dan
9. anggota atau simpatisan Partai Golkar Berdasarkan persetujuan DPP Partai Golkar
Setiap orang yang menjadi anggota Golkar tidak serta merta bisa dicalonkan oleh partai. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi supaya bisa maju menjadi bakal calon. Mereka (para anggota Golkar yang duduk di kepengurusan partai, organisasi sayap, organisasi pendiri dan yang didirikan, lembaga yang didirikan Golkar, pokja) wajib mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) kader yang diselenggarakan oleh Partai Golkar. Diklat Kader ini merupakan syarat dasar bagi mereka yang ingin menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dari Golkar. Setelah itu mereka yang sudah mengikuti diklat kader dan ingin menjadi bacaleg harus mengikuti Orientasi Fungsionaris yang diselenggarakan oleh Partai Golkar. Orientasi inilah yang menjadi semacam “tiket” bagi mereka yang ingin menjadi caleg dari Partai Golkar.
Dari sembilan sumber rekrutmen calon anggota legislatif yang dikemukakan sebelumnya, kita lihat bahwa Partai Golkar tidak menutup kemungkinan untuk meminang figur di luar Partai Golkar untuk dicalonkan menjadi bakal caleg, asal ada persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
82 Figur-figur khusus yang dicari tersebut harus memberikan nilai tambah bagi partai Golkar, entah itu potensi untuk mendulang suara, bantuan logistik bagi parpol, maupun ide/pikiran bagi kemajuan partai.
Rekrutmen caleg dari luar unsur Parpol Golkar diatur dalam Keputusan Rapimnas II. Di sana disebutkan bahwa perlu juga cara memperluas dukungan partai dalam masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas peran para anggota parlemen dengan cara menerapkan kebijakan khusus dalam proses rekrutmen dengan menyediakan 10% calon yang diseleksi dari tokoh-tokoh masyarakat simpatisan Partai Golkar seperti pensiunan TNI/POLRI pensiunan birokrat para artis para pelaku bisnis tokoh-tokoh agama, dll.
Wewenang untuk menetapkan calon anggota DPRD Provinsi berada pada Dewan Pimpinan Daerah Golkar Provinsi dengan memperhatikan dengan sungguh sungguh rekomendasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten/Kota dari daerah pemilihan calon yang bersangkutan serta hasil evaluasi kinerja calon yang bersangkutan dari salah satu atau lebih DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota.
Proses penyiapan calon anggota DPRD Provinsi dilakukan oleh ketua, sekretaris, Korbid OKK, Koordinator Bidang PP, Koordinator Daerah (Korda) terkait, dan DPD Kabupaten/Kota yang bersangutan. Pengambilan keputusan mengenai calon anggota DPRD Provinsi dilakukan dalam rapat pleno Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Provinsi yang khusus diadakan untuk itu.
Proses rekrutmen caleg Partai Golkar sudah dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Nomor : Kep–
83 143/DPP/GOLKAR/II/2007 Tentang Pedoman Penyusunan Calon Anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten /Kota Partai Golongan Karya dan Peraturan Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Nomor : PO-11/DPP/GOLKAR/II/2007 tentang Penugasan Fungsionaris Partai Golkar. Aturan yang pertama menjadi petunjuk bagi proses rekrutmen caleg Golkar dan aturan yang kedua menjadi petunjuk bagi pelaksanaan penugasan fungsionaris partai yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses rekrutmen caleg.
Penugasan Fungsionaris merupakan bagian yang sangat penting dalam proses rekrutmen bacaleg. Penugasan ini merupakan langkah awal dari proses mempersiapkan bakal calon anggota legislatif setelah dikeluarkannya keputusan Rapat Pimpinan Nasional II tentang pedoman penyusunan balon legislatif yang juga bertujuan untuk mendayagunakan kader secara optimal guna membantu secara aktif partai dalam menggerakan segenap potensi organisasi dan peluang yang ada, guna meningkatkan peran dan aktivitas dalam mewujudkan tujuan organisasi.. Dikarenakan rekrutmen caleg dari Golkar ditujukan khusus bagi internal partai saja maka penugasan fungsionaris menjadi penting nilainya karena dijadikan sebagai tolak ukur kinerja serta kontribusi seorang kader terhadap partai.
Adapun secara umum tugas fungionaris partai Golkar adalah mendorong terlaksananya keputusan Musyawarah Nasional VII Partai Golkar tahun 2004, Keputusan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, dan keputusan serta kebijakan partai lainnya di wilayah penugasan masing-masing. Penugasan ini merupakan langkah awal untuk memperkenalkan kader yang nantinya akan mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif kepada daerah. Penugasan fungsionaris ini
84 merupakan konsolidasi organisasi, di mana para fungsionaris yang ditugaskan melakukan pembinaan di daerah sekaligus agar dirinya dikenal oleh daerah.
Penentuan kader untuk menjadi fungsionaris partai sesuai dengan jenisnya dilakukan oleh Dewan Pimpinan Partai sesuai dengan tingkatannya. Fungsionaris partai tingkat pusat yang ditugaskan di wilayah provinsi ditetapkan oleh DPP Partai Golkar, fungsionaris partai tingkat provinsi yang ditugaskan di wilayah kabupaten/kota ditetapkan oleh DPD Partai Golkar Provinsi, dan fungsionaris partai tingkat kabupaten/kota yang ditugaskan di wilayah kecamatan ditetapkan oleh DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota.
Setelah selesainya penugasan fungsionaris, maka proses untuk mempersiapkan dan menyusun nama-nama untuk dicalonkan menjadi calon anggota DPRD Provinsi bisa dimulai. Sebelumnya, diadakan dahulu Orientasi Fungsionaris, dimana Orientasi Fungsionaris ini diikuti oleh para fungsionaris Partai Golkar yang ingin mendapatkan “tiket” menjadi bakal calon atau calon anggota legislatif dari partai Golkar. Orientasi ini sifatnya wajib diikuti oleh mereka yang ingin menjadi caleg dari partai Golkar. Walaupun, misalnya, ia yang saat ini duduk sebagai anggota dewan ─ yang sudah pasti ia pernah mengikuti orientasi fungsionaris sebelum pemilu 2004 ─ juga harus mengikuti orientasi fungsionaris pada periode ini karena materi yang diberikan pada saat orientasi fungsionaris periode yang lalu bisa saja diperbaharui, dan mungkin terdapat materi-materi baru yang belum didapatkan dari orientasi fungsionaris pada periode lalu.
85 Setelah Orientasi Fungsionaris, tahap selanjutnya adalah inventarisir nama-nama para fungsionaris yang mendapatkan tugas di daerah yang akan dijadikan bakal caleg oleh DPD Provinsi kepada DPD Kabupaten/Kota. Setelah itu, DPD Kabupeten/Kota melakukan penilaian terhadap kinerja nama-nama yang dikirimkan tersebut. Setelah melakukan penilaian, DPD Kabupaten/Kota dalam satu dapil menyusun daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi secara alfabetis sebanyak-banyaknya tiga kali (3X) jatah kursi. Dalam penyusunan ini, bisa saja ada beberapa nama yang sebelumnya dikirimkan oleh DPD Provinsi tidak dicantumkan, dan bisa juga DPD Kabupaten/Kota menambahkan sendiri (maksimal dua orang) apabila diperlukan.
Setelah nama-nama usulan bakal calon anggota legislatif dikembalikan oleh DPD Kabupaten/Kota kepada DPD Provinsi, tahap selanjutnya adalah proses seleksi sesuai aturan pembobotan yang telah ditetapkan. Dalam seleksi ini pun harus diperhatikan benar hasil penilaian yang dilakukan oleh DPD Kabupaten/Kota. Setelah seleksi, tahap selanjutnya adalah menyusun Daftar Calon Sementara (DCS) yang akan dikirimkan ke KPUD Provinsi.
Proses seleksi yang dimaksud di atas dilakukan oleh sebuah tim khusus. Di DPD Provinsi Partai Golkar terdapat tim khusus yang menangani masalah rekrutmen calon anggota DPRD Provinsi, namanya “Tim Tujuh”. Secara umum Tim Tujuh ini tugasnya adalah untuk menginventarisir dan menyusun nama-nama bakal calon yang akan diajukan untuk menjadi calon anggota legislatif DPRD Provinsi. Tim 7 (tujuh) ini terdiri atas unsur: ketua umum DPD Provinsi (yang
86 secara otomatis menjadi ketua tim), empat wakil ketua DPD Provinsi, sekretaris DPD Provinsi, dan dua orang wakil sekretaris DPD Provinsi.
Adapun Tata cara pemilihan calon anggota legislatif DPRD Provinsi yang tercantum dalam keputusan Rapimnas II Golkar adalah sebagai berikut.
1. DPD Partai Golkar Provinsi mengirimkan kepada DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota nama-nama para fungsionaris provinsi yang mendapat tugas melakukan pembinaan dan penggalangan di daerah.
2. Apabila diperlukan DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota dapat menambahkan sebanyak-banyaknya 2 (dua) nama baru untuk menjadi fungsionaris provinsi, di luar nama-nama fungsionaris yang dikirim DPD Partai Golkar Provinsi.
3. DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota dalam satu daerah pemilihan melakukan evaluasi kinerja para fungsionaris Provinsi dalam menjalankan tugas pembinaan dan penggalangan daerahnya
4. Dengan memperhatikan hasil evaluasi kinerja para fungsionaris provinsi dan usul saran DPD Kabupaten/Kota yang menjadi daerah penugasan fungsionaris, DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota dalam satu daerah pemilihan menyusun daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi secara alfabetis, sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali, dan dikirimkan kepada DPD Partai Golkar Provinsi.
5. DPD Partai Golkar Provinsi (Ketua DPD, sekretaris, korbid OKK, korbid PP, korda terkait) melakukan verifikasi terhadap daftar bakal calon yang dikirimkan DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota dalam satu daerah
87 pemilihan, dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh hasil penilaian terhadap masing-masing calon sesuai aturan pembobotan yang telah ditetapkan guna menyusun Daftara Calon Sementara (DCS)
6. DPD Partai Golkar Provinsi berwenang mengganti nama dalam Daftar Calon kelipatan 3 (tiga) dengan nama lain yang diambil dari daftar penugasan fungsionaris provinsi
7. DPD Partai Golkar Provinsi menetapkan daftar calon definitif sesuai ketentuan undang-undang dalam rapat pleno DPD Partai Golkar Provinsi. 8. DPD Partai Golkar Provinsi mengorganisir penyelesaian administrasi
pencalonan sesuai ketentuan undang-undang
9. DPD Partai Golkar Provinsi mengirimkan daftar calon definitif ke KPUD Provinsi
Dalam menyusun daftar caleg DPRD Provinsi, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh DPD Golkar Provinsi, yaitu :
a. Aspek pengabdian
Aspek penilaian ini meliputi pengalaman pengabdian para calon sebagai pengurus partai, anggota fraksi, pengurus organisasi sayap, pengurus badan dan lembaga, pengurus Ormas yang mendirikan dan didirikan anggota kelompok kerja, kepanitiaan dalam partai, dan lain-lain.
b. Aspek penugasan fungsionaris
Aspek-aspek yang disoroti dalam penugasan fungsionaris adalah kemampuan membina komunikasi dengan basis partai di daerah, kemampuan memfasilitasi dan mendinaminasi kegiatan partai di daerah
88 penugasan, dan kemampuan memperluas dukungan partai di daerah penugasan.
c. Aspek prestasi, pengalaman, dan pengaruh
Aspek penilaian ini dapat disoroti dari tiga indikator utama, yaitu (a) prestasi dalam menjalankan penugasan khusus yang diberikan oleh partai, (b) nilai ketokohan, dukungan, dan pengaruh para calon dalam masyarakat dan (c) keaktifan membina basis partai.
d. Aspek pendidikan formal
Mengenai aspek pendidikan formal Partai Golkar menyesuaikan dengan UU No. 10 Tahun 2008. Tetapi guna meningkatkan kualitas calon maka Golkar menetapkan standar yang lebih, yaitu untuk DPR RI minimum S1 atau sederajat, DPRD Provinsi minimum Sarjana Muda atau D3 atau sederajat, dan DPRD Kabupaten/Kota minimum SMA.
e. Aspek kesinambungan dan regenerasi
Dalam aspek ini Partai Golkar mengusahakan proporsi perbandingan calon lama dan calon baru sebanyak 40% : 60%.
f. Aspek usia
Dalam aspek ini Partai Golkar menargetkan proporsi calon berdasrkan kelompok usia, yaitu (1) ≤ 40 tahun sebanyak 25%, (2) 41-60 tahun sebanyak 65% dan (3) 61 tahun ke atas sebanyak 10%.
g. Aspek kesetaraan gender
Dalam aspek ini Partai Golkar mentargetkan komposisi perempuan dalam daftar caleg sebyak 30% dengan kualifikasi yang memadai.
89 Setelah melalui tahap-tahap tersebut, DPD Partai Golkar Jawa Barat menetapkan daftar calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan oleh KPUD Jabar sebagai Daftar Calon Tetap (DCT).
Apabila melihat dari acuan rekrutmen caleg (hasil Rapimnas II) dari partai Golkar maka tampak bahwa peran pimpinan partai sangat besar. Pimpinan partai bersama dengan tim yang dibentuknya (tim tujuh) memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menentukan bakal calon terpilih. Hal ini didukung oleh acuan pemberian skor yang tidak begitu terperinci sehingga pemberian skor sangat leluasa untuk ditafsirkan oleh pimpinan partai.
Mengenai hal ini DG membenarkan bahwa untuk urusan seleksi, tertutup hanya bagi tim tujuh saja. Menurutnya, hal ini disebabkan pimpinan partailah yang lebih mengetahui kualitas bacaleg yang ada. Walupun demikian, kenyataan ini memberikan peluang bagi rekrutmen caleg yang dimuati unsur subyektifitas pimpinan partai.
b. Kriteria-kriteria yang Ditetapkan Partai Golkar terhadap Calon Anggota
DPRD Provinsi
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan para informan dari Golkar, terungkap kriteria yang paling sering disebut untuk menjadi calon anggota DPRD Provinsi adalah aspek prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PD2LT). Aspek inilah yang menurut mereka harus dimiliki oleh semua calon anggota legislatif dari partai Golkar.
Partai Golkar mempunyai ketetapan mengenai kriteria-kriteria dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai
90 calon anggota legislatif dari Golkar. Kriteria atau syarat yang pertama adalah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 dan kriteria yang kedua adalah kriteria khusus ditetapkan dan dibuat oleh Partai Golkar guna menjadi bahan seleksi mendapatkan calon pemimpin yang berkualitas. Adapun syarat khusus yang ditetapkan oleh Partai Golkar adalah sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Nomor : Kep–143/DPP/GOLKAR/II/2007 Tentang Pedoman Penyusunan Calon Anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten /Kota Partai Golongan Karya, yaitu:
a. Telah menjadi anggota partai Golkar yang dibuktikan dengan Nomor Pokok Anggota Golkar (NPAG) dan Kartu Anggota Partai Golkar b. Telah aktif berjuang dalam jajaran Partai Golkar sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) tahun bagi anggota DPR RI dan 5 (lima) tahun bagi anggota DPRD secara terus menerus terhitung sampai dengan pelantikan
c. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader yang diselenggarakan Partai Golkar
d. Telah melaksanakan penugasan fungsionaris di daerah dengan baik e. Mempunyai prestasi dedikasi disiplin, loyalitas dan tidak tercela
(PD2LT)
f. Mempunyai pengaruh/dukungan yang luas di daerah
g. Memenuhi ketentuan tingkat pendidikan minimal yang ditetapkan partai.
91 Mengacu kepada ketentuan tersebut, DG mengungkapkan bahwa setiap kader yang ingin mencalonkan diri sebagai bacaleg dari Partai Golkar harus memiliki “tiket” pencalonan dengan mengikuti Orientasi Fungsionaris. Orientasi Fungsionaris ini harus diikuti oleh mereka yang ingin menjadi bakal calon anggota legislatif, tetapi tidak semua kader yang telah mengikuti orientasi fungsionaris akan menjadi calon anggota legislatif, karena dari sekian banyak yang ikut, akan diciutkan kembali menjadi sejumlah tiga kali (3X) jatah kursi oleh DPD Provinsi.
Pengecualian keharusan mengikuti Orientasi Fungsionaris berlaku pada kader fungsional. Apabila ada seorang atau lebih dari orang-orang yang dipilih oleh DPD Golkar Provinsi sebagai bakal caleg DPRD Provinsi mengundurkan atau menyatakan ketidaksiapannya, maka DPD akan menggantinya dengan kader fungsional. Kader fungsional ini bisa berasal dari kalngan pengusaha, akademisi, tokoh masyarakat, dsb. Mereka tidak mesti mengikuti Orientasi fungsionaris, karena keadaannya mendesak.
Segala kriteria dan syarat yang ditetapkan Partai Golkar terhadap para bakal calon legislatif tidak lain adalah untuk menghasilkan pemimpin (anggota dewan) yang amanah dan mampu menjalankan segala tugas sebagai legislator, yaitu untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, fungsi legislasi, dan fungsi budgeting. Hal ini diamini oleh Pak Yod yang juga mengharapkan apa yang telah dibuat oleh partai Golkar bisa bermanfaat bagi Negara dan partai Golkar itu sendiri.
92 Dalam rangka memperoleh calon anggota legislatif yang nantinya mampu menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan kriteria umum dan khusus yang ditetapkan oleh partai Golkar, maka partai Golkar menetapkan beberapa aspek penilaian dalam hal penyeleksian bacaleg yang digunakan untuk proses skoring yang akan dilakukan oleh Tim Tujuh. Aspek tersebut yang seperti tercantum dalam Keputusan DPP Partai Golkar Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Calon Anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Partai Golkar, terdiri dari:
1. Aspek Pengabdian (bobot 35%)
Aspek ini meliputi pengabdian bakal caleg di kepengurusan DPD Provinsi (bobot 30%), kepengurusan Ormas pendiri dan didirikan (bobot 20%), kepengurusan Organisasi Sayap (bobot 20%), pengurus badan dan lembaga (bobot 15%), Kelompok Kerja (bobot 10%), kader (bobot 5%)
2. Aspek Prestasi, Pengalaman, dan Pengaruh (bobot 30%)
Aspek ini diukur menggunakan tiga indikator utama yaitu prestasi selama menjalankan penugasan partai (bobot 40%), ketokohan dan pengaruh dalam masyarakat (30%), keaktifan membina basis partai (bobot 30%)
3. Aspek Penugasan Fungsionaris (bobot 25%)
Aspek ini diukur dari prestasi/keberhasilan bacaleg selama menjalankan penugasan fungsionaris, keberhasilan itu diukur dari tiga indikator yaitu kemampuan membina komunikasi dengan basis partai
93 di daerah penugasan (bobot 30%), kemampuan memfasilitasi dan mendinamisasi kegiatan partai di daerah penugasan (bobot 35%), dan kemampuan memperluas dukungan partai di daerah penugasan (bobot 35%)
4. Aspek Pendidikan (bobot 10%)
Aspek ini dilihat dari pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah yang pernah dijalani calon. S2/S3 memiliki bobot 40%, S1 35%, sedangkan SMA atau sederajat 25%.
Dari berbagai aspek penilaian tersebut tampaknya aspek pengabdian meiliki sumbangsih yang paling signifikan dalam proses seleksi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah partai memunculkan nama-nama yang “ujug-ujug” menjadi calon tanpa adanya proses kaderisasi di partai.
Sumbangsih seorang bacaleg juga prestasinya dalam Partai Golkar memegang peran kunci untuk meloloskannya menjadi salah satu calon anggota legislatif. Oleh karena itu, maka aspek pengabdian, aspek prestasi, pengalaman, pengaruh, dan aspek penugasan fungsionaris memiliki bobot yang tinggi dalam skoring.
Dalam ketentuan pembobotan dari Partai Golkar, yang menarik adalah aspek pendidikan yang hanya memiliki bobot 10%, yaitu bobot terkecil dalam penilaian. Sekilas tampak bahwa aspek pendidikan kurang menjadi aspek pertimbangan dalam penentuan rekrutmen caleg dari Partai Golkar, tetapi apabila kita melihat daftar calon tetap calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Golkar, kita bisa cukup merasa lega karena prosentase caleg yang
94 berpendidikan S1 dan S2 jumlahnya cukup signifikan, yaitu 22,6% untuk S2 dan 53,04% untuk S1. Angka ini cukup memberi harapan peluang terpilihnya caleg yang berkualitas.
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Caleg DPRD Jawa Barat Partai GOLKAR NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH DALAM DCT PROSENTASE 1. S3 - - 2. S2 26 22,6% 3. S1 61 53,04% 4. D3 12 10,4% 5. D2 1 0,9% 6. SMA/Sederajat 15 13,04%
Diolah dari data DPD GOLKAR Jabar
Dalam Keputusan DPP Partai Golkar Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Calon Anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Partai Golkar, walupun tidak disebutkan secara tegas, standar minimal untuk DPRD Provinsi adalah Sarjana Muda atau D3/sederajat. Ketentuan ini ─ sekali lagi, walau dinyatakan dengan tidak tegas ─ merupakan upaya yang sangat bagus untuk meningkatkan kualitas calon anggota legislatif dari partai Golkar. Tetapi tampaknya amanat itu belum terpenuhi sepenuhnya oleh DPD Golkar Jabar, karena dari 115 orang caleg DPRD Provinsi Jabar dari Partai Golkar, terdapat 14 orang (13,9%) yang bertingkat pendidikan dibawah D3/sederajat.
95
c. Hambatan atau Kendala yang Ditemui dan Upaya Penyelesaiannya.
Ketika ditanya masalah kendala yang dialami oleh Partai Golkar, DG mengungkapkan bahwa praktis tidak ada kesulitan yang berarti yang ditemui oleh DPD Golkar Jabar dalam proses rekrutmen calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Ia hanya menyebutkan bahwa yang mungkin menjadi kendala adalah masalah persyaratan administrasi bacaleg. Hal ini terutama pada saat Partai Golkar akan mengganti bacaleg yang mengundurkan diri setelah Daftar Calon Sementara. Kesulitan itu terletak pada waktu yang mepet yang dibutuhkan oleh calon pengganti. Oleh karena itu, Partai Golkar Jabar tidak mencari pengganti mereka yang mengundurkan diri dari pencalonan, dengan alasan masalah waktu dalam pemenuhan berkas-berkas persyaratan administrasi calon.
Sementara itu, TY yang merupakan caleg DPRD yang juga sekaligus sebagai salah satu pengurus di DPD Golkar Jabar mengatakan bahwa saat ini perempuan masih sulit bersaing dengan laki-laki. Keterwakilan perempuan saat ini dirasakan masih kurang. Sehingga tidak heran apabila sampai saat ini Golkar belum mampu untuk memenuhi 30% kuota perempuan untuk calon anggota legislatif.
Apabila kita melihat komposisi calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Golkar yang ada saat ini, apa yang disampaikan oleh TM terbukti. Rata-rata per daerah pemilihan di Jawa Barat jumlah perempuan dalam DCT DPRD Jabar Partai Golkar adalah 26,9%. Sedangkan apabila kita melihat jumlah perempuan dalam DCT DPRD Jawa Barat Partai Golkar secara keseluruhan, ada 31 orang (26,9%) caleg perempuan dari 115 orang caleg. Hal ini menunjukan
96 bahwa amanat hasil RAPIMNAS II dan UU No. 10 Tahun 2008 belum berhasil dipenuhi oleh DPD Golkar Jabar.
Menurut DG, tidak terpenuhinya 30% perempuan adalah dikarenakan sejak awal Partai Golkar sudah menerapkan sistem suara terbanyak, sehingga banyak fungsionaris perempuan Partai Golkar yang merasa tidak mampu bersaing dengan laki-laki.
Tabel 4
Rata-rata caleg perempuan DPRD Jabar Partai HANURA
No. DAPIL JUMLAH CALEG PEREMPUAN (%) 1 JABAR I 25% 2 JABAR II 23,1% 3 JABAR III 23,1% 4 JABAR IV 28,6% 5 JABAR V 20% 6 JABAR VI 36,4% 7 JABAR VII 25% 8 JABAR VIII 25% 9 JABAR IX 36,4% 10 JABAR X 37,5% 11 JABAR XI 15,4%
Rata-rata Per Dapil 26,9%
Diolah dari data KPU
Adapun upaya yang coba dilakukan oleh Partai Golkar, guna meningkatkan partisipasi politik kaum perempuan, adalah dengan memanfaatkan lembaga atau organisasi yang ada dalam Golkar. Himpunan Wanita Karya (HWK) dan Kelompok Perempuan Partai Golkar (KPPG) dioptimalkan untuk
97 meningkatkan partisipasi perempuan dan mempersiapkan kader-kader yang siap dicalonkan menjadi calon anggota legislatif.
2. Rekrutmen Calon Anggota DPRD Provinsi dari Partai Hati Nurani
Rakyat
a. Mekanisme dan Pola Rekrutmen Calon Anggota DPRD Provinsi
Sistem rekrutmen calon anggota DPRD Provinsi dari Partai Hanura sifatnya terbuka, dalam arti bahwa Partai Hanura membuka pendaftaran bagi masyarakat yang ingin menjadi anggota DPRD Provinsi. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) Peraturan Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Hanura No: 008/DPP-HANURA/V/2008 tentang Penyeleksian Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota atau biasa disingkat dengan “PO 008”, yaitu :
(1) Partai Hati Nurani Rakyat membuka kesempatan bagi anggota masyarakat yang belum menjadi anggota Partai Hanura untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif dari Partai Hanura dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mengisi formulir pendaftaran
b. Memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan
c. Pada kesempatan pertama, mendaftarkan diri menjadi anggota Partai Hanura di kantor DPC yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota, sebelum batas akhir pendaftaran Bacaleg
d. Mampu dan bersedia memberikan kontribusi untuk membesarkan partai
(2) Anggota masyarakat yang bukan pengurus Partai Hanura sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah karena ketokohan/keilmuan/pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat, dapat member nilai tambah bagi Partai
Berdasarkan ketentuan itu maka Partai Hanura tidak hanya merekrut calon anggota legislatif (DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota) dari internal partai saja, tetapi juga dari eksternal partai. Walaupun demikian, karena
98 undang-undang mengharuskan seorang caleg berasal dari partai politik, maka mereka yang dari eksternal partai pun terlebih dahulu harus menjadi anggota partai yang ditunjukan dengan kartu tanda anggota Partai Hanura.
Menurut DY, banyaknya masyarakat yang mendaftarkan diri ke Hanura untuk menjadi caleg merupakan suatu bukti bahwa Partai Hanura dipercaya oleh masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada upaya yang dilakukan oleh partai untuk membatasi jumlah pendaftar.
Bagi mereka yang mendaftarkan diri ke Hanura untuk menjadi bakal calon anggota legislatif harus memenuhi persyaratan-persyaratan dan kelengkapan administrasi sesuai yang diatur oleh pasal 50 Undang-undang No. 10 Tahun 2008. Selain itu terdapat pula persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Partai Hanura terhadap bakal calon, yaitu :
1. Setiap anggota Partai Hanura, pengurus atau bukan pengurus, yang memenuhi syarat sebagaimana yang terdapat dalam pasal 50 UU No. 10 Tahun 2008 dapat mencalonkan diri menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dengan mengisi formulir pendaftaran yang telah disiapkan di Tim Pendaftaran DPP/DPD/DPC masing-masing, selanjutnya melengkapi administrasi persyaratan yang telah ditetapkan, sebelum batas waktu yang ditentukan.
2. Para bakal calon anggota legislatif dari Partai Hanura harus menyatakan diri untuk selalu tunduk dan taat pada semua aturan perundang-undangan yang berlaku dan AD/ART serta keputusan partai, selalu berupaya keras untuk melaksanakan misi partai bagi terwujudnya visi partai, meyatakan
99 kesediaannya untuk berjuang di bawah bendera partai, siap untuk mandiri dan bekerjasama dalam melaksanakan kerja politik Bacaleg/Caleg, serta siap mengikuti Diklat Kader, Diklat Calon Legislatif dan penataan juru kampanye, serta ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan keharusan setelah ditetapkan dan terpilih sebagai anggota legislatif Partai Hanura. 3. Menyerahkan biodata lengkap sesuai formulir yang telah disediakan 4. Menyerahkan paspoto berwarna terbaru ukuran 2x3 cm, 3x4 cm, dan 4x6
cm masing-masing 10 lembar; dianjurkan dalm pose memakai jaket/jas atau kemeja Hanura denagn latar belakang warna putih
5. Membayar uang administrasi pendaftaran sebesar Rp. 2.000.000,- untuk Bacaleg DPR, Rp. 1.000.000,- untuk bacaleg DPRD Provinsi, dan Rp. 500.000,- untuk Bacaleg DPRD Kabupaten/Kota.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008, daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Partai Tingkat Provinsi. Aturan itu yang menjadi landasan penyeleksian dan penetapan Bacaleg DPRD Provinsi Partai Hanura. DPD Hanura Provinsi memiliki kewenangan untuk menyeleksi dan menetapkan bakal calon anggota DPRD Provinsi, tetapi untuk pengisiannya melibatkan Dewan Pimpinan Cabang.
Atas dasar kemandirian, kebersamaan, kerakyatan dan penguatan isu lokal, Partai Hanura menerapkan pengisian bakal calon anggota legislatif dengan sistem 60% : 40%. Untuk pengisian bakal calon anggota DPR RI hak kuota 60% ada di tangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hanura, sedangkan sisanya (40%) dimiliki oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD), untuk pengisian DPRD Provinsi, 60% ada
100 di tangan DPD dan 40% dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC), sedangkan untuk pengisian DPRD Kabupaten atau Kota, 60% dari DPC dan 40% dari PAC.
Oleh karena itu untuk Pengisian Bacaleg DPRD Provinsi: 60% di tangan Dewan Pimpinan Daerah dan 40% dari Dewan Pimpinan Cabang. Tetapi apabila Dewan Pimpinan Daerah (dengan kuota 60%) tidak mampu memenuhi kewenangannya untuk mengisi haknya, maka boleh meminta kepada DPC untuk mengisi kekurangnnya. Begitu juga sebaliknya, apabila DPC tidak mampu memenuhi 40% haknya, maka sisa kuota dipenuhi oleh DPD.
Rekrutmen bakal calon anggota DPRD dari Partai Hanura pengorganisasiannya diserahkan kepada Panitia Bakal Caleg Daerah, yaitu organisasi yang bertanggungjawab atas kelangsungan keseluruhan aksi Bacaleg di tingkat kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah dengan komposisi:
a. Ketua,
b. 2 (dua) orang Wakil Ketua, c. 1 (satu) orang sekretaris,
d. 2 (dua) s/d 4 (empat) orang Wakil Sekretaris
Panitia tersebut dikenal dengan nama “Tim Sembilan” yang bertugas untuk mengurusi masalah rekrutmen caleg dari penerimaan, penyeleksian, sampai kepada pengawasan. Sedangkan menurut pasal 17 ayat (5) PO No. 8 Partai Hanura tugas-tugas dari Panitia seleksi adalah sebagai berikut.
a. Memimpin dan mengarahkan semua organisasi yang dapat di bawah kendalinya untuk dapat melakukan semua proses seleksi dengan efektif dan efisien
b. Memberitahukan surat pemberitahuan kepada para pengurus satu tingkat di bawah untuk mengirimkan jumlah riil bakal calon yang harus diajukan guna memenuhi kuota (alokasi maksimal) 40 %,
101 termasuk jumlah keterwakilan perempuan, kelengkapan persyaratan, serta batas waktunya.
c. Mengajukan bakal calon anggota legisltif yang akan diajukan untuk menjadi bakal calon anggota legislatif di tingkat yang lebih tinggi (kuota 40%), setelah diputuskan oleh seleksi caleg di tingkat kepengurusan tersebut.
d. Menerima pengajuan daftara nama calon anggota DPRD dari kepengurusan satu tingkat di bawahnya (setelah melalui seleksi Bacaleg di tingkat kepengurusan tersebut), selanjutnya diajukan kepada Tim Seleksi Bakal Caleg untuk dibahas. Berikutnya menerbitkan surat persetujuan tertuis kepada pengurus ybs, setelah disepakati oleh Tim Seleksi Bacaleg.
e. Memproses penerbitan surat keputusan daftar bakal calon anggota DPR/DPRD sesuai nama dan urutan yang telah diputuskan Tim Seleksi Bacaleg, dengan ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen di tingkat pusat, atau oleh ketua dan sekretaris di tingkat daerah dan cabang.
f. Mengajukan daftar bakal calon anggota DPR/DPRD berikut dengan persyaratan yang ditentukan kepada KPU atau KPUD Provinsi atau KPUD Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya.
g. Mengikuti secara cermat perkembangan verifikasi yang dilakukan KPU atau KPUD Provinsi atau KPU
h. Melngkapi atau memperbaiki persyaratan yang kurang tau perlu diperbaiki sebelum batas waktunya
i. Mengajukan pergantian akal calon yang perlu dilakukan
j. Menginformasikan kepada kepengurusan terkait tentang perkembangan proses penyusunan calontetap anggota DPR/DPRD yang dilakukan KPU/KPUD Provinsi/KPUD Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tugas Tim Sembilan yang penting adalah mengajukan hak kuota 40% untuk mengisi bakal calon anggota DPR RI kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hanura setelah diputuskan oleh Tim Seleksi Caleg di DPD, menerima bakal calon anggota DPRD Provinsi dari Dewan Pimpinan Cabang (dengan kuota 40%), serta melakukan penyeleksian untuk mendapatkan bakal calon anggota DPRD Provinsi (dengan kuota 60%).
Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Seleksi Bacaleg membawahi organisasi-organisasi seperti:
102 1. Tim Penerimaan Pendaftaran Bacaleg
Tim ini bertanggungjawab untuk menerima pendaftaran Bacaleg dan melakukan pemberkasan kelengkapan administrasinya; selanjutnya mengajukannya kepada Tim Seleksi Bacaleg untuk diseleksi.
2. Tim seleksi Bacaleg
Tim ini bertanggungjawab atas penyeleksian para bakal calon anggota legislatif untuk mendapatkan urutan bakal calon anggota legislatif yang benar-benar menguasai visi dan misi partai, program perjuangan partai, serta dapat memberi nilai tambah bagi upaya pemenangan pemilu Partai Hanura, dan dapat menjadi wakil rakyat yang baik, peka, peduli dan menguasai permasalahan rakyat di daerah pemilihannya, di lingkungan daerah di mana daerah pemilihannya berada, dan di tingkat nasional. 3. Badan Pengawas
Tim ini bertanggungjawab untuk mengawasi proses pendaftaran, pemberkasan dan tata cara kerja penyeleksian, untuk dapat menjamin bahwa semuanya berlanhsung secara demokratis dan terbuka, serta bebas dari kolusi, politik uang dan nepotisme.
Tim Seleksi Bacaleg Daerah melakukan berbagai macam sidang, diantaranya adalah sidang seleksi Bacaleg DPR, sidang seleksi Bacaleg DPRD Provinsi Tahap I, Sidang Bacaleg DPRD Provinsi Tahap II, dan sidang pembahasan Bcalaeg DPRD Kabupaten/Kota. Sidang yang berhubungan dengan rekrutmen bakal calon anggota DPRD Provinsi adalah sidang seleksi bacaleg DPRD Provinsi tahap I dan tahap II.
103 Pada sidang seleksi Bacaleg DPRD Provinsi tahap I yang dibahas adalah penyeleksian untuk mengisi kuota 60% yang menjadi hak DPD. Sidang ini dilakukan per daerah pemilihan, satu persatu. Di dalamnya berisi kegiatan interview terhadap bacaleg, penilaian dengan menggunakan sosiometri, dan proses skoring yang dilakukan oleh tim Sembilan.
Sidang lainnya adalah sidang seleksi bacaleg Provinsi tahap II. Sidang ini bertujuan untuk menggabungkan 60% Bacaleg kewenangan DPD dengan kuota/alokasi maksimal 40% DPC. Sidang ini dilaksanakan per daerah pemilihan, satu persatu setelah diterima pengajuan 40% nama-nama bacaleg dari DPC. Setelah didapat kesepakatan bersama antara peserta sidang, maka disahkanlah hasil daftar bakal calon sementara yang nantinya akan diajukan ke KPUD Provinsi.
Dalam sidang yang disebutkan di atas peranan Tim Seleksi Bakal Caleg Daerah atau disebut juga dengan Tim Sembilan sangat dominan. Mereka lah yang menyeleksi lewat skoring yang acuannya telah ditetapkan oleh partai, tetapi menurut informasi yang penulis dapatkan dari orang internal partai, hasil skoring tersebut tidak diumumkan kepada bacaleg. Setelah hasil sidang keluar tentang siapa yang lolos seleksi dan nomor urutnya, ternyata hasil tersebut bisa berubah lagi. Hal inilah yang membuat terdapatnya kesempatan untuk melakukan praktik-praktik yang tidak bertanggungjawab.
Setelah melalui proses rekrutmen yang disampaikan di atas, DPD Hanura Jawa Barat akhirnya menyerahkan daftar bacaleg beserta nomor urut ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Barat untuk dijadikan Daftar Calon
104 Sementara (DCS) yang kemudian akan dipublikasikan kepada masyarakat untuk ditanggapi dalam masa uji publik. Dalam Uji Publik, apabila ada tanggapan dari masyarakat terhadap bacaleg dari Hanura maka DPD akan menanggapi dan mengurusinya. Menurut FF tindakan yang diambil nanti bisa tetap mempertahankan calon yang bersangkutan, menggantinya dengan bacaleg lain, atau hanya mencoret bacaleg tersebut dengan tanpa diganti leh bacaleg lain. Setelah Uji Publik selesai maka KPUD Provinsi Jawa Barat menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) untuk semua partai.
b. Kriteria-kriteria yang Ditetapkan Partai terhadap Caleg
Seperti yang telah disebutkan di muka bahwa sistem rekrutmen yang diterapkan oleh Partai Hanura bersifat terbuka, bagi internal partai maupun eksternal partai. Tetapi karena aturan hukum yang mengharuskan caleg berasal dari partai politik, maka mereka yang bukan merupakan anggota partai pun terlebih dahulu harus masuk menjadi bagian dari kader partai yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota yang bisa didapat dari Dewan Pimpinan Cabang setempat.
Kriteria yang ditetapkan oleh Hanura ada dua jenis. Pertama, kriteria umum yang semuanya tercantum dalam Pasal 50 UU No. 10 Tahun 2008. Kedua, kriteria khusus yang dibuat oleh Hanura sendiri. Kriteria ini ditetapkan guna mendapakan calon yang benar-benar menguasai Visi dan Misi Partai, program perjuangan partai, serta dapat menjadi wakil rakyat yang baik, peka perduli dan menguasai permasalahan rakyat di daerah pemilihannya, di lingkungan daerah dimana dia berada, dan tingkat nasional.
105 Kriteria yang ditetapkan oleh Partai Hanura maupun partai lainnya tentu saja beranjak dari penilaian terhadap anggota legislatif yang saat ini sedang menjabat dan pandangan mengenai caleg ideal. Menurut DY Figur yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan anggota DPRD Provinsi adalah yang amanah, yaitu orang yang tidak lupa akan siapa yang membuatnya menjadi calon anggota legislatif. Karena saat ini menurutnya banyak orang yang sudah menjadi anggota dewan lupa akan masyarakat dan teman-teman separtainya pada saat bersama-sama menjadi caleg. Sementara HI menyebutkan bahwa figur yang dibutuhkan adalah yang cerdas, pintar dan bertanggungjawab terhadap jabatannya.
Adapun kriteria-kriteria itu adalah: 1. Jabatan di kepengurusan partai 2. Tingkat pendidikan umum
3. Tingkat pendidikan dan pelatihan partai
4. Kontribusi kinerja selaku pejabat fungsional partai 5. Kontribusi jaringan/popularitas
6. Kontribusi intelektual/ide bagi kemajuan partai dan masyarakat 7. Kontribusi logistik untuk membesarkan partai
8. Ketidaktercelaan di tengah-tengah masyarakat 9. Penguasaan situasi dan kondidi daerah pemilihan 10. Kemampuan memimpin dan bekerjasama
Kriteria ini pula yang menjadi acuan dalam proses penyeleksian caleg Partai Hanura. Sepuluh parameter ini dijabarkan lagi menjadi beberapa indikator
106 yang digunakan oleh tim Sembilan dalam proses skoring yang digunakan untuk menyeleksi semua pendaftar (bacaleg) yang ada.
Tabel 5
Acuan Skoring Partai HANURA
NO. FAKTOR
NILAI
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
1
Jabatan Kepengurusan Partai
a. Ketua DPD/Waket DPP x
b. Sek/Waket/ Bend DPD/Ket DPC x
c. Sek/Waket/Bend DPC/Ket Biro
DPD/ Wanhat DPC x
d. Ket Oryap/Bag DPC/Sek/Bend
PAC/Ket Ranting x
e. Unsur Ortom x
2
Tingkat Pendidikan Umum
a. S3 x b. S2 x c. S1 x d. D3 x e. SMA/Sederajat x 3
Tingkat Pendidikan dan Latihan Partai a. Utama x b. Madya x c. Muda x d. Pratama x 4
Kontribusi Kinerja Selaku Pejabat Fungsional Partai
a. Sangat tinggi x
107 c. Sedang x d. Kurang x e. Sangat kurang x f. Tidak aktif x 5 Kontribusi Jaringan/Populeritas a. sangat dikenal x b. Dikenal x c. Sedang x d. Kurang dikenal x
e. Sangat kurang dikenal x
f. Tidak dikenal x
Kontribusi Intelektual/ Ide bagi Kemajuan Partai dan Mayarakat 6 a. Sangat tinggi x b. Tinggi x c. Sedang x d. Kurang x e. Sangat Kurang x f. Tidak ada x 7
Kontribusi Logistik untuk Membesarkan Partai a. Sangat tinggi x b. Tinggi x c. Sedang x d. Kurang x e. Sangat kurang x 8 Ketidaktercelaan di Tengah-tengah Masyarakat a. Sangat tinggi x b. Tinggi x
108
c. Sedang x
d. Kurang x
e. Sangat kurang x
9
Penguasaan Situasi dan Kondisi Daerah Pemilihan a. Sangat tinggi x b. Tinggi x c. Sedang x d. Kurang x e. Sangat kurang x 10
Kemampuan Memimpin dan Bekerjasama
a. Sangat kooperatif x
b. Kooperatif x
c. Sedang x
d. Kurang kooperatif x
e. Sangat kurang kooperatif x
Ketika ditanyakan tentang kriteria yang sangat berpengaruh dalam proses skoring, GS merasa bahwa aspek tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam seleksi. Dalam acuan skoring yang bisa kita lihat dari tabel 5 di atas, memang aspek pendidikan memiliki sumbangan skor yang cukup signifikan.
Dari DCT DPRD Jawa Barat Partai HANURA yang berjumlah 70 orang, yang berpendidikan sampai S2 sebanyak 14 orang (20%), yang berpendidikan S1 sebanyak 34 orang (48,6%), D3 sebanyak 8 orang (11,4%), D2 hanya 1 orang (1,4%), dan SMA/sederajat sebanyak 13 orang (18,6%).
Melihat komposisi caleg berdasarkan tingkat pendidikannya tampaknya bagi Partai Hanura yang membuka pendaftaran seluas-luasnya kepada masyarakat
109 dalam rekrutmen bacaleg, tingkat pendidikan menjadi salah satu kriteria yang cukup diprioritaskan. Tetapi apabila melihat per daerah pemilihan, ada salah satu dapil yang kurang mencerminkan semangat tersebut. Pada dapil Jabar VII, komposisi caleg terdiri dari 5 (lima) orang (71,4%) lulusan SMA/sederajat, 1 (satu) orang (14,3%) lulusan S1, dan 1 (satu) orang (14,3%) bergelar S2.
Tabel 6
Tingkat Pendidikan Caleg DPRD Jawa Barat Partai HANURA NO PENDIDIKAN TINGKAT JUMLAH DALAM DCT PROSENTASE 1. S3 - - 2. S2 14 20% 3. S1 34 48,6% 4. D3 8 11,4% 5. D2 1 1,4% 6. SMA/Sederajat 13 18,6%
Diolah dari data DPD HANURA Jabar
c. Hambatan dan Kendala yang Ditemui dan Upaya Penyelesaiannya.
Kendala yang dihadapi oleh DPD Hanura Jabar maupun caleg umumnya berkisar antara persyaratan administrasi yang lumayan ribed untuk mengurusinya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh GK yang menyebutkan bahwa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh calon itu lumayan banyak dan lumayan rumit untuk mengurusinya. Di sisi lain, dengan banyaknya persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh mereka yang mendaftar juga membuat tim penerima pendaftaran dan tim penyeleksi kerepotan, apalagi menurut DY bahwa tidak ada upaya partai untuk membatasi jumlah pendaftar supaya tidak terlalu banyak. Ini membuat tim seleksi dibuat kerepotan, karena bagaimanapun juga
110 persyaratan administrasi yang disampaikan oleh mereka yang mendaftar harus diperiksa terlebih dahulu.
Rekrutmen caleg di Hanura, baik caleg DPR, DPRD Povinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota, diatur dalam suatu mekanisme kerja yang berasal dari pengurus pusat, yaitu dalam Peraturan Organisasi No 008 tentang penyeleksian bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota. Tetapi implementasinya diserahkan kepada panitia penyeleksi.
Menurut FF bahwa PO 008 dibuat untuk menjadi kerangka acuan bagi terciptanya proses rekrutmen caleg yang demokratis. Tetapi memang prakteknya dikembalikan lagi kepada orang-orang yang diberi amanah dalam mengimplementasikannya, yang dalam konteks ini adalah Tim Seleksi Bacaleg. Masih menurut FF bahwa dirinya tidak bisa menafikan aspek subjektifitas seperti pertemanan dan kedekatan atau bahkan mungkin uang yang masih meliputi proses rekrutmen bacaleg dari Partai Hanura karena menurutnya dinamika partai dimanapun hampir sama.
Hal yang dikemukakan oleh FF diperkuat juga oleh HI yang mengatakan bahwa dalam proses rekrutmen caleg pasti selalu terdapat tarik menarik kepentingan. Nomor urut yang telah ditetapkan oleh sidang seleksi bakal caleg bisa berubah sewaktu-waktu tergantung dari pimpinan sidang (pimpinan partai pada suatu Dewan Pimpinan Partai). Menurutnya demokratis tidaknya rekrutmen caleg tidak cukup hanya dengan acuan yang sudah cukup bagus seperti PO 008, tetapi juga tergantung kepada pelaksananya terutama pimpinan partai.
111 Selain masalah subjektifitas pimpinan partai terdapat pula masalah yang berhubungan dengan perempuan. Selama ini DPD Hanura Jabar lumayan kesulitan dalam mendapatkan caleg perempuan. Untuk memenuhi kuota 30% caleg perempuan, Partai Hanura mengalami kesulitan yang menurut DY mungkin disebabkan rasa pesimistis para perempuan untuk menjadi caleg. Akhirnya Partai Hanura hanya bisa mengajak dan menawarkan kepada masyarakat (perempuan) untuk menjadi caleg, sedangkan untuk seterusnya memaksimalkan pendaftar yang tersedia.
Dari daftar calon tetap anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari partai Hanura, bisa kita lihat bahwa hanya satu dapil, yaitu dapil VIII, dimana Partai Hanura mampu memenuhi kuota minimal 30% perempuan (33,3%), sedangkan untuk sepuluh dapil sisanya belum. Rata-rata prosentase tiap dapil untuk caleg perempuan adalah 19,12% dan prosentase dari keseluruhan caleg yang ada (DPRD Jabar) adalah 20%. Hal ini menandakan bahwa saat ini memang partai Hanura memiliki kesulitan dalam mendapatkan caleg perempuan.
Tabel 7
Rata-rata caleg perempuan DPRD Jabar Partai HANURA
No. DAPIL CALEG PEREMPUAN 1 JABAR I 16,7% 2 JABAR II 20% 3 JABAR III 20% 4 JABAR IV 28,6% 5 JABAR V 0% 6 JABAR VI 25%
112 7 JABAR VII 14,3% 8 JABAR VIII 33,3% 9 JABAR IX 20% 10 JABAR X 20% 11 JABAR XI 12,5%
Rata-rata Per Dapil 19,12% Diolah dari data KPU
Ketika ditanya masalah solusi untuk mengatasi masalah ini, DY mengatakan bahwa usaha yang dilakukan adalah dengan menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa Hanura membuka pendaftaran bagi masyarakat umum lewat media masa. Dengan cara seperti itu diharapkan banyak perempuan yang mau bergabung menjadi caleg dari Partai Hanura. Tetapi untuk saat ini tampaknya memang kuota 30% perempuan belum bisa dipenuhi oleh Hanura.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Mekanisme dan Pola Rekrutmen dari Partai Golkar dan Hanura
Partai politik dan parlemen (legislatif) merupakan dua aktor utama masyarakat politik, yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil, berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk kepentingan masyarakat. Peran partai politik itu diletakkan dalam arena pemilihan umum, yang di dalamnya terjadi kompetisi antarpartai dan partisipasi politik masyarakat sipil untuk memberikan mandat pada partai atau kandidat pejabat politik yang dipercayainya. Mengikuti logika demokrasi, para pejabat politik (legislatif dan eksekutif) ─ yang telah memperoleh mandat melalui partisipasi politik masyarakat dalam pemilu ─ harus mengelola sumberdaya ekonomi-politik (kekuasaan dan
113 kekayaan) bersandar pada prinsip transparansi, akuntabilitas dan responsivitas untuk masyarakat. Dengan kalimat lain, jabatan-jabatan politik yang diperoleh dari mandat masyarakat itu bukan untuk kepentingan birokrasi, parlemen dan partai politik sendiri, melainkan harus dikembalikan secara akuntabel dan responsif untuk masyarakat. Prinsip ini sangat penting untuk diwacanakan dan diperjuangkan karena secara empirik membuktikan bahwa pemerintah, parlemen dan partai politik menjadi sebuah lingkaran oligharki yang jauh dari masyarakat.
Di sisi lain partai politik dan pemilihan umum merupakan tempat yang paling tepat untuk proses rekrutmen politik, dalam rangka mengorganisir kekuasaan secara demokratis. Rekrutmen merupakan arena untuk membangun kaderisasi, regenerasi, dan seleksi para kandidat serta membangun legitimasi dan relasi antara partai dengan masyarakat sipil. Selama ini ada argumen bahwa rekrutmen politik merupakan sebuah proses awal yang akan sangat menentukan kinerja parlemen (legislatif). Jika sekarang kapasitas dan legitimasi DPRD sangat lemah, salah satunya penyebabnya adalah proses rekrutmen yang buruk.
Dari hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis, maka ada hal yang paling menonjol antara pola rekrutmen caleg dari Partai Golkar dengan pola rekrutmen dari Partai Hanura. Partai Golkar secara umum merekrut hanya terbatas kepada internal partai saja ─ walaupun ada ketentuan yang memungkinkan untuk merekrut dari luar ─ sedangkan Partai Hanura terbuka untuk semua, baik dari internal maupun eksternal partai.
Partai Golkar melakukan pola rekrutmen yang terbatas tersebut, memang memiliki beberapa alasan yang memungkinkannya tidak perlu membuka
114 pendaftaran untuk umum. Partai Golkar adalah partai yang saat ini merupakan partai terbesar dengan jumlah kader yang sangat banyak. Pengkaderan yang telah dilaksanakannya pun sudah cukup panjang karena ia adalah partai lama, yang walaupun baru mendeklarasikan diri sebagai partai pada tahun 1999, tetapi secara nyata Golkar sudah ada sejak tahun 1964. Jadi, kalau saat ini Partai Golkar hanya merekrut kader internal partai untuk menjadi calon anggota legislatif hal itu memiliki alasan yang kuat, terutama jika melihat kuantitas kader potensial yang ada.
Apabila melihat kuantitas kader, Partai Hanura yang membuka pendaftaran untuk umum yang mau menjadi caleg juga memiliki alasan yang kuat. Partai ynag relatif baru ini, walaupun potensial meraup suara yang cukup signifikan dalam pemilu 2009, tetapi saat ini belum memiliki kader potensial yang terlalu banyak. Proses pengkaderannya pun belum lama, karena partai ini baru didirikan pada tahun 2006. Maka tidak heran apabila Partai Hanura tidak hanya merekrut dari kalangan internal partai saja, tetapi dari luar juga.
Perbedaan bentuk rekrutmen antara Partai Golkar yang terbatas hanya kepada internal partai saja dan Partai Hanura yang membuka akses selebar-lebarnya bagi masyarakat umum tidak menjadikannya sebagai perbedaan antara rekrutmen politik yang terbuka dan tertutup. Hal ini bisa kita lihat dari pendapat Lili Romli (2005) yang menyebutkan bahwa suatu rekrutmen dikatakan terbuka apabila seluruh warga negara tanpa kecuali mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan rekrutmen tertutup adalah proses rekrutmen secara
115 terbatas, yaitu hanya individu-individu tertentu saja yang dapat direkrut untuk menduduki jabatan politik atau jabatan pemerintahan. Dalam konteks rekrutmen secara tertutup ini maka individu-individu yang dekat dengan penguasa atau pemimpin politiklah yang mempunyai kesempatan untuk masuk dalam partai politik atau menduduki jabatan politik. Kedekatan itu bisa berdasarkan hubungan darah, persamaan darah, golongan, etnis, persahabatan, almamater, dan sebagainya. Jadi perbedaan ini hanya menyangkut pembatasan sumber bacaleg yang ditetapkan partai.
Apabila kita melihat acuan mekanisme rekrutmen caleg yang ada dalam tubuh partai, tampaknya porsi kewenangan dan pengaruh sangat besar sekali diberikan kepada pimpinan partai. Hal demikian membuat seleksi yang dilaksanakan oleh Partai Golkar maupun Hanura bersifat tertutup dan sangat memungkinkan aspek subyektifitas pimpinan menjadi bagian dalam mempengaruhi hasil seleksi.
Rekrutmen caleg dari kalangan internal partai memiliki keunggulan dalam beberapa hal, terutama menyangkut kualitas kepartaian yang dimiliki oleh si caleg. Orang-orang dari internal partai tentu saja sudah melalui jenjang pengkaderan yang cukup lama dan intensif dibandingkan dengan calon dari luar partai. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap pengenalan, pemahaman, serta internalisasi visi-misi partai. Mengenai masalah ini, Cecep Darmawan (2008) berpendapat bahwa:
keunggulan dari rekrutmen internal dapat memberikan jaminan adanya internalisasi nilai visi dan misi partai politik. Setidaknya, setelah mereka menjalani dan bergerak dalam struktur partai politik dalam beberapa waktu sebelumnya dapat dijadikan pengalaman penting
116 dalam memahami seluk beluk partai atau dinamika politik. Dengan kata lain, orang seperti ini akan merasakan bagaimana rasanya sebagai pemain politik dalam panggung politik yang sebenarnya.
Keunggulan individu yang berasal dari internal parpol seperti diungkapkan oleh Cecep Darmawan tersebut tidak menjamin sepenuhnya caleg yang bersangkutan berkualitas. Hal tersebut tentu sangat terkait dengan kualitas rekrutmen untuk internal parpol itu sendiri dan juga berjalan tidaknya serta berkualitas tidaknya pengkaderan partai.
Sementara itu, banyak pihak yang menilai bahwa rekrutmen caleg dari luar partai banyak mengandung kelemahan. Individu dari luar partai belum teruji jenjang karir politiknya dan diragukan bisa memberikan kontribusi yang cukup berarti di tengah percaturan politik yang syarat dengan tarikmenarik kepentingan. Selain itu, karena berasal dari luar partai, mereka tentu saja tidak memiliki kedekatan atau ikatan ideologis dengan partai.
Harus diakui bahwa rekrutmen caleg dari luar partai juga mendatangkan beberapa keuntungan. Populeritas adalah sesuatu yang dicari dalam merekrut orang-orang di luar partai. Kehadiran mereka dipergunakan partai untuk mendulang suara semaksimal mungkin. Maka tidak heran apabila akhirnya banyak tokoh masyarakat ataupun orang-orang populer yang memiliki jaringan yang luas berhasil menjadi caleg walupun sebelumnya ia tidak berpartai.
Ketika diwawancara di kantornya, peneliti politik yang sekaligus juga sebagai Dosen UNPAD, Arry Bainus, berpendapat bahwa rekrutmen terhadap orang di luar partai akan mendatangkan keuntungan bagi partai, karena dengan begitu partai akan mendapatkan anggota yang berasal dari berbagai latar belakang,
117 seperti purnawirawan, tokoh masyarakat, dosen, guru besar, dan sebagainya, tetapi loyalitas mereka terhadap partai akan sangat sulit diharapkan.
Pendapat dari Arry Bainus tersebut didasarkan pada fenomena “kutu loncat” yang marak terjadi di dunia politik Indonesia dewasa ini. Partai-partai baru yang sekarang ini bermunculan banyak yang berasal dari pecahan partai-partai yang sudah ada. Sosok yang mengisi partai-partai-partai-partai baru tersebut merupakan orang-orang lama yang merasa kepentingannya tidak terakomodir atau mereka merasa kalah bersaing kemudian keluar dari partai dan mendirikan partai baru. Maka tidak heran apabila timbul kekhawatiran apabila pendaftaran dibuka selebar-lebarnya bagi masyarakat, maka orang-orang yang tadinya berasal dari partai lain pun, atau berasal dari latar belakang apa pun, akan mendaftarkan diri sebagai caleg, tetapi kemudian apabila ia kalah maka komitmennya untuk berjuang dengan partai akan disangsikan.
Fenomena “kutu loncat” memang terjadi di tubuh Partai Hanura. Sebagai partai baru, Hanura banyak diisi oleh orang-orang yang tadinya berasal dari partai lain yang merasa kepentingannya tidak terakomodir. Terlepas kepentingan belaka atau memang didasarkan ideologi, yang jelas banyak kalangan yang menyangsikan loyalitas mereka terhadap partai.
Mengenai caleg instan yang dikemukakan oleh Arry Bainus, tampaknya rekrutmen Golkar bisa meminimalisir hal tersebut, berbeda dengan Partai Hanura yang membuka pendaftaran seluas-luasnya bagi masyarakat. Pendaftaran terbuka akan sangat memungkinkan melahirkan caleg instan. Tetapi, bagaimanapun ini
118 adalah konsekwensi yang memang harus diterima dan dilakukan oleh partai baru apabila ingin bertarung memperebutkan suara rakyat.
Menurut Arry Bainus, rekrutmen caleg yang ideal itu harus memperhatikan aspek kaderisasi yang dijalankan oleh internal partai itu sendiri. Caleg yang direkrut haruslah memiliki jenjang pengkaderan yang baik di partai dan track record-nya baik dan dapat dinilai sendiri oleh masyarakat. Jadi, rekrutmen caleg tidak dilakukan terhadap orang-orang yang begitu saja muncul secara instan, caleg yang baik adalah yang mampu merintis karir politiknya dari bawah.
Rekrutmen caleg memang tidak bisa dilepaskan dari proses pengkaderan partai, karena apabila kita kembali tinjau makna rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem-sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya (Ramlan Surbakti, 1992 : 118), ini berarti bahwa partai politik sebagai salah satu agen yang berperan dalam proses rekrutmen politik harus mempersiapkan para individu yang nantinya akan bertugas untuk melaksanakan tugas dan perannya dalam pemerintahan. Melansir pendapat dari Firmanzah (2008 : 71) bahwa :
Untuk dapat melakukan tugas ini, dalam tubuh organisasi partai politik perlu dikembangkan sistem rekrutmen, seleksi, dan kaderisasi politik. Mendapatkan pemimpin yang baik harus dimulai dari sistem rekrutmen. Dengan adanya sistem ini, nantinya akan dapat diseleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi sama serta memiliki potensi
Tugas –tugas yang akan diemban oleh para pemegang jabatan politik maupun pemerintahan bukanlah tugas yang mudah, dibutuhkan pelatihan dan